DAYA TERIMA, KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI PASIEN … · (4) Ketersediaan energi dan zat gizi...
Transcript of DAYA TERIMA, KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI PASIEN … · (4) Ketersediaan energi dan zat gizi...
1
DAYA TERIMA, KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI PASIEN RAWAT INAP PENDERITA KARDIOVASKULAR
DI RSUP FATMAWATI JAKARTA
TICHA LYDIYAWATI
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
2
Judul : Daya Terima, Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pasien Rawat Inap Penderita Kardiovaskular Di RSUP Fatmawati Jakarta
Nama Mahasiswa : Ticha Lydiyawati
Nomor Pokok : A54103039
Menyetujui:
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
dr. Yekti hartati effendi Dr. Ir. Dadang Sukandar M.Sc NIP.140 092 953 NIP. 131645543
Mengetahui:
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :......................
3
DAYA TERIMA, KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI PASIEN RAWAT INAP PENDERITA KARDIOVASKULAR
DI RSUP FATMAWATI JAKARTA
TICHA LYDIYAWATI
Skripsi Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Program Studi S1 Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
4
RINGKASAN
TICHA LYDIYAWATI. Daya terima, Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pasien Rawat Inap Penderita Kardiovaskular di RS Fatmawati Jakarta. Dibawah bimbingan dr.Yekti Hartati Efendi dan Dr. Ir. Dadang Sukandar M.Sc Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya terima dan konsumsi energi dan zat gizi pasien (Protein, Lemak, Kolesterol dan Natrium). Tujuan Khusus meliputi: Mengidentifikasi : 1) Karakteristik pasien (umur, sex, TB, BB, jenis diit, jenis penyakit, riwayat penyakit, pendidikan dan pekerjaan) 2) Riwayat pemeliharaan pasien (lama rawat, saran diit, perolehan diit sebelum dan penerapannya). Menghitung : 3) Kebutuhan energi dan zat gizi pasien, 4) Ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan RS, 5) Konsumsi energi dan zat gizi pasien (makanan RS, makanan luar RS dan cairan infus), 6) Menganalisis hubungan daya terima pasien dengan tingkat konsumsi energi dan protein pasien makanan RS.
Desain studi dalam penelitian adalah cross sectional. Tempat penelitian di RSUP Fatmawati Jakarta. Pemilihan lokasi secara purposive sampling (Singarimbun & Effendi, 1989). Pengumpulan data dilakukan selama tiga bulan Juni sampai Agustus 2007. Pasien dalam penelitian adalah pasien rawat inap penderita penyakit kardiovaskular di IRNA B lantai VI selatan. Jumlah pasien rawat inap kardiovaskular (hipertensi, jantung dan stroke) selama tiga bulan berdasarkan diagnosa dokter sebanyak 136 orang. Pemilihan pasien dilakukan dengan cara purposive sampling dengan kriteria yang ditentukan. Maka diperoleh 35 pasien yang memenuhi ktriteria tersebut, hanya 30 pasien yang mempunyai data lengkap maka dijadikan contoh pasien dalam penelitian ini.
Jenis data dalam penelitian ini yaitu primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, dan wawancara dengan alat bantu kuisioner yang meliputi: (1) Karakteristik pasien (umur, berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, riwayat penyakit, pekerjaan dan tingkat pendidikan) (2) riwayat pemeliharaan kesehatan pasien (lama rawat, saran diit, perolehan diit sebelumnya, dan penerapannya) (3) Kebutuhan energi dan zat gizi pasien (4) Ketersediaan energi dan zat gizi makanan RS (5) Konsumsi energi dan zat gizi pasien (menu makanan RS, makanan luar RS dan cairan infus) (6) Daya terima terhadap menu makanan RS. Data sekunder meliputi: (1) Gambaran umum RS Fatmawati Jakarta (lokasi, klasifikasi, sejarah, visi dan misi dan fasilitas pelayanan kesehatan), (2) Gambaran umum Instalansi Gizi RS Fatmawati Jkt (Struktur organisasi, visi, misi, tujuan, tugas pokok, fungsi, tenaga kerja, kegiatan penyelenggaraan makanan), (3) Jenis penyakit, jenis diet, cairan infus dan lama perawatan. Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan proses editing, coding, scoring, entry, cleaning dan analisis data dengan menggunakan program Microsoft excel dan SPSS versi 13,0 for Windows. Untuk menganalisis hubungan daya terima dan tingkat konsumsi pasien terhadap makanan RS digunakan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian ini sebesar 70% pasien dalam kategori usia dewasa menengah (40-65 thn), 63,3% jenis kelamin laki-laki. Jenis penyakit pasien 56,7% jantung, 40% penyakit stroke dan penyakit hipertensi 3,3%. Pendidikan pasien 46,7% SMU. Jenis pekerjaan 33,3% IRT, buruh 16,7%, wiraswasta 16,7%, swasta 13,3%, PNS 10%, dan sisanya pensiunan 10%. Sebanyak 46,7% berdasarkan riwayat penyakit dulu menunjukan pernah menderita penyakit pernah hipertensi, 36,7% pernah penyakit jantung, 3,3 % pernah penyakit stroke, 3,3% penyakit lambung, dan 10% tidak memiliki riwayat penyakit dulu. Pasien
5
yang memiliki riwayat penyakit pada keluarga antara lain penyakit hipertensi 13,3%, jantung 6,7%, dan stroke 13,3%. Lebih dari separuh pasien 66,7% tidak memiliki riwayat penyakit keluarga. Jenis diit yang diperoleh pasien terdiri dari yaitu diit rendah garam ll lunak (RG ll lunak), diit rendah garam ll nasi biasa (RG ll NB), diit jantung ll rendah garam ll (DD ll RG ll), dan diit jantung lll rendah garam ll (DD lll RG ll) Sebanyak 33,3% pasien menjalani rawat inap kurang dari 5 hari, 20% antara 5-10 hari dan sisanya 6,7% lebih dari 10 hari. Sebanyak 56,7% belum pernah mendapatkan saran diit terhadap penyakit yang dideritanya. Sebanyak 53,3% tidak pernah mendapatkan diit yang sama dimasa lalu dan tidak melakukan penerapan diit. Kebutuhan energi total sehari berdasarkan perhitungan Harris Bennedict lebih tinggi dibandingkan perhitungan mengunakan rumus cepat berdasarkan Ketentuan Instalasi Gizi RSUP Fatmawati. Berdasarkan perhitungan Harris Bennedict untuk kebutuhan energi dan protein pasien yaitu kebutuhan energi 1772 Kkal/hari(1320-2412) Kkal, protein73,9 g/hari (55-100) g/hari. Berdasarkan rumus cepat energi 1591 Kkal/hari (1035-22214) Kkal, protein 55,9 g/hari (41,4-73,8)g/hari. Kebutuhan lemak, dan kolesterol, semua pasien dibatasi konsumsinya, anjuran AHA (American Heart Association) untuk konsumsi lemak adalah tidak lebih dari 30% kebutuhan kalori, rata-rata anjuran konsumsi kolesterol <300mg/hari. Rata-rata ketersedian energi dan zat gizi makanan RS yaitu energi 1516,26 Kkal/hari; protein 60,35 gram/hari; lemak 48,72 g/hari; natrium 414,93 mg/hari, dan kolesterol 213,56mg/hari. Rata-rata ketersediaan energi, protein dan lemak makanan yang disajikan RS dibandingkan dengan standar porsi menurut jenis Diit Jantung ll, Diit Jantung lll dan Rendah Garam NB diperoleh hasil yang lebih rendah berdasarkan ketentuan Instalasi Gizi RSUP Fatmawati.
Tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan berdasarkan perhitungan Harris Benedict 36,7% pasien berada kategori defisit energi, 43,3% normal dan 20% diatas kebutuhan. Tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan 6,7% pasien berada pada kategori defisit protein, 20% normal dan 73,3% diatas kebutuhan. Rata-rata tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan 86,88% berarti berada pada kategori defisit (<90% angka kebutuhan). Rata-rata tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan 135,32% berarti berada pada kategori diatas kebutuhan (≥120 angka kebutuhan). Tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan berdasarkan rumus cepat 40% pasien berada kategori defisit energi, 30% normal dan 30% diatas kebutuhan. Tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan 16,7% pasien berada pada kategori defisit protein, 56,7% normal dan 26,7% berada pada kategori diatas kebutuhan. Rata-rata tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan 99,52% berarti berada pada kategori normal (90-119% angka kebutuhan). Rata-rata tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan 109,57% berarti berada pada kategori normal. Konsumsi energi, protein, kolesterol, lemak dan natrium pasien meskipun diperoleh dari tiga sumber yaitu makanan RS, makanan luar RS dan cairan infus namun kontribusi energi dan zat gizi makanan RS terhadap total konsumsi energi dan zat gizi sehari makanan RS tetap besar adalah energi 89%; protein 89%; lemak 92 %; kolesterol 88%; natrium 69%. Makanan dari luar RS sedikit memberikan kontribusi energi dan zat gizi terhadap total konsumsi sehari energi 10,73%; protein 10%; lemak 8,52 %;kolesterol 6,97%; dan natrium 17,14%. Cairan infus hanya memberikan kontribusi natrium terhadap total konsumsi
6
sehari yaitu natrium 16%. Total rata-rata konsumsi pasien yaitu energi 1496Kkal/hari; protein 57,1g/hari;kolesterol 195,6mg/hari; lemak 52,9mg/hari dan natrium 597,1mg/hari, meliputi makanan RS energi 1338 Kkal, protein 5,6 g/hari, lemak 49,3 g/hari, kolesterol 182,7mg/hari dan natrium 411,4 mg/hari; makanan luar RS energi 158Kkal/hari, protein 5,6gram/hari, lemak 3,6mg/hari, kolesterol 12,9mg/hari dan natrium 86,7mg/hari; cairan infus yaitu natrium 99 mg/hari.
Tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan berdasarkan perhitungan Harris Benedict 10% pasien defisit tingkat berat energi, 3,3% defisit tingkat sedang, dan 16,7% defisit tingkat ringan dan 70% normal. Tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan 13,3% pasien defisit tingkat berat protein, 10% defisit tingkat sedang, 16,7% defisit tingkat ringan dan 60% normal. Rata-rata tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan 88,29% berarti berada pada kategori defisit tingkat ringan (80-89% angka ketersediaan). Rata-rata tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan 85,46% berarti berada pada kategori defisit tingkat ringan. Tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan berdasarkan rumus cepat 10% pasien berada pada kategori defisit tingkat berat energi (<70% angka ketersediaan), 3,3% defisit tingkat sedang (70-79% angka ketersediaan), 16,7% defisit tingkat ringan dan 70% normal (90-100% angka ketersediaan). Tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan 13,3% pasien defisit tingkat berat protein, 10% defisit tingkat sedang, 13,3% defisit tingkat ringan dan normal 63,3%. Rata-rata tingkat konsumsi energi terhadap terhadap ketersediaan energi 88,29% berarti berada pada kategori defisit tingkat ringan (80-89% angka ketersediaan). Rata-rata tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan 85,46% berarti berada pada kategori defisit tingkat ringan.
Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan berdasarkan perhitungan Harris Benedict 20% pasien berada pada kategori normal, 33,3% defisit tingkat berat energi, 16,7% defisit tingkat sedang, 30% defisit tingkat ringan. Tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan 33,3% pasien berada pada kategori normal, 46,7 % diatas kebutuhan (≥120% angka ketersediaan), 10% defisit tingkat berat (< 70% angka ketersediaan) dan 10% defisit tingkat ringan. Rata-rata tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan 76,51% berarti berada pada kategori defisit tingkat sedang (70-79% angka ketersediaan). Rata-rata tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan 114,83% berarti berada pada kategori normal (90-119% angka ketersediaan). Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan berdasarkan rumus cepat 43,3% pasien berada pada kategori normal, 10% diatas kebutuhan (≥120% angka ketersediaan), 23,3,7% defisit tingkat berat energi (< 70% angka ketersediaan), 3,3% defisit tingkat sedang (70-79% angka ketersediaan), dan 16,7% defisit tingkat ringan. Tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan 46,7% pasien berada pada kategori normal, 16,7 defisit berat protein, 6,7% defisit tingkat sedang, 16,7% defisit tingkat ringan dan 13,3% diatas kebutuhan. Rata-rata tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan 87,79% berarti berada pada kategori defisit tingkat ringan (80-89% angka ketersediaan) Rata-rata tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan 93,3% berarti berada pada kategori normal (90-119% angka ketersediaan)
Rata-rata konsumsi lemak pasien 52,9 g/hari, konsumsi kolesterol pasien adalah 195,6mg/hari, dan konsumsi natrium pasien adalah 597,1 mg/hari. Seluruh pasien mengkonsumsi lemak, kolesterol dan natrium sesuai dengan anjuran Daya terima pasien berdasarkan waktu makan menunjukkan daya terima makan pagi memiliki nilai daya terima yang lebih rendah dari pada makan siang serta makan sore. Daya terima pasien terhadap makanan utama yang disajikan
7
(tiga hari pengamatan) sebanyak 40 % pasien memiliki nilai daya terima tinggi. Daya terima terhadap makanan selingan sebanyak 96,8% pasien memiliki nilai daya terima tinggi. Daya terima pasien berdasarkan jenis menu menunjukkan menu yang paling banyak disukai yaitu menu ke-5 dan yang tidak disukai menu ke-31. Rasa yang kurang enak dan suhu makanan yang dingin menyebabkan atribut rasa dan suhu yang relatif kurang disukai pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang significant beberapa variabel antara lain tingkat konsumsi energi dan protein pasien dengan lama rawat pasien, daya terima pasien dengan tingkat konsumsi energi dan protein pasien dan daya terima pasien dengan lama rawat pasien.
8
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Januari 1985 dari pasangan
keluarga bapak (Alm) Suwardji dan dan Ibu Sulmini. Penulis merupakan anak ke
2 dari 3 bersaudara yaitu Pujianto dan Arman Maulana
Pendidikan formal pertama yang ditempuh penulis adalah taman kanak-
kanak di TK Marsudi Asih, Tangerang dari tahun 1990 sampai dengan tahun
1991. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1991 sampai 1997 di SD Negeri
Kreo 01. Penulis melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 267 Jakarta hingga tahun
2000, dan kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 63 Jakarta
mulai tahun 2000 sampai tahun 2003. Penulis diterima sebagai mahasiswa di
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI).
Selama menyelesaikan studi di IPB, penulis pernah mengikuti kegiatan
Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Cibadak, Kecamatan Tanah Sareal,
Kabupaten Bogor. Penulis aktif menjadi staf Humas di HIMAGITA pada tahun
2004/2005. Selain itu penulis aktif dan tercatat sebagai sekertaris dalam kegiatan
Perkumpulan IAS3 (Ikatan Alumni SMU Sepesanggrahan Sekebayoran dan
Sekitarnya) periode 2004/2005. Kegiatan yang pernah diikuti antara lain PESTA
IPB dan BIBIT FAPERTA MPF tahun 2004 sebagai PAK (Pembimbing Anak
Kelompok), Hari pelepasan sarjana tahun 2005, Wonder tahun 2005, Seminar
NPGK Vlll tahun 2004 dan NPGK lX tahun 2005 sebagai seksi Pubdekdok
(Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi) dan seminar konsultasi Gizi tahun 2007
sebagi seksi Danus.
9
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini
dengan baik. Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Daya Terima, Konsumsi
Energi dan Zat Gizi Pasien Rawat Inap Penderita Kardiovaskular di RSUP
Fatmawati Jakarta” dilakukan sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar
Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluaraga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Yekti Hartati Effendi dan Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen
pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu
dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan, semangat dan
dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Ir. Lilik Noor Yuliati MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguj,i
serta Bashir, Kiki, dan Rena selaku pembahas seminar yang telah banyak
memberikan masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Dr. H. Kemas M. Akib Aman, SP r, MARS sebagai Direktur RSUP Fatmawati
dan Dr. Pauline Endang P,Sp GK (Kepala Instalasi Gizi RSUP Fatmawati)
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian
4. Listiawaty, DCN selaku pembimbing lapang yang telah banyak memberikan
arahan, masukan dan kritikan kepada penulis selama melakukan penelitian.
5. Keluarga ku Ayah, Ibunda, Papah dan mamah (tercinta), Mas Anto, Arman,
tirta, dewi, dika dan imeh. Special untuk ‘Rizki’ serta Sahabat-sahabat ku
Farah, Ade dan Eni terima kasih atas segala bantuan, doa dan dukungan
yang diberikan dan semua pihak yang telah membantu kelancaran
penyelesaian penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Penulis
berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua.
10
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. vi
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
Latar belakang ................................................................................... 1
Perumusan Masalah .......................................................................... 2
Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
Kegunaan Penelitian .......................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
Kardiovaskular..................................................................................... 5
Jantung................................................................................................ 6
Jenis diit jantung................................................................................... 6
Hipertensi ............................................................................................ 7
Jenis diit rendah garam........................................................................ 8
Stroke .................................................................................................. 8
Jenis diit stroke...................................................................................... 9
Penyelenggaraan makanan................................................................. 9
Kebutuhan............................................................................................ 13
Konsumsi ............................................................................................ 15
Daya terima.......................................................................................... 16
Kecukupan ......................................................................................... 18
KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................................... 19
METODE PENELITIAN ........................................................................... 22
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian .............................................. 22
Jumlah dan Cara Pengambilan pasien ............................................. 22
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................... 24
Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 26
Definisi Operasional ........................................................................... 31
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 34
Gambaran Umum RS dan Instalasi Gizi.............................................. 34
Karakteristik pasien............................................................................. 41
Riwayat pemeliharaan kesehatan.................................................. ..... 44
Kebutuhan energi dan zat gizi pasien.................................................. 47
11
Ketersediaan energi dan zat gizi.......................................................... 47
Tingkat Ketersediaan Energi dan Zat Gizi.......................................... 49
Konsumsi energi dan zat gizi............................................................... 50
Tingkat konsumsi Energi dan Protein.................................................. 53
Tingkat Kecukupan energi dan ketersediaan....................................... 54
Rata-rata tingkat ketersediaan, konsumsi dan kecukupan.................. 55
Daya terima.......................................................................................... 56
Daya terima berdasarkan waktu makan......................................... 57
Daya terima berdasarkan makanan utama.................................... 57
Daya terima berdasarkan makanan selingan................................. 58
Daya terima berdasarkan jenis menu............................................ 58
Penilaian terhadap atribut daya terima.......................................... 59
Hubungan tingkat konsumsi energi dan protein dengan lama rawat... 61
Hubungan daya terima dan tingkat konsumsi energi dan protein........ 62
Hubungan daya terima dengan lama rawat......................................... 63
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 64 Kesimpulan ........................................................................................ 64
Saran .................................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 68
LAMPIRAN .............................................................................................. 71
12
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Penggolongan tekanan darah............................................................. 7
2 Jenis data, peubah dan kategori peubah menurut
karakteristik dan riwayat pemeliharaan kesehatan.............................. 26
3 Jenis data, peubah, kategori peubah menurut sumber konsumsi
pasien.................................................................................................. 28
4 Jenis data, peubah, kategori peubah menurut tingkat ketersediaan
tingkat konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan protein............... 29
5 Kapasitas tempat tidur......................................................................... 35
6 Ketenagaan diinstalasi berdasarkan jenis pekerjaan........................... 36
7 Sebaran pasien berdasarkan umur...................................................... 41
8 sebaran pasien berdasarkan jenis kelamin.......................................... 41
9 Sebaran pasien berdasarkan jenis penyakit........................................ 41
10 Sebaran pasien berdasarkan pendidikan............................................. 42
11 Sebaran pasien berdasarkan pekerjaan.............................................. 42
12 Sebaran pasien berdasarkan jenis diit dan jenis
penyakit............................................................................................... 43
13 Keragaan statistik BB dan TB...............................................................
14 Sebaran pasien berdasarkan lama rawat............................................ 44
15 Sebaran pasien berdasarkan riwayat penyakit dulu............................ 44
16 Sebaran pasien berdasarkan riwayat penyakit kelurga....................... 45
17 Sebaran pasien berdasarkan perolehan diit sebelumnya................... 45
18 Sebaran pasien berdasarkan perolehan diit sebelumnya
dan penerapannya............................................................................... 46
19 Sebaran pasien berdasarkan saran diit.............................................. 46
20 Sebaran pasien berdasarkan saran diit dimasa lalu
dan penerapannya............................................................................... 46
21 Rata-rata kebutuhan energi dan protein............................................. 47
22 Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi (standar porsi).................. 48
23 Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi
Diit Jantung Rendah Garam................................................................. 48
24 Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi
Diit Rendah Garam.............................................................................. 49
25 Sebaran pasien berdasarkan tingkat ketersediaan energi dan protein 50
13
26 Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi pasien.................................... 51
27 Sebaran pasien berdasarkan konsumsi makanan luar......................... 51
28 Sebaran pasien berdasarkan cairan infus............................................ 52
29 Sebaran pasien berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein..... 54
30 Sebaran pasien berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein... 55
31 Nilai tingkat ketersediaan, tingkat konsumsi dan tingkat kecukupan... 57
32 Sebaran daya terima pasien terhadap waktu makan........................... 57
33 Sebaran daya terima pasien terhadap makanan utama....................... 57
34 Sebaran daya terima pasien terhadap selingan................................... 58
35 Sebaran daya terima pasien terhadap perjenis menu.......................... 59
36 Sebaran pasien berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan...... 61
37 Sebaran TKE dan TKP berdasarkan penilaian terhadap
atribut makanan................................................................................... 62
38 Sebaran daya terima pasien berdasarkan TKE dan TKP.................... 63
14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka Pemikiran............................................................................... 20
2 Cara penarikan pasien........................................................................... 23
15
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Struktur organisasi instalasi gizi ............................................................ 72
2 Menu makanan utama........................................................................... 73
3 Menu makanan selingan....................................................................... 75
4 Standar porsi diit jantung ...................................................................... 76
5 Standar porsi diit rendah garam............................................................. 77
PENDAHULUAN
Latar Belakang Makanan memiliki peranan yang sangat penting terhadap kehidupan
manusia antara lain untuk memelihara kesehatan tubuh, perawatan penyakit, dan
penyembuhan penyakit. Meningkatnya kehidupan dan kesejahteraan masyarakat
sejalan dengan berkembangnya penyakit, salah satu penyakit diantaranya
penyakit kardiovaskuler. Di Iindonesia penyakit kardiovaskuler dalam dua dekade
sebelumnya belum begitu dikenal namun secara berangsur-angsur tetapi pasti,
telah menggeser kedudukan penyakit infeksi di Indonesia (Moehyi 1999).
Adapun prevalensi gejala penyakit jantung berdasarkan data SKRT
berdasarkan kawasan di Indonesia antara lain kawasan Jawa-Bali dengan
prevalensi 5,5 %, Kawasan Timur Indonesia dengan prevalensi sebesar 7,7%
dan prevalensi paling tinggi berada dikawasan Sumatera dengan prevalensi
10,2% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes 2005).
Menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2004 prevalensi
hipertensi di Indonesia sebesar 14% dengan kisaran (13,4 - 14,6%). Prevalensi
meningkat dengan bertambahnya umur yaitu pada kelompok umur 25-34 tahun
sebesar 7% meningkat menjadi 16% pada kelompok umur 35-44 tahun, dan
pada kelompok umur 65 tahun atau lebih meningkat menjadi 29%.
Prevalensi penyakit hipertensi berdasarkan jenis kelamin yaitu pada
perempuan 16% lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki 12%. Prevalensi
hipertensi menurut daerah tidak tampak adanya perbedaan yaitu pedesaan
13,9% dan perkotaan 14,2%. Begitu juga tidak tampak adanya perbedaan
prevalensi hipertensi berdasarkan kawasan di Indonesia yaitu Sumatera 13,9%,
16
Jawa-Bali 14%, Kawasan Timur Indonesia 13,9% (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Depkes 2005).
Stroke menempati urutan ketiga sabagai penyakit mematikan setelah
kanker. Di Indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab di
rumah sakit yaitu sebanyak 35,8% orang usia lanjut dan 12,9% usia lebih muda
karena pola hidup masyarakat yang tidak sehat. Setiap tahun 500 ribu penduduk
indonesia terkena serangan stroke, sebanyak 25% meninggal dunia dan sisanya
cacat ringan dan berat (Misbach J 2007).
Menurut hasil penelitian di Jawa tengah terhadap pasien rawat inap
sebanyak lebih dari 50% penderita secara kuantitas makanan kurang dari cukup,
kurang asupan protein, kurang minum, kehilangan nafsu makan dan mengalami
stres psikologik/penyakit akut akibat penyakit yang dideritanya sebelum dirawat
dirumah sakit. Penelitian juga menyebutkan adanya hubungan antara malnutrisi
pasien rawat inap dengan outcome antara lain tingkat mortalitas, lamanya
perawatan serta perawatan berulang dirumah sakit. Selain itu status gizi pasien
berhubungan dengan lama perawatan di rumah sakit (Pranarka, Sri & Rejeki,
2006).
Menurut The Journal Of The American Medial Association (2004) bahwa
sebanyak 50% pasien yang dirawat dirumah sakit mendapatkan nutrisi zat gizi
yang lebih rendah dari kebutuhan zat gizi yang diperlukan akibat penyakit yang
dideritanya. Akibat dari kekurangan zat gizi pada pasien berkorelasi kuat
terhadap resiko meningkatnya angka kematian. Perlu upaya pencegahan untuk
menurunkan masalah gizi kurang dirumah sakit. Pasien yang lama menjalani
rawat inap dirumah sakit mempunyai resiko yang latif tinggi untuk menderita
malnutrition hal tersebut disebabkan menderita kekurangan gizi sebelumnya,
selera makan yang menurun dan ketidakmampuan untuk makan akibat penyakit
yang dideritanya.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Herfani (2004) terhadap
penyelenggaraan makanan dan evaluasi menu diit jantung di RS pusat jantung
nasional Harapan Kita Jakarta menyebutkan bahwa pasien memiliki tingkat
ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan tergolong defisit energi 50%
pasien dan protein 81,7% pasien. Pasien memiliki tingkat konsumsi energi dan
protein terhadap ketersediaan tergolong dalam defisit energi 70% pasien dan
protein 80% pasien. Pasien memiliki tingkat kecukupan energi dan protein
17
terhadap kebutuhan tergolong defisit energi 91,6% pasien dan protein 100%
pasien.
Perumusan Masalah Penilaian terhadap berbagai kualitas hidangan makanan erat kaitannya
dengan tingkat penerimaan seseorang yang akan berpengaruh terhadap
kemampuan untuk mengkonsumsinya. Perbedaan dalam konsumsi makanan
akan mempengaruhi tingkat keadaan gizi atau status gizi seseorang, tingkat
kesehatan serta tingkat sumbangannya terhadap kecukupan gizi yang diperlukan
untuk hidup sehat (Nasoetion 1988).
Perawatan dirumah sakit menyebabkan orang sakit menjalani kehidupan
yang berbeda dengan apa yang dialaminya sehari-hari dirumah. Apa yang
dimakannya, dimana ia makan, bagaimana makanan yang disajikan, dengan
siapa ia makan, ditambah lagi dengan hadirnya orang-orang yang masih asing
mengelilinginya setiap waktu seperti dokter, perawat serta paramedis lainya.
Rasa tidak tenang, rasa takut, ketidakbebasan geraknya karena adanya penyakit
dapat menimbulkan rasa putus asa. Manifestasi rasa putus asa itu sering berupa
hilangnya nafsu makan, rasa mual dan sebagainya (Moehyi 1999).
Menurut hasil penelitian masalah penyajian makanan kepada orang sakit
lebih kompleks daripada penyajian makanan untuk orang sehat. Hal ini
disebabkan terutama oleh nafsu makan dan kondisi mental pasien yang berubah
akibat penyakit yang dideritanya, aktivitas fisik yang menurun dan reaksi obat-
obatan. Upaya khusus perlu dilakukan guna meningkatkan daya terima makanan
yang disajikan dirumah sakit (Almatsier, Jus’at, & Akmal 1992).
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya terima dan konsumsi
energi dan zat gizi (protein, lemak, kolesterol dan natrium) pasien rawat inap
penderita kardiovaskular (hipertensi, jantung dan stroke) di RSUP Fatmawati
Jakarta.
Tujuan Khusus:
1. Mengidentifikasi karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat
badan, riwayat penyakit, jenis diit, jenis penyakit, pendidikan, dan pekerjaan).
2. Mengidentifikasi riwayat pemeliharaan kesehatan pasien (lama rawat, saran
diit, perolehan diit sebelumnya, dan penerapan diit).
3. Menghitung kebutuhan energi dan zat gizi pasien
18
4. Menghitung ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan RS
5. Menghitung konsumsi energi dan zat gizi pasien (makanan RS, makanan luar
RS dan cairan infus).
6. Menganalisis hubungan daya terima pasien dengan tingkat konsumsi energi
dan protein pasien terhadap menu makanan RS.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam usaha penyempurnaan
kegiatan penyelenggaraan makanan bagi pasien penderita penderita
kardivaskular (hipertensi, jantung dan stroke). Bagi pasien dan masyarakat,
penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pentingnya konsumsi energi
dan zat gizi (protein, lemak, kolesterol dan natrium) makanan yang mencukupi
kebutuhan zat gizi sehingga dapat mempecepat proses penyembuhan penyakit
dan mempersingkat lamanya perawatan.
19
TINJAUAN PUSTAKA
Kardiovaskular Menut Santoso (2000) bahwa secara garis besar penyakit jantung dan
pembuluh darah adalah penyakit jantung koroner atau penyakit jantung iskemik,
hipertensi, penyakit jantung bawaan, penyakit otot dan selaput jantung,
gangguan irama jantung dan pembuluh darah ferifer. Sistem kardiovaskular atau
sistem sirkulasi adalah suatu sistem organ yang berfungsi memindahkan zat ke
dan dari sel. Sistem ini juga menolong stabilisasi suhu dan pH tubuh (bagian dari
homeostasis). Ada tiga jenis sistem sirkulasi: tanpa sistem sirkulasi, sistem
sirkulasi terbuka, dan sistem sirkulasi tertutup (Anonymous, 2008).
Empat macam penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling sering
dijumpai dan menjadi perhatian utama antara lain aterosklerosis, hipertensi,
penyakit jantung koroner dan penyakit stroke. Aterosklerosis adalah keadaan
pengerasan didinding pembuluh darah. Hipertensi adalah keadaan peningkatan
tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ
seperti stroke (otak), penyakit jantung koroner (pembuluh darah jantung dan
hipertrofi ventrikel kiri (untuk otot jantung). Penyakit jantung koroner adalah
penyakit jantung akibat obstruktif pada pembuluh darah koroner yang
menyebabkan fungsi jantung terganggu, yang disebabkan terutama oleh proses
aterosklerosis. Jenis penyakit jantung koroner yang umumnya dikenal antara lain
Angina pectoris, Infark miocardium akut (IMA), penyakit Jantung Iskhemia,
Kematian mendadak (sudden death). Stroke adalah gangguan fungsi otak yang
terjadi secara akut dengan tanda klinis fokal maupun global yang terjadi lebih dari
20
24 jam atau menyebabkan kematian yang disebabkan oleh karena gangguan
peredaran darah otak (kriteria WHO) (Martini , S 2007).
Jantung Menurut Almatsier (2002) penyakit jantung terjadi akibat proses
berkelanjutan, dimana jantung secara berangsur-angsur kehilangan
kemampuannya untuk melakukan fungsi secara normal. Pada awal penyakit,
jantung mampu berkompensasi ketidakefisienan fungsinya dan mempertahankan
sirkulasi darah normal melalui pembesaran dan peningkatan denyut nadi
(Compensated Heart Disease) dalam keadaan tidak terdekompensasii
(decompensation cordis), sirkulasi darah yang tidak normal menyebabkan sesak
napas, rasa lelah dan rasa sakit di daerah jantung. Berkurangnya aliran darah
dapat menyebabkan kelainan fungsi ginjal, hati, otak, serta tekanan darah yang
dapat berakibat terjadinya reabsorpsi natrium. Hal ini akhirnya menimbulkan
edema. Penyakit jantung menjadi akut bila disertai infeksi (endocarditis atau
carditis), gagal jantung, setelah myocard infarct, dan setelah operasi jantung.
Menurut Almatsier (2002), tujuan dan syarat-syarat pemberian diet
jantung ialah sebagai berikut:
Tujuan diet penyakit jantung:
1. Memberikan makanan secukupnya tanpa memeberatkan kerja jantung
2. Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk
3. Mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air.
Syarat-syarat diet penyakit jantung :
1. Energi cukup, untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal,
2. Protein cukup, yaitu 0,8 gram/kg BB
3. Lemak sedang, yaitu 25-30 dari kebutuhan energi total, 10% berasal dari
lemak jenuh, 10-15% lemak tidak jenuh
4. Kolesterol rendah, terutama jika disertai dengan dislipidemia
5. Vitamin dan mineral cukup. Hindari penggunaan suplemen kalium, kalsium,
dan magnesium jika dibutuhkan
6. Garam rendah, 2-3 gram/hari, jika tidak disertai hipertensi atau edema
7. Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas
8. Serat cukup untuk menghindari konstipasi
9. Cairan cukup, ± 2 liter/hari, sesuai dengan kebutuhan
10. Bentuk makanan disesuaikan dengan bentuk penyakit, diberikan dalam porsi
kecil
21
11. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi, melalui makanan dapat diberikan
tambahan berupa makanan enteral, parenteral atau suplemen gizi.
Jenis diet penyakit jantung menurut Bagian Gizi RSCM & PERSAGI
(2003) dibedakan sebagai berikut :
Diet Jantung I Diberikan kepada pasien penyakit jantung akut seperti Myocard Infarct
(MCL) atau Dekompensasio Kordis Berat. Diet diberikan berupa 1-1,5 liter
cairan/hari selama 1-2 hari pertama. Diet ini sangat rendah energi dan semua zat
gizi sehingga diberikan selama 1-3 hari.
Diet Jantung II Diberikan dalam bentuk makanan saring atau lunak. Diet ini diberikan
sebagai perpindahan dari Diet Jantung I atau fase akut dapat diatasi. Jika disertai
hipertensi dan atau edema, diberikan sebagai Diet Jantung II garam rendah. Diet
ini rendah energi, protein, kalsium dan tiamin.
Diet Jantung III Diberikan dalam bentuk makanan lunak atau biasa. Diet diberikan
sebagai perpindahan dari Diet Jantung II atau kepada pasien jantung dengan
kondisi tidak terlalu berat. Jika disertai hipertensi dan atau edema, diberikan
sebagai Diet Jantung III garam rendah. Diet ini rendah energi dan kalsium, tetapi
cukup zat gizi lain.
Hipertensi Hipertensi dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi primer dan sekunder.
Hipertensi primer, kira-kira sepertiganya tidak menunjukan gejala sesuatu pun
selama 10 atau 20 tahun baru diketahui ketika melakukan pemeriksaan ke dokter
sedangkan dua pertiganya gejala yang timbul agak samar-samar dan berubah
serta banyak gejalanya tidak disebabkan karena kenaikan tekanan darahnya.
Hipertensi sekunder adalah sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi dan
kebiasaan (Siaw 1994).
Tekanan darah adalah kuatnya darah menekan dinding pembuluh darah
saat dipompa dari jantung menuju keseluruh jaringan. Fungsi tekanan darah
adalah untuk mengalirkan darah keseluruh bagian tubuh. Dengan demikian
semua organ penting didalam tubuh mendapatkan oksigen dan zat-zat gizi yang
dibawa oleh darah. Tekanan dibedakan menjadi dua bagian tekanan darah
sistole dan tekanan darah diastole. Tekanan sistole menunjukkan besarnya
tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat darah berkontraksi (jantung
22
berdenyut), sedangkan tekanan darah diastole adalah besarnya tekanan pada
dinding pembuluh darah pada saat otot jantung rileks diantara dua denyutan
(Purwati, Salimar & Rahayu 2002).
Jenis penyakit hipertensi berdasarkan tekanan darah menurut WHO diacu
dalam Siauw (1994) seperti pada tabel 1.
Tabel 1 Penggolongan tekanan darah Penggolongan Tekanan darah sisitolik
(mmHg) Tekanan darah diastolik
(mmHg) Normal <140 90 Boderline 140-159 91-94 Hipertensi definitif 160 95 Hipertensi ≥ 160 ≥ 95
Sumber: WHO diacu dalam Siauw (1994)
Menurut Almatsier (2002), tujuan diet garam rendah adalah membantu
menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan
tekanan darah pada pasien hipertensi. Macam diet garam rendah sebagai
berikut:
Diet Garam Rendah I (200 - 400 mg Na) Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan
atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan garam
dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.
Diet Rendah Garam II (600 - 800 mg Na)
Diet garam rendah II diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan
atau hipertensi tidak terlalu berat. Pada pengolahan makanannya boleh
menggunakan 1/2 sdt garam dapur (2 g). Dihindari bahan makanan yang tinggi
kadar natriumnya.
Diet Rendah Garam III (1000 - 1200 mg Na) Diet garam rendah II diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan
atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan diet garam
rendah I. Pada pegolahan makanannya boleh menggunakan 1sdt (4 g) garam
dapur.
Stroke Stroke adalah cedera vaskular akut pada otak. Cedera dapat disebabkan
oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah darah, sumbatan
dan penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah. Gejala stroke dapat bersifat
fisik, psikologi, dan perilaku. Gejala paling khas adalah kesulitan menelan,
23
kesulitan berbicara, hilangnya sensasi diwajah, lengan, atau tungkai disalah satu
sisi, dan hilangnya sebagian penglihatan disatu sisi (Feigin,V 2006).
Stroke adalah penyakit peredaran darah otak menyebabkan kerusakan
pada bagian otak yang terjadi bila pembuluh darah yang membawa oksigen dan
zat-zat gizi ke bagian otak tersumbat atau pecah. Akibatnya dapat terjadi
beberapa kelainan yang berhubungan dengan kemampuan makan pasien yang
pada akhirnya berakibat penurunan status gizi.
Tujuan diet penyakit stroke:
1. Memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien
dengan memperhatikan keadaan dan komplikasi penyakit.
2. Memperbaiki keadaan stroke, seperti disfagia, pneumonia, kelainan ginjal
dan debukitus.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Syarat-syarat diit penyakit stroke:
1. Energi cukup, yaitu 25-45 kkal/kgBB
2. Protein cukup, yaitu 0,8-1 g/kgBB
3. Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total
4. Karbohidrat cukup, yaitu 60-70% dari kebutuhan energi total
5. Vitamin cukup, terutama Vitamin A, Riboflavin, B6, Asam Folat, B12, C dan E
6. Mineral cukup, terutama kalsium, magnesium, dan kalium
7. Serat cukup
8. Cairan cukup, yaitu 6-8 gelas/hari, kecuali pada keadaan edema dan asites,
cairan dibatasi.
9. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien
10. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering
Jenis diet penyakit jantung menurut Almatsier (2002) dibedakan sebagai
berikut :
Diet Stroke l Diberikan kepada pasien dalam fase akut atau bila ada gangguan fungsi
menelan. Makanan diberikan dalam bentuk cairan kental atau kombinasi cair
jernih dan cairan kental yang diberikan secara oral atau NGT sesuai dengan
keadaan penyakit. Makanan diberikan dalam porsi kecil tiap 2-3 jam. Lama
pemberian disesuaikan dengan keadaan pasien.
Diet Stroke ll
24
Diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet stroke i atau kepaada
pasien pada fase pemulihan. Bentuk makanan merupakan kombinasi cairan
jernih dan cairan kental, saring, lunak, dan biasa. Pemberian diet pada pasien
stroke disesuaikan dengan penyakit penyertanya.
Penyelengaraan Makanan Menurut Mukrie et al (1990), penyelengaraan makanan adalah suatu
proses kegiatan manusia, alat dan dana untuk menghasilkan makanan yang
layak dan bermutu. Dengan demikian konsep dari manajemen makanan meliputi
pemecahan masalah dalam menyediakan makanan bagi konsumen. Makanan
yang dipersiapkan dengan baik, bergizi, serta harga yang layak sehingga
memuaskan konsumen merupakan hal yang pokok dalam setiap pelayanan
makanan.
Penyelengaraan makan merupakan suatu proses yang meliputi
perencanaan menu, perencanaan pembelanjaan, penerimaan bahan dan
penyimpanaan, persiapan pemasakan, pemasakan, pembagian makanan,
penyajian (Djojodibroto 1997). Kegiatan penyelengaraan makanan di rumah sakit
adlah suatu proses kegiatan instalasi gizi di rumah sakit yang mencakup
perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, penyediaan,
penerimaan, penyimpanaan dan penyaluran makanan serta pencatatan dan
pelaporan untuk pasien dan pegawai sesuai ketentuan yang berlaku
(Subandriyo 1993).
Langkah-langkah penyelenggaran makanan yaitu:1) perencanaan menu;
2) perencanaan kebutuhan bahan makanan;3) pembelian dan penerimaan bahan
makanan;4) penyimpanan dan pengeluaran bahan makanan; 5) pengolahan
makanan;6) persiapan dan penilaian mutu makanan;7) pengawasan dan
pengendalian penyelenggaraan makanaan (Depkes 1993).
Perencanaan Menu Menu adalah kumpulan beberapa macam hidangan atau makanan yang
disajikan untuk seseorang atau kelompok orang untuk setiap kali makan berupa
hidangan pagi, hidangan siang, dan hidangan sore. Perencanaan menu adalah
serangkaian kegiatan menyusun hidangan dalam variasi dan kombinasi yang
serasi bagi konsumen (Depkes 1993).
Fungsi perencanaan menu yang baik menurut Subandriyo (1993) adalah
a) untuk memudahkan pelaksanaan dalam menjalankan tugas sehari-hari;
b) secara garis besar dapat disusun hidangan yang mengandung zat-zat gizi
25
essensial yang dibutuhkan oleh tubuh; c) variasi dan kombinasi hidangan dapat
diatur, sehingga dapat menghindari kebosanan yang disebabkan pemakaian
jenis bahan makanan dan jenis makanan yang sering terulang; d) menu dapat
disusun sesuai dengan biaya yang tersedia sehingga kekurangan uang belanja
dapt dihindari atau harga makanan dapat dikendalikan; e) waktu dan tenaga
yang tersedia dapat digunakan sehemat mungkin f) dengan perencanaan menu
yang matang, bahan makanan kering dapat dibeli sekaligus untuk beberapa
minggu, sehingga tenaga dan waktu dapat dihemat, tidak perlu mondar-mandir
kepasar.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan menu antara lain
kebutuhan gizi bagi setiap penderita (pasien) tidak sama. Hal ini tergantung pada
umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, kadar hemoglobin dan
hematokrit, serta jenis penyakit penderita disamping itu perlu diperhatikan variasi,
kebiasaan makan dan sosial budaya penderita, iklim, musim keadaan pasar,
tenaga, peralatan, dana yang tersedia, teknik dan cara pemasakan serat
modifikasi menu (Subandriyo 1993)
Menurut Mukrie et al. (1990), dalam mengelola makanan institusi perlu
diikuti prinsip-prinsip yang mendasar seperti tanggung jawab berkesinambungan
yang harus dipertimbangkan : a) menyediakan makanan sesuai dengan jumlah
dan macam zat gizi yang diperlukan konsumen secara menyeluruh;
b) memperhitungkan keingianan dan kepuasan konsumen secara menyeluruh;
c) dipersiapkan dengan citra rasa yang tinggi, dilaksanakan dengan cara kerja
yang memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang layak serta menjamin harga
makanan yang dijangkau konsumen segala tingkat.
Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan Menurut Depkes (1993), perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah
suatu proses kegiatan dalam menetapkan jumlah, macam, dan kualitas bahan
makanan yang diperlukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan alokasi dana
yang tersedia, menu yang disusun, peraturan makanan yang berlaku dan jumlah
yang diberi makan.
Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan Menurut Depkes (1991), penerimaan bahan makanan merupakan suatu
kegiatan yang meliputi memeriksa atau meneliti, mencatat dan melaporkan
macam, kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan
pesanan serta spesifikasi yang telah ditetapkan. Menurut Moehyi (1992), bahan
26
makanan yang telah diterima dari pemasok sebagian langsung digunakan dan
yang sebagian lagi mungkin masih harus disimpan.
Persiapan dan Pemasakan Makanan Persiapan bahan makanan merupakan suatu proses menyiapkan bahan
makanan dan bumbu yang siap untuk pemasakan yang sesuai dengan standar
resep serta perlengkapan atau peralatan sebelum pemasakan. Pemasakan
adalah proses kegiatan terhadap bahan makanan yang telah dipersiapkan
menurut prosedur yang telah ditentukan dengan penambahan bumbu menurut
resep standar dalam rangka mewujudkan masakan dan cita rasa yang tinggi
(Subandriyo 1993). Menurut Depkes (1993), tujuan pengolahan bahan makanan
adalah mempertahankan nilai gizi semaksimal mungkin, meningkatkan nilai
cerna, meningkatkan dan mempertahankan warna, bau, rasa, keempukan dan
penampilan makanan, bebas dari mikroorganisme dan zat berbahaya.
Proses Distribusi Makanan Menurut Moehyi (1992), untuk sampai terhadap konsumen atau pasien,
makanan setelah mengalami proses pemasakan, harus pula didistribusikan
menurut ketentuan yang ditetapkan pengelola makanan. Umunmnya ada dua
cara distibusi atau pembagian makanan dirumah sakit yaitu :
1) Cara sentralisasi yaitu semua makanan jadi dimasak dan diolah disatu dapur
kemudian dibagi sesuai dengan porsi masing-masing makanan dan
ditempatkan dalam plato, kemudian dibawa kebangsal-bangsal untuk
dibagikan kepada pasien menggunakan kereta makanan.
2) Cara desentralisasi yaitu makanan yang sudah dimasak didapur sentral
diangkut ketempat distribusi dan penyajian dalam jumlah besar. Makanan
yang dikirim kebangsal belum dibagi dalam porsi-porsi untuk masing-masing
pasien setelah sampai dibangsal kemudian dibagi kedalam plato-plato.
Diit di Rumah Sakit
Makin besar kapasitas rumah sakit, makin rumit penyelenggaraan dan
pengelolaan makanannya. Dewasa ini, penyelenggaraan makanan orang sakit
di rumah sakit sudah merupakan bidang profesi tersendiri yang sama pentingnya
dengan bidang profesi lain, seperti perawatan dan penyediaan obat.
Penyelenggaraan makanan orang sakit di rumah sakit sudah dikelola oleh
professional dengan memperkerjakan sejumlah tenaga professional seperti ahli
gizi dan ahli gastronomi (Moehyi 1992)
27
Makanan untuk orang sakit mempunyai keistimewaan tersendiri yaitu
tujuan makanan institusi bagi orang sakit adalah sama, namun sasarannya
adalah orang sakit. Jadi dalam menyediakan makanan harus disesuaikan dalam
menunjang penyembuhan pasien (Mukrie et al. 1990).
Menurut Mukrie et al. (1990) bahwa makanan untuk orang sakit memiliki
kekhususan antara lain: a) pengelola adalah pemilik rumah sakit ataupun melalui
badan atau bagian tertentu yang diserahi tugas tersebut bertanggung jawab
tetap berada pada pemilik; b) rumah sakit memilki kelengkapan untuk sarana
fisik, peralatan serta penunjang lain termasuk sumber daya untuk pelaksanaan
3) makanan yang disajikan adalah makan penuh sehari 3-4 kali makan sehari
dengan atau tanpa makanan selingan 4) standar makanan memuat standar
makanan orang sakit sesuai dengan peraturan dan syarat kesehatan yang
disesuaikan dengan policy rumah sakit 5) konsumen lebih bervariasi dan
ketiganya tidak tetap dengan macam makanan yang juga berbeda dari hari
kehari berikutnya 6) harga makanan perporsi sesuai dengan ketetapan rumah
sakit 7) frekuensi makan, waktu makan, macam pelayanan dan distribusi
makanan disesuaikan menurut peraturan rumah sakit yang berlaku 8) melayani
kekhususan dari setiap individu terutama yang memerlukan makanan tertentu
dalam jangkauan yang terbatas 9) dilaksanakan dengan batas tanggung jawab
tenaga gizi atau tenaga terlatih dalam bidang gizi dietetik.
Kebutuhan Zat Gizi Makanan yang dikonsumsi setiap hari tersusun dari unsur-unsur gizi atau
nutrien yang diklasifikasikan sebagai makronutrien dan mikronutrien.
Makronutrien terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein dan dinamakan
demikian karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar (jumlah makro) mengingat
ke tiga nutrien ini umumnya terpakai habis dan tidak didaur ulang. Sebaliknya
mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral diperlukan tubuh dalam jumlah
sedikit (jumlah mikro) karena didaur ulang. Disamping nutrien yang disebutkan
diatas tubuh juga membutuhkan air, oksigen dan serat makanan (Hartono 2000).
Kebutuhan zat gizi adalah sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi
dari konsumsi makanan. Kekurangan atau kelebihan konsumsi zat gizi dari
kebutuhan, terutama bila berlangsung lama dalam jangka waktu yang
berkesinambungan dapat membahayakan kesehatan, bahkan pada tahap
selanjutnya dapat menimbulkan kematian (Hardinsyah & Martatianto 1989).
28
Energi Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang
pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat,
lemak dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya
(Almatsier 2001).
Energi dibutuhkan tubuh untuk metabolisme basal sebesar 60-70% dari
kebutuhan energi total. Kebutuhan energi untuk metabolisme basal adalah
kebutuhan energi minimum dalam keadaan istirahat total tetapi tidur dilingkungan
suhu yang nyaman dan suasana tenang. Selain itu energi juga diperlukan untuk
fungsi tubuh lain seperti mencerna, mengolah, dan menyerap makanan dalam
alat pencernaan, serta untuk bergerak, berjalan, bekerja, dan beraktivitas lainnya
(Soekirman 2000).
Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) diacu dalam
Almatsier (2002) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan
untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan
komposisi tubuh dengan tingkat aktifitas yang sesuai dengan kesehatan jangka
panjang dan memungkinkan pemeliharaan aktifitas yang dibutuhkan secara
social dan ekonomi. Kebutuhan energi total orang dewasa diperlukan untuk
metabolisme lemak, aktifitas fisik dan efek makanan atau pengaruh dinamik
khusus (Spesifik Dynamic Action/ SDA).
Protein Kebutuhan protein untuk pasien rumah sakit kurang lebih 1,5 sampai
2,0 gram perkiilogram berat badan keebutuhan protein bisa diukur berdasarkan
rasio kalori :nitrogen 150 : 1 sekalipun dalam keadaan kebutuhan protein yang
tinggi seperti (luka bakar) dapat digunakan rasio 75-100 :1 (Hartono 2000).
Kegunaan utama protein bagi tubuh adalah sebagai zat pembangun
tubuh, sebagai zat pengatur dalam tubuh, mengganti bagian tubuh yang rusak,
serta mempertahankan tubuh dari serangan mikroba penyebab penyakit. Selain
itu, protein dapat juga digunakan sebagai sumber energi (kalori) bagi tubuh, bila
energi yang berasal dari karbohidrat (pati, gula) atau lemak tidak mencukupi
(Muchtadi 1989).
Agar seorang pulih pada kesehatan normal, diperlukan peningkatan
protein dalam makanan. Selama dalam keadaan sakit selera makan seseorang
sering menurun atau bahkan menghilang, untuk beberapa hari konsumsi pangan
biasanya berkurang. Tubuh lebih kehilangan lagi zat gizi yang diperlukan jika
orang tua tersebut tidak makan cukup pangan secara teratur, gangguan yang
29
parah dapat terjadi pada waktu sakit. Simpanan zat gizi yang hilang dari tubuh
harus digantikan sebelum orang tersebut dapat memperoleh kembali keadaan
kesehatan yang normal (Harper, Deaton & Driskel 1989).
Natrium Natrium dan klorida biasanya berhubungan sangat erat baik sebagai
bahan makanan maupun fungsinya dalam tubuh. Dalam tubuh seperti halnya
dalam makanan, sebagi natrium, konsumsi garam perorang perhari diperkirakan
sekitar 6-18 g Nacl (Winarno 1997).
Kebanyakan natrium dalam tubuh dapat menyebabkan hipertensi atau
tekanan darah meningkat. Natrium yang terlalu banyak ditandai dengan
pengembangan volume cairan ekstrakseluler yang menyebabkan oedema.
Kebutuhan manusia 5-15 gram natrium klorida pehari. Metabolisme natrium
diatur oleh aldosteron, suatu hormone korteks adrenal yang tinggi penyerapan
kembali (reabsorpsi) dari ginjal. Jumlah Nacl yang diserap oleh usus sekitar
44 gr/hari bagi orang dewasa. Nacl sebanyak ini berasal dari bahan pangan dan
juga dari sekresi system gastrointestinal (Nasoetion et al. 1994).
Lemak Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. WHO (1990)
menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 15-30% kebutuhan energi total
dianggap baik untuk kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam
lemak essensial dan untuk membantu penyerapan vitamin larut lemak. Diantara
lemak yang dikonsumsi sehari dianjurkan paling banyak 10% dari kebutuhan
energi total berasal dari lemak jenuh, dan 3-7% dari lemak tidak jenuh ganda.
Konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah ≤ 300 mg sehari. Kolesterol didalam
tubuh terutama diperoleh dari hasil sintesis di dalam hati. Berasal dari
karbohidrat, protein, lemak jumlah yang disintesis bergantung pada kebutuhan
tubuh dan jumlah yang diperoleh dari makanan (Almatsier 2002).
Konsumsi Pangan Perilaku konsumsi pangan dapat dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Penilaian kualititatif dapat dilakukan dengan mengetahui riwayat pola
makan serta frekuensi makan. Penilaian secara kuantitatif dapat dilakukan
dengan berbagai cara diantaranya yang sering digunakan adalah cara invetaris,
cara pendaftaran, cara recall dan penimbangan. Dalam mengkaji asupan
makanan ada 3 tingkat kegiatan yaitu 1) perhitungan asupan makanan,
2) perhitungan asupan zat gizi dan 3) membandingkan asupan zat gizi dengan
30
kebutuhan gizi. Kegiatan tersebut memerlukan informasi penunjang antara lain
status ekonomi; cara mempersiapkan makanan; pekerjaan dan aktifitas fisik
pasien; dan kondisi pasien (Depkes 2003).
Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang
dimakan oleh seorang atau keluarga orang dengan tujuan tertentu dalam aspek
gizi, tujuan memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh
(Hardinsyah & Martianto 1989).
Konsumsi Makanan Luar Rumah Sakit Bila saat jam makan kebutuhan pasien telah telah terpenuhi oleh
makanan yang berasal dari luar rumah sakit maka kemungkinan besar makanan
yang disajikan tidak akan dihabiskan. Rasa lapar yang tidak segera teratasi pada
pasien yang dalam perawatan dan maknan yang kurang bervariasi akan
mengakibatkan pasien mencari makanan diluar. Hal ini berakibat makanan yang
disajikan tidak dihabiskan (Moehyi 1992).
Cairan infus
Nutrisi parenteral adalah pemberian nutrien melalui pembuluh darah balik
yang bisa berupa vena perifer atau vena sentral. Nutrisi parenteral diperlukan
bagi pasien-pasien yang menghadapi resiko malnutrisi namun tidak mampu atau
tidak boleh mendapatkan kecukupan nutrien lewat saluran cerna. Nutrisi
parenteral disebut nutrisi parenteral total jika seluruh kebutuhan nutrien bagi
pasien diberiakn lewat pembuluh darah atau nutrisi parenteral parsial bila hanya
sebagian kebutuhan saja yang diberikan lewat pembuluh darah. Nutrisi
parenteral bisa pula disebut sebagai terapi nutrisi primer atau sebagai terapi
nutrisi suplemental atau suportif (Hartono 2000).
Sisa Makanan Menurut Prakoso diacu dalam Noras (2000) habis tidaknya makanan
yang disajikan banyak dipengaruhi oleh cita rasa makanan, nafsu makanan,
makanaan dari luar rumah sakit dan cara penyajian. Terjadinya sisa makanan
disebabkan makanan yang disajikan tidak habis. Faktor utama yang
mempengaruhi terjadinya sisa makanan adalah selera makan.
31
Secara umum yang dimaksud dengan sisa makanan bukan hanya
makanan yang disajikan tidak habis dikonsumsi, tetapi juga terjadi kehilangan
bahan makanan pada proses penyimpanan, persiapan dan pengolahan bahan
makanan. Jadi yang dimaksud dengan sisa makanan secara luas adalah bahan
makan atau makanan yang tidak habis dimakan (Moehyi 1992).
Daya Terima Makanan Pasien yang dirawat dapat dirumah sakit dapat mempengaruhi terhadap
penerimaan makanan. Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya perbedaan dari
waktu makanan, rasa, besar porsi dan jenis makanan (Depkes 1991). Dalam
menyusun menu sehari-hari dirumah tangga ada tiga faktor yang perlu
diperhatikan yaitu kemampuan ekonomi (daya beli), kebutuhan atu kecukupan
gizi dan daya terima konsumen (Hardinsyah et al. 1988).
Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan dan
indera penglihatan, penciuman, pencicip, pendengaran. Penilaian cita rasa
makanan atau sering dikenal dengan istilah penilaian organoleptik. Faktor utama
yang dinilai dari cita rasa diantaranya ialah rupa yang meliputi warna, bentuk,
ukuran, aroma, tekstur, dan rasa. Daya terima terhadap makanan dapat diketahui
melalui uji penerimaan, salah satu uji penerimaan yang dilakukan yaitu uji
hedoniK skala verbal. Uji hedonik tersebut mengemukakan tanggapan seseorang
tentang senang atu tidaknya terhadap kualitas makanan yang dinilai
(Hardinsyah et al. 1988).
Rasa Makanan Menurut Winarno (1997), rasa merupakan suatu komponen flavor yang
terpenting karena mempunyai pengaruh yang dominan. Pada cita rasa lebih
banyak melibatkan indera kecapan (lidah). Penginderaan cecapan dapat dibagi
menjadi empat macam cecapan utama yaitu asin, asam, manis, dan pahit.
Masakan yang mempunyai variasi empat macam rasa tersebut lebih disukai
daripada rasa yang dominan. Menurut Moehyi (1992), rasa makanan sangat
berpengaruh terhadap cita rasa makanan. Beberpa faktor yang berpengaruh
adalah aroma makanan, bumbu masakan, keempukan makanan, kerenyahan
makanan, tingkat kematangan, serta suhu makanan.
Warna Makanan Betapapun lezatnya makanan apabila penampilannya tidak menarik
waktu disajikan akan mengakibatkan selera makan seseorang menjadi hilang.
Warna makanan memegang peran utama dalam penampilan makanan. Warna
32
daging yang sudah berubah menjadi pucat sewaktu disajikan, akan menjadi
sangat tidak menarik dan menghilangkan selera untuk memakannya
(Moehyi 1992).
Tekstur Makanan Menurut Nasoetion (1988) tekstur menggambarkan keadaan struktur
makanan. Beberapa hal yang mempengaruhinya yaitu jenis bahan makanan,
cara mengolah, dan kontak makanan dengan udara. Menurut Moehyi (1992),
yang dimaksud dengan kerenyahan makanan adalah makanan yang telah
dimasak menjadi kering tetapi tidak keras. Kerenyahan makanan memberi
pengaruh tersendiri terhadap cita rasa makanan. Untuk mendapatkan makanan
yang renyah juga diperlukan cara memasak yang tepat.
Suhu Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk menangkap
rangsangan rasa. Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh dibawah
20°C atau diatas 30°C. Makanan yang panas akan membakar lidah dan merusak
kepekaan kuncup cecapan akan tetapi sel cecapan yang telah rusak akan diganti
dengan sel yang baru dalam beberapa hari kemudian makanan yang dingin apat
membius kuncup cecapan sehingga tidak peka lagi (Winarno 1997).
Bau Bau dari hidangan merupakan salah satu unsur yang turut menentukan
kelezatan makanan tersebut. Bau-bauan dapat dikenali dalam bentuk uap. Pada
umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan
4 bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Nasoetion 1988).
Menurut Moehyi (1992), aroma makanan disebabkan oleh adanya suatu
senyawa yang mudah menguap akibat reaksi yang terjadi dengan atau tanpa
enzim. Aroma yang timbul bergantung pada jenis makanannya, cara memasak,
dan aroma sintetik yang ditambahkan. Aroma makanan yang sangat kuat
dan mampu merangsang indera pencium dapat membangkitkan selera.
Kebersihan Alat Makan Alat yang digunakan harus sesuai dengan volume makanan yang
disajikan. Makanan yang berkuah banyak tentu tidak sesuai dengan
menggunakan piring ceper. Sebaliknya, makanan yang tidak berkuah
hendaknya tidak disajikan dengan menggunakan tempat yang cekung dan
dalam, tetapi disajikan dengan menggunakan tempat yang agak datar. Salah
33
satu hal yang harus dihindarkan adalah menyajikan makanan yang melimpah
ruah karena alat penyaji yang digunakan terlalu kecil atau menyajikan makanan
terlalu sedikit (Moehyi 1992).
Kecukupan Zat Gizi Kecukupan gizi merupakan suatu taraf asupan (intake) yang dianggap
dapat memenuhi kecukupan gizi semua orang yang sehat menurut berbagai
kelompoknya sehingga kebutuhan pangan hanya diperlukan secukupnya, karena
baik kurang atau lama Kecukupan pangan dapt diukur secara kuantitatif dan
kualitatif. Ukuran kuantitatif meliputi nilai social beragam jenis pangan dan nilai
cita rasa sedangkan nilai kuantitatif yang umum digunakan adalah kandungan zat
gizi (Khumaidi 1994).
Menurut Hardinsyah & Martianto (1989) kecukupan energi seseorang
pada kelompok umur tertentu sama dengan atau sedikit lebih tinggi dari rata-rata
kebutuhan energi kelompok tertentu yaitu ditambah 1-5%, sedangkan untuk
kecukupan protein ditentukan sebesar rata-rata. Kebutuhan protein seseorang
ditambah dua kali simpangan baku atau kira-kira 20-30%.angka kecukupan gizi
dan protein berguna untuk mengukur tingkat konsumsi pangan, merencanakan
konsumsi pangan dan ketersediaan pangan.
34
KERANGKA PEMIKIRAN
Salah satu bentuk pelayanan gizi rumah sakit adalah penyediaan
makanan untuk pasien melalui kegiatan penyelenggaraan makanan RS.
Ketersediaan makanan RS didasarkan pada kebutuhan energi dan zat gizi
(protein, lemak, kolesterol dan natrium) pasien dengan mempertimbangkan
karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan) dan
jenis penyakit. Konsumsi energi dan zat gizi pasien dipengaruhi oleh riwayat
pemeliharaan kesehatan, ketersediaan makanan RS dan daya terima pasien
terhadap makanan RS Konsumsi pasien didapat dari makanan RS, makanan luar
RS dan cairan infus. Kualitas makanan dapat dinilai dari daya terima terhadap
makanan yang disajikan, selanjutnya akan berpengaruh terhadap konsumsi
pasien. Konsumsi energi dan zat gizi pasien pasien akan berpengaruh terhadap
tingkat konsumsi dan tingkat kecukupan pasien Hubungan variabel yang diamati
dalam penelitian disajikan pada gambar 1.
35
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Pasien
Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Makanan
Daya terima pasien terhadap Menu Makanan RS
Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein
Cairan Infus
Konsumsi Energi dan Zat
Gizi Pasien
Makanan luar RS
Tingkat Konsumsi dan Tingkat
Kecukupan Pasien
umur, jenis kelamin,
BB, dan TB
Jenis penyakit
Penyelenggaraan Makanan RS
Jenis Diit
Riwayat Pemeliharaan Kesehatan - Lama rawat - Diit Sebelumnya - Saran Diit - Penerapan Diit
Riwayat penyakit
pendidikan, dan pekerjaan
36
Keterangan : = variabel dan hubungan yang diteliti --------- = variabel yang tidak diteliti Gambar 1. Kerangka Pemikiran Daya Terima, Konsumsi Energi dan Zat Gizi
(protein, lemak, kolesterol dan natrium) Pasien Rawat Inap Penderita Kardiovaskular di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta
METODE PENELITIAN
Disain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain penelitian survei karena penelitian
mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat
37
pengumpulan data yang utama, dan merupakan studi cross sectional karena
pengumpulan dilakukan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk
menggambarkan karakteristik dan hubungan antar variabel (Singarimbun &
Effendi, 1989).
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Pengumpulan
data dilakukan selama tiga bulan dimulai dari bulan Juni sampai Agustus 2007.
Pemilihan lokasi secara purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa rumah
sakit pemerintah yang memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian.
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
Contoh dalam penelitian adalah pasien rawat inap penderita penyakit
kardiovaskular (hipertensi, jantung dan stroke) di IRNA B (lantai VI selatan)
pada RSUP Fatmawati Jakarta. Pemilihan pasien dilakukan dengan cara
purposive sampling (Singarimbun & Effendi 1989) dengan kriteria sebagai
berikut:
• Laki-laki atau perempuan
• Berumur 17 tahun keatas
• Dirawat di kelas lll
• Tidak dalam keadaan demam (panas tinggi)
• Dapat menilai makanan yang disajikan secara objektif
• Dalam keadaan sadar, sehingga dapat berkomunikasi dengan baik.
• Telah dirawat minimal dua hari (telah mengalami penyesuaian terhadap
makanan yang disajikan).
• Selama pengamatan tidak mengalami perubahan jenis diet,
• Bersedia diwawancara dan dijadikan contoh
Jumlah Pasien Rawat Inap 9743 pasien
Jumlah Seluruh Pasien RSUP Fatmawati Juni, Juli, Agustus 2007
173443 orang
38
Gambar 2 Cara Penarikan contoh (Juni,Juli dan Agustus 2007)
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.
Data primer meliputi :
Jumlah Pasien Rawat Inap di IRNA B 3965 pasien
Jumlah Pasien kelas lll (lantai VI selatan) Dibagian penyakit (Dalam, Jantung & Syaraf)
758 pasien
Purposive sampling, dengan kriteria : • Laki-laki atau perempuan, • berumur 17 tahun keatas, • tidak demam(panas tinggi), • dalam keadaan sadar, • dapat berkomunikasi dengan
baik, dapat menilai makanan yang disajikan secara objektif,
• telah dirawat minimal dua hari (telah mengalami penyesuaian terhadap makanan yang disajikan,
• bersedia diwawancara dan bersedia dijadikan contoh
35 Pasien sesuai kriteria
Data tidak lengkap
5 pasien
Data lengkap 30 pasien
Jumlah Calon Pasien Berdasarkan Diagnosa Dokter 136 orang (Hipertensi 12 orang , Jantung 43 orang, dan Stroke 81 orang)
J t (43 i )
30 Pasien sebagai contoh
39
1. Data karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, riwayat penyakit, pendidikan
dan pekerjaan) dan data riwayat pemeliharan kesehatan (saran diit,
perolehan diit sebelumnya, dan penerapan diit) diperoleh melalui wawancara
mengunakan kuesioner.
2. Data berat badan dikumpulkan dengan penimbangan dengan mengunakan
bath room scale hari pertama pengamatan.
3. Data tinggi badan dikumpulkan dengan pengukuran mengunakan microtoise
bagi pasien yang dapat berdiri diambil pada saat hari pertama pengamatan.
4. Perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi pasien
4.1 Perhitungan menggunakan Harris Bennedict
a) Perhitungan kebutuhan energi total sehari (TDE) (School1987) diacu dalam
(Hartono 2000) sebagai berikut :
TDE (Total Daily Energy) = BEE X Faktor Aktifitas X Faktor injury
Keterangan :
BEE (Basal Energy Expenditure) dihitung dengan rumus
• BEE laki-laki = 66 +(13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U) • BEE perempuan = 655 +(9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7x U)
TB = Tinggi Badan (cm); U = umur
BB tersebut menggunakan BBI (kg) berdasarkan rumus Brocca
(RSUP Fatmawati) sebagai berikut:
BBI = [Tinggi Badan(cm)-100]-10%[Tinggi Badan(cm)-100]
Faktor Aktifitas (FA) :
- Non ambulatory = 1,2 - Ambulatory = 1,3
Faktor Injury (FI) :
- Non-stres ventilator dependen : 1,0-1,2 - Gagal jantung kongestif : 1,1-1,2 - Stroke : 1,1
b) Perhitungan kebutuhan protein (g/hari), dihitung berdasarkan rasio
kalori : nitrogen = 150:1, 1 gram nitrogen setara dengan 6,25 gram protein.
maka kebutuhan protein dihitung:
kebutuhan protein = kebutuhan kalori total x 6,25
150
c) Perhitungan kebutuhan lemak (gram/hari) menurut AHA (The American Heart
Association) dihitung dengan rumus 30% x kebutuhan energi total
(Hartono 2000).
40
d) Kebutuhan kolesterol yaitu dianjurkan asupan kolesterol kurang dari
300mg/hari (Hartono 2000).
4.2 Perhitungan berdasarkan ketentuan Instalasi Gizi RSUP Fatmawati
a) Kebutuhan energi total sehari (TDE) dihitung menurut ketentuan instalasi gizi
dengan rumus cepat tanpa memperhitungkan faktor aktifitas (FA) dan faktor
injury (FI) (Almatsier 2000) sebagai berikut:
AMB Laki-laki = 30 X BB (kg) AMB Perempuan = 25 X BB (kg)
b) Kebutuhan protein /hari (g/hari), dihitung menggunakan rumus yaitu
1g per KgBB per hari (Almatsier 2000).
c) Kebutuhan natrium yang digunakan berdasarkan ketentuan RSUP Fatmawati
adalah diit rendah garam ll (600-800 mg/hari).
5. Perhitungan data ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan RS (dalam
satuan gram) untuk makanan pagi, siang, sore serta selingan dengan
menggunakan Food Weighing Method (metode penimbangan) sebelum
makanan disajikan.
6. Pengumpulan data konsumsi makan pasien dari menu makanan RS (dalam
satuan gram) untuk makan pagi, siang dan sore serta selingan dikumpulkan
dengan menggunakan food weighing method. Data konsumsi makan pasien
dijumlahkan dari konsumsi makanan RS, cairan infus dan makanan luar RS
yang diamati selama 3 hari berturut-turut. Makanan luar RS diperoleh dengan
recall method (3hari) (dalam satuan gram) mulai ditanyakan pada hari
berikutnya). Konsumsi makan pasien terhadap menu makanan RS adalah
makanan yang disajikan RS dikurangi dengan makanan sisa yaitu termakan
habis dan tidak ada sisa atau tidak termakan habis dan ada sisa.
7. Pengumpulan data daya terima pasien terhadap makanan RS diperoleh
melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner tentang uji hedonik
skala verbal dengan penilaian organoleptik. Pengambilan data dilakukan
selama tiga hari berturut-turut setiap waktu makan pagi, makan siang, dan
makan sore.
Data sekunder meliputi :
1. Gambaran umum RS Fatmawati Jakarta (lokasi, klasifikasi, sejarah, visi dan
misi, dan fasilitas pelayanan kesehatan) dan gambaran umum Instalansi Gizi
41
RSUP Fatmawati Jakarta (Struktur organisasi, visi, misi, tujuan, tugas pokok,
fungsi, tenaga kerja, kegiatan penyelenggaraan makanan) didapatkan melalui
membaca laporan dan wawancara dengan staf RSUP Fatmawati jakarta
2. Data jenis penyakit dan jenis diet dikumpulkan dari hasil diagnosa dokter
melalui rekam medis.
3. Data lama rawat dikumpulkan dari membaca laporan atau dokumen rekam
medis (selama pasien dirawat hingga saat wawancara).
4. Data konsumsi cairan infus mengenai jumlah cairan yang diberikan dalam
satuan ml diambil dari catatan rekam medis selama 3 hari berturut-turut.
Pengolahan dan Analisis Data
Data karakteristik pasien dan data riwayat pemeliharaan kesehatan untuk
pengkategoriannya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Jenis data, peubah dan kategori peubah menurut karakteristik dan riwayat pemeliharaan kesehatan
Jenis data Peubah Kategori Peubah Primer Umur (papilia, 1986) a. Dewasa awal (17-40 tahun)
b. Dewasa menengah (40-65 tahun) c. Dewasa akhir (>65 tahun)
Primer Jenis kelamin a. Wanita b. Pria Primer Pendidikan a. Tidak tamat SD/ sederajat
b. SD/sederajat c. SMP d. SMA e. Perguruan tinggi
Primer Pekerjaan a. Buruh d. Wiraswasta b. Swasta e. PNS c. IRT f. Pensiunan
Primer Memiliki riwayat penyakit keluarga
a. Tidak b. Hipertensi c. Jantung d. Stroke
Primer Memilki riwayat penyakit dulu
a. Tidak b. Hipertensi c. Jantung d. Stroke
Primer Saran diit a. Tidak ada b. Dokter c. Teman d. Keluarga
Primer Penerapan diit dirumah a. Ya b. Tidak Primer Perolehan diit
sebelumnyaa. Ya b. Tidak
Sekunder Lama rawat a. <6 hari c. >10 hari b. 6-10 hari
Sekunder Jenis penyakit a. Hipertensi b. Jantung c. Stroke
Tabel 2 Jenis data, peubah dan kategori peubah menurut karakteristik dan riwayat pemeliharaan kesehatan (lanjutan)
Jenis data Peubah Kategori Peubah
42
Sekunder Jenis diit yang diperoleh (diagnosa dokter)
a. Diit Rendah Garam ll Nasi Biasa b. Diit Rendah Garam ll Bubur
Biasa/Tim(RGll Lunak) c. Diit Jantung ll rendah garam ll (DD
ll RG ll) d. Diit Jantung lll rendah garam ll
(DD lll RG ll)
Pengolahan data kebutuhan energi dan zat gizi (protein, lemak, kolesterol
dan natrium) pasien dengan perhitungan rumus mengunakan Program komputer
Microsoft Excell.
Pengolahan data ketersediaan makanan RS dikonversikan ke dalam
energi (kal) dan zat gizi (protein, lemak, kolesterol dan natrium) dalam satuan
gram selama tiga hari berturut-turut menggunakan program Nutrisoft mengacu
dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Depkes RI.
Perhitungan tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan
dihitung dengan menggunakan rumus :
TKet (E ) = Jumlah Energi Makanan RS x 100%
Kebutuhan Energi
TKet (P) = Jumlah Protein Makanan RS x 100%
Kebutuhan Protein
Kategori tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan
dikategorikan menjadi 3 yaitu defisit, normal, dan diatas kebutuhan
(Dir. BGM 1996).
Pengolahan data konsumsi makan pasien dijumlahkan dari konsumsi
makanan RS dalam satuan gram, cairan infus dalam satuan ml dan makanan
luar RS menggunakan URT dalam satuan gram yang diamati selama 3 hari
berturut-turut dikonversikan ke dalam energi dan zat gizi (protein, lemak
kolesterol dan natrium) menggunakan program Nutrisoft mengacu pada Pusat
Penelitian dan Pengembangan Gizi, Depkes RI.
Perhitungan konsumsi natrium cairan infus menggunakan pedoman
cairan Infus yang dikeluarkan PT. Otsuka indonesia (2003) Nacl 0,9 %
mengandung natrium 3,85 mEq/ 25ml, RL mengandung natrium 130 mEq/L,
Asering mengaandung natrium 130 mEq/L (tabel 3).
Perhitungan konsumsi kolesterol, lemak dan natrium dengan cara
membandingkan jumlah kolesterol dan natrium yang dikonsumsi (dari RS dan
luar RS) dengan batas minimum yang diperbolehkan. Menurut AHA
(The American Heart Association) bahwa konsumsi maksimal kolesterol lemak
43
yang dianjurkan tidak lebih dari 30% kebutuhan kalori total dan konsumsi
kolesterol < 300mg kolesterol perhari. Kebutuhan natrium yang digunakan adalah
diit rendah garam ll (600-800 mg Na perhari) berdasarkan ketentuan RSUP
Fatmawati.
Tabel 3 Jenis data, peubah, kategori peubah menurut sumber konsumsi pasien
Jenis data Peubah Kategori Peubah Primer Mengkonsumsi
Makanan Luar RS a. Ya b. Tidak
Sekunder Jenis cairan infus a. Asering b. NaCl 0,9% c. Ringer Laktat d. Tidak pakai infus
Perhitungan tingkat konsumsi energi dan protein pasien terhadap
ketersediaan dihitung dengan menggunakan rumus :
TKon (E ) = Jumlah Energi Makanan RS yang dikonsumsi x 100%
Jumlah Energi Makanan RS
TKon (P ) = Jumlah Protein Makanan RS yang dikonsumsi x 100%
Jumlah Protein Makanan RS
Kategori tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan
energi dan protein dikategorikan menjadi 4 yaitu defisit tingkat berat,
defisit tingkat sedang, defisit tingkat ringan dan normal (Dir. BGM 1996) (tabel 4).
Perhitungan tingkat kecukupan energi dan protein pasien terhadap
kebutuhan dihitung dengan menggunakan rumus:
TKec (E ) = Jumlah Energi Yang Dikonsumsi x 100%
Kebutuhan energi
TKec (P ) = Jumlah Protein Yang Dikonsumsi x 100%
Kebutuhan Protein
Kategori tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan energi
dan protein dikategorikan menjadi 5 yaitu defisit tingkat berat, defisit tingkat
sedang, defisit tingkat ringan, normal dan diatas kebutuhan (Dir. BGM 1996)
(tabel 4).
Keterangan : Kandungan energi yang dikonsumsi contoh yaitu makanan RS,
makanan luar RS, cairan infus contoh
Tabel 4 Jenis data, peubah, kategori peubah menurut tingkat ketersediaan, tingkat konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan protein
Jenis data Peubah Kategori Peubah
44
Primer Tingkat Ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1996)
b. Defisit (<90% angka kebutuhan) c. Normal (90-119% angka
kebutuhan) c. Lebih (≥120% angka kebutuhan)
Primer Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1996)
a. Defisit Tingkat Berat (< 70% angka ketersediaan)
b. Defisit Tingkat Sedang (70-79% angka ketersediaan)
c. Defisit Tingkat Ringan (80-89% angka ketersediaan)
d. Normal (90-100% angka ketersediaan)
Primer Tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1996)
a. Defisit Tingkat Berat (< 70% angka ketersediaan)
b. Defisit Tingkat Sedang (70-79% angka ketersediaan)
c. Defisit Tingkat Ringan (80-89% angka ketersediaan)
d. Normal (90-119% angka ketersediaan)
e. Lebih (≥120% angka ketersediaan)
Penilaian daya terima pasien terhadap makanan rumah sakit berdasarkan
tiap jenis menu, waktu makan, makanan utama (9 x makan utama), makanan
selingan (3x makan selingan)) diuji dengan Uji Hedonik Skala Verbal yaitu
menanyakan penilaian indrawi contoh terhadap tujuh atribut makanan pada
waktu makan pagi, siang, dan sore selama tiga hari berturut-turut. Atribut
makanan untuk menilai tersebut meliputi bentuk, warna, aroma, tekstur, rasa,
suhu, dan kebersihan alat. Setiap jawaban pertanyaan mendapatkan skor (1) jika
menjawab sangat tidak suka (STS), (2) jika menjawab tidak suka (TS), (3) jika
menjawab biasa (B), (4) jika menjawab suka (S), (5) sangat suka (SS).
Total skor yang diperoleh per satu siklus menu (menu ke-1 sampai menu
ke-10 dan menu ke-31) berkisar antara total nilai terendah 7 sampai total nilai
tertinggi 35. Total skor yang diperoleh berdasarkan waktu makan selama tiga hari
(tiap waktu makan pagi, siang, sore) berkisar antara total nilai terendah
21(1x7x3) sampai total nilai tertinggi 105 (5x7x3). Total skor yang diperoleh
selama tiga hari untuk makanan utama (9 x makan utama) berkisar antara total
nilai terendah 63 (1x7x3x3)sampai total nilai tertinggi 315 (5x7x3x3). Total skor
yang diperoleh selama tiga hari untuk makanan utama berkisar antara total nilai
terendah 21 (1x7x1x3)sampai total nilai tertinggi105 (5x7x1x3).
Total skor yang diperoleh dikonversikan sehingga berada pada rentang
0-100 % berdasarkan rumus sebagai berikut :
45
Kategori nilai daya terima terhadap makanan RS berdasarkan tiap jenis
menu makanan RS sebagai berikut: nilai daya terima rendah (jika y<36) %, nilai
daya terima sedang (jika 36% ≤ y ≤ 75%), dan nilai daya terima tinggi
(jika >75%) (tabel 4).
Kategori nilai daya terima terhadap makanan RS berdasarkan waktu
makan, makanan utama (9 x makanan utama), makanan selingan(3xmakanan
selingan) sebagai berikut: nilai daya terima rendah (jika y<37) %, nilai daya
terima sedang (jika 37% ≤ y ≤ 77%), dan nilai daya terima tinggi (jika >77 %).
Tabel 4 Jenis data, peubah, kategori peubah menurut daya terima (tabel 4).
Jenis data Peubah Kategori Peubah Primer Daya terima pasien
terhadap makanan RS berdasarkan jenis menu
a. Rendah (jika y<36%), b. Sedang (jika 36% ≤ y ≤75%), c. Tinggi (jika >75 %).
Primer Daya terima pasien terhadap makanan RS berdasarkan waktu makan, makanan utama dan makanan selingan
a. Rendah (jika y<37%), b. Sedang (jika 36% ≤ y ≤ 77%), c. Tinggi (jika >77 %).
Analisis Data Data-data yang telah dikumpulakan selanjutnya akan dianalisis secara
statistik deskriptif dan inferensial dengan menggunakan program SPSS
versi 13.0 for Windows. Pengolahan data dilakukan berupa editing, coding
cleaning , entry dan analisis. Untuk menganalisis hubungan antara beberapa
variabel digunakan uji korelasi Spearman.
1. Deskriptif (persentase dan rata-rata)
a. Karakteristik pasien
b. Riwayat pemeliharaan kesehatan
c. Kebutuhan energi dan zat gizi pasien
d. Ketersediaan energi dan zat gizi makanan RS
e. Konsumsi energi dan zat gizi pasien.
f. Tingkat ketersediaan energi dan protein pasien.
g. Tingkat konsumsi energi dan protein pasien.
h. Tingkat kecukupan energi dan protein pasien.
Y = (nilai contoh– nilai minimal) x 100 %
(nilai maksimal – nilai minimal)
46
2. Uji Kolerasi Spearman untuk melihat hubungan antar variabel, yaitu:
a. Hubungan tingkat konsumsi energi dan protein dengan lama rawat.
b. Hubungan tingkat konsumsi energi dan protein dengan daya terima
pasien
c. Hubungan daya terima psien dengan tingkat konsumsi energi dan protein.
Batasan Operasional Lama rawat adalah jumlah hari rawat pasien menjalani rawat inap di RS sampai
saat wawancara.
47
Rawat Inap RS adalah pelayanan terhadap pasien yang masuk RS yang
menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa,
terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya.
Penyelenggaraan makanan RS adalah serangkaian kegiatan perencanaan
menu, pembelian, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan,
pemorsian, distribusi, penyajian, dan pengolahan sisa bahan makanan
maupun makanan pasien.
Perencanaan menu RS adalah serangkaian kegiatan menyusun hidangan diit
untuk pasien agar sebagian besar kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi
guna mempercepat masa penyembuhan.
Diit rendah garam ll adalah diit rendah garam yang mengandung 600-800 mg
Na atau dalam pemasakan dibolehkan menggunakan ¼ sdt garam dapur
(1 g) dan menghindari bahan makanan yang tinggi natrium.
Kebutuhan energi dan zat gizi (protein, lemak, kolesterol dan natrium) adalah jumlah minimal energi, dan zat gizi (protein, natrium, lemak dan
kolesterol) yang diperlukan oleh tiap individu perhari agar hidup sehat.
Ketersediaan energi, protein, lemak, kolesterol dan natrium adalah jumlah
energi, protein, dan natrium dari makanan RS untuk pasien ditiap kelas
perawatan dalam satu hari rawat.
Tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein adalah perbandingan jumlah energi dan protein dari makanan RS
terhadap kebutuhan energi dan protein pasien.
Konsumsi energi, protein, lemak, kolesterol dan natrium adalah jumlah
energi, protein, lemak, kolesterol dan natrium yang dikonsumsi oleh
pasien dalam satu hari rawat.
Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein adalah perbandingan jumlah energi dan protein yang dikonsumsi
dari RS terhadap jumlah energi dan protein dari menu makanan yang
disajikan.
Kecukupan energi dan zat gizi (protein, lemak, kolesterol dan natrium) adalah jumlah minimal energi, dan zat gizi (protein, natrium, lemak dan
kolesterol) yang diperlukan dan dianggap dapat memenuhi kecukupan
gizi semua orang yang sehat menurut berbagai kelompoknya.
48
Tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein adalah perbandingan jumlah energi dan protein yang dikonsumsi
dari makanan RS dan makanan luar RS terhadap kebutuhan energi dan
protein pasien.
Tingkat konsumsi lemak, kolesterol dan natrium terhadap ketersediaan lemak, kolesterol dan natrium adalah membandingkan jumlah lemak,
kolesterol dan natrium yang dikonsumsi (dari RS dan luar RS) dengan
batas minimum yang diperbolehkan.
Daya terima pasien berdasarkan waktu makan, makanan utama, selingan
dan perjenis menu) adalah penilaian indrawi pasien terhadap tujuh atribut
makanan. Atribut makanan tersebut yaitu bentuk, warna, aroma, tekstur,
rasa, suhu, dan kebersihan alat.
Rasa makanan adalah reaksi atau tanggapan indera pengecap contoh terhadap
menu makanan yang disajikan
Warna makanan adalah reaksi atau tanggapan indera penglihatan contoh
terhadap keserasian warna menu makanan yang disajikan.
Bentuk makanan adalah reaksi atau tanggapan indera penglihatan contoh
terhadap rupa makanan yang disajikan.
Suhu makanan adalah temperatur menu makanan yang disajikan rumah sakit.
Kebersihan alat makan adalah penampakan dari makanan yang disajikan yaitu
tidak tercecer di baki, alat hidang yang bersih dan penempatan makanan
dengan rapih di baki.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum RSUP Fatmawati Lokasi, Klasifikasi, dan Sejarah
49
RSUP Fatmawati menempati area tanah seluas 44 ha, yang terletak
dikelurahan Cilandak, kecamatan Cilandak yang berada diwilayah Jakarta
Selatan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, yang dikelola oleh departemen
kesehatan sejak 12 April 196. RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai rumah sakit
umum kelas B Pendidikan. Pada tanggal 20 Mei 1967 oleh menteri kesehatan RI
prof Dr. G.A Siwabesi nama RSU Ibu soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati.
Pada tanggal 30 mei 1984, RSU Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan
wilayah jakarta selatan. Kemudian RSU fatmawati ditetapkan menjadi rumah
sakit swadana bersyarat, dua tahun mulai 1 Agustus. Pada tanggal 2 september
1992 RSUP Fatmawati ditetapkan menjadi rumah sakit unit swadana tanpa
syarat Pada bulan juli 1997 rumah sakit mengalami perubahan kebijakan dari unit
swadana menjadi PNBP(Penerimaan Negara Bukan Pajak). Pada bulan
Desember 2000, rumah sakit fatmawati ditetapkan sebagai rumah sakit perjan
(perusahaan jawatan) yang berdasarkan peraturan pemerintah republik
indonesia nomor 117 tahun 2000, tentang pendirian perusahaan jawatan rumah
sakit Fatmawati Jakarta.
Visi dan Misi RSUP Fatmawati mempunyai visi memberikan pelayanan yang
melampaui harapan pelanggan. Misi RSUP Fatmawati antara lain memberikan
pelayanan medis yang sesuai dengan standar pelayanan yang dapat dijangkau,
melakukan perbaikan berkesinambungan, proaktif serta berorientasi kepada
pelanggan; memfasilitasi dan meningkatkan pendidikan, pelatihan, dan penelitian
untuk pengembangan sumber daya manusia dan pelayanan; menyelenggarakan
administrasi rumah sakit yang efisien dan efektif; melaksanakan pengelolaan
keuangan yang fleksibel berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dan
penerapan praktek bisnis yang sehat; meningkatkan kesejahteraan sumber daya
manusia RS.
Fasilitas Pelayanan Beberapa pelayanan yang terdapat di RSUP Fatmawati diantaranya
adalah instalasi rawat darurat dilengkapi dengan radiologi, laboratorium, apotik
24 jam dan ruang operasi(cito), instalasi rawat jalan memberikan pelayanan
dengan unggulan spesialistik, instalasi rawat inap dibagi menjadi 7 bagian yaitu
paviliun anggrek, unit stroke, instalasi rawat inap A (bersalin, high care, isolasi,
perawatan kebidanan dan bayi, perawatan anak), instalasi rawat inap B(bedah,
THT, mata, gigi, paru non TB, penyakit dalam&jantung, saraf, penyakit dalam,
50
jantung&saraf), instalasi rawat inap C (bedah orthopaedi), insalasi rawat
intensif(ICU (Intensif Care Unit), CEU (Cardiac Emergency Unit), NICU/PICU
(Neonatal/Pediatric Intensif Care Unit), dan instalasi bedah sentral(ruang
operasi).
Data kapasitas tempat tidur yang ada di RSUP Fatmawati sebanyak 554
tempat tidur berdaasarkan kelas perawatan, selengkapnya dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 5 Kapasitas tempat tidur di RSUP Fatmawati Jakarta
No Kelas Kapasitas Tempat Tidur
1 Super VIP 4 2 VIP B 13 3 VIP C 28 4 Kelas l 46 5 Kelas ll 120 6 Kelas lll 257 7 High Care 16 8 R.Isolasi Kelas ll 11 9 R.Isolasi Kelas lll 21
10 ICU/CEU 18 11 NICU/PICU 4 Total 534
Gambaran Umum Instalasi Gizi
Struktur Organisasi Instalasi Gizi Instalasi gizi merupakan wadah yang menangani kegiatan kesehatan
khususnya didalam kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit. Instalasi gizi
merupakan unit kerja fungsional dan bersifat operasional yang sesuai dengan
kegiatannya serta mempunyai tugas pokok melaksanakan pelayanan gizi pasien
rawat inap dan rawat jalan berdasarkan kebijakan teknis dari direktur rumah
sakit. Instalasi gizi berada dibawah naungan wakil direktur penunjang medik dan
pendidikan, dengan dikepalai oleh seorang ahli lulusan S1. kepala instalasi gizi
membawahi staf administrasi(tata usaha), wakil kepala instalasi gizi, dan tiga
penyelia diantaranya: penyelia umum diklit dan SDM, penyelia produksi dan
distribusi, penyelia gizi rawat inap dan rawat jalan. Struktur organisasi instalasi
gizi dapat dilihat pada lampiran. Tugas unit-unit kerja masing-masing profesi di
instalasi gizi RSUP Fatmawati dapat dilihat pada lampiran 1
Visi dan Misi Instalasi Gizi Visi dari instalasi gizi RSUP Fatmawati antara lain memberikan pelayanan
gizi secara efektif dan efektif dengan mutu yang prima; inovasi terus-menerus
51
dalam bidang gizi rumah sakit yang terbaik di Indonesia. Sedangkan misi dari
instalasi gizi RSUP Fatmawati antara lain melakukan usaha untuk meningkatkan
kesejahteraan dan pihak-pihak terkait.
Tujuan, Tugas Pokok, Fungsi Instalasi Gizi Tujuan instalasi gizi yaitu tercapainya pengelolaan makanan, penyuluhan,
konsultasi dan terapi gizi yang bermutu serta mengutamakan kepuasan
pelanggan.
Tugas pokok instalasi gizi yaitu manajemen sistem penyelenggaraan
makanan rumah sakit;memberikan penyuluhan dan konsultasi gizi diruang rawat
inap; memberikan penyuluhan dan konsultasi gizi diruang rawat jalan; dan
penelitian gizi terapan.
Fungsi instalasi gizi yaitu m enyelenggarakan administrasi barang dan
bahan baku; merencanakan kebutuhan bahan makanan dan evaluasi diet;
penyimpanan barang dan bahan makanan; pendistribusian makanan pasien;
pengolahan bahan makanan; penyelenggaraan klinik konsultasi gizi; penelitian
dan pengembangan pelayanan gizi.
Tenaga Kerja Ketenagaan instalasi gizi berdasarkan jenis pekerjaan dengan total
jumlah pekerja sebanyak 89 orang, selengkapnya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 6 Ketenagaan di instalasi gizi berdasarkan jenis pekerjaan
No Jenis ketenagaan Jumlah Keterangan 1 Dokter gizi medis 1 Kepala Instalasi Gizi 2 Ahli gizi(S1,D4,D3 Gizi) 16 Wakil Kepala, Penyelia, dan Ahli
Gizi Ruangan dan Produksi 3 Pengatur Gizi(D1 Gizi) 3 Pengawas Pengolahan 2 Orang,
Administrasi Poli Gizi 1 Orang 4 Tenaga Administrasi 4 Administrasi Umum dan Gudang
Gizi 5 Tenaga Pengolah Makanan 28 Pagi, siang, sore 6 Tenaga Pramusaji 37 Subuh dan sore Jumlah 89
Jam kerja diinstalasi gizi di RSUP Fatmawati telah memiliki kebijakan
tersendiri dalam pembagian waktu kerja. Jam dinas di instalasi gizi RSUP
Fatmawati terbagi 2 bagian yaitu shift dan non shift, sebagai berikut:
a. Karyawan shift
Bagian produksi :
- Dinas subuh dari pukul 04.30-13.00 WIB
52
- Dinas siang dari pukul 08.00-15.00 WIB - Dinas sore dari pukul 12.00-19.00 WIB
Bagian pramusaji
- Dinas subuh dari pukul 05.00-14.00 WIB - Dinas sore dari pukul 13.00-19.00 WIB
b. Karyawan non shift
Dinas pagi dari pukul 08.00-16.00
Kegiatan Penyelenggaraan Makanan RS Sistem penyelenggaraan makanan yang dilakukan di instalasi gizi RSUP
Fatmawati adalah sistem swakelola, pada sistem ini unit pelayanan gizi atau
instalasi gizi bertanggung jawab untuk melaksanakan semua kegiatan makanan
dari mulai perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Sistem penyelenggaraan
makanan tersebut telah disesuaikan dengan pedoman pelayanan gizi rumah
sakit Departemen Kesehatan RI. Mekanisme kerja kegiatan penyelenggaraan
makanan di RSUP Fatmawati, meliputi :
1. Perencanaan Anggaran Belanja Makanan Perencanaan anggaran belanja makanan (PAMB) adalah suatu kegiatan
penyusunan anggaran biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan
bagi pasien yang dilayani dengan tujuan memenuhi kebutuhan macam dan
jumlah bahan makanan bagi pasien dan karyawan yang dilayani sesuai dengan
standar kecukupan gizi. Perencanaan anggaran belanja makanan dibuat oleh
instalasi gizi atas persetujuan dari pihak rumah sakit. Perencanaan ini dibuat
8 bulan sebelum tahun anggaran.
2. Perencanaan Menu Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan penyusunsn menu yang
akan diolah untuk memenuhi selera pasien dan kebutuhan zat gizi yang
memenuhi prinsip gizi seimbang. Tujuan dari perencanaan menu adalah
tersedianya siklus menu berdasarkan klasifikasi pelayanan yang ada di rumah
sakit. Siklus menu yang ditetapkan di instalasi gizi adalah siklus menu 10 hari
diperuntukkan bagi kelas I,ll dan lll sedangkan untuk VIP menggunakan siklus
menu pilihan.
3. Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Perhitungan kebutuhan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan
menyusun kebutuhan bahan makanan yang diperlukan untuk pengadaan bahan
53
makanan. Tujuan agar tercapai taksiran kebutuhan bahan makanan sesuai
dengan menu, jumlah klien untuk kurun waktu tertentu (1bulan, 3bulan dan
6 bulan). Di instalasi gizi gizi RSUP Fatmawati, perencanaan kebutuhan bahan
makanan dilakukan 1 bulan sebelum waktu berjalan.
4. Pengadaan Bahan Makanan Pengadaan bahan makanan yang dilakukan di instalasi gizi RSUP
Fatmawati adalah dengan menggunakan sistem penunjukkan langsung oleh
pihak rumah sakit dengan kontrak kerja selama 1 bulan. Adapun prosedur
pengadaan bahan makanan adalah membuat perencanaan yang dilakukan oleh
instalasi gizi kemudian diajukan ke Direktur penunjang medis untuk meminta
persetujuannya bagian tim pengadaan barang(tim pembelian), kemudian
melakukan kontrak dengan rekan yang telah ditunjuk oleh rumah sakit, untuk
selanjutnya melakukan pembelian bahan makanan.
5. Pemesanan dan Pembelian Bahan Makanan Pemesanan dan pembelian bahan makanan adalah suatu proses atau
kegiatan yang menyusun order atau permintaan bahan makanan berdasarkan
menu atau pedoman menu dan rata-rata jumlah pasien yang dilayani. Tujuannya
adalah agar tersedianya daftar pesanan sesuai standar atau spesifikasi yang
ditetapkan. Pemesanan dan pembelian bahan makanan meliputi bahan makanan
segar dipesan setiap hari dan bahan makanan kering yang setiap 1 bulan sekali.
Pemesanan bahan makanan dibuat oleh tenaga gizi bagian perencanaan yang
selanjutnya dibuat rekapitulasi untuk esok hari, kemudian hasil perhitungan
diserahkan kebagian gudang logistik sesuai dengan kebutuhan menu yang ada.
Selanjutnya, bagian gudang akan menyiapkan bahan makanan dengan
permintaan, kemudian bagian produksi mengambil bahan makanan yang
dipesan. Pembelian bahan makanan menggunakan metode penunjukan
langsung oleh pihak rumah sakit yaitu melalui tender yang dilakukan oleh
perusahaan makanan kepada pihak rumah sakit.
6. Penerimaan Bahan Makanan Penerimaan bahan makanan adalah kegiatan memeriksa, meneliti,
mencatat dan melaporkan macam, jumlah, dan kualitas bahan makanan yang
diterima sesuai dengan pesanan. Penerimaan dilakukan oleh tim penerimaan
bahan makanan yang salah satu anggotanya adalah ahli gizi rumah sakit yang
telah ditunjuk. Apabila ada kesalahan pengiriman bahan makanan yang dikirim
54
oleh pihak rekanan maka barang tersebut dikembalikan dan diganti dengan
makanan yang sesuai dengan pemesanan.
7. Penyimpanan Bahan Makanan Penyimpanan bahan makanan adalah proses pemasukan, penyimpanan,
dan penyaluran bahan makan. Penyimpanan bahan makanan yang dilakukan di
instalasi gizi RSUP Fatmawati dilakukan dua pemisahan yaitu bahan makanan
segar dan bahan makanan kering. Penyimpanan bahan makanan terdapat di
gudang. Gudang yang ada diinstalasi gizi terdapat dua yaitu gudang gizi yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan makanan kering dan segar yang
disesuaikan dengan pemesanan dan gudang harian.
8. Pengolahan Bahan Makanan Pengolahan bahan makanan dibagi menjadi pengolahan makanan untuk
VIP dan kelas 1, pasien NB ll dan lll, pasien diet ll dan pasien diet lll, makanan
saring, makanan cair, dan selingan VIP. Pengolahan makanan disesuaikan
dengan bahan makanan yang diterima digudang untuk pagi, dan siang, bahan
makanan yang akan diolah disiapkan pada hari sebelumnya. Sedangkan untuk
makan sore bahan makanan yang akan diolah disiapkan pada hari itu juga.
Kegiatan pengolahan makanan meliputi persiapan, pengolahan dan pemasakan
dan distribusi makanan dan penyajan makanan.
Kegiatan pengolahan makanan meliputi:
1. Persiapan
Persiapan meliputi persiapaan alat, bahan makanan bumbu termasuk
mengupas, memotong dan meracik.
2. Pengolahan dan Pemasakan
Pengolahan makanan dimulai dari bahan makanan diambil dari gudang
gizi untuk bahan makanan segar dan gudang harian untuk bahan makanan
kering oleh tenaga pemasakan yang sesuai dengan shift kerjanya. Untuk
bahan makanan segar seperti sayuran yang sudah dipotong dan dicuci lalu
diolah sesuai dengan menu pada hari tersebut.
3. Distribusi Makanan dan Penyajian Makanan
Sistem distribusi pembagian makanan di Instalasi Gizi RSUP Fatmawati
adalah sistem sentralisasi karena semua hidangan yang disajikan langsung
disajikan ke pasien. Hidangan yang disajikan ke pasien kelas ll dan lll
menggunakan alat hidang berupa plato yang terbuat dari melamin yang
bersekat utnuk memisahkan macam makanan dan sendok platik sedangkan
55
Untuk kelas l dan VIP, piring makan, mangkok lauk, mangkuk sup yang
terbuat dari keramik serta sendok dan garpu yang terbuat dari stainless stell.
Pemorsian makan dilakukan setengah jam sebelum jadwal makan yang
dilakukan oleh tenaga pramusaji dan tenaga pengolah. Waktu pendistribusian
makan pagi jam 06.30-7.00 WIB, siang jam 11.30-12.00 dan sore
jam 16.30-17.00 WIB. Setelah hidangan diporsi kemudian didistribusikan ke
pasien dengan menggunakan troley makanan yang berkapasitas ±48 buah
sbuah tempat makan.
9. Pengawasan Mutu Pangan
Pengawasan mutu makanan di RSUP Fatmawati dilakukan oleh pihak
instalasi gizi melalui uji cita rasa. Hal ini dilakukan untuk menilai kualitas dan
kesesuaian makanan yang dihasilkan apakah sudah selesai dengan standar
menu. Uji cita rasa dilakukan setiap hari pada waktu makan sehingga semua
yang dihasilkan terkontrol.
10. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan adalah serangkaian kegiatan pengumpulan
data dan pengolahan data kegiatan pelayanan gizi rumah sakit dalam jangka
waktu tertentu, untuk menghasilkan bahan bagi penilaian kegiatan pelayanan gizi
rumah sakit maupun dalam pengambilan keputusan. Proses pencatatan
dilakukan pada setiap langkah kegiatan yang dilakukan . laporan dilakukan
berkala sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
Karakteristik Pasien Umur
56
Umur pasien berkisar antara 28-69 tahun. Lebih dari separuh pasien
termasuk dewasa menengah sebanyak 70%. Sisanya termasuk dewasa awal
sebanyak 16,7% dan dewasa akhir sebanyak 13,3% (tabel 7). Umur diatas 40
tahun memiliki faktor resiko yang tinggi terhadap terjadinya penyakit jantung dan
stroke (Maryono, j 2007).
Tabel 7 Sebaran pasien berdasarkan kelompok umur
Tahapan umur Total n %
Dewasa awal 5 16,7 Dewasa menengah 21 70 Dewasa akhir 4 13,3 Total 30 100
Jenis Kelamin Pada tabel 8 terlihat bahwa lebih dari separuh pasien sebanyak 63,3%
memiliki jenis kelamin laki-laki dan sisanya sebanyak 36,7% perempuan. Umur
diatas 50 tahun pada wanita memiliki faktor resiko terhadap penyakit hipertensi
yang lebih tinggi dari laki-laki dan umur dibawah 50 tahun pada laki-laki memiliki
faktor resiko yang lebih tinggi dari wanita (Martini, S 2007).
Tabel 8 Sebaran pasien berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin Total n %
Laki-laki 19 63,3 Perempuan 11 36,7 Total 30 100
Jenis Penyakit Lebih dari separuh pasien menderita penyakit jantung sebanyak (56,7%).
Pasien yang menderita penyakit stroke sebanyak (40%) dan sisanya menderita
penyakit hipertensi sebanyak 3,3% dapat dilihat pada tabel 9
Tabel 9 Sebaran pasien berdasarkan jenis penyakit
Jenis penyakit Total n %
Hipertensi 1 3,3 Jantung 17 56,7 Stroke 12 40 Total 30 100
Pendidikan
57
Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat sebaran pasien berdasarkan tingkat
pendidikan pasien. Mayoritas pasien sebanyak 46,7% berpendidikan tamatan
SLTA/sederajat.
Tabel 10 Sebaran pasien berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Total n %
Tidak tamat Sekolah Dasar/sederajat 1 3,3 Tamatan Sekolah Dasar SD/sederajat 8 26,7 Tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama /sederajat 4 13,3 Tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/sederajat 14 46,7 Tamatan Perguruan Tinggi 3 10 Total 30 100
Pekerjaan
Sebaran jenis pekerjaan antara lain swasta sebanyak 13,3%, buruh dan
wiraswasta masing-masing sebanyak 16,7%, pegawai negeri sipil dan pensiunan
masing-masing 10% sisanya ibu rumah tangga (33,3%) (tabel 11).
Tabel 11 Sebaran pasien berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Total n %
Ibu rumah tangga 10 33,3 Buruh 5 16,7 Swasta 4 13,3 Wiraswasta 5 16,7 Pegawai negri sipil 3 10 Pensiunan 3 10 Total 30 100
Jenis Diit Jenis diit yang diperoleh pasien terdiri dari yaitu diit rendah garam ll lunak
(RG ll lunak), diit rendah garam ll nasi biasa (RG ll NB) , diit jantung ll rendah
garam ll (DD ll RG ll), dan diit jantung lll rendah garam ll (DD lll RG ll) dapat
dilihat pada tabel 12.
Jenis diit yang diperoleh pasien pada saat pasien masuk RS yaitu RG ll
lunak sebanyak 43,3% pasien, DD ll RG ll 50% pasien, dan DD lll RG ll 6,7%
pasien. Jenis diit saat pasien diteliti yaitu RG ll lunak sebanyak 36,7% pasien,
RG ll NB 6,7%, DD ll RG ll 46,7%, dan DD lll RG ll 10%. Sebanyak 88,2% pasien
penyakit jantung yang mendapatkan diit DD ll RG ll pada saat pasien masuk RS
dan pada saat pasien diteliti menjadi 82,4% pasien. Sebanyak 11,8% pasien
penyakit jantung dengan jenis diit DD lll RG ll pada saat pasien masuk dan pada
saat pasien diteliti menjadi 17,6% pasien. Sebanyak 100% pasien penyakit
58
stroke yang mendapat diit RG ll lunak dan pada saat pasien diteliti menjadi
83,3%. Sebanyak 16,7% pasien yang mendapat diit RG ll NB pada saat pasien
diteliti.
Pada saat orang sakit menderita penyakit yang memerlukan diit untuk
menunjang penyembuhannya atau jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa
orang sakit menderita penyakit yang memerlukan perubahan makanan maka
terapi diit sangat diperlukan (Moehyi 1997). Berikut tabel sebaran pasien
berdasarkan jenis diit yang diperoleh dan jenis penyakit:
Tabel 12 Sebaran pasien berdasarkan jenis diit dan jenis penyakit
Jenis diit Hipertensi Jantung Stroke Total n % n % n % n %
Saat pasien masuk RS
RG II lunak 1 100 0 0 12 100 13 43,3 DD II RG II 0 0 15 88,2 0 0 15 50 DD III RG II 0 0 2 11,8 0 0 2 6,7 Total 1 100 17 100 12 100 30 100 Saat pasien diteliti RG II lunak 1 100 0 0 10 83,3 11 36,7 RG II NB 0 0 0 0 2 16,7 2 6,7 DD II RG II 0 0 14 82,4 0 0 14 46,7 DD III RG II 0 0 3 17,6 0 0 3 10Total 1 100 17 100 12 100 30 100
Keterangan : RG ll lunak = diit rendah garam ll bubur/tim RG ll NB = diit rendah garam ll nasi biasa DD ll RG ll = diit jantung ll rendah garam ll DD lll RG ll = diit jantung lll rendah garam ll
Pada tabel 13 terlihat bahwa rata-rata berat badan pasien laki-laki dalam
penelitian adalah 63,9 kg, sedangkan pasien perempuan adalah 47 kg. Rata-rata
tinggi badan pasien laki-laki adalah 167,9 cm, sedangkan pasien perempuan
adalah 152 cm. Berikut tabel keragaan statistik BB dan TB pasien.
Tabel 13 Keragaan stasitik BB dan TB pasien
Jenis Kelamin Rata-rata SD Min Max Berat Badan (kg) Laki-laki 63,9 12,2 40 82
Perempuan 47 8,5 35 60 Tinggi Badan (cm) Laki-laki 167,9 5,6 160 182
Perempuan 152 4,4 146 162
59
Lama Rawat Lebih dari separuh pasien di rawat kurang dari 6 hari sebanyak 66,7%.
Pasien yang mengalami lama perawatan 6-10 hari sebanyak 26,7% dan sisanya
dirawat lebih dari10 hari sebanyak 6,7%. Lamanya hari perawatan diduga
berkaitan erat dengan tingkat keparahan penyakit pasien.
Salah satu upaya untuk memperpendek hari perawatan dan
mempercepat penyembuhan penyakit yaitu dengan adanya penyelenggaran
makanan yang dikelola pihak rumah sakit sehingga pasien memperoleh
makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizinya (Moehyi 1986).
Berikut tabel sebaran pasien berdasarkan lama perawatan
Tabel 14 Sebaran pasien berdasarkan lama perawatan
Lama perawatan (hari) Total n %
<6 20 66,7 6-10 8 26,7 >10 2 6,7 Total 30 100
Riwayat Penyakit Pasien Riwayat Penyakit Dulu Berdasarkan riwayat penyakit dahulu pasien menunjukan riwayat penyakit
dahulu pasien pernah menderita penyakit hipertensi sebanyak 46,7%, jantung
36,7%, stroke dan lambung 6,6% dan sisanya 10% tidak memiliki riwayat
penyakit dulu dapat dilihat pada tabel 15.
Hipertensi yang diderita secara terus-menerus dengan tekanan darah
diatas 130/80 mmHg merupakan salah satu faktor penyebab stroke, serangan
jantung, gagal jantung, diabetes dan penyakit ginjal (Anonymous 2003).
Penelitian oleh National Institute Of Health Amerika dan rujukan ahli jantung
seluruh dunia bahwa faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung antara lain
penyakit hipertensi, diabetes, dan obesitas (Raharjo, S 2005). Tabel 15 Sebaran pasien berdasarkan riwayat penyakit dulu
Riwayat Penyakit Dulu Total n %
Tidak ada 3 10 Hipertensi 14 46,7 Jantung 11 36,7 Stroke 1 3,3 Lambung 1 3,3 Total 30 100
60
Riwayat Penyakit Keluarga Berdasarkan riwayat penyakit pada keluarga menunjukkan riwayat penyakit
keluarga pasien yaitu penyakit hipertensi sebanyak 13,3%, jantung 6,7%, dan
stroke13,3%. Lebih dari separuh pasien 66,7% tidak memiliki riwayat penyakit
keluarga. Salah satu faktor resiko untuk penyakit kardiovaskular yaitu
terdapatnya riwayat keluarga yang menderita penyakit kardiovaskuler pada usia
relatif muda (Markum, M 2005). Berikut adalah sebaran pasien berdasarkan
riwayat penyakit keluarga pasien
Tabel 16 Sebaran pasien berdasarkan riwayat penyakit keluarga
Riwayat Penyakit Keluarga Total n %
Tidak ada 20 66,7 Hipertensi 4 13,3 Jantung 2 6,7 Stroke 4 13,3 Total 30 100
Riwayat Pemeliharaan Kesehatan Perolehan Diit Dimasa Lalu Berdasarkan Jenis Penyakit Pasien yang memperoleh diit yang sama dimasa lalu yaitu penyakit
hipertensi sebanyak 100% pasien, 47,1% penyakit jantung, dan 16,7% penyakit
stroke sedangkan pasien yang belum pernah mendapatkan diit yang sama
dimasa lalu yaitu penyakit jantung sebanyak 52,9% pasien dan sebanyak 83,3%
pasien penyakit stroke. Berikut adalah sebaran pasien berdasarkan perolehan
diit dimasa lalu berdasarkan jenis penyakit
Tabel 17 Sebaran pasien berdasarkan perolehan diit yang sama dimasa lalu berdasarkan jenis penyakit pasien
Perolehan Diit Sebelumnya
Hipertensi Jantung Stroke Total n % n % n % n %
Tidak 0 0 9 52,9 10 83,3 19 63,3 Ya 1 100 8 47,1 2 16,7 11 36,7 Total 1 100 17 100 12 100 30 100
Lebih dari separuh pasien 53,3% tidak memperoleh diit yang sama dimasa
lalu dan tidak melakukan penerapan diit. Sebanyak 36,7% pasien yang
mendapatkan diit yang sama dimasa lalu sebanyak 10% pasien yang
menerapkannya (tabel 18). Pasien yang pernah mendapatkan diit yang sama
dimasa lalu dapat dikatakan sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk
dapat beradaptasi dengan diit tersebut sehingga diharapkan dapat
mengkonsumsi diit tersebut sampai habis.
61
Tabel 18 Sebaran pasien berdasarkan perolehan diit sebelum dan penerapannya
Perolehan Diit Sebelumnya
Penerapan diit Tidak Ya Total
n % n % n % Tidak 16 53,3 3 10 19 63,3 Ya 8 26,7 3 10 11 36,7 Total 24 80 6 20 30 100
Saran Diit Pada tabel 19 dapat dilihat sebaran pasien berdasarkan saran diit yang
diperoleh bahwa lebih dari separuh pasien sebanyak 56,7% sebelumnya belum
pernah mendapatkan saran diit terhadap penyakit yang dideritanya. Saran diit
yang diterima pasien bersumber antara lain dokter, keluarga dan teman.
Mayoritas saran diit didapatkan dari dokter 30%. Saran diit yang diterima pasien
antara lain mengurangi konsumsi garam, tidak menggunakan penyedap rasa
pada masakan yang dikonsumsi dan tidak mengkonsumsi daging kambing.
Tabel 19 Sebaran pasien berdasarkan saran diit yang diperoleh
Saran diit Total n %
Tidak ada 17 56,7 Dokter 9 30 Teman 1 3,3 Keluarga 3 10 Total 30 100
Saran Diit Dimasa Lalu dan Penerapannya
Pada tabel 20 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pasien tidak
mendapatkan saran diit dimasa lalu dan tidak melakukan penerapan diit
sebanyak 53,3%. Dari 46,7 % pasien yang mendapatkan saran diit dimasa lalu
sebanyak 20% pasien yang menerapkannya. Saran diit yang diterima dapat
menunjang pengetahuan pasien terhadap makanan yang boleh dikonsumsi dan
makanan yang tidak boleh dikonsumsi sehingga dapat menunjang usaha
penyembuhan pada pasien.
Tabel 20 Sebaran pasien berdasarkan saran diit dimasa lalu dan penerapannya
Saran diit Penerapan diit Tidak Ya Total
n % n % n % Tidak 16 53,3 0 0 16 53,3 Ya 8 26,7 6 20 14 46,7 Total 24 80 6 20 30 100
62
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Kebutuhan energi dihitung menggunakan perhitungan Harris Benedict
yaitu rata-rata kebutuhan energinya 1772 Kkal/hari (1320-2412)Kkal yaitu
laki-laki 1903 Kkal/hari dan perempuan 1546 Kkal/hari, sedangkan protein
73,9 g/hari (55-100)g/hari yaitu laki-laki 79,3 g/hari dan perempuan 64,4 g/hari.
Kebutuhan energi berdasarkan rumus cepat 1591Kkal/hari (1035-22214)Kkal,
yaitu laki-laki 1833Kkal/hari dan perempuan 1172 Kkal/hari, sedangkan protein
55,9g/hari(41,4-73,8)g/hari yaitu laki-laki 61,1 g/hari dan perempuan 46,9 g/hari.
kebutuhan natrium, lemak, dan kolesterol, semua pasien dibatasi
konsumsinya, anjuran AHA (American Heart Association) untuk konsumsi lemak
tidak lebih dari 30% kebutuhan kalori, rata-rata anjuran konsumsi kolesterol
<300mg/hari (Hartono 2000), dan rata-rata anjuran konsumsi natrium dibatasi
600-800mg/hari (Ketentuan Instalasi Gizi RSUP Fatmawati).
Menurut Hardinsyah dan Martianto (1989), Kebutuhan energi terbesar
umumnya diperlukan untuk metaboisme basal karena berat badan dan luas
permukaan tubuh serta aktivitas yang bervariasi antara laki-laki dan perempuan
menunjukkan bahwa adanya perbedaan rata-rata yang nyata dalam metabolisme
basal laki-laki dan perempuan sehingga kebutuhan energinya pun berbeda.
Tabel 21 Rata-rata kebutuhan zat gizi pasien dan jenis kelamin berdasarkan perhitungan Harris Benedict dan (Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP Fatmawati
Zat Gizi Rata-Rata Kebutuhan Energi dan Protein Harris Bennedict (Rumus Cepat)
Instalasi Gizi RSUP Fatmawati
L P Total L P Total Energi (kal/hari) 1903,45 1545,89 1772,35 1833,16 1172,05 1590,75Protein(g/hari) 79,31 64,41 73,85 61,11 46,88 55,890
Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Rata-rata ketersedian energi dan zat gizi makanan RS yaitu
1516,26 kkal/hari untuk energi; 60,35 gram/hari untuk protein; 48,72 gram/hari
untuk lemak; 414,93 mg/hari untuk natrium, dan 213,56mg/hari untuk kolesterol.
Ketersediaan energi dan zat gizi (standar porsi) Instalasi Gizi RSUP
Fatmawati yaitu Diit Jantung ll untuk energi 1800,2 Kkal/hari,
protein 67,9 g/hari dan lemak 37,3 g/hari; Diit Jantung lll untuk energi 2030,8
Kkal/hari, protein 71,1 g/hari dan lemak 44,8 g/hari; Diit Rendah Garam ll untuk
energi 1904 Kkal, protein 64,1 g/hari dan lemak 54,6 g/hari. Data selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran 2
63
Rata-rata ketersediaan energi, protein dan lemak makanan RS yang
disajikan yaitu jenis Diit Jantung ll dan Diit Jantung lll dibandingkan dengan
standar porsi berdasarkan Instalasi Gizi RSUP Fatmawati diperoleh hasil yang
lebih rendah. Standar porsi makanan RS selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 4
Tabel 22 Ketersediaan energi, protein dan lemak berdasarkan standar porsi RSUP Fatmawati dan makanan yang disajikan RS kepada pasien
Jenis diit Standar Porsi Instalasi Gizi RSUP Fatmawati
Makanan yang disajikan RS kepada pasien
Energi (Kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Energi (Kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Diit Jantung ll 1800,2 67,9 37,3 1538 58,7 49,7 Diit Jantung lll 2030,8 71,1 44,8 1729 69,3 50,5 Diit Rendah Garam ll NB
1904 64,1 54,6 1559 61,8 39,4
Rata-rata ketersediaan energi, protein, kolesterol, lemak dan natrium tiap
nomor menu yang disediakan tergantung dari jenis diit. Rata-rata ketersediaan
energi, protein, kolesterol, lemak dan natrium pada diit jantung ll rendah garam ll
(DD ll RG ll) lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata ketersediaan yang
terdapat pada diit jantung lll rendah garam ll (DD lll RG ll) (lampiran 5).
Tabel 23 Rata-rata ketersediaan energi, protein, kolesterol, lemak dan natrium berdasarkan jenis diit jantung rendah garam
Menu hari ke
Energi (Kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Kolesterol (mg) Natrium (mg) DD2 RG2
DD3 RG2
DD2 RG2
DD3 RG2
DD2 RG2
DD3 RG2
DD2 RG2
DD3 RG2
DD2 RG2
DD3 RG2
1 1406 1762 56,3 68,5 50,5 52,35 110,4 102,7 274,2 361 2 1256 1754 50,9 76,4 34,9 50,2 221 113,4 282,8 234,7 3 1413 1758 46,6 74.3 49,2 44,8 255,8 192 563,1 579,4 4 1341 - 50,7 - 43,4 - 105,3 - 259,4 - 5 1312 - 49,0 - 44,3 - 320,3 - 388,6 - 6 1298 1529 46,5 56,7 37,5 39,4 252,5 72,1 346,9 209,7 7 1515 1928 60,5 77,2 40,7 60,7 303,6 334,5 203,5 385,4 8 1723 1643 57,1 62.5 76,8 55,4 184,9 304,8 378,2 409,4 9 1472 - 55,2 - 38,4 - 148,7 - 227,7 -
10 1407 - 54,3 - 49,3 - 118,9 - 298,8 - 31 2780 - 118,1 - 81,3 - 336 - 604,7 -
*Rata-rata 1538 1729 58,7 69,3 49,7 50,5 214,3 186,6 347,9 363,3
* rata-rata ketersediaan selama 3 hari
Ketersediaan energi dan zat gizi (standar porsi) Instalasi Gizi RSUP
Fatmawati yaitu Diit Rendah Garam ll NB untuk energi 1904 Kkal, protein
64,1 g/hari dan lemak 54,6 g/hari.
Ketersediaan energi, protein dan lemak untuk jenis Diit Rendah Garam ll
NB dibandingkan dengan standar porsi berdasarkan ketentuan Instalasi Gizi
RSUP Fatmawati diperoleh hasil yang lebih rendah.
64
Rata-rata ketersediaan energi, protein, kolesterol dan lemak pada diit
rendah garam ll lunak (RG2 BB/Tim) lebih besar dibandingkan dengan rata-rata
ketersediaan yang terdapat pada diit rendah garam ll nasi (RG2NB). Hal tersebut
dikarenakan pasien yang mendapatkan diit rendah garam ll nasi (RG2 NB) menu
untuk pagi hari diganti dengan roti tawar dan telur rebus sesuai dengan
permintaan pasien. Sedangkan rata-rata ketersediaan natrium pada diit rendah
garam ll nasi (RG2 NB) lebih besar dari diit rendah garam ll lunak (RG2 BB/Tim).
Tabel 24 Rata-rata ketersediaan energi, protein, kolesterol,lemak dan natrium berdasarkan jenis diit rendah garam
Menu hari ke
Energi(Kkal) Protein(gram) Lemak(gram) Kolesterol(mg) Natrium(mg) RG2 lunak
RG NB
RG2 lunak
RG NB
RG2 lunak
RG NB
RG2 lunak
RGNB RG2 lunak
RGNB
1 1663 - 65,6 - 52,57 - 177,3 - 331,7 - 2 1607 1580 70,4 66,6 48,52 35,5 151,25 324 426,5 268,3 3 1724 1670 74,8 65,7 59,37 40,3 324,7 283,2 614,4 682,1 4 1410 1612 64.4 67,3 48 41,9 124,5 91,7 125,2 233,2 5 1380 - 57,2 - 43,4 - 98,5 - 246,4 - 6 1523 1455 68.3 51,2 52,4 34,1 237,3 339,3 486,8 871 7 1745 1569 76,3 58,5 60,4 46,2 290,33 550,6 314,4 988,9 8 1495 1473 60,2 61,2 54,73 38,1 205 292,4 346,6 1029,5 9 1481 - 61,8 - 44,97 - 314,7 - 384,9 -
10 1499 - 61,9 - 57,4 - 112,9 - 372,4 - 31 1634 - 66,9 - 59,5 - 318,5 - 559,6 -
*Rata-rata 1560 1559 66,2 61,8 52,8 39,4 382,6 313,5 214 678,8
* rata-rata ketersediaan selama 3 hari
Tingkat Ketersediaan Energi dan Zat Gizi
Tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan pasien menurut
perhitungan Harris Benedict menunjukkan berada pada kategori normal
sebanyak 43,3% pasien, 36,7% defisit dan sisanya sebanyak 10% diatas angka
kebutuhan. Tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan lebih dari separuh
pasien sebanyak 73,3% berada pada kategori diatas angka kebutuhan, 20%
normal dan sisanya 6,7% defisit. Sedangkan menurut rumus cepat bahwa tingkat
ketersediaan energi terhadap kebutuhan energi pasien berada pada kategori
defisit energi 40%, 30% normal dan sisanya 30% diatas angka kebutuhan.
Tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan protein lebih dari separuh
pasien 56,7% mempunyai ketersediaan protein terhadap kebutuhan berada pada
kategori diatas normal, 26,7% diatas angka kebutuhan dan sisanya sebanyak
16,7% defisit.
65
Makanan yang disediakan oleh rumah sakit belum memenuhi kebutuhan
pasien secara maksimum. Hal tersebut mungkin terjadi karena penyediaan
makan pasien tidak didasarkan kebutuhan gizi perorangan. Penyediaan
makanan hanya didasarkan pada jenis dietnya saja dengan merujuk kepada
kondisi kesehatan pasien. Pemorsian makanan yang tidak sesuai dengan
standar juga memungkinkan terjadinya penyediaan makanan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan pasien. Pemorsian makanan pokok masih belum standar
karena pemorsiannya tidak menggunakan alat porsi yang seragam. Oleh karena
itu, sulit untuk mendapatkan pemorsian yang sesuai dengan standar.
Menurut Moehyi (1997) bahwa makanan yang disajikan harus dapat
memenuhi kebutuhan gizi pasien karena makanan dapat berfungsi sebagai salah
satu bentuk terapi, penunjang pengobatan dan tindakan medis.
Menurut Harper, Deaton & Driskel (1986) kebutuhan fisiologis pertama dan
sangat penting akan zat gizi dalam tubuh adalah menyediakan energi bagi
mereka yang sedang sakit dan sedang dalam proses penyembuhan.
Seseorang yang tidak makan cukup pangan secara teratur dapat
mengakibatkan tubuh kehilangan zat gizi yang diperlukan. Simpanan zat gizi
yang hilang dari tubuh harus digantikan sebelum orang tersebut memperoleh
kembali kesehatan normal. Agar seseorang pulih kedalam kesehatan normal,
diperlukan peningkatan protein dan zat gizi lain dalam makanan
(Harper, Deaton & Driskel 1986).
Tabel 25 Sebaran pasien berdasarkan tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein menurut Harris Benedict dan (Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP Fatmawati
Tingkat ketersediaan
terhadap kebutuhan
Harris Benedict (Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP
Fatmawati Energi Protein Energi Protein
n % n % n % n % Defisit 11 36,7 2 6,7 12 40 5 16,7Normal 13 43,3 6 20 9 30 17 56,7Diatas kebutuhan 6 20 22 73,3 9 30 8 26,7Total 30 100 30 100 30 100 30 100
Konsumsi Energi dan Zat Gizi Konsumsi energi, protein, kolesterol, lemak dan natrium pasien diperoleh
dari tiga sumber yaitu makanan RS, makanan luar RS dan cairan infus. Total
rata-rata konsumsi pasien yaitu energi 1496 Kkal/hari; protein 57,1g/hari;
kolesterol 195,6mg/hari; lemak 52,9mg/hari dan natrium 597,1mg/hari. Konsumsi
66
dari Makanan RS. Pasien rata-rata mengkonsumsi makanan RS yaitu energi
1338 Kkal/hari, protein 51,5g/hari, lemak 49,3g/hari, kolesterol 182,7mg/hari dan
natrium 411,4mg/hari.
Konsumsi dari Makanan luar RS. Pasien rata-rata mengkonsumsi makanan
luar yaitu energi 158Kkal/hari, protein 5,6 g/hari, lemak 3,6mg/hari,
kolesterol 12,9mg/hari dan natrium 86,7mg/hari.
Konsumsi dari Cairan infus. Pasien rata-rata mengkonsumsi natrium yang
berasal dari cairan infus yaitu natrium 99 mg/hari.
Tabel 26 Rata-rata konsumsi energi, protein, kolesterol, lemak dan natrium pasien perhari
Sumber energi dan zat gizi
Energi Protein Lemak Kolesterol Natrium
Jenis diit RG II lunak 1459 59,2 48,4 199,3 410,4 RG II NB 913 29,1 18,1 142,2 443,8 DD II RG II 1235 45,2 40,9 179,1 406,7 DD III RG II 1663 67,4 48,6 165,5 415,7 *Rata-rata 1338 51,5 49,3 182,7 411,4
Makanan luar *Rata-rata 158 5,6 3,6 12,9 86,7
Cairan Infus *Rata-rata - - - - 99
Total 1496 57,1 52,9 195,6 597,1 rata-rata konsumsi selama 3 hari
Konsumsi Energi dan Zat Gizi Makanan Luar RS Pada tabel 27 lebih dari separuh pasien 56,7% mengkonsumsi (makanan
luar RS dan makanan RS) dan sisanya 43,3% hanya mengkonsumsi makanan
RS. Kontribusi energi dan zat gizi makanan luar RS terhadap total konsumsi
energi dan zat gizi sehari adalah energi 10,73%; protein 10%; lemak 8,52 %;
kolesterol 6,97%; natrium 17,14%.
Pasien yang tidak mengkonsumsi makanan dari luar RS dikarenakan
pasien tidak mempunyai keberanian untuk mengkonsumsi makanan lain selain
dari yang disediakan rumah sakit karena merasa khawatir akan memberi dampak
yang buruk pada penyakit mereka.
Tabel 27 Sebaran pasien berdasarkan konsumsi makanan luar RS
Konsumsi Makanan Luar RS Total n %
Tidak 13 43,3 Ya 17 56,7 Total 30 100
67
Jenis makanan yang biasanya dikonsumsi pasien selain dari rumah sakit
adalah buah-buahan (apel, jeruk, pear, pepaya dan melon), biskuit, soto ayam,
kue-kue, roti tawar, susu, jus melon, perkedel dan teh manis. Makanan yang
disajikan pihak RS tetap dikonsumsi tetapi terkadang tidak dihabiskan karena
sudah kenyang mengkonsumsi makanan dari rumah sakit.
Pasien mengkonsumsi makanan dari luar RS dengan alasan
• Kurang menyukai rasa makanan RS yang berbeda dari kebiasaan makan
sehari-hari, padahal kebiasaan makanan pasien cenderung tidak
memperhatikan pengaruh terhadap penyakit yang sedang dideritanya,
• Merasa bosan terhadap makanan yang disajikan oleh rumah sakit dan ingin
makan makanan tertentu,
• Sudah merasa lapar tapi makanan belum datang
• Masih lapar meskipun sudah menghabiskan makanan dari RS.
Menurut Budiyanto (2002) bahwa adanya makanan dari luar fasilitas
kesehatan yang disebabkan oleh budaya membawa oleh-oleh ketika berkunjung
kepada pasien serta tidak adanya manajemen yang jelas seperti larangan
membawa makanan atau minuman tertentu pada pasien merupakan salah satu
hal yang mendasar yang menyebabkan terapi diit kurang berhasil.
Konsumsi Natrium Cairan Infus Macam cairan infus yang diberikan pada pasien selama penelitian yaitu
asering (larutan elektrolit), NaCl 0,9% (larutan elektrolit), dan ringer laktat (larutan
elektrolit). Sebanyak 66,6% pasien mendapatkan infus selama penelitian.
Sisanya sebanyak 33,4% tidak menggunakan infus selama penelitian. Lebih dari
separuh pasien 60% mendapatkan jenis infus ringer laktat (larutan elektrolit).
Cairan Isotonik contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal
saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). Jenis infus yang digunakan pasien
dapat dilihat pada tabel 28
Tabel 28 Sebaran pasien berdasarkan jenis infus
Jenis Infus Total n %
Tidak ada 10 33,4 Asering 1 3,3 Nacl 0.9% 1 3,3 Ringer laktat 18 60 Total 30 100
68
Konsumsi Lemak Rata-rata konsumsi lemak pasien 52,9 g/hari. Semua pasien telah
mengkonsumsi lemak sesuai anjuran tidak lebih dari 30% kebutuhan kalori dari
makanan yang disediakan di rumah sakit sehingga pasien tidak mengkonsumsi
lemak dalam jumlah yang berlebihan. Konsumsi makanan dari luar rumah sakit
dalam jumlah sedikit tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap
ketersediaan lemak pasien. Pembatasan konsumsi lemak pada penderita jantung
dimaksudkan untuk mengurangi resiko penyakitnya karena bila terjadi
penimbunan lemak pada pembuluh darah khususnya pembuluh darah jantung
dapat mengakibatkan kematian (Heslet 2003).
Konsumsi Kolesterol Rata-rata konsumsi kolesterol pasien adalah 195,6mg/hari. semua pasien
telah mengkonsumsi kolesterol sesuai anjuran yaitu dibatasi <300 mg/hari
(Hartono 2000). Stroke dan serangan jantung ada kaitannya dengan tingginya
kadar kolesterol selain dari faktor resiko stress, diabetes dan tekanan darah
tinggi. Tingginya kolesterol memudahkan terjadinya penyempitan pembuluh
darah (Suparto 2005).
Konsumsi Natrium Rata-rata konsumsi natrium pasien adalah 597,1 mg/hari. semua pasien
mengkonsumsi natrium sesuai anjuran berdasarkan ketentuan Instalasi Gizi
RSUP Fatmawati yaitu diit rendah garam ll (600-800 mg/hari). Hal ini
berdasarkan pertimbangan jika digunakan diit rendah garam l maka daya terima
terhadap diit yang disajikan akan menurun karena dalam pemasakan tidak
ditambahkan garam. Diit rendah garam lll juga tidak digunakan karena
penggunaan garamnya relatif banyak dan dapat mengganggu proses
penyembuhan penyakit.
Pola konsumsi makanan sehat pada penderita penyakit jantung sangat
diperlukan terutama konsumsi garam harus ditekan kurang dari 5 gram, karena
kelebihan asupan garam dapat memicu pengerasan pembuluh nadi serta
mendorong tubuh meretensi cairan yang akan membebani kerja jantung
(E, Yekti 2003).
Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Terhadap Ketersediaan Tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan berdasarkan perhitungan
Harris Benedict lebih dari separuh pasien berada pada kategori normal 70% dan
69
sisanya 30% mengalami defisit, baik defisit tingkat ringan energi 16,7%, defisit
tingkat sedang 3,3%, dan defisit tingkat berat 10%.Tingkat konsumsi protein
terhadap ketersediaan lebih dari separuh pasien 60% berada pada kategori
normal dan sisanya 40% mengalami defisit baik defisit tingkat ringan protein
16,7%, defisit tingkat sedang 10% dan defisit tingkat berat 13,3%.
Tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan berdasarkan rumus cepat
lebih dari separuh pasien 70% berada pada kategori normal dan sisanya 30%
mengalami defisit, baik defisit tingkat ringan energi 16,7%, defisit tingkat sedang
3,3% dan defisit tingkat berat 10%. Tingkat konsumsi protein terhadap
ketersediaan lebih dari separuh pasien (63,3%) berada pada kategori normal dan
sisanya 36,7% mengalami defisit, baik defisit tingkat ringan protein13,3%, defisit
tingkat sedang 10% dan defisit tingkat berat (13,3%).
Pasien yang berada pada kategori defisit baik tingkat ringan, sedang
maupun berat diduga karena kondisi fisik pasien yang menurun. Menurut
Khomsan (2003), bahwa faktor konsumsi obat juga berpengaruh terhadap
konsumsi pangan, obat-obatan tertentu dapat menyebabkan menurunnya nafsu
makan. Pasien yang tidak mampu menghabiskan makanan yang disediakan
rumah sakit dengan alasan mual, tidak nafsu makan, dan tidak cocok dengan
rasa makanan rumah sakit.
Tabel 29 Sebaran tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan berdasarkan perhitungan Harris Benedict dan (Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP Fatmawati
Tingkat Konsumsi Terhadap
Ketersediaan
Harris Benedict (Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP
Fatmawati Energi Protein Energi Protein
n % n % n % n % Normal 21 70 18 60 21 70 19 63,3DTR 5 16,7 5 16,7 5 16,7 4 13,3DTS 1 3,3 3 10 1 3,3 3 10 DTB 3 10 4 13,3 3 10 4 13,3Total 30 100 30 100 30 100 30 100
DTR : defisit tingkat ringan; DTS : defisit tingkat sedang; DTB : defisit tingkat berat
Tingkat kecukupan Energi dan Protein Terhadap Kebutuhan
Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan berdasarkan perhitungan
Harris Benedict sebanyak 80% pasien mengalami defisit, baik defisit tingkat
ringan energi 30%, defisit tingkat sedang 16,7%, dan defisit tingkat berat 33,3%
dan sisanya 20% berada pada kategori normal. Kondisi tersebut menunjukkan
70
bahwa konsumsi pasien masih rendah sehingga belum dapat mencukupi
kebutuhan energinya. Tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan sebanyak
46,7% berada pada kategori diatas angka kebutuhan, 33,3% normal, dan sisanya
mengalami defisit 20%, baik defisit tingkat ringan energi 10% dan tingkat berat
10%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa konsumsi protein pasien dapat
mencukupi kebutuhan proteinnya.
Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan berdasarkan rumus cepat
sebanyak 43,3% berada pada kategori normal, 10% diatas kebutuhan, dan
sisanya mengalami defisit 46,7%, baik defisit tingkat ringan 16,7%, defisit
tingkaat sedang 6,7% dan defisit tingkat berat 23,3%. Tingkat kecukupan protein
terhadap kebutuhan protein sebanyak 46,7% berada pada kategori normal,
13,2% diatas kebutuhan dan sisanya mengalami defisit, baik defisit tingkat ringan
16,7%, defisit tingkat sedang 6,7%, dan defisit tingkat berat 16,7%.
Tabel 30 Sebaran tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan berdasarkan Harris Bennedict dan (Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP Fatmawati
Tingkat Kecukupan Terhadap
Kebutuhan
Harris Bennedict (Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP
Fatmawati Energi Protein Energi Protein
n % n % n % n % Diatas kebutuhan 0 0 14 46,7 3 10 4 13,2Normal 6 20 10 33,3 13 43,3 14 46,7DTR 9 30 3 10 5 16,7 5 16,7DTS 5 16,7 0 0 2 6,7 2 6,7 DTB 10 33,3 3 10 7 23,3 5 16,7Total 30 100 30 100 30 100 30 100
DTR : defisit tingkat ringan; DTS : defisit tingkat sedang; DTB: defisit tingkat berat
Rata-Rata Tingkat Ketersediaan, Konsumsi dan Kecukupan Energi dan Protein Pasien
Rata-rata tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan
berdasarkan perhitungan Harris Benedict adalah masing-masing sebesar energi
86,88% dan protein 135,32%. Kategori defisit untuk tingkat ketersediaan energi
terhadap kebutuhan adalah <90% angka kebutuhan. Kategori diatas kebutuhan
untuk tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan adalah >120% angka
kebutuhan. Hal ini menunjukan bahwa ketersediaan energi pasien belum
memenuhi kebutuhan energi pasien. Sedangkan ketersediaan protein pasien
sudah memenuhi kebutuhan protein pasien. Nilai maksimum tingkat ketersediaan
energi dan protein terhadap kebutuhan pasien masing-masing sebesar 127%
71
(diatas kebutuhan) dan 213% (diatas kebutuhan) sedangkan nilai minimumnya
masing-masing sebesar 60% (defisit) dan 57% (defisit).
Rata-rata tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan
berdasarkan rumus cepat masing-masing sebesar energi 99,52% dan protein
109,57%. Kategori normal untuk tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap
kebutuhan adalah 90-119% angka kebutuhan. Hal ini menunjukan bahwa
ketersediaan energi dan protein pasien masih dapat memenuhi kebutuhan energi
dan protein pasien. Nilai maksimum tingkat ketersediaan energi dan protein
terhadap kebutuhan energi dan protein pasien masing-masing sebesar 156%
(diatas kebutuhan) dan 159% (diatas kebutuhan) sedangkan nilai minimumnya
masing-masing sebesar 63% (defisit) dan 69% (defisit).
Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan
berdasarkan perhitungan Harris Benedict dan rumus cepat adalah masing-
masing sebesar 88,29% untuk energi dan protein 85,46%. Kategori defisit tingkat
ringan untuk tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi
dan protein adalah 80-89% angka kebutuhan. Nilai maksimum tingkat konsumsi
energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein pasien masing-
masing sebesar 100% (normal) dan 100% (normal) sedangkan nilai minimumnya
masing-masing sebesar 39% (defisit) dan 21% (defisit).
Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan
berdasarkan perhitungan Harris Benedict adalah masing-masing sebesar 76,51%
untuk energi dan protein 114,83%. Kategori defisit tingkat sedang untuk tingkat
kecukupan energi terhadap kebutuhan energi pasien 70-79%, sedangkan
kategori normal untuk tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan protein
adalah 90-119% angka kebutuhan. Hal ini dikarena terdapat sisa makanan
rumah sakit dan sebagian pasien hanya mengkonsumsi makanan yang disajikan
dirumah sakit untuk memenuhi kecukupan energi dan proteinnya. Nilai
maksimum tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan
protein contoh masing-masing sebesar 109% (normal) dan 180 (diatas
kebutuhan) sedangkan nilai minimumnya masing-masing sebesar 35% (defisit)
dan 28% (defisit).
Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan
berdasarkan rumus cepat adalah masing-masing sebesar 87,79% untuk energi
dan protein 93,30%. Kategori defisit tingkat ringan untuk tingkat kecukupan
energi terhadap kebutuhan pasien 80-89%, sedangkan kategori normal untuk
72
tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan adalah 90-119% angka
kebutuhan. Nilai maksimum tingkat kecukupan energi dan protein terhadap
kebutuhan masing-masing sebesar 137% (diatas kebutuhan) dan 136% (diatas
kebutuhan) sedangkan nilai minimumnya masing-masing sebesar 36% (defisit)
dan 22% (defisit).
Tabel 31 Nilai Tingkat Ketersediaan, Konsumsi dan Kecukupan Energi dan protein
N
o
Harris Benedict (Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP
Fatmawati *Rata-
rata Nilai
Maksimum
Nilai Minim
um
**Rata-rata
Nilai Maksimum
Nilai Minim
um 1. Tingkat
ketersediaan Energi Protein
86,88 135,32
127 213
60 87
99,52 109,57
156 159
63 69
2. Tingkat konsumsi Energi Protein
88,29 85,46
100 100
39 21
88,29 85,46
100 100
39 21
3. Tingkat kecukupan Energi Protein
76,51
114,83
109 180
35 28
87,79 93,30
137 136
36 22
Daya Terima Terhadap Makanan Rumah Sakit a. Daya terima Berdasarkan Waktu Makan Pasien cenderung memiliki daya terima yang lebih rendah pada waktu
makan pagi dari makan siang serta makan sore (tabel 32)
Tabel 32 Sebaran daya terima pasien terhadap makanan utama RS dan waktu makan
Daya Terima Waktu makan Pagi Siang Sore
n % n % n % Rendah 8 26,7 8 26,7 7 23,3 Sedang 14 46,7 11 36,7 12 40 Tinggi 8 26,7 11 36,7 11 36,7 Total 30 100 30 100 30 100
b. Daya Terima Berdasarkan Makanan Utama (9xmakanan utama) Sebanyak 40% pasien memiliki daya terima tinggi, 36,7% pasien dengan
daya terima sedang dan daya terima rendah sebanyak 23,3 (tabel 33).
73
Tabel 33 Sebaran daya terima pasien terhadap makanan utama RS (9 x makan utama)
Daya terima Total n %
Rendah 7 23,3 Sedang 11 36,7 Tinggi 12 40 Total 30 100
c. Daya Terima Terhadap Makanan Selingan (3 x makan selingan) Berdasarkan tabel 30 dapat dilihat bahwa daya terima terhadap makanan
selingan mayoritas pasien 96,8% memiliki daya terima tinggi. Sebagian besar
pasien menghabiskan makanan selingan yang disajikan dengan alasan bosan
dengan makanan utama. Jenis makanan selingan yang disukai oleh pasien
terutama kacang hijau dan pisang rebus. Namun terdapat beberapa pasien juga
merasa bosan terhadap menu selingan, karena menu tersebut berulang pada
hari yang berdekatan. Menu selingan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3
Tabel 34 Sebaran daya terima pasien terhadap makanan selingan
Daya terima Total n %
Rendah 0 0 Sedang 1 3,2 Tinggi 30 96,8 Total 31 100
d. Daya Terima Berdasarkan perjenis menu Dapat dilihat pada tabel 35 daya terima pasien berdasarkan per jenis
menu menunjukkan pasien menyukai menu ke-5 (siang dan malam), hal tersebut
dapat dilihat dari daya terima tinggi pada menu tersebut. Daya terima rendah
terdapat pada menu ke-31 merupakan jenis hidangan yang kurang disukai oleh
pasien. Rata-rata alasan pasien menilai kurang suka terhadap menu yang
disajikan disebabkan oleh warna yang tidak menarik, aroma dan rasa yang tidak
enak, tingkat keempukan yang tidak pas, tidak menyukai jenis bahan makanan
yang digunakan seperti ikan dan rata-rata pasien merasa bosan sehingga mudah
menghafal menu. Rasa bosan pasien terhadap makanan karena makanan
kurang bervariasi baik dari segi masakan maupun bentuk makanannya serta
terdapat pengulangan menu baik menu pada hari berikutnya maupun dalam satu
hari.
74
Variasi dalam warna, tekstur, citarasa dan temperatur makanan dapat
menarik perhatian pasien pada makanan. Selain itu penyajian makanan yang
sesuai dengan jenis makanan dan pembagian porsi yang tepat pada setiap
waktu makan akan berpengaruh pada nafsu makan pasien (Budiyanto 2002).
Tabel 35 Sebaran daya terima pasien berdasarkan jenis menu
Waktu Makan
Siklus Menu *
Rendah
Sedang Tinggi Total
n % n % n % n %
Pagi Ke-1
4 44,4 3 33,3 2 22,2 9 100 Siang 3 33,3 3 33,3 3 33,3 9 100 Sore 4 44,4 2 22,2 3 33,3 9 100 Pagi
Ke-2 5 41,7 5 41,7 2 16,7 12 100
Siang 4 33,3 5 41,7 3 25 12 100 Sore 4 33,3 5 41,7 3 25 12 100 Pagi
Ke-3 4 33,3 5 41,7 3 25 12 100
Siang 3 25 5 41,7 4 33,3 12 100 Sore 3 25 4 33,3 5 41,7 12 100 Pagi
Ke-4 3 33,3 4 44,4 2 22,2 9 100
Siang 2 22,2 4 44,4 3 33,3 9 100 Sore 2 22,2 4 44,4 3 33,3 9 100 Pagi
Ke-5 1 16,7 2 33,3 3 50 6 100
Siang 1 14,3 1 14,3 5 71,4 7 100 Sore 1 14,3 1 14,3 5 71,4 7 100 Pagi
Ke-6 3 27,3 5 45,5 3 27,3 11 100
Siang 2 20 5 50 3 30 10 100 Sore 2 20 6 60 2 20 10 100 Pagi
Ke-7 2 25 4 50 2 25 8 100
Siang 1 12,5 4 50 3 37,5 8 100 Sore 1 12,5 5 62,5 2 25 8 100 Pagi
Ke-8 1 10 7 70 2 20 10 100
Siang 1 10 5 50 4 40 10 100 Sore 1 10 6 60 3 30 10 100Pagi
Ke-9
1 16,7 3 50 2 33,3 6 100 Siang 0 0 4 66,7 2 33,3 6 100 Sore 1 16,7 3 50 2 33,3 6 100 Pagi
Ke-10 1 20 3 60 1 20 5 100
Siang 1 20 3 60 1 20 5 100 Sore 1 20 3 60 1 20 5 100 Pagi
Ke-31 1 50 1 50 0 0 2 100
Siang 0 0 2 100 0 0 2 100 Sore 1 50 1 50 0 0 2 100 Total 65 24,1 123 45,6 82 30,4 270 100
* data selengkapnya untuk siklus menu dapat dilihat pada lampiran 2
Penilaian terhadap atribut makanan Penilaian terhadap atribut daya terima bentuk pada waktu pagi dan siang
yang menilai (B-SS) 76,7 %, pagi hari 20% (TS) dan STS (3,3%), sedangkan
75
siang dan sore 20% (TS) dan 3,3%(STS). Alasan pasien menilai terhadap atribut
daya terima bentuk tidak disukai karena bentuk makanan yang disajikan kurang
menarik.
Penilaian terhadap atribut daya terima bau pada waktu makan siang dan
sore hari yang menilai (B-SS) 76,7 %, 23,3 % pasien (TS) sedangkan pada pagi
hari yang menilai (B-S) 75,5% sedangkan 21,1%(TS) dan 3,3%(STS). Alasan
pasien menilai terhadap atribut daya terima bau tidak disukai karena beberapa
pasien tidak menyukai bau amis dari ikan dan bau langu dari sayuran yaitu toge
Penilaian terhadap atribut daya terima tekstur pada waktu makan siang
dan sore hari yang menilai (B-SS) 76,7 %, 23,3 % (TS) (siang dan sore hari)
sedangkan pada pagi hari yang menilai (B-S) 74,4 %, sedangkan 25,6 %(TS)
tidak menyukai terhadap atribut tekstur. Alasan pasien menilai terhadap atribut
daya terima tekstur tidak disukai karena pada bahan makanan yaitu daging
kurang empuk.
Penilaian terhadap atribut daya terima warna pada pagi hari 23,3%yang
menilai (TS), 81,1 % (B-SS) sedangkan 16,7 %(TS) dan 2,2% (STS, siang hari
yang menilai (B-SS) 82,2%, 17,8 % pasien (TS), sedangkan sore hari yang
menilai (B-S) 76,7 %, 23,3%(TS). Alasan pasien menilai terhadap atribut daya
terima warna tidak disukai karena beberapa pasien tidak menyukai karena bahan
makanan yaitu tempe warnanya pucat.
Penilaian terhadap atribut daya terima kebersihan pada pagi,siang dan
sore hari yang menilai (B-S) 94,5%dan sisanya 5,6% (TS). Alasan pasien menilai
terhadap atribut daya terima kebersihan tidak disukai karena tercecernya
makanan pada plato ketika makanan dibagikan pada pasien.
Penilaian terhadap atribut daya terima rasa pada pagi hari menilai 27,8%
(STS),28,9% TS dan (B-S) 43,3%, siang hari yang menilai (B-S) 63,3%, 27,8%
(TS) sedangkan sore hari 32,2% (TS) dan (B-S) 67,8%. Alasan pasien menilai
terhadap atribut daya terima rasa tidak disukai karena rasa yang hambar pada
sayuran.
Penilaian terhadap atribut daya terima suhu pada pagi hari menilai 23,3%
(STS),28,9% TS dan (B-S) 47,8%, siang hari yang menilai (B-S) 64,4%, 35,6%
(TS) sedangkan sore hari 31,1% (TS) dan (B-S) 68,9%. Alasan pasien menilai
terhadap atribut daya terima suhu tidak disukai karena makanan yang diterima
dalam keadaan dingin. Berikut tabel sebaran pasien berdasarkan penilaian
terhadap atribut makanan dan waktu makan:
76
Tabel 36 Sebaran pasien berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan dan waktu makan
Atribut makanan
Skala Penilaian Total STS TS B S SS
n % n % n % n % n % n* % Pagi hari Bentuk 3 3,3 18 20 18 20 49 54,5 2 2,2 90 100Bau 3 3,3 19 21,1 20 22,2 46 51,1 2 2,2 90 100Kebersihan 0 0 5 5,6 0 0 6 6,7 79 87,8 90 100Tekstur 0 0 23 25,6 19 21,1 46 51,1 2 2,2 90 100Rasa 25 27,8 26 28,9 14 15,6 24 26,7 1 1,1 90 100Suhu 21 23,3 26 28,9 15 16,7 27 30 1 1,1 90 100Warna 2 2,2 15 16,7 22 24,4 49 54,4 2 2,2 90 100Siang hari Bentuk 0 0 21 23,3 18 20 49 54.5 2 2,2 90 100Bau 0 0 21 23,3 18 20 50 55,6 1 1,1 90 100Kebersihan 0 0 5 5,6 0 0 6 6,7 79 87,8 90 100Tekstur 0 0 21 23,3 20 22,2 48 53,3 1 1,1 90 100Rasa 0 0 33 36,7 27 30 29 32,2 1 1,1 90 100Suhu 0 0 32 35,6 27 30 30 33,3 1 1,1 90 100Malam hari Bentuk 0 0 21 23,3 18 20 50 55.6 1 1,1 90 100Bau 0 0 21 23,3 18 20 50 55,6 1 1,1 90 100Kebersihan 0 0 5 5,6 0 0 6 6,7 79 87,8 90 100Tekstur 0 0 21 23,3 20 22,2 48 53,3 1 1,1 90 100Rasa 0 0 29 32,2 30 33,3 30 33,3 1 1,1 90 100Suhu 0 0 28 31,1 30 33,3 31 34,4 1 1,1 90 100Warna 0 0 21 23,3 18 20 50 55.6 1 1,1 90 100n*= 1 makan sore x 3hari x 30 orang
Hubungan tingkat konsumsi energi dan protein dengan lama rawat pasien Pada pasien yang menjalani rawat inap lebih dari 10 hari memiliki tingkat
konsumsi energi dan protein pada kategori defisit tingkat ringan dan defisit
tingkat berat masing-masing sebanyak 3,3%. Mayoritas pasien yang menjalani
rawat inap kurang dari 6 hari termasuk kedalam kategori normal yaitu tingkat
konsumsi energi 43,3% dan tingkat konsumsi protein 40%. Pasien yang
menjalani rawat inap antara 6-10 hari termasuk kedalam kategori normal yaitu
tingkat konsumsi energi 26,7% dan tingkat konsumsi protein 20%.s
Berdasarkan tabel 37 hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang significant antara tingkat konsumsi energi dan
protein dengan lama rawat (r =0.111 p=0.558 untuk TKE dan r=0.133 p=0.485
untuk TKP). Pasien yang menderita penyakit kronins kadang memerlukan hari
perawatan yang lama sehingga pasien mudah menghafal menu yang disajikan
77
rumah sakit. Akibatnya nafsu makan hilang sebelum makanan disajikan (Moehyi
1997)
Tabel 37 Sebaran tingkat konsumsi energi dan protein berdasarkan lama rawat pasien
Tingkat konsumsi terhadap
ketersediaan
Lama rawat (hari) Total < 6 hari 6-10 hari >10 hari n % n % n % n %
Energi Normal 13 43,3 8 26,7 0 0 21 70 DTR 4 13,3 0 0 1 3,3 5 16,7 DTS 1 3,3 0 0 0 0 1 3,3 DTB 2 6,7 0 0 1 3,3 3 10 Total 20 66,7 8 26,7 2 6,6 30 100 Protein Normal 12 40 6 20 0 0 18 60 DTR 4 13,3 0 0 1 3,3 5 16,7DTS 3 10 0 0 0 0 3 10 DTB 3 10 0 0 1 3,3 4 13,3 Total 22 73,3 6 20 2 6,7 30 100
Hubungan daya terima dengan tingkat konsumsi energi dan protein
Mayoritas pasien yang memiliki daya terima rendah, daya terima sedang
dan daya terima tinggi adalah pasien yang memiliki tingkat konsumsi energi dan
protein dalam kategori normal. Tingkat konsumsi energi terhadap daya terima
dengan persentase 23,3 % memiliki daya terima tinggi, 36,7 % daya terima
sedang dan 10% daya terima rendah. Tingkat konsumsi protein terhadap daya
terima dengan persentase 23,3 % memiliki daya terima tinggi, 30% daya terima
sedang dan 6,7% daya terima rendah.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang significant antara daya terima dengan tingkat konsumsi energi dan protein
(r =0.354 p=0.055 untuk TKE dan r=0.322 p=0.082). Faktor pribadi dan kesukaan
akan mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi (Harper,
Deaton & Driskel 1985). Manifestasi rasa putus asa berupa hilangnya nafsu
makan, rasa mual merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang dalam
menghabiskan porsi makanan yang disajikan (Moehyi 1997).
78
Tabel 38 Sebaran daya terima pasien berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein
Tingkat konsumsi terhadap
ketersediaan
Daya Terima Total Rendah Sedang Tinggin % n % n % n %
Energi Normal 3 10 11 36,7 7 23,3 21 70 DTR 1 3,3 2 6,7 2 6,7 5 16,7 DTS 1 3,3 0 0 0 0 1 3,3 DTB 2 6,7 1 3,3 0 0 3 10 Total 7 23,3 14 46,7 9 30 30 100 Protein Normal 2 6,7 9 30 7 23,3 18 60 DTR 2 6,7 2 6,7 1 3,3 5 16,7 DTS 1 3,3 1 3,3 1 3,3 3 10 DTB 2 6,7 2 6,7 0 0 4 13,3 Total 7 23,3 14 46,7 9 30 30 100
Hubungan antara daya terima dengan lama rawat
Mayoritas pasien yang memiliki daya terima rendah, daya terima sedang
dan daya terima tinggi adalah pasien yang menjalani rawat inap kurang dari
6 hari, dengan persentase 23,3% pasien memiliki daya terima tinggi, 23,3%
pasien memiliki daya terima sedang dan 20% memiliki daya terima rendah.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang significant antara daya terima pasien dengan lama rawat (r = -0.137
p=0.470). Daya terima seseorang dipengaruhi beberapa faktor antara lain nafsu
makan, kebiasaan makan dan psikologis (Moehyi 1997).
Tabel 35 Sebaran daya terima berdasarkan lama rawat pasien
Lama rawat (hari)
Daya Terima Total Rendah Sedang Tinggi n % n % n % n %
<6hari 6 20 7 23,3 7 23,3 20 66,76-10hari 1 3,3 5 16,7 2 6,7 8 26,7>10hari 0 0 2 6,7 0 0 2 6,7Total 7 100 14 100 9 100 30 100
79
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Pada penelitian ini mayoritas pasien termasuk dalam kategori umur
dewasa menengah. Pasien dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada
perempuan. Jenis penyakit pasien yang diteliti yaitu hipertensi, jantung dan
stroke. Pendidikan pasien paling banyak tamatan SMU/sederajat. Pekerjaan
yang paling banyak dimiliki pasien yaitu ibu rumah tangga. Paling banyak pasien
pernah memiliki riwayat penyakit dulu jantung dan hipertensi. Lebih dari separuh
pasien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga. Jenis diit yang diperoleh pasien
terdiri dari yaitu diit rendah garam ll lunak (RG ll lunak), diit rendah garam ll nasi
biasa (RG ll NB) , diit jantung ll rendah garam ll (DD ll RG ll), dan diit jantung lll
rendah garam ll (DD lll RG ll).
Mayoritas pasien yang diteliti menjalani rawat inap kurang dari 6 hari. Lebih
dari separuh pasien belum pernah mendapatkan saran diit terhadap penyakit
yang dideritanya. Paling banyak pasien tidak pernah mendapatkan diit yang
sama dimasa lalu dan tidak melakukan penerapan diit.
Kebutuhan energi total sehari berdasarkan perhitungan Harris Bennedict
lebih tinggi dibandingkan mengunakan rumus cepat berdasarkan Ketentuan
Instalasi Gizi RSUP Fatmawati. Kebutuhan lemak, dan kolesterol, semua pasien
dibatasi konsumsinya, anjuran AHA (American Heart Association) untuk
konsumsi lemak adalah tidak lebih dari 30% kebutuhan kalori, rata-rata anjuran
konsumsi kolesterol <300mg/hari
Rata-rata ketersediaan energi, protein dan lemak makanan yang disajikan
RS dibandingkan dengan standar porsi menurut jenis Diit Jantung ll, Diit Jantung
lll dan Rendah Garam NB diperoleh hasil yang lebih rendah berdasarkan
ketentuan Instalasi Gizi RSUP Fatmawati.
Tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan berdasarkan
perhitungan Harris Benedict 36,7% pasien berada kategori defisit energi, 43,3%
normal dan 20% diatas kebutuhan. Tingkat ketersediaan protein terhadap
kebutuhan 6,7% pasien berada pada kategori defisit protein, 20% normal dan
73,3% diatas kebutuhan. Rata-rata tingkat ketersediaan energi terhadap
kebutuhan 86,88% berarti berada pada kategori defisit (<90% angka kebutuhan).
Rata-rata tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan 135,32% berarti
berada pada kategori diatas kebutuhan (≥120 angka kebutuhan). Tingkat
ketersediaan energi terhadap kebutuhan berdasarkan rumus cepat 40% pasien
80
berada kategori defisit energi, 30% normal dan 30% diatas kebutuhan. Tingkat
ketersediaan protein terhadap kebutuhan 16,7% pasien berada pada kategori
defisit protein, 56,7% normal dan 26,7% berada pada kategori diatas kebutuhan.
Rata-rata tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan 99,52% berarti berada
pada kategori normal (90-119% angka kebutuhan). Rata-rata tingkat
ketersediaan protein terhadap kebutuhan 109,57% berarti berada pada kategori
normal.
Konsumsi energi, protein, kolesterol, lemak dan natrium pasien meskipun
diperoleh dari tiga sumber yaitu makanan RS, makanan luar RS dan cairan infus,
kontribusi energi dan zat gizi makanan RS terhadap total konsumsi energi dan
zat gizi sehari paling besar, sedangkan makanan dari luar RS sedikit kontribusi
terhadap energi dan zat gizi begitu juga dengan Cairan infus hanya memberikan
kontribusi natrium saja.
Tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan berdasarkan perhitungan
Harris Benedict 10% pasien defisit tingkat berat energi, 3,3% defisit tingkat
sedang, dan 16,7% defisit tingkat ringan dan 70% normal. Tingkat konsumsi
protein terhadap ketersediaan 13,3% pasien defisit tingkat berat protein, 10%
defisit tingkat sedang, 16,7% defisit tingkat ringan dan 60% normal. Rata-rata
tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan 88,29% berarti berada pada
kategori defisit tingkat ringan (80-89% angka ketersediaan). Rata-rata tingkat
konsumsi protein terhadap ketersediaan 85,46% berarti berada pada kategori
defisit tingkat ringan.
Tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan berdasarkan rumus cepat 10%
berada pada kategori defisit tingkat berat energi (<70% angka ketersediaan),
3,3% defisit tingkat sedang (70-79% angka ketersediaan), 16,7% defisit tingkat
ringan dan 70% normal (90-100% angka ketersediaan). Tingkat konsumsi protein
terhadap ketersediaan 13,3% defisit tingkat berat protein, 10% defisit tingkat
sedang, 13,3% defisit tingkat ringan dan normal 63,3%. Rata-rata tingkat
konsumsi energi terhadap terhadap ketersediaan energi 88,29% berarti berada
pada kategori defisit tingkat ringan (80-89% angka ketersediaan). Rata-rata
tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan 85,46% berarti berada pada
kategori defisit tingkat ringan.
Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan berdasarkan perhitungan
Harris Benedict 20% pasien berada pada kategori normal, 33,3% defisit tingkat
berat energi, 16,7% defisit tingkat sedang, 30% defisit tingkat ringan. Tingkat
81
kecukupan protein terhadap kebutuhan 33,3% pasien berada pada kategori
normal, 46,7 % diatas kebutuhan (≥120% angka ketersediaan), 10% defisit
tingkat berat (< 70% angka ketersediaan) dan 10% defisit tingkat ringan. Rata-
rata tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan 76,51% berarti berada pada
kategori defisit tingkat sedang (70-79% angka ketersediaan). Rata-rata tingkat
kecukupan protein terhadap kebutuhan 114,83% berarti berada pada kategori
normal (90-119% angka ketersediaan).
Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan berdasarkan rumus cepat 43,3%
pasien berada pada kategori normal, 10% diatas kebutuhan (≥120% angka
ketersediaan), 23,3,7% defisit tingkat berat energi (< 70% angka ketersediaan),
3,3% defisit tingkat sedang (70-79% angka ketersediaan), dan 16,7% defisit
tingkat ringan. Tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan 46,7% pasien
berada pada kategori normal, 16,7 defisit berat protein, 6,7% defisit tingkat
sedang, 16,7% defisit tingkat ringan dan 13,3% diatas kebutuhan. Rata-rata
tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan 87,79% berarti berada pada
kategori defisit tingkat ringan (80-89% angka ketersediaan) Rata-rata tingkat
kecukupan protein terhadap kebutuhan 93,3% berarti berada pada kategori
normal (90-119% angka ketersediaan)
Rata-rata konsumsi lemak pasien 52,9 g/hari, konsumsi kolesterol pasien adalah
195,6mg/hari, dan konsumsi natrium pasien adalah 597,1 mg/hari. Seluruh
pasien mengkonsumsi lemak, kolesterol dan natrium sesuai dengan anjuran
Daya terima pasien berdasarkan waktu makan menunjukkan daya terima
makan pagi memiliki nilai daya terima yang lebih rendah dari pada makan siang
serta makan sore. Daya terima pasien terhadap makanan utama yang disajikan
(tiga hari pengamatan) sebanyak 40 % pasien memiliki nilai daya terima tinggi.
Daya terima terhadap makanan selingan sebanyak 96,8% pasien memiliki nilai
daya terima tinggi. Daya terima pasien berdasarkan jenis menu menunjukkan
menu yang paling banyak disukai yaitu menu ke-5 dan yang tidak disukai
menu ke-31. Rasa yang kurang enak dan suhu makanan yang dingin
menyebabkan atribut rasa dan suhu yang relatif kurang disukai pasien.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang significant beberapa variabel antara lain tingkat konsumsi energi dan
protein pasien dengan lama rawat pasien, daya terima pasien dengan tingkat
konsumsi energi dan protein pasien dan daya terima pasien dengan lama rawat
pasien.
82
Saran Sebaiknya kuantitas energi dan zat gizi makanan RS pada menu
makanan yang disajikan kepada pasien hendaknya sesuai dengan standar porsi
yang telah ditetapkan Instalasi Gizi. Instalasi Gizi sebaiknya mengkaji kembali
perencanaan menu yang telah dibuat beradsarkan perhitungan kebutuhan gizi
pasien secara perorangan yang kemudian akan diterjemahkan kedalam
makanan disesuaikan dengan jenis diit pasien. Untuk itu di sarankan
penggunaan program software komputer yang mampu menghitung kebutuhan
tiap pasien sesuai dengan kebutuhan secara cepat, mudah dan praktis.
Meskipun telah ada kajian standar porsi dan perencanaan menu yang lebih tepat,
namun diperlukan pengawasan terhadap petugas pemorsian karena diduga
salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya angka ketersediaan energi dan
zat gizi makanan RS yang disajikan dibandingkan dengan standar porsi. Petugas
pengolahan makanan untuk dapat memperhatikan rasa dan menyajikan
makanan dalam keadaan hangat sehingga dapat meningkatkan nafsu makan
pasien. Peningkatan frekuensi pemberian konseling gizi sehingga memotivasi
pasien untuk makan dan menghabiskan makanan yang disajikan sehingga dapat
mempercepat masa penyembuhan.
83
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Almatsier, S., Jus’at, I & Akmal. 1992. Peresepsi Pasien Terhadap Makanan Di Rumah Sakit (Survey Pada 10 Rumah Sakit Di DKI Jakarta. Dalam Gizi Indonesia 17(1/2): 87-96.
Annonymous. 2003. Pedoman Cairan Infus (Edisi Revisi Vlll). Otsuka. Jatim
Annonymous. 2008. Sistem Kardiovaskular. http//id.wikipedia.org/wiki/sistem kardiovaskular. 21 Januari 2008
Bagian Gizi R.S. Dr. Cipto Mangunkusumo & Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2002. Penuntun Diit. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Budiyanto, M.A.k. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. UMM, Malang
Pradono, et al. 2005. Survei Kesehatan Nasional. Survey Kesehatan Rumah Tangga: volume 3. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Pelayanan Gizi dan Rumah Sakit Khusus dan Swasta. Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Depkes, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Teknis Pelayanan Gizi Rawat Inap dan Rawat Jalan Di Rumah Sakit. Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Rumah Sakit Khuus dan Swasta. Depkes, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Pengaturan Makan Atlet. Direktorat Jendral Pembinaan kesehatan masyarakat. Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas, Jakarta.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 1990. Pedoman Kegiatan Pelaksanaan Kegiatan Gizi dii Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Djojodibroto, R, D. 1997. Kiat Mengelola Rumah Sakit. Hipokrates, Jakarta.
Effendi, Y. H. Pencegahan dan Pengendalian Hipertensi. Bahan Ajar Dietetika. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Gibson. 1993. Nutritional Assessment Laboratory Mannual. University of Guelph. NewYork.
Hardinsyah & D. Martianto. 1989. Menaksir kecukupan Energi dan Protein Serta Penilaian Menu Gizi Konsumsi Pangan. Wisari, Jakarta.
84
Hardinsyah & D. Briawan. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hardinsyah, et al. 1989. Aspek Giz dan Daya Terima Menu Makanan Pokok Beragam Dalam Upaya Penyelenggaraan Konsumsi Pangan. Laboratorium Gizi Masyarakat, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Gizi, Bogor.
Harrisons’s. 2005. Principles Of Internal Medicine Volume II. Mc Graw-Hill Companies, United Stated of America.
Hartono, A. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit : Diagnosis, Konseling & Preskripsi. EGC, Jakarta.
Harper, L.J., B.J. Deaton, & J.A. Driskel. 1985. Pangan, Gizi, dan Pertanian (Suhardjo, Penerjemah). UI Press, Jakarta.
The Journal Of The American Medial Association.2004. Nutritional Content of Hospital Diets. American Medical Association. Vol. 291 No. 18, 12 Mei.
Khumaidi, M. 1989. Gizi Masyarakat Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Moehyi, S. 1989. Ilmu Gizi Jilid 2. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bhatara, Jakarta.
. 1997. Pengaturan Makan dan Diit Untuk Penyembuhan Penyakit. Gramedia, Jakarta.
Mukrie, N.A.,A.B. Ginting, I. Ngadiarti, A. Hendrorini, N. Budiarti, & Tugiman. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat Bekerjasama dengan Akademi Gizi dan Departemen Kesehatan RI Jakarta.
Nasoetion, A. 1989. Cara Pnilaian Kualitas Hidangan dan Konsumsi Pangan. Laboratorium Gizi Masyarakat, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Noras, J. U. 2000. Penilaian Pasien Terhadap Pelayanan Gizi Diruang Rawat Inap Teratai RSUP Fatmawati. Skripsi Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Papalia, D.E. & Olds. 1986. human development (3 rd ed). McGraw-Hill Book company, Newyork.
Purwati, Salimar & Rahayu. 2002. Perencanaan Menu Untuk Penderita tekanan Darah Tinggi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pranadji, K.D & Rina, Y. 1999. Perencanaan Menu Bagi Penderita Jantung Koroner. Trubus Agriwidya, Jakarta.
85
Pranaka, Sri & Rejeki. 2006. Hubungan Status Gizi dengan Hasil Akhir Perawatan Penderita Divis Geriarti Rumah Sakit Kariadi Semarang. Dalam Media Medika Indonesiana. Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Jawa Tengah. Volume: 4.
Riyadi, H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri. Buku Ajar Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor.
Rilayantono, L. S, et al. 1989. Kardiologi. FKUI. Jakarta.
Santoso. 2000. Penatalaksanaan Awal Jantung Berdasarkan Paradigma Sehat. http:/www.new merapi. net/umum/jantung/index. 30 mei 2007
Siauw, S I. 1994. Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi). Dabara Publisers, Jakarta.
Subandriyo, V. U. 1993. Pengelolaan Makanan di Rumah Sakit. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor
Tambunan, V. 2003. Panduan Pengalaman Laporan I dan Program Integrasi (Gizi Lansia dan Faktor Resiko Hipertensi). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.
86
LAMPIRAN
87
Lampiran 1
STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI GIZI RSUP FATMAWATI JAKARTA
KEPALA INSTALASI GIZI
WAKIL KEPALA INSTALASI GIZI
TATA USAHA
Penyelia Umum Diklit dan SDM
Penyelia Produksi
Penyelia Gizi Rawat Inap dan
Rawat Jalan
88
Lampiran 2 Menu Makanan Utama Kelas ll dan lll
Menu ke-
Pagi Siang Sore
1
• Daging bumbu tomat
• Oseng tempe daun bawang,
• Capcay sayur baso
• Ikan panggang bumbu pepes
• Tahu bumbu terik • Sayur asam • Buah : jeruk
• Ayam panggang bumbu kecap
• Tempe bacem • Kare buncis + wortel • Buah : pisang
2
• Ayam bumbu semur
• Opor tahu • Oseng kacang
panjang+labu siam
• Daging bumbu semur • Tempe bacem • Sup sayuran • Buah : semangka
• Ikan panggang bumbu gulai
• Perkedel tahu baker • Bening bayam+labu
siam • Buah : pisang ambon
3
• Daging bumbu semur
• Tempe terik • Oseng toge + tahu
• Telur dadar • Semur tahu • Sup makaroni +
ayam • Buah : melon
• Ayam panggang bumbu kecap
• Oseng tempe+daun bawang
• Gulai buncis+labu siam • Buah : pepaya
4
• Ayam bumbu semur• Opor tahu • Sgr kacang
panjang+labu siam
• Daging bumbu terik • Tim tahu • Sayur lodeh • Buah : jeruk
• Ikan panggang bumbu kuning
• Tempe bacem • Sup oyong+wortel • Buah : pepaya
5
• Opor telur • Tempe bacem • Cah caisin + tahu
• Ayam panggang bumbu kecap
• Terik tahu • Soto toge+ soun • Buah : semangka
• Semur daging • Tempe bumbu terik • Sayur asam Buah : pepaya
6
• Kare ayam • Tahu bacem • Oseng buncis
+jagung manis+baso
• Daging bumbu semur • Terik tempe • Cap sayuran+baso • Buah : melon
• Ayam panggang bumbu kecap
• Tahu bacem • Sayur lodeh • Buah : pepaya
7
• Opor ayam • Semur tahu • Oseng kacang
panjang+tempe
• Ikan panggang bumbu kuning
• Tempe bumbu terik • Bobor bayam+labu
siam • Buah : jeruk
• Daging empal basah • Rollade tahu • Soto mie • Buah : pepaya
• Semur daging • Ayam panggang • Ikan panggang bumbu
89
8 • Terik tahu • Ca buncis + labu
siam
kecap • Tempe bacem • Cap cay sayur baso • Buah : semangka
kuning • Semur tahu • Sup buncis + jagung
manis • Buah : pisang ambon
Lampiran 2 Menu Makanan Utama Kelas ll dan lll (lanjutan) Menu
ke- Pagi Siang Sore
9
• Ayam bumbu semur• Tempe bacem • Oseng kacang
panjang+tempe
• Ikan panggang bumbu kuning
• Semur tahu • Gulai buncis+labu siam • Buah: melon
• Semur telur kering • Terik tempe • Laksa toge • Buah : pepaya
10
• Daging semur • Terik tahu • Ca buncis+jagung
manis+baso
• Ayam bumbu terik • Perkedel tahu
panggang • Sup oyong+wortel • Buah: pisang raja
• Ca daging + bawang bombay
• Semur tahu • Sayur lodeh • Buah : pepaya
31 • Semur telur • Opor tahu • Cah kacang
panjang+tempe
• Ayam bumbu kare • Tempe bacem • Bobor bayam + labu
siam • Buah : semangka
• Semur daging • Cah tahu daun
bawang • Sup oyong + soun • Buah : pisang ambon
90
Lampiran 3 Menu Selingan
l Puding roti
ll Bubur kacang hijau
lll Agar-agar srikaya
lV Pisang rebus
V Bubur kacang hijau
Vl Kue talam coklat
Vll Pisang rebus
Vlll Roti manis
lX Kacang hijau
X Hunkwe pisang
XI Puding roti
91
Lampiran 4 Standar Porsi Diit Jantung ll dan Jantung lll
Kandungan energi dan Zat Gizi Diit Jantung ll Diit Jantung lll
Energi (Kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Energi (Kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
1800,2 67,9 37,3 2030,8 71,1 44,8 Bahan makanan
Diit Jantung ll Bahan makanan
Diit Jantung lll Berat (gr)
URT Berat (gr)
URT
Pagi Pagi Bubur 250 12 sdm Nasi tim 200 10sdm Daging 40 1 ptg Daging 40 1 ptg Sayuran 75 ¾ gls Sayuran 75 ¾ gls Minyak 5 ½ sdm Minyak 5 ½ sdm Jam 10.00 Jam 10.00 Selada buah
200 1 ptg Selada buah
200 1 ptg
Gula pasir 10 1 sdm Gula pasir 10 1 sdm Siang Bubur 300 15 sdm Nasi tim 300 15 sdm Daging 40 1 ptg Daging 40 1 ptg Tempe 50 1ptg Tempe 30 1ptg Sayuran 100 1 gls Sayuran 100 1 gls Minyak 5 ½ sdm Minyak 5 ½ sdm Buah 200 1 ptg
pepayaBuah 200 1 ptg
pepaya Jam 16.00 Jam 16.00 Sirup 20 2 sdm Tepung
susu skim 20 gr 4 sdm
Tepung susu skim
20 4 sdm Gula pasir 10 gr 1 sdm
Buah 75 1 buah pisang
Buah 75 gr 1 bh pisang
Malam Malam Bubur 250 12 sdm Nasi tim 300 15 sdm Ikan 50 1 ptg Daging 50 1 ptg Tempe 30 1 ptg Tempe 30 1ptg Sayuran 100 1 gls Sayuran 100 1 gls Minyak 5 ½ sdm Minyak 5 ½ sdm Buah 75 1 bh
pisang Buah 75 1 ptg
pisang
92
Lampiran 5 Standar Porsi Diit rendah Garam NB
Bahan makanan
Rendah garam ll
Berat (gr) URT Energi (Kkal)
Protein (g) Lemak (g)
1904 64,1 54,6Pagi Nasi 150 10 sdm Telur 50 1 btr Tahu 50 1 ptg Sayuran 75 ¾ gls minyak 5 ½ gls Jam 10.00 Buah 200 1 ptg pepaya Siang Nasi 150 10 sdm Daging 40 1 ptg Tempe 30 1 ptg Sayuran 100 1 gls Minyak 10 1 sdm Buah 75 1 bh pisang Jam 16.00 Buah 200 1 ptg pepaya Malam Nasi 150 10 sdmDaging 40 1 ptg Tempe 30 1 ptg Sayuran 100 1 gls Minyak 10 1 sdm Buah 75 1 bh pepaya
93