Cemas

download Cemas

of 15

Transcript of Cemas

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kecemasan

    1. Pengertian Kecemasan

    Cemas berasal dari bahasa latin anxius dan dalam bahasa jerman

    angst kemudian menjadi anxiety yang berarti kecemasan, merupakan suatu

    kata yang digunakan oleh Freud untuk menggambarkan suatu efek negatif

    dan keterangsangan (Darmanto Jatman, 2000).

    Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang

    ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam

    dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas

    (Reality Testing Ability/RTA,masih baik), kepribadian masih tetap utuh

    (tidak mengalami keretakan kepribadian /spilitting of personality),

    perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari,

    2008).

    Ansietas adalah perasaan yang dialami oleh seseorang ketika terlalu

    mengkhawatirkan kemungkinan peristiwa yang menakutkan yang terjadi

    dimasa depan yang tidak bisa dikendalikan dan jika itu terjadi, maka akan

    dinilai sebagai mengerikan atau dapat mengungkapkan bahwa seseorang

    tersebut adalah orang yang benar-benar tidak mampu menata pikirannya

    2. Manifestasi Klinik

    Pada gejala cemas, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi

    oleh keluhan-keluhan psikik (ketakutan dan kekhawatiran), tetapi dapat

    pula disertai keluhan-keluhan somatik (fisik). Keluhan-keluhan yang

    sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan

    antara lain : a) Cemas,khawatir,firasat buruk, takut akan pikirannya

    sendiri, mudah tersinggung, b) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah,

    mudah terkejut, c ) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak

    orang, d) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, e)

  • 7

    Gangguan konsentrasi dan daya ingat, f) Keluhan-keluhan somatik,

    misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdengig (tinitus),

    berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan,

    sakit kepala dan lain sebagainya (Hawari, 2008).

    Ada 2 faktor yang mempengaruhi pasien pre operasi menurut Stuart

    (2007) :

    a. Faktor ekternal : a) Ancaman integritas diri, meliputi ketidakmampuan

    fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma

    fisik, pembedahan yang akan dilakukan), b) Ancaman sistem diri

    antara lain : ancaman terhadap identitas diri, harga diri, dan hubungan

    interpersoanal, kehilangan serta perubahan status/peran. c) Pemberian

    informed consent.

    b. Faktor internal antara lain :

    1) Usia : Seseorang yang mempunyai umur lebih muda ternyata lebih

    mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada seseorang

    yang lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya.

    2) Jenis kelamin :Gangguan panik merupakan gangguan cemas yang

    ditandai oleh kecemasan yang spontan dan episodik, gangguan ini

    lebih sering dialami oleh wanita dari pada pria.

    3) Pendidikan dan status ekonomi : tingkat pendidikan dan status

    ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang

    tersebut mudah mengalami kecemasan, tingkat pendidikan

    seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan

    berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah

    berfikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk dalam

    menguraikan masalah yang baru.

    4) Potensi stressor : stressor psikososial merupakan setiap keadaan

    atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan

    seseorang sehingga itu terpaksa mengadakan adaptasi.

    5) Maturitass :individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih

    sukar mengalami gangguan kecemasan, karena individu yang

  • 8

    matur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap

    kecemasan.

    6) Keadaan fisik : seseorang mengalami gangguan fisik seperti cidera,

    operasi akan mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih

    mudah mengalami kecemasan, di samping itu orang yang

    mengalami kelelahan fisik mudah mengalami kecemasan.

    Tipe kepribadian : orang yang berkepribadian A lebih mudah

    mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan

    kepribadian B, adapun ciri-ciri orang dengan dengan kepribadian A

    adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa

    diburu-buru waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah

    tersinggung, otot-otot mudah tegang, sedangkan orang yang

    berkepribadian B mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan tipe

    kepribadian A, karena tipe kepribadian B adalah orang yang penyabar,

    tenang, teliti dan rutinitas.

    Beberapa tingkat kecemasan (Carpenito, 2000) :

    1) Cemas Ringan

    Ansietas atau cemas ringan di perlukan untuk seseorang

    dapat berfungsi berespon secara efektif terhadap lingkungan dan

    kejadian. Seseorang dengan cemas ringan dapat di jumpai hal-hal

    sebagai berikut: Persepsi dan perhatian meningkat, mampu

    mengatasi masalah, dapat mengintegrasikan pengalaman masa lalu,

    saat ini dan masa mendatang, menggunakan belajar, dapat

    memvalidasi secara konseptual, merumuskan makna, ingin tahu,

    mengulang pertanyaan, kecendrungan untuk tidur.

    2) Cemas Sedang

    Seseorang masih memungkinkan untuk memusatkan pada

    suatu hal yang penting dan mengesampingkan yang lainnya,

    sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun

    masih dapat melakukan sesuatu yang terarah. Seseorang dengan

    kecemasan sedang biasanya menunjukkan kedaan seperti: Persepsi

  • 9

    agak menyempit, sedikit lebih sulit untuk berkonsentrasi, belajar

    menurut upaya yang lebih, memandang pengalaman saat ini

    dengan masa lalu, dapat gagal dan dapat mengenali apa yang telah

    terjadi pada situasi sekarang, akan mengalami beberapa kesulitan

    dalam beradaptasi dan menganalisa, perubahan suara, peningkatan

    frekuensi pernafasan dan jantung, tremor, gemetar, respon yang

    muncul adalah : Respon fisiologis seperti sering buang air kecil;

    Respon tingkah laku seperti posisi tubuh selalu berubah-ubah ;

    Respon emosional seperti mudah tersinggung, tidak sabar, mudah

    lupa, menangis, marah, banyak pertimbangan.

    3) Cemas Berat

    Kecemasan ini menyebabkan persepsi terkurangi sehingga

    cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terperinci,

    spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain.

    Hal-hal yang sering dijumpai pada seseorang dengan cemas

    berat adalah: Persepsi sangat kurang, berfokus pada hal-hal detail,

    tidak dapat berkonsentrasi lebih, ketika diinstruksikan untuk

    melakukannya, belajar sangat terganggu, sangat mudah

    mengalihkan perhatian tidak mampu berkonsentrasi, memandang

    pengalaman saat ini dengan arti masa lalu, hampir tidak mampu

    memahami situasi saat ini, berfungsi secara buruk, berkomunikasi

    sulit dipahami, hiperventilasi, takikardi, sakit kepala, pusing dan

    mual.

    4) Cemas Panik

    Kecemasan yang berhubungan dengan terperangah dan

    ketakutan, serta teror individu akan mengalami panik dan tidak

    mampu mengotrol persepsi walaupun dengan pengarahan. Panik

    merupakan disorganisasi kepribadian, terjadi peningkatan aktifitas

    motorik menurunkan kemampuan untuk berhubungan dengan

    orang lain, persepsi penyimpangan pemikiran rasional.

  • 10

    Hal-hal yang dapat dijumpai dengan cemas panik adalah:

    Persepsi menyimpang: fokus pada hal yang tidak jelas, penyebaran

    dapat meningkat, belajar tidak dapat terjadi, tidak mampu

    mengintegrasikan pengalaman, dapat berfokus hanya pada hal saat

    ini, tidak dapat melihat atau memahami situasi, hilang

    kemampuang mengingat, tidak mampu berfungsi, biasanya

    aktivitas motorik mengingat atau respon yang tidak dapat

    diperkirakan pada stimuli minor, komunikasi tidak dapat di

    pahami, perasaan mau pingsan, Rentang Respon Kecemasan.

    Alat ukur yang dipakai untuk mengetahui tingkat kecemasan

    menggunakan modifikasi Hamilton Rate Scale for Anxiety (HRSA)

    yang sudah dikembangkan oleh Psikiatri Biologi Jakarta (KPBJ)

    dalam bentuk Anxiety Analog Scale (AAS) (Nursalam, 2008).

    Total nilai yang diperoleh menunjukkan tingkat keparahan:

    rendah (total nilai < 5); rendah sampai sedang (total nilai: 6 10);

    sedang sampai parah (total nilai: 11 15); dan sangat parah (total

    nilai > 16).

    Menurut Norman, 2005 HARS terdiri- atas 14 item

    penilaian, yaitu:

    a) Anxious mood; bagian ini akan melihat kondisi emosi pasien

    yang menunjukkan ketakutan yang luar biasa terhadap

    ketidakpastian masa depan, merasa khawatir, merasa tidak

    aman, mudah tersinggung, dan kecemasan.

    b) Ketegangan (tension); bagian ini akan melihat

    ketidakmampuan pasien untuk bersikap relaks, tidak nervous,

    ketegangan, gemetaran, dan kepenatan.

    c) Ketakutan (fear); bagian ini akan melihat ketakutan pasien di

    keramaian, terhadap binatang, di tempat umum, sendirian,

    lalulintas, orang asing, kegelapan, dll.

  • 11

    d) Sulit tidur (insomnia); bagian ini akan melihat pengalaman

    pasien terhadap durasi tidur dan kepulasan tidur selama 3

    malam sebelumnya. Catatan: tanpa penggunaan obat penenang.

    e) Sulit konsentrasi dan daya ingat; bagian ini akan melihat

    ketidakmampuan pasien untuk berkonsentrasi, mengambil

    keputusan terhadap kejadian sehari-hari, dan lemahnya daya

    ingat.

    f) Depressed mood; bagian ini akan melihat komunikasi pasien

    baik secara verbal maupun non-verbal tentang kesedihan,

    depresi, tanpa harapan, kemurungan, dan ketakberdayaan.

    g) Gejala-gejala somatik umum: muscular; pasien merasa lemah,

    sakit,ketegangan otot seperti pada bagian leher dan rahang.

    h) Gejala-gejala somatik umum: sensory; pasien merasa penat

    dan lemah, atau mengalami gangguan fungsi perasa seperti:

    tinnitus, mata kabur, sensasi panas-dingin dan keringat buntat.

    i) Gejala-gejala yang berhubungan dengan jantung

    (cardiovascular); termasuk tachycardia, jantung berdebar,

    tekanan pada bagian dada, hentaman pada pembuluh darah, dan

    perasaan seakan-akan ingin pingsan.

    j) Gejala-gejala yang berhubungan dengan pernafasan; seperti

    merasa sesak nafas atau kontraksi pada tenggorokan atau dada,

    atau rasa seperti tercekik.

    k) Gejala-gejala yang berkaitan dengan usus (Gastro-intestinal);

    seperti sulit menelan, merasa ada tekanan pada bagian perut,

    gangguan pencernaan (rasa panas pada bagian perut, sakit perut

    berhubungan dengan makanan, mual dan muntah), perut terasa

    keroncongan dan diare.

    l) Gejala-gejala yang berhubungan dengan saluran kencing

    (genito-urinary); termasuk gejala-gejala non-organik atau

    psikis, seperti: sering atau susah buang air kecil, menstruasi

    tidak teratur, anorgasmia, ejakulasi dini.

  • 12

    m) Gejala-gejala otonomik lainnya, seperti mulut terasa kering,

    pucat, sering keluar keringat dingin dan pusing.

    n) Tingkah laku (sikap) pada saat wawancara; seperti: pasien

    kelihatan tertekan, nervous, gelisah, tegang, suara gemetar,

    pucat, keluar keringat.

    B. Informed Consent

    Peraturan menteri kesehatan No. 290 tahun 2008 istilah informed

    consent ini diterjemahkan dengan Persetujuan Tindakan Medik (PTM),

    peraturan ini berlaku sejak tanggal 26 Maret 2008 (Fadilla,2008). Yang

    dimaksud informed artinya memperoleh atau diberi penjelasan. Consent

    artinya memberi persetujuan, mengijinkan. Pengertian informed consent

    adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien setelah mendapat penjelasan

    atau informasi, dengan tujuan untuk menolong pasien (Budianto, 2009).

    Informed consent bukan sekedar formulir persetujuan yang didapat dari

    pasien, tetapi merupakan suatu proses komunikasi. Tercapainya kesepakatan

    antara dokter pasien merupakan dasar dari seluruh proses tentang informed

    consent, formulir itu hanya merupakan pengukuhan atau pendokumentasian

    dari apa yang telah disepakati (Manuaba, 2005).

    Informasi dalam lingkup medis, ternyata sangat penting. Meski tidak

    semua pasien menghendaki penjelasan yang sejelas-jelasnya, akurat dan

    lengkap tahap demi tahap perawatan, tetapi langkah penjelasan untuk era saat

    ini justru diharuskan. Selain untuk menjaga kemungkinan terlantar-nya

    pasien oleh dokter yang mempunyai pasien banyak, atau terlantar-nya

    dokter karena harus menghadapi tuntutan hanya karena tidak

    mengkomunikasikan kemungkinan penyakit maka dibuatlah suatu perjanjian

    hitam di atas putih antara dokter dengan pasien. Ini disebut sebagai Informed

    Consent (Dahlan, 2000).

    Seorang dokter melakukan tindakan medis apapun terhadap pasien

    maka terlebih dahulu harus memberikan informasi atau penjelasan mengenai

    tindakan apa yang hendak dilakukan, apa resikonya, apa manfaatnya, ada

  • 13

    tidaknya tindakan alternatife lain, apa yang mungkin terjadi jika tindakan

    tersebut tidak dilakukan. Keterangan ini tentunya harus diberikan secara jelas

    dan menggunakan bahasa yang sederhana yang dapat dimengerti oleh pasien

    dengan memperhitungkan tingkat pendidikan dan intelektualnya. Dan jika

    pasien sudah mengerti sepenuhnya dan memberikan persetujuan maka barulah

    dokter melakukan tindakannya, pasien akan diminta menanda-tangani suatu

    formulir sebagai tanda persetujuannya (Suwandi, 2005). Informed consent

    yang diberikan oleh pasien dianggap tidak sah, apabila diberikan dengan

    paksaan, karena memberikan gambaran yang salah atau belainan dari

    seseorang yang belum dewasa, dari seseorang yang tidak berwenang, dan

    dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar (Guwandi, 2007).

    Hal-hal yang perlu diinformasikan kepada pasien atau keluarga pasien

    meliputi : informasi mengenai diagnose penyakit, terapi dan kemungkinan

    alternatif terapi lain, cara kerja dan pengalaman dokter yang melakukan

    tindakan terhadapnya, kemungkinan perasaan sakit atau perasaan lainnya,

    resiko dari setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien, keuntungan dari

    terapi, prognosa penyakit atau tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien

    (Suharto, 2008).

    Informasi cukup disampaikan secara lisan dengan memperhatikan

    tingkat pendidikan dari orang yang berhak menerimanya. Tentunya diperlukan

    seni sendiri agar yang bersangkutan mampu memahami dan kemudian

    menyetujui, sebab pemberian informasi akan menjadi sia-sia jika pada

    akhirnya pasien atau keluarganya menolak tindakan medik yang akan

    dilakukan dokter (Dahlan, 2000).

    Pemberian informasi tidak boleh bersifat memperdaya, menekan, atau

    menciptakan ketakutan, sebab ketiga hal tersebut akan membuat persetujuan

    yang diberikan menjadi cacat hukum. Informasi harus diberikan oleh dokter

    yang akan melakukan tindakan medik, sebab hanya dokter yang tahu

    mengenai kondisi pasien dan tindakan medik yang akan dilakukan. Jika pasien

    sudah mengerti sepenuhnya dan memberikan persetujuan maka barulah dokter

  • 14

    boleh melakukan tindakannya, sebagai lanjutan pasien akan diminta untuk

    menandatangani suatu formulir sebagai bukti persetujuannya (Suharto, 2008).

    Pada keadaan emergensi, informed consent tetap merupakan hal yang

    penting walaupun prioritasnya diakui paling bawah. Prioritas yang paling

    utama adalah tindakan menyelamatkan nyawa. Walaupun tetap penting,

    namun informed consent tidak boleh menjadi penghalang atau penghambat

    bagi pelaksanaan emergency care sebab dalam situasi kritis di mana dokter

    berpacu dengan maut, ia tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan

    atau berdiskusi sampai pasien benar-benar menyadari kondisi dan

    kebutuhannya serta memberikan keputusan. Dokter juga tidak memiliki

    banyak waktu untuk menunggu sampai keluarganya datang, kalaupun keluarga

    pasien hadir dan kemudian tidak menyetujui tindakan dokter maka

    berdasarkan doctrine of necessity, dokter tetap harus melakukan tindakan

    emergency care. Hal ini sesuai pula dengan Pemenkes No.290 Tahun 2008

    (Suharto, 2008).

    Pernyataan hak-hak pasien cenderung meliputi hak-hak warga Negara,

    hak-hak hukum dan hak-hak moral. Dalam KODEKI terdapat pasal-pasal

    tentang kewajiban dokter terhadap pasien yang merupakan pula hak-hak

    pasien yang perlu diperhatikan. Pada dasarnya hak pasien antara lain ; 1) Hak

    untuk memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai dengan

    standar profesi kedokteran; 2) Hak untuk memperoleh penjelasan tentang

    diagnosis dan terapi dari dokter yang mengobatinya; 3) Hak untuk menolak

    prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan, bahkan dapat menarik diri

    dari kontrak terapeutik; 4) Hak untuk memperoleh penjelasan tentang riset

    kedokteran yang akan diikutinya; 5) Hak untuk menolak dan menerima

    keikutsertaannya dalam riset kedokteran; 6) Hak untuk dirujuk kepada dokter

    spesialis kalau diperlukan, dan dikembalikan kepada dokter yang merujuknya

    setelah selesai konsultasi atau pengobatan untuk memperoleh perawatan atau

    tindak lanjut; 7) Hak kerahasiaan dan rekam mediknya atas hal pribadi; 8) Hak

    untuk memperoleh penjelasan tentang peraturan-peraturan rumah sakit; 9) Hak

    untuk berhubungan dengan keluarga, penasihat atau rohaniawan dan lain-

  • 15

    lainnya yang diperlukan selama perawatan di rumah sakit; 10) Hak untuk

    memperoleh penjelasan tentang perincian biaya rawat inap, obat pemeriksaan

    laboratorium, pemeriksaan rontgen, ultrasonografi (USG), CT-Scan, magnetic

    resonance imaging (MRI) dan sebagainya (kalau dilakukan) biaya kamar

    bedah, kamar bersalin, imbalan jasa dokter dan lain-lainnya (Rano, 2010).

    Peran perawat dalam perawatan pre operasi adalah sebagai

    advocate,counselor dan consultant. Sebagai advocate adalah sebagai pembela

    dan pelindung terhadap hak-hak pasien. Peran advokasi dilakukan perawat

    dalam membantu pasien dan keluarga dalam menginterprestasi berbagai

    informasi dari pemberi layanan atau informasi lain khususnya dalam

    pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan terhadap

    pasien juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien

    yang meliputi hak oleh pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang

    penyakitnya, hak untuk menentukan nasibnya dan hak untuk menerima ganti

    rugi akibat kelalaian. Perawat sebagai consellor adalah mengatasi tekanan

    psikologis dengan mencari penyebab kecemasannya, memberikan keyakinan

    dalam mengurangi kecemasan pasien, membantu pasien untuk menyadari dan

    mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial, untuk membangun

    hubungan interpersonal yang baik, dan untuk meningkatkan perkembangan

    seseorang dimana didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.

    Perawat sebagai consultant adalah memperhatikan hak pasien dalam

    menentukan alternatif baginya dalam memilih tindakan yang tepat dan terbaik

    serta memposisikan dirinya sebagai tempat berkonsultasi untuk memecahkan

    suatu permasalahan yang dialami atau mendiskusikan tindakan keperawatan

    yang tepat untuk diberikan (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009).

    Perawat merupakan tenaga kesehatan bagi pasien selama 24 jam. Oleh

    karena itu perawat akan banyak melakukan kontak dengan pasien. Berbagai

    masalah pasien yang berkaitan dengan hidup dan mati pasien sering dihadapi

    perawat, untuk itu perawat harus mengetahui implikasi hukum mengenai apa

    yang dapat dan tidak dapat dilakukan kepada pasein. Perawat bertanggung

    jawab dalam menentukan pemahaman pasien tentang pembedahan yang akan

  • 16

    dijalani dan memastikan bahwa semua penyuluhan preoperative telah

    diberikan (Potter, 2005).

    C. Tujuan Informed Consent

    Menurut Guwandi (2005), tujuan dari informed consent adalah

    melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa

    sepengetahuan pasien, memberikan perlindungan hukum kepada dokter

    terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif. Memberikan

    penjelasan kepada pasien dalam melakukan tindakan medik mempunyai

    tujuan mengurangi ketakutan pasien, penjelasan yang diberikan bertujuan

    menghindari akibat resiko tindakan pembedahan terhadap pasien yang tidak

    terduga (Smaltzer, 2001).

    Menurut Dahlan (2000) tujuan dasar dari informed consent adalah untuk

    melindungi otonomi pasien sebagai manusia dan sebagai ungkapan rasa

    hormat kepada pasien untuk menentukan pilihan secara bebas, dan memilih

    yang terbaik untuk dirinya.

    Berdasarkan uraian tersebut di atas, informed concsent bertujuan untuk

    melindungi pasien dari segala tindakan medik yang dilakukan tanpa

    sepengetahuan pasien dan perlakuan prosedur medik yang tidak perlu, selain

    itu juga melindungi tenaga kesehatan, terutama dokter terhadap terjadinya

    akibat yang tidak terduga serta dianggap merugikan pihak lain.

    D. Pembedahan

    Tindakan pembedahan atau operasi adalah semua tindak pengobatan

    yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian

    tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan

    dengan membuat sayatan, setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan,

    dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan

    luka.

    Sejumlah penyakit merupakan indikasi untuk pembedahan. Untuk

    tindakan ini diperlukan perencanaan oleh dokter pembedah yang harus

  • 17

    menyiapkan dirinya terutama dalam hal pengetahuan tentang penyakit

    bersangkutan dan tehnik bedahnya. Juga diperlukan persiapan dan

    perencanaan sarana bedah yang diperlukan, selain itu juga, para personel yang

    akan ikut dalam penanganan bedah ini perlu dipersiapkan. Jika perlu,

    termasuk dokter ahli lain, seperti ahli anastesi.

    Setiap penderita yang akan dibedah berada dalam keadaan psikologis

    tertentu akibat penyakit yang dideritanya. Penderita tahu bahwa dia akan

    dibedah dan diobati. Oleh karena itu, dia berhak mendapat penerangan yang

    jelas tentang jalannya pembedahan yang akan dihadapinya. Hal ini

    memerlukan keterbukaan ahli bedahnya. Kepribadian dan latar belakang

    penderita harus diketahui oleh ahli bedah selama menjadi objek pembedahan.

    Penderita menaruh harapan tertentu pada pembedahan yang akan dijalaninya,

    dan hal ini mempengaruhi kejiwaannya selama berhari-hari menjelang

    pembedahan.

    Selain menguasai pengetahuan tentang penyakit yang memerlukan

    pembedahan, dokter pembedah harus mengenal penderita yang akan dibedah.

    Pengalaman seorang ahli bedah akan menentukan sikapnya tentang

    pembedahan yang akan dilakukannya. Sikap seseorang yang pertama kali

    membedah pasti berbeda dengan sikap mereka yang telah melakukannya

    berulang kali.

    Perlu diingat bahwa tindakan membedah tidak seperti melakukan

    coretan atau sapuan pada lukisan oleh seorang pelukis, apa yang dihasilkan

    oleh pembedah merupakan produk yang tidak akan dapat dicoret, disapu atau

    diulang kembali. Hal ini harus mendorong seorang pembedah untuk

    mempunyai tanggung jawab pribadi dalam melakukannya.

    Terhadap penderita, seperti telah disebut di atas, perlu dilakukan

    pendekatan yang bersifat terbuka dan diberikan penjelasan tentang rencana

    pembedahan, dengan demikian penderita juga akan memberikan persetujuan

    operasi secara rela dan yakin. Persetujuan tindakan medik dari pihak penderita

    dan keluarganya merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelumnya.

    Diingatkan bahwa dalam kaitan ini yang penting adalah melakukan

  • 18

    pengelolaan kejiwaan seorang manusia, selain pengelolaan kelengkapan status

    penyakitnya (Sjamsuhidajat, 2004)

    E. Kerangka Teori

    Gambar 2.1

    Kerangka teori kecemasan (Stuart, 2007)

    F. Kerangka Konsep

    Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-

    hal khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak

    dapat langsung diamati dan diukur, konsep hanya dapat diamati atau diukur

    melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel. Jadi variabel

    adalah simbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari

    konsep. Variabel adalah sesuatu yang bervariasi. Kerangka konsep penelitian

    pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin

    diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan

    (Notoatmodjo, 2005).

    Faktor Ekstenal :

    Ancaman terhadap integritas diri Ancaman terhadap konsep diri Pemberian informed consent

    Faktor Internal :

    Usia Jenis Pekerjaan Pendidikan Sosial ekonomi Potensi stressor Maturnitas Keadaan fisik Tipe kepribadian

    Tingkat kecemasan :

    Tidak cemas Ringan Sedang Berat

  • 19

    Kerangka konsep pada penelitian ini mengenai hubungan pemberian

    informed consent dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi. Dalam

    hal ini pemberian informed consent pada pasien pre operasi merupakan

    variabel bebas (independent) dan tingkat kecemasan merupakan variabel

    terikat (dependen).

    Kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai

    berikut:

    Gambar 2.2

    Kerangka teori kecemasan (Stuart, 2007)

    G. Variabel Penelitian

    Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh

    anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh

    kelompok yang lain (Notoatmodjo, 2005).

    Variabel pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

    1. Variabel bebas (inndependent variabel) dissebut juga variabel prediktor,

    stimulus, input,atau variabel yang mempengaruhi, variabel bebas

    merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya

    variabel dependen (terikat).

    Variabel bebas dalam penelitian adalah pemberian informed consent pada

    pasien pre operasi.

    2. Variabel terikat (dependent variabel) sering disebut variabel kriteria,

    respon, dan output (hasil), variabel dependen merupakan variabel yang

    dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel independen

    (bebas).

    Variabel terikat dalam penelitian adalah tingkat kecemasan

    pemberian informed consent pada

    pasien pre operasi Tingkat kecemasan

  • 20

    H. Hipotesis

    Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

    pertanyaan penelitian (Nursalam, 2008). Berdasarkan uraian tersebut diatas

    maka peneliti membuat hipotesa sebagai berikut : ada hubungan pemberian

    informed consent dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.