Case Terakhir(2)
-
Upload
nikkitaihsan -
Category
Documents
-
view
68 -
download
1
description
Transcript of Case Terakhir(2)
PHARMACOLOGICAL PROPERTIES
Drug Salbutamol acetaminophen
Class of drug Adregenic agonist Non opioid / non-narkotik
Mechanism of
action
Salbutamol merupakan obat
simpatomimetik yang menstimulasi produksi
mediator rangsang (cyclic AMP) dengan
mengaktifkan enzim adenil siklase.
Salbutamol menstimulasi secara kuat
reseptor beta-adregenik pada bronkus,
sehingga akan terjadi relaksasi otot polos
bronkus dan dilatasi bronkus. Disamping itu
salbutamol berefek menghambat pelepasan
histamine sehingga mencegahterjadinya
serangan asma
Analgesic : bekerja meningkatkan
ambang rasa sakit
Antipiretik : menghambat heat
regulating center di hipotalamus
efek bronchodilator Analgesic, antipiretik
Side effect Relative jarang terjadi, seperti aritmia,
palpitasi, termor, mual, muntah, anoreksia,
dipepsia, pusing dan vertigo
Penggunaan jangka panjang dan
dosis besar dapat menyebabkan
kerusakan hati
Reaksi hipersensitivitas
indication Untuk meringankan gejala sesak nafas pada
penderita asma bronchial, bronchitis kronis
dan emfisema
Analgesic dan antipiretik
contraindication Penderita yang hipersensitif terhadap
salbutamol
Hipersensitifitas terhadap
acetaminophen
pharmacokinetik Efektif dalam pemberian oral
Absorbsi dengan baik dalam pemberian
aerosol (inhalasi)
Secara cepat di absorbs di GI tract.
Terjadi first-pass metabolism di sel
lumen didalam usus dan pada
hepatosit
posology Anak 2-6 tahun : 1-2 mg, 3-4 kali sehari
Anak 6-12 tahun : 2 mg, 3-4 kali sehari
Dewasa dan anak diatas 2 tahun :2-4 mg ,3-4
Dewasa 300mg- 1g perkali,
dengan dosis maksimum 4 gr/hari
Anak 6-12 tahun, 150-300mg/
1 | P a g e
k kali sehari kali, dosis maksimum 1,2 gr / hari
Anak 1-6 th, 60-120 mg/kali, bayi
< 1 tahun 60 mg /kali , untuk anak
maks diberikan 6x sehari
Dexamethasone Ambroxol
Class of drug antiimflamasi mucolitic
Mechanism of action Kortikosteroid mempunyai efek supresif terhadap imflamatory cytokines dan chemokines, jenis obat kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein, molekul hormon memasuki sel jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma, membentuk kompleks reseptor-steroid.
Kompleks ini mengalami konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin.
Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan protein spesifik
Merangsang aksi mucocilliary, mengganggu struktur dari benang-benang asam mucopolysaccaride yang ada pada sputum, sehingga sputum menjadi lebih encer
Efek MengurangiManifestasi inflamasi, menekan imunitas ( imunosupressan )
Expectorants
Side efek Insomnia, peptic ulcer ( dosis tinggi pada glukokortikoid merangsang asam lambung
Efek samping pada GIT, sakit kepala, vertigo, sweating, reaksi alergi
2 | P a g e
dan produksi pepsin dan dapat eksaserbasi ulcus ), facemoon, mudah terkena penyakit
indikasi Bronchial asthma, alergi Asthma, productive coughKontra indikasi Peptic Ulcer, heart desease,
hypertensiPada orang-orang yang mempunyai hypersensitivitas tinggi terhadap bromhexine hydrochloride yang terkandung dalam obat ini
Pharmacokinetic Pemberian secara oral, injeksi dan topical di absorpsi secara cepat dan lengkap90% berikatan dengan protein plasma, dimetabolisme di hati dan di ekskresi di urin
Ambroxol sangat sepat diabsorpsi di GIT distribusi luas ke jaringan tubuh dan sangat besar di plasma protein, di ekskresi di urin sebagai metabolit
Dosage Regimen - Oral : 0,5 mg/kg per hari
- Parenteral : 4 ml- Topical : 0,01 – 0,1%
Pada mata 0,1 %
Untuk dewasa >12 th...10 ml 2x sehari..
3 | P a g e
Penggunaan obat yang rasional : criteria dan proses
Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan dokter terhadap pasiennya
berdasarkan temuan-temuan yang diperolehnya. Upaya tersebut ditempuh melalui suatu tahapan
prosedur tertentu yang disebut Standard Operating Procedure (SOP), yaitu dari anamnesis,
pemeriksaan, penegakan diagnosis, pengobatan dan tindakan selanjutnya.
Rasional adalah suatu proses penalaran ilmiah yang didasarkan pada metoda berpikir secara
deduktif , yaitu dengan menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari temuan-temuan yang bersifat
umum.
Dengan demikian, secara filosofis, pengobatan yang rasional adalah suatu prosedur pengobatan
yang didasarkan pada penalaran yang bersifat ilmiah dengan menggunakan metode deduktif.
Pengobatan yang rasional menghasilkan reproducibility dan predictibilty yang tertinggi dibandingkan
pengobatan yang rasional.
Berikut criteria penggunaan obat yang rasional menurut WHO:
1. Diagnosis yang tepat, merupakan landasan yang penting. Karena menentukan langkah
selanjutnya.
2. Indikasi yang tepat, alas an peresepan semata-mata harus didasarkan pada pertimbangan
medis serta kepastian bahwa farmako terapi terbukti memberikan alternative terapi yang baik.
3. obat yang tepat, dasar pertimbangannya adalah efektifitas, keamanan, kecocokan dan harga
4. dosis, pemberian dan lamanya yang tepat, kegagalan dalam mempertimbangkan criteria ini
akan berakibat terapi menjadi tidak efektif, merugikan dan tidak ekonomis.
5. penderita yang tepat, obat yang dipilih tidak merupakan kontraindikasi pada penderita tersebut
kemungkinan efeksampingnya minimal.
6. Informasi yang tepat, ketepatan informasi pada penderita merupakan baian integral dari proses
peresepan. Criteria ini diperlukan untuk menjamin ketepatan dan keamanan penggunaan obat
serta akan meningkatkan kepatuhan penderita.
7. evaluasi serta tindak lanjut yang tepat; kepentingan dan keperluan monitoring yang cermat
sering kali terabaikan , sehingga dapat mengakibatkan kegagalan terapi atau terjadinya masalah
akibat obat (drug jused problems).
4 | P a g e
Criteria menurut Herxheimer berpendapat bahwa untuk memenuhi criteria pemberian obat yang
rasional, perlu ditempuh beberapa tahap, yaitu:
Tahap -1 : pastikan bahwa obat betul-betul diperlukan
Tahap -2 : pastikan efek obat yang diperlukan
Tahap -3 : pilihlah obat dan sediaan obat sesuai dengan kondisi klinis yang dihadapi, dengan
mempertimbangkan efektifitas, keamanan, kemudahan dan harganya.
Tahap- 4 : tentukan dengan tepat dosis , interval dan lamanya pemberian obat.
Tahap-5 : tetapkan keputusan pemilihan sediaan obat atas dasar hasil dialo dengan pasien.
Proses pengobatan rasional
Proses pengobatan rasional terdiri dari enam tahap, yaitu :
1. tentukan masalah yang dihadapi penderita (define the patient’s problem)
2. tentukan tujuan terapi (specify the therapeutic objective)
3. evaluasi kecocokan pengobatan secara individual (verify the suitability of your personal
treatment)
4. mulailah pengobatan (start the treatment)
5. berikan informasi, instruksi dan kewaspadaan (give information, instruction and warnings)
6. monitor/ hentikan pengobatan (monitor/stop treatment)
criteria pengobatan yang tidak rasional
Penggunaan obat yang tidak rasional telah lama dikenal, dan merupakan masalah yang cukp
serius dalam pelayanan kesehatan dan terjadi universal disemua negara, oleh karena kemungkinan dan
terjadinya universal disemua negara, dan kemungkinan dampak nya sangat luas.
5 | P a g e
Penggunaan obat yang tidak rasional pada dasarnya adalah tidak tepat secara medic, yaitu tidak
tepat indikasi, tidak tepat dosis, cara dan lama pemberian, serta tidak tepat nya informasi yang
disampaikan sehubungan dengan pengobatan yang diberikan
Quick membuat klasifikasi penggunaan obat yang tidak rasional, sebagai berikut :
1. extravagant prescribing (peresepan yang boros)
keadaan ini ditemukan pada pemberian obat yang harganya mahal (biasanya obat baru),
padahal masih ada obat lama yang harganya lebih murah dengan manfaat dan keamanan yang
sama. Misalnya pemberian tiamfenikol pada kasus tifoid.
2. Over prescribing (peresepan yang berlebihan )
Keadaan ini ditemukan pada pemberian obat yang tidak diperlukan, manfaat nya diragukan,
diberikan dalam dosis yang berlebihan atau dalam jangka pemberian terlalu lama. Misalnya
pemberian antibiotika pada kasus ISPA karena virus atau penggunaan papase sebagai anti-
inflamasi.
3. Incorrect prescribing (peresepan yang salah)
Keadaan ini ditemukan pada pemberian obat untuk diagnosis yang salah, indikasi yang salah
atau tidak mempertimbangkan pengaruh factor genetic maupun lingkungan.
4. Multiple prescribing (peresepan majemuk)
keadaan ini ditemukan pada pemberian banyak obat untuk satu indikasi yang sama atau
pemberian banyak obat untuk penyakit yang berkaitan dengan penyakit prmernya.
5. Under Prescribing (persepan kurang)
Keadaan ini ditentukan bila obat yang tidak dibutuhkan tidak diresepkan atau pemberian obat
dengan dosis yang kurang atau jangka waktu yang kurang.
Penggunaan obat yang tidak rasional mempunyai dampak negative sebagai berikut:
1. Dampak terhadap mutu pengobatan dan pelayanan, yaitu menghambat upaya penurunan
morbiditas dan mortalitas penyakit, serta mencerminkan bahwa mutu pengobatan masih
kurang. Misalnya kurangnya penggunaan obat oralit pada diare yang akut dapat menyebabkan
gagalnya tujuan terapi.
2. Dampak terhadap biaya pengobatan, yaitu bahwa pemberian obat tanpa indikasi, pada
keadaan tidak memerlukannobat atau penggunaan obat yang mahal, menyebabkan
6 | P a g e
pemborosan biaya obat. Penggunaan obat yang kurang dan tidak tepat pada tahap awal
penyakit, juga akan meningkatkan biaya akibat peningkatan resiko perpanjangan penyakit dan
perawatan di rumah sakit.
3. Dampak terhadap efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan,yaitu makin banyak obat
yang digunakan makin besar resiko terjadinya efewk samping, peningkatan resistensi pada
pemberian obat antibiotika secara under dan over. Prescribing atau kemungkinan penularan
penyakit/ terjadinya syok anafilaktik
4. Dampak psikososial, yaitu ketergantungan pasien terhadap intervensi obat atau persepsi yang
keliru terhadap pengobatan, misalnya kebiasaan menyuntik atau pemberian obat nafsu makan.
Ketidakrasionalan penulisan resep mempunyai banyak sebab dan sifatnya kompleks. Akan tetapi
sebab utamanya adalah :
1. Kurangnya bekal pengetahuan dan keterampilan di bidang farmakologi klinik
2. Kurang mendapatkan pendidikan berkelanjutan dan penyegaran
3. Pertimbangan prestige yang keliru dan para praktisi, yaitu bahwa dokter yang baik adalah yang
menggunakan banyak obat atau obat baru
4. Aktifitas promosi yang berlebihan, mendorong penggunaan obat secara berlebihan.
5. Keterbatasan waktu yang dimiliki dokter dalam melayani pasien
6. Tekanan pasien agar dokter memenuhi permintaannya
7. Kekurang yakinan dokter akan diagnosis yang ditegak-kannya
8. Generalisasi yang keliru mengenai efek obat atas dasar pengalaman yang terbatas daripada atas
bukti ilmiah, mendorong kearah peresepan yang berlebih atau kurang .
Beberapa factor telah di indikasikan sebagai penyebab ketidakrasionalan penggunaan obat, yaitu:
1. Sistem kesehatan (health system)
Pasokan obat yang tidak tepat
Keterbatasan obat
Obat yang sudah kadaluarsa
Obat yang salah
2. Pembuat resep (prescriber)
Kurang pelatihan
Kurang contoh penanggulangan
7 | P a g e
Kurang informasi
Kepentingan financial
3. Pemberian obat (dispenser)
Kurang pelatihan
Tidak adanya supervise
Keterbatasan sarana dan prasarana
Jumlah pasien yang sangat banyak
4. Pasien dan masyarakat (patient community)
Kurang informasi tertulis
Perilaku pembuat resep
Terbatasnya waktu konsultasi
Budaya dan kepercayaan
Berdasarkan kemungkinan factor-faktor penyebabnya, dapat dikemukakan beberapa strategi
perbaikan penggunaan obat, yaitu:
1. Strategi pendidikan
a. Pelatihan pembuat resep
Pendidikan formal dan berkelanjutan
Kunjungan supervisi
Diskusi kelompok / seminar/ lokarya
b. Materi informasi tertulis
Literature dan bulletin klinik
Pedoman terapi dan formularium obat
c. Kontak langsung
Jangkauan pendidikan
Pendidikan pasien
Mempengaruhi opinion leaders
2. Strategi manajerial
a. Perbaikan seleksi dan distribusi
Daftar obat terbatas
Review penggunaan obat serta umpan-baliknya dan informasi harga
Komite farmasi rumah sakit dan regional
8 | P a g e
b. Pendekatan peresepan dan dispensing
Formulir permintaan obat yang terstruktur
Pedoman diagnosis dan terapi
Paket lamanya terapi
c. Financial (penetapan harga, biaya perkapita)
3. Strategi regulasi
Regristasi obat
Daftar obat terbatas
Pembatasan peresepan
Pembatasan dispensing
4. Informasi obat
Buletin informasi
Sistem pemberian obat
Penggunaan Antibiotik yang Rasional
9 | P a g e
Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroba ( bakteri, fungi,actynomycetes)
dan mampu menekan atau membasmi pertumbuhan mikroba lain.
Antibiotika ideal mempunai beberapa criteria tertentu :
1. Bersifat paling efektif dan selektif terhadap bakteri penyebab
2. Lebih bersifat bakterisida pada tempat nfeksi
3. Efek antibakterinya tidak dipengaruhi oleh cairan tubuh, eksudat, protein plasma atau enzim
dan dapat dipertahankan dalam darah untuk waktu yang cukup lama
4. Efek toksiknya minimal
5. Resistensi timbul secara lambat
6. Dapat diberikan melalui cara yang diinginkan
7. Harganya terjangkau
Klasifikasi antibiotic
a. Secara in vitro, antibiotika dibagi menjadi dua bagian :
1. Yang secara primer bersifat bakteriostatik, yaitu yang pada dosis biasa berefek utama
menghambat pertumbuhan dan multiplikasi. Misalnya sulfonamide, tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin ( konsentrasi rendah), linkomisin,klindamisin, dan asam fusidat.
2. Yang secara primer bersifat bakterisida, yaitu yang pada dosis biasa berefek membunuh
bakteri. Misalnya penisilin, sefalosporin, aminoglikosida, eritromisin (konsentrasi tinggi ),
kotrimoksazol, rifampisin dan vankomisin.
Pembagian ini tidak mutlak karena beberapa obat dapat bersifat bakteriostatik atau
bakterisida tergantung konsentrasinya misalnya kotrimoksazol, eritromisin, novobiosin,
nitrofurantoin, linkomisin dan klindamisin.
b. Berdasarkan spectrum bakterinya, antibiotika dibagi atas :
10 | P a g e
1. Antibiotika berspektrum sempit
Efek utamanya hanya pada bakteri gram positive coccus dan basil seperti penisili G, penisilin
semisintetik yang tahan penisilinase, basitrasin, golongan makrolid, linkomisin dan vankomisin,
atau yang efek utamanya hanya pada bakteri gram negative aerob seperti aminoglikosida dan
polimiksin.
2. Antibiotika berspektrum luas
Efek utamanya adalah pada bakteri gram positive dan gram negative seperti penisilin
spectrum luas ( ampisilin, amoksilin ) sefalosporin, tetrasiklin, kloramfenikol, trimetoprim dan
sulfanomida.
c. Berdasarkan kesamaan struktur kimianya, misalnya golongan penisilin, sefalosporin,
aminoglikosida,sulfonamide, makrolid, tetrasiklin dan lain-lain.
d. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotika dibagi atas :
1. Antibiotika yang menghambat sintesis dinding sel atau mengaktivasi enzim yang merusak
dinding sel, misalnya penisilin, sefalosporin, sikloserin, vankomisin, basitrasin dan antifungi
golongan imidazol.
2. Antibiotik yang bekerja langsung pada membrane sel mikroba, mempengaruhi
permeabilitasnya sehingga terjadi kebocoran komponen intraselulernya, misalnya
detergen,polimiksin,kolistimetat, antifungi polien, nistatin, dan amfoterisin.
3. Antibotika yang mempengaruhi fungsi ribosom bakteri sehingga terjadi penghambatan
sintesis protein yang reversible, misalnya kloramfenikol, tetrasiklin, eritromisin, dan
klimdamisin.
4. Antibiotika yang mengikat ribosom subunit 30-S dan mengubah sintesis protein sehingga
terjadi kematian sel, misalnya aminoglikosida.
11 | P a g e
5. Antibiotika yang mempengaruhi metabolisme asam nukleat, misalnya rifamisin
( menghambat polymerase RNA yang tergantung DNA) dan kolinolon ( menghambat
superkoilisasi DNA dan sintesis DNA )
6. Antimetabolit, termasuk trimetropim dan sulfonamide yang menghambat tahapan
metabolisme yang spesifik dan esensial bagi mikroba.
7. Analog asam nukleat, seperti zidovudin, gansiklovir, vidarabin, dan asiklovir yang mengikat
enzim virus yang esensial untuk sintesis DNA sehingga relikasi virus terhenti.
Tujuan penggunaan antibiotic :
1. Tujuan profilaksis
Pemberian antibiotic profilaksis pada dasarnya dilakukan dalam keadaan belum terkena infeksi
akan tetapi beresiko tinggi untuk terkena infeksi, dan bila terkena infeksi akan berdampak
buruk. Pemberian antibiotic profilaksis dibedakan menjadi :
a. Antibiotik profilaksis bedah
Pemberian antibiotika profilaksis bedah sebetulnya hanya dibenarkan untuk jenis operasi
terkontaminasi dan operasi bersih tertentu yang meskipun resikonya rendah tetapi bisa
membahayakan jiwa. Cara, saat dan lama pemberian antibiotika profilaksis ditujukan untuk
mencapai kadar efektif dalam darah atau jaringan yan melebihi kadar hambat minimal bakteri.
b. Antibiotik profilaksis non-bedah
Pemberian antibiotic profilaksis non-bedah antara lain untuk :
- Mencegah infeksi komunitas, pada orang telah terpapar ( kontak erat tetapi belum
kebal). Misalnya pada kasus tuberkulosa, meningitis akibat H. influenza tipe B atau
N.meningitidis.
- Mencegah infeksi nosokomial, pada penderita dengan imunitas rendah
(immunocompromised).Misalnya pada penderita yang sedang diberi kemoterapi
intensif.
12 | P a g e
- Mencegah kekambuhan penyakit, misalnya pada penyakit demam rematik.
- Mencegah endokarditis, pada penderita dengan kerusakan katup jantung bila dilakukan
tindakan pada gigi.
2. Tujuan terapi
Pemberian antibiotic untuk tujuan terapi dapat dilakukan secara :
a. Empirik ( educated guess) atau secara definitive, dengan menggunakan antibiotika yang
efektif, aman dan berspektrum sempit.
b. Antibiotika kombinasi
Bila betul-betul perlu boleh diberikan, akan tetapi criteria indikasinya harus dipenuhi, yaitu
untuk infeksi bakteri campuran ( memperlebar spectrum ), infeksi berat yang penyebab
spesifiknya belum diketahui ( memperlebar spketrum), meningkatkan aktivitas antibiotika pada
terapi infeksi yang spesifik (meningkatkan sinergisme )dan mencegah/memperlambat
terjadinya resistensi bakteri ( pada kasus tuberkulosa).
Langkah-langkah
Langkah-langkah dalam mendapatkan antibiotika terpilih yang rasional, adalah :
1. Menegakkan diagnosa klinis.
2. Identifikasi bakteri penyebab infeksi.
- Pendekatan educated guess, yaitu mengenali bakteri penyebab tersering dari suatu
infeksi.
- Pengecatan gram dari secret atau cairan tubuh, dengan maksud untuk mempersempit
kemungkinan bakteri penyebab, sebelum dilakukan inisial.
- Kultur bakteri.
3. Tes sensitivitas bakteri terhadap antibiotika
- Kualitatif/semikuantitatif, misalnya dengan tenik difusi agar.
13 | P a g e
- Kuantitatif, misalnya dengan teknik pengenceran sehingga bisa didapatkan kadar
hambat minimal atau kadar bunuh maksimal. Teknik ini dipakai bila dibutuhkan
pengetahuan yang tepat seperti pada terapi endokarditis bakterialis.
Kadang-kadang tes sensitivitas tidak diperlukan, karena berdasarkan pengalaman suatu
bakteri masih tetap mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap antibiotika tertentu,
misalnya streptokokus beta-hemolitikus group A terhadap penicillin G.
4. Pertimbangkan factor pharmakodinamik, farmakokinetik serta factor hospes yang
mempengaruhi efek antibiotika tersebut, begitu pula cara pemberiannya tepat.
Faktor-faktor pharmakodinamik yang perlu diperhatikan, misalnya :
1. Spektrum antibiotika. Penggunaan antibiotika spectrum luas untuk sementara bisa
dipertimbangkan selama belum ada kepastian hasil isolasi dan identifikasi bakteri.
2. Mekanisme kerja. Antibiotika bakterisida lebih disukai pada keadaan daya tubuh menurun.
3. Efek samping.
Faktor-faktor pharmakokinetik yang mempengaruhi aktivitas antibiotika adalah :
1. Absorpsi
Faktor ini berkaitan erat dengan cara pemberian yang paling tepat demi tercapainya tujuan
terapi antibiotika yaitu untuk menghasilkan konsentrasi suprainhibisi atau bakterisida di tempat
kerjanya. Pertimbangan cara pemberian tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi serta
perbandingan konsentrasi obat dalam jaringan setelah pemberian per oral dan parenteral.
2. Distribusi
Sekali obat berada dalam darah, maka kemampuan antibiotika untuk mencapai tempat infeksi
tergantng pada :
a. Konsentrasi obat dalam darah
b. Besar molekul
14 | P a g e
c. Ikatan dengan protein plasma
d. Kelarutan dalam lemak
e. Muatan ion
f. Ikatan dengan jaringan
g. Ada/tidaknya inflamasi
h. Mekanisme transport aktif
i. Cara ekskresi
Aktifitas biologis suatu antibiotika sangat erat hubungannya dengan konsentrasi obat bebas
dalam darah. Antibiotika yang terikat luas pada protein plasma akan mengurangi aktifitas
biologisnya, distribusinya ke dalam jaringan, penetrasinya ke dalam rongga interstitial dan
inflamasi, serta sekresinya melalui filtrasi glomerolus.
3. Eliminasi
Mekanisme eliminasi antibiotika kadang-kadang menjadi esensial terutama bila konsentrasi
obat dalam darah tinggi sehingga menimbulkan efek toksik. Obat-obat yang dieliminasi
terutama melalui ginjal memerlukan penyesuaian dosis pemberian ( besar dosisnya atau
interval dosisnya) pada keadaan gangguan fungsi ginjal, karena terjadinya toksisitas berkaitan
langsung dengan konsentrasi obat dalam darah.Misalnya pada aminoglikosida,polimiksin,
vankomisin dan flusitosin.Obat-obat yang dielimiasi melalui hepar ( misalnya eritromisin,
kloramfenikol, linkomisin, dan klindamisin) dosisnya harus diturunka pada keadaan gangguan
fungsi hepar.
4. Cara pemberian, dosis dan lamanya terapi.
Rencana terapi ini perlu ditetapkan lebih dulu pada permulaan pemberian obat agar
konsentrasi obat pada tempat infeksi cukup adekuat dalam waktu yang dibutuhkan untuk
15 | P a g e
penyembuhan. Pada infeksi berat yang mengancam kehidupan atau pada keadaan dimana
dibutuhkan konsentrasi tinggi dari obat pada tempat infeksi, cara parenteral lebih dipilih.
Pada infeksi ringan yang disebabkan oleh bakteri yang sangat peka terhadap pengobatan dan
lokasi infeksi mudah dicapaioleh obat, dapat digunakan cara pemberian per oral.
Besarnya dosis tergantung sekali pada tempat infeksi. Lamanya terapi antibiotika ditentukan
oleh berapa jumlah antibiotika yang harus diberikan dalam wakt tertentu, untuk mendapatkan
hasil terapi yang efektif dan mencegah timbulnya relaps.
Pertimbangan berapa lama terapi harus diberikan berkisar pada :
- Kesanggupan bakteri dalam melawan/mengurangi pertahanan tubuh yang normal.
- Lokasi infeksi dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika
- Aktivitas primer terhadap bakteri
- Mekanisme terjadinya resistensi
Factor-faktor hospes yang mempengaruhi seleksi antibiotika adalah :
1. Mekanisme pertahanan tubuh.
Khasiat antibiotika yang paling efektif sekalipun, mesih memerlukan campur tangan sistem
pertahanan tubuh baik yang bersifat humoral maupun seluler.Pada keadaan-keadaan dimana
mekanisme pertahanan tubuh menurun ( misalnya pada debilitas, agranulositosis, anemia
aplastic, atau pasien-pasien yang sedang diobati obat-obat immunosupresan ), antibiotika akan
bakterisida lebih bermanfaat
2. Faktor local. Aktifitas antibiotika bisa dipengaruhi factor local di tempat infeksi, misalnya :
- Pus akan meningkatkan aminoglikosida, polimiksin, dan vankomisin sehingga
aktivitasnya menurun.
- Akumulasi Hb ditempat hematom yang mengalami infeksi akan mengikat penicillin dan
tetrasiklin, sehingga efektifitasnya menurun.
16 | P a g e
- Ph rendah akan menurunkan aktivitas antibiotika aminoglikosida, golgam makrolid, dan
linkomisin, sedangkan klortetrasiklin akan lebih aktif.
- Keadaan anarerobakan mengganggu aktifitas aminoglikosida
- Benda asing di tempat infeksi akan menrunkan efek antibiotika.
3. Lain-lain
- Umur : pada anak-anak terutama bayi premature fungsi pharmakokinetik belum
sempurna, sedangkan pada orang tua fungsinya sudah menurun, misalnya pemberian
tetrasiklin pada anak-anak menimbulkan pewarnaan gigi, sulfonamide menimbulkan
Kern ikterus.
- Faktor genetic : pada penderita dengan defisiensi enzim glukosa 6-fosfat dehidrogenase
bila diberikan obat sulfonamide, nitrofurantoin akan timbul hemolisis.
- Kehamilan : Resiko pemberian antibiotika pada ibu dan anak meningkat, misalnya
tetrasiklin pada ibunya menimbulkan pancreatitis sedangkan pada anaknya
menyebabkan pewarnaan gigi. Disamping itu kehamilan akan mempengaruhi
farmakokinetik beberapa antibiotika, misalnya konsentrasi penisilin plasma menurun.
- Alergi obat : Penisilin dan derivatnya terkenal dalam menimbulksn reaksi alergi.
- Gangguan sistem saraf : Penderita yang mempunyai bakat timulnya kejang, cenderung
untuk mendapat serangan pada pengguanaan penicillin G dosis tinggi.
Efek samping
Penggunaan antibiotika dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan pada tubuh manusia
yaitu :
1. Reaksi alergi. Reaksi ini dapat timbul pada semua golongan antibiotika, denga manifestasi
gejalan yang dapat ringan sampai berat seperti syok anafilaktik.
2. Reaksi toksik. Reaksi ini juga dapat timbul pada semua antibiotic dan dapat timbul akibat satu
atau dua mekanisme tersebut dibawah ini :
17 | P a g e
- Reaksi toksik yang timbul sebagai efek langsung penggunaan dosis yang tidak tepat,
misalnya pada aminoglikosida dan kloramfeikol.
- Reaksi toksik yang tidak dapat diramalkan, mungkin karena reaksi alergi atau idiosinkrasi
dan biasanya tidak tergantung pada dosis yang diberikan, misalnya pada penicillin atau
sefalosporin.
3. Superinfeksi
Keadaan ini merupakan infeksi baru yang disebabkan oleh mikroba pathogen atau jamur pada
pengobatan infeksi primernya dengan antibiotka. Keadaan ini relative sering dan berbahaya,
karenan mikroba penyebabnya yang biasanya suatu Enterobacter, Pseudomonas, dan Kandidia
atau jamur lainnya, sulit dibasmi dengan antiinfeksi yang tersedia sampai kini.
Superinfeksisering terjadi pada anak-anak berumur kurang dari tiga tahun, diberi antibiotika
berspektrum luas, jangka panjag dan ada penurunan daya tahan tubuh.
Untuk mengatasi superinfeksi perlu diambil tindakan sebagai berikut :
- Menghentikan terapi antibiotika yang sedang digunakan
- Melakukan pembiakan mikroba penyebab superinfeksi
- Mengobati dengan antibiotika yang sesuai atas dasar pemeriksaan bakteriologi dan tes
sensitivitas.
Pencegahan superinfeksi dapat dilakukan dengan pemeriksaaan biakan dari feses dan secret
saluran nafas bagaian atas, selama pengobatan dengan antibiotika. Bila kemudian mikroba
tersebut berpotensi pathogen menjadi dominan atau merupakan satu-satunya unsur
mikroflora, langsung diberikan pengobatan dengan antibiotika yag efektif terhadapnya.
INTERAKSI OBAT
18 | P a g e
Interaksi obat terjadi apabila efek farmakologik suatu obat dirubah oleh obat atau zat lain.
Pemberian obat lebih dari satu macam merupakan kejadian yang sering ditemukan sehingga
peluang untuk terjadinya interaksi obat meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah obat-
obatan yang diterima penderita.
Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi obat
1. Patient factor
Umur, genetic, penyakit, liver function, konsentrasi protein darah, pH urine dan makanan
2. Drug factor
Dosis, poly pharmacy ( pemberian obat pada waktu yang sama), bentuk obat, durasi terapi,
drug administration.
Secatra klinis ada titik –titik waktu tertentu yang penting diperhatikan selama
berlangsungnya interaksi obat.
1. Saat timbulnya ( pertama kali terdeteksi)
2. Saat efek farmakokinetik /farmakodinamik interaksi maksimal.
3. Saat efek samping dialami penderita.
4. Saat yang tepat untuk menghentikan interaksi.
KLASIFIKASI INTERAKSI
19 | P a g e
a) Berdasarkan tempat terjadinya
1. Terjadi selama formulasi dan pencampuran obat
a. Interaksi farmasetika
Bisa berakibat rusaknya sediaan obat atau terpisahnya bahan-bahan obat.
b. Interaksi kimia ( incompatibilitas)
Obat-obat umumnya merupakan asam/basa organic lemah dan sering tidak larut, sehingga
untuk melarutkannya perlu bentuk garam. Proses pencampuran mengakibatkan prespitasi
atau ketidak stabilan obat. Perubahan pH merupakan factor utama terjadinya interaksi
kimia.
2. Interaksi di tempat masuknya obat ( proses absorbsi).
3. interaksi di dalam tubuh ( pada proses distribusi, metabolism, ekskresi dan farmakodinamik).
b) Berdasarkan perubahan yang terjadi
1. Interaksi farmakokinetik
Suatu obat merubah farmakokinetik obat lain sehingga merubah kadar satu atau semua
obat tersebut dalam plasma atau erseoptor.
2. interaksi farmakodinamik
Suatu obat tidak merubah farmakokinetik obat lain, tapi terjadi perubahan respon
terhadap satu atau semua obat atau terjadi perubahan efek yang dihasilkan oleh kadar
suatu obat dalam plasma.
1.Interaksi farmakokinetik
20 | P a g e
Interaksi pada pemberian obat secara sistemik
a. Interaksi obat invitro
Beberapa obat bersifat incompatible ( tidak tercampurkan ) dengan cairan infuse intarvena.
b.Interaksi obat pada proses absorbsi ( in vivo)
Keadaan ini terjadi akibat dari mekanisme:
I. Pembentukan ikatan kompleks ( langsung)
Tetrasiklin dan kation seperti kalsium akan membentuk ikatan garam yang tidak larut
sehingga kadar tetrasiklin plasma menurun.
II. Perubahan Motilitas usus
Pemberian antikholinergik ( atropin ) atau opioid akan memperlambat kecepatan
pengosongan lambung dan memperlambat absorbsi beberapa obat tertentu seperti
asetaminofen yang absorbsinya terutama di usus.
III. Penghambatan absorbi
Kolkishin mengakibatkan malabsorbsi vitamin B
IV. Perubahan absorbsi karena factor diet
Makanan berlemak akan meningkatkan absorbs obat-obatan yang larut dalam lemak
( misalnya griseofulvin ).
V. Perubahan flora usus
Anti mikroba akan menyebabkan potensiasi efek antikoagulan oral dengan cara
mengurangi sintesis vitamin K oleh bakteri usus.
VI. Perubahan pH lambung
21 | P a g e
Salisilat ( asam lemah ) tidak akan diabsorbsi secara baik apabila pH lambung meningkat
( akibat antacid ).
Interaksi pada proses distribusi
A) Pergeseran sebagai akibat kpmpetisi pada tempat ikatan protein plasma
Terjadi persaingan antara obat yang bersifat asam maupun basa untuk berikatan dengan
albumin.
B) Pergeseran sebagai akibat kompetisi pada tempat ikatan protein jaringan
Kinidin akan menggeser digoksin dari tempat ikatan di jaringan sehingga toksisitas
digoksin meningkat.
C) Penghambatan pada system transport aktif
Antidepresan trisiklik dan fenotiazin akan menghambat sintesis guanidinium sehingga
mencegah obat tersebut sampai ke tempat kerjanya.
1. Interaksi pada proses Metabolisme
Sebagian besar obat yang mengalami inaktivasi melalui proses biotransformasi, efeknya
bias memanjang bila metabolismenya dihambat oleh obat lain.
2. Interaksi pada proses Eksresi
Interaksi pada proses ekskresi melalui mekanisme:
a. Pengaruh pada transport aktif
Persaingan system transport oleh asam lemah akan menurunkan eliminasi obat obat tertentu.
22 | P a g e
b. Perubahan pH urine
Obat-obat yang menyebabkan alkalinisasi urin akan meningkatkan ekskresi asam lemah.
c. Penurunan eliminasi obat melalui simulasi sekresi bilier
Fenobarbital akan meningkatkan ekskresi bilier beberapa obat dengan cara
meningkatkan aliran empedu dan sintesis protein yang berperan di dalam mekanisme
ekskresi konjugasi bilier.
3. Interaksi farmakodinamik
Interaksi pada target organ yang sama
Interaksi pada reseptor yang sama
Interaksi pada reseprot yang berbeda
Interaksi pada target organ yang berbeda
Potensiasi efek antihipertensi diuretika ( berefek langsung vasodilatasi ) terhadap reserpin
( penurunan tonus simpatis ).
Hal-hal yang harus diwaspadai oleh para dokter praktek dan klinisi
Yang penting adalah kejadian interaksi yang berkaitan dengan obat-obat tertentu;
1. Obat-obatan yang mempunyai indeks terapi yang sempit,misalnya glikosida jantung
2. Obat-obatan yang efek farmakoliginya berkaitan erat dengan kadarnya dalam plasma
3. Obat-obatan yang hasil akhir efek terapinya sukar ditentukan secara pasti,misalnya
antipsikotika.
Untuk membuat ramalan terjadinya interaksi obat,membuat suatu kriteria kemungkinan
interaksi obat yang penting :
23 | P a g e
1. Higly predictable= terjadi pada semua penderita yang menerima kombinasi obat
2. Predictable=terjadi pada sebagian besar penderita yang menerima kombinasi obat
3. Not predictable=hanya terjadi pada beberapa penderita yang menerima kombinasi obat
4. Not established=data untuk meramalkan kejadian interaksi tidak cukup.
Penggolongan Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara
24 | P a g e
turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional
Indonesia semula hanya dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu obat tradisional atau jamu dan
fitofarmaka. Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi, telah diciptakan peralatan
berteknologi tinggi yang membantu proses produksi sehingga industri jamu maupun industri
farmasi mampu membuat jamu dalam bentuk ekstrak. Namun, sayang pembuatan sediaan
yang lebih praktis ini belum diiringi dengan perkembangan penelitian sampai dengan uji klinik.
Saat ini obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu jamu, obat ekstrak alam, dan
fitofarmaka.
1.Jamu (Empirical based herbal medicine)
Logo Jamu :
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk
seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu
tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu
pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya
cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan
pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah
digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan
tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan
tertentu. Obat bahan alam yang dikelompokkan dalam kategori jamu/obat tradisional Indonesia
harus mencantumkan logo dan tulisan ”JAMU”.
2. Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine)
Logo Obat Herbal terstandar :
Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat
berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini
25 | P a g e
membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga
kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain
proses produksi dengan tehnologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan
pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik seperti standart kandungan bahan
berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional
yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis. Obat bahan alam yang dikelompokkan
dalam kategori Obat Herbal Terstandar harus mencantumkan logo dan tulisan ”OBAT HERBAL
TERSTANDAR”
3.Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)
Logo Fitofarmaka :
Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan dengan obat
modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah
sampai dengan uji klinik pada manusia dengan kriteria memenuhi syarati lmiah, protokol uji
yang telah disetujui, pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat pelaksanaan
uji memenuhi syarat. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk
menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk
menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah.
Produsennya harus mencantumkan logo dan tulisan ‘FITOFARMAKA’ di setiap kemasan.
EFEK SAMPING TANAMAN OBAT
Saat ini banyak dipromosikan berbagai suplemen kesehatan yang dikatakan tidak ada efek samping karena bersifat alami . Namun dari beberapa penelitian ternyata beberapa tanaman pun dapat menimbulkan reaksi alergi dari mulai gejala yang ringan sampai dengan syok
26 | P a g e
anafilaktik. Royal jelly yang sering digunakan sebagai suplemen kesehatan dapat pula menimbulkan reaksi bronkospasme pada individu yang sensitif.
Beberapa tanaman obat China yang diklaim bisa menguruskan badan telah dilaporkan mengakibatkan gangguan ginjal. Jamur Shiitake yang banyak digunakan sebagai tanaman obat telah pula dilaporkan berhubungan dengan dermatitis pada beberapa kasus. Kombucha, tanaman obat yang saat ini dikenal dengan berbagai khasiatnya mulai dari penyembuhan kanker sampai dengan mengatasi alopesia dilaporkan pula telah menimbulkan efek toksik pada dua kasus.
Ginseng merupakan tanaman obat yang sangat popular penggunaannya dan telah digunakan lebih dari 2000 tahun. Ginseng banyak digunakan untuk mencegah penuaan, meningkatkan stamina dan konsentrasi, namun penggunaan ginseng yang berlebihan dapat pula menimbulkan efek samping yang cukup berat seperti arteritis serebri.
Efek samping obat ada dua macam tergantung dosis atau tidak tergantung dosis ( reaksi alergi/idiosinkrasi). Minimnya data penelitian tanaman obat sebelum dipakai oleh masyarakat memungkinkan penggunaannya terjadi kelebihan dosis yang menimbulkan efek samping ataupun pada beberapa individu yang hipersensitif mengakibatkan reaksi alergi.
Pada penggunaan suplemen tinggi serat pun perlu mendapat perhatian khusus karena adanya serat yang berfermentasi dapat menstimulasi proliferasi pada usus besar.
Saat ini banyak pula tanaman obat yang telah terbukti aman dibandingkan obat kimiawi seperti misalnya bawang putih yang digunakan untuk menurunkan kholesterol darah dan jahe yang banyak digunakan untuk mengobati rematik.
Jadi penggunaan tanaman obat tidak selamanya aman. Pada beberapa kasus dapat menimbulkan efek samping. Memang beberapa tanaman obat telah terbukti secara empiris dengan perjalanan waktu yang lama untuk mengobati berbagai macam penyakit Namun sebaiknya sama seperti obat lain alangkah baiknya dilakukan penelitian yang lebih mendetil mengenai efek samping tanaman obat ini. Sebaiknya pula berhati-hati penggunaan tanaman obat dalam dosis yang besar maupun penggunaan yang terus menerus tanpa pemantauan efek sampingnya. Publikasi dan promosi mengenai kemanjuran tanaman obat sebaiknya pula disertai dengan efek sampingnya sehingga masyarakat bisa menimbang –nimbang untung rugi dari tanaman obat yang dikonsumsinya.
Tanaman Obat Keluarga (TOGA)
Pengertian TOGA
27 | P a g e
Toga adalah singkatan dari tanaman obat keluarga. Tanaman obat keluarga pada hakekatnya sebidang tanah baik di halaman rumah, kebun ataupun ladang yang digunakan untuk membudidayakan tanaman yang berkhasiat sebagai obat dalam rangka memenuhi keperluan keluarga akan obat-obatan. Kebun tanaman obat atau bahan obat dan selanjutnya dapat disalurkan kepada masyarakat , khususnya obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Pemanfaatan Tanaman Obat Sejak terciptanya manusia di permukaan bumi, telah diciptakan pula alam sekitarnya mulai dari sejak itu pula manusia mulai mencoba memanfaatkan alam sekitarnya untuk memenuhi keperluan alam bagi kehidupannya, termasuk keperluan obat-obatan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan. Kenyataan menunjukkan bahwa dengan bantuan obat-obatan asal bahan alam tersebut, masyarakat dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya. Hal ini menunjukkan bahwa obat yang berasal dari sumber bahan alam khususnya tanaman telah memperlihatkan peranannya dalam penyelenggaraan upaya-upaya kesehatan masyarakat. Pemanfaatan TOGA yang digunakan untuk pengobatan gangguan kesehatan keluarga menurut gejala umum adalah:1. Demam panas2. Batuk3. Sakit perut4. Gatal-gatal Jenis-jenis Tanaman Untuk TOGA Jenis tanaman yang harus dibudidayakan untuk tanaman obat keluarga adalah jenis-jenis tanaman yang memenuhi kriteria sebagai berikut:a. Jenis tanaman disebutkan dalam buku pemanfaatan tanaman obat.b. Jenis tanaman yang lazim digunakan sebagai obat didaerah pemukiman.c. Jenis tanaman yang dapat tumbuh dan hidup dengan baik di daerah pemukiman.d. Jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain misalnya: buah-buahan dan bumbu masake. Jenis tanaman yang hampir punahf. Jenis tanaman yang masih liarg. Jenis tanaman obat yang disebutkan dalam buku pemanfaatan tanaman adalah tanaman yang sudah lazim di tanam di pekarangan rumah atau tumbuh di daerah pemukiman. Fungsi Toga
28 | P a g e
Salah satu fungsi Toga adalah sebagai sarana untuk mendekatkan tanaman obat kepada upaya-upaya kesehatan masyarakat yang antara lain meliputi:1. Upaya preventif (pencegahan)2. Upaya promotif (meniungkatkan derajat kesehatan)3. Upaya kuratif (penyembuhan penyakit) Selain fungsi diatas ada juga fungsi lainnya yaitu:1. Sarana untuk memperbaiki status gizi masyarakat, sebab banyak tanaman obat yang dikenal sebagai tanaman penghasil buah-buahan atau sayur-sayuran misalnya lobak, saledri, pepaya dan lain-lain.2. Sarana untuk pelestarian alam.3. Apabila pembuatan tanaman obat alam tidak diikuti dengan upaya-upaya pembudidayaannya kembali, maka sumber bahan obat alam itu terutama tumbuh-tumbuhan akan mengalami kepunahan.4. Sarana penyebaran gerakan penghijauan.5. Untuk menghijaukan bukit-bukit yang saat ini mengalami penggundulan, dapat dianjurkan penyebarluasan penanaman tanaman obat yang berbentuk pohon-pahon misalnya pohon asam, pohon kedaung, pohon trengguli dan lain-lain.6. Sarana untuk pemertaan pendapatan.7. Toga disamping berfungsi sebagai sarana untuk menyediakan bahan obat bagi keluarga dapat pula berfungsi sebagai sumber penghasilan bagi keluarga tersebut.8. Sarana keindahan. Dengan adanya Toga dan bila di tata dengan baik maka hal ini akan menghasilkan keindahan bagi orang/masyarakat yang ada disekitarnya. Untuk menghasilkan keindahan diperlukan perawatan terhadap tanaman yang di tanam terutama yang ditanam di pekarangan rumah.
DOSIS29 | P a g e
Definisi dosis (takaran) suatu obat ialah banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau
diberikan kepada seorang penderita baik untuk dipakai sebagai obat dalam maupun luar
(Anonim, 2003).
Macam-macam dosis , antara lain:
a. Dosis terapi adalah sejumlah dosis yang memberikan efek terapetik pada penderita dewasa
(Joenoes, 2004).
b. Dosis maksimum adalah dosis(takaran) yang terbesar yang dapat diberikan kepada orang
dewasa untuk pemakaian sekali dan sehari tanpa membahayakan (Anonim, 2003 ).
c. Dosis toksik adalah dosis obat yang diberikan melebihi dosis terapi, terutama obat yang
tergolong racun dan ada kemungkinan terjadi keracunan.
d. Dosis letal adalah dosis toksik yang sampai mengakibatkan kematian (Joenoes,2004).
Dosis obat yang diberikan kepada penderita dipengaruhi oleh beberapa faktor,meliputi:
factor obat, cara pemberian obat tersebut, dan penderita. Terutama faktorpenderita seringkali
kompleks sekali, karena perbedaan individual terhadap responobat tidak selalu dapat
diprakirakan (Joenoes, 2004).Di bidang pediatrik dalam menentukan dosis obat untuk terapi
seringditemukan kesulitan, alasannya ialah karena organ-organnya masih belum sempurna,
antara lain hepar, ginjal, dan susunan saraf pusat (Joenoes, 2004).
Memilih dan menetapkan dosis untuk pediatrik memang tidaklah mudah,banyak faktor
yang harus diperhatikan. Diantaranya keadaan pasien, kasus sakit, jenis obat, toleransi tubuh
dan lainnya. Berbagai mekanisme metabolik yang terdapat pada bayi, terutama bayi prematur
dan bayi baru lahir memang belum dikembangkansecara sempurna. Hal ini menyebabkan
biotransformasi terhadap obat menjadi terganggu, sehingga obat akan terakumulasi ke arah
konsentrasi letalnya dalam darah. Tidak ada aturan pokok untuk memperhitungkan dosis
pasien pediatrik,karena itu beberapa tokoh mencoba untuk membuat perhitungan berdasarkan
umur,
30 | P a g e
bobot badan dan luas permukaan (body surface). Sebagai patokan dapat kita ambilsalah satu
cara (Anonim, 2003). Dosis obat untuk pediatrik akan diperoleh darisebuah “Pediatric Dosage
Handbook” dan mungkin juga dari dosis dewasa (Walker dan Edward, 2003).
Perhitungan dosis bayi dan anak terhadap dosis dewasa dapat dilakukanberdasarkan
usia, bobot badan, atau luas permukaan badan. Saat ini perhitungan dosis bayi dan anak
berdasarkan usia orang dewasa jarang dilakukan. Yang saat ini dipakai adalah perhitungan dosis
anak terhadap orang dewasa berdasarkan luas permukaanbadan sebenarnya, perhitungan
inilah yang dianggap paling baik untuk saat ini,karena perhitungan luas permukaan telah
memperhitungkan bobot badan dan tinggitubuh. Dikatakan dosis kurang atau dosis terlalu
rendah adalah apabila dosis yangditerima pasien adalah berada di bawah 20% rentang dosis
terapi pada pasienpediatrik dari buku standar yang digunakan. Dan dapat disebut dosis lebih
atau dosis terlalu tinggi apabila dosis obat yang diterima pasien 20% diatas dosis yang tertulis
pada buku standar yang digunakan (Anonim, 2004).Perhitungan dosis pediatrik berdasarkan
berat badan, umur, dan luaspermukaan tubuh terhadap dosis dewasa adalah sebagai berikut :
a. Perhitungan berdasarkan berat badan :
Rumus Clark :
1. Weight ( pound)
X adult dose
150
2. Weight (kg)
X adult dose
68
b. berdasarkan umur
31 | P a g e
1. umur <1 thn
Rumus fried : age (month)
X adult dose
150
2. umur <8 thn
rumus young : age (year)
X adult dose
Age + 12
3. umur >8 thn
rumus dilling : age (year)
X adult dose
20
c. berdasarkan luas permukaan tubuh
rumus crowford’s and Terry Roube’s
Luas Permukaan Tubuh
X adult dose
1,73
Kasus
32 | P a g e
Patrick, anak laki-laki berusia 4 tahun datang dengan keluhan :
Suara napas tidak biasa / mengi (wheezing)
Batuk produktif dengan sputum jernih hingga putih
Respiratory rate meningkat hingga 42x/menit
Suhu badan sedikit meningkat hingga 38oC
Dua hari sebelumnya, Patrick mengalami demam tinggi dan batuk, oleh karena itu ibunya
memberi acetaminophen dan ambroxol. Setelah pemberian obat, demam Patrick membaik,
namun gejala diatas timbul, dimungkinkan karena efek samping acethaminophen salah satunya
adalah hipersensitivitas. Dokter mendiagnosis Patrick mengalami asma bronkial dan
memberikan Patrick dexamethasone, acethaminophen, salbutamol dan ambroxol.
Asma
Asma terjadi secara periodik, ditandai dengan bronkospasme reversibel yang diakibatkan oleh
adanya respon bronkokontriksi terhadap beragam stimulus. Asma bronkial umumnya terjadi
akibat inflamasi bronkial persisten yang menghambat jalan napas, terlihat dari gejala susah
bernapas (dyspnea), batuk, and mengi (wheezing). Karena pemicu asma beragam dan sangat
banyak jenisnya, maka tidak ada pengklasifikasian khusus. Namun, secara garis besar, asma
dapat dikategorikan menjadi :
Asma ekstrinsik, terjadi karena diinisiasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang
diinduksi oleh adanya antigen intrinsik. Pada asma ekstrinsik ini juga terjadi respon imun
terutama antibodi immunoglobulin E [IgE] antibodies. Terjadi pada anggota keluarga lain
penderita asma. Asma ini juga terjadi akibat sensitivitas dari sel CD4+ tipe TH2.
Asma intrinsik, terpicu reaksi nonimun. Faktor-faktor pemicunya antara lain aspirin,
infeksi pulmonar terutama oleh virus, kedinginan, stres fisiologis, latihan berat, dan
inhalasi iritan seperti ozon dan sulfur dioksida. Biasanya tidak ada alergi pada keluarga
dan serum IgE level normal. Pasien bisa disebut mengalami asthmatic diathesis.
33 | P a g e
Patogenesis asma
Berbagai faktor penyebab asma menstimulasi respon bronkokonstriktor yang juga disebut
hiperresponsif jalan napas. Biasanya diperantarai oleh mediator yang dikeluarkan sel mast
seperti histamin dan methacholine. Biasanya alergen atau iritan akan terikat pada reseptor IgE
pada permukaan sel mast, terutama karena IgE spesifik terhadap agen alergi, dengan adanya
agen alergi, jumlah reseptor IgE meningkat peningkatan ini juga memacu aktivasi sel mast.
34 | P a g e
Sel mast disini akan mengeluarkan berbagai mediator yang memiliki beberapa efek, secara garis
besar mediatornya terbagi menjadi 2 fase, yaitu :
1. Mediator fase awal
Leukotrienes C4, D4, dan E4: mediator potensial untuk bronkokontriksi, peningkatan
permeabilitas vaskular dan peningkatan sekresi mukus.
Prostaglandins D2, E2 dan F2α, menyebabkan bronkokonstriksi dan vasodilatasi
Histamine menyebabkan bronkospasme dan peningkatan permeabilitas vaskular
Platelet-activating factor menyebabkan agregasi platelet dan pengeluaran histamin dari
granula sel mast
Mast-cell tryptase inaktivasi peptida bronkodilatori normal
2. Mediator fase lanjut
Mediator ini didominasi oleh inisiasi dari leukosit, antara lain basofil, neutrofil dan
terutama eosinofil
Eosinophilic and neutrophilic chemotactic factors and leukotriene B4 : merekrut dan
mengaktivasi eosinofil dan neutrofil
IL-4 and IL-5 : augmentasi respon TH2 sel CD4+ T dengan meningkatkan sintesis IgE dan
proliferasi juga kemotaksis eosinofil
Platelet-activating factor : kemotaksis untuk eosinofil dengan adanya IL-5
Tumor necrosis factor : meningkatkan regulasi molekul adesi pada endotel vaskular dan
juga pada sel-sel inflamasi
Adanya leukosit pada tempat degranulasi sel mast menyebabkan 2 efek, yaitu :
1. Sel-sel menghasilkan mediator yang mengaktifkan sel mast dan mengintensifkan respon
inisial
2. Menyebabkan kerusakan sel epitel
35 | P a g e
Lotion
Lotion adalah Sediaan cair berupa suspensi atau dispersi yang digunakan sebagai obat
luar dapat berbentuk suspensi zat padat dalam serbuk halus dengan bahan pensuspensi yang
cocok , emulsi tipe o/w dengan surfaktan yang cocok.
Kegunaan : membersihkan make-up (rias wajah) dan lemak dari wajah dan leher.
Ciri-ciri Lotion :
v Lebih mudah digunakan (penyebaran losio lebih merata daripada krim)
v Lebih ekonoms (Lotio menyebar dalam lapisan tipis)
v Ada 2 jenis Lotion :
- Larutan detergen dalam air
- Emulsi tipe M/A
37 | P a g e