Case Jantung 2

52
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (2008), pada tahun 2002 penyakit infark miokard akut, merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit infark miokard akut di seluruh dunia. Penyakit infark miokard akut adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa. Infark miokard akut adalah penyebab kematian nomor dua di negara berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%). Di Indonesia pada tahun 2002 penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian pertama dengan angka mortalitas 220.000 (14%). 1 Infark miokard akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koroner. 2,3,4 Hal ini biasanya menyebabkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen, yang mana paling sering disebabkan oleh rupturnya plak dan pembentukan trombus pada pembuluh darah koroner, sehingga terjadi penurunan suplai darah ke miokardium. 3 Infark miokard akut merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tidak stabil, IMA tanpa elevasi (NSTEMI) dan IMA dengan ST elevasi (STEMI). 4 Aterosklerosis adalah penyebab utama yang bertanggungjawab untuk sebagian besar kasus sindrom koroner akut. Tetapi selain itu, terdapat juga penyebab lain dari IMA antara lain oklusi koroner akibat vaskulitis, hipertrofi ventrikel (hipertrofi ventrikel kiri, idiopathic hypertrophic subaortic stenosis [IHSS], penyakit 1

description

ee

Transcript of Case Jantung 2

BAB 1PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Menurut WHO (2008), pada tahun 2002 penyakit infark miokard akut, merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit infark miokard akut di seluruh dunia. Penyakit infark miokard akut adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa. Infark miokard akut adalah penyebab kematian nomor dua di negara berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%). Di Indonesia pada tahun 2002 penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian pertama dengan angka mortalitas 220.000 (14%).1Infark miokard akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koroner.2,3,4 Hal ini biasanya menyebabkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen, yang mana paling sering disebabkan oleh rupturnya plak dan pembentukan trombus pada pembuluh darah koroner, sehingga terjadi penurunan suplai darah ke miokardium.3 Infark miokard akut merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tidak stabil, IMA tanpa elevasi (NSTEMI) dan IMA dengan ST elevasi (STEMI).4 Aterosklerosis adalah penyebab utama yang bertanggungjawab untuk sebagian besar kasus sindrom koroner akut. Tetapi selain itu, terdapat juga penyebab lain dari IMA antara lain oklusi koroner akibat vaskulitis, hipertrofi ventrikel (hipertrofi ventrikel kiri, idiopathic hypertrophic subaortic stenosis [IHSS], penyakit jantung katup, emboli arteri koroner, yang diakibatkan oleh kolesterol atau udara, anomali koroner kongenital, dan lain sebagainya.3,4

Untuk menurunkan angka kematian akibat penyakit ini, kesadaran masyarakat segera mengenali gejala-gejala infark miokard akut dan kesigapan segera membawa penderita ke fasilitas kesehatan terdekat perlu ditingkatkan.2BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA2.1. EPIDEMIOLOGI

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa peringkat penyakit kardiovaskular sebagai penyebab kematian semakin meningkat. Pada tahun 1972, penyakit kardiovaskular berada di urutan ke-11 sebagai penyebab kematian, dan pada tahun 1986 berubah menjadi urutan ke-3. Persentase kematian akibat penyakit kardiovaskular di tahun 1998 sekitar 24,4%. Pada tahun 2002 penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian pertama dengan angka mortalitas 220.000 (14%).5Penyakit Jantung Koroner (PJK) umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan pasien usia muda dengan penyakit jantung koroner atau infark miokard akut (IMA). IMA mempunyai insidensi yang rendah pada usia muda. Persentase penderita IMA dengan usia di bawah 40 tahun adalah 2-8% dari seluruh penderita IMA dan sekitar 10% pada penderita dengan usia di bawah 46 tahun. 5Berdasarkan data rekam medis Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK), penderita IMA yang berusia di bawah 45 tahun sejumlah 92 orang dari 962 penderita IMA di tahun 2006, atau 10,1%. Di tahun 2007 angka ini menjadi 10,7% (117 penderita IMA usia muda dari 1096 seluruh penderita IMA). Sedangkan di tahun 2008 menjadi 10,1% (108 penderita IMA usia muda dari 1065 seluruh penderita IMA). 52.2. DEFINISIInfark miokard adalah nekrosis otot jantung yang bersifat ireversibel, dan merupakan akibat dari iskemik yang berkepanjangan. Hal ini biasanya terjadi akibat ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen, yang mana paling sering disebabkan oleh rupturnya plak dan pembentukan trombus pada pembuluh darah koroner, sehingga terjadi penurunan suplai darah ke miokardium.2,3,4Sindrom koroner akut (SKA) sudah berperan sebagai terminologi operasional yang bermanfaat sebagai rujukan dari segala bentuk gejala klinis, yang sesuai dengan iskemia miokard akut. Terminologi baru ini lebih akurat membagi SKA sewaktu datang pertama kali sebagai infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) dan IMA tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) daripada dibagi atas infark miokard akut gelombang Q (IMAQ. QwMI) dan infark miokard akut tanpa gelombang Q (IMAnQ, non Q MI), demikian juga dengan angina pektoris tidak stabil (UAP) (gambar 1).6

Gambar 1. Spektrum Sindrom Koroner Akut62.3. ETIOLOGIAterosklerosis adalah penyakit utama yang bertanggungjawab untuk sebagian besar kasus sindrom koroner akut. Rata-rata 90% infark miokard disebabkan trombus akut menyumbat arteri koroner yang aterosklerotik. Ruptur plak dan erosi diperkirakan menjadi pemicu utama terjadinya trombosis koroner.3Faktor risiko terjadinya aterosklerosis yang tidak dapat dimodifikasi antara lain: 2,31. Usia

2. Jenis kelamin

3. Riwayat keluarga yang mengalami penyakit jantung koroner pada usia muda (75 tahun), wanita, penderita gagal ginjal kronik, atau dementia, nyeri dada yang dirasakan mungkin tidak bersifat khas. Pada penderita-penderita ini keluhan yang sering diutarakan adalah sesak nafas dan nyeri dada atipikal. 2,3,4,10Infark miokard pada umumnya sering muncul pada pagi hari, kemungkinan hal ini sebagian disebabkan peningkatan agregasi platelet yang diinduksi oleh katekolamin dan peningkatan konsentrasi plasminogen activator inhibitor -1 (PAI-1) dalam serum yang terjadi pada saat bangun pagi. Secara keseluruhan, onset tidak secara langsung berkaitan dengan latihan fisik yang berat.32.5.2. Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik pada penderita infark miokard bisa bervariasi, pada pasien tertentu dapat ditemukan keadaannya tenang, dengan hasil pemeriksaan fisik yang normal, sedangkan penderita lainnya merasakan nyeri yang hebat, dengan distress pernafasan yang signifikan dan membutuhkan ventilator.3Tujuan penting dari pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah untuk menyingkirkan penyebab nyeri dada non-kardiak dan gangguan jantung non-iskemik (antara lain: emboli paru, disseksi aorta, perikarditis, penyakit jantung katup) atau penyebab ekstrakardiak yang potensial seperti penyakit paru akut (seperti: pneuomotoraks, pneumonia, atau effusi pleura).4,10Pasien dengan gejala yang sedang berlangsung biasanya terbaring dengan tampilan pucat dan diaphoresis. Hipertensi dapat memicu infark miokard, atau merupakan refleksi adanya kenaikan katekolamin karena kecemasan, nyeri, atau simpatomimetik eksogen. Hipotensi dapat mengindikasikan disfungsi ventrikel karena iskemia. Hipotensi pada keadaan infark miokard biasanya mengindikasikan adanya infark miokard yang luas baik yang disebabkan oleh penurunan kontraktilitas jantung secara global atau karena infark ventrikel kanan. Tanda lain pada disfungsi ventrikel adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Disfungsi katup jantung biasanya akibat infark yang melibatkan otot papillary. Regurgitasi mitral karena iskemia otot papillary atau nekrosis bisa terjadi.3,4 Peningkatan suhu sampai 38C dijumpai pada minggu pertama pasca STEMI.42.5.3. Elektrokardiografi (EKG)

Elektrokardiografi (EKG) memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. EKG sebaiknya dilakukan dalam 10 menit setelah kontak pertama dengan tenaga medis atau saat kedatangan di IGD.2,4,10,11,12

Gambaran diagnosis EKG pada NTSEMI antara lain:

1. Depresi segmen ST >0,05 mV

2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang T yang simetris di sandapan prekordial

Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun tidak dapat menyingkirkan diagnosis Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS)/NSTEMI.12 Apabila pada pada pemeriksaan EKG yang pertama tidak menunjukkan kelainan, pemeriksaan EKG harus dilakukan kembali apabila pasien tetap mengalami gejala dan harus dibandingkan dengan rekaman EKG saat tidak mengalami gejala. Perbandingan dengan rekaman EKG yang sebelumnya, cukup bermanfaat terutama pada pasien dengan penyakit jantung yang mendasari seperti hipertrofi ventrikel kiri atau sudah pernah mengalami infark miokard. Rekaman EKG harus diulang paling tidak 3 atau 6-9 jam dan 24 jam setelah timbul gejala pertama kali, dan sesegera mungkin pada kasus gejala nyeri dada yang berulang. Pemeriksaan EKG sebelum pasien dipulangkan juga disarankan.

Pada hasil rekaman EKG yang normal, kemungkinan adanya NSTEMI-ACS belum bisa disingkirkan. Pada kasus tertentu, iskemik pada area arteri sirkumfleks atau iskemik ventrikel terisolasi seringkali terlewatkan dari EKG 12 sandapan, tetapi dapat dideteksi pada sandapan V7V9 dan pada sandapan V3R DAN V4R. Pemeriksaan EKG standar pada saat istirahat tidak secara adekuat merefleksikan gambaran trombosis koroner dan iskemik miokard. Sekitar dua pertiga dari semua episode iskemik pada fase yang tidak stabil biasanya secara klinis tidak tampak (silent), sehingga tidak terdeteksi pada pemeriksaan EKG ynag konvensional. Oleh karena itu, rekaman online continuous computer-assisted 12-lead ST segmen juga merupakan diagnostik yang bernilai.10

Gambar 4 . gambaran NSTEMI pada EKG13Perubahan EKG pada infark miokard akut (IMA) meliputi hiperakut T, ST elevasi yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis, kembalinya segmen ST pada garis isoelektrik dan inversi gelombang T. Cut off point elevasi segmen ST adalah 0,01 mm. Perubahan ini harus ditemui minimal pada 2 sandapan yang berdekatan. Terbentuknya bundle branch block baru atau yang dianggap baru, yang menyertai nyeri dada yang khas merupakan juga kriteria diagnostik IMA.2

Kriteria diagnostik untuk infark lama meliputi gelombang QR pada sandapan V1-V3 yang melebihi 30 msec (0,03 sec) atau gelombang Q pada sandapan I,II,aVL,aVF, V4-V6 yang ditemukan pada minimal 2 sandapan yang berdekatan dengan kedalaman minimal 1 mm.2

Gambar 5. ST elevasi pada sandapan II, III, Avf, V5, dan V6 serta depresi ST pada prekordial13Untuk menentukan lokasi iskemia atau infark miokard serta predileksi pembuluh koroner mana yang terlibat, diperlukan dua atau lebih sadapan yang berhubungan yang menujukkan gambaran anatomi daerah jantug yang sama dan dapat ditentukan sebagai berikut :Lokasi InfarkGelombang Q/elevasi ST (sadapan)Arteri koroner

Antero-septalV1, V2, V3, V4Arteri coroner kiri

Cabang LAD diagonal

Cabang LAD septal

AnteriorV3 dan V4Arteri coroner kiri

Cabang LAD diagonal

LateralV5 dan V6Arteri coroner kiri

Cabang LAD diagonal

Cabang sirkumflex

Anterior EkstensifI, aVL, V2 V6Arteri coroner kiri

Maksimal LAD

Antero lateralI, aVL, V3, V4, V5, V6Arteri coroner kiri

Cabang LAD diagonal

Cabang sirkumflex

SeptalV1, V2Arteri koroner kiri

Cabang LAD septal

PosteriorV7 V9 (V1 V2)Arteri coroner kanan

Sirkumfleks

InferiorII, III dan aVFArteri coroner kanan

Cabang desendens posterior

Cabang arteri coroner kiri

Right ventrikelV3R V4RArteri coroner kanan bagian proksimal

2.5.4. Petanda (Biomarker) kerusakan jantungPemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK)MB dan cardiac spesific Troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti kenaikan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak bergantung pada pemeriksaan biomarker.4,12

Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard). 4,12 CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardoversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu: 4,12 Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.

Creatinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

2.5.5. Pencitraan non-invasifDi antara pencitraan non-invasif, ekokardiografi aadalah modalitas yang paling penting pada kejadian akut karena dapat digunakan dengan cepat dan sudah banyak tersedia (pada sentra tertentu). Fungsi sistolik ventrikel kiri adalah variabel prognostik yang penting pada pasien penyakit jantung koroner dan dapat dinilai secara mudah dan akurat dengan ekokardiografi. Oleh tenaga medis yang berpangalaman, hipokinesia atau akinesia dapat dideteksi ketika iskemik berlangsung. Lebih jauh lagi, diagnosis banding seperti disseksi aorta, emboli pulmonum, stenosis aorta, kardiomiopati hipertropik, atau effusi perikardial dapat diidentifikasi. Dengan demikian, sebaiknya ekokardiografi secara rutin tersedia di instalasi gawat darurat atau unit nyeri dada, dan digunakan pada semua pasien. Pada pasien dengan hasil EKG 12 sandapan tidak diagnostik dan biomarker jantung negatif tetapi disangkakan ACS, pencitraan stress (stress imaging) dapat dilakukan, pada saat pasien bebas dari nyeri dada. Berbagai studi telah menggunakan stress echocardiography, menunjukkan negative predictive values yang tinggi dan/atau outcome yang baik pada hasil stress echocardiogram yang normal.4Cardiac magnetic resonance (CMR) dapat mengintegrasikan penilaian fungsi dan perfusi, dan deteksi jaringan parut pada satu sesi, tetapi teknik pencitraan ini tidak tersedia secara luas. Berbagai studi menunjukkan kegunaan MRI untuk menyingkirkan atau mendeteksi ACS. Demikian juga pada pencitraan dengan nuclear myocardial perfusion imaging yang dinilai cukup bermanfaat, tetapi juga tidak tersedia luas. Multidetector computed tomography (CT) tidak sering digunakan dalam mendeteksi iskemik, tetapi dapat menunjukkan visualisasi langsung dari arteri koroner. Dengan demikian, teknik ini memiliki potensi untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit jantung koroner. 42.6. DIAGNOSIS BANDINGBeberapa kondisi kardiak dan non kardiak dapat menyerupai NSTEMI. Kondisi kronis yang mendasari seperti kardiomiopati hipertropik dan penyakit katup jantung (contoh: stenosis aorta atau aorta regurgitasi) dapat berkaitan dengan gejala tipikal NSTEMI, peningkatan biomarker jantung, dan perbahan EKG. Terkadang atrial fibrilasi paroksismal (AF) menyerupai ACS. Dikarenakan beberapa pasien juga menderita penyakit jantung koroner, proses diagnosis bisa menjadi sulit. Miokarditis, perikarditis, atau mioperikarditis yang disebabkan etiologi yang berbeda dapat menimbulkan nyeri dada yang menyerupai angina tipikal pada NSTEMI, dan dapat menyebabkan peningkatan level biomarker jantung, perbahan EKG, dan kelainan gerakan dinding jantung. Kondisi demam, gejala flu (gejalan saluran nafas) sering mendahului atau menyertai kondisi ini. Disseksi aorta merupakan kondisi lain yang dapat menjadi diagnosis banding. NSTEMI bisa merupakan komplikasi disseksi aorta ketika disseksi melibatkan arteri koroner. Selain itu, stroke dapat disertai perubahan EKG, kelainan gerakan dinding jantung, dan peningkatan level biomarker jantung. Gejala atipikal seperti nyeri kepala dan vertigo pada beberapa kasus walaupun jarang dapat menjadi gejala iskemik miokard.10

Gambar 6. Kelainan kardiak dan non kardiak yang menyerupai NSTEMI102.7. PENATALAKSANAANTujuan utama dari tatalaksana infark miokard akut adalah diagnosis yang cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi infark miokard akut.4,8

Gambar 7. Algoritma penatalaksanaan Sindroma Koroner Akut112.7.1. Tatalaksana STEMI2.7.1.1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).4,8

Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adnya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain: 4,8,9

Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih

Melakukan terapi perfusi

Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama transportasi ke rumah sakit melainkan karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan pertama. Hal ini bisa ditanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini. 4,8,9Pemberian fibrinolitik prahospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedis di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasikan EKG dan tatalaksana STEMI dan kendali komando medis online yang bertanggungjawab pada pemberian terapi. Di Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital belum bisa dilakukan. 4,8,9

Gambar 8 . Pilihan transportasi pasien dengan STEMI dan terapi reperfusi awal92.7.1.2. Tatalaksana di Ruang EmergensiTujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup: mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI. 4,8,91. Tatalaksana umum Tirah baring total dilakukan minimal 12 jam.2 Oksigen Suplemen oksigen harus segera diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri < 90%. Pada pasien dengan STEMI tanpa kompilkasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. oksigen 2-4 liter/menit biasanya cukup mempertahankan saturasi oksigen > 95%.2,4 Nitrogliserin (NTG)

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau miokard dengan cara dilatasi pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Preparat nitrat lainnya seperti ISDN sublingual 2,5-10 mg, atau intravena 1,25 -5,0 mg/jam juga dapat digunakan. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih, dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phospodiesterase- 5 inhibitor sildenafil dalam 24 jm sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi. 2 Mengurangi/menghilangkan nyeri dada

Hal ini sangat penting, karena nyeri dada dikaitkan dengan aktivasi saraf simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung. 2,4 Morfin

Morfin sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis. Sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elvasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5 mg IV. 2,4 Aspirin

Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien dengan STEMI dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenasi trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-160 mg. 2,4 Penyekat beta Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60x/menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR 12 jam diberikan heparin bolus iv 5000 unit dilanjutkan drip 10000 IU /12 jam dengan infus selama rata-rata 5 hari dengan menyesuaikan aPTT1,5-2 nilai kontrol. Antikoagulan oral diberikan 3 bulan. Terapi reperfusi

Reperfusi akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi gagal pompa atau takiaritmia ventrikular yang maligna. 2,4

Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-baloon (medical contact to-baloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit. 2,4

2. Seleksi Strategi ReperfusiBeberapa hal harus dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi reperfusi antara lain: 4 Waktu onset gejala

Waktu onset dejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting luas infark dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolisis dalam menghancurkan trombus sangat tergantung dengan waktu. Terapi fibrinolisis yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) terkadang menghentikan infark miokard dan secara dramatis menurunkan angka kematian. Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri yang mengalami infark menjadi paten, kurang banyak tergantung pada lama gejala pasien yang menjalani PCI.

Risiko STEMI

Jika estimasi mortalitas dengan fibrinolisis sangat tinggi, seperti pada pasien dengan renjatan kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih baik.

Risiko perdarahan

Jika terapi reperfusi bersama-sama tersedia PCI dan fibrinolisis, semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis, semakin kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, manfaat terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko.

Waktu yang dibutuhkan untuk transport ke laboratorium PCI

Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI penelitian menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi farmakologis. Langkah-langkah penilaian dalam memilih terapi reperfusi pada pasien STEMI :4,8,9Langkah 1. Nilai waktu dan risiko

Waktu sejak onset gejala

Risiko STEMI

Risiko fibrinolisis

Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke laboratorium PCI yang mampu

Langkah 2. Tentukan apakah fibrinolisis atau strategi invasif lebih disukai. Jika presentasi kurang dari 3 jam dan tidak ada keterlambatan untuk strategi invasif, tidak ada preferensi untuk strategi lain.

Fibrinolisis umumya lebih disukai jika:

Presentasi awal < 3 jam atau kurang dari onset gejala dan keterlambatan ke strategi invasif

Strategi invasif bukan merupakan pilihan

Laboratorium kateterisasi belum tersedia

Kesulitan akses vaskular

Tidak ada akses ke laboratorium PCI yang mampu

Terlambat untuk strategi invasif:

Transpor jauh

(door-to-baloon)- (door-to-needle) time lebih dari 1 jam

Medical contact-to-baloon atau door-to-baloon time lebih dari 90 menitStrategi invasif umumnya lebih disukai jika:

Laboratorium PCI yang mampu tersedia backup surgical medical contact-to-baloon atau door-to-baloon time < 90 menit. (Door-to-baloon)-(door-to-needle) time < 1 jam. Risiko tinggi STEMI Syok kardiogenik

Klas Killip lebih atau sama 3

Kontraindikasi fibrinolisis, termasuk meningkatnya risiko perdarahan dan perdarahan intrakranial.

Presentasi terlambat (onset gejala > 3 jam yang lalu)

Diagnosis STEMI tidak yakin

3. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Namun PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana hanya di beberapa di rumah sakit.44. Reperfusi FarmakologisFibrinolisis

Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door-to-needle time < 30 menit). Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner.2,4,8,9Indikasi terapi fibrinolitik :21. Gejala yag sesuai dengan infark miokard akut

2. Perubahan EKG :

ST elevasi > 0,1 mm pada minimal 2 sandapan yang berdekatan

Gambaran bundle branch block baru atau diduga baru

3. Onset nyeri dada:

< 6 jam: sangat bermanfaat

6-12 jam: bermanfaat

>12 jam: tidak bermanfaat kecuali pada penderita dengan iskemia yang berlanjut, yang terbukti dari berlanjutnya nyeri dada dan ST elevasi pada EKG.Pemberian terapi fibrinolitik jangan menunggu hasil pemeriksaan enzim jantung, karena penundaan yang tidak perlu ini dapat mengurangi miokardium yang seharusnya dapat terselamatkan. Jika keluhan pasien sesuai dengan infark miokard akut dan kadar enzim meningkat, namun tidak terdapat ST elevasi pada EKG, maka diagnosisnya adalah infark non-ST elevasi. Pasien ini harus mendapat terapi heparin, aspirin, dan obat-obat anti-angina. Terapi fibrinolitik/trombolitik tidak boleh diberikan pada NSTEMI. 2Kontraindikasi absolut terapi fibrinolitik:2,41. Stroke hemoragik, kapanpun terjadinya atau stroke jenis lain yang terjadi dalam 1 tahun terakhir ini.

2. Neoplasma intrakranial

3. Perdarahan internal aktif (tidak termasuk menstruasi)

4. Suspek diseksi aorta

Kontraindikasi relatif terapi fibrinolitik:2,41. Hipertensi berat (tekanan darah >180/110)

2. Riwayat kejadian serebrovaskular atau kelainan intraserebral

3. Penggunaan antikoagulan dalam dosis terapi (INR 2-3)

4. Trauma yang baru terjadi (dalam 2-4 minggu), termasuk cedera kepala atau resusitasi jantung > 10 menit atau operasi besar < 3 minggu

5. Pungsi pembuluh darah yang tidak dapat dikompresi

6. Perdarahan internal dalam 2-4 minggu terakhir

7. Penggunaan streptokinase sebelumnya (terutama 5 hari sampai 2 tahun) atau riwayat alergi terhadap streptokinase

8. Kehamilan

9. Tukak lambung

10. Riwayat hipertensi kronik yang berat

Jenis-jenis obat fibrinolitik antara lain: tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK), dan reteplase (rPA). Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin. Terdapat 2 kelompok yaitu: golongan spesifik fibrin seperti tPA dan non spesifik fibrin seperti streptokinase.2,4Terapi awalAntitrombin terapiKontraindikasi spesifik

Streptokinase (SK)1,5 juta unit 100 ml D5% atau NaCl 0,9 % selama 30 60 menitDengan atau tanpa heparin iv selama 24-48 jamRiwayat SK atau anistreplase

Alteplase(tPA)15 mg iv bolus 0,75 mg/ kgBB selama 30 menit kemudian 0,5 mg/kgBB selama 60 menit iv. Dosis total tidak melebihi 100 mg.

Heparin iv selama 24-48 jam

5. Tatalaksana di Rumah Sakit 4ICCU

Aktivitas: pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama Diet

: karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengna mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak < 30 % kalori total dan kandungan kolesterol 100 mmHg. Mekanisme yang melibatkan penurunan remodeling ventrikel pasca infark dengan menurunkan risiko gagal jantung. Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada psien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark. 4,8,9

Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Penelitian klinis mengenai gagal jantung menyatakan penggunaan Angiotensin Receptor Blocker (ARB) pada pasien yang intoleran dengan penggunaan inhibitor ACE. 4,8,9

Gambar 9. Jalur Iskemia Akut44. Tatalaksana Predischarge dan Pencegahan Sekunder Tatalaksana terhadap faktor risiko antara lain mencapai berat badan yang optimal, nasihat diet, menghentikan merokok, olahraga, pengontrolan hipertensi dan tatalaksana intensif diabetes melitus dan deteksi adanya diabetes yang tidak dikenali sebelumnya. 4 2.8. KOMPLIKASI3,4Disfungsi ventrikularHipotensi Gangguan haemodinamik seperti kongesti paru Syok kardiogenik

Infark ventrikel kanan

Aritmia pasca STEMI

Ekstrasistol ventrikel

Takikardi dan fibrilasi ventrikel

Takikardia ventrikel

Fibrilasi ventrikel

Fibrilasi atrium

Aritmia supraventrikular

Asistol ventrikel

Bradiaritmia dan blok

Komplikasi mekanik (Ruptur musculus papillaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel).

Gambar 11. Tatalaksana gawat darurat terhadap komplikasi STEMI92.9. PROGNOSIS 4Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca infark miokard akut:

KlasDefinisiMortalitas (%)

ITak ada tanda gagal jantung kongestif6

II+ S3 dan/atau ronki basah17

IIIEdema paru30-40

IVSyok kardiogenik60-80

Tabel 2.1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut

KlasIndeks Kardiak (L/min/m2)PCWP (mmHg)Mortalitas (%)

I>2,22,2>189

III