Case Jantung Kelompok 1

37
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis yaitu adanya kelainan fungsi jantung yang bertanggung jawab atas kegagalan jantung memompa darah pada kecepatan yang sepadan dengan kebutuhan jaringan yang melakukan metabolisme dan/atau kemampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan ini memerlukan peningkatan abnormal tekanan pengisian (Isselbacher, et al., 2000). Gagal jantung kongestif (Congestive heart disease, CHF) adalah keadaan yang terjadi akibat adanya bendungan sirkulasi sebagai akibat dari gagal jantung dan kompensasinya. Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang dan ventrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolik-akhir ventrikel secara progresif bertambah (Corwin, 2008). Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik yang mana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell, 1995 ; Ignatavicius and Bayne, 1997 ). Gagal jantung kongestif adalah keadaan yang mana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya (Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell, 1995 ; Ignatavicius and Bayne, 1997). Menurut Braunwald, gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan

description

jantung

Transcript of Case Jantung Kelompok 1

Page 1: Case Jantung Kelompok 1

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis yaitu adanya kelainan fungsi

jantung yang bertanggung jawab atas kegagalan jantung memompa darah pada

kecepatan yang sepadan dengan kebutuhan jaringan yang melakukan metabolisme

dan/atau kemampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan ini memerlukan

peningkatan abnormal tekanan pengisian (Isselbacher, et al., 2000).

Gagal jantung kongestif (Congestive heart disease, CHF) adalah keadaan yang

terjadi akibat adanya bendungan sirkulasi sebagai akibat dari gagal jantung dan

kompensasinya. Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung

berkurang dan ventrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk

selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolik-akhir ventrikel secara

progresif bertambah (Corwin, 2008).

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik yang mana jantung sebagai

pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan

(Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell, 1995 ; Ignatavicius and Bayne, 1997 ).

Gagal jantung kongestif adalah keadaan yang mana terjadi bendungan sirkulasi akibat

gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya (Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell,

1995 ; Ignatavicius and Bayne, 1997).

Menurut Braunwald, gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya

kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai

peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.

Definisi alternatif menurut Packer, gagal jantung kongestif merupakan suatu sindrom

klinis yang rumit yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan

kelainan regulasi neurohormonal, disertai dengan intoleransi kemampuan kerja fisis

(effort intolerance), retensi cairan, dan memendeknya umur hidup (reduced

longevity). Termasuk di dalam kedua batasan tersebut adalah suatu spektrum

fisiologi-klinis yang luas, mulai dari cepat menurunnya daya pompa jantung

(misalnya pada infark jantung yang luas, takiaritmia atau bradikardia yang

mendadak), sampai pada keadaan-keadaan di mana proses terjadinya kelainan fungsi

ini berjalan secara bertahap tetapi progresif {misalnya pada pasien dengan kelainan

Page 2: Case Jantung Kelompok 1

jantung yang berupa pressure atau. volume overload dan hal ini terjadi akibat

penyakit pada jantung itu sendiri, seperti hipertensi, kelainan katup aorta atau mitral

dll).

Secara singkat menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila jantung tidak lagi

mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh

pada tekanan pengisian yang normal, padahal aliran balik vena (venous return) ke

jantung dalam keadaan normal.

CHF menurut New York Heart Assosiation (NYHA) dibagi menjadi :

a. Grade 1 :  Penurunan fungsi ventrikel kiri tanpa gejala.

b. Grade 2 :  Sesak nafas saat aktivitas berat

c. Grade 3 :  Sesak nafas saat aktivitas sehari-hari.

d. Grade 4 :  Sesak nafas saat sedang istirahat.

Page 3: Case Jantung Kelompok 1

A. Etiologi dan Faktor Risiko

Dalam menilai pasien gagal jantung, penting untuk mengenali tidak saja penyebab

yang mendasari penyakit jantung tetapi juga penyebab yang memicu timbulnnya gagal

jantung. Jantung mungkin dapat mengkompensasi tetapi tidak mempunyai cadangan

tambahan, dan penyebab pemicu menyebabkan kemunduran fungsi jantung lebih jauh

lagi. Namun, pada keadaan tanpa penyakit jantung yang mendasari, gangguan akut ini

saja biasanya tidak akan menyebabkan gagal jantung (Isselbacher, et al., 2000).

Gagal jantung merupakan komplikasi dari segala jenis penyakit jantung kongenital

ataupun penyakit jantung non-kongenital. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal

jantung meliputi keadaan-keadaan berikut :

- Peningkatan beban akhir

Contoh : Stenosis aorta, Hipertensi Sistemik

- Peningkatan beban awal

Contoh : Regurgitasi aorta , Defek Septum Ventrikel

- Penurunan kontraktilitas miokardium

Contoh : Infark Miokardium dan Kardiomiopati

Menurut Eugene Braunwald (Isselbacher, et al., 2000), adapun hal-hal yang dapat

memicu terjadinya gagal jantung, yaitu:

Anemia

Tirotoksikosis dan kehamilan

Beban fisis, makanan, cairan, lingkungan, dan emosional yang berlebihan.

Hipertensi sistemik

Page 4: Case Jantung Kelompok 1

Infark miokard

Selain keadaan-keadaan diatas, terdapat faktor lain yang dapat menyebabkan gagal

jantung , seperti:

- Stenosis katup atrioventrikularis yang dapat mengganggu pengisian ventrikel

- Perikarditis konstriktif dan tamponade jantung yang dapat mengganggu pengisian

ventrikel dan ejeksi ventrikel

Faktor – Faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan

yang mendadak yaitu seperti :

- Disritmia

Disritmia dapat menggangu fungsi mekanik jantung dengan mengubah

rangsangan listrik yang memulai respons mekanis. Respons mekanis yang sinkron

dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil.

- Infeksi Sistemik dan paru-paru

Respons tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme yang meningkat.

- Emboli Paru

Emboli paru secara mendadak dapat meningkatkan resistensi terhadap ejeksi dari

ventrikel kanan sehingga dapat memicu terjadinya gagal jantung kanan.

Adapun penyebab seluruh kegagalan pompa jantung adalah (Price, et al., 2006):

A.     Kelainan Mekanik

1. Peningkatan Beban Tekanan:  Sentral (stenosis aorta, dll) dan Perifer

(hipertensi sistemik, dll)

2. Peningkatan Beban Volume (regurgitasi katup, pirau, peningkatan beban

awal, dll.)

3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau trikuspidal)

Page 5: Case Jantung Kelompok 1

4. Tamponade Perikardium

5. Pembatasan Miokardium atau Endokardium

6. Aneurisme ventrikel

7. Dissinergi ventrikel

B.     Kelainan Miokardium

1. Primer: kardiomiopati, miokarditis, kelainan metabolik, toksisitas (alkohol,

kobalt), presbikardia.

2. Kelainan Disdinamik Sekunder (akibat kelainan mekanik): deprivasi sekunder

(penyakit jantung koroner), kelainan metabolik, peradangan, penyakit

sistemik, penyakit paru obstruktif kronis.

C.     Perubahan Irama Jantung atau Urutan Hantaran

1. Tenang (standstill)

2. Fibrilasi

3. Takikardia atau bradikardia ekstrim

4. Asinkronitas listrik, gangguan konduksi. (Price, et al., 2006)

B. Klasifikasi

Menurut The New York Heart Association, gagal jantung kongestif dibagi menjadi

beberapa kelas, yaitu:

1. Kelas I, jika pasien masih bisa beraktivitas normal walaupun terdapat gejala.

2. Kelas II, jika pasien merasa lemah, dispnea, atau gejala yang lain ketika melakukan

aktifitas seperti biasanya.

3. Kelas III, jika pasien terbatas untuk melakukan aktivitas fisik secara normal.

4. Kelas IV, jika pasien tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun.

Page 6: Case Jantung Kelompok 1

C. Patofisiologi

Kelainan pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung ,akibat penyakit

jantung iskemik , mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontyraktilitas

ventrikel kiri yang menurun akan mengurangi volume sekuncup dan meningkatkan volume

residu ventrikel. Dengan meningkatnya volume akhir diastolik (End Diastolic Volume , EDV)

akan terjadi peningkatan akhir diastolik maka terjadi pula pengingkatan tekanan akhir diastolic

ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan tergantung dari kelenturan ventrikel.

Dengan meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena

atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastole. Peningkatan LAP diteruskan ke

belakang ke dalam anyaman vascular paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-

paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vascular,

maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan

melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan

lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru-

paru.

Tekanan arteria paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis

tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.

Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan,

di mana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.

Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh

regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi

fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katup atrioventrikularis, atau perubahan-

perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda tendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi

ruang (Price, et al., 2006).

Page 7: Case Jantung Kelompok 1
Page 8: Case Jantung Kelompok 1

D. Manifestasi Klinik

Terdapat beberapa gejala dan tanda yang muncul pada pasien dengan gagal

jantung kongestif, yaitu seperti :

a. Dyspnea (Sulit bernafas)

Terjadi akibar peningkatan kerja pernafasan sebagai akibat dari

kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru. Terjadi

sevara progresif.

b. Orthopnea

Terjadi akibat redistribusi aliran darah dri bagian-bagian tubuh yang

berada dibawah menuju arah sirkulasi sentral.

c. Proxysmal Nocturnal Dyspnea

Terjadi akibat adanya edema intertisial.

d. Batuk-non produktif

Terjadi akibat kongesti paru (terutama saat berbaring)

e. Ronki

Terjadi akibat adanya transudasi cairan paru. Pada awalnya ronki

terjadi dibagian bawah paru karena adanya gravitasi.

f. Hemoptisis

Terjadi akibat adanya perdarahan vena bronkial oleh karena distensi

vena.

g. Kompresi esofagus dan nyeri menelan

Terjadi akibat adanya distensi atrium atau vena pulmonalis.

7

Page 9: Case Jantung Kelompok 1

h. Peningkatan JVP dan bendungan vena leher tekanan vena sentral

(CVP)

i. Refluks hepatojugular

Jantung kanan tidak dapat menyesuaikan dengan peningkatan aliran

balik vena.

j. Hepatomegali

Akibat dari teregangnya kapsula hepar , terasa nyeri tekan pada

daerah hepar.

k. Gejala saluran cerna lain

Seperti anoreksia, rasa penuh pada perut dan mual, sebagai akibat dari

kongesti pada hati dan usus.

l. Edema perifer

Terjadi sebagai akibat dari penimbunan cairan dalam ruang

interstisial. Edema pada awalnya akan terjadi pada bagian tubuh yang

bergantung dan sering terjadi pada malam hari.

m. Nokturia

Terjadi sebagai akibat dari redistribusi cairan dan reabsorpsi saat

berbaring. Pada saat berbaring, vasokontriksi pada ginjal berkurang.

n. Asites/edema anasarka

o. Perfusi pada organ yang berkurang

Hal ini dapat terlihat sebagai kulit yang nampak pucat dan dingin.

Keadaan ini terjadi akibat kurangnya perfusi sehingga aliran darah

hanya dialirkan ke organ-orghan yang vital melalui vasokontriksi

perifer.

8

Page 10: Case Jantung Kelompok 1

p. Demam ringan dan keringat berlebihan

Terjadi akibat adanya vaokontriksi di kulit sehingga kemampuan

tubuh dalam melepas panas berkurang.

q. Insomnia, gelisah, bingung dan sianosis.

Hal ini dapat terjadi akibat penurunan curah jantung.

(Price, et al., 2006)

E. Diagnosis

Diagnosis gagal jantung kongestif dibuat berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan jasmani, elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi-Doppler

dan kateterisasi. Diagnosis gagal jantung kongestif dapat pula ditegakkan

menggunakan kriteria Framingham dibawah ini :

KRITERIA MAYOR KRITERIA MINOR

- Paroxysmal Nocturnal

Dyspneu

- Distensi Vena leher

- Ronki paru

- Kardiomegali

- Edema paru akut

- Gallop S3

- Peninggian tekanan Vena

Jugularis

- Refluks hepatojugular

- Edema ekstremitas

- Batuk Malam Hari

- Dyspnea d’effort

- Hepatomegali

- Efusi Pleura

- Penurunan Kapasitas Vital

1/3 dari normal

- Takikardia

9

Page 11: Case Jantung Kelompok 1

Diagnosis gagal jajntung kongestif tegak apabila memenuhi minimal satu

kriteria mayor dan dua kriteria minor.

F. Pemeriksaan

1. FOTO POLOS DADA

Foto polos dada dapat menunjukkan adanya hipertensi vena paru,

sembab paru atau kardiomegali.

Edema paru dan hipertensi vena pulmonal: tanda awal adanya

hipertensi vena pulmonal ialah adanya peningkatan aliran darah ke daerah

paru atas dan peningkatan kaliber vena (flow redistribution). Jika tekanan

paru makin tinggi, maka sembab paru mulai timbul, dan terdapat garis Kerley

B. Akhirnya sembab alveolar timbul dan tampak berupa perkabutan di daerah

hilus. Efusi pleura seringkali terjadi terutama di sebelah kanan.

Kardiomegali: dapat ditunjukkan dengan peningkatan diameter

transversal lebih dari 15,5 cm pada pria dan lebih 14,5 cm pada wanita. Atau

peningkatan CTR (cardio thoracic ratio) lebih dari 50%.'

2.ELEKTROKARDIOGRAFI

Kelainan EKG dibawah ini dapat ditemukan pada GJA:

Gelombang Q (menunjukkan adanya infark miokard lama) dan kelainan

gelombang ST-T menunjukkan adanya iskemia miokard.

LBBB (left bundle branch block), kelainan ST-T dan pembesaran atrium kin

menunjukkan adanya disfungsi bilik kiri.

LVH (left ventricular hypertrophy) dan inversi gelombang T menunjukkan

adanya stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi.

Aritmia jantung.

10

Page 12: Case Jantung Kelompok 1

3.ANALISIS GAS DARAH

Regangan pare berkurang dengan penurunan volume total pare dan kapasitas

vital. Gambaran analisis gas darah berupa penurunan tekanan oksigen arterial

dengan tekanan CO2 arterial normal atau menurun. Pada GJA yang berat,

tampak penurunan hebat tekanan oksigen arterial, asidosis metabolik dan

tekanan CO2 arterial menurun.

 Asidosis yang terjadi akibat penumpukan asam laktat karena penurunan

perfusi perifer.

G. Tata Laksana

Tujuan primer dari pengobatan gagal jantung adalah mencegah terjadinya

gagal jantung dengan cara mengobati kondisi-kondisi yang menuju terjadinya

gagal jantung , terutama hipertensi dan/atau penyakit arteri koroner. Jika terjadi

disfungsi miokard, pengobatan ditujukan untuk menghilangkan penyebab.,

namun , bila hal tersebut tidak dapat dikoreksi, pengobatan ditujukan untuk :

- Mencegah memburuknya fungsi Jantung

Hal ini dilakukan dengan cara memperlambat remodelling miokard,

sehingga dapat mengurangi mortalitas dan merupakan tujuan utama dari

pengobatan gagal jantung kronik. Obat yang sesuai adalah ACE inhibitor

dan beta blocker, yang dapat mengurangi beban jantung.

- Mengurangi gejala-gejala gagal jantung

Hal ini merupakan tujuan dari pengobatan gagal jantung akut dan

dilakukan dengan pemberian vasodilator untuk menurunkan resistensi

perifer, obat diuretik untuk mengurangi overload cairan dan obat

inotropik untuk meningkatkan kontraktilitas miokardium.

Menurut Eugene Braunwald (Isselbacher, et al., 2000), terapi gagal jantung

secara logis dapat dibagi menjadi tiga komponen:

11

Page 13: Case Jantung Kelompok 1

(1) menghilangkan factor pemicu

(2) memperbaiki penyebab yang mendasari

(3) mengendalikan keadaan gagal jantung kongestif.

Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja

jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama fungsi miokardium,

baik secara sendiri-sendiri ataupun gabungan dari beban awal, kontraktilitas dan

beban akhir. Penanganan dimulai bila timbul gejala saat beraktivitas biasa (NYHA

fungsional II). Regimen penanganan secara progresif ditingkatkan sampai mencapai

respons klinis yang diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung atau

perkembangan menuju gagal jantung berat dapat menjadi alasan untuk perawatan

dirumah sakit dan penanganan yang lebih agresif.

1. Pengurangan Beban Awal

Pembatasan asupan garam dalam makanan dapat mengurangi beban

awal dengan menurunkan retensi cairan yang terjadi. Apabila gejala-gejala

menetap dengan pembatasan garam yang sedang, diperlukan pemberian

diuretik oral untuk mengatasi retensi natrium dan air. Biasanya, diberikan

regimen diuretik maksimum sebelum dilakukan pembatasan asupan natrium

yang ketat, diet yang tidak mempunyai rasa dapat menghilangkan nafsu

makan dan menyebabkan gizi buruk.

Vasodilatasi vena dapat menurunkan beban awal melalui distribusi

darah dan sentral ke sirkulasi perifer. Venodilatasi menyebabkan menaglirnya

darah kapiler dan mengurangi aliran darah balik vena ke jantung . Pada

situasi yang ekstrim mungkin diperlukan pengeluaran cairan melalui

hemodialisis untuk menunjang fungsi miokoardium. Ventrikel yang gagal

bekerja dapat meningkatkan End Diastolic Volume (EDV). Hal ini dapat

diturunkan dengan penggunaan diuretik dan pembatasan natrium. Penurunan

EDV dapat menurunkan gejala-gejala kongesti yang muncul.

12

Page 14: Case Jantung Kelompok 1

2. Peningkatan Kontraktilitas

Obat inotropik dapat meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium.

Mekanisme pasti yang menghasilkan efek inotropik psoitif masih belum jelas.

Namun, tampaknya merupakan meningkatnya persediaan kalsium intrasel

untuk protein-protein kontraktil, aktin, dan miosin. Ion kalsium sangan

berperan dalam pembentukan jembatan penghubung antara protein kontraktil

dan kontraksi otot.

Dua golongan obat inotropik yang dapat dipakai adalah glikosida

digitalis dan obat non-glikosida. Obat non-glikosida meliputi amin

simpatomimetik seperti epinefrin dan nirepinefrin, dan penghambat

fosfodiesterase, seperti amrinon dan enoksimon. Amin simpatomimetik

meningkatkan kontraktilitas secara langsung dengan merangsang reseptor

beta adrenergik pada miokardium dan secara tidak langsung dengan

melepaskan norepinefrin dari medula adrenal. Fosfodiesterase (PDE) adalah

enzim yang menyebabkan pemecahan suatu senyawa, adenosin monofosfat

siklik (cAMP), yang memulai perpindahan kalsium ke dalam sel melalui

saluran kalsium lambat. Penghambatan PDE meningkatkan kadar cAMP

dalam darah sehingga meningkatkan kadar kalsium intrasel. Penghambat

PDE juga mengakibatkan vasodilatasi.

Obat inotropik memperbaiki fungsi ventrikel sehingga curah jantung

lebih besar pada volume dan tekanan akhir sistolik. Peningkatan aliran ke

depan mengakibatkan menurunnya volume ventrikel residu. Dengan

menurunnya EDV, akan tercapai titik optimal sehingga gejala mereda dan

curah jantung dipertahankan.

3. Pengurangan Beban Akhir

Dua respons kompensatorik terhadap gagal jantung (Aktivasi sistem

saraf simpatis dan sistem RAA) menyebabkan terjadinya vasokonstriksi yang

dapat meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel dan beban akhir.

Dengan meningkatnya beban akhir, kerja jantung bertambah dan curah

13

Page 15: Case Jantung Kelompok 1

jantung menurun. Vasodilator arteri akan menekan efek efek negatif tersebut.

Vasodilator yang umum dipakai mengakibatkan dilatasi anyaman vaskular

melalui dua cara, yaitu :

- Dilatasi langsung otot polos pembuluh darah

- Hambatan enzim konversi angiotensin.

Vasodilator langsung terdiri dari obat-obatan seperti hidralazin dan nitrat.

Supaya efektif, pemberian hidralazin harus dikombinasikan dengan terapi

nitrat. Kombinasi obat yang paling sering digunakan adalah hidralazin-

isosorbid dinitrat yang dapat dikombinasikan dengan terapi penghambat

enzim konversi angiotensin atau diberikan tersendiri apabila penghambat

enzim konversi angiotensin tidak dapat ditoleransi.

Penghambat enzim konversi angiotensin (ACE Inhibitor) menghambat

konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Efek ini dapat mencegah

vasokontriksi yang diinduksi oleh angiotensin dan menghambat produksi

aldostereon dan retensi cairan. ACE inhibitor memberikan harapan besar

dalam penanganan gagal jantung sehingga penggunaan vasodilator oral

diberikan lebih awal yaitu untuk gagal jantung NYHA kelas II.

Vasodilator arteri mengurangi tahanan terhadap ejeksi ventrikel ,

sehingga dapat memudahkan ejeksi ventrikel dan beban jantung berkurang

serta curah jantung dapat meningkat. Dengan penanganan yang optimal,

penurunan tekanan arteri biasanya tidak bermakna karena peningkatan curah

jantung menghilangkan kemungkinan penurunan tekanan yang biasanya

timbul jika pasien hanya diberi vasodilator.

Penelitian terbaru memperlihatkan bahwa obat beta blocker efektif

mnurunkan morbilitas dan mortalitas pada gagal jantung. Carvedilol

merupakan satu-satunya obat beta blocker yang sidetujua oleh FDA sebagai

penggunaan pada gagal jantung dan terpilih sebagai pengobatan bagi gagal

jantung ringan hingga sedang. Propanolol , metoprolol dan timolol dapat

14

Page 16: Case Jantung Kelompok 1

digunakan pada pasien asimtomatis tanpa disfungsi ventrikel kiri yang

menyertai infark miokardium.

Atrial Fibrilasi

a. Definisi

Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang

ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan

frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial

fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial

yang tidak terkoordinasi dan deteriorisasi fungsi mekanik atrium. Keadaan ini

menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa darah jantung2,5,6.

b. Klasifikasi

Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial

fibrilasi dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu2 :

a. AF deteksi pertama

Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi

pertama. Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi

AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.

b. Paroksismal AF

AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai

episode pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal

AF. AF jenis ini juga mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri

dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan kardioversi.

c. Persisten AF

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi

kurang dari 7 hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu

penggunaan dari kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali

normal.

d. Kronik/permanen AF

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada

permanen AF, penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena

dinilai cukup sulit untuk mengembalikan ke irama sinus yang normal.15

Page 17: Case Jantung Kelompok 1

Gambar 6. Pola Klasifikasi Atrial Fibrilasi

Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association),

AF juga sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu

AF akut dan AF kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu

berlangsungnya atau onset yang kurang dari 48 jam, sedangkan AF kronik

sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung lebih dari 48 jam.

c. Etiologi

Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-

faktor, diantaranya adalah5,6 :

a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium

1. Penyakit katup jantung

2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium

3. Hipertrofi jantung

4. Kardiomiopati

5. Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor

pulmonal chronic)

6. Tumor intracardiac

b. Proses infiltratif dan inflamasi

1. Pericarditis/miocarditis

2. Amiloidosis dan sarcoidosis

3. Faktor peningkatan usia

c. Proses infeksi

16

Page 18: Case Jantung Kelompok 1

1. Demam dan segala macam infeksi

d. Kelainan Endokrin

1. Hipertiroid

2. Feokromositoma

e. Neurogenik

1. Stroke

2. Perdarahan subarachnoid

f. Iskemik Atrium

1. Infark miocardial

g. Obat-obatan

1. Alkohol

2. Kafein

h. Keturunan/genetik

d. Tanda dan Gejala

Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas pada

perjalanan penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah peningkatan denyut

jantung, ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik.

Disamping itu, AF juga memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh

penurunan oksigenisasi darah ke jaringan, seperti pusing, kelemahan,

kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada. Tetapi, lebih dari 90% episode dari AF

tidak menimbulkan gejala-gejala tersebut7,8,9.

e. Faktor Resiko

Beberapa orang mempunyai faktor resiko terjadinya AF, diantaranya:

a. Diabetes Melitus

b. Hipertensi

c. Penyakit Jantung Koroner

d. Penyakit Katup Mitral

e. Penyakit Tiroid

f. Penyakit Paru-Paru Kronik

g. Post. Operasi jantung

h. Usia ≥ 60 tahun

i. Life Style

17

Page 19: Case Jantung Kelompok 1

f. Patofisiologi

Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan

multiple wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses

depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal,

fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior.

Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava

superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik

yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi

yang dicetuskan oleh nodus SA7,9,14.

Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi

yang berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple

wavelet reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada

proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal

elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry,

sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode

refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa

dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan

pemendekan periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga

faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan

peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF7,9,14.

Gambar 7. A. Proses Aktivasi Lokal Atrial Fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelets

Reentry Atrial Fibrilasi

18

Page 20: Case Jantung Kelompok 1

g. Penatalaksanaan

Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol

ketidakteraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan

menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi

merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF.

Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang

berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut

jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan

farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik

(Electrical Cardioversion)8,10.

a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)

Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk

mencegah adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan

adalah jenis antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini

berfungsi mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam pembuluh

darah serta cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai

untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari berbagai macam,

diantaranya adalah :

1. Warfarin

Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam

proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau

mencegah koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat

diserap hingga mencapai puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1

jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme dengan

cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang kemudian

diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam.

2. Aspirin

Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari

trombosit (COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin

terminal. Efek dari COX2 ini adalah menghambat produksi

19

Page 21: Case Jantung Kelompok 1

endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam trombosit. Hal inilah

yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi,

penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan

pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah,

terutama faktor II, VII, IX dan X.

b. Mengurangi denyut jantung

Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan

peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis

kalsium. Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual ataupun

kombinasi.

1. Digitalis

Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung

dan menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung

menjadi lebih efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat

sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini

mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi atrium

yang abnormal.

2. β-blocker

Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem

saraf simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk

meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan

berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.

3. Antagonis Kalsium

Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas

jantung akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam

intraseluler melewati Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel.

c. Mengembalikan irama jantung

Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat

dilakukan untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya,

kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk

mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung. Pada

20

Page 22: Case Jantung Kelompok 1

dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi

(Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical

Cardioversion).

1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)

a. Amiodarone

b. Dofetilide

c. Flecainide

d. Ibutilide

e. Propafenone

f. Quinidine

2. Electrical Cardioversion

Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua

pelat logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi

listrik ini adalah mengembalikan irama jantung kembali normal atau

sesuai dengan NSR (nodus sinus rhythm).

3. Operatif

a. Catheter ablation

Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan

membuatan sayatan pada daerah paha. Kemudian dimasukkan

kateter kedalam pembuluh darah utma hingga masuk kedalam

jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat elektroda yang

berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung jawab

terhadap terjadinya AF.

b. Maze operation

Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation,

tetapi pada maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin”

yang berfungsi untuk membantu menormalitaskan system

konduksi sinus SA.

21

Page 23: Case Jantung Kelompok 1

c. Artificial pacemaker

Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang

ditempatkan di jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan

denyut jantung.

h. Pembahasan

AF sebenarnya merupakan bagian dari aritmia, yaitu suatu keadaan

abnormalitas dari irama jantung yang ditandai dengan pola pelepasan sinyal

elektrik yang sangat cepat dan berulang. Keadan ini secara umum bisa

diakibatkan oleh gangguan potensial aksi, gangguan konduksi ataupun bisa

gangguan dari keduanya. Pada AF, gangguan terjadi pada ketidakteraturan

irama jantung dan peningkatan denyut jantung. Secara umum, gangguan AF

dapat dikatakan sebagai takikardi, karena denyut jantung pada AF mencapai

lebih dari 100x/menit. Takikardi sendiri dapat dikategorikan menjadi dua,

yaitu takikardi supraventrikuler dan takikardi ventrikuler. AF merupakan

takikardi supraventrikuler, dimana gangguan potensial aksi ataupun konduksi

berasal dari sistem konduksi diatas berkas HIS, yang meliputi nodus SA,

nodus AV dan berkas HIS sendiri. Sedangkan takikardi ventrikuler lebih

disebabkan tidak hanya dari sistem konduksi serabut purkinje, tetapi peran

takikardi supraventrikuler juga bisa menyebabkan takikardi ventrikuler.

Takikardi supravenrikuler tidak hanya AF, tetapi meliputi ekstrasistol

atium, flutter atrium dan takikardi supraventrikuler. Pada AF, mekanisme

terjadinya melalui 2 proses, yaitu aktivasi lokal atau multiple wavelets

reentry. Pada aktivasi lokal lebih didominasi karena adanya fokus ektopik

pada vena pulmonalis superior, sedangkan multiple wavelets reentry lebih

cenderung disebabkan oleh pembesaran atrium, pemendekan periode

refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Selain itu, sebenarnya masih

ada faktor lain yang mempengaruhi terjadinya AF, yaitu detak jantung

prematur, aktivitas saraf otonom, iskemik atrium, konduksi anisotropik dan

peningkatan usia.

Terjadinya AF akan menimbulkan disfungsi hemodinamik jantung,

yaitu hilangnya koordinasi aktivitas mekanik jantung, ketidakteraturan respon

ventrikel dan ketidakteraturan denyut jantung. Ketiga hal ini akan

22

Page 24: Case Jantung Kelompok 1

berpengaruh pada penurunan cardiac output, karena kontraksi jantung tidak

sempurna walaupun terjadi proses depolarisasi yang berulang. Hilangnya

koordinasi proses mekanik lebih disebabkan karena cepat dan seringnya

depolarisasi. Depolarisasi yang cepat dan berulang pada AF mempunyai sifat

yang tidak sempurna, sehingga proses kontraktilitas jantung juga tidak bisa

maksimal. Selain itu, peningkatan depolarisasi dan denyut jantung pada

atrium akan direspon secara fisiologis oleh ventrikel dengan penurunan

denyut jantung. Hal ini bertujuan untuk mengurangi peningkatan potensial

aksi pada atrium yang menyebabkan ketidakteraturan penerimaan denyut

pada ventrikel. Penurunan denyut pada ventrikel terjadi karena proses

fisiologis yang diperankan oleh sistem nodus AV. Nodus AV akan

memperantarai proses ini dengan meningkatkan kinerja sistem saraf

parasimpatis dan menurunkan kinerja saraf simpatis pada sistem konduksi

AV. Sedangkan untuk ketidakteraturan denyut jantung akibat AF, memang

diakibatkan dari peningkatan depolarisasi dan masuknya sinyal elektrik

secara berulang-ulang.

Efek dari terjadinya AF disamping ketidakteraturan denyut jantung

dan peningkatan denyut jantung, tromboembolisme juga merupakan efek

yang berbahaya pada jantung akibat dari AF. Tromboembolisme terjadi akibat

dari 3 faktor, yaitu statis, disfungi endotel dan hiperkoagulasi. Mekanisme ini

terjadi dari statis dan kerusakan endotel darah akibat kontraksi dan aliran

darah yang tidak sempurna. Selain itu adanya hiperkoagulasi meningkatkan

adanya proses bekuan darah yang merupakan bagian penyebab dari

tromboembolisme.

23

Page 25: Case Jantung Kelompok 1

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Pemeriksaan Penunjang Gagal Jantung.

http://www.periksalaboratorium.blogspot.com/2013/06/pemeriksaan-penunjang-

gagal-jantung.html diakses tanggal 28 Juni 2014 jam 19.00.

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.

Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Isselbacher, Kurt J, et al. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam

Volume 3. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif M, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Jakarta:

Media Aesculapius.

Marcum, James L. 2008. When  The Heart Attacks. Diakses dari

http://proquest.umi.com/ pada tanggal 20 Oktober 2008 pukul 14.21 WIB.

Nafrialdi ; Setawati, A., 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI. Jakarta : EGC

Noer, Sjaifoellah, et al. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik Edisi 2.

Jakarta: EGC.

Potter, Patricia A, Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan

Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A, et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit

Edisi 6. Jakarta: EGC.

24