Case Report Kelompok 3A

29
LAPORAN KASUS STASE ILMU PENYAKIT PARU Laki-laki, Usia 40 tahun, mengeluh batuk darah dengan foto thoraks tampak gambaran. Pembimbing : dr. Riana Sari Sp.P Oleh Ariapriyoga Rezha Mahendra ( ) Esti Mahanani ( ) Mutmainah Fajar R ( ) Dewi Kusuma Ayuningtiyas ( ) Ricka Fitriyana ( ) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 1

description

tugas stase paru

Transcript of Case Report Kelompok 3A

Page 1: Case Report Kelompok 3A

LAPORAN KASUS

STASE ILMU PENYAKIT PARU

Laki-laki, Usia 40 tahun, mengeluh batuk darah dengan foto thoraks tampak

gambaran.

Pembimbing :

dr. Riana Sari Sp.P

Oleh

Ariapriyoga Rezha Mahendra ( )

Esti Mahanani ( )

Mutmainah Fajar R ( )

Dewi Kusuma Ayuningtiyas ( )

Ricka Fitriyana ( )

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2012

1

Page 2: Case Report Kelompok 3A

LAPORAN KASUS

JUDUL

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari …….., tgl…….. bulan……. Tahun……

Pembimbing :

dr. Riana Sari Sp.P. (..................................)

Dipresentasikan di hadapan :

dr. Riana Sari Sp.P. (pembimbing) (.................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :

dr. Yuni Prasetya M.kes (.................................)

2

Page 3: Case Report Kelompok 3A

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Pasien Nama : S

Umur : 40 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Berat Badan : 60 Kg

Alamat : Sragen, Karanganyar

Pekerjaan : Cleaning Service

Status perkawinan : Sudah Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal masuk RS : 26 Juli 2012

Tanggal pemeriksaan : 27-28 Juli 2012

No. RM : 0592XX

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Batuk darah

B. Riwayat Penyakit Sekarang

SMRS: Pasien mengeluhkan batuk darah kurang lebih selama 1 bulan

dengan jumlah darah yang sedikit-sedikit namun sering . Batuk darah

muncul ketika pagi dan malam hari. Selain batuk darah pasien juga

mengeluhkan adanya nyeri dada saat pasien batuk, terutama dada

sebelah kiri. Pasien juga mengeluhkan adanya keringat malam dan

demam. Namun, demam menghilang bila diberikan obat penurun

demam biasa, tetapi setelah satu atau dua hari, demam kembali

muncul. Sehari sebelum masuk One Day Care pasien sempat periksa

3

Page 4: Case Report Kelompok 3A

ke Poliklinik BBKPM, dan diberikan beberapa obat (bukan obat

OAT).

Hari masuk rumah sakit: Pasien datang ke IGD BBKPM pada

tanggal 26 Juli 2012, karena kembali batuk darah sebanyak 4x dengan

kira-kira 1sdm tiap keluar. Pasien juga merasakan nyeri dada yang

bertambah, demam tinggi, keringat malam serta kembung di perut.

C. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat pengobatan dengan OAT : diakui ± 5 tahun yang lalu.

Riwayat Hitertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Alergi Makanan : disangkal

Riwayat Alergi Dingin : disangkal

Riwayat Alergi Obat : ada, Ceftriaxol dan Cefotaxim

D. Riwayat Pribadi

Riwayat Merokok : disangkal

Riwayat Minum Alkohol : disangkal

Riwayat Pekerjaan : bekerja dikandang ayam sejak

muda, tanpa masker

E. Riwayat keluarga

Riwayat Hitertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

F. Riwayat Kesehatan Lingkungan

4

Page 5: Case Report Kelompok 3A

Pasien saat ini bekerja di kantor BAPEDA di Makasar, sebagai

petugas cleaning service. Dengan jam kerja muali dari subuh hingga

kadang larut malam. Pasien tinggal di rumah kontrakan bersama anak adan

isstrinya. Keadaan rumah tertutup, hanya memiliki dua jendela dan pintu

yaitu di bagian depan dan belakang. Ventilasi rumah kurang baik tetapi

cahaya matahari dapat masuk sampai ke dalam rumah. Lantai dasar rumah

terbuat dari keramik.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Vital signs

Tekanan darah : 119/69 mmHg

Nadi : 93 x/ menit

Respirasi rate : 20 x/ menit

Suhu : 36.6 ºC.

B. Pemeriksaan fisik :

Kepala : konjungtiva anemis : tidak ditemukan

sklera ikterik : tidak ditemukan

nafas cuping hidung : tidak ditemukan

Leher : Retraksi supra sterna : tidak ditemukan

deviasi trachea : tidak ditemukan

peningkatan JVP : tidak ditemukan

pembesaran kelenjar limfe: tidak ditemukan

Thorax : Jantung

Bunyi jantung I-II murni reguler, bising jantung tidak ditemukan.

Paru-paru

Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak tidak ditemukan, retraksi

intercostae tidak ditemukan.

Palpasi :

5

Page 6: Case Report Kelompok 3A

Ketinggalan gerak : depan: belakang:

- - - -- - - -- - - -

Fremitus: depan : belakang:

D S D S

N N N N

N N N N

N N N N

Perkusi : depan : belakang:

D S D S

Sonor Sonor Sonor Sonor

Sonor Sonor Sonor Sonor

Sonor Sonor Sonor Sonor

Auskultasi : depan: belakang:

D S D S

vesikuler vesikuler vesikuler vesikuler

vesikuler vesikuler vesikuler vesikuler

vesikuler vesikuler vesikuler vesikuler

Abdomen :

Ekstremitas:

Suara tambahan: wheezing (-/-), ronkhi basah halus (-/+).

Inspeksi: Simetris, tidak distended, tidak didapatkan bekas operasi

Auskultasi: Peristaltik normal

Palpasi : Tidak didapatkan adanya massa dan nyeri tekan

Perkusi: Thympani

Clubbing finger tidak ditemukan.

Edema tungkai tidak ditemukan.

6

Page 7: Case Report Kelompok 3A

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Rontgen

2. Pemeriksaan Laboratorium

27 Juli 2012: 28 Juli 2012

Hb : 14,8 BTA SP = NEGATIF

Leukosit : 11.900

Trombosit : 172.000

LED : 35/70

GDS : 76

Ur/Kr : 19/1,3

OT/PT : 60/70

V. RESUME/DAFTAR MASALAH

Laki-laki berusia 40 tahun, datang ke BBKPM mengeluh batuk darah.

Pada pemeriksaan fisik Auskultasi menunjukkan suara dasar vesikuler dan

ditemukan suara tambahan ronki basah halus pada paru-paru kiri. Hasil rontgen

menunjukkan. Pasien memiliki riwayat pengobatan OAT sekitar 5 tahun yang

lalu dengan pengobatan yang tuntas.

VI. POMR

No. Assessmet Planning diagnose Planning terapi Planning monitoring

1. Bronkiektasis ec Bekas TB

- BTA Sputum SPS- Kultur Sputum- Foto toraks AP, lateral- Analisis darah lengkap

-Foto thorak post evakuasi

-Foto toraks post evakuasi

7

Page 8: Case Report Kelompok 3A

2Hemoptosise.c Bekas TB Paru dd TB Relaps

- Foto toraks AP, lateral- Cek Sputum SPS- Kultur- Analisis darah lengkap- USG toraks- CT scan toraks

-Analisis darah lengkap

8

Page 9: Case Report Kelompok 3A

VII. FOLLOW UP

Lampiran

1. Hasil Pemeriksaan Darah

2. Hasil Pemeriksaan BTA sputum

9

Page 10: Case Report Kelompok 3A

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

BRONKIEKTASIS

A. Definisi

Penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi

bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau

ireversibel.

B. Etiologi

Sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas tapi pada

kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara congenital

maupun di dapat.

1. Kelainan Kongenital

Bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor

genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang

peran penting. Bronkiektasis yang timbul congenital mempunyai ciri :

a. Bronkiektsis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu

atau kedua paru

b. Bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit

kongenital lainnya, misalnya; cyctic pulmonary fibrosis, syndrome

kartagener (bronkiektasis, sinusitis, paranasal, dan situs invertus),

hipoagamaglobulinemia.

2. Kelainan Didapat

Bronkietasis yang didapat sering berkaitan dengan obstruksi

bronkus. Dilatasi bronkus mungkin disebabkan karena kelainan didapat

dan kebanyakan merupakan akibat dari proses berikut:

a. Infeksi

Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita

pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia

10

Page 11: Case Report Kelompok 3A

merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita

semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya.

b. Obstruksi bronkus

Obstruksi bronkus dapat disebabkan oleh berbagai macam

sebab seperti korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari

luar lainnya terhadap bronkus. Menurut penelitian para ahli

diketahui bahwa infeksi ataupun obstruksi bronkus tidak selalu nyata

(automatis) menimbulkan bronkiektasis.

C. Patofisiologi

Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu

keadaan dimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam

diameter) yang merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan

elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah

akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine

inflamasi, nitrit okside dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh

system imun tubuh sebagai respon terhadap antigen.

Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari

dinding bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada

pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia

yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak berulang-

ulang, memindahkan cairan berupa mucus yang normal melapisi jalan

nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada lapisan

mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian

batukkan keluar atau tertelan.

11

Page 12: Case Report Kelompok 3A

Gambaran bronkus pada bronkiektasis

D. Gambaran Klinis

Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi

sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai

tahunan. Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol.

Terjadi hampir 90% pasien.

Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat

dari kerusakan jalan napas dengan infeksi akut. Sputum yang dihasilkan

dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada

tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen,

kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen

dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian

digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis.

Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular bronkiektasis,

sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila ditampung

beberapa lama tampak terpisah menjadi 3 lapisan :

a. Lapisan atas agak keruh terdiri atas mukus

12

Page 13: Case Report Kelompok 3A

b. Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva atau ludah

c. Lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrotik dari

bronkus yang rusak (cellular debris).

E. Pemeriksaan Fisik

Ditemukannya suara napas tambahan pada pemeriksaan fisik dada,

termasuk crackles (70 %), wheezing (34 %), dan ronki (44 %) adalah

petunjuk untuk diagnosis. Dahulu, clubbing finger atau jari tabuh adalah

gambaran yang sering ditemukan, tapi saat ini prevalensi gambaran

tersebut hanya 3 %.

Pada pemeriksaan fisis paru biasanya ditemukan ronki basah yang

jelas pada lobus bawah yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu

ke waktu, atau ronki basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase

postural. Dan timbul lagi pada waktu lain. Apabila bagian paru yang

diserang amat luas dapat terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya

gerakan pada dada daerah yang terkena serta dapat terjadi pergeseran

mediastinum ke daerah paru yang terkena. Wheezing sering ditemukan

apabila terjadi obstruksi bronkus.

Penyakit utama yang mengaburkan bronkiektasis adalah penyakit

paru obstruktif kronik (PPOK). Perbandingan gambaran dari dua kondisi

disajikan pada Tabel 1.

Tabel.1 Perbedaan antara PPOK dan Bronkiektasis

Variabel PPOK Bronkiektasis

Penyebab Merokok Infeksi/genetik/imun

defek

Infeksi Sekunder Primer

Predominan

organisme dalam

sputum

Streptococcus

pneumoniae,

Heamophilus

influenzae

Heamophilus

influenzae,

Pseudomonas

aeroginosa

Obstruksi saluran + +

13

Page 14: Case Report Kelompok 3A

napas dan

hiperresponsif

Rontgen thoraks Hiperlusens,

hiperinflasi, dilatasi

saluran napas

Dilatasi dan penebalan

saluran napas, mukous

plug

Sputum Mukoid, jernih Purulen, 3 lapis

F. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Darah, pemeriksaan darah rutin hanya dapat memperkuat

dugaan saja, yaitu lekositosis ringan dengan shift to the right

(pergeseran ke kanan), yang sebenarnya tak berbeda dengan

keadaan-keadaan dengan infeksi kronis lain .

Kultur darah seringkali tak menunjukkan adanya bakteriemi,

tetapi kadang-kadang dapat memberikan hasil positif, sehingga

kemungkinan timbulnya metastasis pernanahan (terutama diotak)

perlu diwaspadai.

Analisa gas darah hanya akan menunjukkan hipoksemia ringna

karena adanya pengurangan jaringan paru sehat, yaitu pada keadaan-

keadaan setengah parah. Semakin parah keadaan penderita, dan

semakin berat kekurangan jaringan yang masih sehat, tentunya

hipoksemia akan semakin nyata.

Sputum, pemeriksaan sputum memegang peranan yang sangat

penting dan dapat dikerjakan secara makroskopik, mikroskopik, dan

kultur dengan tes resistensi. Pemeriksaan sputum sewaktu secara

makroskopik dapat memberikan indikasi tentang bagaimana keadaan

penderita, semakin purulen sputumnya, semakin besar pula bahaya

bahwa sedang atau hampir terjadi suatu eksaserbasi akut ataupun

suatu infeksi sekunder yang baru. Sputum yang berbau busuk

memberikan indikas kuat adanya suatu infeksi bakteri anaerob.

Untuk lebih meyakinkan, dapat diperiksa kumpulan sputum selama

14

Page 15: Case Report Kelompok 3A

24 jam yang tidak diencerkan dan tidak dikocok ataupun diaduk

(didiamkan saja). Biasanya kumpulan sputum yang dikumpulkan ini

akan berlapis - lapis, dengan lapisan terbening di bagian yang paling

atas (air dan saliva) dan bagian terbawah ditempati lapisan keruh

dengan sisa-sisa jaringan bronkus yang telah rusak dan mengalami

nekrosis dan dibatukkan keluar. Bagian tengahnya terisi lapisan pus

yang akan semakin menipis ke atas. Pemeriksaan mikroskopik

menunjukkan adanya berbagai bakteri, tetapi yang perlu diperhatikan

ialah bakteri yang jumlahnya jauh lebih besar dari yang lain dan

pada pemeriksaan ulangan juga akan selalu ditemukan. Dapatlah

diperkirakan bahwa bakteri inilah yang memainkan peranan penting

dalam pencetusan infeksi. Bakteri ini dapat berupa Gram positif

ataupun Gram Negatif, dan juga dapat berupa kokus ataupun basil2.

b. Spirometri

Pada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara,

dengan rasio penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu detik

(FEV1) untuk memaksa volume kapasitas paksa (FVC), FVC normal

atau sedikit berkurang dan FEV1 menurun. Penurunan FVC

menunjukkan bahwa saluran udara tertutup oleh lendir, dimana

saluran napas kolaps saat ekspirasi paksa atau adanya pneumonitis

pada paru. Merokok dapat memperburuk fungsi paru dan

mempercepat kerusakan. Hyperresponsiveness saluran napas dapat

ditunjukkan, dimana 40 % pasien memiliki 15 % atau peningkatan

yang lebih besar pada FEV1 setelah pemberian agonis beta-

adrenergik, dan 30 sampai 69 % pasien yang tidak memiliki terlihat

penurunan FEV1 memiliki 20 % penurunan FEV1 setelah pemberian

histamin atau methacholine.

c. Gambaran Radiologis

1. Rontgen thoraks

15

Page 16: Case Report Kelompok 3A

Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis

dapat ditemukan gambaran seperti dibawah ini :

a. Ring shadow

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai

ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm). Dengan jumlah

satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk

gambaran ‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of

grapes’ (gambar 5). Bayangan cincin tersebut menunjukkan

kelainan yang terjadi pada bronkus.

b. Tramline shadow

Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru.

Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang

putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna

hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan

pada daerah parahilus.Tramline shadow yang sebenarnya

terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus.

Gambar 4. Gambaran honeycomb appearance.

16

Page 17: Case Report Kelompok 3A

c. Tubular shadow

Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal.

Lebarnya dapat mencapai 8 mm. Gambaran ini sebenarnya

menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret.

Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas

untuk bronkiektasis.

Gambar 5.

2) Bronkografi

Merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media

kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi

(AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan

adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk

bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus,

fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis.

G. Differensial Diagnosis

a. Bronkitis kronik

b. Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis

paru berupa bronkiektasis).

c. Abses Paru (terutama bila telah ada hubngan dengan bronkus

besar).

d. Penyakit paru penyebab hemoptisis, karsinoma paru, adenoma

paru, dll

e. Fistula bronkopleural dengan empiema.

17

Page 18: Case Report Kelompok 3A

H. Penatalaksanaan

1. . Pengobatan Konservatif

Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien,

contoh :

Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering

Mencegah atau menghentikan rokok

Mencegah atau menghindari debu, asap, dll.

Memperbaiki drainase sekret bronkus, dengan cara :

Melakukan drainase postural : Prinsip drainase postural

ini adalah usaha mengeluarkan sputum atau sekret

bronkus dengan bantuan gaya gravitasi.

Mencairkan sputum yang kental

Mengatur posisi tempat tidur pasien

Mengontrol infeksi saluran napas

Kemoterapi pada bronkiektasis. Kemoterapi pada bronkiektasis

dapat digunakan :

Secara kontinyu untuk mengontrol infeksi brokus (ISPA)

Untuk pengobatan eksaserbasi : infeksi akut pada

bronkus/ paru.

Keduanya

Kemoterapi disini menggunakan obat antibiotik tertentu (terpilih). Pemilihan

antibiotic mana yang harus dipakai sebaiknya harus berdasarkan hasil uji

sensitivitas kuman terhadap antibiotik. Tidak semua pasien harus diberikan

antibiotik, antibiotik hanya diberikan kalau diperlukan saja yaitu apabila

terdapat eksaserbasi infeksi akut. Antibiotik diberikan selama 7-10 hari, terapi

tunggal atau kombinasi beberapa antibiotic, sampai kuman penyebab infeksi

terbasmi atau sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna

kuning atau hijau menjadi mukoid (putih jernih).

Drainase sekret dengan bronkoskop, digunakan untuk :

Menentukan dari mana asal sekret atau sputum

Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus

18

Page 19: Case Report Kelompok 3A

Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction

drainage daerah obstruksi tadi

2. Pengobatan simtomatik.

Pengobatan obstruksi bronkus. Bila ada tanda obstruksi saluran

napas, maka diberikan obat bronkodilator.

Pengobatan hipoksia. Pasien dengan hipoksia, terutama pada

waktu terjadinya eksaserbasi infeksi akut perlu diberikan

oksigen. Tapi bila terdapat komplikasi bronkitis kronik,

pemberian oksigen harus hati-hati, dengan aliran cukup rendah.

Pengobatan hemoptisis. Apabila terjadi hemoptisis, tindakan

yang sering dilakukan yaitu menghentikan perdarahan tersebut.

Tapi jika perdarahannya banyakperli tindakan operatif dan

untuk sementara diberikan tranfusi darah untuk mengganti darah

yang hilang.

Pengobatan demam. Pasien yang mengalami eksaserbasi infeksi

akut sering terdapat demam. Pada keadaan ini cukup diberikan

antibiotik yang sesuai, dosis cukup, kalau perlu ditambahkan

obat antipiretik seperlunya

I. Prognosis

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya

serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan

pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat

memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus yang berat dan tidak diobati,

prognosisnya buruk, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun

J. Daftar Pustaka

Rademacher Jessica.2011. Diagnosis And Treatment Bronchiectasis.

Dtsch Arztebl Int.

19

Page 20: Case Report Kelompok 3A

Rahmatullah Pasiyan. 2009. Bronkiektasis. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta : Internal Publising

20