Case Spondilitis TB

22
BAB I REKAM MEDIS 1.1. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. ER Umur : 16 Tahun Pekerjaan : Siswa Alamat : Marga Catur Jenis kelamin : Perempuan Kebangsaan : Indonesia No. Reg : 02.15.01.201400000963.001 1.2. ANAMNESIS Diambil dari Autoanamnesis tanggal 28 Agustus 2014. Pukul 16.00 WIB Keluhan Utama Nyeri pinggang sejak 1 bulan SMRS Keluhan Tambahan Timbul benjolan pada punggung kiri, tulang belakang menonjol, lemas pada kaki, batuk lama, penurunan berat badan dan keringat malam

description

case stb

Transcript of Case Spondilitis TB

Page 1: Case Spondilitis TB

BAB I

REKAM MEDIS

1.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. ER

Umur : 16 Tahun

Pekerjaan : Siswa

Alamat : Marga Catur

Jenis kelamin : Perempuan

Kebangsaan : Indonesia

No. Reg : 02.15.01.201400000963.001

1.2. ANAMNESIS

Diambil dari Autoanamnesis tanggal 28 Agustus 2014. Pukul 16.00 WIB

Keluhan Utama

Nyeri pinggang sejak 1 bulan SMRS

Keluhan Tambahan

Timbul benjolan pada punggung kiri, tulang belakang menonjol, lemas pada kaki, batuk

lama, penurunan berat badan dan keringat malam

Riwayat Perjalanan Penyakit

Os datang ke RSAM dengan keluhan nyeri pinggang sejak 1 bulan SMRS. Os

mengatakan keluhan nyeri dirasakan hilang timbul dan memberat akhir-akhir ini. Selain

itu Os mengatakan sejak 1,5 bulan SMRS os mengeluhkan timbul benjolan pada bagian

punggung. Benjolan dirasakan nyeri apabila ditekan, berbatas tegas dan dapat

Page 2: Case Spondilitis TB

digerakkan. Os mengatakan sejak 1 bulan SMRS tulang belakangnya menonjol

kebelakang dan menyebabkan os bungkuk. Os juga mengatakan kami pasien mulai

terasa lemas dan sulit untuk berjalan lama. Os mengatakan buang air besar dan buang

air kecil masih dapat dikendalikan oleh os.

Sebelumnya sekitar 2 bulan SMRS os mengalami batuk hingga saat ini. Keluhan batuk

tidak disertai dahak ataupun darah. Keluhan batuk dirasakan Os hilang timbul. Selain

itu os juga mengatakan mengalami penurunan berat badan hingga saat ini dan nafsu

makan os juga menurun. Os juga mengeluh sering berkeringat apabila pada malam hari.

Riwayat meminum obat paket 6 bulan dikatakan os tidak ada.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

- Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga dikatakan tidak ada.

- Riwayat penyakit batuk-batuk lama dalam keluarga dan orang di sekitar pasien

dikatakan os tidak ada

Riwayat Masa Lampau

a. Penyakit terdahulu : R/hipertensi -, R/ Kencing Manis –

b. Trauma Terdahulu : tidak ada

c. Operasi : Tidak ada

d. Sistem Saraf : Tidak ada

e. Sistem Kardiovaskular : Tidak ada

f. Sistem Gastrointestinal : Tidak ada

g. Sistem Urinarius : Tidak ada

h. Sistem genitalis : Tidak ada

i. Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada

II. STATUS PRESENT

A. Status Umum

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis

Page 3: Case Spondilitis TB

- Tinggi badan : 155 cm

- Berat badan : 40 kg

- IMT : 16,65 (Underweight)

- Kulit : Edema -, Sianosis –

B. Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital

- Tekanan Darah :

- Nadi : 92 x/menit

- Pernafasan : 20 x/menit

- Suhu : 36,5 oC

Kepala Dan Muka

- Pupil : Isokor, refleks cahaya +/+

- Kepala : Tidak ada kelainan

- Kelenjar - kelenjar: Tidak ada kelainan

- Thoraks : Lihat status lokalis

- Abdomen : Tidak ada kelainan

- Vertebra Lumbal: Lihat status lokalis

- Ekstremitas atas : Tidak ada kelainan

- Ekstremitas bawah: Lihat status lokalis

Status Lokalis

Regio thorax

I : statis dinamis simetris kanan = kiri

P : stemfremitus kanan = kiri

P : sonor pada kedua hemithorax

A : Cor: denyut jantung 92 x/menit. Murmur (-), gallop (-)

Page 4: Case Spondilitis TB

Pulmo: vesikuler (+) normal pada kedua hemithorax, ronchi basah (-), Wheezing

(-)

Regio Vertebra Lumbal

I : benjolan setinggi L3.

P : keras, fluktuasi (-)

Regio Ekstremitas inferior dextra et sinistra

I : tidak tampak kelainan

P : rangsangan nyeri (+)

Status Neurologikus

Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri Motorik +5 +5 +3 +3Sensorik N N Parastesi

Femur anteriorParastesiFemur anterior

- Refleks patologis (-)

1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Hemoglobin : 113,6 g/dl

Hematokrit : 39 vol %

Leukosit : 7600 /mm3

LED : 57 mm/jam

Hitung jenis :0/5/0/65/26/4

BSS : 105 mg/d1

Natrium : 140 mmol/l

Kalium : 3,5 mmol/l

Page 5: Case Spondilitis TB

Pemeriksaan Sputum

BTA I : (-)

BTA II : (-)

BTA III : (-)

Radiologis:

1.5. DlAGNOSA KERJA

Spondilitis TB

1.6 DIAGNOSIS BANDING

Tumor vertebra

1.6. PENATALAKSANAAN

o Rifampisin oral 1 x 450 mg

o INH oral 1 x 400 nmg

o Etambutol oral 1 x 500 mg

o Pirazinamid 1 x 250 mg

o PSSW 3 minggu setelah kemoterapi anti.tuberkulosis

o Rencana pemeriksaan Kultur BTA dan Tes Mantoux

o Rencana Fisioterapi

1.7. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam

Page 6: Case Spondilitis TB

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENDAHULUAN

Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa

merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh

mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi

sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh. Percivall Pott (1793) yang pertama kali

menulis tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit

ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga

sebagai penyakit Pott.1

Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan

sendi yang terjadi. Di Ujung Pandang insidens spondilitis tuberkulosa ditemukan

sebanyak 70% dan Sanmugasundarm juga menemukan persentase yang sama dari

seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan pada

kelompok umur 2-10 tahun dengan perbandingan yang hampir sama antara wanita dan

pria.

Spondilitis paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3, dan paling jarang pada

vertebra C1-C2. Spondilitis tuberculosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi

jarang menyerang arkus vertebra.2

2.2 ETIOLOGI

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di

tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakteriumn tuberkulosis tipik (2/3

dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa

atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah

dan lumbal atas1, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosis

traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena

paravertebralis.

Page 7: Case Spondilitis TB

2.3 PATOFISIOLOGI

Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal

dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian

terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus.

Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis dan

vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan

terjadinya kifosis (Gambar 1).

Gambar 1. Gambar skematis terjadinya kifosis pada tulang belakang (penyakit Pott) akibat osteomielitis

tuberkulosa.

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang

fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal

anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai daerah

di sepanjang garis ligamen yang lemah.

Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan

menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat

mengalami protrusi ke depan dan menonjoi ke dalam faring yang dikenal sebagai abses

Page 8: Case Spondilitis TB

faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus atau

kavum pleura.

Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat

menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses

pada daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul paraplegia.

Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas

dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga

dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah

femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea. Kumar membagi perjalanan penyakit

ini dalam 5 stadium yaitu:

1. Stadium implantasi.

Setelah bakteri berada dalam tulang; maka bila daya tahan tubuh penderita

menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-

8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-

anak umumnya pada daerah sentral vertebra.

2. Stadium destruksi awal.

Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta

penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.

3. Stadium destruksi lanjut.

Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa

kaseosa serta pus yang berbentuk coldabses (abses dingin), .yang terjadi 2-3 bulan

setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta

kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di

sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang

menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.

4. Stadium gangguan neurologis.

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi,

tetapi terutama ditemukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini

ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra

Page 9: Case Spondilitis TB

torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan

neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.

Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu:

1. Derajat I

Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau

setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.

2. Derajat II

Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat

melakukan pekerjaannya

3. Derajat III

Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi

gerak/aktivitas penderita serta hipestesia/anestesia

4. Derajat IV

Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan

miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini

atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.

Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan

ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang

belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah

tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis

spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan

granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat

terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.

Derajat I-III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai paraplegia.

5. Stadium deformitas residual.

Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium

implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra

yang masif di sebelah depan.

2.4 GAMBARAN KLINIS

Page 10: Case Spondilitis TB

Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan

gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan

berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama

pada malam . hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai

dengan menangis pada malam hari (night cries).

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah

belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya

abses retrofaring. Kadangkala penderita datang dengan gejala abses pada

daerah paravertebral, abdominal, inguinal, poplitea atau bokong, adanya

sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang dengan gejala-gejala

paraparesis, gejala paraplegia, keluhan gangguan pergerakan tulang belakang

akibat spasme atau gibus (gambar 2).

A B C

Gambar 2. Gambaran lesi lanjut osteomielitis tuberkulosa pada lulang belakang.

Gambaran kilnis gibbus (A) gambaran destruksl korpus disertai penyempltan ruang

intervertebral (B) dan gambaran patologis (C).

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

1. Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai dengan leukositosis

2. Uji Mantoux positif

3. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium

Page 11: Case Spondilitis TB

4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar linfe regional

5. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

Pemeriksaan radiologis

1. Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru

2. Poto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra,

disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada diantara korpus tersebut dan

mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral.

3. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung (bird's

nets), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat

berbentuk fusiform

4. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbal kifosis

5. Pemeriksaan foto dengan zat kontras

6. Pemeriksaan mielografi dilakukai bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum

tulang

7. Pemeriksaan CT scan atau CT dengan mielografi

8. Pemeriksaan MRI

2.6. Diagnosis Diferensial

Spondilitispiogenik

salah satu penyakit dengan presentasi gejala yang serupa dengan spondilitis TB dan

tidak mudah untuk membedakan keduanya tanpa pemeriksaan penunjang yang

adekuat. Spondilitis piogenik umumnya disebabkan oleh Staphylococcusaureus,

Streptococcus, dan Pneumococcus. Secara epidemiologi, spondilitis piogenik lebih

sering menyerang usia produktif, sekitar usia 30–50 tahun. Hingga saat ini, prevalensi

spondilitis piogenik dilaporkan meningkat diakibatkan banyaknya penyalahgunaan

antibiotik, tindakan invasif spinal, pembedahan spinal. Dilain pihak, jumlah kasus baru

spondilitis TB semakin berkurang dengan penggunaan OAT. Spondilitis piogenik

Page 12: Case Spondilitis TB

memiliki perjalanan yang lebih akut dengan gejala yang hamper sama dengan

spondilitis TB. Vertebra servikal dan lumbal lebih sering terlibat, dibandingkan dengan

spondilitis TB yang lebih sering menyerang vertebra torakolumbal lebih dari satu

vertebra

Dari segi hematologis, CRP, laju endap darah (LED), jumlah leukosit,dan hitung jenis dapat

membantu diagnosis. Pada spondilitis piogenik, peningkatan CRP lebih bermakna

dibandingkan peningkatan LED, meskipun pada beberapa kasus dapat normal. Telah

dilakukan studi untuk membedakan kedua penyakit melalui MRI . Jung dkk menjabarkan

beberapa perbedaan temuan MRI secara rinci yang mengarahkan pada infeksiTB:

1) Sinyal abnormal paraspinal berbatas tegas.

2) Dinding abses tipis dan halus.

3) Adanya abses paraspinal dan intraoseus.

4) Penyebaran subligamen lebih dari vertebra.

5) Keterlibatanvertebra torakal.

6) Lesimultipel. Bila ada temuan radiologisselainyang disebutkan diatas, tampaknya

diagnosis infeksi piogenik lebih mungkin. Penelitian oleh Harada

dkkmenambahkan bahwa adanya sinyal abnormal pada sendi faset merupakan

karakteristik infeksi piogenik. Kulturdan pewarnaanGram spesimentulangyang

diambilmelalui biopsiperkutan/terbuka dapat memastikan diagnosisnamun

tindakan initermasuktindakaninvasif.

Tumor metastatik spinal

mencakup persen bagian dari semua tumor tulang belakangyang mengakibatkankompresi

medula spinalis. Insiden tertinggi kasus tumormetastasikspinal padausiadiatas50 tahun.

Urutansegmen yangseringterlibat yaitutorakal,lumbardanservikal.Neoplasma

Page 13: Case Spondilitis TB

dengankecenderunganbermetastasis ke medula spinalismeliputi tumor payudara,

prostat,paru,limfoma, sarkoma,danmieloma multipel.Metastasiskeganasansalurancerna

danronggapelvisrelatifmelibatkanvertebra lumbosakral, sedangkankeganasanparudan

mamaelebihsering melibatkanvertebra torakal.

Keganasanprimerpada pasienanak-anak yangcukupseringmenyebabkan kompresi

medulaspinalis meliputineuroblastoma, SarkomaEwing,dan hemangioma. Formasi

absesdanadanya fragmen tulangadalah temuanMRIyang dapatmembedakan

spondilitisTBdarineoplasma.1

DIAGNOSIS

Diagnosis spondilitis tuberkulosa dapat ditegakkan berdasarkan

gambaran klinis dan pemeriksaan radiologis. Untuk melengkapkan

pemeriksaan, maka dibuat suatu standar pemeriksaan pada penderita tuberkulosis

tulang dan sendi, yaitu:

1. Pemeriksaan klinik dan neurologis yang lengkap

2. Foto tulang belakang posisi AP dan lateral

3. Foto polos toraks posisi PA

4. Uji Mantoux

5. Biakan sputum dan pus untuk menemukan basil tuberkulosa

2.7 PENGOBATAN

Prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan

sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah

paraplegia.

Pegobatan terdiri atas:

1. Terapi konservatif berupa:

Page 14: Case Spondilitis TB

a. Tirah baring (bed rest)

b. Memperbaiki keadaan umum penderita

c. Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi ataupun yang tidak

dioperasi

d. Pemberian obat antituberkulosa

Obat-obatan yang diberikan terdiri atas:

· Isonikotinikhidrasit (INF) dengan dosis oral 5 mg/kg berat badan per

hari dengan dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak-anak 10 mg/kg

berat badan.

· Asam para amino salisilat Dosis oral 8-12 mg/kg berat badan.

· Etambutol. Dosis oral 15-25 mg/kg berat badan per hari.

· Rifampisin. Dosis oral 10 mg/kg berat badan diberikan pada anak-anak.

Pada orang dewasa 300-400 mg per hari.

Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang efektif dan mencegah

terjadinya kekebalan kuman tuberkulosis terhadap obat yang diberikan maka

diberikan kombinasi beberapa obat tuberkulostatik. Regimen yang

dipergunakan di Amerika dan di Eropa adalah INH dan Rifampisin selama 9

bulan. INH + Rifampisin + Etambutol diberikan selama 2 bulan dilanjutkan

dengan pemberian INH + Rifampisin selama 7 bulan, Di Korea diberikan

kombinasi antara INH + Rifampisin selama 6-12 bulan atau INH + Etambutol

selama 9-18 bulan

Standar pengobatan di Indonesia berdasarkan program,P2TB paru adalah:

· Kategori 1

Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-)/rontgen (+), diberikan dalam dua

tahap, yaitu:

o Tahap I, diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300

mg dan Pirazinamid 1.500 mg. 0bat diberikan setiap hari selama 2 bulan

pertama (60 kali).

o Tahap II, diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg. Obat

diberikan tiga kali seminggu (intermiten) selama 4 bulan (54 kali).

· Kategori 2

Page 15: Case Spondilitis TB

Untuk penderita baru BTA . (+) yang sudah pernah minum obat selama

lebih sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang

diberikan dalam dua tahap, yaitu:

o Tahap I, diberikan Streptomisin 750 mg (injeksi), INH 300 mg,

Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1.500 mg dan Etambutol 750 mg, Obat

diberikan setiap hari, Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60

kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).

o Tahap II, diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol

1.250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermiten) selama 5 bulan (66

kali),

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila:

· Keadaan umum penderita bertambah baik

· Laju endap darah menurun dan menetap

· Gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang

· Gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra

2. Terapi Operatif

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi

penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih

memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold

abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.

· Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena

dapat terjadi resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik.

Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah.

Ada tiga Cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:

a.debridemen fokal

b.kosto-transversektomi

c.debridemen fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan

· Paraplegia

Page 16: Case Spondilitis TB

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:

a. Pengobatandengankemoterapisemata-mata

b. Laminektomi

c. Kosto-transveresektomi

d. Operasiradikal

e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

lndikasi operasi

a. Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah

semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan,

setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.

b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan

CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medula spinalis

Operasi kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak.Tindakan operatif dapat

berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.