Case Neuro-onkologi-irwan.docx

55
Presentasi Kasus Neuro-onkologi Rabu, 4 Juni 2015 pukul 13.30 WIB ASPEK DAN TINJAUAN KLINIS NYERI KEPALA PADA SOL INTRA KRANAL Penyaji : dr. Ahmad Irwan Rusmana Pembimbing : Dr. dr. Tiara Aninditha, Sp.S(K) Narasumber : Prof. dr. Teguh A.S. Ranakusuma, Sp.S(K) Dr. dr. Tiara Aninditha, Sp.S(K) Oponen : dr. Andriani Putri Bestari dr. Prima Heptayana Nainggolan Komentator : dr. Teuku Reyhan Gamal Moderator : dr. Andira Larasari 1

Transcript of Case Neuro-onkologi-irwan.docx

Page 1: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

Presentasi Kasus Neuro-onkologi

Rabu, 4 Juni 2015 pukul 13.30 WIB

ASPEK DAN TINJAUAN KLINIS NYERI KEPALA PADA

SOL INTRA KRANAL

Penyaji : dr. Ahmad Irwan Rusmana

Pembimbing : Dr. dr. Tiara Aninditha, Sp.S(K)

Narasumber : Prof. dr. Teguh A.S. Ranakusuma, Sp.S(K)

Dr. dr. Tiara Aninditha, Sp.S(K)

Oponen : dr. Andriani Putri Bestari

dr. Prima Heptayana Nainggolan

Komentator : dr. Teuku Reyhan Gamal

Moderator : dr. Andira Larasari

Departemen Neurologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Juni 2015

1

Page 2: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri kepala dapat merupakan salah satu gejala yang pertama kali muncul pada tumor

otak. Secara keseluruhan hampir 50 – 80% pasien yang didiagnosis sebagai tumor otak

diketahui mengeluhkan adanya sakit kepala.1 Diketahui 30-60% dari keseluruhan Tumor

Otak diketahui mengeluhkan nyeri kepala sebagai gejala awal yang diikuti oleh munculnya

defisit neurologis yang lain. Dan menurut pfund et al dalam penelitiannya menyebutkan 70%

dari keseluruhan tumor otak metastasis mengeluhkan timbulnya nyeri kepala sebagai gejala

awal2

Nyeri kepala sendiri muncul dengan berbagai karakteristik tergantung kepada

berbagai faktor, diantaranya onset, lokasi, kualitas nyeri, kuantitas nyeri dan gejala penyerta

lainnya.1,3,4 Karakteristik klinis yang sangat beragam tersebut menjadi salah satu tantangan

sendiri untuk mengenali dan mendiagnosis adanya suatu tumor otak ataupun kelainan

neurologis lainnya2. Karena tidak jarang beberapa tumor otak muncul hanya dengan gejala

berupa nyeri kepala dengan gejala yang khas. Dilaporkan sebuah kasus, seorang perempuan

usia 38 tahun dengan adanya nyeri kepala sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. yang

mengarahkan diagnosis pada suatu lesi desak ruang intrakranial. Temuan dikonfirmasi

dengan MRI Kepala dengan kontras yang menunjukan lesi ekstra-aksial pada parietal kanan

dengan perifokal edema luas dan talamus kanan yang sugestif kearah metastasis.

Dengan tingkat insidensi yang tinggi sebagai penanda awal dari adanya nyeri kepala.

Diharapkan dengan gejala khas tersebut dapat menjadi acuan sebagai penegakan diagnosis

yang cepat dan tepat dalam menentukan langkah diagnostik dan tata laksana selanjutnya.

2

Page 3: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

Selain itu penanganan nyeri kepala yang baik dan komprehensif tersebut diharapkan dapat

mempertahankan kualitas hidup pasien kearah yang lebih baik.

3

Page 4: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

BAB II

ILUSTRASI KASUS

Seorang wanita bernama Ny. H usia 38 tahun datang dengan keluhan utama nyeri

kepala yang memberat sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Tiga bulan sebelum masuk

Rumah Sakit, pasien mulai mengeluh nyeri kepala semakin memberat, nyeri kepala dirasakan

seperti diikat dan terus menerus. Frekuensi nyeri kepala sampai dua hingga tiga kali

perminggu. Nyeri kepala muncul dan memberat apabila pasien beraktifitas berlebih. Nyeri

kepala dirasakan pada kepala bagian tengah. Pasien berobat ke klinik 24 jam, saat itu pasien

mendapat obat nyeri kepala berupa parasetamol. Nyeri kepala berkurang dengan minum

parasetamol tetapi tidak sampai hilang sama sekali.

Kurang lebih satu bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri kepala

semakin memberat. Kualitas nyeri apabila dianalogikan ke dalam VAS (Visual Analog Scale)

bisa mencapai sepuluh. Apabila nyeri kepala muncul, pasien bisa hingga menangis kesakitan.

Nyeri kepala dirasakan mulai timbul pada seluruh bagian kepala. Frekuensi nyeri kepala

menjadi semakin sering dan bisa muncul tiap hari. Nyeri kepala memberat apabila pasien

batuk dan mengedan Kelemahan sisi kiri mulai dirasakan. Pasien mengeluh sulit untuk

mencengkram barang dan menyeret apabila berjalan. Pandangan ganda mulai dirasakan

sehingga pasien mengeluh timbul pusing berputar apabila membuka mata terlalu lama.

Pusing berputar tidak terpengaruh oleh perubahan posisi dan kadang dirasakan seperti

bergoyang seperti ada diatas kapal.

Sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit, nyeri kepala semakin sering dan

memberat. Nyeri dirasakan sepanjang hari disertai dengan muntah, apabila nyeri sedang

berlanngsung. Muntah dikatakan tidak pernah muncul apabila pasien sedang dalam kondisi

4

Page 5: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

tidak nyeri. Saat itu VAS dikatakan fluktuatif antara 8 hingga 10. Frekuensi nyeri kepala

dikatakan bisa sampai sepanjang hari. Nyeri kepala apabila sedang kambuh dapat

menyebabkan pasien terbangun dari tidur dan memberat apabila pasien batuk dan mengedan.

Tangan dan kaki kiri Sulit untuk digerakan lagi. Pasien kemudian berobat ke RS Islam

Jakarta dikatakan terdapat tumor otak, pasien kemudian mendapatkan terapi dexametason

3x0.5 mg, parasetamol 3x500mg, fenitoin 3x100 mg, omeprazole 1x20 mg dan laxadine 3x10

cc sebelum pasien kemudian dirujuk ke RSCM.

Pada riwayat penyakit dahulu pasien memiliki riwayat nyeri kepala sejak gadis. Pasien

mengeluh nyeri kepala muncul apabila pasien kelelahan dengan frekuensi 1-2 kali sebulan.

Nyeri kepala dirasakan berdenyut dengan lokasi yang berpindah – pindah. Nyeri kepala

berkurang apabila pasien beristirahat. Pasien kemudian berobat dikatakan terdapat migraine

dan setelah itu pasien diberikan parasetamol. Nyeri kepala berkurang hingga hilang sama

sekali. Dan setelah itu pasien rutin mengkonsumsi parasetamol apabila nyeri kepala muncul.

Riwayat Hipertensi, Diabetes Mellitus, penyakit jantung, penyakit paru, keganasan

ditempat lain, stroke disangkal. Riwayat penyakit keluarga tidak didapatkan riwayat keluhan

serupa atau keganasan. Pasien saat ini sudah menikah dengan 2 orang anak. Pasien sehari-

hari sebagai ibu rumah tangga. Pembiayaan rumah sakit menggunakan Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 80 kali per

menit, nafas 20 kali per menit, suhu 36oC. Hasil pemeriksaan fisik untuk status generalis,

dalam batas normal. Untuk pemeriksaan status neurologis didapatkan pasien compos mentis

dengan GCS E4M6V5, pupil bulat isokor diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung dan

tak langsung positif bilateral.Tanda rangsang meningeal dan dari pemeriksaan nervus

cranialis didapatkan hasil Parese nervus VI Bilateral, Paresis N.VII sinistra sentral. Pada

pemeriksaan motorik didapatkan hemiparesis sinistra dengan kekuatan sisi kanan 5 untuk

5

Page 6: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

semua segmen dan sisi kiri 1 untuk semua segmen. Refleks fisiologis baik dan refleks

patologis Babinsky negatif bilateral. Sensori dan otonom baik, funduskopi didapatkan papil

bulat, batas kabur, hiperemis, aa:vv 1:3, tidak tampak perdarahan dan eksudat, kesan

papiledema okuli dekstra dan sinistra.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan leukositosis disertai disertai adanya

peningkatan nilai dari tumor marker Ca-15-3, Ca-199, CEA, dan cyfra. Dengan nilai

terlampir pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1.Hasil Laboratorium (RSCM, 14 April 2015)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 15.6 12-14 PT 9.8/11.2

Hematokrit 45.3 37-43 APTT 25.0/30.9

Leukosit 16.300 5000-10000 pH 7.467 7,35-7,45

Trombosit 422.000 150000-400000 pCO2 28.0 35-45

Ureum 24.0 0-49 paO2 101.9 75-100

Creatinin 0.64 0,6-1,2 Saturasi 97.7 95-98

Natrium 140 132-147 HCO3 20.5

Kalium 4.6 3,3-5,4 Fibrinogen 289

Klorida 101 94-111 D-Dimer 0.2 <0.3

SGPT 17  <27 Ca-15-3 26.3 <25.0

SGOT 37 <27 Ca 199 107.6 <27.0

GDS 134 <200 CEA 29.4 <0.46

Cyfra 8.2 <3.3

6

Page 7: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

Pasien dilakukan pemeriksaan MRI Kepala dengan kontras pada tanggal 11 April 2015

di RS Islam Jakarta dengan hasil tampak lesi isodens pada T1 dilobus parietal kanan ukuran

3x3 cm disertai perifokal edema luas, dan lesi hipodens di thalamus kanan, pada T2 lesi

menjadi hiperintens. Pada pemberian kontras lesi enhacement. ventrikel III dan lateral

terdesak, tampak deviasi midline kekiri. Dengan kesimpulan Tumor cerebri lobus parietal

kanan dengan perifokal edema luas yang mendesak ventrikel III dan lateral kanan, disertai

adanya metastase di talamus kanan. ( gambar 2.1 )

Gambar 2.1.MRI Kepala dengan Kontras (11 April 2015 di RS Islam Jakarta) – (A) dan (B)

Axial T1 tanpa dan dengan kontras, (C) Axial T2 dengan kontras, (D) Axial FLAIR, (E) dan

(F) Sagital T1 tanpa dan dengan kontras, (G) Koronal T1 dengan kontras

7

Page 8: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

Pasien dilakukan pemeriksaan MSCT Scan Thorax di RSCM pada tanggal 17 April

2015 didapatkan kesimpulan massa paru kanan mengenai segmen 7,9,10 paru kanan suspek

maligna, Tidak tampak pembesaran kelenjar limfe mediastinum dan hillus, Multipel lesi

hipodens kecil di lobus kanan hepar dd/kista, metastasis

Gambar 2.2. MSCT Scan Thorax dengan kontras ( RSCM 17 April 2015 )– (A) dan (B)

Axial tanpa dan dengan kontras, (C) Koronal T1 dengan kontras

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien

didiagnosis dengan nyeri kepala sekunder, parese nervus VI bilateral, paresis N.VII sinistra

sentral, hemiparesis sinistra e.c lesi desak ruang intrakranial ekstra-aksial pada lobus parietal

kanan dan intra axial pada talamus kanan et causa suspek metastasis. Lesi desak ruang

intrakranial intra-aksial et causa suspek metastasis. Massa paru kanan et causa suspek

malignancy. Diagnosis klinis pada pasien ini adalah nyeri kepala sekunder, hemiparesis

8

Page 9: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

sinistra, parese nervus VI bilateral, paresis N.VII sinistra sentral, papiloedema ODS.

Diagnosis topis pada daerah lobus parietal kanan. Diagnosis etiologis lesi desak ruang dan

diagnosis patologis ialah neoplasma.

Selama pengobatan di RSCM pasien mendapatkan terapi berupa IVFD NaCl 0.9% per

12 jam, Omeprazole 2x40 mg i.v, Fenitoin 3x100 mg i.v tapering off, Dexamethason dosis

awal loading 10 mg diikuti 4x10mg tapering off tiap 5 hari, laxadine 3x5 mg,dan untuk

mengatasi nyeri kepala pasien diberikan terapi berupa Ketorolac 3x30 mg, yang pada hari ke

5 pengobatan diganti dengan paracetamol 3x1000 mg i.v.

Nyeri kepala pasien mulai berkurang setelah pemberian terapi, tetapi tidak sampai

hilang sama sekali. Saat itu pasien mengatakan VAS 5 apabila nyeri kepala sedang muncul.

Nyeri dirasakan seperti diikat dan muntah dirasakan mulai berkurang. Kelemahahan pada alat

gerak sebelah kiri dirasakan mulai membaik pasien mulai mengatakan bisa menggerakan

tangan dan kakinya. Kelemahan pandangan dobel yang diikuti pusing berputar masih

dirasakan pasien.. Pada pemeriksaan status neurologis didapatkan pasien compos mentis

dengan GCS E4M6V5, pupil bulat isokor diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung dan

tak langsung positif bilateral.Tanda rangsang meningeal dan dari pemeriksaan nervus

cranialis masih didapatkan Parese nervus VI Bilateral, Paresis N.VII sinistra sentral. Pada

pemeriksaan motorik didapatkan hemiparesis sinistra dengan kekuatan sisi kanan 5 untuk

semua segmen dan sisi kiri 3 untuk semua segmen. Refleks fisiologis baik dan refleks

patologis Babinsky negatif bilateral. Sensori dan otonom baik.

Pada Neuro-Onkologi meeting yang dilakukan pada tanggal 16 April 2015, disetujui

bahawa lesi berupa massa ekstra aksial parietal kanan, dengan lesi edema serebri cukup luas

yang diikuti adanya lesi menyangat kontras intraaksial di basal ganglia kanan yang sugestif

metastasis. Sehingga oleh TS Bedah saraf pasien direncanakan untuk kraniotomi dekompresi

untuk massa intracranial ekstraaksial, yang dilanjutkan biopsy untuk didapatkan hasil

9

Page 10: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia apabila diperlukan. Untuk massa yang

ditalamus akan dilakukan tindakan RadioTherapy apabila sudah didapatkan hasil Sitologi.

Pada tanggal 18 April 2015, pasien dilakukan tindakan kraniotomi dekompresi,

jaringan tumor kemudian dikirim ke bagian patologi anatomi untuk dilakukan pemeriksaan

sitologi. Pada evaluasi 2 hari setelah operasi, pasien mengatakan nyeri kepala sudah tidak

dirasakan. Pasien mengatakan VAS saat itu sudah 1-2. Pandangan ganda sudah tidak

dirasakan lagi. Pasien juga mengatakan kelemahan pada tubuh sebelah kiri sudah jauh

berkurang. Pasien sudah bisa mencengkram barang dengan baik. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 70 kali per menit, nafas 16 kali per menit, suhu

36oC. Status generalis, dalam batas normal. Untuk pemeriksaan status neurologis didapatkan

pasien compos mentis dengan GCS E4M6V5, pupil bulat isokor diameter 3 mm/3 mm, refleks

cahaya langsung dan tak langsung positif bilateral.Tanda rangsang meningeal dan dari

pemeriksaan nervus cranialis didapatkan hasil Paresis N.VII sinistra sentral ( slight ). Pada

pemeriksaan motorik didapatkan hemiparesis sinistra dengan kekuatan sisi kanan 5 untuk

semua segmen dan sisi kiri 4+ untuk semua segmen. Refleks fisiologis normal pada keempat

ekstrimitas dan refleks patologis Babinsky negatif bilateral. Sensori dan otonom baik,

funduskopi didapatkan papil bulat, batas tegas, warna jingga, aa:vv 2:3, tidak tampak

perdarahan dan eksudat, kesan normofundus okuli dekstra dan sinistra.

Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan CT-Scan brain dengan kontras ulang untuk

evaluasi hasil operasi pada tanggal 19 April 2015 dan didapatkan hasil dibandingkan MRI

kepala dengan kontras 11 April 2015, saat ini tidak tampak jelas massa tumor di lobus

parietal kanan yang terlihat pada MRI sebelumnya dengan kesan perbaikan, perifokal edema

luas di lobus frontoparietoocipital kanan relatif status quo, lesi dengan ring enhancement di

thalamus kanan relatif status quo dengan differensial diagnosis metastasis, herniasi di

10

Page 11: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

subfalcine sejauh 1.3 cm ke kiri, relatif status quo dan diskontinuitas os parietal kanan

disertai subgaleal hematom disekitarnya.

Gambar 2.3. MSCT Scan Brain dengan kontras ( RSCM 19 April 2015 )– (A) dan (B) Axial

tanpa dan dengan kontras, (C) Koronal dengan kontras (D) Sagital dengan kontras

Hasil pemeriksaan histopatologi jaringan otak didapatkan hasil keping – keping

jaringan massa tumor ganas yang membentuk struktur glandular, trabekular, dan kribiform,

umumnya berisi musin kebiruan, sel tumor berinti pleimorfik, hiperkromatik, sebagian berinti

vesikuler, kromatin kasar dengan anak inti. Sitoplasma banyak eosinofilik, sebagian banyak

berisi musin mendesak inti sel ke tepi memberikan gambaran menyerupai cincin/ signet ring

cell. Mitosis ditemukan. Tampak sedikit parenkim otak sembab. Sehingga ditarik kesimpulan

histologik menunjukan anak sebar adenocarsinoma berdiferensiasi baik.

11

Page 12: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

Gambar 2.4. Histopatologi Jaringan Otak dengan pewarnaan HE ( RSCM 22 April 2015 )–

(A) pembesaran 4X dan (B) Dan (C) pembesaran 10X (D) pembesaran 40x

Pasien kemudian disarankan dilakukan radioterapi untuk mengatasi lesi intrakranial

intraaksial pada talamus kanan. Prognosis pada pasien untuk ad vitam adalah dubia,ad

functionam ialah dubia ad bonam, dan ad sanationam dubia ad malam.

12

Page 13: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Epidemiologi nyeri kepala

Insiden nyeri kepala pada pasien dengan tumor otak sangat bervariasi, mulai dari 36%

hingga 80% yang bergantung pada lokasi (Tabel 3.1) dan tipe tumor (Tabel 3.2). Nyeri

kepala dapat menjadi gejala awal yang didapatkan pada pasien dengan tumor otak, yaitu pada

sebanyak 30-60% kasus atau muncul pada sepanjang perjalanan penyakitnya pada 60-70%

kasus1.

Tabel 3.1.Frekuensi Nyeri Kepala pada Tumor Otak Berdasarkan Lokasi1

Tabel 3.2.Frekuensi Nyeri Kepala pada Tumor Otak Berdasarkan Tipe Tumor1

Berdasarkan studi prospektif yang dilakukan oleh Forsyth dan Posner, nyeri kepala

didapatkan pada 48% pasien dengan tumor otak, baik tumor primer maupun sekunder. Nyeri

kepala tampak lebih sering dikeluhkan pada pasien dengan tumor di area infratentorial

dibandingkan dengan tumor supratentorial1,2.

13

Page 14: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

Nyeri kepala juga merupakan keluhan yang banyak ditemukan pada pasien dengan

keganasan sistemik, yakni sebanyak 15,4% kasus. Nyeri kepala dapat disebabkan oleh faktor

struktural maupun non-struktural. Pada penyebab struktural, dihubungkan dengan adanya

metastasis (39%), antara lain metastasis parenkimal dan leptomening (21%), metastasis basis

kranii (9%), perdarahan intrakranial (6%), metastasis servikal atas (2%). Penyebab non-

struktural sebanyak 61% meliputi demam (38%), migrain (13%), nyeri kepala tipe tegang

(4%), efek samping terapi (3%), dan nyeri kepala pascatindakan lumbal pungsi (2%). Angka

kejadian nyeri kepala pada metastasis sistem saraf pusat sendiri mencapai 50% kasus, dengan

metastasis leptomening menyebabkan nyeri kepala pada sebanyak 30-75% pasien1,4,5.

Patofisiologi nyeri kepala pada tumor otak

Nyeri kepala secara umum dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu nyeri kepala

primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala yang tidak

disebabkan oleh adanya penyakit yang mendasarinya atau adanya masalah struktural. Nyeri

kepala yang termasuk dalam klasifikasi ini contohnya adalah adalah nyeri kepala migrain,

nyeri kepala tipe tegang (tension type headache), dan nyeri kepala klaster6,7,8.

Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang disebabkan oleh adanya suatu proses

penyakit yang mendasari3,9. Berikut ini adalah tanda-tanda yang dapat menandakan suatu

nyeri kepala sekunder (1) Nyeri kepala yang persisten serta mencapai mencapai intensitas

maksimal dalam beberapa detik atau menit setelah timbulnya nyeri pertama; (2) nyeri kepala

yang dirasakan pertama kali dan tidak adanya nyeri kepala serupa di masa lalu; (3) nyeri

kepala yang disertai dengan adanya infeksi konkomitan yang dapat menjadi sumber atau

fokus infeksi; (4) nyeri kepala yang disertai perubahan perilaku, penurunan kesadaran, atau

kejang; (5) nyeri kepala yang dirasakan memberat dengan aktifitas; (6) nyeri kepala onset

baru atau nyeri kepala yang semakin memberat pada pasien di atas umur 50 tahun; (7) nyeri

14

Page 15: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

kepala pada penderita HIV atau pasien immunocompromised; (8) nyeri kepala yang disertai

dengan gangguan penglihatan. Pada pemeriksaan fisik, adanya defisit fokal neurologis,

penurunan kesadaran, meningismus, dan papiledema disertai dengan adanya riwayat nyeri

kepala seperti di atas memerlukan perhatian lebih lanjut untuk diinvestigasi lebih

mendalam.3,9

Saat ini terdapat beberapa teori yang menerangkan bagaimana terjadinya nyeri kepala

pada tumor otak, diantaranya :

a. Traction Hypothesis1,2,3,4,10

Nyeri kepala pada tumor otak berhubungan dengan adanya traksi dan pergeseran

struktur peka nyeri di intrakranial, seperti pembuluh darah, nervus kranialis, dan

duramater. Oleh karena itu, keluhan ini sangat terkait dengan durasi penyakit, laju

pertumbuhan tumor, mekanisme kompensasi otak, dan lokasi tumor. Tumor low grade

di area supratentorial lebih banyak menyebabkan kejang dibandingkan nyeri kepala,

yang mungkin dapat dijelaskan oleh adanya adaptasi struktur peka nyeri terhadap

pertumbuhan tumor. Glioma maligna yang tumbuh dengan cepat akan menyebabkan

nyeri kepala pada lebih dari 50% pasien yang kembali dikaitkan dengan durasi yang

singkat yang dimiliki oleh otak untuk beradaptasi. Tumor yang menyebabkan obstruksi

aliran cairan serebrospinal (CSS) seperti tumor infratentorial juga sering kali

menimbulkan nyeri kepala.

Parenkim otak tidak memiliki serabut saraf nyeri sehingga tidak menimbulkan

sensasi nyeri.Oleh karena itu, nyeri kepala pada pasien dengan tumor otak disebabkan

oleh stimulasi pada struktur peka nyeri intrakranial, baik secara langsung maupun tidak

langsung.Struktur peka nyeri meliputi arteri serebral pada basal otak, arteri dura, sinus

15

Page 16: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

venosus, selaput dura pada basal otak, nervus trigeminus, glosofaringeal, vagus, dan

servikal atas. (Gambar 3.1)

Gambar 3.1.Struktur Peka Nyeri Intrakranial11

Seiring dengan pertumbuhan ukuran tumor maka akan menimbulkan tekanan

pada struktur-struktur tersebut, sehingga muncul rasa nyeri. Pada tumor yang tumbuh

lambat, nyeri kepala lebih jarang timbul karena struktur peka nyeri telah beradaptasi

secara perlahan terhadap peningkatan tekanan tersebut. Hal ini melibatkan struktur

inhibitor nyeri dan terdapat peranan mekanisme opioid dan non-opioid yang belum

sepenuhnya dapat dipahami.

Gambar 3.2 : Mekanisme hipotesis traksi dalam menimbulkan nyeri kepala2

16

Page 17: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

Gambar 3.2. Jaras Struktur peka nyeri intrakranial9

b. Kompresi Nervus Cranialis ataupun Nervus Cervicalis1,2

Kompresi langsung pada saraf intra cranial (misalnya pada nervus trigeminal) dan

radikx cervical (C1 dan C2) merupakan salah satu penyebab nyeri kepala pada tumor

otak. Nyeri paroxystic akan mulai terasa saat aferen sensorik diregangkan atau

dikompresi, seperti dalam kasus neuralgia trigeminal. Pada kompresi saraf cervical,

nyeri kepala biasanya disertai oleh nyeri otot dan adanya “myofacial trigger points”,

yang diperburuk oleh gerakan leher, tekanan eksternal pada cervical bagian atas atau

regio occipital pada sisi lesi.

Apabila tumor berada dekat cervicomedullary junction, sehingga menimbulkan

penekanan pada nervus occipitalis, penekanan intra medular yang luas atau perdarahan

setinggi Vertebra Cervical C1, dapat menimbulkan gejala berupa “mimic occipital

17

Page 18: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

neuralgia” (kondisi yang ditandai oleh rasa nyeri kronis di leher bagian atas, belakang

kepala, dan di belakang mata).

Nyeri yang terlokalisasi di belakang kepala sampai atau di belakang mata,

memiliki kesamaan karakteristik dengan nyeri kepala cervikogenik yang disebabkan

oleh “muscle spasm” sehingga penting untuk mendifferensiasi antara nyeri kepala

cervicogenik atau nyeri kepala akibat brain tumor. Gejala dari nyeri kepala

cervikogenik sendiri meliputi (1) nyeri dimulai dari regio occipital dan kemudian secara

progresif menjalar hingga keatas kepala (2) nyeri dapat terstimulasi oleh adanya

gerakan kepala dan leher (3) ditandai dengan adanya kelemahan di region suboccipital

c. Sensitisasi Perifer2,12,13

Pada tekanan intra cranial yang menimbulkan iritasi berkepanjangan pada

struktur peka nyeri dapat menimbulkan dilepaskannya neuropeptide proinflamasi pada

lokasi yang teriritasi, sehingga menyebabkan terjadinya edema vaskuler akibat

peningkatan permeabililitas vaskuler dan menimbulkan konsekuensi berupa infiltrasi

dari sel-sel imun.

Reaksi antridomik ini sendiri dikenal sebagai inflamasi neurogenik, sebuah

fenomena yang diketahui disebabkan dilepaskannya substansi P dan “calcitonin gene

related peptide”(CGRP), yang diduga sebagai dasar dari timbulnya nyeri kepala

refrakter. Substansi P dan CGRP memfasilitasi ekstravasasi dari plasma protein,

meningkatkan permeabilitas vaskuler, dan degranulasi dari sel mast, yang masing-

masing berkontribusi pada sensitisasi perifer dari serat nosiseptif.

Jika hal ini berlangsung lama. Inflamasi neurogenik dapat menyebabkan

timbulnya perubahan struktural duramater yang akan menyebabkan nyeri kepala

bertahan hingga tekanan intracranial berkurang. Walaupun proses inflamasi neurogenik

18

Page 19: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

memerankan peran penting dalam menyebabkan nyeri kepala idiopatik, hingga saat ini

belum jelas persentase patofisiologi nyeri kepala tipe ini.

Gambar 3.3 : mekanisme dari Sensitisasi perifer13

d. Sensitisasi Sentral2

Selama beberapa dekade terakhir, patofisiologi nyeri kepala pada tumor otak

telah difokuskan pada terjadinya iritasi struktur peka nyeri intra kranial sehingga akhir

–akhir ini mulai dikembangka adanya teori lain yaitu adanya sensitisasi sentral pada

neurons trigeminovaskular orde ke dua dan respon dari gangguan pada proses modulasi

pada “mesensefalic medulotary neurons”. Kedua proses tersebut saat ini dianggap

sebagai penyebab dari progresiitas dan pemeliharaan nyeri kepala yang

berkepanjangan. Iritasi yang berkepanjangan dari struktur intracranial dapat

menimbulkan sensitisasi pada neuron convergent trigeminal. Yang kemudian akan

menginduksi 1) Pengurangan ambang untuk aktivasi nosiseptor, (2) Peningkatan respon

oleh stimulasi aferen , dan (3) pembesaran bidang reseptif perifer.

19

Page 20: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

Gambar 3.4. Gambaran keempat teori penyebab nyeri kepala

Berdasarkan onsetnya nyeri kepala sendiri diklasifikasikan kedalam 4 pola yang

berbeda. Yaitu1 :

a. Acute Headache ( kurang dari 1 bulan )

Biasanya berat dan muncul tanpa ada gejala nyeri kepala sebelumnya.

Patofisiologinya sendiri berhubungan dengan adanya traksi akut dari berbagi

jaringan penyokong otak yang disebabkan oleh pertumbuhan sel tumor yang

cepat, peritumoral edema, intratumoral hemorrhage, atau peningkatan tekanan

intracranial. Gejala neurologis bisa tidak terlihat pada 30% pasien.1,2,14

b. Acute reccurent Headache ( 1 - 6 bulan )

Nyeri kepala ini hilang timbul selama periode 6 bulan, dimana hampir sebagian

besar tumor otak (85%) didiagnosis dalam waktu tersebut. Nyeri kepala jenis ini

biasanya menjadi samar dan terdapat respon yang membaik dengan penggunaa

terapi kortikosteroid. Pasien biasanya datang ke dokter bukan disebabkan oleh

derajat keparahannya tetapi lebih disebabkan oleh nyeri kepala yang persisten.

Banyak hal yang menyebabkan acute reccurent headache, dimana biasanya tumor

jinak mendominasi penyebabnya. Beberapa faktor yang dapat memprediksi tumor

otak pada fase ini antara lain adalah: (1) frekuensi nyeri kepala, (2) jenis nyeri

20

Page 21: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

kepala, (3) lokasi nyeri kepala, (4) waktu dan durasi nyeri kepala, (5) keparahan

nyeri kepala, (6) terkait tanda-tanda dan gejala-gejala neurologis, dan (7) tidak

ada faktor lain yang mengganggu seperti stres, masalah keluarga, atau depresi.

1,2,14

c. Chronic Progresive Headache

Nyeri kepala jenis ini didefinisikan oleh pasien sebagai nyeri kepala yang secara

konsisten memberat atau terdapat perubahan karakter, intensitas, dan lokasi

selama jeda waktu tersebut. Dalam suatu case series . 76% pasien didiagnosis

sebagai nyeri kepala progresif dan hanya 17% yang didiagnosis sebagai non

progresif. Progresifitas dari nyeri kepala diasosiasikan dengan adanya edema

serebri, midiline shift ataupun adanya hidrosefalus. Pasien dengan riwayat nyeri

kepala sebelumnya juga juga memiliki progresi dan symptom yang memburuk

pada semua kasus. 1,2,14

d. Non Chronic Progresive Headache

Pada jenis nyeri kepala tipe ini tidak terdapat peningkatan atau perburukan gejala

yang berkaitan dengan onset, durasi dan kualitas. Ini tidak biasa pada pasien

tumor menunjukan gejala ini ini keculi pada pasien dengan very-slow-growing

meningioma. Dan kurang dari 10% pasien dengan tumor otak metastasis,

astrositoma atau glioblastoma memiliki gejala nyeri kepala kronik non

rogresif.1,2,14

Edema serebri pada tumor otak15,16

Edema yang berhubungan dengan tumor otak memainkan peran utama dalam

menentukan gejala yang disebabkan oleh tumor otak. Edema tidak hanya menyebabkan efek

massa tambahan, tetapi sering kali memili efek yang melebihi massa disebabkan oleh tumor

itu sendiri dan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, juga menyebabkan gangguan

21

Page 22: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

neurologis dengan mengganggu homeostasis jaringan dan mengurangi aliran darah lokal.

Semua lesi fokal, termasuk tumor primer dan metastasis, abses, encephalitides, dan

radionecroses, menghasilkan edema vasogenik.

Edema yang berhubungan dengan tumor otak dianggap vasogenik dan dengan demikian

secara patofisiologi mirip dengan edema karena cedera otak atau abses otak. Gangguan utama

adalah pada tingkat mikrovaskulatur tersebut. Secara sederhana, bangunan ketat yang

membentuk BBB melindungi ruang interstitial otak dari ekstravasasi plasma dalam kondisi

normal, karena tidak ada sistem limfatik dalam otak. Pada edema vasogenik, permeabilitas

vaskuler meningkat. Dalam kondisi normal "sink effect" disediakan oleh ventrikel dan cairan

serebrospinal subarachnoid untuk memungkinkan stabilisasi cairan extaseluer. "sink

effect"ini kewalahan di edema vasogenik, menyebabkan akumulasi cairan ekstraseluler.

Metastasis dan tumor otak nonglial menghasilkan faktor angiogenik yang

mempromosikan formasi kapiler dengan kelainan ultrastructural. Dalam tumor otak nonglial,

vesikel pinocytic diamati lebih sering, dan lamina basal yang lebih teratur. Tumor glial juga

kekurangan BBB normal.

Terlepas dari VEGF, faktor-faktor lain yang terlibat dalam pembentukan edema yang

berkaitan dengan tumor otak termasuk metabolit asam arakidonat dan NO. Peningkatan kadar

leukotrien C4 (dihasilkan melalui jalur lipoxygenase) telah ditemukan di GBM dan

berdekatan jaringan otak edema dalam korelasi dengan jumlah edema peritumoral. Dalam

model tikus glioma, mikroglia, yang infiltrat tumor otak, menjadi sumber utama produksi

prostaglandin E2 melalui jalut COX-2. COX-2 dan lipoxygenase diturunkan biologis aktif

mediator lipid dianggap mempromosikan tumorgenesis dan edema otak peritumoral.

NO telah diidentifikasi sebagai mediator spesifik untuk terjadinya vasodilatasi. Konsep

ini melibatkan induksi NOS isoenzim sebagai akibat dari hipoksia tumor. sedangkan edema-

modulasi peran spesifik NO di metastasis otak telah diketahii. Dalam konteks ini, tampak

22

Page 23: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

bahwa VEGF diinduksi pembentukan edema dapat terjadi melalui sintesis dan pelepasan NO.

Zat lain vasogenik yang dapat berkontribusi pada patofisiologi edema terkait tumor yang

serotonin, tromboksan, dan platelet-activating factor.

Sitokin disebut diatas diketahui kemudian menimbulkan kerusakan pada endotel yang

membentuk blood brain barrier. Sehingga cairan intravascular dan protein penetrasi ke

jaringan parenkim. Dan seketika setelah konstituen plasma melintasi penghalang, edema

menyebar; ini mungkin cukup cepat dan luas.

Tanda dan gejala nyeri kepala pada tumor otak

Hingga saat ini pola dari nyeri kepala pada pasien dengan tumor otak terdapat berbagai

tipe. Yang sering muncul adalah berupa nyeri kepala tipe tension yang terlihat pada 77%

pasien dengan tumor otak yang seringkali digambarkan seperti ditekan, nyeri tumpul, diikat

atau dengan keluhan mirip seperti nyeri kepala pada sinusitis1,2. Pada suatu case series

ditemukan 78% pasien mengeluhkan nyeri kepala yang intermiten sedangkan pada 22%

mengeluh nyeri kepala remitten atau continuous. Dari keseluruhan pasien tersebut intensitas

dari nyeri sendiri berat 37%, nyeri kepala sedang 46% dan ringan sendiri 17%2,3.

Gejala kedua yang sering terjadi ialah berupa Nyeri kepala tipe “migraine-like”, yang

dilaporkan terjadi pada 9-26% dari pasien. Nyeri kepala tipe ini dilaporkan terjadi pada 9-

26% pasien. Nyeri kepala tipe ini timbul dengan berdenyut, dan secara bertahap semakin

memberat dan disertai dengan adanya mual dan muntah tanpa disertai adanya gejala atau

tanda yang lain. Mual dan muntah sendiri muncul pada 36% pasien pada suatu case series.

Gejala nyeri kepala tipe “migraine-like” sendiri sering terjadi pada jenis tumor

intraventrikular. Gejala yang mirip dengan migraine klasik juga sering muncul pada pasien

dengan tumor otak metastasis dimana metastasis pada lobus parietal ditemukan sebagai

penyebabnya2,3,7,17.

23

Page 24: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

Tanda dan gejala dari nyeri kepala bisa bermacam-macam, berikut ditampilkan gejala

dan tanda dari nyeri kepala yang diakibatkan oleh tumor otak yang disertai perbandingannya

dengan beberapa tumor otak tipe lain.

Migraine Tension Type Cluster Tumor Otak

Nyeri kepala bisa

terjadi kapan saja dari 4-72

jam

Nyeri kepala bisa

terjadi kapan saja dengan

durasi dari 30 menit hingga

7 hari

Frekuensi bisa 1-8

kali perhari dengan durasi

15 hingga 180 menit

Nyeri kepala

biasanya intermiten dan

biasanya berkurang dengan

preparat analgetik ringan

Unilateral dan

pulsatile (berdenyut)

Bilateral dan seperti

tertekan atau terikat (non

pulsatile)

Diasosiasikan

dengan nyeri kepala berat

pada region orbital dan

supraorbital dan atau nyeri

pada regio temporal

Dapat unilateral

ataupun bilateral tergantung

lokasi tumor dan meningkat

dengan stimulus yang

meningkatkan tekanan intra

kranial dan bisanya

frekuensi menjadi semakin

sering

Nyeri kepala bisa

ringan atau berat dan

bergantung pada aktivitas

sehari hari

Nyeri dari ringan

hingga berat dan tidak

terpengaruh oleh aktivitas

sehari hari

Serangannya hebat

sehingga menimbulkan

agitasi pada pasien

Biasanya ringan

hingga sedang dan dapat

memberat dengan cepat

pada tumor yang tumbuh

dengan cepat

Biasanya disertai

dengan timbulnya foto

ataupun fonofobia dan mal

dan muntah. Dan adanya

aura reversible.

Jarang disertai

adanya fotofobia ataupun

fonofobia. Dan nyeri kepala

tidak disertai mual dan

muntah

Diikuti dengan

gejala pada mata yaitu

timbulnya mata merah

akibat adanya injeksi

konjungtiva, lakrimasi,

hidung mampet, rhinorrhea,

keringat berlebih pada dahi

dan wajah, miosis, ptosis

dan edema pada kelopak

mata.

Biasaya timbul

aibat akibat pencetus klasik

dimana memperberat pada

pagi hari dan dan bisasanya

pasien mengalami nyeri

kepala memberat apabila

batuk dan mengedan, yang

disebabkan oleh

peningkatan tekanan intra

kranial dan atau lokasi

tumor pada struktur midline

24

Page 25: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

otak.

Tidak dapat

dijelaskan penyebabnya.

Tidak dapat

dijelaskan penyebabnya.

Tidak disertai

adanya gejala

gastrointestinal dan tidak

diasosiasikan dengan

adanya trigger point

( seperti pada trigeminal

neuralgia)

Biasanya diikuti

dengan defisit neurologis

lain yang mengacu pada

pertumbuhan massa tumor

pada parenkim otak.

Tabel 4.1. Perbedaan antara migraine, tension Type headache, cluster dan nyeri kepala

pada tumor otak7,8,12,17

Manajemen dan tatalaksana nyeri kepala pada tumor otak

Saat nyeri timbul dapat diberikan, secara umum beberapa obat dapat diberikan sebagai

terapi awal untuk menghentikan atau mengurangi sakit yang dirasakan saat serangan muncul.

Penghilang sakit yang sering digunakan adalah:acetaminophen dan NSAID seperti aspirin,

ibuprofen, naproxen, dan ketoprofen1.

Acetaminophen efektif untuk sakit kepala sedang sampai berat dalam dosis tinggi. Efek

samping acetaminophen lebih jarang ditemukan, tetapi penggunaan dalam dosis besar untuk

waktu yang lama bisa menyebabkan kerusakan hati yang berat16.

Mekanisme kerja NSAID terbagi menjadi 2 yaitu non selektif dalam menghambat

COX-2 seperti Refecoxib dan celecoxib, ataupun tidak spesifik dan biasanya terjadi hampir

pada semua NSAID. Efek samping yang ditemukan antara lain mual, diare atau konstipasi,

sakit perut, perdarahan dan ulkus. Pengobatan kombinasi antara acetaminophen atau aspirin

dengan kafein atau obat sedative biasa digunakan bersamaan. Cara ini lebih efektif untuk

menghilangkan sakitnya, tetapi jangan digunakan lebih dari 2 hari2,18.

25

Page 26: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

Gambar 2. Mekanisme kerja NSAID18

Selain itu penanganan penyebab nyeri sendiri, yaitu edema serebri juga perlu

diperhatikan. Saat ini terapi edema untuk tumor otak masih menggunakan kortikosteroid.

Yang diketahui telah menurunkan tingkat mortalitas dan morbiditas perioperatif. Preparat

terpilih saat ini ialah dexamethasone yang mengacu pada efek mineralokortikoid yang rendah

dibandingkan kortikosteroid yang lain. Untuk penggunaan jangka panjang, efek positif dari

dexamethasone sendiri bertolak belakang dengan efek samping merusak seperti

imunosupresi, peningkatan berat badan, masalah pencernaan, osteoporosis, miopati,

peningkatan resiko DVT dan emboli pulmonum15,16.

Mekanisme kerja kortikosteroid sendiri belum jelas hingga saat ini. Walaupun banyak

data yang menyebutkan bahwa dexamethasone diketahui menurunkan ekspresi dari VEGF

dengan mengganggu kerja VEGF pada target endothelial reseptor. Pada kultur sel

endothelial, VEGF telah menunjukan peningkatan ion Ca2+ intraselular yang diasosiasikan

dengan peningkatan pembentukan sitoskeletal dan dexamethasone diketahui bekerja untuk

menghambat proses influk ini. Selanjutnya pada pembuluh darah perifer, peningkatan

permeabilitas vascular terlihat setelah injeksi intradermal dari VEGF dihambat setelah

pemberian dexamethasone sistemik yang bekerja pada reseptor glukokortukoid15,16.

26

Page 27: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

Di eropa barat, neuroonkologis mencoa untuk mengobati edema serebri akibat tumor

otak dan efek samping berupa keterganungan dari dexamethasone dengan pemberian

boswellic acids, sebuah agen fitoterapetik yang dipercaya menghambat formasi edema dan

bahkan pertumbuhan jaringan tumor15,16.

27

Page 28: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Pasien merupakan seorang wanita berusia 38 tahun, datang dengan keluhan nyeri

kepala yang memberat sejak tiga bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien mulai mengeluh

nyeri kepala semakin memberat, kualitas seperti diikat pada kepala bagian tengah atas,

dengan frekuensi nyeri kepala dua hingga tiga kali seminggu. Nyeri kepala muncul dan

memberat apabila pasien beraktifitas berlebih. Sebulan sebelum masuk rumah sakit, nyeri

kepala semakin memberat, saat itu VAS mencapai sepuluh dan pasien tidak bisa beraktivitas.

Muntah mulai dirasakan dan muncul bersamaan dengan nyeri kepala. Pandangan ganda mulai

muncul, yang diikuti dengan pusing berputar dan kelemahan pada tubuh sisi kiri. Seminggu

sebelum masuk rumah sakit, Nyeri kepala semakin sering dan kelemahan pada tungkai kiri

memberat sehingga sulit untuk digerakan. Pasien diketahui memiliki riwayat nyeri kepala

sebelumnya yang dikeluhkan sejak gadis ( dua puluh tahun yang lalu ), nyeri kepala

berdenyut dengan lokasi yang berpindah-pindah, kualitas nyeri sedang dan berkurang dengan

pemberian obat warung.

Nyeri kepala pada tumor otak memiliki angka insidensi 15.4% dan yang disebabkan

oleh metastasis 39%. Nyeri kepala sebagai gejala awal dari tumor otak didapatkan pada 30-

60% kasus, sedangkan nyeri kepala dapat muncul sepanjang perjalanan penyakitnya

didapatkan pada 60 hingga 70% kasus. Berdasarkan studi prospektif yang dilakukan oleh

Forsyth dan Posner, nyeri kepala didapatkan pada 48% pasien dengan tumor otak, baik tumor

primer maupun sekunder1,2,3. Seperti halnya pada pasien dalam kasus ini, yang tidak

mengeluhkan gejala atau tanda yang mengindikasikan lesi intrakranial sebelum muncul gejala

nyeri kepala.

28

Page 29: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

Berdasarkan onsetnya, nyeri kepala pada keganasan dibagi menjadi empat bagian yaitu

nyeri kepala akut apabila kurang dari satu bulan, nyeri kepala akut rekurent apabila

berlangsung antara satu sampai enam bulan dan kronik apabila terjadi lebih dari enam jam.

Nyeri kepala kronik berdasarkan progresifitasnya dibagi menjadi dua macam yaitu kronik

progresif dan non kronik progresif1. Dalam suatu case series diketahui 76% pasien

didiagnosis sebagai nyeri kepala kronik progresif dan hanya 17% yang didiagnosis nyeri

kepala kronik non progresif. Pada pasien ini nyeri kepala yang semakin lama semakin

memberat sejak tiga bulan sebelum masuk rumah sakit dan ditandai dengan adanya

peningkatan kualitas dan kuantitas nyeri yang konsisten memberat selama tiga bulan terakhir.

Pada pasien ini didapatkan nyeri kepala sejak tiga bulan sebelum masuk rumah sakit.

Nyeri kepala mulai timbul dan terdapat salah satu kekhasan dari nyeri kepala sekunder yaitu

pasien dapat melokalisir dimana nyeri kepala berasal. Hal ini berarti diasumsikan terdapat

suatu massa yang mulai menstimulasi salah satu reseptor peka nyeri di intra kranial2,3,5.

Penyebab stimulasi salah satunya adalah aktivitas yang berlebih dari pasien. Sehingga

memacu peningkatan cardiac output dan suplai darah ke otak meningkat dan akhirnya

meningkatkan tekanan intra kranial sehingga menimbulkan nyeri. Selain itu dicurigai adanya

traksi fokal pada lokasi tumor sendiri berperan dalam menimbulkan nyeri kepala.2

Pasien mengeluh nyeri kepala semakin memberat sejak satu bulan sebelum masuk

rumah sakit. Karakteristik nyeri terdapat perubahan dengan lokasi nyeri kepala pada seluruh

bagian kepala yang diikuti muntah apabila nyeri kepala sedang muncul. Pada pasien

didapatkan timbulnya defisit neurologis baru. Pada pasien ini dicurigai terdapat proses

angiogenesis pada jaringan tumor otak yang menyebabkan adanya peningkatan permeabilitas

vaskular sehingga menyebabkan edema serebri. Dengan adanya edema serebri yang semakin

meluas pada akhirnya akan meningkatkan tekanan intra kranial dan menyebabkan nyeri

kepala2,15. Oleh karena itu, kita harus waspada dengan mulai munculnya tanda-tanda

29

Page 30: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

peningkatan tekanan intra kranial sebagai “Red Flag” dari komplikasi yang lebih serius,

contohnya herniasi yang bisa berujung kepada kematian.2 Hal ini juga diperberat dengan

defisit neurologis baru yaitu kelemahan tubuh sebelah kiri yang disinyalir disebabkan

semakin meluasnya edema pada otak.

Dari sini kita juga perlu waspda karena nyeri kepala sendiri memiliki gejala dan tanda

yang beraneka ragam yang menunjukan suatu topis yang jelas apabila benar dalam menggali

anamnesisnya6,7,8,9. Pada kasus pasien ini diketahui terdapat riwayat nyeri kepala sejak gadis.

Sejak tiga bulan sebelum masuk rumah sakit mulai terdapat perubahan karakteristik yang

diakibatkan oleh massa tumor. Sebelum tiga bulan sebelum masuk rumah sakit, nyeri kepala

disebabkan oleh nyeri kepala primer dan setelah tiga bulan sebelum masuk rumah sakit

disimpulkan bahwa penyebabnya adalah suatu nyeri kepala sekunder yang disinyalir

disebabkan SOL Intrakranial yang diduga terletak ekstra aksial atau intraksial tipe “high

grade” yang untuk kepastiannya perlu dikonfirmasi dengan imaging.

Pasien ini berdasarkan diagnosis topis dan imagingnya, nyeri kepala dicurigai

disebabkan oleh lesi ekstra aksial pada intrakranial. Karena sesuai dengan sifat nyerinya,

topis dari tumor sendiri memegang peranan penting untuk terjadinya nyeri kepala. Dimana

lesi intra aksial biasanya bersifat infiltrasi ke jaringan otak sekitarnya, sedangkan ekstra

aksial akan mengkompresi jaringan otak.

Pada pasien ini didapatkan kedua lesi yaitu ekstra aksial dan intra aksial, dikarenakan

ukuran massa ekstra aksial didapatkan paling besar dan paling menimbulkan defek neurologi,

yang apabila kita bandingkan dengan gejala klinis didapatkan gejala yang sesuai dengan topis

massa ekstraaksial tersebut, yaitu nyeri kepala dan adanya hemiparesis sinistra, sehingga

dicurigai penyebab nyeri kepala pasien ini adalah massa yang berlokasi ekstraaksial tersebut.

Sedangkan untuk massa intraaxial, saat ini tidak ditemukan adanya defisit neurologis yang

nyata.

30

Page 31: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

Gambar 4.1.Gambaran imajing MRI Kepala potongan Sagital dengan T1 dengan kontras

dibandingkan dengan gambaran struktur peka nyeri pada otak11

Semua gejala yang timbul pada pasien dikonfirmasi dengan membandingkan letak lesi

berdasarkan keluhan pasien dengan lokasi lesi intra kranial yang ditunjukan melalui

pemeriksaan MRI kepala dengan kontras. Dan temuan yang bisa didapat yang dapat

menunjukan bahwa lesi tersebut memang suatu lesi ekstra aksial adalah ditemukannya celah

likuor serebrospinal (CSF cleft), pergeseran pembuluh darah subarakhnoid, pergeseran dan

31

Page 32: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

ekspansi ruang arakhnoid, dan reaksi pada tulang seperti hiperostosis (penebalan tulang)4,11,13.

Pada kasus ini juga didapatkan penyangatan homogen pada lesi pasca pemberian kontras.

Gambaran tersebut karena massa ekstra aksial tidak berasal dari jaringan otak dan terdapat

kerusakan pada “blood brain barrier” sehingga zat kontras dapat menimbulkan penyangatan

secara merata atau homogen.

Massa ekstra aksial yang sering ditemukan adalah meningioma, tetapi karena

ditemukan adanya lesi lain pada thalamus kanan dengan karakter yang hampir sama. Dugaan

tersebut juga diperkuat dengan adanya gambaran malignansi pada paru – paru, sehingga perlu

dicurigai adanya metastasis yang berasal dari massa paru. Dimana insidensi terjadinya

metastasis ke otak dari keganasan paru diketahui merupakan paling banyak terjadi, 50% pada

pria dan 31.6% pada wanita. Sehingga dicurigai meningkatnya insidensi tumor otak salah

satunya diduga akibat meningkatnya insiden tumor paru1,2,3.

Setelah diagnosis lesi intrakranial ditegakkan ke arah suatu metastasis terkait keganasan

paru, maka tindakan selanjutnya yang akan dilakukan adalah pengangkatan massa ekstra

aksial tersebut yang ditujukan untuk dekompresi dan biopsi jaringan untuk menentukan

tindakan lebih lanjut untuk lesi ditempat lain, yaitu pada thalamus kanan ( intraaxial ). Selain

itu indikasi untuk dilakukan kraniotomi pun telah tercapai. Salah satunya adalah “operable”,

keperluan biopsi dan penegakan diagnosis lebih lanjut serta diharapkan dapat memperbaiki

fungsional pasien.

Pada saat dimulai perawatan hingga kraniotomi, pasien ditatalaksana dengan

kortikosteroid berupa dexamethasone loading 10 mg intravena yang diikuti dengan dosis

rumatan 4x5 mg intravena, yang diturunkan secara perlahan. Ketika diikuti perjalanan

penyakitnya perhari, didapatkan nyeri kepala berkurang. Hal ini diduga disebabkan

berkurangnya edema serebri sehingga tekanan intra kranial mulai turun dan kualitas nyeri

kepalapun berkurang15,16,18. Pasien sendiri diketahui masih mengeluhkan adanya nyeri kepala,

32

Page 33: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

yang disebabkan massa tumor masih ada walaupun edema serebri sudah teratasi sehingga

nyeri kepala akibat adanya traksi fokal dan sensitisasi sentral masih dirasakan.

Setelah dilakukan operasi, nyeri kepala terdapat perbaikan dari VAS 10 hingga VAS 1-

2 yang dirasakan pada daerah operasi. Kelemahan pada tubuh sebelah kiri setelah dievaluasi

semakin membaik dari 3 menjadi 4+. Begitu juga dengan paresis nervus cranialis yang lain

mulai membaik, yang ditandai hilangnya padangan ganda sehingga nyeri berputar sudah tidak

dirasakan lagi. Hal ini disebabkan karena masalah utama berupa tumor otaknya sudah diatasi.

Jaringan tumor tersebut kemudian dilakuka pemeriksaan histopatologis dan didapatkan

hasil anak sebar adenocarsinoma berdiferensiasi baik, sehingga diperlukan pemeriksaan

imunohistokimia untuk mencari lebih lanjut primer pada penyakit tersebut. Hasil

pemeriksaan histopatologis tersebut dapat menjadi acuan untuk dimulainya tindakan

radioterapi untuk lesi intracranial intraaksial pada thalamus kanan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis tersebut didapatkan hasil lesi metastasis.

Lesi metastasis sendiri memiliki karakteristik ganas dan bertumbuh dengan cepat. Lesi

dengan karakteristik ganas tersebut juga diketahui memacu edema serebri difus. Dengan

adanya lesi yang cukup besar dan edema yang bertumbuh dengan cepat sehingga

menimbulkan nyeri kepala yang progresif1,2,4,15,18.

33

Page 34: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

BAB V

KESIMPULAN

Nyeri kepala merupakan salah satu penanda awal terjadinya tumor otak (30-60%),

sehingga penting untuk mewaspadai apabila ditemukan nyeri kepala yang berlangsung

progresif.1,2 Hal ini dimaksudkan agar diagnosis dapat segera ditegakan, dan dapat

direncanakan langkah selanjutnya dalam menatalaksana pasien. Diagnosis dan tata laksana

yang cepat dan tepat memiliki peran penting untuk mencegah nyeri kepala, perberatan defisit

neurologis, dan memperbaiki kualitas hidup pasien.

Dilaporlan sebuah kasus seorang perempuan berusia 38 tahun yang datang dengak

keluhan kepala sejak 3 bulan yang lalu yang berlangsung secara progresif diikuti adanya

defisit neurologis lain berupa kelemahan pada kedua tungkai dan adanya pandangan kabur

yang mengarah adanya pada suatu lesi desak ruang di kortikal. Temuan dikonfirmasi

dengean MRI Kontras yang menunjukan lesi ekstra-aksial pada lobus parietal kanan dan

thalamus kanan yang sugestif kearah metastasis dimana setelah dilakukan pengangkatan

tumor didapatkan perbaikan yang signifikan pada nyeri kepala hingga hilang sama sekali.

34

Page 35: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Schiff D, Wen PY. (eds.) Cancer neurology in clinical practice. New Jersey: Humana

Press Inc; 2003.

2. Goffaux P, et all. Brain Tumor Headaches: From Bedside to Bench. Quebec :

Congress of Neurological Surgeon : 2009

3. Nelson S, et all. Headaches in Brain Tumor Patients: Primary or Secondary?.

Boston: American Headache Society : 2014

4. Wong ET, et all. Clinical presentation and diagnosis of brain tumors. California :

Neurological Update : 2011

5. Ansell P, et all. Brain Tumor Signs and Symptoms: Analysis of Primary Health Care

Records From the UKCCS. York : UK Childhood Cancer Study : 2009

6. Evans RW. Diagnostic testig for migraine and other primary headache. Houston :

Neuro Clin 27. 2009

7. Steinner TJ et all. Lifting The Burden: The Global Campaign to Reduce the Burden of

Headache Worldwide. London : European Headache Federation ; 2007

8. Friedman BW. Headache Emergencies : Diagnosis and Management. New York :

Neurol Clin 30 : 2012.

9. Edmeads J. Emergency management of headache. Headache Journal. New York :

1988;28(10):675-9.

10. Kurth T, Headache, migraine and risk of brain tumors in women: prospective cohort

study. Bordeaux : The Journal of Headache and Pain; 2015

11. Leal T, et all. Leptomeningeal metastasis: challenges in diagnosis and treatment.

Curr Cancer Ther Rev 2011; 7(4):319-27.

12. Hirata K, et all. Differential Diagnosis of Chronic Headache. Tokyo : JMAJ. 2004

13. Posti J.P et all. Presenting symptoms of glioma in adults. Turku : Acta Neurol Scand.

2015

14. Weisberg LA et all. Esential of Clinical Neurology: Headache and Facial pain.

London : 2002

15. Stummer W et all. Mechanisms of Tumor-related Brain Edema. California :

Neurosurgical Focus : 2007

35

Page 36: Case Neuro-onkologi-irwan.docx

16. Heiss JD et all. Mechanism of Dexamethasone Suppression of Brain Tumor–

associated Vascular Permeability in Rats. Maryland : The Journal of Clinical

Investigation : 1996

17. Kamson DO, et all. Multimodality Neuroimaging In Migraine And Brain Tumors.

Pecs : University of Pécs, School of Medicine : 2009

18. Katzung BG, Basic and Clinical Pharmacology twelfth edition. California :

McGrawHills Medical : 2012

36