Bronko Pneumonia
-
Upload
budi-nugraha -
Category
Documents
-
view
51 -
download
3
Transcript of Bronko Pneumonia
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Pneumonia adalah infeksi saluran akut bagian bawah yang mengenai parenkim
paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris,
pneumonia interstisialis, dan bronkopneumonia.3
Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem
pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.7
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat
bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.8
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun
ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh
munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap
antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat
kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini. Pneumonia hingga saat ini masih
tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang.
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia
dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh
dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,
sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan
nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian bayi dan 22,8% kematian balita di
Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia. 7
I.2 TUJUAN PENULISAN
Untuk memahami bronkopneumonia berdasarkan definisi, epidemiologi,
etiologi, klasifikasi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosisnya.
BRONKOPNEUMONIA Page 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya
ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan
dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.7
Gambar 1. Bronkopneumonia
II.2 EPIDEMIOLOGI
Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan
kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek
umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK)
atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN). 8
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan
influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang
per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa
di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika
dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
BRONKOPNEUMONIA Page 2
hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera
diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.6
II.3 ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan
tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia
pada anak bervariasi tergantung :
a. Usia
b. Status imunologis
c. Status lingkungan
d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e. Status imunisasi
f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). 4
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus
grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp.
Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang
lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae.
Gambar 2. E.colli Gambar 3. Pseudomonas sp
BRONKOPNEUMONIA Page 3
Gambar 4. Klebsiella sp
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari
data di Negara maju dapat dilihat di tabel 1.4
Tabel 1. Etiologi Pneumonia
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari
Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu – 3
bulan
Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus
pneumonia
Haemophillus influenza
tipe B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan – 5 Bakteri Bakteri
BRONKOPNEUMONIA Page 4
tahun
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
tipe B
Mycoplasma pneumonia Moraxella catharalis
Streptococcus
pneumonia
Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza
Parainfluenza
5 tahun –
remaja
Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumonia Legionella sp
Streptococcus
pneumonia
Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza
II.4 KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara
klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. 4
a. Berdasarkan lokasi lesi di paru
BRONKOPNEUMONIA Page 5
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronkopneumoni)
Pneumonia interstitialis
b. Berdasarkan asal infeksi
Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia =
CAP)
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
d. Berdasarkan karakteristik penyakit
Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
e. Berdasarkan lama penyakit
Pneumonia akut
Pneumonia persisten
Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu
Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu
Tipe Klinis Epidemiologi
Pneumonia Komunitas Sporadis atau endemic; muda atau orang
tua
Pneumonia Nosokomial Didahului perawatan di RS
Pneumonia Rekurens Terdapat dasar penyakt paru kronik
Pneumonia Aspirasi Alkoholik, usia tua
Pneumonia pada gangguan imun Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
II.5 PATOGENESIS
BRONKOPNEUMONIA Page 6
Istilah pneumonia mencangkup setiap keadaan radang paru dimana beberapa
atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang
umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh
pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru
mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah
merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan
demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan
sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. 2
Gambar 5. Gambaran Alveoli pada Pneumonia
Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai
parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh
mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk.
Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen
adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan
imunoglobulin lain. 4
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui
saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru
yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit,
cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium
hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan
leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel
BRONKOPNEUMONIA Page 7
akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium
ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena
akan tetap normal.4
Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang jalan
napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan obstruksi
jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler. Diameter jalan napas
yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis,
edema interstisial, dan ventilation-perfusion mismatch menyebabkan hipoksemia yang
sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga dapat
meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan mengganggu
mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi normal, dan memodifikasi
flora bakterial.4
Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik bervariasi
tergantung organisme yang menginvasi. M. pneumoniae menempel pada epitel
respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi seluler dan
memicu respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang
terlepas, sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan
penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti pada
pneumonia viral. S. pneumoniae menyebabkan edema lokal yang membantu
proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya ke bagian paru lain, biasanya
menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh
lapangan paru.5,6
Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan infeksi
yang lebih difus dengan pneumonia interstisial. Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi
terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang
compang-camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi.
Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika.
Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan cepat menjelek
yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila
diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan penggabungan bronkopneumoni yang
sering unilateral atau lebih mencolok pada satu sisi ditandai adanya daerah nekrosis
perdarahan yang luas dan kaverna tidak teratur.1
II.6 GEJALA KLINIS
BRONKOPNEUMONIA Page 8
Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk
dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai
pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang
disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit,
mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi
produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik,
tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini
sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan
laringitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit
dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.1,3,4,8
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak
akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk
kering kemudian menjadi produktif.Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi
sela iga.
Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
Perkusi : Sonor memendek sampai beda
Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah
gelembung halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi
terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar
mengeras.
Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses
penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
BRONKOPNEUMONIA Page 9
II.7 PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :
Suhu tubuh ≥ 38,5o C
Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
Takipneu berdasarkan WHO:
Usia < 2 bulan ≥ 60 x/menit
Usia 2-12 bulan ≥ 50 x/menit
Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit
Usia 6-12 tahun ≥ 28 x/menit
Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.
Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.
Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles
(ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak ditemukan pada bayi.
Dan kadang terdengar juga suara bronkial.4
II.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas
normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000
– 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan
laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah
perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri
secara pasti.1,4
2. C-Reactive Protein (CRP)
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan
BRONKOPNEUMONIA Page 10
infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan
untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.1,4
Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan
radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan nilai
CRP ≥ 120 mg/l dan prokalsitonin ≥ 5 ng/ml. 6
3. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang positif.
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret
nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman
ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.4
4. Pemeriksaan serologis
Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi
Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara
fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia
pneumonia dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak
bermakna pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.4,6
5. Pemeriksaan Roentgenografi
Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis
utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa
takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen
toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya
pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah
pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada
foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan
diagnosis.1,4,6
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
BRONKOPNEUMONIA Page 11
Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy consolidation
karena atelektasis.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,
berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut
sebagai round pneumonia
Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus.
Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan
etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung
terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,
bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. 4
II.9 DIAGNOSIS
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis
merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak
selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Tidak ada
gejala distress pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan
dapat menyingkirkan dugaan pneumonia. Terdapatnya retraksi epigastrik, interkostal,
dan suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan. Pada bronkopneumoni,
bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga
menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat
dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal.
Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.4,6
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, upaya
penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang
BRONKOPNEUMONIA Page 12
sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala
klinis yang dapat dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan
penatalaksanaan. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, demam, atau menggigil. 4
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun :
Pneumonia berat
- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5
tahun ≥ 40 x/menit
- Adanya retraksi
- Sianosis
- Anak tidak mau minum
- Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi)
- Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik
Pneumonia
- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5
tahun ≥ 40 x/menit
- Adanya retraksi
- Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik
Bayi berusia di bawah 2 bulan
Pada bayi berusia dibawah 2 bulan, perjalanan penyakit lebih bervariasi.
Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :
Pneumonia
- Bila ada nafas cepat ≥ 60 x/menit atau sesak nafas
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik
II.10 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan antibiotika
Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit
BRONKOPNEUMONIA Page 13
Pneumonia ringan
- Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari.
Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-
90 mg/kgBB.
- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20 mg/kgBB)
dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari
Pneumonia berat
- Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam
- Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam
- Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5
mg/kgBB sehari sekali
- Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB
sehari sekali
- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa
komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi
antibiotik yang optimal
Pemberian antibiotik berdasarkan umur
Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
2. Penatalaksaan suportif
BRONKOPNEUMONIA Page 14
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak
nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena
dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa
ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa
dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg).
- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi
reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita
dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang
nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai
dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada
tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah
antibiotik tidak efektif).5
3. Penatalaksanaan bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi
pneumotoraks atau pneumomediastinum.7
II.11 PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein
dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.1
BRONKOPNEUMONIA Page 15
BAB III
KESIMPULAN
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini
menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula
melibatkan bronkiolus terminal.7
Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung pada usia (menentukan
jenis bakteri dan virus), status imunologis, status lingkungan, kondisi lingkungan
(epidemiologi setempat, polusi udara), status imunisasi, faktor pejamu (penyakit penyerta,
malnutrisi). 4
Jenis pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering
disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran
paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah
merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian,
alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi
disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. 2
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi
dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut
dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia.1,3,4,8
BRONKOPNEUMONIA Page 16
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia
hanyalah pemeriksaan posisi AP.1,4,6
Penatalaksanaan pneumonia yaitu dengan pemberian antibiotik, penatalaksanaan
suportif dan penatalaksanaan bedah. Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila
terjadi komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum.5,7
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC, Jakarta: 2000. hal: 883-889.
2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 2.
EGC, Jakarta: 2006. hal 554.
3. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta: 2000. hal 465.
BRONKOPNEUMONIA Page 17
4. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak,
UNPAD, Bandung: 2005.
5. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Bandung: 2005.
6. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: 2010.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.
8. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999. hal: 695-705.
BRONKOPNEUMONIA Page 18