Bronko Pneumon i

23
BRONKOPNEUMONIA II.1 Definisi Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana prosesperadangannya ini menyebabkan membentuk bercak- bercak infiltrate yang berlokasi dialveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal. Bronkopneumonia atau disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus /

description

tugas anak bronkopneumoni

Transcript of Bronko Pneumon i

Page 1: Bronko Pneumon i

BRONKOPNEUMONIA

II.1 Definisi

Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana prosesperadangannya ini

menyebabkan membentuk bercak- bercak infiltrate yang berlokasi dialveoli paru dan dapat

pula melibatkan bronkiolus terminal.

Bronkopneumonia atau disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada

parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai

alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh

bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Bronkopneumonia

merupakan peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang

berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).

II.2 Epidemiologi

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah

umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia

menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.

Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah

Page 2: Bronko Pneumon i

penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering

merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh

tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang

dewasa.

Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena

pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 kematian

balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia

menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap

hari, atau 1 balita setiap 5 menit

II.3 Etiologi

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan

yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia pada anak

bervariasi tergantung :

1. Usia

2. Status imunologis

3. Status lingkungan

4. Kondisi lingkungan epidemiologi setempat polusi udara

5. Status imunisasi

Usia pasien merupakan peranan penting apada perbedaan dan kekhasan pneumonia

anak , terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etologi

pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram

negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klabsiella sp. Pada bayi yang lebih bear dan

balita pneumonia sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae,

Streptococcus grup A, S.aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja , selain

bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia.

ng bersumber dari data di bebeb

Page 3: Bronko Pneumon i

Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang berada dibeberapa negara

maju, ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:

Page 4: Bronko Pneumon i

II. 4 Klasifikasi

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada

umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi.Beberapa ahli telah membuktikan

bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan

terapi yang lebih relevan.

1. Pembagian secara anatomis :

- Pneumonialobaris yaitu radang paru yang mengenai satu atau lebih dari satu lobus.

-Pneumonialobularis (bronkopneumonia) yaitu radang yang mengenai lobules-lobulus

dan tersebar di dalam paru.

-Pneumonia interstisialis (bronkiolitis) yaitu radang yang mengenai jaringan

interstisial paru dan bronchitis.

2. Pembagian secara etiologi :

- Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia,

Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae.

- Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus

- Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,

Blastomycosis, Cryptoccosis.

- Corpus alienum

- Aspirasi : Makanan, kerosene (benzene,minyak tanah) cairan amnion, benda

asing

- Pneumoniahipostatik

- Sindroma loeffler

3. Berdasarkan asal infeksi

Pneumonia yang didapat dari masyarkat / community acquired pneumonia

(CAP)

Pneumonia yang didapatdarirumahsakit /hospitalbasedpneumonia

4. Berdasarkan karakteristik penyakit

Pneumonia tipikal

Pneumoniaatipikal

5. Berdasarkan lama penyakit

Page 5: Bronko Pneumon i

Pneumonia akut

Pneumonia persisten

Klasifikasi pneumonia berdasarakan lingkungan dan pejamu

II. 5 Patogenesis

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,

keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di

dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga

mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai

cara, antara lain :

- Inhalasi langsung dari udara

- Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring

- Perluasan langsung dari tempat-tempat lain

- Penyebaran secara hematogen

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk

mencegah infeksi yang terdiri dari :

- Susunan anatomis rongga hidung

- Jaringan limfoid di nasofaring

- Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang

dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.

- Refleks batuk.

Page 6: Bronko Pneumon i

- Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.

- Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.

- Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.

- Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai

antimikroba yang non spesifik.

- Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai

ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.

- Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang

meliputi empat stadium, yaitu :

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan

aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat

pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel

imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan

prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal

ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga

terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di

antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,

eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi

peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan

leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan

seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga

anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48

jam.

Page 7: Bronko Pneumon i

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi.Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi

di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah

tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag

sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

II.6 Gejala klinis

Riwayat kalsik dingin , menggigil yang disertai dengan demam tinggi,, batuk dan

nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispneu, pernapasan cepat dan dangkal sisertai pernapasan

cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut.Kadang-kadang disertai muntah dan

diare.Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk

setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium

permulaan sukar dibuat diangnosis dengan pemeriksaan fisik, terapi dengan adanya

pernafasan cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan

hidung paru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan

dengan konjungtivitis , otitis media, faringitis dan laryngitis. Anak besar dengan pneumonia

lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut dengan nyeri dada.

II.7 Diagnosis

Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal – hal sebagai berikut:

1. Suhu tubuh > 38,5 derajat celcius

2. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastric intercostal suprasternal ,dan

pernapasan cuping hidung

Page 8: Bronko Pneumon i

3. Takipneu berdasarkan WHO

Usia<2 bulan ≥ 60x/menit

Usia 2-12 bulan ≥ 50x/menit

Usia 1-5 tahun ≥ 40x/menit

Usia 6-12 tahun ≥ 28x/menit

4. Pada palpasi ditemukan fremitus vocal menurun

5. Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena

Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles

(ronkhi basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak ditemukan pada

bayi. Dan kadang terdengar juga suara bronchial.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3 dengan

pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi

virus atau mycoplasma.

2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.

3. Peningkatan LED.

4. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur

dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).

5. Analisa gas darah ( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium

lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

6. C- Reactive Protein (CRP)

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktir

infeksi dan nnon infeksi, infeksi virus dan bakteri atau infeksi superfisialis dan

profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri

yang superfisialis daripada bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk

mengevaluasi respons terhadap terapi antibiotik.

Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan radiologi

untuk mengetahui spesifikasi karena pneumokokus dengan nilai CRP ≥120mg/l dan

prokalsitonin ≥ 5ng/ml.

7. Uji serologis

Untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai

sensivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi diagnsis infeksi streptococus grup

A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O,

Page 9: Bronko Pneumon i

streptozim atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG anatara fase akut dan

konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamdydia pneumonia dan

Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna pada

keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.

8. Pemeriksaan Roenrgenografi

Foto rongten thoraks proyeksi posterior – anterior merupakan dasar dignosis utama

pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan , hanya

direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa

takipneu , batuk, ronkhi, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan fto rongten

thoraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya

pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah

pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada

foto rontgen thoraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifitas penegakan

diagnosis

Secara umum gambaran foto thoraks terdiri dari:

- Infiltrat interstisial , ditandai dengahn peningkatan corakan

bronkovaskular, peribronchial cuffing dan overaeriation . bila berat

terjadi pachy consolidation karena atelektasis

- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia

lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar,

berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi

tumor paru disebut sebagai rebound pneumonia

- Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua

paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah

perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Foto rongten tidak dapat menentukan jenis infekksi bakteri, atipik, atau

virus. Tetapi gambaran foto rongten thoraks dapat membantu

mengarahkan kecendrungan etiologi. Penebalan peribronkhial, infiltrat

interstisial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia

virus. Infiltrat alveolar beru[a konsolidasi segmen atau lobar,

bronkopneumonia dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan

oleh bakteri.

Page 10: Bronko Pneumon i

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena

pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab

tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata

laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan

berdasarkan:

1. Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup

minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

2. Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih

sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

3. Bronkopneumonia: Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :

- 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

- 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun

- 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

4. Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas,

tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.

Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:

1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung

2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus

3. deteksi antigen bakteri

KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut(Bradley et.al., 2011):

1.    Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan retraksi dinding dada

2.    Demam

3.    Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)

4.    Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus

5.    Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit predominan,

dan bakteri 15.000-40.000/mm3neutrofil yang predominan)

II. 8Penatalaksanaan

Page 11: Bronko Pneumon i

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan hasil resistensi dari kuman,

akan tetapi mengingat hal ini sulit dilakukan, maka di bagian IKA pengobatan

langsung diberikan

Pemberian antibiotic berdasarkan umur

- Neonatus dan bayi muda (<2bulan)

Ampicillin + aminoglikosid

Amoksilin + asama klavulanat

Amoksisilin + aminoglikosid

Sefalosporin generasi ke 3

- Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bln – 5 tahun)

Beta lactam amoksisilin

Amoksisilin – amoksisilin klavuranat

Gol. Sefalosporin

Kotrimoksasol

Makrolid (eritromisin)

- Anak usia sekolah (>5tahun)

Amoksisilin /makrolid (eritromisin , klaritromisisn,

azitromisin)

Tertrasiklin ( pada anak usia > 8 tahun

Ampicillin 100 mg/kgbb/hari dalam 3-4 dosis

Klorampenikol dengan dosis:

Umur <6 bulan: 25-50 mg/kgbb/hari

Umur >6 bulan: 50-75 mg/kgbb/hari

Dosis dibagi dalam 3 dosis

Atau Gentamisin dengan dosis 3-5 mg/kgbb/hari diberikan dalam 2 dosis

Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit

- Pneumonia ringan

Amoksisilin 25 mg/ KgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari.Diwilayah resistensi

penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikkan sampau 80-90 mg/kgBB.

Kotrimoksazol (trimethoprim 4 mg/kgBB- sulfametoksazol 20 mg/kgBB) dibagi dalam 2

dosis sehari selama 5 hari

- Pneumonia berat

Page 12: Bronko Pneumon i

Kloramfenikol 25mg/ kgBB setiap 8 jam

Setriakson 50 mg/kgBB IV setiap 12 juam

Ampisilin 50 mg / kgBB IM sehari 4 x dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali

Benzilpenisislin 50000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali

Pemberian antibiotic diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa komplikasi sampai

saat ini tidak ada studi control mengenai lama terapi antibiotic yang optimal.

Suportif:

- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2

pada analisis gas darah ≥ 60 torr

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan dosis awal 0,5 x

0,3 x deficit basa x BB (kg). selanjutnya periksa ulang analisis gas darah setiap 4-

6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5

x 2,3 mEq x BB (kg)

- Obat penurun panas dan perada batuk sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam

pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotic awal. Obat

penurunan panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardia ,

atau penderita kelainan jantung

Bila penyakit bertambaha berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata

dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotic lain yang lebih tepat sesuai dengan

kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya

penyulit seperti empysema , abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotic

tidak efektif.

Bila terjadi impending decompensation cordis:

- Pengurangan cairan sampai ¾ kebutuhan

- Diberikan diuretika dan NaCl distop

- Bila tak teratasi baru diberikan digitalisasi

Pada penderita bronkopneumonias post morbili:

- Sementara mencari aktivitas TBC diberikan INH profilaksis paling sedikit 3

bulan

Page 13: Bronko Pneumon i

- Bila disertai gejala PCM berat dan klinis defisiensi vitamin A diberikan Vit.A

terapeutik 200.000 IU peroral pada hari I, II kemudian minggu kedua dan dianjutkan

setiap 6 bulan.

Tabel pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi :

Mikroorganisme

Streptokokus dan StafilokokusM.

Pneumonia

H. Influenza

Klebsiella dan P. Aeruginosa

Penicilin G 50.000-100.000 unit/hari IV

atauPenicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM

atau

Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau

Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari

Eritromisin 15 mg/kgBB/hari

Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari

Sefalosporin

II. 9 Komplikasi

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga

thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan

hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang

dari penyebaran infeksi hematologi (Bradley et.al., 2011).

II.10 Diagnosis banding

a. Pneumonia lobaris

Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan kejang pada bayi

kecil. Suhu naik cepat sampai 39-40oC dan biasanya tipe kontinua. Sesak nafas (+),

nafas cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut dan nyeri dada. Anak

lebih suka tidur pada sisi yang terkena. Pada foto rotgen terlihat adanya konsolidasi

pada satu atau beberapa lobus.

b. Bronkioloitis

Page 14: Bronko Pneumon i

Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas cupung

hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing, ronki nyaring

halus pada auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batas normal, kimia darah

menggambarkan asidosis respiratotik ataupun metabolik.

c. Aspirasi benda asing

Ada riwayat tersedak

d. Atelektasis

Adalah pengembangan tidak sempurna atau kempisnya bagian paru yang

seharusnya mengandung udara. Dispnoe dengan pola pernafasan cepat dan dangkal,

takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser

dan letak diafragma mungkin meninggi.

e. Tuberkulosis

Demam > 2 minggu, batuk > 3 minggu, berat badan menurun, nafsi makan

menurun, malaise, diare persisten yang tidak membaik dengan pengobatan baku

diare. Dan biasanya terdapat kontak. Diagnosis TB pada anak ditegakkan dengan

skor TB, yaitu:

Parameter 0 1 2 3

Kontak TB Tidak

jelas

-

Laporan keluarga

(BTA negatif atau

tdk jelas

BTA (+)

Uji Tuberkulin negatif - -

Postif (≥ 10mm,

atau ≥5 mm pada

keadaan

imunosupresi

Berat badan/

keadaan gizi -

BB/TB <90%

atau

BB/U<80%

Klinis gizi buruk

atau BB/TB <70%

atau BB/U<60%

-

Demam yg tdk

diketahui

penyebabnya

- ≥ 2 minggu - -

Batuk kronik - ≥ 3 minggu - -

Pembesaran

kelenjar limfe

- ≥ 1 cm jumlah

> 1, tidak

Page 15: Bronko Pneumon i

kolli, aksila,

inguinal

nyeri

Pembengkakan

tulang/sendi

panggul, lutut,

falang

-

Ada

pembengkaka

n

- -

Foto toraks Normal/

kelainan

tdk jelas

Gambaran

sugestif TB*

- -

II.11 Prognosis

Secara umum, prognosisnya adalah baik, Gangguan jangka panjang pada fungsi

paru jarang, bahkan pada anak dengan pneumonia yang telah terkomplikasi dengan

empiema dan abses paru.Sekuele yang signifikan muncul pada penyakit adenoviral,

termasuk bronkiolitis obliterans.Kematian dapat muncul pada anak dengan kondisi yang

mendasari, seperti penyakit paru kronik pada bayi prematur, penyakit jantung bawaan,

imunosupresi, malnutrisi energi. Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat,

mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%.

DAFTAR PUSTAKA

Berharm RE, Vaughan VC.Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II.Edisi 15. EGC,

Jakarta:2000 hal 883-889

Guyton, Hall. Buku ajar Fisiologi kedokteran.Edisi 2, EGC, Jakarta:2006. Hal 554

Kapita selekta kedokteran. Jilid 2, Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas kedokteran UI,

Jakarta : 2000, Hal 465.

Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak, UNPAD, Bandung :2005

Page 16: Bronko Pneumon i

Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter paru Indonesia:

Bandung : 2005

Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan dokter Anak Indonesia, Jakarta : 2010

Price SA, Wilson LM.Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses penyakit , Edisi 6, Penerbit

EGC, Jakarta : 2005 hal 804