Blok 23 Pterygium

23
Penyakit Pterygium Okuler Sinistra pada Pria 68 Tahun M. Tri Sudiro 102012178 D10 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna UtaraNo. 6, Jakarta 11510 Pendahuluan Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Seperti daging, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal konjungtiva menuju kornea pada arah intrapalpebra. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Temuan patologik pada konjungtiva, lapisan bowman kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastik. Keadaan ini diduga merupakan suatu fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, daerah yang kering dan lingkungan yang banyak angin, karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu atau berpasir. Kasus Pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat 1

description

mata merah visus normal ada benjolan segitiga

Transcript of Blok 23 Pterygium

Penyakit Pterygium Okuler Sinistra pada Pria 68 TahunM. Tri Sudiro102012178D10Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna UtaraNo. 6, Jakarta 11510

Pendahuluan Pterigiummerupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Seperti daging, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal konjungtiva menuju kornea pada arah intrapalpebra. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Temuan patologik pada konjungtiva, lapisan bowman kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastik.Keadaan ini diduga merupakan suatu fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, daerah yang kering dan lingkungan yang banyak angin, karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu atau berpasir. Kasus Pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah berdebu dan kering. Insiden pterygium di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%. Insiden tertinggi pterygium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20 49 tahun. Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Rekuren lebih sering terjadi pada pasien yang usia muda dibandingkan dengan pasien usia tua.Jika pterigium membesar dan meluas sampai ke daerah pupil, lesi harus diangkat secara bedah bersama sebagian kecil kornea superfisial di luar daerah perluasannya. Kombinasi autograft konjungtiva dan eksisi lesi terbukti mengurangi resiko kekambuhan.1

Anamnesis Identitas : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa Keluhan utama : mata kiri merah, sedikit berair perih seperti berpasir. Riwayat penyakit sekarang (menggali keluhan utama) : Selain itu perlu juga ditanyakan adanya riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar matahari yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan riwayat trauma sebelumnya. Riwayat lingkungan dan kebiasaan : lingkungan yang terpapar sinar UV dan kebiasaan hidup karena hal ini berhubungan dengan besarnya paparan sinar ultraviolet yang mengenainya Riwayat trauma sebelumnyaPemeriksaaan fisikPada inspeksi pterygium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada permukaan konjuntiva. Pterygium dapat memberikan gambaran yang vaskular dan tebal tetapi ada juga pterygium yang avaskuler danflat. Perigium paling sering ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat pula ditemukan pterygium pada daerah temporal. Pemeriksaan fisik pada pasien pterigium akan didapatkan adanya suatu lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh dari kelopak baik bagian nasal maupun temporal yang menjalar ke kornea, umumnya berwarna putih, namun apabila terkena suatu iritasi maka bagian pterigium ini akan berwarna merah.2Pemeriksaan penunjangPemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterygium adalah topografi kornea untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme ireguler yang disebabkan oleh pterygium.

Anatomi KonjungtivaKonjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak mata bagian belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva. Konjungtiva ini mengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu : Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal ini sukar digerakkan dari tarsus. Konjungtiva bulbi, menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera dibawahnya. Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak 2

Gambar 1. Konjungtiva

Anatomi korneaKornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan. 2Kornea terdiri dari lima lapis, yaitu :

1. Epitel Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depanya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. 2. Membran Bowman Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.3. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu yang lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.4. membrane descement merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40m.5. Endotel berasal dari mesotellium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40m. endotel melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden. Kornea dipersyarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrane bowman melepaskan selubung schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenarasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.2

Gambar 2. Susunan Lapisan KorneaDiagnosis KerjaPterigiumPterigium adalah suatu penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip daging yang menjalar ke kornea , pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif . Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal maupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi.2

Gambar 3. Mata dengan pterygiumDiagnosa Banding PterigiumPseudopterigiumPseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium juga sering dilaporkan sebagai dampak sekunder penyakit peradangan pada kornea. Pseudopterigium dapat ditemukan dibagian apapun pada kornea dan biasanya berbentuk oblieq. Sedangkan pterigium ditemukan secara horizontal pada posisi jam 3 atau jam 9.1

Gambar 4. Pseeudopterigium

Perbedaan pseudopterigium dengan pterigium adalah Tabel 1. Perbedaan Pterigium Dengan PseudopterigiumPerbedaan Pterigium dan Pseudopterigium

PterigiumPseudopterigium

EtiologiProses degenerasiProses inflamasi

UmurSering terjadi pada orang tuaTerjadi pada semua umur

LokasiPada konjungtiva nasal atau temporalDapat terjadi pada semua sisi dari konjungtiva

StadiumProgresif, regresif atau stationerBiasanya stasioner

Tes sondaseNegativePositif

PinguekulaPinguekula merupakan penebalan pada konjungtiva bulbi berbentuk segitiga dengan puncak di perifer dasar di limbus kornea, berwarna kuning keabu-abuan dan terletak di celah kelopak mata. Timbul akibat iritasi oleh angin, debu dan sinar matahari yang berlebihan. Biasanya pada orang dewasa yang berumur kurang lebih 20 tahun. Yang membedakan pterigium dengan pinguekula adalah bentuk nodul, terdiri atas jaringan hyaline dan jaringan elastik kuning, jarang bertumbuh besar, tetapi sering meradang.1

Gambar 5. PinguekulaSecara histopatologik ditemukan epitel tipis dan gepeng, sering terdapat hanya dua lapis sel. Lapisan subepitel tipis. Serat-serat kolagen stroma berdegenerasi hialin yang amorf kadang-kadang terdapat penimbunan serat-serat yang terputus-putus. Dapat terlihat penimbunan kalsium pada lapisan permukaan. Pembuluh darah tidak masuk ke dalam Pinguekula akan tetapi bila meradang atau terjadi iritasi, maka sekitar bercak degenerasi ini akan terlihat pembuluh darah yang melebar. Tidak ada pengobatan yang khas, tetapi bila terdapat gangguan kosmetik dapat dilakukan pembedahan pengangkatan.1

EpiskleritisReaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara konjungtiva dan permukaan sklera, umumnya satu bola mata. Etiologi umumnya tidak diketahui penyebabnya, tapi radang episklera mungkin disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik seperti, tuberkulosis, Reumatoid artritis, lues, SLE. Epidemiologi umumnya penderita merupakan perempuan usia pertengahan dengan penyakit bawaan reumatikGejala : mata merah karena pelebaran pembuluh darah rasa sakit yang ringan mengganjal keluhan silau Khas : bentuk radang pada episkleritis berupa tonjolan setempal, batas tegas dan warna merah ungu dibawah konjungtiva yang sakit jika ditekan1

Gambar 6. Episkleritis

Etiologi Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Diduga merupakan suatu neoplasma, radang dan degenerasi yang disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, pasir, cahaya matahari, lingkungan dengan angin yang banyak dan udara yang panas selain itu faktor genetik dicurigai sebagai faktor predisposisi.Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.1. Radiasi ultraviolet Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan proliferasi sel. 2. Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal.3

Epidemologi Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk daerah di atas 40o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36o. Sebuah hubungan terdapat antara peningkatan prevalensi dan daerah yang terkena paparan ultraviolet lebih tinggi di bawah garis lintang. Sehingga dapat disimpulkan penurunan angka kejadian di lintang atas dan peningkatan relatif angka kejadian di lintang bawah.Di Indonesia, hasil survei Departemen Kesehatan RI Tahun 1982 pterigium menempati urutan ketiga terbesar (8,79 %) dari penyakit mata. Hasil survei nasional tahun 1993-1996 tentang angka kesakitan mata di 8 propinsi di Indonesia menempatkan pterigium pada urutan kedua (13,9 %). Gizzard dkk dalam penelitian di Indonesia menemukan bahwa angka prevalensi tertinggi ditemukan di propinsi Sumatra. Sedangkan dari survei kesehatan indra penglihatan dan pendengaran tahun 1995 prevalensi penyakit mata di Sulawesi Utara menempatkan pterigium pada urutan pertama (17,9 %). Mandang pada tahun 1970 menemukan 14,69 % pterigium khususnya di 19 desa dan 17,50 % pterigium di 3 ibukota kecamatan di Kabupaten Minahasa. Di Minahasa, pterigium merupakan penyakit mata nomor 3 sesudah kelainan refraksi dan penyakit infeksi luar. Mangindaan IAN, Bustani NM melaporkan 21,35 % pterigium di 2 desa di Kabupaten Minahasa Utara, hasil 12,92 % pada pria dan 8,43 % pada wanita, 9,55 % berusia di atas 50 tahun, dengan pekerjaan petani sebesar 10,11 % terbanyak adalah pterigium stadium 3 yaitu 42,11 % yang tumbuh di bagian nasal sebesar 55,26 %.3

Patofisiologi Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterygium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.4Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia. Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matrix metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi. 5

Gejala dan Tanda PterigiumGejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain rasa perih, terganjal, sensasi benda asing, silau, berair, gangguan visus.Dari pemeriksaan didapatkan adanya penonjolan daging, berwarna putih, tampak jaringan fibrovaskular yang berbentuk segitiga yang terbentang dari konjungtiva interpalpebrae sampai kornea, jaringan berbatas tegas sebagai suatu garis yang berwarna coklat kemerahan, umumya tumbuh di daerah nasal (pada 90% kasus). Dibagian depan dari apek pterigium terdapat infiltrate kecil-kecil yang disebut islet of Fuch. Pterigium yang mengalami iritasi dapat menjadi merah dan menebal yang kadang-kadang dikeluhkan kemeng oleh penderita.Klasifikasi Pterigium dibagi menjadi dua, yaitu:1. Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja.2. Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal.6Pterigium berdasarkan perjalanan penyakitnya dibagi 2 tipe yaitu pterigium progresif dan pterygium regresif: Pterigium progresif : tebal dan vascular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan kepala pterygium (disebut cap dari pterygium). Pterigium regresif : tipis, atrofi, sedikit vascular. Tipe ini akhirnya akan membentuk membran yang tidak hilang. Pterigium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu : Derajat 1: jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea. Derajat 2: jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea. Derajat 3: sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 4 mm) Derajat 4: pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.6

Pterigium derajat 3

Pterigium derajat 2

Pterigium derajat 4

Gambar 7. Klasifikasi pterigium berdasarkan derajatnya

Penatalaksanaan Pterigium1. Non FarmakologiSecara teoritis, memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk mengurangi resiko berkembangnya pterygia pada individu yang mempunyai resiko lebih tinggi. Pasien di sarankan untuk menggunakan topi yang memiliki pinggiran, sebagai tambahan terhadap radiasi ultraviolet sebaiknya menggunakan kacamata pelindung dari cahaya matahari. Tindakan pencegahan ini bahkan lebih penting untuk pasien yang tinggal di daerah subtropis atau tropis, atau pada pasien yang memiliki aktifitas di luar, dengan suatu resiko tinggi terhadap cahaya ultraviolet (misalnya, memancing, ski, berkebun, pekerja bangunan). Untuk mencegah berulangnya pterigium, sebaiknya para pekerja lapangan menggunakan kacamata atau topi pelindung.2. FarmakologiPada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea.3. BedahPada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mngkin, angka kekambuhan yang rendahIndikasi Operasi Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena astigmatismus Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.61. Teknik PembedahanTantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan, dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak teknik bedah telah digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara universal karena tingkat kekambuhan yang variabel.Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi pterigium adalah langkah pertama untuk perbaikan.Banyak dokter mata lebih memilih untuk memisahkan ujung pterigium dari kornea yang mendasarinya.Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat, jaringan parut yang minimal dan halus dari permukaan kornea.. Teknik Autograft Konjungtiva Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan setinggi 40 persen pada beberapa studi prospektif.Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah di eksisi pterygium tersebut.Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal ditekankan pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft konjungtiva dan penerima, manipulasi minimal jaringan dan orientasi akurat dari grafttersebut.Lawrence W. Hirst, MBBS, dari Australia merekomendasikan menggunakan sayatan besar untuk eksisi pterygium dan telah dilaporkan angka kekambuhan sangat rendah dengan teknik ini.

(a) Pterygium(b) Pterygium diangkat(c) daerah yang diangkat(d) Konjungtiva di daerah yang tidak terkena sinar UV (misal dibawah palpebra superior) diangkat(e) konjungtiva tersebut ditransplant

Gambar 8. Teknik Aotografi Konjungtiva

Komplikasi PterigiumKomplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut: Gangguan penglihatan Mata kemerahan Iritasi Gangguan pergerakan bola mata. Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea Dry Eye sindrom 3

Pencegahan dan Prognosa PterigiumPada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata pelindung sinar matahari.Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48 jam post operasi dapat beraktivitas kembali. Rekurensi pterygium setelah operasi masih merupakan suatu masalah sehingga untuk mengatasinya berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan dengan antimetabolit atau antineoplasia ataupun transplantasi dengan konjungtiva. Pasien dengan rekuren pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3 6 bulan pertama setelah operasi. Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga atau karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata, sunblock dan mengurangi terpapar sinar matahari.7

Kesimpulan Pterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain rasa perih, terganjal, sensasi benda asing, silau, berair, gangguan visus, serta masalah kosmetik.

Daftar Pustaka

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007. hal:2-6, 116 117.2. Vaughan G, Daniel et al. Konjungtiva dalam Opthalmologi Umum ed 14. Widya Medika. Jakarta. 2000;hal 120-25.3. Gazzard G, Pterygium in Indonesia : prevalence, severity and risk factors. Br. J Ophtalmol. 2002 ; 86 : 1341-46.4. Ilyas S. Mata Merah dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata. FK UI. Jakarta. 2003;hal 150-57.5. Khurana A.K. 2007. Community Ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology. Fourth Edition. Chapter 20. New Delhi. New Age international Limited Publisher.p: 443-4576. Vaughan G, Daniel et al. Konjungtiva dalam Opthalmologi Umum ed 14. Widya Medika. Jakarta. 2000.hal;76-9.7. Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. Binarupa Aksara. Jakarta.2003;hal:80-9.

16