Kasus Pterygium
-
Upload
freddy-panjaitan -
Category
Documents
-
view
350 -
download
9
Embed Size (px)
Transcript of Kasus Pterygium

BAB I
Pendahuluan
Mata adalah organ fotosensitif yang kompleks dan berkembang
lanjut yang memungkinkan analisis cermat tentang bentuk,
intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan obyek. Mata
terletak di dalam struktur tengkorak yang melindunginya, yaitu
orbita. Setiap mata terdiri atas 3 lapis konsentris yaitu lapisan
luar terdiri atas sklera dan kornea, lapisan tengah juga disebut
lapisan vaskular atau traktus uveal yang terdiri dari koroid,
korpus siliar dan iris, serta lapisan dalam yang terdiri dari
jaringan saraf yaitu retina.
Pterigium adalah semacam pelanggaran batas suatu pinguecula
berbentuk segitiga berdaging ke kornea, umumnya di sisi nasal,
secara bilateral, dengan puncak di bagian sentral atau di daerah
kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka
bagian pterigium akan berwarna merah. Keadaan ini diduga
merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet,
pengeringan, dan lingkungan dengan angin banyak, karena sering
terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada di
lingkungan berangin, penuh sinar matahari, berdebu atau berpasir.
Temuan patologik pada konjungtiva sama dengan yang ada pada
pinguecula – lapis Bowman kornea diganti oleh jaringan hialin dan
elastic.
Pterygium sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-
orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang mengenai
anak-anak. Paparan sinar matahari dalam waktu lama, terutama
sinar UV, serta iritasi mata kronis oleh debu dan kekeringan
diduga kuat sebagai penyebab utama pterigium. Gejala-gejala
1

pterigium biasanya berupa mata merah, iritasi, inflamasi, dan
penglihatan kabur
Pengobatan tidak diperlukan karena sering bersifat rekuren,
terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterigium meradang
dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Jika
pterigium membesar dan meluas sampai ke daerah pupil dan telah
mengganggu penglihatan, lesi harus diangkat secara bedah bersama
sebagian kecil kornea superficial bening yang melewati daerah
pelanggaran ini. Untuk mencegah perkambuhan, khususnya pada orang
yang bekerja di luar, yang bersangkutan harus memakai kacamata
pelindung.
2

BAB II
Tinjauan Pustaka
Definisi
Pterigium adalah suatu pertumbuhan fibrovaskular pada
konjungtiva yang berbentuk segitiga yang biasanya tumbuh dari
arah medial fisura palpebra menuju kornea.
Anatomi Mata
Bola Mata
Bola mata orang dewasa normal hampir mendekati bulat,
dengan diameter anteroposterior sekitar 24,5 mm.
Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis
yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis)dan permukaan anterior sclera (konjungtiva bulbaris).
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior
kelopak mata dan melekat erat ke tarsus.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di
fornices dan melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan
3

bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva
sekretorik.
Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan
strukturnya sebanding dengan Kristal sebuah jam tangan kecil.
Kornea ini disisipkan ke sclera di limbus. Kornea dewasa rata-
rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi,
dan diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior,
kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda.
1. Lapisan epitel
2. Lapisan Bowman
3. Stroma
4. Membrane Descemet
5. Lapisan endotel
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh
darah limbus, humor aqueus, dan air mata. Kornea superfisialis
juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-
saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama
(oftalmika) dari nervus kranialis V (trigrminus).
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang
seragam, avaskularitasnya, dan deturgensinya.
4

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kasus pterygium sangat bervariasi
tergantung pada lokasi geografisnya. Di daratan Amerika serikat,
Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk daerah di atas 400
5

lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 280-360.
Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya
meningkat dan daerah-daerah elevasi yang terkena penyinaran
ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini.
Di dunia, hubungan antara menurunnya insidensi pada daerah
atas lintang utara dan relative terjadi peningkatan untuk daerah
di bawah garis balik lintang utara.
Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti
dalam fungsi visual atau penglihatan bila kasusnya telah lanjut.
Mata ini bisa menjadi inflamasi sehingga menyebabkan irritasi
okuler dan mata merah
Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :
1. Jenis Kelamin
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-
laki dua kali lebih banyak dibandingkan wanita.
2. Umur
Jarang sekali orang menderita pterygia umurnya di
bawah 20 tahun. Untuk pasien umurnya diatas 40 tahun
mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien
yang berumur 20-40 tahun dilaporkan mempunyai
insidensi pterygia yang paling tinggi.
Pasien yang menderita pterygia sering mempunyai berbagai
macam keluhan, yang mulai dari tidak ada gejala yang berarti
sampai mata menjadi merah sekali, pembengkakan mata, mata gatal,
iritasi, dan pandangan kabur disertai dengan jejas pada
konjungtiva yang membesar dan kedua mata terserang penyakit ini.
6

Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas,
diduga merupakan suatu neoplasma radang dan degenerasi. Namun,
pterigium banyak terjadi pada mereka yang banyak menghabiskan
waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik matahari.
Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang
banyak terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau
anginnya besar. Penyebab paling umum adalah exposure atau sorotan
berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh mata.
Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara panas) yang
mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain
itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen,
kimia dan zat pengiritasi lainnya. Pterigium Sering ditemukan
pada petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di dekat daerah
khatulistiwa. Jarang menyerang anak-anak.
Patofisiologi
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi
elastotik kolagen dan ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan
yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada
daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat
dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan
cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic
yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan
oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler
kadang-kadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium,
7

epitel kornea menarik dan pada daerah ini membran bauman
menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai
jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini
menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma
kornea bagian atas.
Manifestasi Klinis
Mata irritatatif, merah dan mungkin menimbulkan
astigmatisme
Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas
ke kornea (Zone Optic)
Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea
akibat kering) dan garis besi yang terletak di ujung
pteregium.
Klasifikasi dan Grade
Klasifikasi Pterygium:
a. Pterygium Simpleks, jika terjadi hanya di nasal/ temporal
saja.
b. Pterygium Dupleks, jika terjadi di nasal dan temporal.
Grade pada Pterygium :
1. Grade I : Melewati limbus
2. Grade II : Terletak antara limbus dan pupil
8

3. Grade III : Mencapai pupil
4. Grade IV : Melewati batas pupil
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari pterygium adalah pseudopterygium,
pannus dan kista dermoid.
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Pterygium bisa berupa berbagai macam perubahan
fibrofaskular pada permukaan konjungtiva dan pada kornea.
Penyakit ini lebih sering menyerang pada konjungtiva nasal dan
akan meluas ke kornea nasal meskipun bersifat sementara dan juga
pada lokasi yang lain.
Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2 katagori umum,
sebagai berikut :
1. Kelompok kesatu pasien yang mengalami pterygium berupa
ploriferasi minimal dan penyakitnya lebih bersifat
atrofi. Pterygium pada kelompok ini cenderung lebih pipih
dan pertumbuhannya lambat mempunyai insidensi yang lebih
rendah untuk kambuh setelah dilakukan eksisi.
9

2. Pada kelompok kedua pterygium mempunyai riwayat penyakit
tumbuh cepat dan terdapat komponen elevasi jaringan
fibrovaskular. Ptrerygium dalam grup ini mempunyai
perkembangan klinis yang lebih cepat dan tingkat
kekambuhan yang lebih tinggi untuk setelah dilakukan
eksisi.
Faktor Resiko
Yang pasti belum di ketahui dengan jelas, namun banyak di
jumpai di daerah pantai sehingga kemungkinan pencetusnya adalah
adanya rangsangan dari udara panas, juga bagi orang yang sering
berkendara motor tapa helm penutup atau kacamata pelindung,
sehingga adanya rangsangan debu jalanan yang kotor bisa
mengakibatkan timbunan lemak tersebut. Secara umum faktor resiko
pterygium meliputi:
Meningkatnya terkena sinar ultraviolet, termasuk tinggal di
daerah yang beriklim subtropis dan tropis. Melakukan
pekerjaan dan memerlukan kegiatan di luar rumah.
Faktor predisposisi genetika timbulnya pterygia cenderung
pada keluarga tertentu. Kecenderungan laki-laki mengalami
kasus ini lebih banyak dibandingkan dengan perempuan,
meskipun disini hasil temuan demikian ini lebih banyak
disebabkan oleh peningkatan terkena sinar ultraviolet dalam
kelompok populasi tertentu.
Gangguan yang lain yang mungkin ikut berperan yaitu berupa
Pseudopterygia (misalnya disebabkan oleh bahan kimia atau luka
bakar, trauma, penyakit kornea marginal). Neoplasma (misalnya
karsinoma in situ yang menyebabkan konjungtiva perilimbal yang
tidak meluas sampai ke kornea).
10

Penatalaksanaan
Medikamentosa
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien
yang masih muda. Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid
atau suatu tetes mata dekongestan. Pengobatan pterygium adalah
dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi
gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau
pterygium yang telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu
dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda
radang berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi
steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata
buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor maka perlu
kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan
dihentikan.
Operasi
Indikasi tindakan operasi (eksisi) pterygium adalah :
1. Pertumbuhan yang mengancam penglihatan dengan tumbuh
mencapai aksis visual.
2. Terdapat astigmatisma yang signifikan.
3. Iritasi mata yang berat.
Sebagai tambahan, terapi adjuvan pasca operasi, dapat
diberikan sinar radiasi β dengan strontium-90 dan terapi
antimetabolit dengan mitomycin C atau fluorourasil.
Jenis-jenis operasi pterigium telah mulai dilakukan sejak
awal tahun 1960-an, termasuk :
1. Taditional “bare sclera” technique
11

Teknik ini dilakukan dengan mengangkat pterigium dan
sklera di atasnya dibiarkan. Penyembuhan terjadi 2 sampai
4 minggu. Sayangnya, pterigium dapat tumbuh kembali pada
50% pasien – dan pada kebanyakan kasus, pterigium dapat
tumbuh melebihi ukuran awalnya.
2. Simple closure with absorpable sutures
3. Conjunctival auto graft (with or without stitches)
Teknik yang paling banyak digunakan saat ini, karena auto
graft konjungtiva menurunkan angka rekurensi.
Komplikasi
12

Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
Kemerahan
Iritasi
Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi
penglihatan dan memberi kontribusi terjadinya diplopia. Bekas
luka yang berada ditengah otot rektus umumnya menyebabkan
diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum dilakukan
pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat,
terjadi pengeringan focal kornea mata akan tetapi sangat jarang
terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
Infeksi
Reaksi material jahitan
Diplopia
Conjungtival graft dehiscence
Corneal scarring
Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola
mata perdarahan vitreous, atau retinal detachment.
Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan
radiasi beta pada pterygium adalah terjadinya pengenceran sclera
dan kornea. Sebagian dari kasus ini dapat memiliki tingkat
kesulitan untuk mengatur.
13

Prognosis
Eksisi pada pterygia pada penglihatan dan kosmetik adalah
baik. Prosedur baik saat dipahami oleh pasien dan pada awal
operasi pasien akan merasa terganggu setelah 48 jam pasca
perawatan pasien bisa memulai aktivitasnya. Pasien dengan
pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan
pencangkokan, kedua-duanya dengan konjungtival limbal autografts
atau selaput amniotic, pada pasien yang telah ditentukan. Pasien
yang ada memiliki resiko tinggi pengembangan pterygia atau karena
di perluas ekspose radiasi sinar ultraviolet, perlu untuk dididik
penggunaan kacamata dan mengurangi ekspose mata dengan
ultraviolet.
14

BAB III
Penyajian Kasus
I. ANAMNESIS
Identitas
Nama : Ny. Ramnah
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 44 tahun
Alamat : Jl. Husin
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nomor RM :
Tanggal Masuk RS : 7 Desember 2009
Anamnesis dilakukan pada tanggal 7 Desember 2009 pukul 11.00
WIB
Keluhan Utama
Sakit pada mata sebelah kiri.
15

Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS dengan keluhan sakit mata kiri yang
dirasakan sejak satu tahun yang lalu, hilang timbul. Jika sakit
mata ini timbul, mata menjadi merah, yang sering dicetuskan
jika mata terkena paparan sinar matahari yang lama, debu,
pasir, dan angin. Sering disertai dengan mata berair
Saat sakit mata ini timbul, tidak ada gangguan pada daya
penglihatan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.
Hipertensi dan Diabetes Mellitus disangkal.
Riwayat Penyakit Sekarang
Terdapat riwayat penyakit yang sama pada dua orang saudara
perempuannya.
Pemeriksaan Fisik Umum (Status Generalis)
Tanda-tanda vital
Keadaan Umum : Composmentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Respirasi : 17/menit
Denyut Nadi : 87/menit
Suhu : -
16

Pemeriksaan Mata (Status Oftalmologis)
AVOD : 6/30
AVOS : 6/12 f
Ortho
Pergerakan
Hiperemis (-), Edema (-), Massa (-)
Palpebra Hiperemis (-), Edema (-), Massa (-)
Tarsal
Hiperemis (-), Eksudat (-)
Bulbi
Hiperemis (-), Jaringan fibrovaskular (+)
Konjungtiva Tarsal
Hiperemis (-), Eksudat (-)
Bulbi
Hiperemis (-), Jaringan fibrovaskular (+)
Ulkus (-), Jaringan fibrovaskular (+)
Kornea Ulkus (-), Jaringan fibrovaskular (+)
Dalam Bilik Mata Depan Dalam
17

Neovaskularisasi (-), Refleks pupil direk & indirek (N)
Iris/Pupil Neovaskularisasi (-), Refleks pupil direk & indirek (N)
Normal Lensa Normal
Normal Vitreous Normal
Normal Fundus Normal
Test Isihara : Normal
Tes Konfrontasi :
Resume
1. OD
Mata terlihat tenang, konjungtiva tarsalis tidak hiperemis, sedangkan konjungtiva bulbi terlihat membran fibrovaskular berbentuk segitiga yang berasal dari kantus medial dengan puncak terletak di kornea – belum mencapai pupil (Grade III).
Akibat adanya membran fibrovaskular ini, terjadi gangguan penglihatan – terutama lapang pandang perifer.
Jika jaringan ini meradang, menyebabkan mata menjadi merah, berair, dan gatal; biasanya diakibatkan oleh angin, matahari, atau debu.
18

2. OS
Mata terlihat tenang, konjungtiva tarsalis tidak hiperemis, sedangkan konjungtiva bulbi terlihat membran fibrovaskular berbentuk segitiga yang berasal dari kantus medial dengan puncak terletak di kornea – mencapai pupil (Grade IV).
Akibat adanya membran fibrovaskular ini, terjadi gangguan penglihatan – terutama lapang pandang perifer.
Jika jaringan ini meradang, menyebabkan mata menjadi merah, berair, dan gatal; biasanya diakibatkan oleh angin, matahari, atau debu.
Diagnosa
Diagnosa Kerja
OD : Pterigium Grade III
OS : Pterigium Grade IV
Diagnosa Banding
OD : Pinguekula, Pseudopterigium, Kista dermoid, Neoplasia
OS : Pinguekula, Pseudopterigium, Kista dermoid, Neoplasia
Pemeriksaan Penunjang
Histo-PA
Pengobatan
Non Medikamentosa
Memakai pelindung mata (mis. Kaca mata, helm)
Medikamentosa
1. Obat
19

Over-the-counter (OTC) artificial tears/topical lubricating drops
Tetes mata Anti-inflamasi
Prednisolone acetate 1%
2. Operasi
Conjunctival auto graft with stitches
Daftar Pustaka
1. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Dalam : Anatomi dan Embriologi
Mata. Oftamologi Umum. Edisi 14.
2. Lang Gerhart K. Conjunctiva. Ophthamology – A Short Text
Book. Thieme 2000; 69-70.
3. Junqueira, L Carlos. 1998. Histologi Dasar. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
4. Coroneo MT, Di Girolamo N, Wakefield D: The Pathogenesis of
Pterygium. Curr Opin Ophthalmol 1999 Aug; 10(4): 282-8
[Medline].
5. Whitcher J.P., Pterygium, 2007,
http://www.emedicine.com/EMERG/topic284.htm
6. Ferrer F.J.G., Schwab I.R., Shetlar D.J., 2000. Vaughan &
Asbury’s General Ophthalmology (16th edition), Mc Graw-Hill
Companies, Inc., United States
7. Ilyas S., 2005, Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
20

8. Misbach J., 1999. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan
Interpretasi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
9. Hartono, 2005. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata.
Jogjakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
10. Rocha, G. Surgical Management of Pterygium. Techniques in
Ophthamology 2003; 1(1):22-28.
21