Kasus Pterygium

24
BAB I Pendahuluan Mata adalah organ fotosensitif yang kompleks dan berkembang lanjut yang memungkinkan analisis cermat tentang bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan obyek. Mata terletak di dalam struktur tengkorak yang melindunginya, yaitu orbita. Setiap mata terdiri atas 3 lapis konsentris yaitu lapisan luar terdiri atas sklera dan kornea, lapisan tengah juga disebut lapisan vaskular atau traktus uveal yang terdiri dari koroid, korpus siliar dan iris, serta lapisan dalam yang terdiri dari jaringan saraf yaitu retina. Pterigium adalah semacam pelanggaran batas suatu pinguecula berbentuk segitiga berdaging ke kornea, umumnya di sisi nasal, secara bilateral, dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna merah. Keadaan ini diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan, dan lingkungan dengan angin banyak, karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan berangin, penuh sinar matahari, berdebu atau berpasir. Temuan patologik pada konjungtiva sama dengan yang ada pada pinguecula – lapis Bowman kornea diganti oleh jaringan hialin dan elastic. Pterygium sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang- orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang mengenai 1

Transcript of Kasus Pterygium

Page 1: Kasus Pterygium

BAB I

Pendahuluan

Mata adalah organ fotosensitif yang kompleks dan berkembang

lanjut yang memungkinkan analisis cermat tentang bentuk,

intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan obyek. Mata

terletak di dalam struktur tengkorak yang melindunginya, yaitu

orbita. Setiap mata terdiri atas 3 lapis konsentris yaitu lapisan

luar terdiri atas sklera dan kornea, lapisan tengah juga disebut

lapisan vaskular atau traktus uveal yang terdiri dari koroid,

korpus siliar dan iris, serta lapisan dalam yang terdiri dari

jaringan saraf yaitu retina.

Pterigium adalah semacam pelanggaran batas suatu pinguecula

berbentuk segitiga berdaging ke kornea, umumnya di sisi nasal,

secara bilateral, dengan puncak di bagian sentral atau di daerah

kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka

bagian pterigium akan berwarna merah. Keadaan ini diduga

merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet,

pengeringan, dan lingkungan dengan angin banyak, karena sering

terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada di

lingkungan berangin, penuh sinar matahari, berdebu atau berpasir.

Temuan patologik pada konjungtiva sama dengan yang ada pada

pinguecula – lapis Bowman kornea diganti oleh jaringan hialin dan

elastic.

Pterygium sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-

orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang mengenai

anak-anak. Paparan sinar matahari dalam waktu lama, terutama

sinar UV, serta iritasi mata kronis oleh debu dan kekeringan

diduga kuat sebagai penyebab utama pterigium. Gejala-gejala

1

Page 2: Kasus Pterygium

pterigium biasanya berupa mata merah, iritasi, inflamasi, dan

penglihatan kabur

Pengobatan tidak diperlukan karena sering bersifat rekuren,

terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterigium meradang

dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Jika

pterigium membesar dan meluas sampai ke daerah pupil dan telah

mengganggu penglihatan, lesi harus diangkat secara bedah bersama

sebagian kecil kornea superficial bening yang melewati daerah

pelanggaran ini. Untuk mencegah perkambuhan, khususnya pada orang

yang bekerja di luar, yang bersangkutan harus memakai kacamata

pelindung.

2

Page 3: Kasus Pterygium

BAB II

Tinjauan Pustaka

Definisi

Pterigium adalah suatu pertumbuhan fibrovaskular pada

konjungtiva yang berbentuk segitiga yang biasanya tumbuh dari

arah medial fisura palpebra menuju kornea.

Anatomi Mata

Bola Mata

Bola mata orang dewasa normal hampir mendekati bulat,

dengan diameter anteroposterior sekitar 24,5 mm.

Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis

yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva

palpebralis)dan permukaan anterior sclera (konjungtiva bulbaris).

Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak

(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior

kelopak mata dan melekat erat ke tarsus.

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di

fornices dan melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan

3

Page 4: Kasus Pterygium

bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva

sekretorik.

Kornea

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan

strukturnya sebanding dengan Kristal sebuah jam tangan kecil.

Kornea ini disisipkan ke sclera di limbus. Kornea dewasa rata-

rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi,

dan diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior,

kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda.

1. Lapisan epitel

2. Lapisan Bowman

3. Stroma

4. Membrane Descemet

5. Lapisan endotel

Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh

darah limbus, humor aqueus, dan air mata. Kornea superfisialis

juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-

saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama

(oftalmika) dari nervus kranialis V (trigrminus).

Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang

seragam, avaskularitasnya, dan deturgensinya.

4

Page 5: Kasus Pterygium

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, kasus pterygium sangat bervariasi

tergantung pada lokasi geografisnya. Di daratan Amerika serikat,

Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk daerah di atas 400

5

Page 6: Kasus Pterygium

lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 280-360.

Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya

meningkat dan daerah-daerah elevasi yang terkena penyinaran

ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini.

Di dunia, hubungan antara menurunnya insidensi pada daerah

atas lintang utara dan relative terjadi peningkatan untuk daerah

di bawah garis balik lintang utara.

Mortalitas/Morbiditas

Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti

dalam fungsi visual atau penglihatan bila kasusnya telah lanjut.

Mata ini bisa menjadi inflamasi sehingga menyebabkan irritasi

okuler dan mata merah

Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :

1. Jenis Kelamin

Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-

laki dua kali lebih banyak dibandingkan wanita.

2. Umur

Jarang sekali orang menderita pterygia umurnya di

bawah 20 tahun. Untuk pasien umurnya diatas 40 tahun

mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien

yang berumur 20-40 tahun dilaporkan mempunyai

insidensi pterygia yang paling tinggi.

Pasien yang menderita pterygia sering mempunyai berbagai

macam keluhan, yang mulai dari tidak ada gejala yang berarti

sampai mata menjadi merah sekali, pembengkakan mata, mata gatal,

iritasi, dan pandangan kabur disertai dengan jejas pada

konjungtiva yang membesar dan kedua mata terserang penyakit ini.

6

Page 7: Kasus Pterygium

Etiologi

Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas,

diduga merupakan suatu neoplasma radang dan degenerasi. Namun,

pterigium banyak terjadi pada mereka yang banyak menghabiskan

waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik matahari.

Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang

banyak terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau

anginnya besar. Penyebab paling umum adalah exposure atau sorotan

berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh mata.

Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara panas) yang

mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain

itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen,

kimia dan zat pengiritasi lainnya. Pterigium Sering ditemukan

pada petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di dekat daerah

khatulistiwa. Jarang menyerang anak-anak.

Patofisiologi

Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi

elastotik kolagen dan ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan

yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada

daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat

dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan

cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic

yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan

oleh elastase.

Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler

kadang-kadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium,

7

Page 8: Kasus Pterygium

epitel kornea menarik dan pada daerah ini membran bauman

menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai

jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini

menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma

kornea bagian atas.

Manifestasi Klinis

Mata irritatatif, merah dan mungkin menimbulkan

astigmatisme

Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas

ke kornea (Zone Optic)

Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea

akibat kering) dan garis besi yang terletak di ujung

pteregium.

Klasifikasi dan Grade

Klasifikasi Pterygium:

a. Pterygium Simpleks, jika terjadi hanya di nasal/ temporal

saja.

b. Pterygium Dupleks, jika terjadi di nasal dan temporal.

Grade pada Pterygium :

1. Grade I : Melewati limbus

2. Grade II : Terletak antara limbus dan pupil

8

Page 9: Kasus Pterygium

3. Grade III : Mencapai pupil

4. Grade IV : Melewati batas pupil

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari pterygium adalah pseudopterygium,

pannus dan kista dermoid.

Diagnosis

Pemeriksaan Fisik

Pterygium bisa berupa berbagai macam perubahan

fibrofaskular pada permukaan konjungtiva dan pada kornea.

Penyakit ini lebih sering menyerang pada konjungtiva nasal dan

akan meluas ke kornea nasal meskipun bersifat sementara dan juga

pada lokasi yang lain.

Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2 katagori umum,

sebagai berikut :

1. Kelompok kesatu pasien yang mengalami pterygium berupa

ploriferasi minimal dan penyakitnya lebih bersifat

atrofi. Pterygium pada kelompok ini cenderung lebih pipih

dan pertumbuhannya lambat mempunyai insidensi yang lebih

rendah untuk kambuh setelah dilakukan eksisi.

9

Page 10: Kasus Pterygium

2. Pada kelompok kedua pterygium mempunyai riwayat penyakit

tumbuh cepat dan terdapat komponen elevasi jaringan

fibrovaskular. Ptrerygium dalam grup ini mempunyai

perkembangan klinis yang lebih cepat dan tingkat

kekambuhan yang lebih tinggi untuk setelah dilakukan

eksisi.

Faktor Resiko

Yang pasti belum di ketahui dengan jelas, namun banyak di

jumpai di daerah pantai sehingga kemungkinan pencetusnya adalah

adanya rangsangan dari udara panas, juga bagi orang yang sering

berkendara motor tapa helm penutup atau kacamata pelindung,

sehingga adanya rangsangan debu jalanan yang kotor bisa

mengakibatkan timbunan lemak tersebut. Secara umum faktor resiko

pterygium meliputi:

Meningkatnya terkena sinar ultraviolet, termasuk tinggal di

daerah yang beriklim subtropis dan tropis. Melakukan

pekerjaan dan memerlukan kegiatan di luar rumah.

Faktor predisposisi genetika timbulnya pterygia cenderung

pada keluarga tertentu. Kecenderungan laki-laki mengalami

kasus ini lebih banyak dibandingkan dengan perempuan,

meskipun disini hasil temuan demikian ini lebih banyak

disebabkan oleh peningkatan terkena sinar ultraviolet dalam

kelompok populasi tertentu.

Gangguan yang lain yang mungkin ikut berperan yaitu berupa

Pseudopterygia (misalnya disebabkan oleh bahan kimia atau luka

bakar, trauma, penyakit kornea marginal). Neoplasma (misalnya

karsinoma in situ yang menyebabkan konjungtiva perilimbal yang

tidak meluas sampai ke kornea).

10

Page 11: Kasus Pterygium

Penatalaksanaan

Medikamentosa

Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien

yang masih muda. Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid

atau suatu tetes mata dekongestan. Pengobatan pterygium adalah

dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi

gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau

pterygium yang telah menutupi media penglihatan.

Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu

dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda

radang berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi

steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata

buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor maka perlu

kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan

dihentikan.

Operasi

Indikasi tindakan operasi (eksisi) pterygium adalah :

1. Pertumbuhan yang mengancam penglihatan dengan tumbuh

mencapai aksis visual.

2. Terdapat astigmatisma yang signifikan.

3. Iritasi mata yang berat.

Sebagai tambahan, terapi adjuvan pasca operasi, dapat

diberikan sinar radiasi β dengan strontium-90 dan terapi

antimetabolit dengan mitomycin C atau fluorourasil.

Jenis-jenis operasi pterigium telah mulai dilakukan sejak

awal tahun 1960-an, termasuk :

1. Taditional “bare sclera” technique

11

Page 12: Kasus Pterygium

Teknik ini dilakukan dengan mengangkat pterigium dan

sklera di atasnya dibiarkan. Penyembuhan terjadi 2 sampai

4 minggu. Sayangnya, pterigium dapat tumbuh kembali pada

50% pasien – dan pada kebanyakan kasus, pterigium dapat

tumbuh melebihi ukuran awalnya.

2. Simple closure with absorpable sutures

3. Conjunctival auto graft (with or without stitches)

Teknik yang paling banyak digunakan saat ini, karena auto

graft konjungtiva menurunkan angka rekurensi.

Komplikasi

12

Page 13: Kasus Pterygium

Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:

Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan

Kemerahan

Iritasi

Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea

Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi

penglihatan dan memberi kontribusi terjadinya diplopia. Bekas

luka yang berada ditengah otot rektus umumnya menyebabkan

diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum dilakukan

pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat,

terjadi pengeringan focal kornea mata akan tetapi sangat jarang

terjadi.

Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:

Infeksi

Reaksi material jahitan

Diplopia

Conjungtival graft dehiscence

Corneal scarring

Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola

mata perdarahan vitreous, atau retinal detachment.

Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan

radiasi beta pada pterygium adalah terjadinya pengenceran sclera

dan kornea. Sebagian dari kasus ini dapat memiliki tingkat

kesulitan untuk mengatur.

13

Page 14: Kasus Pterygium

Prognosis

Eksisi pada pterygia pada penglihatan dan kosmetik adalah

baik. Prosedur baik saat dipahami oleh pasien dan pada awal

operasi pasien akan merasa terganggu setelah 48 jam pasca

perawatan pasien bisa memulai aktivitasnya. Pasien dengan

pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan

pencangkokan, kedua-duanya dengan konjungtival limbal autografts

atau selaput amniotic, pada pasien yang telah ditentukan. Pasien

yang ada memiliki resiko tinggi pengembangan pterygia atau karena

di perluas ekspose radiasi sinar ultraviolet, perlu untuk dididik

penggunaan kacamata dan mengurangi ekspose mata dengan

ultraviolet.

14

Page 15: Kasus Pterygium

BAB III

Penyajian Kasus

I. ANAMNESIS

Identitas

Nama : Ny. Ramnah

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 44 tahun

Alamat : Jl. Husin

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nomor RM :

Tanggal Masuk RS : 7 Desember 2009

Anamnesis dilakukan pada tanggal 7 Desember 2009 pukul 11.00

WIB

Keluhan Utama

Sakit pada mata sebelah kiri.

15

Page 16: Kasus Pterygium

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RS dengan keluhan sakit mata kiri yang

dirasakan sejak satu tahun yang lalu, hilang timbul. Jika sakit

mata ini timbul, mata menjadi merah, yang sering dicetuskan

jika mata terkena paparan sinar matahari yang lama, debu,

pasir, dan angin. Sering disertai dengan mata berair

Saat sakit mata ini timbul, tidak ada gangguan pada daya

penglihatan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.

Hipertensi dan Diabetes Mellitus disangkal.

Riwayat Penyakit Sekarang

Terdapat riwayat penyakit yang sama pada dua orang saudara

perempuannya.

Pemeriksaan Fisik Umum (Status Generalis)

Tanda-tanda vital

Keadaan Umum : Composmentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Respirasi : 17/menit

Denyut Nadi : 87/menit

Suhu : -

16

Page 17: Kasus Pterygium

Pemeriksaan Mata (Status Oftalmologis)

AVOD : 6/30

AVOS : 6/12 f

Ortho

Pergerakan

Hiperemis (-), Edema (-), Massa (-)

Palpebra Hiperemis (-), Edema (-), Massa (-)

Tarsal

Hiperemis (-), Eksudat (-)

Bulbi

Hiperemis (-), Jaringan fibrovaskular (+)

Konjungtiva Tarsal

Hiperemis (-), Eksudat (-)

Bulbi

Hiperemis (-), Jaringan fibrovaskular (+)

Ulkus (-), Jaringan fibrovaskular (+)

Kornea Ulkus (-), Jaringan fibrovaskular (+)

Dalam Bilik Mata Depan Dalam

17

Page 18: Kasus Pterygium

Neovaskularisasi (-), Refleks pupil direk & indirek (N)

Iris/Pupil Neovaskularisasi (-), Refleks pupil direk & indirek (N)

Normal Lensa Normal

Normal Vitreous Normal

Normal Fundus Normal

Test Isihara : Normal

Tes Konfrontasi :

Resume

1. OD

Mata terlihat tenang, konjungtiva tarsalis tidak hiperemis, sedangkan konjungtiva bulbi terlihat membran fibrovaskular berbentuk segitiga yang berasal dari kantus medial dengan puncak terletak di kornea – belum mencapai pupil (Grade III).

Akibat adanya membran fibrovaskular ini, terjadi gangguan penglihatan – terutama lapang pandang perifer.

Jika jaringan ini meradang, menyebabkan mata menjadi merah, berair, dan gatal; biasanya diakibatkan oleh angin, matahari, atau debu.

18

Page 19: Kasus Pterygium

2. OS

Mata terlihat tenang, konjungtiva tarsalis tidak hiperemis, sedangkan konjungtiva bulbi terlihat membran fibrovaskular berbentuk segitiga yang berasal dari kantus medial dengan puncak terletak di kornea – mencapai pupil (Grade IV).

Akibat adanya membran fibrovaskular ini, terjadi gangguan penglihatan – terutama lapang pandang perifer.

Jika jaringan ini meradang, menyebabkan mata menjadi merah, berair, dan gatal; biasanya diakibatkan oleh angin, matahari, atau debu.

Diagnosa

Diagnosa Kerja

OD : Pterigium Grade III

OS : Pterigium Grade IV

Diagnosa Banding

OD : Pinguekula, Pseudopterigium, Kista dermoid, Neoplasia

OS : Pinguekula, Pseudopterigium, Kista dermoid, Neoplasia

Pemeriksaan Penunjang

Histo-PA

Pengobatan

Non Medikamentosa

Memakai pelindung mata (mis. Kaca mata, helm)

Medikamentosa

1. Obat

19

Page 20: Kasus Pterygium

Over-the-counter (OTC) artificial tears/topical lubricating drops

Tetes mata Anti-inflamasi

Prednisolone acetate 1%

2. Operasi

Conjunctival auto graft with stitches

Daftar Pustaka

1. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Dalam : Anatomi dan Embriologi

Mata. Oftamologi Umum. Edisi 14.

2. Lang Gerhart K. Conjunctiva. Ophthamology – A Short Text

Book. Thieme 2000; 69-70.

3. Junqueira, L Carlos. 1998. Histologi Dasar. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

4. Coroneo MT, Di Girolamo N, Wakefield D: The Pathogenesis of

Pterygium. Curr Opin Ophthalmol 1999 Aug; 10(4): 282-8

[Medline].

5. Whitcher J.P., Pterygium, 2007,

http://www.emedicine.com/EMERG/topic284.htm

6. Ferrer F.J.G., Schwab I.R., Shetlar D.J., 2000. Vaughan &

Asbury’s General Ophthalmology (16th edition), Mc Graw-Hill

Companies, Inc., United States

7. Ilyas S., 2005, Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

20

Page 21: Kasus Pterygium

8. Misbach J., 1999. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan

Interpretasi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

9. Hartono, 2005. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata.

Jogjakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

10. Rocha, G. Surgical Management of Pterygium. Techniques in

Ophthamology 2003; 1(1):22-28.

21