ATT_1430875391256_Case 2 Pterygium , Pingekuela

24
Laporan Kasus Pterygium Grade 1 OS, Pinguekula OD, Moderate Dry Eye Oleh: Rufina Rettu 11.2014.085 Pembimbing : dr Michael I L, Sp.M Fakultas Kedokteran UKRIDA Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata

description

dfdsffsf

Transcript of ATT_1430875391256_Case 2 Pterygium , Pingekuela

Laporan KasusPterygium Grade 1 OS, Pinguekula OD, Moderate Dry Eye

Oleh:Rufina Rettu11.2014.085

Pembimbing :dr Michael I L, Sp.M

Fakultas Kedokteran UKRIDAKepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataPeriode 30 Maret s/d 2 Mei 2015RS Family Medical Center (FMC), SentulFAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIKSTATUS ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDAHari/Tanggal Ujian/Prese ntasi Kasus : Mei 2015SMF ILMU PENYAKIT MATARumah Sakit Family Medical Center-Sentul

Tanda TanganNama: Rufina RetuNIM: 11-2014-085 Dr. Pembimbing: dr Michael I L , Sp.M ------------------- STATUS PASIENI. IDENTITASNama: Ny RDUmur: 34 tahunJenis Kelamin: PerempuanAgama: IslamPekerjaan: Ibu rumah tanggaAlamat: CibuluhTanggal Pemeriksaan : 09 April 2015

II. ANAMNESISDilakukan Autoanamnesis pada tanggal 09 April 2015

Keluhan Utama:Mata kiri kabur sejak setengah tahun yang lalu

Keluhan Tambahan:Mata terasa berlendir, gatal dan perih kalau terkena debu, angin, AC, sinar matahari.

Riwayat Penyakit Sekarang: Setengah tahun sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh kabur pada mata kiri. Mata kabur perlahan lahan dan kabur saat melihat jauh.Pasien juga merasa seperti ada lendir dimata dan terasa mengganjal. Ada gatal dan perih pada mata kiri. Pasien mengaku mata perih bila terkena debu, angin dan AC. Pasien mengaku matanya sering dikucek-kucek kalau perih.Riwayat mata merah disangkal oleh pasien.Riwayat penggunaan kacamata juga disangkal oleh pasien. Pasien menggunakan Insto dan tetes mata Xitrol untuk keluhan matanya. Pasien mengaku gatal yang dialaminya hilang setelah diberi Xitrol. Riwayat hipertensi, alergi dan diabetes disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulua. Umum Asthma: tidak ada Hipertensi: tidak ada Diabetes Melitus: tidak ada Stroke: tidak ada Alergi : tidak ada

b. Mata Riwayat sakit mata sebelumnya: tidak ada Riwayat penggunaan kaca mata :tidak ada Riwayat operasi mata: tidak ada Riwayat trauma mata sebelumnya: tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga:Penyakit mata serupa : tidak adaPenyakit mata lainnya: tidak adaAsthma: tidak adaDiabetes: tidak adaGlaukoma: tidak adaAlergi : tidak adaHipertensi: ada (ibu pasien)

Riwayat Kebiasaan:Pasien sering mengendarai motor di siang hari dengan memakai helm tetapi tidak menutupi bagian mata.

III. PEMERIKSAAN FISIKA. STATUS GENERALISKeadaan Umum: BaikKesadaran: Compos MentisTanda Vital: Tekanan Darah: 130/90mmHg Nadi: 90 x/menit Respirasi: 22 x/menit Suhu: 36.7oCKepala/leher: Pembesaran KGB tidak adaThorax, Jantung: dalam batas normalParu: dalam batas normalAbdomen: dalam batas normalEkstremitas: dalam batas normal

B. STATUS OPTHALMOLOGIS

KETERANGAN OD OS1. VISUSVisus 0,6 ph 1,00,3 ph 0,7

Koreksi--

Addisi --

Distansi pupil--

Kacamata Lama--

2. KEDUDUKAN BOLA MATAEksoftalmosTidak adaTidak ada

EnoftalmosTidak adaTidak ada

DeviasiTidak adaTidak ada

Gerakan Bola MataBebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Strabismus Tidak adaTidak ada

Nistagmus Tidak adaTidak ada

3. SUPERSILIAWarnaHitamHitam

Simetris SimetrisSimetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOREdemaTidak adaTidak ada

Nyeri tekanTidak adaTidak ada

EktropionTidak adaTidak ada

EntropionTidak adaTidak ada

BlefarospasmeTidak adaTidak ada

TrikiasisTidak adaTidak ada

SikatriksTidak adaTidak ada

Ptosis Tidak adaTidak ada

5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIORHematomaTidak adaTidak ada

KrepitasiTidak adaTidak ada

FolikelTidak adaTidak ada

PapilTidak adaTidak ada

SikatriksTidak adaTidak ada

AnemisTidak adaTidak ada

Lithiasis Tidak adaTidak ada

Korpus alienumTidak adaTidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBISekret Tidak adaTidak ada

Injeksi KonjungtivaTidak adaTidak ada

Injeksi SiliarTidak adaTidak ada

Pendarahan SubkonjungtivaTidak adaTidak ada

PterigiumTidak ada Ada, menutupi sklera tapi tidak melewati limbus

Pinguekula AdaTidak ada

Nevus PigmentosusTidak adaTidak ada

Kista DermoidTidak adaTidak ada

7. SKLERAWarnaPutih Putih

Ikterik Tidak AdaTidak ada

8. KORNEAKejernihanJernihJernih

PermukaanRata Rata

SensibilitasBaikBaik

InfiltratTidak adaTidak ada

Keratik PresipitatTidak adaTidak ada

SikatriksTidak adaTidak ada

UlkusTidak adaTidak ada

PerforasiTidak adaTidak ada

Arkus SenilisTidak adaTidak ada

EdemaTidak adaTidak ada

9. BILIK MATA DEPANKedalamanDalamDalam

KejernihanJernihJernih

HifemaTidak adaTidak ada

HipopionTidak adaTidak ada

Intraocular lenseTidak ada Tidak ada

10. IRISWarnaCoklatCoklat

Kripte--

SinekiaTidak adaTidak ada

KolobomaTidak adaTidak ada

11. PUPILLetakDitengahDitengah

BentukBulat Bulat

RAPD--

Refleks Cahaya Langsung++

Refleks Cahaya Tak Langsung++

12. LENSAKejernihanJernihJernih

LetakDi tengahDi tengah

Shadow testNegatifnegatif

13. PALPASINyeri TekanTidak adaTidak ada

Massa TumorTidak adaTidak ada

TIONormalNormal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGTidak dilakukan.V. RESUMEAnamnesisSetengah tahun sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh kabur pada mata kiri. Mata kabur perlahan lahan dan kabur saat melihat jauh.Pasien juga merasa seperti ada lendir dimata. Ada gatal dan perih pada mata kiri. Pasien mengaku mata perih bila terkena debu, angin dan AC. Riwayat penggunaan kacamata juga disangkal oleh pasien.Pasien menggunakan Insto dan tetes mata Xitrol untuk keluhan matanya. Riwayat hipertensi, alergi dan diabetes disangkal oleh pasien.Dari status oftalmologis didapatkan :ODOS

0,6 ph 1,0Visus0,3 ph 0,7

TenangPalpebra superior dan inferiorTenang

Terdapat pinguekulaKonjungtiva bulbiTampak jaringan fibrovaskular

JernihKorneaJernih

Dalam COADalam

Bulat, reflex cahaya positif, RAPD-PupilBulat, reflex cahaya positif, RAPD negatif

Sinekia (-)IrisSinekia (-)

Jernih LensaJernih

Normal TIONormal

Bebas ke segala arah Gerakan bola mataBebas ke segala arah

VI. DIAGNOSIS KERJA Pterygium grade 1 OS Pingekuela OD Moderate dry eye

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN-IX. PENATALAKSANAAN C-lyter S6 gtt 1 ODSC-mycos S1 gtt 1 ODS

PROGNOSISOCCULI DEXTRA (OD)OCCULI SINISTRA (OS)Ad Vitam:Bonam BonamAd Fungsionam: BonamBonam Ad Sanationam:Bonam Bonam

Tinjauan Pustaka Definisi Pterigium Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea.Pterygium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, akan berwarna merah dapat mengenai kedua mata.1Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut Youngson) : Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm) Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

Faktor ResikoFaktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.21. Radiasi ultraviolet Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterygium adalah paparan sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, lamanya waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting.2. Faktor genetikBeberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium, kemungkinan diturunkan secara autosom dominan. 3. Faktor lainIritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium. Yang juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan penggunaan farmakoterapi antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembapan yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium.

Gejala KlinisPterygium biasanya terjadi secara bilateral, namun jarang terlihat simetris, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal karena daerah nasal konjungtiva secara relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain. Selain secara langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung.Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Perluasan pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan dan menyebabkan penglihatan kabur.Secara klinis muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterygium (stokers line).Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:3a. Mata sering berair dan tampak merahb. Merasa seperti ada benda asingc. Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygiumd. Pada pterygium derajat 3 dan 4 dapat terjadi penurunan tajam penglihatane. Dapat terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.

Diagnosis Banding PseudopterigiumPertumbuhannya mirip dengan pterygium karena membentuk sudut miring atau Terriens marginal degeneration. Selain itu, jaringan parut fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva bulbi pun menuju kornea. Namun berbeda dengan pterygium, pseudopterygium merupakan akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti pada trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus perifer kornea. Pada pseudopterigium yang tidak melekat pada limbus kornea, maka probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian bawah pseudopterigium pada limbus, sedangkan pada pterygium tak dapat dilakukan. Pada pseudopteyigium tidak didapat bagian head, cap dan body dan pseudopterygium cenderung keluar dari ruang interpalpebra fissure yang berbeda dengan true pterigium.4

PatofisiologiSinar ultraviolet, angin, dan debu dapat mengiritasi permukaan mata, hal ini akan mengganggu proses regenerasi jaringan konjungtiva dan diganti dengan pertumbuhan berlebih dari jaringan fibrous yang mengandung pembuluh darah. Pertumbuhan ini biasanya progresif dan melibatkan sel-sel kornea sehingga menyebabkan timbulnya pterigium. Radiasi sinat termasuk sinar atau cahaya tampak dan sinar ultraviolet yang tidak tampak itu sangat berbahaya bisa mengenai bagian tubuh. Permukaan luar mata diliputi oleh lapisan sel yang disebut epitel. Epitel pada mata lebih sensitif dibanding dengan epitel bagian tubuh lain khususnya terhadap respon kerusakan jaringan akibat paparan ultraviolet karena epitel pada lapisan mata tidak mempunyai lapisan luar yang disebut keratin. Jika sel-sel epitel dan membran dasar terpapar oleh ultraviolet secara berlebihan maka radiasi tersebut akan merangsang pelepasan enzim yang akan merusak jaringan dan menghasilkan faktor pertumbuhan yang akan menstimulasi pertumbuhan jaringan baru. Jaringan baru yang tumbuh ini akan menebal dari konjungtiva dan menjalar ke arah kornea. Kadar enzim tiap individu berbeda, hal inilah yang menyebabkan terdapatnya perbedaan respon tiap individu terhadap paparan radiasi ultraviolet yang mengenainya.Ditemukan epitel konjungtiva ireguler, kadang-kadang berubah menjadi epitel gepeng berlapis. Pada puncak pterigium, epitel kornea meninggi dan pada daerah ini membran Bowman menghilang. Terdapat degenerasi stroma yang berproliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembuluh darah. Degenerasi ini menyebuk ke dalam kornea serta merusak membran Bowman dan stroma kornea bagian atas. Pterigium juga dapat muncul sebagai degenerasi stroma konjungtiva dengan penggantian oleh serat elastis yang tebal dan berliku-liku. Fibroblas aktif pada ujung pterigium menginvasi lapisan Bowman kornea dan diganti dengan jaringan hialin dan elastis. Pterigium sering muncul pada pembedahan. Lesi muncul sebagai luka fibrovaskuler yang berasal dari daerah eksisi. Pterigium ini mungkin tidak ada hubungannya dengan radiasi sinar ultraviolet, tetapi kadang dikaitkan dengan pertumbuhan keloid di kulit. Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya penglihatan si penderita.

EpidemiologiKasus pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah berdebu dan kering. Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk daerah di atas 40o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36o. Sebuah hubungan terdapat antara peningkatan prevalensi dan daerah yang terkena paparan ultraviolet lebih tinggi di bawah garis lintang. Sehingga dapat disimpulkan penurunan angka kejadian di lintang atas dan peningkatan relatif angka kejadian di lintang bawah. Di Indonesia yang melintas di bawah garis khatuliswa, kasus-kasus pterygium cukup sering didapati. Apalagi karena faktor risikonya adalah paparan sinar matahari (UVA & UVB), dan bisa dipengaruhi juga oleh paparan alergen, iritasi berulang (misal karena debu atau kekeringan). Insiden tertinggi pterygium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20 49 tahun. Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Rekuren lebih sering terjadi pada pasien yang usia muda dibandingkan dengan pasien usia tua. Laki-laki lebih beresiko 2 kali daripada perempuan.

TerapiKonservatifPada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea.5

BedahPada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mngkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.5

Indikasi operasi1.Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus2.Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil3.Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena astigmatismus4.Kosmetik, terutama untuk penderita wanita

Teknik pembedahanTantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan, dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak teknik bedah telah digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara universal karena tingkat kekambuhan yang variabel.Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi pterigium adalah langkah pertama untuk perbaikan.Banyak dokter mata lebih memilih untuk memisahkan ujung pterigium dari kornea yang mendasarinya.Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat, jaringan parut yang minimal dan halus dari permukaan kornea.5

Teknik bare scleraMelibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara memungkinkan sclera untuk epitelisasi.Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan 89 persen, telah didokumentasikan dalam berbagai laporan.

Teknik autograft konjungtiva Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan setinggi 40 persen pada beberapa studi prospektif.Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah di eksisi pterygium tersebut.Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal ditekankan pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft konjungtiva dan penerima, manipulasi minimal jaringan dan orientasi akurat dari grafttersebut.Lawrence W. Hirst, MBBS, dari Australia merekomendasikan menggunakan sayatan besar untuk eksisi pterygium dan telah dilaporkan angka kekambuhan sangat rendah dengan teknik ini.

Cangkok membran amnionMencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan pterigium.Meskipun keuntungkan dari penggunaan membran amnion ini belum teridentifikasi, sebagian besar peneliti telah menyatakan bahwa itu adalah membran amnion berisi faktor penting untuk menghambat peradangan dan fibrosis dan epithelialisai.Sayangnya, tingkat kekambuhan sangat beragam pada studi yang ada, diantara 2,6 persen dan 10,7 persen untuk pterygia primer dan setinggi 37,5 persen untuk kekambuhan pterygia. Sebuah keuntungan dari teknik ini selama autograft konjungtiva adalah pelestarianbulbar konjungtiva.Membran Amnion biasanya ditempatkan di atas sklera , dengan membran basal menghadap ke atas dan stroma menghadap ke bawah.Beberapa studi terbaru telah menganjurkan penggunaan lem fibrin untuk membantu cangkok membran amnion menempel jaringan episcleral dibawahnya.Lem fibrin juga telah digunakan dalam autografts konjungtiva.

KomplikasiKomplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut:6a. Gangguan penglihatanb. Mata kemerahanc. Iritasi d. Gangguan pergerakan bola mata.e. Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea f. Pada pasien yang belum di eksisi terjadi distorsi dan penglihatan sentral berkurangg. Timbul jaringan parut pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan diplopiah. Dry Eye sindrom i. Keganasan epitel pada jaringan epitel di atas pterigiumKomplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:a. Rekurensib. Infeksic. Perforasi korneosklerad. Jahitan graft terbuka hingga terjadi pembengkakkan dan perdarahane. Korneoscleral dellenf. Granuloma konjungtivag. Epithelial inclusion cystsh. Conjungtiva scari. Adanya jaringan parut di korneaj. Disinsersi otot rektusYang paling sering dari komplikasi bedah pterigium adalah kekambuhan. Eksisi bedah memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka ini bisa dikurangi sekitar 5-15% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva atau transplant membran amnion pada saat eksisi

PencegahanPada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata pelindung sinar matahari

PrognosisPterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik. Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata atau beta radiasi.Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Rasa tidak nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi. Sebagian besar pasien dapat beraktivitas kembali setelah 48 jam postoperasi. Pasien dengan rekuren pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dengan conjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3-6 bulan pertama setelah operasi.Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga atau karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock dan mengurangi intensitas terpapar sinar matahari

Pinguekula Bentuknya kecil dan meninggi, merupakan massa kekuningan berbatasan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang terinflamasi. Tindakan eksisi tidak diindikasikan pada kelainan ini. Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur. Pingecuela sering pada iklim sedang dan iklim tropis. Angka kejadian sama pada laki laki dan perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko pinguecula. Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pembuluh darah tidak masuk ke dalam pinguekula akan tetapi bila meradang atau terjadi iritasi, maka sekitar bercak degenerasi ini akan terlihat pembuluh darah yang melebar.Pada pinguekula tidak diperlukan pengobatan, akan tetapi bila terlihat adanya tanda peradangan (penguekulitis) dapat diberikan obat-obat antiradang.1

Dry Eye SyndromeSindrom mata kering biasanya diakibatkan oleh penurunan produksi air mata maupun penguapan air mata yang berlebihan. Sindrom ini dijumpai pada 10-15% orang dewasa. Ketika terjadi penguapan berlebihan, lapisan film air mata menjadi relatif kurang stabil sehingga fungsi air mata untuk membasahi permukaan mata menjadi kurang optimal. Sindrom mata kering diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya menjadi mata kering karena kekurangan air mata dan karena penguapan berlebihan yang sering terjadi pada disfungsi kelenjar meibom. Keluhan pasien dengan sindrom mata kering dapat berupa iritasi ringan sampai rasa terbakar, mata terasa kering seperti ada pasir dan fotofobia. Gejala-gejala tersebut cenderung memburuk menjelang sore hari setelah mata terpapar sinar dalam jangka waktu lama, atau ketika mata terpapar pada lingkungan yang kurang kondusif yaitu pada kondisi kelembapan rendah dan pada ruangan ber-AC.3Temuan klinis dapat bervariasi mulai dari ringan dengan iritasi permukaan mata sangat sedikit hingga berat yang disertai dengan iritasi yang sering mengancam kebutaan.Pada stadium lanjut, kornea akan mengalami kalsifikasi terutama apabila berkaitan dengan pengobatan topical misalnya pengobatan anti glaucoma, dan keratinisasi kornea dan konjungtiva. Tanda-tanda yang sering dijumpai antara lain adalah dilatasi pembuluh darah konjungtiva bulbi, permukaan kornea yang tidak rata, dan adanya peningkatan debris pada air mata.3Penatalaksanaan sindrom mata kering sangat tergantung dari tingkat keparahan. Pada kasus-kasus yang ringan, hanya diperlukan air mata buatan, diberikan sebanyak 4 kali sehari. Selain itu kompres hangat, pijat kelopak mata dan pemakaian salep pelumas saat tidur juga membantu mengatasi mata kering yang ringan.Pada kasus dengan tingkat keparahan sedang, air mata buatan diberikan mulai 4 kali sehari hingga setiap jam. Selaian pemakaian salep pelumas saat tidur, dianjurkan untuk menutup saluran pembuangan air mata sebelah bawah dengan penutup yang dapat dilepas. Kasus sindrom kekeringan air mata berat membutuhkan penatalaksannan seperti kasus ringan sampai sedang ditambah dengan tarsorapi, lensa kontak, dan pengaturan kelembaban ruangan, sampai penggunaan imunosupresan misalnya Siklosporin A.3

Daftar Pustaka1. Ilyas S ,Yulianti SR.Ilmu penyakit mata.Edisi 4.Jakarta:FKUI;2013.h 116-82. Pendit BU, Susanto D. Oftalmologi umum vaughan & asbury.Edisi 17.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.3. Suhardjo, Hartono.Ilmu kesehatan mata.Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah mada;2012.4. Ilyas HS. Ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.5. Aminlari A, Singh R, Liang D. Management of Pterygium. Diunduh dari : http://www.aao.org/aao/publications /eyenet /201011/ pearls.cfm?. 20156. Fisher JP, Trattler WB. Pterygium. Diunduh dari :http://emedicine.medscape.com/ article/ 1192527-overview. 2015