Blok 17 Abses Hati
-
Upload
stella-nadia -
Category
Documents
-
view
266 -
download
6
Transcript of Blok 17 Abses Hati
Abses hati amuba
Ida Bagus Indrayana M
10.2009.119
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
A. Pendahuluan
Abses hepar merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri,
parasit, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem GIT, ditandai dengan
proses supurasi dengan pembentukan pus, terdiri dari jaringan hepar nekrotik, sel inflamasi,
sel darah dalam parenkim hepar.1
Abses hepar terbagi 2 secara umum, yaitu Abses Hepar Amuba (AHA) dan Abses
Hepar Piogenik (AHP/ Hepatic Abcess, Bacterial Liver Abcess). AHA merupakan salah satu
komplikasi amebiasis ekstraintestinal, dan paling sering terjadi di daerah
tropis/subtropik. AHA lebih sering terjadi endemik di negara berkembang dibanding
AHP. AHA terutama disebabkan oleh E. Histolytica. Entamoeba Histolytica juga dapat
menyebabkan massa pada dinding abdomen (ameoboma) seperti halnya disentri akut.1,2
Organisme Entamoeba Histolytica mencapai Hepar melalui salah satu jalur berikut:
1. Infeksi asendens di saluran empedu (kolangitis asendens)
2. Melalui pembuluh darah, baik porta atau arteri
3. Infeksi langsung ke hati dari sumber di sekitar
4. Luka tembus.
Abses hepar amuba adalah lesi inflamasi yang paling umum menempati ruang hati.
Agen penyebabnya adalah protozoa, Entamoeba Histolyitica. Sekitar 10% penduduk dari
populasi dunia, terdapat Entamoeba Histolytica dalam usus mereka, yang kemudian dapat
berkembang menjadi amebiasis invasif. 1 dari 10% pasien tersebut adalah pasien dengan
abses hepar amuba. Usus besar merupakan tempat awal terjadinya infeksi. Protozoa masuk ke
hepar melalui vena portal. Amebiasis dapat terjadi pada berbagai organ tubuh tetapi Hepar
merupakan organ yang paling umum untuk infeksi extra-intestinal.3
B. Skenario
Laki-laki usia 38 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri terutama pada sisi kanan di bawah dada. Nyeri memburuk
saat tidur terlentang dan berkurang bila kaki ditekuk atau agak membungkuk.
C. Pembahasan
1. Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat
penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan
lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan
diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas, riwayat penyakit, dan
riwayat perjalanan penyakit.
1) Identitas : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan utama tidak harus
sejalan dengan diagnosis utama.
3) Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Yang perlu ditanyakan :
Tanyakan nyeri abdomen (+ invasif)
Tanyakan demam (+ invasif dan giardiasis)
Tanyakan riwayat mual (+ e.toksin ETEC dan kolera serta salmonella)
Tanyakan riwayat makannya (terutama salmonella dan shigella)
Tanyakan sakitnya (menetap IBD atau pindah-pindah IBS dan kapan
terjadinya nyeri)
4) Riwayat penyakit dahulu (RPD)
5) Riwayat kesehatan keluarga atau riwayat penyakit menahur
6) Riwayat lingkungan tempat tinggal, sosal ekonomi
2. Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan : 174 cm
Berat badan : 60 kg
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 86x/menit
Suhu badan : 36,5°C
Frekuensi pernafasan : 19x/menit
Nyeri tekan abdomen kanan atas positif (+)
Murphy sign negative (-)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah
Hb : 11g/dL
Leukosit : 7400/uL
Trombosit : 354.000/uL
Pemeriksaan USG
pada pemeriksaan USG didapatkan hasil, hipoekoik, inhomogen, berbatastegas dengan
ukuran 5,7 cm x 6,4 cm.
4. Diagnosis
Diagnosis abses hepar amuba kadang-kadang sulit karena manifestasi klinisnya
bervariasi. Di daerah yang endemis, abses hepar amuba harus selalu dicurigai pada pasien
dengan demam, penurunan berat badan, nyeri perut kanan atas, dan nyeri tekan.4
Pencitraan adalah metode yang memiliki sensitivitas tinggi untuk mendiagnosis abses
hepar. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu ultrasonografi, CT, indium labeled WBC atau
galium scan dan MRI. Akan tetapi pada pemeriksaan ini tidak dapat dibedakan antara abses
hepar amuba dan piogenik.4,5
5. Diagnosis Banding
A. Abses Hepar Piogenik
Abses hepar piogenik dapat berasal dari radang bilier, dari daerah splanknik melalui
v. porta, atau sistemik dari manapun di tubuh melalui a. hepatika. Sebagian sumber tidak
diketahui. Kadang disebabkan oleh trauma atau infeksi langsung dari Hepar atau sistem di
sekitarnya.6
Gambaran klinis abses Hepar piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih
berat dari abses hepar amuba. Secara klinis, ditemukan demam yang naik turun, rasa lemas,
penurunan berat badan dan nyeri perut. Nyeri terutama di bawah iga kanan atau pada kuadran
kanan atas. Dapat dijumpai gejala dan tanda efusi pleura. Nyeri sering berkurang bila
penderita berbaring pada sisi kanan. Demam hilang timbul atau menetap bergantung pada
jenis abses atau kuman penyebabnya. Dapat terjadi ikterus, ascites dan diare. Ikterus,
terutama terdapat pada abses hepar piogenik karena penyakit saluran empedu disertai dengan
kolangitis supurativa dan pembentukan abses multiple. Jenis ini prognosisnya buruk. Pada
pemeriksaan mungkin didapatkan hepatomegali atau ketegangan pada perut kuadran lateral
atas abdomen atau pembengkakan pada daerah intercosta. Ketegangan lebih nyata pada
perkusi. Apabila abses terdapat pada lobus kiri, mungkin dapat diraba massa di epigastrium.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit meningkat dengan jelas (>
10.000/mm3) didapatkan pada 75-96% pasien, walaupun beberapa kasus menunjukkan nilai
normal. Laju endap darah biasanya meningkat dan dapat terjadi anemia ringan yang
didapatkan pada 50-80% pasien. Alkali fosfatase dapat meningkat yang didapatkan pada 95-
100 pasien. Peningkatan serum aminotransferase aspartat dan serum aminotransferase alanin
didapatkan pada 48-60% pasien. Prognosis buruk bila kadar serum amino transferase
meningkat. Peningkatan bilirubin didapatkan pada 28-73% pasien.Penurunan albumin (<3
g/dL) dan peningkatan globulin (>3 g/dL) masih diamati. Protrombin time meningkat pada
71-87 pasien.6
B. Hepatoma
Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati.
Hepatoma merupakan kanker hepar primer yang paling sering ditemukan.7
Terjadinya penyakit ini belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa faktor yang
diduga sebagai penyebabnya antara lain virus hepatitis B dan C, sirosis hepar, aflatoksin,
infeksi beberapa macam parasit, keturunan maupun ras. Keluhan dan gejala yang timbul
sangat bervariasi. Pada awalnya penyakit kadang tanpa disertai keluhan atau sedikit keluhan
seperti perasaan lesu, dan berat badan menurun drastis. Penderita sering mengeluh rasa sakit
atau nyeri tumpul (rasa nyeri seperti ditekan jari atau benda tumpul) yang terus menerus di
perut kanan atas yang sering tidak hebat tetapi bertambah berat jika digerakkan.7
Pada pemeriksaan fisis didapatkan hepar membesar dengan konsistensi keras dan
sering berbenjol-benjol, terjadi pembesaran limpa, serta perut membuncit karena adanya
asites. Kadang-kadang dapat timbul ikterus dengan kencing seperti air teh dan mata
menguning. Keluhan yang disertai demam umumnya terjadi akibat nekrosis pada sentral
tumor. Penderita bisa tiba-tiba merasa nyeri perut yang hebat, mual, muntah, dan tekanan
darah menurun akibat pendarahan pada tumornya. Diagnosis KHS selain memerlukan
anamesis dan pemeriksaan fisik juga beberapa pemeriksaaan tambahan seperti pemeriksaan
radiologi (rontgen), ultrasonografi (USG), computed tomography scanning (CT scan),
peritneoskopi, dan test laboratrium. Diagnosa yang pasti ditegakkan dengan biopsi Hepar
untuk pemeriksaan jaringan.7
Hepatoma selain menimbulkan gangguan faal hepar juga membentuk beberapa jenis
hormon yang dapat meningkatkan kadar hemoglobin, kalsium, kolesterol, dan alfa feto
protein di dalam darah. Gangguan faal hepar menyebabkan peningkatan kadar SGOT, SGPT,
fosfatase alkali, laktat dehidrogenase, dan alfa-L-fukosidase. Pengobatan KHS yang telah
dilakukan sampai saat ini adalah dengan obat sitostatik, embolisasi, atau pembedahan.
Prognosis umumnya jelek. Tanpa pengobatan, kematian penderita dapat terjadi kurang dari
setahun sejak gejala pertama.7
6. Etiologi
Abses hati amuba terjadi karena Entameba histolytica terbawa aliran vena porta ke
hepar, tetapi tidak semua amuba yang masuk ke hepar dapat menimbulkan abses. Untuk
terjadinya abses, diperlukan faktor pendukung atau penghalang berkembang biaknya amuba
tersebut. Faktor tersebut antara lain adalah pernah terkena infeksi amuba, kadar kolesterol
meninggi, pascatrauma hepar, dan ketagihan alkohol. Akibat infeksi amuba tersebut, terjadi
reaksi radang dan akhirnya nekrosis jaringan hepar. Sel hepar yang jauh dari fokus infeksi
juga mengalami sedikit perubahan meskipun tidak ditemukan amuba. Perubahan ini diduga
akibat toksin yang dikeluarkan oleh amuba.8
7. Epidemiologi
Amebiasis merupakan penyakit endemik yang berhubungan dengan aspek sosial
kemasyarakatan yang luas, terutama didaerah dengan sanitasi, status hygiene yang kurang
baik dan status ekonomi yang rendah. Indonesia memiliki banyak daerah endemik untuk
strain virulen E.histolytica. E.histolytica hidup komensal diusus manusia, namun dengan
keadaan gizi yang buruk dapat menjadi pathogen dan menyebabkan angka morbiditas yang
tinggi. Penelitian di Indonesia menunjukan perbandingan pria : wanita berkisar 3:1. Usia
penderita berkisar antara 20-50 tahun, terutama pada dewasa muda, jarang terjadi pada anak-
anak.9
Abses hati amuba lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan abses hati
piogenik,angka kejadiannya hanya sekitar 20% dari semua abses hati. Infeksi ini sering
terjadi didaerah tropis, dimana sekitar 10-20% populasinya mengandung organ ini. Pusat
pengendalian penyakit melaporkan 1,3 kasus amubiasis per 100.000 populasi. 10
8. Patofisiologi
Gambar 1. Siklus abses Hepar amuba.12
Dari berbagai spesies amuba, hanya Entamoeba histolytica yang patogen pada
manusia. Sebagai host definitif, individu–individu yang asimtomatis mengeluarkan tropozoit
dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah menelan air atau sayuran
yang terkontaminasi. Kista adalah bentuk infektif pada amubiasis, hidup di tanah, kotoran
manusia dan bahkan pada air yang telah diklorinasi. Setelah kista tertelan, dinding kista
dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus besar,
terutama di caecum. Sebagian besar tropozoit kecil dan tidak invasif. Individu yang terinfeksi
kemungkinan asimtomatis atau berkembang menjadi desentri amuba. Strain Entamoeba
histolytica tertentu dapat menginvasi dinding colon. Strain ini berbentuk tropozoit besar,
yang di bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh
penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif. Tidak semua amuba yang masuk
ke hepar dapat menimbulkan abses. Untuk terjadinya abses, diperlukan faktor pendukung
atau penghalang berkembangbiaknya amuba tersebut. Faktor tersebut antara lain adalah
pernah terkena infeksi amuba, kadar kolesterol yang meninggi, pascatrauma hepar dan
ketagihan alkohol.13
Amubiasis invasif dapat menyebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan
pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya pada daerah caecum. Infeksi amuba
invasif pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Distribusi yang
luas ini menunjukkan bahwa amuba dapat menginvasi organ melalui penjalaran lokal atau
melalui sistem sirkulasi. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi sistem vena porta,
pembuluh limfe mesenterium, atau melalui penjalaran intraperitoneal. Dalam parenkim hepar
terbentuk tempat-tempat mikroskopis di mana terjadi trombosis, sitolisis dan pencairan, suatu
proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempat tersebut bergabung terbentuklah
abses amuba.13
Struktur dari abses hepar amuba terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam dan kapsul
jaringan penyangga. Secara klasik, cairan abses menyerupai “anchovy paste” dan berwarna
coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna. Abses
mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial, cairan abses
amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan enzimatik
secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis abses amuba. Dinding dalam abses adalah
lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan trofozoit yang ada. Biopsi dari lapisan ini sering
memperkuat diagnosis dari investasi amuba hepar. Pada abses lama, kapsul jaringan
penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblast. Berbeda dengan abses piogenik, leukosit
dan sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.13
Dibandingkan dengan abses hepar piogenik, abses hepar amuba sering terletak pada
lobus kanan dan sering superfisial serta tunggal. Data terakhir menunjukkan 70% sampai
90% kasus pada lobus kanan hepar, terutama bagian belakang dari kubah. Lebih dari 85%
kasus abses amuba hepar adalah tunggal. Kecenderungan ini diperkirakan akibat
penggabungan dari beberapa tempat infeksi mikroskopik. Ukuran abses bervariasi, dari
diameter 1 sampai 25 cm, dengan pertumbuhan yang berkelanjutan karena nekrosis aktif dari
jaringan sekitar hepar. Kavitas tersebut berisi cairan kecoklatan (hasil proses lisis sel hepar),
debris granuler dan beberapa sel-sel inflamasi. Amuba bisa didapatkan ataupun tidak di
dalam cairan pus. Bila abses ini tidak diterapi akan pecah. Dari hati, abses dapat menembus
ruang subdiafragma masuk ke paru-paru dan kadang-kadang dari paru ini menyebabkan
emboli ke jaringan otak.13
9. Manifestasi Klinis
Abses hepar amuba sering terjadi pada umur 20-45 tahun. Terjadi sering 7 sampai 9
kali pada laki-laki. Abses hepar amuba dapat bermanifestasi sebagai proses akut atau proses
kronik indolent. Klasifikasi dari abses hepar amuba berdasarkan durasi dan tingkat keparahan
penyakit terbagi menjadi:
1. Akut:
Akut jinak
Akut agresif
2. Kronik:
kronik jinak
kronik accelerated
Sebagian besar pasien datang dengan penyakit akut dan durasi gejalanya kurang dari 2
minggu. Gejala utama yang dapat terlihat yaitu nyeri perut, demam dan anorexia. Nyeri pada
abdomen biasanya nyeri sedang dan terlokalisasi pada daerah abdomen kuadran kanan atas
atau regio epigastrium. Nyeri perut yang menyebar, nyeri dada pleuritik, dan nyeri yang
menjalar dari kuadran kanan atas ke bahu kanan adalah gejala yang tidak jarang dapat
dijumpai. Nyeri epigastrium biasanya terlihat pada lobus kiri abses. Demam pada tingkat
sedang dalam kebanyakan kasus, sementara demam tinggi disertai menggigil adalah
pengaruh dari infeksi bakteri sekunder. Batuk dengan atau tanpa dahak dan nyeri dada
pleuritik juga ditemukan pada pasien abses hepar amuba.14
Selama perjalanan penyakit, 1/3 dari pasien mungkin didapatkan ikterus. Ikterus berat
biasanya terjadi karena abses besar atau abses multipel atau abses yang terletak di vena porta.
Ikterus membawa kemungkinan terjadinya obstruksi intra-hepatik atau hepatitis virus. Diare
dan penurunan berat badan tidak sering terlihat. Hepatomegali ditemukan pada 80% pasien.
Lapisan permukaan pada hati cenderung reguler. Kaku pada perut atas ditemukan pada
sebagian kecil kasus dengan peritonitis. Toxaemia dan septicaemia mungkin dapat terjadi.14
Abses hepar kiri dapat bermanifestasi toxaemia, ikterus, dan encefalopati. Ascites
terdapat pada pasien abses hepar amuba dengan obstruksi vena cava inferior, dan batuk
dengan dahak berlebihan menunjukkan putusnya hubungan dengan bronkus lobus kanan
bawah hati.14
10. Penatalaksanaan
i. Antibiotik
Golongan imidasol meliputi metronidazol, tinidazol, dan niridazol dapat memberantas
amuba pada usus maupun hati. Metronidazol peroral, 750 mg, tiga kali sehari selama sepuluh
hari, dapat menyembuhkan 95% penderita abses amuba hepar. Pemberian intravena sama
efektifnya, diperlukan pada penderita yang mengalami rasa mual atau pada penderita yang
keadaan umumnya buruk. Hasil yang positif pada pemberian metronidazol secara empiris
dapat memperkuat diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam 3 hari
dan pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam 7 sampai 10 hari.
Metronidazol tidak mahal dan aman, namun merupakan kontraindikasi pada kehamilan. Efek
samping yang dapat terjadi ialah mual. Neuropati perifer jarang terjadi.11
Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang
mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengam metronidazol gagal. Karena obat ini
hanya memberantas amuba yang invasif, diperlukan pemberian obat yang bekerja dalam usus
secara bersamaan sehingga pemberian metronidazol dapat dilanjutkan. Setelah terapi abses
hepar diberikan, direkomnedasikan pemberian agen luminal untuk mencegah kekambuhan.
Agen Luminal yang efektif untuk amubiasis seperti iodokuinol, paronomysin dan diloxanide
furoate. Emetin dan dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin
memiliki “therapeutic range” yang sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang
diakibatkan akumulasi dosis obat. Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan
dilakukan pemantauan tanda vital secara teratur.11
Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang mengalami
komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan terapi
“multidrug” untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Dehydroemetine 1-1,5
mg/kgBB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hari) selama 10 hari. Klorokuin dapat
diberikan per oral. Dosisnya 1g/hari selama 2 hari dan diikuti 500/hari selama 20 hari.
Meskipun efek samping penggunaan klorokuin lebih sedikit dibanding emetin dan
dehidroemetin, obat ini kurang poten serta sering terjadi relaps jika digunakan sebagai obat
tunggal. Saat ini klorokuin digunakan bersamaan dengan emetin dosis rendah untuk strain
amuba yang resisten terhadap metronidazol. Kombinasi klorokuin dan emetin dapat
menyembuhkan 90% sampai 100% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten.11
ii. Aspirasi Jarum
Penderita yang mendapat pengobatan amubisid sistemik namun gejala klinisnya tidak
menunjukkan perbaikan lebih dari 72 jam setelah dimulainya pengobatan, akan menunjukkan
perbaikan dengan cara aspirasi rongga abses. Dalam hal ini, aspirasi berguna tidak hanya
untuk mengurangi gejala-gejala penekanan, tetapi juga untuk menyingkirkan adanya infeksi
bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya lebih
dari 250 ml, abses yang terletak pada lobus kiri hepar, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat
dan elevasi diafragma, dan untuk membedakan dengan abses Hepar piogenik Aspirasi juga
bermanfaat bila terapi dengan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada
kehamilan. Tidak ada indikasi untuk melakukan injeksi obat-obatan ke dalam kavitas abses.
Sebaiknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG. Bila abses menunjukkan adanya
infeksi sekunder, drainase terbuka adalah pilihan terapinya.11
iii. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik
dengan terapi konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang jarang terjadi
tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Tindakan operasi
juga dilakukan bila abses amuba mengenai sekitarnya. Penderita dengan septikemia karena
abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga diindikasikan untuk tindakan bedah,
khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil. Laparoskopi juga dikedepankan
untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi terjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal.
Sepanjang tindakan ini, kateter perkutan dimasukkan dengan tuntunan laparoskopi akan
berhasil mengeluarkan abses dan mencegah tindakan laparotomi.11
11. Komplikasi
Saat diagnosis ditegakan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti
septikaemia/bakteriemia dengan mortalitas 85%, ruptur abses Hepar disertai peritonitis
generalisata dengan mortalitas 6-7% kelainan plueropulmonal, gagal Hepar, kelainan didalam
rongga abses, henobilia, empiema, fisistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau
retroperitoneum. Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering terkena.Secara khusus,
kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar. Abses menembus
diagfragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula
bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur abses amuba.
Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang
berisi amuba yang ada.16
12. Prognosis
Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika
hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bacterial organisme multiple, tidak
dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural
atau adanya penyakit lain.16
Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti reptur
intraperikardi atau komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian.
Hiperbilirubinemia juga termasuk faktor resiko, dengan reptur timbul lebih sering pada
pasien-pasien yang jaundice.16
Daftar pustaka
1. Wordpress. Abses Hepar. Diunduh dari : http://panmedical.wordpress.com/2010/04/10/abses-Hepar/ , 15 Juni 2013
2. Keshav S. Gastrointestinal system infections. The Gastrointestinal system at a glance. USA: Blackwell-Science; 2004. hal 77.
3. Bukhari AJ, Abid KJ. Amebic liver abscess: Clinical Presentation and Diagnostic Difficulties. Kuwait Medical Journal. 2003. hal183-186.
4. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser. Intraabdominal infection and abscess. Harrison principle of internal medicine. 17th edition. USA: The Mc Graw Hill Company; 2008. Chapter 121.
5. Haque R, Mollah NU, Ali IK, et all. Diagnosis of amebic liver abscess and intestinal infection with the techlab Entamoeba Histolytica II antigen detections and antibody test .Journal of Clinical Microbiology. 2000. hal 3235-3239
6. Anonymous. Abses Hepar Piogenik. Diunduh dari : http://www.dokterirga.com/abses-Hepar-piogenik/, 16 Juni 2013
7. Wordpress. Hepatoma. Diunduh dari : http://paketlever.wordpress.com/2008/07/19/hepatoma/, 15 Juni 2013
8. Sjamsuhidayat, R., Jong, Wim de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta : EGC
9. Junita, A., dkk. 2006. Jurnal Penyakit Dalam, Volume 7 Nomor 2 : Beberapa Kasus Abses Hati Amuba. Diunduh dari: Http://ejournal.unud.ac.id/, 15 Juni 2013
10. Kortz, Warren J. & Sabiston, David C., 1994. Sabiston Buku Ajar Bedah, Bagian 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
11. Wordpress. Penatalaksanaan abses Hepar amuba. Diunduh dari : Available from: http://www.utakatik.info/417/penatalaksanaan-abses-Hepar-amuba.html, 15 Juni 2013
12. Info Kedokteran. Diagnosis dan penatalaksanaan amebiasis. Diunduh dari : http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-amebiasis.html, 15 Juni 2013
13. Wordpress. Abses Hepar Amuba. Diunduh dari : http://www.irwanashari.com/1384/abses-Hepar-amuba.html, 15 Juni 2013
14. Sharma MP, Ahuja V. Amoebic liver abscess. Indian Academy of Clinical Medicine. 2003. hal 107-111.
15. Brailita DM. Amebic hepatic abscess. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/183920-overview#shGLall, 15 Juni 2013
16. Simple Machines. Abses Hepar. Diunduh dari : http://www.forumsains.co m/kesehatan/abses-Hepar-(-liver-abscesses)/ , 16 Juni 2013