Lp Abses Hati

24
ABSES HEPAR 1. DEFINISI ABSES HEPAR Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati. Organisme mencapai hati melalui satu jalur berikut: 1) infeksi asendens di saluran empedu (kolangitis asendens); 2) melalui pembuluh darah, baik porta atau arteri; 3) infeksi langsung ke hati dari sumber disekitar; 4) luka tembus (Wenas, 2007). Abses hati timbul pada keadaan defisiensi imun (lanjut usia, imunosupresi, kemoterapi kanker disertai kegagalan sumsum tulang). Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan. Di negara yang sedang berkembang abses hati amuba lebih sering didapatkan secara endemik dibandingkan dengan abses hati piogenik. Dalam beberapa dekade terakhir ini telah banyak perubahan mengenai aspek epidemiologis, etiologi, bakteriologi, cara diagnostik maupun mengenai pengelolaan serta prognosisnya (Sofwanhadi, 2007). 2. KLASIFIKASI ABSES HEPAR Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga

description

-

Transcript of Lp Abses Hati

Page 1: Lp Abses Hati

ABSES HEPAR

1. DEFINISI ABSES HEPARAbses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi

bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem

gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan

pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam

parenkim hati. Organisme mencapai hati melalui satu jalur berikut: 1) infeksi asendens

di saluran empedu (kolangitis asendens); 2) melalui pembuluh darah, baik porta atau

arteri; 3) infeksi langsung ke hati dari sumber disekitar; 4) luka tembus (Wenas, 2007).

Abses hati timbul pada keadaan defisiensi imun (lanjut usia, imunosupresi,

kemoterapi kanker disertai kegagalan sumsum tulang). Prevalensi yang tinggi sangat

erat hubungannya dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi

yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses

hati di daerah perkotaan. Di negara yang sedang berkembang abses hati amuba lebih

sering didapatkan secara endemik dibandingkan dengan abses hati piogenik. Dalam

beberapa dekade terakhir ini telah banyak perubahan mengenai aspek epidemiologis,

etiologi, bakteriologi, cara diagnostik maupun mengenai pengelolaan serta

prognosisnya (Sofwanhadi, 2007).

2. KLASIFIKASI ABSES HEPARSecara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses

hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal

yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal

juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver,

bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus yang relatif jarang, pertama

ditemukan oleh Hippocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada

tahun 1936 (Wenas, 2007).

3. ETIOLOGI ABSES HEPARa. Abses Hati Amebik

Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit non-

patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba histolytica yang dapat

menyebabkan penyakit. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi Entamoeba

histolytica yang memberikan gejala amebiasis invasif, sehingga diduga ada 2 jenis

Entamoeba histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi

Page 2: Lp Abses Hati

berbagai strain Entamoeba histolytica ini berbeda berdasarkan kemampuannya

menimbulkan lesi pada hati (Sofwanhadi, 2007).

Gambar 2. Amuba Bentuk Trofozoit dengan Pseupoda Ukuran Besar

b. Abses Hati PiogenikEtiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci,

anaerobic streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes, fusobacterium,

staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus,

actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterolitica, salmonella typhi, brucella

melitensis, dan fungal. Organisme penyebab yang paling sering ditemukan adalah

E.Coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan

spesies dari bakteri anaerob (contohnya Streptococcus Milleri). Staphylococcus

aureus biasanya organisme penyebab pada pasien yang juga memiliki penyakit

granuloma yang kronik. Organisme yang jarang ditemukan sebagai penyebabnya

adalah Salmonella, Haemophillus, dan Yersinia. Kebanyakan abses hati piogenik

adalah infeksi sekunder di dalam abdomen. Bakteri dapat mengivasi hati melalui :

1) Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal atau bisa menyebabkan

fileplebitis porta

2) Arteri hepatika sehingga terjadi bakteremia sistemik

3) Komplikasi infeksi intra abdominal seperti divertikulitis, peritonitis, dan infeksi

post operasi

4) Komplikasi dari sistem biliaris, langsung dari kantong empedu atau saluran-

saluran empedu. Obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan kolangitis.

Penyebab lainnya biasanya berhubungan dengan choledocholithiasis, tumor

jinak dan ganas atau pascaoperasi striktur.

Page 3: Lp Abses Hati

5) Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dan cryoablation

massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses piogenik.

6) Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada orang lanjut

usia. Namun insiden meningkat pada pasien dengan diabetes atau kanker

metastatik (Wenas, 2007; Friedman et al., 2008; Nickloes, 2009).

4. PATOFISIOLOGI ABSES HEPAR(terlampir)

5. TANDA DAN GEJALA ABSES HEPARa. Abses Hepar Amebik

Gejala :

1) Demam internitten ( 38-40 oC)

2) Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar hingga

bahu kanan dan daerah skapula

3) Anoreksia

4) Nausea

5) Vomitus

6) Keringat malam

7) Berat badan menurun

8) Batuk

9) Pembengkakan perut kanan atas

10) Ikterus

11) Buang air besar berdarah

12) Kadang ditemukan riwayat diare

13) Kadang terjadi cegukan (hiccup)

Kelainan fisis :

1) Ikterus

2) Temperatur naik

3) Malnutrisi

4) Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai komplikasi

5) Nyeri perut kanan atas

6) Fluktuasi (Brailita, 2008; Wenas, 2007; Friedman et al., 2008).

Page 4: Lp Abses Hati

b. Abses hati piogenikGambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih

berat dari abses hati amuba.

Gejala :

1) Demam yang sifatnya dapat remitten, intermitten atau kontinyu yang disertai

menggigil

2) Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan membungkuk ke depan

dan kedua tangan diletakkan di atasnya.

3) Mual dan muntah

4) Berkeringat malam

5) Malaise dan kelelahan

6) Berat badan menurun

7) Berkurangnya nafsu makan

8) Anoreksia

Pemeriksaan fisis :

1) Hepatomegali

2) Nyeri tekan perut kanan

3) Ikterus, namun jarang terjadi

4) Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri pleura

5) Buang air besar berwarna seperti kapur

6) Buang air kecil berwarna gelap

7) Splenomegali pada AHP yang telah menjadi kronik (Sofwanhadi, 2007; Brailita,

2008).

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ABSES HEPARI. DIAGNOSTIK

a. Abses hati amebik Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan trofozoit

amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat dipertimbangkan

jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang juga ada nyeri

tekan. Disamping itu bila didapatkan leukositosis, fosfatase alkali meninggi

disertai letak diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan

USG juga dibantu oleh tes serologi. Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat

menggunakan kriteria Sherlock (1969), kriteria Ramachandran (1973), atau

kriteria Lamont dan Pooler.

Page 5: Lp Abses Hati

1) Kriteria Sherlock (1969)

a) Hepatomegali yang nyeri tekan

b) Respon baik terhadap obat amebisid

c) Leukositosis

d) Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.

e) Aspirasi pus

f) Pada USG didapatkan rongga dalam hati

g) Tes hemaglutinasi positif

2) Kriteria Ramachandran (1973)

Bila didapatkan 3 atau lebih dari:

a) Hepatomegali yang nyeri

b) Riwayat disentri

c) Leukositosis

d) Kelainan radiologis

e) Respons terhadap terapi amebisid

3) Kriteria Lamont Dan Pooler

Bila didapatkan 3 atau lebih dari:

a) Hepatomegali yang nyeri

b) Kelainan hematologis

c) Kelainan radiologis

d) Pus amebik

e) Tes serologi positif

f) Kelainan sidikan hati

g) Respons terhadap terapi amebisid (Wenas, 2007; Soedarto, 2007).

b. Abses hati piogenikMenegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan

laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang sulit

ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Diagnosis dapat

ditegakkan bukan hanya dengan CT-Scan saja, meskipun pada akhirnya dengan

CT-Scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian

juga dengan tes serologi yang dilakukan. Tes serologi yang negatif menyingkirkan

diagnosis AHA, meskipun terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif

beberapa hari kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan

menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini

merupakan standar emas untuk diagnosis (Sofwanhadi, 2007).

Page 6: Lp Abses Hati

II. PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi didapatkan

hemoglobin 10,4-11,3 g% sedangkan lekosit 15.000-16.000/mL3 . pada

pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%,

total bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali 270,4-382,0 u/L, SGOT 27,8-55,9 u/L

dan SGPT 15,7-63,0 u/L. Jadi kelainan yang didapatkan pada amubiasis hati

adalah anemia ringan sampai sedang, leukositosis berkisar 15.000/mL3.

Sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang. Uji serologi dan

uji kulit yang positif menunjukkan adanya Ag atau Ab yang spesifik terhadap

parasit ini, kecuali pada awal infeksi. Ada beberapa uji yang banyak digunakan

antara lain hemaglutination (IHA), countermunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA.

Real Time PCR cocok untuk mendeteksi E.histolityca pada feses dan pus

penderita abses hepar (Brailita, 2008; Wenas, 2007; Friedman et al., 2008).

Pada pasien abses hati piogenik, mungkin didapatkan leukositosis

dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, gangguan

fungsi hati seperti peninggian bilirubin, alkalin fosfatase, peningkatan enzim

transaminase, serum bilirubin, berkurangnya konsentrasi albumin serum dan

waktu protrombin yang memanjang menunjukkan bahwa terdapat kegagalan

fungsi hati. Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab menjadi

standar emas untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Pemeriksaan

biakan pada permulaan penyakit sering tidak ditemukan kuman. Kuman yang

sering ditemukan adalah kuman gram negatif seperti Proteus vulgaris, Aerobacter

aerogenes atau Pseudomonas aeruginosa, sedangkan kuman anaerib

Microaerofilic sp, Streptococci sp, Bacteroides sp, atau Fusobacterium sp.

(Wenas, 2007; Sofwanhadi, 2007).

b. Pemeriksaan RadiologiPada pasien abses hati amebik, foto thoraks menunjukkan peninggian

kubah diafragma kanan dan berkurangnya pergerakan diafragma efusi pleura

kolaps paru dan abses paru. Kelainan pada foto polos abdomen tidak begitu

banyak. Mungkin berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara

bebas di atas hati. Jarang didapatkan air fluid level yang jelas, USG untuk

mendeteksi amubiasis hati, USG sama efektifnya dengan CT atau MRI.

Gambaran USG pada amubiasis hati adalah bentuk bulat atau oval tidak ada

gema dinding yang berarti ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal

bersentuhan dengan kapsul hati dan peninggian sonic distal. Gambaran CT scan :

85 % berupa massa soliter relatif besar, monolokular, prakontras tampak sebagai

Page 7: Lp Abses Hati

massa hipodens berbatas suram. Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U.

Pasca kontras tampak penyengatan pada dinding abses yang tebal. Septa terlihat

pada 30 % kasus. Penyengatan dinding terlihat baik pada fase porta (Sofwanhadi,

2007).

Gambar 3. Gambaran CT Scan pada Abses Hati Amebic

Pada pasien abses hati piogenik, foto polos abdomen kadang-kadang

didapatkan kelainan yang tidak spesifik seperti peninggian diafragma kanan, efusi

pleura, atelektasis basal paru, empiema, atau abses paru. Pada foto thoraks PA,

sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut kostofrenikus anterior

tertutup. Secara angiografik abses merupakan daerah avaskuler. Kadang-kadang

didapatkan gas atau cairan pada subdiafragma kanan. Pemeriksaan USG,

radionuclide scanning, CT scan dan MRI mempunyai nilai diagnosis yang tinggi.

CT scan dan MRI dapat menetapkan lokasi abses lebih akurat terutama untuk

drainase perkutan atau tindakan bedah. Gambaran CT scan : apabila mikroabses

berupa lesi hipodens kecil-kecil < 5 mm sukar dibedakan dari mikroabses jamur,

rim enhancement pada mikroabses sukar dinilai karena lesi terlalu kecil. Apabila

mikroabses > 10 mm atau membentuk kluster sehingga tampak massa agak

besar maka prakontras kluster piogenik abses tampak sebagai masa low density

berbatas suram. Pasca kontras fase arterial tampak gambaran khas berupa masa

dengan rim enhancement dimana hanya kapsul abses yang tebal yang

menyengat. Bagian tengah abses terlihat hipodens dengan banyak septa-septa

halus yang juga menyengat, sehingga membentuk gambaran menyerupai jala.

Fase porta penyengatan dinding kapsul abses akan semakin menonjol dan sekitar

dinding abses tampak area yang hipodens sebagai reaksi edema di sekitar abses.

Sebagian kecil piogenik bersifat monokuler, tidak bersepta, dan menyerupai

abses amoebiasis. Pembentukan gas di dalam abses biasanya pada infeksi oleh

kuman Klebsiella (Wenas, 2007; Sofwanhadi, 2007).

Page 8: Lp Abses Hati

Gambar 4. Gambaran CT Scan dengan Multifokal Abses Hati Piogenik Pada Segmen IV. Abses lainnya Terdapat pada Segmen VII dan VIII

Karateristik abses pada pemeriksaan MRI adalah lesi dengan penyengatan

kontras yang berbentuk cincin dan bagian sentral yang tidak tampak

penyengatan. Cincin penyengatan tetap terlihat pada fase tunda.(2) Sangat sukar

dibedakan gambaran USG antara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat

besar, kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan ( anekoik )

dengan adanya bercak-bercak hiperekoik (debris) di dalamnya. Tepinya tegas,

ireguler yang makin lama makin bertambah tebal (Iljas, 2008).

7. PENATALAKSANAAN ABSES HEPARI. Abses Hati Amebik

a. Medikamentosa

Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan penyembuhan yang

besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba. Pengobatan yang dianjurkan

adalah:

1) Metronidazole

Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk amubiasis

intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang paling sering adalah

sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap logam. Dosis yang dianjurkan

untuk kasus abses hati amoeba adalah 3 x 750 mg per hari selama 5 – 10

hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga

dosis. Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole

dengan dosis 3 x 800 mg perhari selama 5 hari, untuk anak diberikan 60

mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal selama 3-5 hari.

2) Dehydroemetine (DHE)

Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan untuk

mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari atau 1-1,5

mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10 hari. DHE relatif

Page 9: Lp Abses Hati

lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan kadarnya pada otot jantung

lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan pada penyakit jantung, kehamilan,

ginjal, dan anak-anak

3) Chloroquin

Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal ialah

2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150 mg/hari

selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak ialah 10 mg/kgBB/hari dalam 2

dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama

2 hari dan diikuti 500 mg/hari selama 20 hari.

b. Aspirasi

Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di atas tidak

berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada ancaman ruptur atau bila

terapi dcngan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan,

perlu dilakukan aspirasi. Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.

c. Drainase Perkutan

Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur atau

diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi campuran, letak

abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda perforasi dan abses pada

lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan berguna juga pada penanganan

komplikasi paru, peritoneum, dan perikardial.

d. Drainase Bedah

Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil mcmbaik

dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis susah dicapai

dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah diindikasikan juga untuk

perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau

tanpa adanya ruptur abses. Penderita dengan septikemia karena abses amuba

yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah,

khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga

dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya ruptur

abses amuba intraperitoneal (Sofwanhadi, 2007; Fauci, 2008; Junita, 2006).

II. Abses hati piogenika. Pencegahan

Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati piogenik

yaitu dengan cara:

1) Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu ataupun tumor

dengan rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopi

Page 10: Lp Abses Hati

2) Pemberian antibiotik pada sepsis intra-abdominal

b. Terapi definitive

Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan menghilangkan

penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari saluran cerna. Pemberian

antibiotika secara intravena sampai 3 gr/hari selama 3 minggu diikuti pemberian

oral selama 1-2 bulan. Antibiotik ini yang diberikan terdiri dari:

1) Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan beberapa jenis

bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya sefalosporin generasi ketiga

seperti cefoperazone 1-2 gr/12jam/IV

2) Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob terutama

B. fragilis. Dosis metronidazole 500 mg/6 jam/IV

3) Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.

4) Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin- metronidazole,

aminoglikosida dan siklosporin.

c. Drainase abses

Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase terbuka

terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan konservatif.

Penatalaksanaan saat ini adalah dengan menggunakan drainase perkutaneus

abses intraabdominal dengan tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi

komputer.

d. Drainase bedah

Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi perkutan,

drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen yang memerlukan

manajemen operasi (Sofwanhadi, 2007; Fauci, 2008).

8. KOMPLIKASI ABSES HEPARa. Abses Hepar Amoeba

Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5 - 5,6 %. Ruptur

dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-

kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. Infeksi

pleuropneumonal adalah komplikasi yang paling umum terjadi. Mekanisme infeksi

termasuk pengembangan efusi serosa simpatik, pecahnya abses hati ke dalam

rongga dada yang dapat menyebabkan empiema, serta penyebaran hematogen

sehingga terjadi infeksi parenkim. Fistula hepatobronkial dapat menyebabkan batuk

produktif dengan bahan nekrotik mengandung amoeba. Fistula bronkopleural

mungkin jarang terjadi. Komplikasi pada jantung biasanya dikaitkan pecahnya abses

pada lobus kiri hati dimana ini dapat menimbulkan kematian. Pecah atau rupturnya

Page 11: Lp Abses Hati

abses dapat ke organ-organ peritonium dan mediastinum. Kasus pseudoaneurysm

arteri hepatika telah dilaporkan terjadi sebagai komplikasi (Fauci, 2008; Junita,

2006).

b. Abses Hepar Piogenik Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit berat seperti

septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis

generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal, gagal hati,

perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia, empiema, fistula hepatobronkial,

ruptur ke dalam perikard atau retroperineum. Sesudah mendapatkan terapi, sering

terjadi diatesis hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan sekunder dan

terjadi rekurensi atau reaktifasi abses (Sofwanhadi, 2007).

9. PROGNOSIS ABSES HEPARPada kasus AHA, sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau emetin,

metronidazole dan kloroquin, mortalitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit

dengan fasilitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan fasilitas memadai

sekitar 2% dan pada fasilitas yang kurang memadai mortalitasnya 10%. Pada kasus

yang membutuhkan tindakan operasi mortalitas sekitar 12%. Jika ada peritonitis amuba,

mortalitas dapat mencapai 40-50%. Kematian yang tinggi ini disebabkan keadaan umum

yang jelek, malnutrisi, ikterus, dan renjatan. Sebab kematian biasanya sepsis atau

sindrom hepatorenal. Selain itu, prognosis penyakit ini juga dipengaruhi oleh virulensi

penyakit, status imunitas, usia lanjut, letak serta jumlah abses dan terdapatnya

komplikasi. Kematian terjadi pada sekitar 5% pasien dengan infeksi ektraintestinal, serta

infeksi peritonial dan perikardium (Sofwanhadi, 2007; Brailita, 2011).

Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi yang akurat

dengan ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti kultur anaerob, pemberian

antibiotik perioperatif dan aspirasi perkutan atau drainase secara bedah. Faktor utama

yang menentukan mortalitas antara lain umur, jumlah abses, adanya komplikasi serta

bakterimia polimikrobial dan gangguan fungsi hati seperti ikterus atau hipoalbuminemia.

Komplikasi yang berakhir mortalitas terjadi pada keadaan sepsis abses subfrenik atau

subhepatik, ruptur abses ke rongga peritonium, ke pleura atau ke paru, kegagalan hati,

hemobilia, dan perdarahan dalam abses hati. Penyakit penyerta yang menyebabkan

mortalitas tinggi adalah DM, penyakit polikistik dan sirosis hati. Mortalitas abses hati

piogenik yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial penyebab dan dilakukan

drainase adalah 10-16 %. Prognosis buruk apabila: terjadi umur di atas 70 tahun, abses

multipel, infeksi polimikroba, adanya hubungan dengan keganasan atau penyakit

immunosupresif, terjadinya sepsis, keterlambatan diagnosis dan pengobatan, tidak

Page 12: Lp Abses Hati

dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau

adanya penyakit lain (Sofwanhadi, 2007; Wenas, 2007).

10. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ABSES HEPARI. PENGKAJIAN

A. Identitas KlienNama :

Usia : tahun

Jenis kelamin :

Status pernikahan :

Alamat :

Suku :

Pekerjaan :

No. RM :

Tanggal MRS :

Tanggal pengkajian :

B. Pemeriksaan Fisik1) Aktivitas/istirahat

Menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu lemah,latergi, penurunan

massa otot/tonus.

2) Sirkulasi

Menunjukkan adanya gagal jantung kronis, distritmia, bunyi jantung ekstra,

distensi vena abdomen.

3) Eliminasi

Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi

abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena,

urine gelap pekat.

4) Makanan/cairan

Menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat

mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan peningkatan cairan,

edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik.

5) Neurosensori

Menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas.

6) Nyeri/kenyamanan

Page 13: Lp Abses Hati

Menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan atas, pruritas, sepsi

perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri.

7) Pernapasan

Menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas

tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.

8) Keamanan

Menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis, patekis, angioma

spider, eritema.

9) Seksualitas

Menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi testis.

II. DIAGNOSA KEPERAWATANDiagnosa keperawatan pasien dengan Abses hepar meliputi :

1) Pola napas, tidak efektif berhubungan dnegan Neuromuskular,

ketidakseimbangan perceptual/kognitif.

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

mual karena desakan pada saluran pencernaan.

3) Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap pembatasan pemasukan

cairan secara oral (proses/prosedur medis/adanya rasa mual).

4) Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas

otot.

5) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan post operasi drainase.

6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi dan prosedur invasif.

7) Gangguan kebutuhan tidur berhubungan dengan proses penyakit, efek

hospitalisasi, perubahan lingkungan

8) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi, prognosis,

kebutuhan pengobatan.

III. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Kerusakan integritas

jaringan berhubungan

dengan post operasi

drainase

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama ...x 24

jam kerusakan integritas

kulit teratasi dengan kriteria

hasil :

Wound care

1. Jaga kulit sekitar luka

tetap bersih dan kering

2. Lakukan perawatan luka

secara steril

3. Observasi keadaan luka

Page 14: Lp Abses Hati

Wound healing

- Menunjukkan terjadi

proses penyembuhan

luka

- Perfusi jaringan sekitar

luka normal

meliputi lokasi,

kedalaman, ukuran,

karakteristik, warna

cairan, nekrotik,

epitelisasi, granulasi dan

tanda-tanda infeksi lokal

4. Berikan posisi yang

mengurang tekanan

pada area luka

5. Gunakan dressing

sesuai indikasi

2. Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

berhubungan dengan

mual karena desakan

pada saluran

pencernaan

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 3 x 24

jam ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh teratasi

dengan kriteria hasil:

Nutritional status: food and

fluid intake

- Menunjukkan

peningkatan nafsu

makan

- Menghabiskan porsi

yang dianjurkan

- Keseimbangan antara

intake dan output

makanan

Nutritional status: adequacy

of nutrient

- Albumin serum dalam

rentang normal (3,5 - 5,5

g/dL)

- Hematokrit dalam

rentang normal (38 -

42%)

- Hb dalam rentang

normal (11,4 - 14,1

Nutritional Management

1. Kaji adanya alergi

makanan

2. Monitor mual dan

muntah

3. Monitor intake nutrisi

4. Informasikan pada klien

tentang manfaat nutrisi

5. Pertahankan terapi IV

line

6. Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk menetukan

jumlah kalori dan nutrisi

yang dibutuhkan klien

7. Anjurkan makan sedikit

tetapi sering

8. Monitor hasil lab

(albumin, Ht, Hb).

Page 15: Lp Abses Hati

gr/dL)

3. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 2 x

24 jam nyeri dapat teratasi

dengan kriteria hasil:

Pain Control

- Mampu mengontrol nyeri

(tahu penyebab nyeri,

mampu menggunakan

teknik nonfarmakologi

untuk mengurangi nyeri)

- Melaporkan rasa

nyaman setelah nyeri

berkurang

Pain level

- Melaporkan nyeri

berkurang

- Skala nyeri berkurang

- TTV dalam rentang

normal (TD: 100-120/80-

90 mmHg, N : 60-100

x/menit, RR : 16-20

x/menit, S: 36-37,5oC)

Pain Management

1. Lakukan pengkajian

nyeri secara

komprehensif

2. Observasi reaksi

nonverbal dari

ketidaknyamanan

3. Ajarkan teknik

nonfarmakologi seperti

distraksi, relaksasi nafas

dalam, dsb)

4. Berikan informasi

mengenai nyeri seperti

penyebab, berapa lama

nyeri akan berkurang

dan antipasi pada

ketidaknyamanan dari

prosedur

5. Monitor TTV

6. Kolaborasi pemberian

analgesik

4. Risiko infeksi

berhubungan dengan

luka operasi dan

prosedur invasif

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 3 x 24

jam tidak terjadi infeksi

dengan kriteria hasil:

Risk Control

- Klien terbebas dari tanda

dan gejala infeksi

- Menunjukkan

kemampuan mencegah

infeksi

- Jumlah leukosit dalam

batas normal ( 4,4 –

Infection Control

1. Pertahankan teknik

aseptik

2. Batasi pengunjung, bila

perlu

3. Cuci tangan sebelum

dan sesudah tindakan

keperawatan

4. Tingkatkan intake nutrisi

5. Monitor tanda dan gejala

infeksi baik lokal

Page 16: Lp Abses Hati

10,4.103/µL) maupun sistemik

6. Ajarkan klien dan

keluarga untuk

mencegah timbulnya

infeksi

7. Kolaborasi pemberian

antibiotik

Page 17: Lp Abses Hati

9) DAFTAR PUSTAKA

Brailita, Daniel. Amebic liver abscesses. September 19th, 2008. November 1st. 2011. (Online) http://emedicine.medscape.com/article/183920-overview#showall. Tanggal 20 September 2015 Pukul 5.30 WIB.

Fauci. 2008. Infectious disease. In : Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th

edition. USA: Ashford Colour Press.

Friedman, Lawrence S. Rosenthal, Philip J. Goldsmith, Robert S. 2008. Liver, biliary tract and pancreas. Protozoal and helminthic infections. In : Papadakis, Maxine A. McPhee, Stephen J. Tierney, Lawrence M. Current medical diagnosis and treatment 2008 forty-seventh edition. (Online) http://emedicine.medscape.com/article/193182-overview#showall . Tanggal 20 September 2015 Pukul 5.10 WIB.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2008. Hati sebagai Suatu Organ. Dalam : Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC.

Iljas, Mohammad. 2008. Ultrasonografi Hati. Dalam : Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Junita, Arini dan Widita, Haris. 2006. Kasus Abses Hati Amuba. Dalam : Jurnal penyakit dalam vol. 7 nomor 2. Mei 2006. 1 November 2011. (Online)

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/beberapa%20kasus%20abses%20hati%20amuba%20(dr%20arini).pdf. Tanggal 20 September 2015 Pukul 5.40 WIB.

Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul. 2007. Anatomi hati. Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic resonance imaging (MRI) hati. Abses hati. Penyakit hati parasit. Dalam : Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul. Lesmana, Laurentius A. Noer, Sjaifoellah M. Buku ajar ilmu penyakit hati edisi pertama. Jakarta : Jayabadi.

Soedarto. 2007. Penyakit Protozoa. Dalam : Sinopsis kedokteran tropis. Surabaya : Airlangga University Press.

Wenas, Nelly Tendean. 2007. Abses Hati. Dalam : Sudoyo,Aru W. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.