bahan profesi kependidikan

download bahan profesi kependidikan

of 40

Transcript of bahan profesi kependidikan

PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA DAN PERAN GURU PEMBIMBING

Sekolah sebagai tempat berlangsungnya pendidikan tentu saja memungkinkan siswa untuk melakukan sosialisasi. Dari pergaulan dengan teman sebaya, guru, teman satu sekolah, lingkungan dekat sekolah, semuanya akan mempercepat proses sosialisasi yang akan merubah tingkah laku dan perilakunya Yang menentukan cepat atau lambat terjadinya proses sosialisasi tersebut adalah kedekatan anak di dalam kelompok bermainnya. Apalagi anak sedang mengalami masalah di dalam keluarganya, sehingga anak menemukan tempat untuk mencurahkan perasaannya itu dalam kelompok bermain. Dalam kelompok bermain, jika anak mempunyai teman-teman yang memiliki perilaku buruk, seperti suka melawan, suka berkelahi maka anakpun memiliki kecenderungan untuk meniru perilaku temannya tersebut. Dengan kata lain kuantitas pergaulan anak turut menentukan atau mempengaruhi bagaimana terbentuknya perilaku anak. Siswa yang menunjukkan perilaku demikian kemungkinan besar disebabkan tidak adanya kesesuaian tingkat perkembangan dan tidak sesuai dengan nilai moral yang berlaku. Perilaku ini tentu saja akan mengganggu siswa untuk mencapai perkembangan berikutnya, bahkan tidak sedikit yang mengakibatkan kegagalan dalam belajar. Keadaan siswa di sekolah merupakan tanggung jawab pihak sekolah. Siswa perlu mendapat perhatian serta perlakuan secara bijak. Ini bisa dilakukan melalui proses pendidikan, bimbingan, dan latihan. Kewenangan khusus untuk menangani siswa yang bermasalah ada pada guru pembimbing atau konselor sekolah. Peran guru pembimbing pada hakikatnya berkedudukan sebagai pemberi bantuan kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan, sebagaimana dikemukakan oleh Prayitno (2004) bahwa pada dasarnya adalah membantu individu dan kelompok untuk mengurangi sampai seminimal mungkin dampak sumber-sumber permasalahan; mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh individu dan kelompok; mengembangkan diri individu dan kelompok seoptimal mungkin. Peran Guru Sebagai Pembimbing Guru berusaha membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai individu yang mandiri dan produktif. Siswa adalah individu yang unik. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, akan tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan dan sebagainya. Di samping itu setiap individu juga adalah makhluk yang sedang berkembang. Irama perkembangan mereka tentu tidaklah sama juga. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing.

1

Hubungan guru dan siswa seperti halnya seorang petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat berbuah dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga agar tanaman itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama penyakit yang dapat menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat, yaitu dengan cara menyemai, menyiram, memberi pupuk dan memberi obat pembasmi hama. Demikian juga halnya dengan seorang guru. Guru tidak dapat memaksa agar siswanya jadi itu atau jadi ini. Siswa akan tumbuh dan berkembang menjadi seseorang sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat dan bakatnya. Inilah makna peran sebagai pembimbing. Jadi, inti dari peran guru sebagai pembimbing adalah terletak pada kekuatan intensitas hubungan interpersonal antara guru dengan siswa yang dibimbingnya Lebih jauh, Abin Syamsuddin (2003) menyebutkan bahwa guru sebagai pembimbing dituntut untuk mampu mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching). Berkenaan dengan upaya membantu mengatasi kesulitan atau masalah siswa, peran guru tentu berbeda dengan peran yang dijalankan oleh konselor profesional. Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah siswa yang mungkin bisa dibimbing oleh guru yaitu masalah yang termasuk kategori ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Dalam konteks organisasi layanan Bimbingan dan Konseling, di sekolah, peran dan konstribusi guru sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah :

Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa. Membantu konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada konselor. Menerima siswa alih tangan dari konselor, yaitu siswa yang menuntut konselor memerlukan pelayanan khusus. seperti pengajaran/latihan perbaikan, dan program pengayaan. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.2

Jika melihat realita bahwa di Indonesia jumlah tenaga konselor profesional memang masih relatif terbatas, maka peran guru sebagai pembimbing tampaknya menjadi penting. Ada atau tidak ada konselor profesional di sekolah, tentu upaya pembimbingan terhadap siswa mutlak diperlukan. Jika kebetulan di sekolah sudah tersedia tenaga konselor profesional, guru bisa bekerja sama dengan konselor bagaimana seharusnya membimbing siswa di sekolah. Namun jika belum, maka kegiatan pembimbingan siswa tampaknya akan bertumpu pada guru. Agar guru dapat mengoptimalkan perannya sebagai pembimbing, berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1. Guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Misalnya pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar serta pemahaman tentang potensi dan bakat yang dimiliki anak, dan latar belakang kehidupannya. Pemahaman ini sangat penting, sebab akan menentukan teknik dan jenis bimbingan yang harus diberikan kepada mereka. 2. Guru dapat memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan keunikan yang dimilikinya. 3. Guru seyogyanya dapat menjalin hubungan yang akrab, penuh kehangatan dan saling percaya, termasuk di dalamnya berusaha menjaga kerahasiaan data siswa yang dibimbingnya, apabila data itu bersifat pribadi. 4. Guru senantiasa memberikan kesempatan kepada siswanya untuk mengkonsultasikan berbagi kesulitan yang dihadapi siswanya, baik ketika sedang berada di kelas maupun di luar kelas. 5. Guru sebaiknya dapat memahami prinsip-prinsup umum konseling dan menguasai teknik-tenik dasar konseling untuk kepentingan pembimbingan siswanya, khususnya ketika siswa mengalami kesulitan-kesulitan tertentu dalam belajarnya. TUGAS POKOK GURU PEMBIMBING A. Bentuk Tugas Guru Pembimbing Di Sekolah Spektrum tugas guru pembimbing yaitu melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling sangat luas, namun bukan tanpa batas atau tidak jelas. Menurut SKB Mendikbud dan kepala BAKN No. 0433/P/1993 dan No.25/1993 bahwa kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah diampu oleh pejabat fungsional yaitu guru pembimbing, namun panggilan guru pembimbing akan di ganti dengan konselor jika yang bersangkutan berlatar belakang S1 (sarjana) BK dan telah menempuh pendidikan profesi konselor (PPK), istilah konselor akan digunakan sebagai pengganti istilah guru pembimbing yang diberi tugas tanggung jawab dan wewenang untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling (sekarang layanan konseling). Sebagai tenaga kependidikan istilah konseling telah dipopulerkan pada UU RI No. 20 tahun 2003 BAB 1 pasal 6. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong pelajar, widyaiseara, turut, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Sebagai pejabat fungsional guru pembimbing/konselor dituntut melaksanakan berbagai3

tugas pokok fungsionalnya secara professional. Adapun tugas pokok guru pembimbing menurut SK Menpan No.84/1992 ada lima yaitu: 1. Menyusun program bimbingan 2. Melaksanakan program bimbingan 3. Evaluasi pelaksanaan program bimbingan 4. Analisis hasil pelaksanaan bimbingan 5. Tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya. Menyusun Program BK Tugas pokok pertama guru pembimbing adalah membuat persiapan atau membuat rencana pelayanan, semacam persiapan tertulis tentang pelayanan yang akan dilaksanakan. Papabia guru bidang studi dituntut untuk membuat sap (satuan acara pembelajaran) atau rp(rencana pembelajaran) maka guru pembimbing juga dituntut untuk membuat tugas poko yang samayaitu rencana pelayanan atau yang dikenal satlan(satuan layanan). Ada beberapa program yang perlu disusun oleh guru pembimbing yaitu: 1. Program tahunan yaitu: program bk meliputi kegiatan selama satu tahun untuk masing-masing kelas sekolah. 2. Program semesteran yauti program bk meliputi kegiatan selama satu semester yang merupakan gambaran program tahunan 3. Program bulanan yauti program bk meliputi kegiatan selama satu bulan yang merupakan gambaran program semesteran 4. Program mingguan yauti program bk meliputi kegiatan selama satu minggu yang merupakan gambaran program bulanan 5. Program harian yaitu program bk meliputi kegiatan selama satu hari yang merupakan gambaran program mingguandalam bentuk layanan (satlan) dan atau kegiatan pendukung(satkung) bk. Melaksanakan Program BK Pelaksanaan kegiatan layanan dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah disiapkan pada bimbingan pribadi, social, belajar, kerier, kehidupan keragaman dan kehidupan berkeluarga. Dilaksanankan melaui Sembilan jenis layanan yaitu 1) Layanan orientasi 2) Layanan informasi 3) Layanan penenpatan/penyaluran 4) Layanan konten 5) Layanan bimbingan kelompok 6) Layanan lonseling kelompok 7) Layanan konseling perorangan 8) Layanan mediasi 9) Layanan konsultasi

4

Evaluasi Pelaksanaan BK Evaluasi pelaksanaan bk merupakan kegiatan menilai keberhasilan layanan dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan social, bimbingan belajar, bimbingan karier, bimbingan kehidupan beragama dan bimbingan kehidupan berkeluarga. Kegiatan mengevaluasi itu meliputi juga kegiatan menilai keberhasilan jenis-jenis layanan yang dilaksanakan. Evaluasi pelaksanaan bk dilakukan pada setiap selesai layanan diberikan baik pada jenis layanan maupun kegiatan pendukung. Evaluasi/penilaian hasil pelayanan bimbingan dan konseling dilakukan melalui 3 tahap (prayitno, 2000) 1) Penilaian segera (laiseg), yaitu penilaian pada akhir setiap jenis layanan dan kegiatan pendukung BK untuk mengetahui perolehan peserta didik yang dilayani. 2) Penilaian jangka pendek (laijapen) yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu minggu sampai dengan satu bulan) 3) Penilaian jangka panjang (laijapang)yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu bulan sampai dengan satu semester) untuk mengetahui lebih jauh dampak layanan atau kegiatan pendukung terhadap siswa. Pelaksanaan Penilaian Menurut prayitno (2000) penilaian dalam bimbingan dan konseling dapat dilakukan dalam format individual atau kelompok/klasikal dengan media lisan atau tulisan. Menganalisis Hasil Evaluasi Pelayanan Bimbingan dan Konseling Hasil evaluasi (tahap tiga) perlu dianalisis untuk mengetahui seluk beluk kemajuan dan perkembangan yang diproleh siswa melalui program satuan layanan. Menurut prayitno (1997 : 176) analisis setidak-tidaknya. a. Status perolehan siswa dan/atau perolehan guru pembimbing sebagai hasil kegiatan khususnya dibandingkan dengan tujuan yang ingin dicapai b. Analisis diagnosis dari pronogsis terhadap kenyataan yang ada setelah dilakukan kegiatan layanan/pendukung. Tindak Lanjut Pelaksanaan Program Upaya tindak lanjut didasarkan pada hasil analisis. Menurut prayitno (1997 : 177) ada tiga kemungkinan kegiatan tindak lanjut yang dapat dilakukan guru pembimbing sebagai berikut : a. Memberikan tindak lanjut singkat dan segera misalnya berupa pemberian penguatan (reinforcement) atau penugasan kecil (siswa diminta melakukan sesuatu yang berguna bagi dirinya) b. Menempatkan atau mengikutsertakan siswa yang bersangkutan dalam jenis layanan tertentu (misalnya dalam layanan bimbingan kelompok atau konseling kelompok) c. Membentuk program satuan layanan atau pendukung yang baru, sebagai kelanjutan atau pelengkap layanan/pendukng yang terdahulu. B. Unsur Utama Tugas Pokok Guru Pembimbing.5

Pada dasarnya unsur utama tugas pokok guru pembimbing mengacu pada BK pola 17 plus meliputi : 1. Bidang bimbingan ( bidang pribadi, bidang sosial, bidang belajar, bidang karier, bidang kehidupan beragama, bidang kehidupan berkeluarga) 2. Jenis pelayanan BK (layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan/penyalran, layanan konten, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling perorangan, layanan konseling kelompok, layanan mediasi, layanan konsultasi) 3. Jenis kegiatan pendukung (aplikasi instrumentasi, himpunan data, kunjungan rumah, konverensi kasus, alih tangan, tampilan keperpustakaan) 4. Tahap pelaksanaan(perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis, tindak lanjut) 5. Jumlah siswa asuh yang ditanggungjawabi guru pembimbing minimal berjumlah 150 orang siswa. Setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan guru pembimbing di sekolah harus mencangkup unsur-unsur tersebut di atas yaitu bidang bimbingan jenis layanan/kegiatan pendukung tahap yang ditunjukan untuk kepentingan semua siswa asuhnya. Pelaksanaan Beban Tugas Pada setiap tahun ajaran baru masing-masing guru pembimbing menerima tugas darI kepala sekolah dengan cara penunjukan melalui surat pembagian tugas. 1. Pembagian siswa asuh diantara guru pembimbing Pada dasarnya, seluruh siswa yang ada di sekolah menjadi siswa asuh guru pembimbing. Namun perlu penetapan jumlah siswa asuh masing-masing guru pembimbing. Tentang pembagian jumlah siswa asuh masing-masing guru pembimbing telah diatur dalam SKB mendikbud kepala BAKN No. 0433/P/1993 dan No. 25 tahun 1992 poin 3, 4, 7, 9 bunyi pasl ini sebagai berikut : Point (3) Jumlah peserta didik yang harus dibimbing oleh seorang gurupembimbing adalah 150 orang. (4) Kelebihan peserta didikbagi guru pembimbing yang dapat diberi angka kredit adalah 75 orang, berasal dari pelaksanaan program bimbingan dan konseling. (7) Guru pembimbing yang menjadi kepala sekolah, wajib melaksanakan bimbingan dan konseling terhadap 40 orang peserta didik. (9) Guru sebagaimana tersebut ayat (7) yang menjadi wakil kepala sekolah wajib melaksanakan bimbingan dan konseling terhadap 75 orang peserta didik. 2. Beban kerja Beban kerja guru pembimbing dengan guru mata pelajaran pada dasarnya setara/sama yaitu minimal 24 jam satu minggu seperti yang tercantum dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 35 poin (2) disebutkan bahwa beban keja guru sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam satu minggu. Apabila guru mata pelajaran atau guru praktek mengajar sebesar 24 jam satu minggu, maka guru pembimbing melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling sebanyak 246

jam juga. Jika setiap satu kali kegiatan mengajar diperlukan 2 jam tatap muka maka guru mata pelajaran atau guru praktek melaksanakan kegiatan mengajar sebanyak 12 kali pengajaran. Demikian pula beban kerja guru pembimbing, jika 1 kali kegiatan layanan BK dihargai 2 jam, maka guru pembimbing wajib melaksanakan kegiatan sebanyak 12 kali kegiatan BK untuk satu minggu. 3. Waktu Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan layanan BK dapat dilaksanakan di dalam jam pelajaran sekolah dan di luar jam sekolah (panduan pengembangan dari 2006 : 9-10) a. Di dalam jam pelajaran sekolah 1. kegiatan tatap muka secara klasikal dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, kegiatan instrumentasi serta layanan/kegiatan lain dapat dilakukan di dalam kelas. 2. volume kegiatan tatap muka klasikal adalah 2 jam per kelas perminggu dan dilaksanakan terjadwal. 3. kegiatan tidak tatap muka dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan konsultasi, kegiatan konferensi kasus, himpunan data, kunjungan rumah, pemanfaatan kepustakaan dan alih tangan kasus. b. Diluar jam pelajaran sekolah 1. kegiatan tatap muka dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan orientasi, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan mediasi serta kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan di luar kelas. 2. satu kali kegiatan layanan/pendukung konseling di luar kelas/diluar jam pembelajaran ekuivalen dengan 2 jam pembelajaran tatap muka di dalam kelas. 3. kegiatan pelayanan konseling di luar jam pembelajaran sekolah madrasah maksimum 50% dari seluruh kegiatan pelayanan konseling. Diketahui dan dilaporkan kepada pembina sekolah/madrasah. C. Tanggung jawab guru pembimbing atau konselor sekolah Tanggung jawab guru pembimbing dapat dilihat pada sisi siswa, orang tua, sejawat, kepada diri sendiri dan kepada profesi 1. Tanggung jawab guru pembimbing kepada siswa yaitu bahwa konselor sekolah: a) Memilki kewajiban dan kesetian utama dan terutama kepada siswa yang harus diperlakukan sebagai individu yang unik b) Memperhatikan sepenuhnya segenap kebutuhan siswa ( kebutuhan yang menyangkut pendidikan, jabatan/pekerjaan,pribadi dan social ) dan mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi setiap siswa. c) Memberi tahu siswa tntang tujuan dan tknik layanan bimbingan dan konseling, serta aturan ataupun prosedur yang harus dilalui apabila ia menghendaki bantuan bimbingan dan konseling. d) Tidak mendesak kepada siswa nilai-nilai tertentu yang sebenarnya hanya sekadar apa ynag dianggap baik oleh guru pembimbing /konselor sekolah. e) Menjaga kerahasian data tentag siswa7

f) Memberi tahu pihak yang berwenag apabila ad petunjuk kuat sesuatu yang berbahaya akan terjadi g) Menyelenggarakan penggunaan data secara tepat dam memberi tahu siswa tentang hasil kegiatan itu dengan cara sederhana dan mudah dimengerti h) Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan professional i) Melakukan referral kasus secara tepat 2. Tanggung jawab konselor kepada orang tua siswa yaitu bahwa konselor sekolah: a) Menghormati hak dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dan berusaha sekuat tenaga membangun hubungan yang erat dengan orang tua demi perkembangan siswa b) Meberi tahu orang tua tentang peranan konselor sekolah dan guru pembimbing dengan asas kerahasiaan yang dijaga secara teguh c) Menyeiakan untuk orang tua berbagai informasi yang berguna dan menyampaikannya dengan cara yang sebaik-baiknya untuk kepentingan perkemnbangan siswa d) Memperlakukan informasi yang diterima dari orang tua dengan menerapkan asas kerahasiaan dan dengan cara yang sebaik-baikkya e) Menyampaikan informasi (tentang siswa dan orang tua) kepada yang berhak mengetahui informasi tersebut tanpa merugika siswa dan orng tuanya. 3. Tanggung jawab konselor/guru pembimbing kepada sejawat, yaitu bahwa konselor sekolah: a) Memperlakukan sejawat dengan penuh kehormatan,keadilan, keobjektifan, dan kesetiakawanan. b) Mengembangkan hubungan kerjasama dengan sejawat dan staf administrasi demi terbinanya layanan bimbingan dan konseling yang maksimum. c) Membangun kesadaran tentang perlunya asas kerahasiaan, perbedaan antara data umum dan data pribadi, serta pentingnya konsultasi sejawat. d) Menyediakan informasi yang tepat, objektif dan luas dan berguna bagi sejawat untuk membantu menangani masalah siswa. e) Membantu proses alih tangan kasus. 4. Tanggung jawab konselor sekolah/guru pembimbing kepada sekolah dan masyarakat yaitu bahwa konselor sekolah: a) Mendukung dan melindungi program sekolah terhadap penyimpanganpenyimpangan yang merugikan siswa. b) Memberi tahu pihak-pihak yang bertanggung jawab apabila ada sesuatu yang dapat menghambat atau merusak misi sekolah, personil sekolah maupun kekayaan sekolah. c) Mengembangkan dan meningkatkan peranan dan fungsi bimbingan dan konseling untuk memenuhi kebutuhan segenap unsur-unsur sekolah dan masyarakat. d) Bekerjasama dengan lembaga, organisasi dan perorangan baik disekolah maupun di masyarakat demi pemenuhan kebutuhan siswa, sekolah dan masyarakat tanpa pamrih.

8

GURU SEBAGAI PROFESI A. Harkat Dan Martabat Guru Guru yang professional merupakan dambaan setiap insan pendidikan, sebab dengan guru yang professional diharapkan pendidikan lebih berkualitas. Supriyadi (1999) mengidentifikasi bahwa gaji guru di negara maju lebih tinggi antara 111% sampai dengan 235% dibandingkan gaji para pegawai administrasi dan sector industry. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan Indonesia, dimana guru atau dosen menjadi pilihan terakhir setelah pekerajaan lainnya seperti dokter, apoteker, ekonom, hakim dan wiraswastawan. Keberadaan UU Guru dan Dosen yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR-RI beberapa waktu kemarin pantas disambut positif. Keberadaan UU tersebut merupakan langkah pertama yang penting dalam upaya meningkatkan harkat dan martabat guru dan dosen ke arah yang lebih baik. Dengan kesejahteraan yang meningkat, profesi guru dan dosen diharapkan akan semakin dihormati. Kepercayaan diri para pendidik pun diharapkan akan semakin tumbuh sehingga terdorong untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri mereka ke tingkat yang lebih profesional . UU Guru dan Dosen merupakan langkah awal yang baik dalam upaya meningkatkan harkat dan martabat para pendidik. Apabila kualitas guru dan dosen meningkat, kegiatan belajar mengajar tentu akan lebih baik lagi. Kondisi ini dapat dipastikan akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan ke depan . B. Kompetensi Guru Kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan. Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan. Sebagai pendidik, tugas guru pada dasarnya adalah mendidik, yaitu membantu anak didik mengembangkan pribadinyan memperluas pengetahuannya, dan melatih keterampilannya diberbagai bidang. Raka Joni mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu : a. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya. b. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.

9

c. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani

10

Kode Etik Guru di IndonesiaPEMBUKAAN Bagian Satu Pengertian, tujuan, dan Fungsi Pasal 1 (1) Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guruguru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota maasyarakat dan warga negara. (2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar,membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah. Pasal 2 (1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang. (2) Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan. Bagian Dua Sumpah/Janji Guru Indonesia Pasal 3 (1) Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. (2) Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing. (3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan.11

Pasal 4 (1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia. (2) Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelumnya melaksanakan tugas. Bagian Tiga Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional Pasal 5 Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari : (1) Nilai-nilai agama dan Pancasila (2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. (3) Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual, Pasal 6 (1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik: a. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tuga didik, mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat c. Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran. d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan. e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik. f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan. g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.12

h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya. i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya. j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil. k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya. l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya. m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisikondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan. n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi serta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan. o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionallnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama. p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi. (2) Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa : 1. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan. 2. Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik. 3. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya. 4. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan. 5. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya. 6. Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasin dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan. 7. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungna-keuntungan pribadi. (3) Hubungan Guru dengan Masyarakat : 1. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.

13

2. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. 3. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat 4. Guru berkerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya. 5. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya 6. Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat. 7. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat. 8. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupam masyarakat. (4) Hubungan Guru dengan seklolah 1. Guru memelihara dan eningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah. 2. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan. 3. Guru menciptakan melaksanakan proses yang kondusif. 4. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah. 5. Guru menghormati rekan sejawat. 6. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat 7. Guru menjunung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional. 8. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profsional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya. 9. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesionalberkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran 10. Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat. 11. Guru memliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran. 12. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya. 13. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyaan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat. 14. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya 15. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarnya. 16. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbanganpertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum. 17. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat. (5) Hubungan Guru dengan Profesi :

14

1. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi 2. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan 3. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya 4. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya dan bertanggungjawab atas konsekuensiinya. 5. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindkan-tindakan profesional lainnya. 6. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya. 7. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan proesionalnya 8. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran. (6) Hubungan guru dengan Organisasi Profesinya : a. Guru menjadi anggota aorganisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan. b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat. d. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugastugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya. e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya. f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensis organisasi profesinya. g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya. h. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. (7) Hubungan Guru dengan Pemerintah : a) Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan Perundang-Undang lainnya. b) Guru membantu Program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya.15

c) Guru berusaha menciptakan, memeliharadan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila dan UUD1945. d) Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran. e) Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara. Bagian Empat Pelaksanaan , Pelanggaran, dan sanksi Pasal 7 (1) Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kude Etik Guru Indonesia. (2) Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat Penyelenggara pendidikan, masyarakat dan pemerintah. Pasal 8 (1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan protes guru. (2) Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. (3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan sedang dan berat. Pasal 9 (1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia. (2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif (3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru. (4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru. (5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.

16

(6) Setiap pelanggaran dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia. Bagian Lima Ketentuan Tambahan Pasal 10 Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan. Bagian Enam Penutup Pasal 11 (1) Setiap guru secara sungguh-sungguh menghayati,mengamalkan serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia. (2) Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.

17

Profesi dan organisasi profesiIstilah profesi sudah cukup dikenal oleh semua pihak, dan senantiasa melekat pada guru karena tugas guru sesungguhnya merupakan suatu jabatan profesional. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat, berikut ini akan dikemukakan pengertian profesi dan kemudian akan dikumukakan pengertian profesi guru. Biasanya sebutan profesi selalui dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi karena profesi menuntut keahlian para pemangkunya. Hal ini mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetapi memerlukan suatu persiapan melalui pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan khusus untuk itu. Ada beberapa istilah lain yang dikembangkan yang bersumber dari istilah profesi yaitu istilah profesional, profesionalisme, profesionalitas, dan profesionaloisasi secara tepat, berikut ini akan diberikan penkelasan singkat mengenai pengertian istilah-istilah tersebut. Profesional mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai denga profesinya. Penyandangan dan penampilan profesional ini telah mendapat pengakuan, baik secara formal maupun informal. Pengakuan secara formal diberikan oleh suatu badan atau lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu, yaitu pemerintah dan atau organisasi profesi. Sedang secara informal pengakuan itu diberikan oleh masyarakat luas dan para pengguna jasa suatu profesi. Sebagai contoh misalnya sebutan guru profesional adalah guru yang telah mendapat pengakuan secara formal berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik dalam kaitan dengan jabatan ataupun latar belakang pendidikan formalnya. Pengakuan ini dinyatakan dalam bentuk surat keputusan, ijazah, akta, sertifikat, dsb baik yang menyangkut kualifikasi maupun kompetensi. Sebutan guru profesional juga dapat mengacu kepada pengakuan terhadap kompetensi penampilan unjuk kerja seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru. Dengan demikian, sebutan profesional didasarkan pada pengakuan formal terhadap kualifikasi dan kompetensi penampilan unjuk kerja suatu jabatan atau pekerjaan tertentu. Dalam RUU Guru (pasal 1 ayat 4) dinyatakan bahwa: professional adalah kemampuan melakukan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan pengabdian diri kepada pihak lain Profesionalisme, adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Seorang guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmenya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna profesional. Profesionalitas adalah suatu sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya. Dengan demikian, sebutan profesinalitas lebih menggambarkan suatu keadaan derajat keprofesian seseorang dilihat dari sikap, pengetahuan, dan keahlian yang dperlukan untuk melaksanakan tugasnya. Dalam hal ini guru diharapkan memiliki profesionalitas keguruan yang memadai sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara efektif. Profesionalisasi adalah suatu proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi dalam mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dengan profesionalisasi, para guru secara bertahap diharapkan akan mencapai suatu derajat kriteria profesional sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Bagi guru, misalnya pada saat ini guru SD mimimal Diploma II, untuk guru SLTP Diploma III, dan guru SLA S-I. Pada18

dasarnya profesionalisasi merupakan suatu proses berkesinambungan melalui berbagai program pendidikan, baik pendidikan prajabatan (preservice), maupun pendidikan dalam jabatan (in-service). Program ini dapat dillakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan badan atau organisaasi lain yang berkait. Guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif secara terpola, formal, dan sistematis.Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (pasal 1) dinyatakan bahwa: Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru profesional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Keahlian yang dimiliki oleh guru profesional adalah keahlian yang diperoleh melalui suatu proses pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan secara khusus untuk itu. Keahlian tersebut mendapat pengakuan formal yang dinyatakan dalam bentuk sertifikasi, akreditasi, dan lisensi dari pihak yang berwenang (dalam hal ini pemerintah dan organisasi profesi). Dengan keahliannya itu seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik secara pribadi maupun sebagai pemangku profesinya. Di samping dengan keahliannya, sosok profesional guru ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdianya. Guru profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral dan spiritual. Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengembangkan dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemapuan interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk yang beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dan moral. Ciri profesi yang selnjutnya adalah kesejawatan, yaitu rasa kebersamaan di antara sesama guru. Kesejawatan ini diwujudkan dalam persatuan para guru melalui organisasi profesi dan perjuangan, yaitu PGRI. Melalui PGRI para guru mewujudkan rasa kebersamaannya dan memperjuangkan martabat diri dan profesinya atas dasar prinsip silih asih, silih asuh, silih asah. Semua ciri profesi tersebut di atas, pada dasarnya telah tersirat dalam kode Etik Guru Indonesia sebagai pegangan profesional guru. Sementara itu, para guru diharapkan akan memiliki jiwa profesionalisme, yaitu sikap mental yang senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan dirinya sebagai petugas profesional. Pada dasarnya profesionalisme itu, merupakan motivasi instrinsik pada diri guru sebagai pendorong untuk mengembangkan dirinya ke arah perwujudan profesional. Kualitas profesionalisme didukung oleh lima kompetensi sebagai berikut: 1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal. Berdasarkan kriteria ini, jelas bahwa guru yang memiliki profesionalisme tinggi akan selalu berusaha mewujudkan dirinya sesuai dengan standar yang ideal. Ia akan mengidentifikasi dirinya kepada figur yang dipandang memiliki standar ideal. Yang dimaksud dengan standar ideal ialah suatu perangkat perilaku yang dipandang paling sempurna dan dijadikan sebagai rujukan.

19

2. Meningkatkan dan memelihara citra profesi Profesinasionalisme yang tinggi ditunjukkan oleh besarnya keinginan untuk selalu meningkatkan dan memelihara citra profesi memalui perwujudan perlaku profesional. Citra profesi adalah suatu gambaran terhadap profesi guru berdasarkan penilaian terhadap kinerjanya. Perwujudannya dilakukan melalui berbagai cara misalnya penampilan, cara bicara, penggunaan bahasa, postur, sikap hidup sehari-hari, hubungan antar pribadi, dsb. 3. Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan meperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilannya. Berdasarkan kriteria ini para guru diharapkan selalu berusaha mencari dan memanfaatkan kesempatan yang dapat mengembangkan profesinya. Berbagi kesempatan yang dapat dimanfaatkan antara lain: (a) mengikuti kegiatan ilmiah misalnya lokakarya, seminar,simposium, dsb., (b) mengikuti penataran atau pendidikan lanjutan, (c) melakukan penelitian dan pengabdian dana masyarakat, (d)menelaah kepustakaan, membuat karya ilmiah, (e) memasuki organisasi profesi ( misalnya PGRI) 4. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi Hal ini mengandung arti bahwa profesionalisme yang tinggi ditunjukkan dengan adanya upaya untuk selalu mencapai kualitas dan cita-cita sesuai dengan program yang telah ditetapkan. Guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan selalu aktif agar seluruh kegiatan dan perilakunya menghasilkan kualitas yang ideal. Secara kritis ia akan selalu mencari aktif memperbaiki diri untuk memperoleh hal-hal yang lebih baik dalam melaksanakan tugasnya. 5. Memiliki kebanggaan terhadap profesinya. Profesionalisme ditandai kualitas derajat rasa bangga akan profesi yang dipegangnya. Dalam kaitan ini diharapkan agar para guru memiliki rasa bangga dan percaya diri akan profesinya. Rasa bangga ini ditunjukkan dengan penghargaan akan pengalamannya di masa lalu, dedikasi tinggi terhadap tugas-tugasnya sekarang, dan keyakinan akan potensi dirinya bagi perkembangan di masa depan. Dalam RUU Guru pasal 5 ayat (1) dikatakan bahwa profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip professional sebagai berikut: a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme b. memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya c. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai sesuai dengan bidang tugasnya d. Mematyuhi kode etik profesi e. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas f. Mewmperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan h. Memperoleh perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas profesionalnya i. Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum

20

Organisasi Profesi Sebagaimana dikemukakan di atas, salah satu ciri profesi adalah adanya rasa kesejawatan di antara pemangkunya dalam wadah organisasi profesi yang berbadan hukum. Dalam UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat (13) dinyatakan bahwa: Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.. Organisasi profesi, mempunyai fungsi sebagai wadah kebersamaan rasa kesejawatan para anggota dalam: (1) mewujudkan keberadaannya di lingkungan masyarakat, (2) memperjuangkan segala aspirasi dan kepentingannya suatu profesi, (3) menetapkan standar perilaku profesional, (4) melindungi seluruh anggota, (5) meningkatkan kualitas kesejahteraan, (6) mengembangkan kualitas pribadi dan profesi. Dengan adanya organisasi profesi, setiap anggota mendapat perlindungan dalam mewujudkan profesionalitasnya secara lebih terarah dan efektif dalam suasana rasa aman yang kondusif. Bergabungnya para guru dalam wadah organisasi profesi merupakan wujud dari terpenuhinya persyaratan sebagai pemangku profesi jabatan guru. Melaui keanggotaan guru dalam organisasi profesi maka berbagai unsur yang berkaitan dengan karakteristik profesinya akan mendapat perlindungan dan perjuangan sehingga mendapatkan jaminan untuk berkinerja secara optimal.

Ketentuan mengenai organisasi profesi, diatur dalam pasal 41 Undang-undang Guru sebagai berikut:(1) Guru membentuk organisasi profesi guru yang bersifat independent (2) Organisasi Proresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian pada masyarakat. (3) Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi (4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Pemerintah dan/atau poemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan dan pengembangan profesi guru. Dalam pasal 42 dinyatakan tentang wewenang organisasi profesi guru sebagao berikut: (1) menetapkan dan menegakkan kode etik guru, (2) memberikan bantuan hukum kepada guru, (3) memberikan perlindungan profesi guru, (4) melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru, dan (5) memajukan pendidikan nasional PGRI: organisasi profesi guru Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) merupakan organisasi yang mewadahi semua guru di Indonesia yang lahir lahir seratus hari setelah Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, tepatnya tanggal 25 Nopember 1945 di kota Solo, Jawa Tengah. Kelahiran PGRI di alam kemerdekaan Republik Indonesia merupakan wujud keberadaan para guru sebagai unsur yang tak terpisahkan dari keseluruhan proses kelahiran dan perkembangan bangsa Indonesia untuk mencapai cita-citanya. Melalui PGRI para guru Indonesia mewujudkan jatidirinya sebagai anak bangsa yang ikut bertanggung jawab akan keberadaan dan kelestarian bangsa Indonesia. Dan melalui PGRI pulalah para guru memperjuangkan hak dan martabatnya sebagai insan pendidikan serta memperjuangkan terwujudnya pendidikan nasional sebagai infra struktur pengembangan sumber daya manusia. Keberadaan PGRI serta kinerja perjuangannya dilandasi dengan nilai-nilai kejuangan yang ternyata sangat ampuh

21

dalam meperstukan seluruh guru di Indonesia serta rasa cinta akan profesinys dan pendidikan nasional pada umumnya. PGRI sebagai organisasi profesi, PGRI mempunyai fungsi sebagai wadah kebersamaan rasa kesejawatan para anggota dalam: (1) mewujudkan keberadaannya di lingkungan masyarakat, (2) memperjuangkan segala aspirasi dan kepentingannya suatu profesi, (3) menetapkan standar perilaku profesional, (4) melindungi seluruh anggota, (5) meningkatkan kualitas kesejahteraan, (6) mengembangkan kualitas pribadi dan profesi. Dengan adanya organisasi profesi, setiap anggota mendapat perlindungan dalam mewujudkan profesionalitasnya secara lebih terarah dan efektif dalam suasana rasa aman yang kondusif.

Kode etik guruKeguruan merupakan suatu jabatan profesional karena pelaksananya menuntut keakhlian tertentu melalui pendidikan formal yang khusus, serta rasa tanggung jawab tertentu dari para pelaksananya. Suatu profesi merupakan posisi yang dipegang oleh orang-orang yang mempunyai dasar pengetahuan dan ketrampilan dan sikap khusus tertentu dan mendapat pengakuan dari masyarakat sebagai suatu keakhlian. Keakhlian tersebut menuntut dipenuhinya standar persiapan profesi melalui pendidikan khusus, dan dilandasi oleh bidang keilmuan tertentu yang secara terus menerus dikembangkan melalui penelitian, serta pengalaman kerja dalam bidang tersebut. Selanjutnya keanggotaan dalam profesi menuntut keikut-sertaan secara aktif dalam ikatan profesi dan dalam usaha-usaha pengembangan profesi melalui penelitian dan pelayanan. Pekerjaan keguruan tidak bisa lepas dari nilai-nilai yang berlaku. Atas dasar nilai yang dianut oleh guru, peserta didik (siswa), dan masyarakat, maka kegiatan layanan pendidikan yang diberikan oleh guru dapat berlangsung dengan arah yang jelas dan atas keputusan-keputusan yang berlandaskan nilai-nilai. Para guru seyogianya berfikir dan bertindak atas dasar nilai-nilai, etika pribadi dan profesional, dan prosedur yang legal. Dalam hubungan inilah para guru seharusnya memahami dasar-dasar kode etik guru sebagai landasan etika moral dalam melaksanakan tugasnya. Kode etik profesional merupakan tatanan yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi. Pola tatanan itu seharusnya diikuti dan ditaati oleh setiap orang yang menjalankan profesi tersebut. Kode etik profesional diperlukan dengan beberapa alasan antara lain : 1. Untuk melindungi profesi sesuai dengan ketentuan dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Kode etik ini akan memberikan kemungkinan profesi dapat mengatur dirinya sendiri dan melaksanakan fungsinya secara otomatis dalam kendali perundang-undangan yang berlaku. 2. Untuk mengontrol terjadinya ketidak-sepahaman dan persengketaan dari para pelaksana. Dengan demikian kode etik dapat menjaga dan meningkatkan stabilitas internal dan eksternal profesi. 3. Melindungi para praktisi dalam masyarakat terutama dalam kaitan kasus-kasus malapraktek (praktek-praktek yang salah). Bila kegiatan praktek sesuai dengan garis-garis etika, maka perilaku praktek dapat dianggap memenuhi standar. 4. Melindungi klien dari praktek-praktek menyimpang orang-orang yang tidak berwenang secara profesional. Meskipun kode etik itu dijadikan sebagai pedoman atau standar pelaksanaan kegiatan profesi, namun kode etik ini masih memiliki beberapa keterbatasan, antara lain : 1. beberapa isu tidak dapat diselesaikan dengan kode etik, 2. ada beberapa kesulitan dalam menerapkan kode etik,22

3. kadang-kadang timbul konflik dalam lingkup kode etik, 4. ada beberapa isu legal dan etika yang tidak dapat tergarap oleh kode etik, 5. ada beberapa hal yang dapat diterima dalam waktu atau tempat tertentu, mungkin tidak cocok dalam waktu atau tempat lain, 6. kadang-kadang ada konflik antara kode etik dengan ketentuan hukum, 7. kode etik sulit untuk menjangkau lintas budaya, 8. kode etik sulit untuk menembus berbagai situasi. Dengan memperhatikan pengertian dan keterbatasan di atas, pekerjaan keguruan memerlukan adanya kode etik profesional agar layanan yang diberikan oleh para guru dapat terlaksana secara profesional dan akuntabel. Kode etik profesional sebagai perangkat standar berperilaku, dikembangkan atas dasar kesepakatan nilai-nilai dan moral dalam profesi itu. Dengan demikian kode etik guru dikembangkan atas dasar nilai dan moral yang menjadi landasan bagi terlaksananya profesi keguruan yaitu Pancasila. Nilai-nilai itu kemudian dijabarkan secara khusus dalam konsep dan kegiatan layanan keguruan dalam berbagai tatanan. Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 43 dinyatakan bahwa: (1) untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam melaksanakan tugasnya sebagai tenaga professional, organisasi profesi guru dan dosen membentuk kode etik, (2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan. Disamping itu, Rekomendasi UNESCO/ILO tanggal 5 Oktober 1988 tentang Status Guru menegaskan status guru sebagai tenaga profesional yang harus mewujudkan kinerjanya di atas landasan etika profesional serta mendapat perlindungan profesional. Karena kode etik itu merupakan suatu kesepakatan bersama dari para anggota suatu profesi, maka kode etik ini ditetapkan oleh organisasi yang mendapat persetujuan dan kesepakatan dari para anggotanya. Khusus mengenai kode etik guru di Indonesia, PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) telah menetapkan kode etik guru sebagai salah satu kelengkapan organisasi sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PGRI. Pengembangan kode etik guru dalam empat tahapan yaitu: (1) tahap pembahasan/perumusan (tahun 1971-1973), (2) tahap pengesahan (Kongres PGRI ke XIII Nopember 1973). (3) tahap penguraian (Kongres PGRI XIV, Juni 1979), (4) tahap penyempurnaan (Kongres XVI, Juli 1989). Kode etik ini secara terus menerus dimasyarakatkan kepada masyarakat dan khususnya kepada setiap guru/anggota PGRI. Rumusan dan isi senantiasa diperbaiki dan disesuaikan dalam setiap kongres. Adapun lingkup isi kode etik guru di Indonesia, pada garis besarnya mencakup dua hal yaitu preambul sebagai pernyataan prinsip dasar pandangan terhadap posisi, tugas, dan tanggung jawag guru, dan pernyataan-pernyataan yang berupa rujukan teknis operasional yang termuat dalam 9 butir batang tubuhnya. Kesembilan butir itu memuat hubungan guru/tugas guru dengan: (1) pembentukan pribadi peserta didik, (2) kejujuran profesional, (3) kejujuran dalam memperoleh dan menyimpan informasi tentang peserta didik, (4) pembinaan kehidupan sekolah, (5) orang tua murid dan masyarakat, (6) pengembangan dan peningkatan kualitas diri, (7) sesama guru (hubungan kesejawatan), organisasi profesi, dan (9) pemerintah dan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. Rumusan selengkapnya kode etik guru Indonesia, adalah sebagai berikut:Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada UUD 1945 turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan mempedomani dasar-dasar sebagai berikut:

23

1. 2. 3. 4. 5.

6. 7. 8. 9.

Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan. Guru menciptalan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu oprganisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Dewan KehormatanPasal 30 Anggaran Dasar PGRI menyatakan: (1)Terkecuali untuk organisasi tingkat kecamatan dan ranting, Badan Pimpinan Organisasi dapat membentuk Majelis Kehormatan dan Kode Etik Profesi yang terdiri dari unsur Badan Penasehat, unsur Pimpinan Organisasi, dan unsur Himpunan Profesi dan Keahlian Sejenis, dan unsur keahlian sesuai keperluan, (2) Majelis Kehormatan Organisasi dan Kode Etik bertugas memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan tentang perlaksanaan, penegakkan, dan pelanbggaran disiplin organisasi dan kode etik guru. Selanjutnya dalam UU No. 14/2005 tentanbg Guru dan Dosen pasal 44 dinyatakan bahwa: (1) Dewan kehormatan guru, dibentuk oleh organisasi profesi guru (2) Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru. (3) Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rtekomendasi pemberian sangsi atas pelanggaran kode etik oleh guru. (4) Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus obyektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan. (4) Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Meskipun telah tersirat dan tersurat dalam anggaran dasar PGRI, namun pelaksanaannya boleh dikatakan masih belum efektif karena berbagai faktor, terutama hal-hal yang berkenaan dengan ketentuan hukum mengenai guru. Dengan berlakunya Undangundang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan dosen beserta Peraturan Pemerintahnya, maka PGRI akan segera menata organisasi termasuk implementasi dewan kehormatan guru.

BAB II PEMBAHASAN

24

1. A. Siapa yang Pantas Disebut Guru 1. a. Kriteria Guru Menurut Husnul Chotimah (2008), guru, dalam pengertian sederhana adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta didik. Sementara, masyarakat memandang guru sebagai orang yang melaksanakan pendidikan di sekolah, masjid, mushala, atau tempat-tempat lain. Semua pihak sependapat bila guru memegang peranan amat penting dalam mengembangkan sumber daya manusia melalui pendidikan. Perkembangan pesat teknologi informasi saat ini, kiranya menumbuhkan tantangan tersendiri bagi guru. Mengingat guru sudah bukan lagi satu-satunya sumber informasi hingga muncul pendapat bahwa pendidikan bisa berlangsung tanpa guru. Hal ini benar jika pendidikan diartikan sebagai proses memperoleh pengetahuan. Namun, perlu diingat, pendidikan juga media pendewasaan, maka prosesnya tidak dapat berlangsung tanpa guru. Menurut Prof. Herawati Susilo Msc Ph.D, pakar pendidikan Universitas Negeri Malang, ada enam kriteria guru masa depan (ideal), yaitu belajar sepanjang hayat, literate sains dan teknologi, menguasai bahasa Inggris dengan baik, terampil melaksanakan penelitian tindakan kelas, rajin menghasilkan karya tulis ilmiah, dan mampu mendidik peserta didik berdasarkan filosofi konstruktivisme dengan pendekatan kontekstual. Berdasarkan penjelasan di atas, menurut Husnul Chotimah (2008), ada beberapa kriteria guru ideal yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia di abad 21 ini. Pertama, dapat membagi waktu dengan baik. Dapat membagi waktu antara tugas utama sebagai guru dan tugas dalam keluarga, serta dalam masyarakat. Kedua, rajin membaca. Ketiga, banyak menulis. Keempat, gemar melakukan penelitian. Keempat kriteria tersebut merupakan hal yang diperlukan seorang guru untuk menjadi guru ideal. Dari beberapa pengertian di atas, guru ideal dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, guru yang memahami benar profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridha dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S (salam, sapa, sopan, senyum, dan sabar) dalam kesehariannya. Kedua, guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Pengalaman mengatakan, barang siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya ilmu. Namun, bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca, otaknya ibarat mesin pencari Google di internet. Bila ada peserta didiknya yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para anak didiknya dengan cepat dan benar. Wawasan guru yang rajin membaca akan terlihat dari cara bicara dan menyampaikan pelajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca adalah dua sisi mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, akan terbiasa menulis. Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari bacaannya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri. Ketiga, guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat mengatakan bahwa waktu adalah uang, time is money. Bagi guru, waktu lebih dari uang dan bahkan25

bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa saja, termasuk pemiliknya. Guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, tidak akan menorehkan banyak prestasi dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu, guru harus sensitif terhadap waktu. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan menjadikan kita sebagai manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktunya. Keempat, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Dia akan merasa sudah cukup. Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun, gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuatnya pun dari tahun ke tahun sama, hanya sekadar copy and paste. RPP tinggal menyalin dari kurikulum yang dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi tidak kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan. Guru yang kreatif adalah guru yang selalu bertanya pada dirinya sendiri, apakah dia sudah menjadi guru yang baik? Apakah dia sudah mendidik dengan benar? Apakah anak didiknya mengerti pelajaran yang dia sampaikan? Dia selalu introspeksi dan memperbaiki diri. Dia selalu merasa kurang dalam proses pembelajarannya. Dia tidak pernah puas dengan apa yang dia lakukan. Selalu ada inovasi baru yang dia ciptakan dalam proses pembelajarannya melalui Penelitian |Tindakan Kelas (PTK). Dia selalu belajar sesuatu yang baru, dan merasa tertarik untuk membenahi cara mengajarnya. Terakhir, guru yang ideal adalah guru yang memiliki lima kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan perilakunya sehari-hari, baik ketika mengajar maupun saat hidup di tengah-tengah masyarakat. Kelima kecerdasan itu adalah kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan kecerdasan motorik. Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, mengapa? Sebab, kecerdasan intelektual yang tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses. Segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita, sehingga kasus korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu, kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual, sehingga ia mampu berlaku jujur dalam situasi apa pun. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan. Selain itu, kecerdasan sosial juga harus dimiliki oleh guru ideal agar tidak egois. Dia harus mampu bekerja sama dengan karakter orang lain yang berbeda-beda. Kecerdasan emosional juga harus ditumbuhkan agar guru tidak gampang marah , tersinggung, dan mudah melecehkan orang lain. Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilisasi yang tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal. 1. b. Syarat Guru Menurut Desi Reminsa (2008), ada beberapa syarat untuk menjadi guru ideal, antara lain memiliki kemampuan intelektual yang memadai, kemampuan memahami visi dan misi pendidikan, keahlian mentransfer ilmu pengetahuan atau metodologi pembelajaran, memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan, kemampuan

26

mengorganisasi dan mencari problem solving (pemecahan masalah), kreatif dan memiliki seni dalam mendidik. Dalam perspektif agama, syarat menjadi guru yang ideal sebagaimana disampaikan KH. Moh. Hasyim Asyari, ada 20 (dua puluh) macam. Pertama, selalu istiqamah dalam muraqabah kepada Allah SWT. Muraqabah adalah melihat Allah SWT dengan mata hati dan menghubungkannya dengan perbuatan yang dilakukan selama ini, kemudian mengambil hikmah atau jalan yang terbaik bagi dirinya dengan merasakan adanya pemantauan Allah SWT terhadap dirinya. Salah satu ciri muraqabah, menurut Dzunnun al-Misry adalah mengagungkan apa yang diagungkan oleh Tuhan dan merendahkan apa yang direndahkan oleh Tuhan. Muraqabah merupakan salah satu dari sekian banyak tingkatan dan langkah dalam tasawuf, selain khauf, raja, tawadhu, khusyuk, zuhud, dan sebagainya. Kedua, senantiasa berlaku khauf (takut kepada Allah) dalam segala ucapan dan tindakan. Sebab, guru adalah orang yang dipercaya untuk menjaga amanat, baik itu berupa ilmu, hikmah, dan perasaan takut kepada Allah. Sedangkan kebalikan dari hal tersebut disebut khianat. Ketiga, senantiasa bersikap tenang. Keempat, senantiasa bersifat wara. Menurut Ibrahim bin Adham, wara adalah meninggalkan perkara syubhat dan perkara yang tidak bermanfaat. Kelima, selalu bersikap tawadhuk. Syekh Junaidi menyatakan bahwa tawadhuk adalah merendahkan diri dan melembutkan diri terhadap makhluk, atau patuh kepada kebenaran dan tidak berpaling dari hikmah, hukum, dan kebijaksanaan. Keenam, selalu bersikap khusyuk kepada Allah SWT. Sebagian ulama salaf menyatakan, kewajiban orang-orang yang berilmu adalah selalu merendahkan diri kepada Allah SWT, baik di tempat sunyi maupun ramai, menjaga dan menghentikan segala sesuatu yang menyulitkan dirinya sendiri. Ketujuh, menjadikan Allah SWT sebagai tempat meminta pertolongan dalam segala keadaan. Kedelapan, tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga mencapai keuntungan duniawi, baik jabatan, harta, popularitas, atau agar lebih maju di banding temannya yang lain. Kesembilan, tidak diskriminatif terhadap murid. Kesepuluh, bersikap zuhud dalam urusan dunia sebatas apa yang ia butuhkan, yang tidak membahayakan dirinya sendiri, keluarga, bersikap sederhana, dan bersifat qanaah. Kesebelas, menjauhkan diri dari tempat-tempat yang rendah dan hina menurut manusia, juga hal-hal yang dibenci oleh syariat maupun adat setempat misalnya. Kedua belas, menjauhkan diri dari tempat-tempat kotor dan maksiat walaupun jauh dari keramaian. Jangan melakukan sesuatu yang bisa mengurangi sifat muruah (menjaga diri dari perbuatan yang tidak terpuji).27

Ketiga belas, selalu menjaga syiar-syiar Islam dan zhahir-zhahir hukum, seperti shalat berjamaah di masjid, menyebarkan salam, amar maruf nahyi munkar, serta senantiasa sabar terhadap musibah yang menimpanya. Keempat belas, menegakkan sunnah-sunnah dan menghapus segala hal yang mengandung unsur bidah, menegakkan segala hal yang mengandung kemaslahatan bagi kaum muslimin dengan jalan yang dibenarkan syariat, dengan cara yang baik dan lembut, baik menurut adat istiadat maupun watak. Kelima belas, membiasakan diri melakukan sunnah yang bersifat syariat, baik qauliyah atau filiyah, seperti membiasakan diri membaca ayat-ayat Al-Quran baik di hati atau di lisan, berdoa dan berdzikir baik siang ataupun malam, melakukan shalat, puasa, berhaji apabila sudah mampu, membaca shalawat kepada Nabi SAW, mencintai, mengagungkan, dan memuliakannya. Keenam belas, bergaul dengan akhlaq yang baik, seperti menampakkan wajah berseri, banyak mengucapkan dan menyebarluaskan salam, memberikan makanan, menekan rasa amarah dalam jiwa, tidak menyakiti orang lain, selalu mensyukuri segala kenikmatan yang di berikan Allah SWT, dan lain-lain. Ketujuh belas, membersihkan hati dan tindakan dari akhlak yang jelek dan dilanjutkan dengan perbuatan yang baik. Termasuk akhlak yang jelek adalah berprasangka jelek kepada orang lain, iri, dengki, marah bukan karena Allah, menipu, sombong, riya, ujub (bangga diri), pamer, bakhil angkuh, tamak, dan lain sebagainya. Kedelapan belas, senantiasa bersemangat untuk mengembangkan ilmu dan bersungguhsungguh dalam setiap aktivitas ibadah, seperti membaca, menelaah, menghafal, sehingga tidak ada waktu yang terbuang kecuali untuk mencari ilmu dan mengamalkan ilmu. Kesembilan belas, tidak boleh membeda-bedakan status, nasab, dan usia dalam mengambil hikmah dari semua orang. Bahkan, seorang guru harus selalu mencari faedah di mana pun ia berada. Kedua puluh, membiasakan diri untuk menyusun dan merangkum pengetahuan. Karena, hal itu akan memperdalam keilmuan dan juga memperbanyak pembahasan dan rujukan. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan, syarat menjadi seorang guru ideal harus mempunyai landasan keagamaan yang kokoh dan disiplin, memahami visi misi pendidikan secara holistik dan integral, mempunyai kemampuan intelektual yang memadai, menguasai teknik pembelajaran yang kreatif. 1. c. Fungsi dan Tugas Guru Selain sebagai aktor utama kesuksesan pendidikan yang dicanangkan, ada beberapa fungsi dan tugas lain seorang guru, antara lain : 1. 1. Educator (pendidik) Tugas pertama guru adalah mendidik murid-murid sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan kepadanya. Sebagai seorang educator, ilmu adalah syarat utama. Membaca,28

menulis, berdiskusi, mengikuti informasi, dan responsif terhadap masalah kekinian sangat menunjang peningkatan kualitas ilmu guru. 1. 2. Leader (pemimpin) Guru juga seorang pemimpin kelas. Karena itu, ia harus bisa menguasai, mengendalikan, dan mengarahkan kelas menuju tercapainya tujuan pembelajaran yang berkualitas. Sebagai seorang pemimpin, guru harus terbuka, demokratis, egaliter, dan menghindari cara-cara kekerasan. 1. 3. Fasilitator Sebagai fasilitator, guru bertugas memfasilitasi murid untuk menemukan dan mengembangkan bakatnya secara pesat. Menemukan bakat anak didik bukan persoalan mudah, ia membutuhkan eksperimental maksimal, latihan terus menerus, dan evaluasi rutin. Terdapat sembilan resep yang harus diperhatikan dan diamalkan seorang guru, agar pembelajaran berhasil membedakan kapasitas intelektual anak didik. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kurangi metode ceramah. Berikan tugas yang berbeda bagi setiap peserta didik. Kelompokkan peserta didik berdasarkan kemampuannya. Perkaya bahan dari berbagai sumber aktual dan menarik. Hubungi spesialis bila ada peserta didik yang mempunyai kelainan. Gunakan prosedur yang bervariasi dalam penilaian. Pahami perkembangan peserta didik. Kembangkan situasi belajar yang memungkinkan setiap peserta didik bekerja dengan kemampuan masing-masing pada tiap pembelajaran. 9. Libatkan peserta didik dalam berbagai kegiatan seoptimal mungkin. 1. 4. Motivator Sebagai seorang motivator, seorang guru harus mampu membangkitkan semangat dan mengubur kelemahan anak didik bagaimanapun latar belakang hidup keluarganya, bagaimanapun kelam masa lalunya, dan bagaimanapun berat tantangannya. Di bawah ini, akan diuraikan beberapa prinsip dan motivasi belajar supaya mendapat perhatian dari pihak perencanaan pengajaran, khususnya dalam rangka merencanakan kegiatan belajar mengajar. 1. a. Kebermaknaan Siswa akan suka dan termotivasi belajar apabila hal-hal yang dipelajari mengandung makna tertentu baginya. Agar suatu pelajaran bisa bermakna, seorang guru bisa mengaitkan pelajarannya dengan pengalaman masa lampau siswa, tujuan-tujuan masa mendatang, minat serta nilai-nilai yang berarti bagi mereka. 1. b. Modelling Siswa akan suka memperoleh tingkah laku baru bila disaksikan dan ditirunya. Pelajaran akan lebih mudah dihayati dan diterapkan oleh siswa jika guru mengajarkannya dalam bentuk

29

tingkah laku model, bukan hanya dengan menceritakannya secara lisan. Dengan model tingkah laku itu, siswa dapat mengamati dan menirukan apa yang diinginkan oleh guru. 1. c. Komunikasi Terbuka Siswa lebih suka belajar bila penyajian terstruktur, supaya pesan-pesan guru terbuka terhadap pengawasan siswa. 1. d. Prasyarat Apa yang telah dipelajari oleh siswa sebelumnya mungkin merupakan faktor penting yang menentukan berhasil atau gagalnya siswa belajar. Kesempatan belajar bagi siswa yang telah memiliki informasi dan keterampilan yang mendasari perilaku yang baru akan lebih besar. Karena itu, guru hendaknya berusaha mengetahui/mengenali prasyarat-prasyarat yang telah mereka miliki. 1. e. Novelty Siswa lebih senang belajar bila perhatiannya ditarik oleh penyajian-penyajian yang baru (novelty) atau masih asing. 1. f. Latihan/Praktik yang Aktif dan Bermanfaat Siswa lebih senang belajar jika mengambil bagian yang aktif dalam latihan/praktik untuk mencapai tujuan pengajaran. Praktik secara aktif berarti siswa mengerjakan sendiri, bukan mendengarkan ceramah dan mencatat pada buku tulis. 1. g. Latihan Terbagi Siswa lebih senang belajar jika latihan dibagi-bagi menjadi sejumlah kurun waktu yang pendek. Latihan-latihan secara demikian akan lebih meningkatkan motivasi siswa belajar dibandingkan dengan latihan yang dilakukan sekaligus dalam jangka waktu yang panjang. 1. h. Kurangi secara Sistematik Paksaan Belajar Pada waktu mulai belajar, siswa perlu diberikan paksaan atau pemompaan. Akan tetapi, bagi siswa yang sudah mulai menguasai pelajaran, ada baiknya jika pemompaan itu secara sistematik dikurangi, dan akhirnya lambat laun siswa dapat belajar sendiri. 1. i. Kondisi yang Menyenangkan Siswa lebih senang melanjutkan belajarnya jika kondisi pengajaran menyenangkan. Untuk menciptakan kondisi yang menyenangkan, seorang guru dapat melakukan cara-cara berikut.

Siapkan tugas-tugas yang menantang selama diselenggarakan latihan. Berilah siswa pengetahuan tentang hasil-hasil yang telah dicapai oleh masing-masing siswa. Berikan ganjaran yang pantas terhadap usaha-usaha yang dilakukan oleh siswa.

1. 5. Administrator30

Sebagai seorang guru, tugas administrasi sudah melekat dalam dirinya, dari mulai melamar menjadi guru, kemudian diterima dengan bukti surat keputusan yayasan, surat instruksi kepala sekolah, dan lain-lain. Urusan yang ada di lingkup pendidikan formal biasanya memakai prosedur administrasi yang rapi dan tertib. 1. 6. Evaluator Sebaik apa pun kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahan yamg perlu dibenahi dan disempurnakan. Di sinilah pentingnya evaluasi seorang guru. Dalam evaluasi ini, guru bisa memakai banyak cara, dengan merenungkan sendiri proses pembelajaran yang diterapkan, meneliti kelemahan dan kelebihan, atau dengan cara yang lebih objektif, meminta pendapat orang lain, misalnya kepala sekolah, guru yang lain, dan murid-muridnya. 1. d. Tanggung Jawab Guru Dalam melakukan fungsi dan tugas mulianya di atas, seorang guru harus melandasinya dengan tanggung jawab yang besar dalam dirinya, tanggung jawab yang tidak didasari oleh kebutuhan finansial belaka, tapi tanggung jawab peradaban yang besar bagi kemajuan negeri tercinta, Indonesia. Ia juga harus sadar bahwa kesuksesannya menjadi harga mati bagi lahirnya kader-kader bangsa yang berkualitas. Oleh karena itu, ia all out harus menekuni profesinya dengan penuh kesungguhan dan kerja keras. (Jamal Mamur Asmani, 2011 : 1755) 1. B. Peranan Guru Di sekolah dan Dalam Masyarakat 1. a. Kedudukan dan Peranan Guru Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama ialah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukkan kelakuan yang layak bagi guru menurut harapan masyarakat. Apa yang dituntut dari guru dalam aspek etis, intelektual dan sosial lebih tinggi daripada yang dituntut dari orang dewasa lainnya. Guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus menjadi teladan, di dalam maupun di luar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya selama 24 jam sehari. Penyimpangan dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sorotan dan kecaman yang lebih tajam. Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti berjudi, mabuk, pelanggaran seks, korupsi atau mengebut, namun kalau guru melakukannya maka dianggap sangat serius. Guru yang berbuat demikian akan dapat merusak murid-murid yang dipercayakan kepadanya. Sebaliknya harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman bagi guru. Guru-guru memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan layak bagi guru dan menjadikannya sebagai norma kelakuan dalam segala situasi sosial di dalam dan di luar sekolah. Ini akan terjadi bila guru menginternalisasi norma-norma itu sehingga menjadi bagian dari pribadinya. 1. b. Peranan Guru Sehubungan dengan Murid

31

Peranan guru dalam hubungannya dengan murid bermacam-macam menurut situasi interaksi sosial yang dihadapinya, yakni situasi formal dalam proses belajar mengajar dalam kelas dan dalam situasi informal. Dalam situasi formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas guru harus sanggup menunjukkan kewibawaan atau otoritasnya, artinya ia harus mampu mengendalikan, mengatur, dan mengontrol kelakuan anak. Dengan kewibawaan ia menegakkan disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses belajar mengajar. Dalam pendidikan, kewibawaan merupakan syarat mutlak. Bimbingan atau pendidikan hanya mungkin bila ada kepatuhan dari pihak anak dan kepatuhan diperoleh bila pendidik mempunyai kewibawaan. Kewibawaan dan kepatuhan merupakan dua hal yang komplementer untuk menjamin adanya disiplin. Kewibawaan yang sejati tidak diperoleh dengan penyalahgunaan kekuasaan dengan ancaman akan memberikan angka rendah bila guru merasa ia kurang dihormati. Sekalipun kedudukan sebagai guru telah memberikan kewibawaan formal, namun kewibawaan guru harus lagi didukung dengan kepribadian guru. Dalam situasi sosial informal guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial, misalnya sewaktu rekreasi, berolah raga, berpiknik, atau lainnya. Murid-murid menyukai guru yang pada waktu-waktu demikian dapat bergaul dengan lebih akrab dengan mereka, sebagai manusia terhadap manusia lainnya, dapat tertawa dan bermain lepas dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Walaupun guru bertindak otoriter dengan menggunakan kewibawaannya, namun ia tidak akan dicap sebagai kejam. Guru dapat bertindak tegas bahkan keras namun dapat menjaga jangan sampai menyinggung perasaan dan harga diri murid. Pada satu pihak guru harus bersikap otoriter, dapat mengontrol kelakuan murid, dapat menjalankan kekuasaannya untuk menciptakan suasana disiplin demi tercapainya hasil belajar yang baik dan untuk itu ia menjaga adanya jarak sosial dengan murid. Di lain pihak ia harus dapat menunjukkan sikap bersahabat dan dapat bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang berpengalaman dapat menjalankan peranannya menurut situasi situasi sosial yang dihadapinya. 1. c. Peranan Guru Dalam Masyarakat Peranan guru dalam masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru. Kedudukan sosial guru berbeda dari negara ke negara, dari zaman ke zaman. Pada zaman Hindu, misalnya guru menduduki tempat yang sangat terhormat sebagai satu-satunya sumber ilmu. Murid harus datang kepadanya untuk memperoleh ilmu sambil menunjukkan baktinya. Di negara kita kedudukan guru sebelum Perang Dunia II sangat terhormat karena hanya mereka yang terpilih dapat memasuki lembaga pendidikan guru. Hingga kini citra tentang guru masih tinggi walaupun sering menurut yang dicita-citakan yang tidak selalu sejalan dengan kenyataan.

32

Pekerjaan guru selalu dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangunan bangsa. Dari guru diharapkan agar ia manusia idealistis, namun guru sendiri tak dapat tiada harus menggunakan pekerjaannya sebagai alat untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Walaupun demikian masyarakat tidak dapat menerima pekerjaan guru semata-mata sebagai mata pencaharian belaka sejajar dengan pekerjaan tukang kayu, atau saudagar. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan negara dan masa depan bangsa. Karena kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan-harapan yang tinggi tentang peranan guru. Harapan-harapan itu tidak dapat diabaikan oleh guru, bahkan dapat menjadi norma yang turut menentukan kelakuan guru. Guru-guru menerima harapan agar mereka menjadi suri teladan bagi anak didiknya. Untuk itu guru harus mempunyai moral yang tinggi. Walaupun demikian ada kesan bahwa kedudukan guru makin merosot dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang lalu. (S. Nasution, 1995 : 91-96) 1. C. Konsep Profesionalisasi Guru Keterampilan dalam pekerjaan profesi sangat didukung oleh teori yang telah dipelajarinya. Jadi seorang profesional dituntut banyak belajar, membaca dan mendalami teori tentang profesi yang digelutinya. Suatu profesi bukanlah suatu yang permanen, ia akan mengalami perubahan dan mengikuti perkembangan kebutuhan manusia, oleh sebab itu penelitian terhadap suatu tugas profesi dianjurkan, di dalam keguruan dikenal dengan penelitian action research. (Martinis Yamin, 2009 : 4) Suatu pekerjaan profesional memerlukan persyaratan khusus, yakni (1) menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam; (2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya; (3) menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai; (4) adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya; (5) memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Moh. Ali, 1985). (Fachrudin Saudagar dan Ali Idrus, 2009 : 13) Secara konseptual, unjuk kerja guru menurut Depdikbud dan Johson (1980) (dalam Sanusi, 1991 : 36) mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial, dan (c) kemampuan personal (pribadi). Kemampuan ketiga aspek ini dijabar menjadi: 1. Kemampuan profesional mencakup: 1) Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkannya itu. 2) 3) Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan. Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan, dan pembelajaran siswa. 1. Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawa tugasnya dari guru. 2. Kemampuan sosial (pribadi) mencakup:

33

1) Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya. 2) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seseorang guru. 3) Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya. 1. D. Syarat-Syarat Menjadi Guru Profesional Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan gambang, seperti yang dibayangkan sebagian orang, dengan bermodal penguasaan materi dan menyampaikannya kepada siswa sudah cukup, hal ini belumlah dapat dikategorikan sebagai guru yang memiliki pekerjaan profesional, karena guru yang profesional, mereka harus memiliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru, dan lain sebagainya. Oemar Hamalik dalam bukunya Proses Belajar Mengajar (2001 ; 118), guru profesional harus memiliki persyaratan, yang meliputi : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Memiliki bakat sebagai guru. Memiliki keahlian sebagai guru. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi. Memiliki mental yang sehat. Berbadan sehat. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas. Guru adalah manusia berjiwa Pancasila. Guru adalah seorang warga negara yang baik.

(Martinis Yamin, 2009 5 : 7) 1. E. Tugas Profesional Guru Tugas adalah segala aktivitas dan kewajiban yang harus diperformansikan oleh seseorang dalam memainkan peranan tertentu. Tugas guru adalah segala aktivitas dan kewajiban yang harus diperformansikan oleh guru dalam peranannya sebagai guru (pengajar). Tugas guru itu bermacam-macam. Hal ini sangat bergantung dari sudut mana atau perspektif konseptual kita yang mana dalam memandang pengajaran. Menurut Budiarso (Mintjelungan, 2008) ada lima unjuk kerja guru yang profesional, yaitu: (a) keinginan selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal, (b) meningkatkan dan memelihara profesi, (c) keinginan selalu mengembangkan profesi dengan meningkatkan pengetahuan dan penguasaan teknologi, (d) mengejar kualitas dan cita-cita34

dalam profesi, dan (e) kebanggaan terhadap profesi. Mungin (2003) menyatakan guru dan dosen yang profesional antara lain memiliki ciri-ciri: (a) memiliki kepribadian matang dan berkembang, (b) memiliki keterampilan membangkitkan minat peserta didik, (c) penguasaan pengetahuan dan teknologi yang kuat, dan (d) memiliki sikap profesional yang berkembang secara berkesinambungan. 1. a. Pengajaran Dalam Perspektif Dalam pandangan tradisional, mengajar itu tidak lebih daripada sekadar memasukkan isi atau bahan pelajaran kepada murid sedemikian rupa sehingga ia bisa mengeluarkan kembali segala isi dan bahan pelajaran yang telah diterimanya. Proses pengajaran, dalam perspektif ini, hanya meliputi guru atau instruktur, mur