Bahan P4 Anto
-
Upload
fitrianto-dwi-utomo -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
description
Transcript of Bahan P4 Anto
A. Definisi dan klasifikasi
Definisi gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan
suara pada salah satu atau kedua telinga. Pembagian gangguan pendengaran berdasarkan tingkatan
beratnya gangguan pendengaran, yaitu mulai dari gangguan pendengaran ringan (20-39 dB),
gangguan pendengaran sedang (40-69 dB) dan gangguan pendengaran berat (70-89 dB). Gangguan
pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai:
1. Tuli konduktif
Disebabkan oleh kondisi patologis pada kanal telinga eksterna, membran timpani, atau telinga
tengah. Gangguan pendengaran konduktif tidak melebihi 60dB karena dihantarkan menuju koklea
melalui tulang (hantaran melalui tulang) bila intensitasnya tinggi. Penyebab tersering gangguan
pendengaran jenis ini pada anak adalah otitis media dan disfungsi tuba eustachius yang disebabkan
oleh otitis media sekretori. Kedua kelainan tersebut jarang menyebabkan kelainan gangguan
pendengaran melebihi 40dB.
2. Tuli sensorineural
Disebabkan oleh kerusakan atau malfungsi koklea, saraf pendengaran dan batang otak sehingga
bunyi tidak dapat diproses sebagaimana mestinya. Bila kerusakan terbatas pada sel rambut di
koklea, maka sel ganglion dapat bertahan atau mengalami degenerasi transneural. Bila sel
ganglion rusak, maka nervus VIII akan mengalami degenerasi Wallerian. Penyebabnya antara lain
adalah: kelainan bawaan, genetik, penyakit/kelainan pada saat anak dalam kandungan, proses
kelahiran, infeksi virus, pemakaian obat yang merusak koklea (kina, antibiotika seperti golongan
makrolid), radang selaput otak, kadar bilirubin yang tinggi. Penyebab utama gangguan
pendengaran ini disebabkan genetik atau infeksi, sedangkan penyebab yang lain lebih jarang.
3. Tuli campuran
Bila gangguan pendengaran atau tuli konduktif dan sensorineural terjadi bersamaan.
B. Etiologi
1. Faktor Genetik.
Gangguan pendengaran karena faktor genetik pada umumnya berupa gangguan pendengaran bilateral
tetapi dapat pula asimetrik dan mungkin bersifat statis maupun progresif. Kelainan dapat bersifat
dominan, resesif, berhubungan dengan kromosom X (contoh: disease) kelainan mitokondria (contoh:
Kearns-Sayre syndrome), atau merupakan suatu malformasi pada satu atau beberapa organ telinga
(contoh: stenosis atau atresia kanal telinga eksternal sering dihubungkan dengan malformasi pinna
dan rantai osikuler yang menimbulkan tuli konduktif).
2. Faktor Didapat.
Antara lain dapat disebabkan:
Infeksi
Rubela kongenital, Cytomegalovirus, Toksoplasmosis, virus herpes simpleks, meningitis bakteri,
otitis media kronik purulenta, mastoiditis, endolabirintitis, kongenital sifilis. Toksoplasma ,
Rubela, Cytomegalovirus menyebabkan gangguan pendengaran pada 18% dari seluruh kasus
gangguan pendengaran dimana gangguan pendengaran sejak lahir akibat infeksi
Cytomegalovirus sebesar 50%, infeksi Rubela kongenital 50%, dan Toksoplasma kongenital
10%-15%, sedangkan untuk infeksi herpes simpleks sebesar 10%. Gangguan pendengaran yang
terjadi bersifat tuli sensorineural. Penelitian oleh Rivera menunjukkan bahwa 70% anak yang
mengalami infeksi sitomegalovirus kongenital mengalami gangguan pendengaran sejak lahir atau
selama masa neonatus. Pada meningitis bakteri melalui laporan post-mortem dan beberapa studi
klinis menunjukkan adanya kerusakan di koklea atau saraf pendengaran, sayangnya proses
patologis yang terjadi sehingga menyebabkan gangguan pendengaran masih belum dapat
dipastikan.
Neonatal hiperbilirubinemia
Masalah perinatal
Prematuritas, anoksia berat, hiperbilirubinemia, obat ototoksik
Obat ototoksik
Obat-obatan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran adalah: Golongan antibiotika:
Erythromycin, Gentamicin, Streptomycin, Netilmicin, Amikacin, Neomycin (pada pemakaian tetes
telinga), Kanamycin, Etiomycin, Vancomycin.Golongan diuretika: furosemide.
Trauma
Fraktur tulang temporal, perdarahan pada telinga tengah atau koklea, dislokasi osikular, trauma
suara.
Neoplasma
Bilateral acoustic neurinoma (neurofibromatosis), cerebellopontine tumor, tumor pada telinga
tengah (contoh: rhabdomyosarcoma, glomus tumor).
C. Gambaran Klinis
Pada pasien dengan tuli mendadak/sensorineural keluhan pasien pada umumnya berupa hilangnya
pendengaran pada satu sisi telinga saat bangun tidur. Sebagian besar kasus bersifat unilateral, hanya
1-2% kasus bilateral. Kejadian hilangnya pendengaran dapat bersifat tiba-tiba, berangsur-angsur
hilang secara stabil atau terjadi secara cepat dan progresif. Kehilangan pendengaran bisa bersifat
fluktuatif, tetapi sebagian besar bersifat stabil. Tuli mendadak ini sering disertai dengan keluhan
sensasi penuh pada telinga dengan atau tanpa tinitus. Terkadang didahului oleh timbulnya tinitus.
Selain itu, pada 28-57% pasien dapat ditemukan gangguan vestibular, seperti vertigo atau
disequilibrium. Pada pasien dengan tuli konduktif dapat terjadi secara perlahan.
D. Patofisiologi
Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli sensorineural. Koklea memperoleh asupan darah dari
arteri labirintin atau arteri auditiva interna. Pembuluh darah ini merupakan end artery yang tidak
memiliki vaskularisasi kolateral, sehingga jika terganggu dapat mengakibatkan kerusakan koklea.
Kelainan yang menyebabkan iskemia koklea atau oklusi pembuluh darah seperti trombosis atau
embolus, vasopasme, atau berkurangnya aliran darah dapat mengakibatkan degenerasi luas sel
ganglion stria vaskularis dan ligamen spiralis yang diikuti pembentukan jaringan ikat dan penulangan.
Terdapat membran tipis yang memisahkan telinga dalam dari telinga tengah dan ada membran halus
yang memisahkan ruang perilimfe dengan endolimfe dalam koklea. Robekan salah satu atau kedua
membran tersebut secara teoretis dapat menyebabkan tuli sensorineural. Kebocoran cairan perilimfe
ke dalam telinga tengah melalui tingkap bundar dan tingkap lonjong didalilkan sebagai penyebab
ketulian dengan membentuk hidrops endolimfe relatif atau menyebabkan robeknya membran
intrakoklea. Robekan membran intrakoklea memungkinkan terjadinya percampuran perilimfe dan
endolimfe sehingga mengubah potensial endokoklea. Pada seorang dengan tuli konduktif disebabkan
karena gangguan hantaran suara akibat terdapat sumbatan yang menghalangi suara untuk masuk ke
dalam koklea. Hal ini dapat disebabkan karena adanya benda yang menghalangi meatus auditorius
eksterna, seperti adanya serumen.
E. Diagnosis
Menurut AAO-HNS (American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery) guideline,
langkah pertama diagnosis tuli mendadak adalah membedakan tuli sensorineural dan tuli konduktif
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, tes penala, pemeriksaan audiometri, dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Ketulian atau hearing loss diklasifikasikan menjadi tuli konduktif, tuli
sensorineural, atau campuran. Tuli konduktif disebabkan oleh abnormalitas telinga luar, membran
timpani, rongga udara telinga tengah, atau tulang pendengaran, struktur yang menghantarkan
gelombang suara ke koklea. Sementara itu, tuli sensorineural disebabkan oleh adanya abnormalitas
koklea, saraf auditorik, dan struktur lain yang mengolah impuls neural ke korteks auditorik di otak.
Tuli konduktif dan tuli sensorineural memerlukan penanganan yang sangat berbeda. Sebagai contoh,
tuli konduktif yang terjadi akibat impaksi serumen dapat ditangani dengan evakuasi serumen, lain
halnya dengan penanganan pada tuli sensorineural yang lebih kompleks karena penyebabnya sering
tidak diketahui. Pada anamnesis ditanyakan onset dan proses terjadinya ketulian (berlangsung tiba-
tiba, progresif cepat atau lambat, fluktuatif, atau stabil), persepsi subjektif pasien mengenai derajat
ketulian, serta sifat ketulian (unilateral atau bilateral). Selain itu, ditanyakan juga gejala yang
menyertai seperti sensasi penuh pada telinga, tinitus, vertigo, disequilibrium, otalgia, otorea, nyeri
kepala, keluhan neurologis, dan keluhan sistemik lainnya. Riwayat trauma, konsumsi obat-obat
ototoksik, operasi dan penyakit sebelumnya, pekerjaan dan pajanan terhadap kebisingan, serta faktor
predisposisi lain yang penting juga perlu ditanyakan. Pada pemeriksaan fisik, dilakukan inspeksi
saluran telinga dan membran timpani untuk membedakan tuli konduktif dan tuli sensorineural.
Penyebab tuli konduktif berupa impaksi serumen, otitis media, benda asing, perforasi membran
timpani, otitis eksterna yang menyebabkan edema saluran telinga, otosklerosis, trauma, dan
kolesteatoma. Sebagian besar kondisi ini dapat didiagnosis dengan pemeriksaan otoskopi. Di lain
pihak, pemeriksaan otoskopi pada pasien tuli sensorineural hampir selalu mendapatkan hasil normal.
Pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis juga dilakukan, terutama pada pasien dengan
tuli mendadak bilateral, tuli mendadak dengan episode rekuren, dan tuli mendadak dengan defisit
neurologis fokal, untuk mencari kelainan serta penyakit penyerta lainnya. Selain itu, dapat dilakukan
pemeriksaan hum test dan tes penala untuk membantu klinisi membedakan tuli konduktif dan tuli
sensorineural sebelum dilakukan pemeriksaan audiometri. Pada hum test, pasien diminta
bersenandung dan kemudian memberitahu apakah suara didengar lebih keras di satu telinga atau sama
di keduanya. Pada tuli konduktif, suara akan terdengar lebih keras pada telinga yang sakit, sebaliknya
pada tuli sensorineural suara akan terdengar lebih keras pada telinga yang sehat. Menurut AAO-HNS
guideline, tes penala dapat digunakan untuk konfirmasi temuan audiometri. Tes penala berupa tes
Weber dan tes Rinne dilakukan dengan alat bantu garpu tala 256 Hz atau 512 Hz juga melihat ada
tidaknya lateralisasi ke salah satu sisi telinga. Pemeriksaan audiometri lengkap, termasuk audiometri
nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan audiometri impedans (timpanometri dan
pemeriksaan refleks akustik), merupakan pemeriksaan yang wajib dilakukan dalam mendiagnosis tuli
mendadak. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria definisi tuli mendadak menurut NIDCD 2003,
yakni terdapat penurunan pendengaran ≥30 dB sekurang-kurangnya pada 3 frekuensi berturut-turut
pada pemeriksaan audiometri. Pemeriksaan audiometri diperlukan untuk membuktikan ketulian dan
menentukan derajat penurunan pendengaran. Hantaran tulang dan hantaran udara dalam audiometri
nada murni membantu menentukan jenis ketulian, baik tuli konduktif, tuli sensorineural, maupun tuli
campuran. Audiometri tutur dapat digunakan untuk memverifikasi hasil audiometri nada murni.
Timpanometri dan pemeriksaan refleks akustik juga dapat membedakan tuli konduktif dan tuli
sensorineural serta memberikan petunjuk tambahan untuk etiologi. Timpanometri dapat membantu
dalam mengeksklusi kemungkinan adanya komponen konduktif pada pasien dengan penurunan
pendengaran sangat berat. Pemeriksaan laboratorium dilakukan berdasarkan keluhan dan riwayat
pasien serta kemungkinan etiologi. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak spesifik tidak
direkomendasikan sebab jarang terbukti membantu menentukan etiologi tuli mendadak. Pemeriksaan
auditory brainstem response (ABR) dapat memberikan informasi tambahan mengenai sistem
auditorik.
Sumber:
1. Stachler RJ, Chandrasekhar SS, Archer SM, Rosenfeld RM, Schwartz SR, Barrs DM, et al.
Clinical practice guideline sudden hearing loss: Recommendations of the American Academy of
Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Otolaryngol Head Neck Surg. 2012;146:S1.
2. Bailey BJ, Johnson JT. Head and neck surgery-otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2006.
3. Cummings CW, Flint PW, Harker LA, Haughey BH, Richardson MA, Robbins KT, et al.
Cummings otolaryngology head and neck surgery. 4th Ed. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2005.
4. Rauch SD. Clinical practice: Idiopathic sudden sensorineural hearing loss. N Engl J Med.
2008;359:833-40.
5. Bashiruddin J, Soetirto I. Tuli mendadak. In: Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok
kepala dan leher. Ed 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.