Bagian Isi Fix

download Bagian Isi Fix

of 37

description

tinjauan pustaka

Transcript of Bagian Isi Fix

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    1/37

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1Latar Belakang

    Radikal bebas merupakan molekul yang memiliki satu atau lebih elektron

    yang tidak berpasangan. Elektron-elektron yang tidak berpasangan ini

    menyebabkan radikal bebas menjadi senyawa yang sangat reaktif terhadap sel-

    sel tubuh dengan cara mengikat elektron molekul sel1. Dalam keadaan normal

    radikal bebas yang diproduksi didalam tubuh akan dinetralisir oleh

    antioksidan yang ada didalam tubuh. Bila kadar radikal bebas terlalu tinggi

    seperti saat melakukan aktivitas fisik berat, maka kemampuan dari antioksidan

    endogen tidak memadai untuk menetralisir radikal bebas sehingga terjadi

    keadaan yang tidak seimbang antara radikal bebas dengan antioksidan2.

    Tingginya kadar radikal bebas dalam tubuh dapat memicu munculnya

    berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, arteriosclerosis,

    kanker, serta gejala penuaan. Oleh sebab itu,tubuh kita memerlukan suatu

    substansi penting, yakni antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh

    dari serangan radikal bebas dan meredam dampak negatifnya3.

    Antioksidan merupakan zat yang dapat menetralkan radikal bebas

    sehingga dapat melindungi sistem biologi tubuh dari efek merugikan yang

    timbul dari proses ataupun reaksi yang menyebabkan oksidasi yang

    berlebihan4. Salah satu tanaman dari Indonesia yang telah terbukti memiliki

    efek sebagai antioksidan adalah buah naga (Hylocereus polyrhizus Britton &

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    2/37

    2

    Rose). Senyawa kimia dari tanaman ini yang memiliki aktivitas sebagai

    antioksidan adalah vitamin C, vitamin E, vitamin A dan senyawa polifenol 5.

    Penelitian dengan menggunakan ekstrak metanol buah naga (Hylocereus

    polyrhizus Britton & Rose) yang diformulasikan dalam bentuk lotio telah

    membuktikan bahwa buah naga memiliki aktivitas sebagai antioksidan6.

    Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang rentan terhadap radikal

    bebas. sehingga diperlukan suatu sediaan antioksidan alami untuk melindungi

    kulit dari pengaruh radikal bebas yaitu dengan menggunakan sistem

    nanoemulsi. Berdasarkan penelusuran literatur yang telah dilakukan, belum

    ada hasil penelitian yang mengembangkan buah naga (Hylocereus polyrhizus

    Britton & Rose) dalam bentuk nanoemulsi sebagai salah satu sistem

    penghantaran obat (Drug Delivery System). Nanoemulsi adalah sistem emulsi

    yang transparan, tembus cahaya dan merupakan dispersi minyak dan air yang

    distabilkan oleh lapisan film dari surfaktan atau molekul surfaktan, yang

    memiliki ukuran droplet 50 nm 500 nm7. Oleh sebab itu, formulasi sediaan

    antioksidan dengan sistem nanoemulsi dipilih karena mempunyai kestabilan

    secara kinetik sehingga mencegah terjadinya sedimentasi dan kriming selama

    penyimpanan8

    , jernih, dapat meningkatkan kelarutan zat aktif dan

    meningkatkan bioavailabilitasnya10. Karakteristik tersebut membuat sediaan

    topikal nanoemulsi mempunyai peranan penting sebagai dalam formula untuk

    zat aktif yang tidak larut terutama zat aktif yang sifatnya hidrofil sehingga

    sulit untuk menembus lapisan kulit yang sifatnya lipofil.

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    3/37

    3

    Sediaan nanoemulsi yang dibuat dalam penelitian ini menggunakan tipe

    nanoemulsi air dalam minyak (A/M). Sehingga diperlukan adanya surfaktan

    dengan nilai HLB rendah (3-6) untuk membantu terbentuknya nanoemulsi

    A/M9. Surfaktan yang dipilih dalam formulasi ini adalah surfaktan nonionik

    lipofilik Span 80 (Sorbitan monoleat) dengan nilai HLB 4,3 karena dapat

    mempengaruhi sifat barrier kulit dan koefisien partisi pembawa-stratum

    korneum, sehingga dapat meningkatkan laju penetrasi zat aktif 10.

    Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan tersebut maka dalam penelitian

    ini akan dibuat suatu sediaan antioksidan topikal nanoemulsi tipe A/M

    menggunakan span 80 sebagai surfaktan sehingga menghasilkan sediaan

    antioksidan alami dengan konsentrasi optimum dari aktivitas antioksidan

    ekstrak etanol Hylocereus polyrhizus Britton & Rose, dimana uji efektivitas

    antioksidan sediaan nanoemulsi akan diuji melalui metode DPPH, serta uji

    stabilitasnya akan dilakukan untuk menentukan formula terbaik.

    1.2Rumusan Masalah

    a. Apakah ekstrak etanol buah naga (Hylocereus polyrhizus Britton & Rose)

    dapat dibuat dalam bentuk sediaan topikal nanoemulsi ?

    b.

    Berapakah nilai IC50 sediaan topikal nanoemulsi ekstrak etanol buah naga

    (Hylocereus polyrhizus Britton & Rose) ?

    c. Bagaimana pengaruh Span 80 terhadap stabilitas dari sediaan topikal

    nanoemulsi ekstrak etanol buah naga (Hylocereus polyrhizus Britton &

    Rose) ?

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    4/37

    4

    d.

    Bagaimana sifat fisik, kimia dan stabilitas sediaan topikal nanoemulsi

    ekstrak etanol buah naga (Hylocereus polyrhizus Britton & Rose) ?

    1.3Tujuan

    a. Mengetahui apakah ekstrak etanol buah naga (Hylocereus polyrhizus

    Britton & Rose) dapat dibuat dalam bentuk sediaan topikal nanoemulsi.

    b. Mengetahui nilai IC50 ekstrak etanol buah naga (Hylocereus polyrhizus

    Britton & Rose) dalam sediaan topikal nanomulsi.

    c.

    Mengetahui pengaruh Span 80 terhadap stabilitas dari sediaan topikal

    nanoemulsi ekstrak etanol mengembangkan buah naga (Hylocereus

    polyrhizus Britton & Rose).

    d. Mengetahui sifat fisik, kimia dan stabilitas sediaan topikal nanomulsi

    ekstrak etanol buah naga (Hylocereus polyrhizus Britton & Rose).

    1.4

    Manfaat Penelitian

    a.

    Mengetahui manfaat dari ekstrak buah naga (Hylocereus polyrhizus

    Britton & Rose) sebagai antioksidan alami.

    b. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut dalam usaha pengembangan obat

    yang berasal dari alam dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat

    dan pemanfaatan bahan alam.

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    5/37

    5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 Buah Naga (Hylocereus polyrh izusBritton & Rose)

    II.1.1 Taksonomi Tanaman

    Sistematika taksonomi tanaman H. polyrhizus (Gambar 1) adalah

    sebagai berikut11:

    Kingdom :Plantae

    Sub kingdom : Tracheobionta(tanaman vaskular)

    Super divisi : Spermathophyta(tumbuhan berbiji)

    Divisi :Magnoliophyta(tanaman berbunga)

    Kelas :Magnoliopsida(tanaman dikotil atau berkeping dua)

    Ordo : Caryophyllales

    Famili : Cactaceae(kaktus)

    Genus :Hylocereus

    Spesies :Hylocereus polyrhizusBritton & Rose

    (A) (B)

    Gambar 1. (A) Tanaman Buah Naga Merah (B) Buah Naga Merah

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    6/37

    6

    II.1.2 Penyebaran Tanaman Buah Naga

    Tumbuhan buah naga berasal dari daerah beriklim tropis kering.

    Habitat aslinya di Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian

    Utara. Di daerah asalnya tersebut buah naga atau dragon fruit ini dinamai

    pitahaya ataupitaya roja. Buah naga mulai dikembangkan di Indonesia sejak

    tahun 2001 yang mana daerah yang mengembangkan tanaman buah naga ini,

    antara lain Pasuruan, Jember, Mojokerto, dan Jobang11.

    Adapun jenis dari tanaman buah naga yang diusahakan dan

    memiliki prospek yang baik, antara lain11:

    a. Buah naga berkulit merah dan berdaging putih (Hylocereus undatus).

    b. Buah naga berkulit merah dan berdaging merah (Hylocereus polyrhizus).

    c.

    Buah naga berkulit merah dan berdaging super merah (Hylocereus

    castaricensis).

    d. Buah naga berkulit kuning halus dan berdaging putih (Selenicereus

    megalanthus).

    II.1.3 Morfologi Tanaman

    Tanaman buah naga merupakan tanaman perennial, tumbuh cepat,

    merambat dan tidak berdaun. Batang buah naga berwarna hijau tua,

    bersegmen-segmen, tidak berkayu dan kebanyakan berduri. Buah naga

    berbentuk lonjong agak mengerucut (oblong) atau secara umum disebut

    bentuk berry. Buah tanaman ini memiliki banyak variasi warna, mulai dari

    kuning, merah muda, sampai merah12. Ketebalan kulit buah 2-3 cm. Pada

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    7/37

    7

    permukaan kulit buah terdapat jumbai atau jambul berukuran 1-2 cm. Biji

    berbentuk bulat berukuran kecil dengan warna hitam. Kulit biji sangat tipis,

    tetapi keras dan terdapat sekitar 1.200-2.300 biji11.

    II.1.4 Kandungan Kimia

    H. polyrhizusmengandung senyawa flavonoid dan polifenol, dimana

    senyawa ini mempunyai kandungan antioksidan untuk mengikat radikal

    bebas dalam sistem biologis14. Selain itu, buah naga juga mengandung

    berbagai macam kandungan gizi yang menyehatkan. Kandungan gizi H.

    polyrhizus (Tabel 1) secara lengkap telah dilaporkan oleh Taiwan Food

    Industry Development and Research Authorities13.

    Tabel 1. Kandungan Gizi H. polyrhizusper 100 g13

    Keterangan Komposisi

    Kelembaban air (g) 82,5-83Protein (g) 0,159-0,229

    Lemak (g) 0,21-0,61

    Serat kasar (g) 0,7-0,9

    Karotenoid (mg) 0,005-0,012

    Kalsium (mg) 6,3-8,8

    Fosfor (mg) 30,2-36,1

    Besi (mg) 0,55-0,65

    Vitamin B1 (mg) 0,28-0,043

    Vitamin B2 (mg) 0,043-0,045

    Vitamin C (mg) 8,0-9,0

    Thiamin (mg) 0,28-0,30

    Riboflavin (mg) 0,043-0,044

    Niasin (mg) 1,297-1,300

    Abu (g) 0,28

    Lain-lain (g) 0,54-0,68

    II.1.5 Manfaat H. polyrh izusSecara Biologis

    H. polyrhizus memiliki khasiat untuk kesehatan manusia,

    diantaranya ialah sebagai penyeimbang kadar gula darah, pencegah kanker

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    8/37

    8

    usus, pelindung kesehatan mulut, pencegah pendarahan dan obat keputihan11.

    Pemberian ekstrak metanol H. polyrhizus secara oral pada mencit dapat

    menurunkan total kolesterol hingga 49,14%15. Ekstrak metanolH. polyrhizus

    dengan konsentrasi 1250, 2500 dan 5000 mg/kg BB tikus yang diberikan

    secara oral dengan dosis tunggal tidak menunjukan adanya toksisitas akut

    maupun kronis16.

    II.2 Kulit

    Kulit merupakan organ yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki

    fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai gangguan dan rangsangan luar.

    Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu epidermis (kulit ari) sebagai lapisan

    paling luar dan dermis (korium, kutis, kulit jangat). Di bawah dermis terdapat

    subkutis atau jaringan lemak bawah kulit17.

    Gambar 2. Struktur dasar kulit manusia18

    Epidermis adalah lapisan kulit yang paling luar. Epidermis memiliki

    ketebalan yang berbeda, paling tebal berukuran 1 mm, misalnya pada telapak kaki

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    9/37

    9

    dan telapak tangan, dan paling tipis berukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak

    mata, pipi, dahi, dan perut. Sel epidermis disebut dengan keratinosit17.

    Epidermis terbagi menjadi lima lapisan, yaitu:

    a. Stratum corneum (lapisan tanduk)

    Lapisan ini merupakan lapisan yang paling atas dan terdiri atas beberapa

    lapis sel pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami metabolisme, tidak

    berwarna, dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri

    atas keratin (protein yang tidak larut dalam air) dan sangat resisten terhadap bahan

    kimia. Secara alami, sel-sel yang mati di permukaan kulit akan melepaskan diri

    untuk beregenerasi. Permukaan lapisan ini dilapisi oleh lapisan pelindung lembab

    tipis bersifat asam disebut mantel asam kulit17.

    b. Stratum lucidum (lapisan jernih)

    Lapisan ini disebut juga lapisan barrier yang letaknya tepat di bawah

    stratum corneum. Lapisan ini merupakan lapisan tipis, jernih, mengandung eleidin

    yang terdapat antara stratum lucidum dan stratum granulosum terdapat lapisan

    keratin tipis disebut reins barrier (Szakall) yang tidak dapat ditembus

    (impermeable)17.

    c.

    Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir)

    Lapisan ini tersusun atas sel-sel keratinosit berbentuk poligonal, berbutir

    kasar, berinti mengkerut. Dalam butir keratohyalin tersebut terdapat bahan logam,

    khususnya tembaga, sebagai katalisator proses pertandukan kulit17.

    d. Stratum spinosum (lapisan malphigi)

    Lapisan ini memiliki sel berbentuk kubus dan seperti berduri, berinti besar

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    10/37

    10

    dan berbentuk oval. Setiap sel berisi filamen kecil terdiri atas serabut protein.

    Cairan limfe ditemukan mengitari sel-sel dalam lapisan ini17.

    e. Stratum germinativum (lapisan basal atau membran basalis)

    Lapisan ini merupakan lapisan terbawah epidermis. Di dalamnya terdapat

    sel-sel melanosit, yaitu sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya

    membentuk pigmen melanin dan melalui dendrit-dendrit diberikan kepada sel-sel

    keratinosit. Satu sel melanin untuk sekitar 36 sel keratinosit dan disebut dengan

    unit melanin epidermal17.

    Dermis terdiri dari serabut kolagen dan elastin, yang berada dalam

    substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida.

    Serabut kolagen mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia tanpa lemak.

    Di dalam dermis terdapat folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran

    keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung

    saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah

    kulit19.

    II.2.1 Keratinisasi

    Sel keratinosit pada lapisan basal atau lapisan tanduk akan

    memperbanyak diri, berdiferensiasi, terdesak menuju ke permukaan kulit

    sehingga menjadi sel-sel yang mati, kering, dan pipih dalam stratum

    corneum. Kandungan lemak pada stratum germinativum sekitar 13-14%,

    sedangkan dalam stratum granulosum turun menjadi 10%, dan hanya bersisa

    7% atau kurang dalam stratum corneum. Kandungan air dalam stratum

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    11/37

    11

    corneum hanya sekitar 25%, sedangkan pada lapisan lainnya dapat mencapai

    70%19.

    Keratinisasi adalah proses pendewasaan dari stratum germinativum

    sampai menjadi sel tanduk dalam stratum corneum yang berlangsung selama

    1421 hari dan sering disebut Cell Turn Over Time19.

    II.2.2 Fungsi Biologik Kulit

    II.2.2.1 Proteksi

    Serabut elastis pada dermis serta jaringan lemak subkutan

    berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap tubuh bagian

    dalam. Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air

    dengan mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah

    penguapan air, serta sebagai barrier terhadap racun dari luar. Mantel

    asam kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri di kulit20.

    II.2.2.2 Termoregulasi

    Temperatur tubuh diatur dengan mekanisme dilatasi dan

    konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi. Saat temperatur

    badan menurun terjadi vasokonstriksi, sedangkan saat temperatur

    meningkat terjadi vasodilatasi sehingga penguapan akan menjadi lebih

    banyak dan tubuh menjadi dingin kembali20.

    II.2.2.3 Persepsi sensoris

    Kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap adanya

    rangsangan dari luar. Rangsangan tersebut kemudian diterima oleh

    reseptor-reseptor dan diteruskan ke sistem saraf pusat yang selanjutnya

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    12/37

    12

    diinterpretasi oleh korteks serebri. Reseptor-reseptor yang bertanggung

    jawab terhadap adanya rangsangan tersebut, antara lain Meissner

    sebagai reseptor raba, Pacini sebagai reseptor tekanan, Ruffini dan

    Krauss sebagai reseptor suhu, dan Nervus End Plate sebagai

    reseptor nyeri20.

    II.2.2.4 Absorbsi

    Absorbsi melalui kulit terdiri dari dua jalur, yaitu melalui

    epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Bahan-bahan yang mudah larut

    dalam lemak akan lebih mudah diabsorbsi dibandingkan dengan air

    ataupun bahan yang dapat larut dalam air. Obat dapat terpenetrasi pada

    kulit melalui dinding saluran folikel rambut, kelenjar keringat atau

    kelenjar sebasea. Dapat pula lewat antara sel-sel stratum corneum atau

    menembus sel-sel stratum corneum, cara ini disebut transepidermal17,20.

    II.3 Antioksidan

    Radikal bebas adalah molekul atau atom yang memiliki satu atau lebih

    elektron yang tidak berpasangan. Elektron tersebut sangat reaktif dan cepat

    bereaksi dengan molekul lain sehingga terbentuk radikal bebas baru dalam jumlah

    besar secara terus-menerus. Radikal bebas dapat menimbulkan kerusakan di

    berbagai bagian sel dan menyebabkan berbagai penyakit seperti tumor, kanker,

    arterosklerosis, katarak, keriput, penuaan dan lainnya, sehingga diperlukan

    antioksidan untuk menghambat oksidasi radikal bebas21,22.

    Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    13/37

    13

    lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat

    diredam. Antioksidan bersifat sebagai free radical scavenging yang mampu

    menghambat oksidasi radikal bebas. Antioksidan digunakan untuk melindungi

    kulit dari kerusakan akibat oksidasi dan mencegah penuaan dini. Tubuh manusia

    tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika

    terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen

    yang dapat berupa pemberian oral dan topikal. Pemberian antioksidan secara

    topikal dapat melindungi kulit dari pengaruh buruk sinar UV. Antioksidan pada

    penggunaanya, dapat berfungsi sebagai bahan tambahan dan sebagai bahan aktif.

    Berdasarkan kelarutanya antioksidan dibagi menjadi 2 yaitu antioksidan larut air

    (sodium metabisulfit, asam sitrat dan vitamin C) dan antioksidan larut lemak

    (BHT, BHA dan vitamin E). Pada sediaan gel digunakan antioksidan yang larut

    dalam air23.

    II.4 Nanoemulsi

    II.4.1 Deskripsi Nanoemulsi

    Nanoemulsi dapat didefinisikan sebagai emulsi dengan ukuran

    globul yang sangat kecil. Nanoemulsi dibagi menjadi 2 tipe yaitu sistem

    stabil termodinamika dan metastabil. Namun, perbedaan antara nanoemulsi

    dengan sistem stabil termodinamika dan metastabil masih kurang begitu

    jelas. Berbeda dengan sistem stabil termodinamika, kestabilan sistem

    metastabil bergantung pada metode pembuatan. Nanoemlsi dapat memiliki

    stabilitas kinetik yang tinggi dan transparan seperti sistem stabil

    termodinamika (mikroemulsi). Walaupun metastabil, nanoemulsi dapat

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    14/37

    14

    memiliki stabilitas lebih dari beberapa bulan atau bahkan lebih dari beberapa

    tahun karena adanya misel surfaktan sebagai penstabil24.

    Ukuran globul nanoemulsi lebih kecil daripada gelombang cahaya

    tampak sehingga terlihat transparan. Ukuran rata-rata nanoemulsi memiliki

    kisaran 1-100 nm25.Karena transparan danbiasanya encer, sedikit tanpa

    ketidakstabilan dapat dengan mudah terlihat24.

    Ukuran globul yang sangat kecil menyebabkan penurun gaya gravitasi

    yang besar dan gerak Brown yang dapat mencegah terjadinya sedimentasi

    atau creamin sehingga dapat meningkatan stabilitas fisik. Nanoemulsi dapat

    stabil secara kinetik karena ukuran globul yang sangat kecil sehingga stabil

    dari sedimentasi dan creaming. Ukuran globul yang kecil pun dapat

    mencegah flokulasi. Nanoemulsi dapat menghasilkan tegangan permukaan

    yang sangat rendah dan luas permukaan yang besar antara fase minyak dan

    air24.

    Nanoemulsi terbagi menjadi 3 tipe sejak pembuatan nanoemulsi

    pertama tahun 1940-an, yaitu nanoemulsi minyak dalam air (O/W), air dalam

    minyak (W/O) dan bikontinu. Perubahan antara ketiga tipe tersebut dapat

    diperoleh dengan menvariasikan komponen dari nanoemulsi26

    .

    II.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Nanoemulsi

    Nanoemulsi memiliki kelebihan sebagai berikut24,26,27:

    a.

    Ukuran globul yang sangat kecil menyebabkan penurunan gaya gravitasi

    dan gerak Brown sehingga dapat mencegah terjadinya flokulasi

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    15/37

    15

    b.

    Nanoemulsi memiliki luas permukaan yang besar dari sistem emulsi

    memungkinkan penetrasi yang cepat dari bahan aktif

    c. Ukuran globul yang kecil dapat mencegah terjadinya flokulasi

    d. Tidak merusak sel normal dari manusia dan hewan sehingga baik untuk

    tujuan terapetik pada manusia dan hewan.

    e. Dapat diberikan secara oral jika dalam formula mengandung surfaktan

    yang biokompatibel.

    f.

    Merupakan cara yang paling efektif untuk meningkatkan bioavailabilitas

    dari nutrasetika.

    Disisi lain, seperti halnya mikroemulsi, karena sistem penghantaran

    obat sebaiknya biokompatibel, pemilihan eksipien untuk pembuatan

    nanoemulsi menjadi terbatas. Penggunaan surfaktan dalam jumlah besar yang

    dibutuhkan untuk pembuatan nanoemulsi pun menjadi hal yang tidak

    diinginkan. Oleh karena itu, pemilihan yang tepat dari komponen nanoemulsi

    dan konsentrasinya menjadi sangat penting28.

    II.4.3 Formulasi dan Komposisi Nanoemulsi

    Komponen nanoemulsi terdiri dari minyak, air dan surfaktan atau

    sering ditambahkan kosurfaktan.

    II.4.3.1 Fase Minyak

    Komponen minyak yang digunakan memiliki kemampuan

    berpenetrasi berbeda yang natinya akan mengembang di daerah grup

    ekor dari lapisan surfaktan sehingga mempengaruhi HLB. Minyak

    rantai pendek dapat berpenetrasi pada area grup ekor lebih baik

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    16/37

    16

    daripada rantai panjang alkana sehingga dapat menurunkan HLB. Asam

    lemak jenuh seperti asam laurat, miristat, dan kaprat dan asam lemak

    tidak jenuh seperti asam oleat, linoleat dan linolenat elah banyak

    dipelajari sejak lama dan ditemukan memiliki sifat peningkat penetrasi

    masing-masing. Ester asam lemak seperti ester dari etil atau metil asam

    laurat, miristat, dan oleat pun dapat digunakan sebagai fase minyak.

    Jika fase minyak akan ditambahkan obat, disarankan menggunakan obat

    yang lipofilik atau yang memiliki kelarutan tinggi di dalam fase minyak

    tersebut agar dapat meminimalkan volume dalam formulasi28.

    A. Deskripsi HLB

    Konsep HLB (Hidrophile-Lipophile-Balance) ditemukan oleh

    Griffin untuk surfaktan non-ionik. Griffin menyusun setiap surfaktan

    ke dalam harga bilangan tanpa dimensi yang dihitung dari

    perbandingan stoikiometri bagian lipofil dan hidrofil surfaktan

    sehingga harga HLB berisi informasi keseimbangan hidrofil-lipofil

    yang dihasilkan dari ukuran dan kekuatan gugus hidrofil dan lipofil.

    Dengan adanya HLB, identifikasi surfaktan menurut sifatnya

    amfifilnya dan klasifikasi tujuan penggunaan yang sesuai menjadi

    mungkin dilakukan29.

    Berdasarkan tujuan pemakaian, sistem HLB mengikuti skala

    angka skala 1 sampai 20 berdasarkan Tabel 2. Harga batas dominasi

    antara senyawa lipofil dan hidrofil adalah 10. Secara umum, surfaktan

    dengan HLB rendah (3-6) digunakan pada pembuatan W/O sedangkan

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    17/37

    17

    surfaktan dengan HLB tinggi (8-18) lebih sesuai digunakan dalam

    pembuatan O/W29.

    Tabel 2. HLB29

    Rentang HLB Aplikasi

    1-3

    3-6

    7-9

    8-18

    13-15

    15-18

    Bahan anti busa

    Emulgator W/O

    Bahan pembasah

    Emulgator O/W

    Zat-zat aktif pencuci

    Mediator larutan

    Untuk surfaktan jenis tertentu seperti turunan polioksietilen

    dari alkohol lemak dan ester asam lemak dari alkohol bervalensi

    banyak, harga HLB-nya pun dapat ditentukan dengan rumus :

    HLB = 20 ( 1- VZ )

    SZ

    Harga HLB juga dapat dihitung langsung dari formula

    kimianya dimana sifat hidrofil dan lipofil dari setiap gugus yang

    ditentukan melalui pengukuran koalensi lalu disusun sehingga

    menghasilkan harga tertentu yaitu :

    HLB = harga gugus hidrofil + n (harga gugus dari -CH2)+7

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    18/37

    18

    Dimana harga n merupakan jumlah gugus dalam molekul.

    Harga positif dihasilkan oleh gugus hidrofil sedangkan harga negatif

    dihasilkan oleh gugus hidrofob. Formula diatas tidak dapat digunakan

    untuk senyawa tidak jenuh stereoisomer atau posisi isomer29.

    II.5 Surfaktan

    Surfaktan atau zat aktif permukaan adalah suatu zat yang dapat

    menurunkan tegangan antarmuka30

    .Molekul surfaktan terdiri dari dua bagian

    berbeda yaitu bagian polar pada kepala dan non polar pada ekor. Dalam

    farmasetik, surfaktan digunakan khususnya sebagai emulgator, solubiliter, dan

    agen pembasah31.

    Apabila surfaktan dimasukkan dalam sistem yang terdiri dari air dan

    minyak, maka gugus polar akan mengarah ke fase air sedangkan gugus non polar

    akan mengarah ke fase minyak. Surfaktan yang memiliki gugus polar lebih kuat

    cenderung membentuk tipe emulsi dalam air (m/a), sedangkan apabila gugus non

    polar yang lebih kuat cenderung membentuk tipe air dalam minyak

    (a/m)30.Surfaktan yang dipilih harus32:

    a. Dapat menurunkan tegangan antarmuka untuk membantu proses

    penyebaran selama proses pembentukan system.

    b.

    Menghasilakan film yang fleksibel yang dapat marusak bentuk tetesan

    pada kedua fase sehingga dapat bercampur.

    c. Memiliki sifat hirdofil-lipofil untu memberikan lengkungan yang tepat

    pada daerah antarmuka agar dapat terlihat tipe sistem yang diinginkan,

    m/a, a/m, atau bicontinuous.

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    19/37

    19

    Ada empat jenis surfaktan berdasarkan ionisasinya dalam larutan air yaitu

    anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik33.

    a. Surfaktan Anionik

    Surfaktan ini membawa muatan negatif pada bagian hidrofilik. Golongan

    utama yang terkandung di dalam surfaktan anionik adalah ion karboksilat, sulfat,

    dan sulfonat. Secara luas, surfaktan ini banyak digunakan karena harganya yang

    murah. Namun, surfaktan ini dapat menyebabkan iritasi dan toksik sehingga

    hanya digunakan untuk sediaan luar. Surfaktan ini hanya menghasilkan emulsi

    A/M. Contoh surfaktan ionik yaitu: Garam Na, K, atau ammonium dari asam

    lemak rantai panjang seperti sodium stearat; Sodium lauril sulfat;

    Triethanolamine; Sodium dioctylsulphosuccinate; dan sebagainya33.

    b. Surfaktan Kationik

    Surfaktan ini mengandung muatan positif pada bagian hidrofilik. Gugus

    terpenting pada surfaktan ini terdiri atas senyawa quartenary ammonium.

    Surfaktan ini memiliki sifat toksik sehingga cenderung digunakan untuk formula

    krim antiseptik. Surfaktan kationik tidak dapat bercampur dengan surfaktan

    anionik dan anion polivalen, serta tidak stabil di pH tinggi. Contoh surfaktan

    kationik yaitu: Cetrimide; Cetrimonium bromida; Benzalkonium chlorida; dan

    Cetylpyridinium chlorida33.

    c. Surfaktan Amfoterik

    Surfaktan ini memiliki dua sifat pada bagian hidrofiliknya, tergantung pH

    sistem. Surfaktan ini bersifat kationik jika pH rendah dan bersifat anionik jika pH

    tinggi. Contoh surfaktan amfoterik yaitu: Lecithin33.

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    20/37

    20

    d.

    Surfaktan Nonionik

    Surfaktan nonionik tidak memiliki muatan pada bagian hidrofiliknya.

    Surfaktan nonionik mempunyai kemampuan melarutkan senyawa yang kurang

    larut dan memiliki toksisitas rendah. Contoh surfaktan nonionik yaitu: Glikol dan

    gliserol ester; Sorbitan ester; Polisorbat; PEG; dan Poloxalkol33.

    Untuk mensistematisasi pendekatan hidrofilik/lipofilik pada pemilihan

    pengemulsi, Griffin pada tahun 1947 mengembangkan sistem Hydrophile-

    Lipophile Balance (HLB) dari surfaktan34.Dengan metode ini tiap zat mempunyai

    harga HLB atau angka yang menunjukkan polaritas dari zat tersebut. Makin tinggi

    harga HLB suatu zat maka zat tersebut bersifat hidrofilik. Sebaliknya, makin kecil

    harga HLB maka makin bersifat lipofilik zat tersebut. Nilai HLB suatu surfaktan

    dapat menentukan tipe nanoemulsi. Surfaktan dengan nilai HLB 3-6 akan

    membentuk tipe air dalam minyak (A/M atau W/O), sedangkan surfaktan dengan

    nilai HLB 8-18 akan membentuk tipe minyak dalam air (M/A atau O/W)35.

    Bila air dan minyak dicampur dan dikocok akan terbentuk bermacam-

    macam ukuran butiran tetesan. Terjadi tegangan pada antar muka, sebab dua fase

    yang tak tercampur mempunyai kekuatan tarik menarik yang berbeda bagi

    molekul pada antar muka. Molekul fase A akan ditarik ke dalam fase A dan

    ditolak oleh fase B. Umumnya makin besar derajat ketidakcampuran maka makin

    besar tegangan antar muka. Untuk membentuk dispersi dan menjaga integritasnya,

    yaitu denagan menurunkan tegangan antar muka atau mencegah terjadinya

    koalesen30.

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    21/37

    21

    Surfaktan membantu pembentukan emulsi dengan mengabsorpsi pada

    antar muka, dengan menurunkan tegangan interfasial dan bekerja sebagai

    pelindung agar butir-butir tetesan tidak bersatu. Emulgator membantu

    terbentuknya emulsi dengan 3 jalan yaitu36:

    1. Penurunan tegangan antar muka (stabilisasi termodinamik),

    2. Terbentuknya film antar muka yang kaku (pelindung mekanik terhadap

    koalesen),

    3. Terbentuknya lapisan ganda listrik, merupakan pelindung listrik dari

    partikel.

    II.6 Kosurfaktan

    Dalam kebanyakan kasus, surfaktan dalam keadaan sendiri tidak dapat

    menurunkan tegangan antarmuka air-minyak secara cukup untuk menghasilkan

    sebuah nanoemulsi. Dibutuhkan penambahan sebuah molekul amfifilik rantai

    pendek atau kosurfaktan untuk membawa tegangan antarmuka mendekati nol.

    Kosurfaktan merupakan molekul kecil bersifat amfifilik, sebuah alkohol rantai

    pendek hingga medium (C2-C10). Secara luas molekul yang dapat berfungsi

    sebagai kosurfaktan meliputi surfaktan nonionik, alkohol, asam alkanoat,

    alkanediol dan alkil amina37

    .

    Sebagian besar surfaktan tidak cukup untuk menurunkan tegangan

    antarmuka antara minyak dengan air. Fungsi kosurfaktan adalah untuk membantu

    menurunkan tegangan antarmuka antara fase air dan fase minyak. Penambahan

    kosurfaktan berperan dalam meningkatkan solubilisasi gugus non polar dan

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    22/37

    22

    meningkatkan mobilitas ekor hidrokarbon sehingga penetrasi minyak pada bagian

    ekor menjadi lebih besar32.

    II.7 Cara Pembuatan Nanoemulsi

    Pada beberapa kasus, pembuatan nanoemulsi membutuhkan aplikasi

    teknik khusus. Nanoemulsi ini dapat dibuat dengan teknik energi tinggi seperti

    ultrasonikasi, mikrofluidisasi dan homogenizer bertekanan tinggi. Pembuatan

    nanoemulsi dengan energi tinggi ini bergantung pada pembentukan ukuran globul

    yang kecil dengan adanya surfaktan atau campuran surfaktan dengan masukan

    energi tinggi. Selama pembuatan, beberapa parameter seperti tekanan

    homoginezer, jumlah siklus homogenisasi dan suhu homogenisasi dapat berubah

    yang nantinya akan mempengaruhi ukuran globul nanoemulsi yang sangat penting

    dalam stabilitas fisik sistem tersebut24.

    Metode pembuatan dengan energi tinggi tidak dapat digunakan pada

    beberapa kasus terutama untuk molekul yang labil. Pada kasus tersebut,

    digunakan teknik emulsifikasi dengan menggunakan energi rendah seperti

    emulsifikasi spontan atau suhu inversi fase24.Metode emulsifikasi spontan sering

    dugunakan karena mudah dibuat dalam skala laboratorium, tidak membutuhkan

    peralatan yang rumit atau temperatur yang tinggi, dan secara umum dapat

    menghasilkan ukuran globul yang kecil38.

    II.8 Stabilitas Nanoemulsi

    Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau

    kosmetik untuk bertahan dalam spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    23/37

    23

    penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kuaitas, dan

    kemurnian produk39.

    Ketidakstabilan fisika dari sediaan ditandai dengan adanya pemucatan

    wara atau munculnya warna, timbul bau, perubahan dan pemisahan fase, pecahnya

    emulsi, pengendapan suspensi atau caking, perubahan konsistensi, pertumbuhan

    kristal, terbentuknya gas, dan perubahan fisik lainnya. Kestabilan dari suatu

    emulsi ditandai dengan tidak adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya

    creaming, dan memberikan penampilan bau, warna, dan sifat-sifat fisik lainnya

    yang baik30. Kestabilan fisik suatu emulsi atau suspensi dapat dipengaruhi oleh

    faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan kimia dari bahan pengemulsi

    (emulgator), agen pensuspensi (suspending agent), antioksidan, pengawet dan

    bahan aktif39.

    II.9 Uji Antioksidan dengan Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil)

    Salah satu metode pengujian antioksidan yang populer adalah metode

    DPPH40. Metode DPPH merupakan metode yang simpel, cepat dan nyaman

    digunakan dalam skrining banyak sampel untuk mengetahui aktivitas

    penangkapan radikal bebas (radical scavenging41.DPPH merupakan radikal bebas

    yang stabil yang elektronnya dapat terdelokalisasi sehingga menghasilkan warna

    ungu mantap yang dapat dikarakterisasi pada 520 nm. Saat larutan DPPH

    dicampur dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, terjadi bentuk

    reduksi yang ditandai dengan penurunan intensitas warna ungu. Reaksi utama

    yang terjadi40 :

    Z* + AH = ZH + A*

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    24/37

    24

    Keterangan :

    Z* = radikal DPPH

    AH = senyawa pendonor atom hidrogen

    ZH = bentuk tereduksi dari DPPH

    A* = hasil radikal bebas yang terbentuk

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    25/37

    25

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    III.1 Alat dan Bahan

    III.1.1 Alat

    Alat-alat yang dipakai pada penelitian ini, antara lain

    spektrofotometer Visibel (Shimadzu tipe 2450),vortex, timbangan digital

    (Precisa tipe XB 4200C dan BEL tipe M254Ai),freeze drying, homogenizer,

    zetasizer nano ver. 6.20,alat-alat gelas (Pyrex), hot plate (Schott tipe D-

    55122), tabung reaksi (Pyrex), bejana maserasi, blender (Cosmos tipe 289-

    G), rotary evaporator (Heldolph tipe Hei-VAP), beban 50, 100, 150, 200 g,

    gelas objek, kaca arloji, viskometer Brookfield, pH meter (Horiba tipe

    B212), mortir dan stamper, lemari pendingin, , lemari asam (ESCO model

    EFH-4A1), sentrifugator, kain saring, krusibel porselen (Pyrex), cawan

    penguap (Iwaki Pyrex), desikator (Pyrex), oven (Modena tipe BO 3633).

    III.1.2 Bahan

    Bahan-bahan yang dipakai pada penelitian ini, antara lain buah naga

    merah (H. polyrhizus), etanolp.a, akuades, kalium iodida, bismuth subnitrat,

    asam asetat glasial, iodin, garam merkuri (HgCl2), HCl 2 N, HCl pekat,

    larutan FeCl3 1%, larutan NaCl 10%, garam gelatin, serbuk seng atau

    magnesium, H2SO4 pekat, kloroform, NaOH 2M, HCl 2M, larutan DPPH

    (Sigma-Aldrich kode bahan No.SA D9132-1G), etanol 95%, minyak zaitun,

    span 80,akuades.

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    26/37

    26

    III.2 Cara Penelitian

    III.2.1 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini terdiri dari 5 tahap yaitu : 1) ekstraksi H. polyrhizus

    dengan etanol memakai cara maserasi, 2) uji pendahuluan ekstrak etanol H.

    polyrhizus, 3) formulasi nanoemulsi ekstrak etanolH. polyrhizus,4) evaluasi

    sediaan, 5) uji efektivitas antioksidan dengan metode DPPH.

    III.2.2 Variabel Penelitian

    III.2.2.1. Variabel bebas

    Variabel bebas, yaitu variabel yang mempunyai pengaruh

    terhadap penelitian, dalam hal ini adalah variasi konsentrasi ekstrak

    etanolH. polyrhizussebesar 0,04%; 0,08%; 0,16%; 0,32% dan 0,64%

    dalam sediaan nanoemulsi.

    III.2.2.2. Variabel terikat

    Variabel terikat, yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang

    menjadi akibat adanya variabel bebas, dalam hal ini adalah persen

    peredaman radikal bebas DPPH.

    III.2.3. Determinasi Tanaman

    Determinasi H. polyrhizusyang digunakan dilakukan di Fakultas

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Tanjungpura Pontianak

    III.2.4. Pengekstraksian Sampel

    Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    ekstraksi secara maserasi dengan cara buah segar dilumatkan kemudian

    dicampurkan dengan etanol sambil diaduk selama 24 jam dalam 3 hari.

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    27/37

    27

    Ekstrak etanol buah segar disaring dengan kain saring, kemudian ekstrak

    etanol dipekatkan menggunakan alat evaporator. Setelah itu ekstrak

    dipekatkan menggunakanfreeze dryingsampai menghasilkan ekstrak kental.

    III.2.5. Uji Parameter Non-Spesifik

    III.2.5.1. Penetapan kadar Abu Total

    Ekstrak ditimbang seksama seberat 1,617 g, lalu dimasukkan

    ke dalam cawan penguap yang telah dipijarkan dan ditara. Ekstrak

    dipijarkan perlahan-lahan hingga habis, didinginkan dan ditimbang.

    Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambah air panas,

    disaring melalui kertas saring bebas abu. Sisa dan kertas saring

    dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus,

    diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap dan ditimbang. Kadar abu

    terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara dihitung42.

    III.2.5.2. Penetapan Susut Pengeringan

    Ekstrak ditimbang seksama seberat 0,988; 0,9991; dan 1,0473

    g zat dalam cawan penguap yang sebelumnya telah dipanaskan pada

    suhu penetapan selama 30 menit dan ditara. Ekstrak diratakan dalam

    cawan penguap lalu dimasukkan ke dalam ruang pengering,

    dikeringkan pada suhu 105 C hingga bobot tetap. Sebelum setiap

    penimbangan, ekstrak dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin

    dalam eksikator hingga suhu kamar42.

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    28/37

    28

    III.2.6. Skrining Fitokimia

    Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan komponen bioaktif yang

    terdapat pada ekstrak metanol H. polyrhizus. Uji fitokimia yang dilakukan

    terdiri dari uji alkaloid, fenol, flavonoid, tannin, steroid/triterpenoid, saponin,

    serta identifikasi betasianin.

    III.2.6.1. Pembuatan Pereaksi

    a. Pereaksi Dragendroff

    Senyawa KI sebanyak 8 g dilarutkan dalam 20 mL air suling,

    sedangkan pada bagian lain 1 g bismuth subnitrat dilarutkan dalam 10

    mL asam asetat glasial dan 40 mL air suling. Kedua larutan

    dicampurkan kemudian diencerkan dengan akuades sampai volume

    100 mL. Larutan ini disimpan dalam botol berwarna coklat43.

    b.

    Pereaksi Wagner

    Senyawa KI sebanyak 2 g dan iodine sebanyak 1,3 g

    dilarutkan dengan akuades sampai volume 100 mL kemudian disaring.

    Larutan disimpan dalam botol berwarna coklat43.

    c. Pereaksi Meyer

    Senyawa HgCl2 sebanyak 1,5 g dilarutkan dengan 60 mL

    akuades. Di tempat lain dilarutkan KI sebanyak 5 g dalam 10 mL

    akuades. Kedua larutan yang telah dibuat dicampur dan diencerkan

    dengan akuades sampai volume 100 mL. Pereaksi Meyer yang

    diperoleh disimpan dalam botol berwarna coklat43.

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    29/37

    29

    III.2.6.2. Alkaloid

    Larutan ekstrak sebanyak 1 mL ditambah dengan 1 mL HCl 2

    N dan 9 mL akuades. Kemudian dipanaskan di atas penangas air

    selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat sebanyak 3 tetes

    dipindahkan pada 3 tabung reaksi, kemudian diperiksa adanya

    senyawa alkaloid dengan menambahkan pereaksi Meyer, Wagnerdan

    Dragendroff masing-masing sebanyak 2 tetes. Adanya alkaloid

    ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Meyerdan

    endapan coklat/merah bata pada pereaksi Wagner dan Dragendorff

    43,44.

    III.2.6.3. Fenol

    Sebanyak 1 g ekstrak ditambahkan dengan 3 tetes FeCl3 1%.

    Terjadinya warna hijau, merah, ungu, biru, atau hitam kuat

    menunjukkan adanya fenolat45.

    III.2.6.4. Flavonoid

    Larutan ekstrak sebanyak 1 mL ditambah dengan sedikit serbuk

    seng atau magnesium dan 2 mL HCl pekat. Senyawa flavonoid akan

    menimbulkan warna jingga sampai merah dalam waktu 3 menit44

    .

    III.2.6.5. Tanin

    Sebanyak 1 g ekstrak diekstraksi dengan 10 mL NaCl 0,9% dan

    disaring. Kemudian filtrat ditambah garam gelatin, diamati perubahan

    yang terjadi. Pengendapan dengan reagen yang pertama (NaCl 0,9%)

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    30/37

    30

    atau dengan reagen kedua (garam gelatin) merupakan indikasi adanya

    tanin44.

    III.2.6.6. Triterpenoid dan Steroid

    Ekstrak diekstraksi dengan kloroform atau n-heksan (pelarut

    non polar), kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan 1

    mL CH3COOH glasial dan 1 mL larutan H2SO4 pekat. Jika warna

    berubah menjadi biru atau ungu menandakan adanya kelompok

    senyawa steroid. Jika warna berubah menjadi merah menunjukkan

    adanya senyawa triterpenoid43.

    III.2.6.7. Saponin

    Larutan ekstrak sebanyak 1 mL ditambahkan 10 mL akuades

    dan dikocok kuat selama 10 detik. Hasil dinyatakan positif apabila

    buih yang terbentuk stabil selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi

    1 sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes HCl 2 N, buih tidak

    hilang42.

    III.2.6.8. Identifikasi Betasianin

    Identifikasi betasianin dilakukan sebanyak 2 cara. Cara pertama

    yaitu larutan ekstrak sebanyak 1 mL dipanaskan dengan HCl 2 M

    selama 5 menit pada suhu 100 C. Cara kedua yaitu larutan ekstrak

    sebanyak 1 mL ditambah dengan NaOH 2 M tetes demi tetes.

    Betasianin dalam ekstrak dikatakan positif apabila hilangnya warna

    ekstrak semula (cara pertama) dan warna berubah menjadi kuning

    (cara kedua)45.

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    31/37

    31

    III.2.7. Pembuatan Sediaan Topikal Nanoemulsi Ekstrak Etanol H.

    Polyrhizus

    Nanoemulsi dibuat menjadi 3 formula dengan fase minyak

    menggunakan minyak zaitun dan akuades sebagai fase air dengan

    perbandingan konsentrasi surfaktan span 80 dan kosurfaktan etanol 95%

    (Tabel 3).

    Tabel 3. Variasi Formula Nanoemulsi ekstrak Etanol Buah Naga (H.

    Polyrhizus)

    Bahan

    Komposisi (% b/b)

    A B C

    EkstrakH. Polyrhizus 0,16 0,32 0,64

    Minyak Zaitun 5 5 5

    Span 80 40 40 40

    Etanol 95% 6 6 6

    Gliserin 5 5 5

    Akuades Ad 100 Ad 100 Ad 100

    Fase minyak nanoemulsi dibuat dengan mencampurkan Span 80 dan

    Minyak zaitun kemudian diaduk konstan sampai homogen dengan

    homogenizer dengan kecepatan 5000 rpm selama 1 menit dan ditambahkan

    aquades sambil dihomogenkan dengan homogenizer hingga terbentuk sistem

    nanoemulsi (tampilan = jernih). Ekstrak H. Polyrhizus dilarutkan dalam

    campuran etanol 96%. Larutan ini kemudian dimasukkan ke dalam campuran

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    32/37

    32

    fase minyak dan fase air sedikit demi sedikit,diaduk dengan homogenizer

    dengan kecepatan 5000 rpm sampai larut dan homogen selama 60 menit

    hingga terbentuk sistem nanoemulsi yang jernih.

    III.2.8 Evaluasi Sediaan Nanoemulsi

    III.2.8.1 Organoleptis

    Pengamatan secara organoleptis diamati dengan melihat adanya

    perubahan bentuk,warna dan bau. Pemeriksaan dilakukan setiap 2

    minggu selama 8 minggu

    III.2.8.2 Uji Ph

    Uji ph dapat dilakukan menggunakan Ph meter pada suhu

    ruang. Pertama-tama elektroda dikalibrasi dengan dapar standar ph 4

    dan ph 7. elektroda lalu dicelupkan kedalam sediaan higga ph muncul

    di layar. Hasil ph di catat46.

    III.2.8.3 Penentuan Bobot Jenis

    Bobot jenis diukur menggunakan piknometer pada suhu 29 C.

    Piknometer yang bersih dan kering ditimbang (A g) lalu diisi dengan

    air dan ditimbang (A1 g). Air dikeluarkan dari piknometer dan

    piknometer dibersihkan. Sediaan nanoemulsi lalu diisikan ke dalam

    piknometer dan ditimbang (A2 g). Bobot jenis sediaan diukur dengan

    perhitungan sebagai berikut46:

    Bobot jenis = A2-A x massa jenis air (29C)

    A1-A

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    33/37

    33

    III.2.8.4 Penentuan Distribusi Ukuran Globul

    Distribusi ukuran globul dari nanoemulsi diukur dengan

    menggunakan zetasizer pada suhu 25C.

    II.2.8.5 Pengukuran Viskositas

    Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan alat

    viskometer bola jatuh Hoppler dengan bola jenis stainless steel.

    Nanoemulsi dimasukkan ke dalam suatu tabung gelas yang hampir

    vertikal dengan volume tertentu. Bola yang digunakan dimasukkan ke

    dalam tabung dan salah satu sisi tabung ditutup rapat agar nanoemulsi

    tidak keluar dan tabung tidak bocor,sedangkan sisi yang lainnya

    ditutup sebelum nanoemulsi dimasukkan ke dalam tabung gelas.

    Tabung gelas lalu dibalik sehingga bola akan mulai bergerak ke

    bawah. Waktu yang diperlukan bola untuk jatuh diantara garis putih

    awal dan garis putih akhir yang ada pada tabung gelas dihitung

    dengan teliti. Percobaan ini dilakukan sebanyak 3 kali dan dihitung

    rata-ratanya. Viskositas nanoemulsi diukur berdasarkan perhitungan

    sebagai berikut :

    Viskositas= B pb-pf.t

    Keterangan : B= konstanta bola (mPa.s.cm3/g.s) ; pb = kerapatan

    bola (g/cm3); pf = kerapatan cairan (g/cm3) ; t = waktu yang

    diperlukan bola jatuh (detik)30

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    34/37

    34

    III.2.8.6 Uji Stabilitas Fisik

    A.

    Uji stabilitas pada suhu ruang

    Sampel sediaan disimpan pada suhu kamar (27-30 C) selama

    8 minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan

    warna, bau, dan sineresis), pengukuran pH, dengan pengamatan setiap

    2 minggu sekali. Pengukuran viskositas dilakukan pada minggu ke-0

    dan ke-8.

    B. Uji stabilitas pada suhu tinggi

    Sampel sediaan disimpan pada suhu tinggi (4020C) selama

    8 minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan

    warna, bau, dan sineresis), pengukuran pH, dengan pengamatan setiap

    2 minggu sekali.

    C.

    Cycling Test

    Sediaan disimpan pada suhu 4C selama 24 jam, lalu

    dipindahkan ke dalam oven yang bersuhu 4020C selama 24 jam.

    Perlakuan ini adalah satu siklus. Percobaan diulang sebanyak 6 siklus

    dan dilakukan evaluasi fisik (perubahan warna, bau, dan sineresis).

    Kondisi fisik sediaan dibandingkan selama percobaan dengan sediaan

    sebelumnya.

    III.2.8.7 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH (2,2

    difenil-1-pikrihidrazil)

    Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan terhadap 2

    kelompok,yaitu :

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    35/37

    35

    a.

    Kelompok ekstrak etanol H. Polyrhizus setelah penyimpanan

    selama 8 minggu pada suhu kamar.

    b. Kelompok sampel nanoemulsi yang telah diformulasikan dan

    disimpan selama 8 minggu pada suhu kamar.

    A. Pembuatan Larutan Sampel`

    Formula A, B, dan C sebanyak 1 g masing-masing dilarutkan

    dengan 10 mL metanol dalam labu ukur, kemudian disaring

    menggunakan kertas saring. Hasil penyaringan kemudian ditampung

    filtratnya.

    B. Pembuatan Larutan DPPH 50 ppm

    Sebanyak 25 mg DPPH dilarutkan dengan metanol dalam labu

    ukur sampai 10 mL sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi

    2500 ppm, kemudian diencerkan dengan metanol sampai diperoleh

    larutan dengan konsentrasi 50 ppm40.

    C. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH

    Sebanyak 4 mL larutan DPPH 50 ppm dibiarkan selama 30

    menit ditempat gelap pada suhu kamar, serapan larutan diukur dengan

    spektrofotometer Visibel pada panjang gelombang 380-780 nm40,42

    .

    D. Perlakuan Nanoemulsi untuk Uji Aktivitas Antioksidan

    Sampel sediaan diambil sebanyak 1 gram kemudian

    diekstraksi dengan penambahan ad. 100 mL metanol p.a. Kocok

    dengan cepat kurang lebih 5 menit. Kemudian hasil pengocokan

    disaring dengan kertas saring dan ditampung filtratnya. Dilakukan

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    36/37

    36

    pengenceran hingga 10.000 ppm dengan cara 1 mL dari filtrat yang

    telah disaring diencerkan ad. 100 mL metanol p.a. Selanjutnya

    dilakukan pengenceran kembali hingga 1000 ppm. Kemudian

    disiapkan 5 buah labu ukur 10 mL, larutan sampel dipipet dengan

    sejumlah volume tertentu yaitu 0,25 mL, 1,5 mL, 2,5 mL, 3 mL dan 5

    mL, ditambahkan metanol p.a sampai dengan tanda batas sehingga

    dihasilkan larutan sampel dengan beberapa konsentrasi yaitu 25 ppm,

    150 ppm, 250 ppm, 300 ppm dan 500 ppm. Selanjutnya 1 mL dari

    masing-masing larutan sampel ditambahkan 1 mL DPPH dan 3 mL

    metanol p.a, dihomegenkan. Larutan uji dan larutan blanko diinkubasi

    pada suhu 37C selama 30 menit.

    E. Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

    Serapan larutan uji diukur dengan spektrofotometer UV-Vis

    pada panjang gelombang maksimum. Perlakuan yang sama dilakukan

    untuk pengujian aktivitas antioksidan ekstrak EtanolH. Polyrhizus

    yang telah disimpan selama 8 minggu pada suhu kamar.

  • 5/19/2018 Bagian Isi Fix

    37/37

    37

    III.3 Rancangan Penelitian

    Gambar 3. Skema Rancangan Penelitian

    Fase minyak :

    minyak zaitun

    dan Span 80

    Fase air :akuades

    diaduk konstan sampai homogen dengan homogenizer dengan kecepatan

    5000 rpm selama 1 menit

    Campuran fase air

    dan fase minyak

    EkstrakH.

    Polyrhizusdilarutkan

    dalam campuran

    etanol 96%

    diaduk dengan homogenizer dengan kecepatan 5000 rpm sampai larut

    dan homogen selama 60 menit

    sistem nanooemulsi

    yang jernih