Isi MAkalah Pendekatan Deduktif Fix

download Isi MAkalah Pendekatan Deduktif Fix

of 66

Transcript of Isi MAkalah Pendekatan Deduktif Fix

1

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum strategi mempunyai pengertian yaitu suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan, atau perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Ada dua hal yang patut dicermati dari pengertian dia atas, pertama : strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan atau rangkaian kegiatan termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyususnan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua : strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal berikut : 1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan. 2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.

2

3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya. 4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan. Agar mampu memilih strategi belajar mengajar sebuah topik atau subtropik matematika yang tepat antara lain harus diketahui macam-macam pendekatan (approach) dan metode mengajar. Akan dijelaskan apa yang dimaksud dengan pendekatan, metode dan teknik mengajar yang bertujuan agar dapat membedakannya. 1. Metode mengajar Metode adalah cara yang digunakan untuk melaksanakan strategi atau suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru guna kepentingan pembelajaran. Dalam melaksanakan tugas guru sangat jarang menggunakan satu metode, tetapi selalu memakai lebih dari satu metode. Karena karakteristik metode yang memiliki kelebihan dan kelemahan menuntut guru untuk menggunakan metode yang bervariasi, penggunaannya yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila tidak menguasai

3

satupun metode mengajar dan metode mengajar adalah cara yang dapat digunakan untuk mengerjakan tiap bahan pelajaran. Sebagai seorang guru tentu saja tidak boleh lengah bahwa ada beberapa hal yag patut diperhatikan dalam penggunaan metode. Perhatian diarahkan pada pemahaman bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penggunaan metode mengajar yaitu tujuan yang berbagai jenis dari fungsinya, anak didik dengan berbagai keadaannya, fasilitas dengan berbagai kualitas dan kuantitasnya, serta pribadi guru dengan kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda. Diantara metode-metode mengajar yaitu metode ceramah, metode ekspositori, metode demonstrasi, metode latihan (drill), metode tanya jawab, metode penemuan, metode pemecahan masalah, metode inkuiri, metode permainan, metode pemberian tugas, metode brainstroming, metode pengajaran unik, metode simulasi, metode eksperimen, metode kerja kelompok dan metode diskusi. 2. Teknik dan taktik mengajar, Teknik dan taktik mengajar merupakan penjabaran dari metode pembelajaran di mana cara mengajarnya diperlukan keahlian khusus atau bakat khusus. Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode, dan taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Dengan demikian, taktik sifatnya lebih individu. Misalnya, untuk mengajarkan rumus akar-akar persamaan kuadrat, seorang guru harus memiliki pengetahuan atau bakat matematika hingga pengajaran itu berlangsung dengan baik dan tujuan

4

pengajarannya tercapai. Jadi, dapat dikatakan bahwa sebuah metode mengajar suatu topik atau subtopik jika dilakukan oleh seorang guru yang menguasainya atau berbakat dapat menjadi sebuah teknik mengajar. 3. Model Pembelajaran Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran. Dalam prakteknya, kita (guru) harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk

membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua

5

jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu: 1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) aspirasi yang dan harus selera dicapai, masyarakat dengan yang

mempertimbangkan memerlukannya.

2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran. 3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran. 4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha. Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah: 1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.

6

2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif. 3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran. 4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan. Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual

learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk

mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan a plan of operation achieving something sedangkan metode adalah a way in achieving something (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk

7

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya. Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam

melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu

8

elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat) Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model

pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:

9

Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria

10

penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun. Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model

pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada. Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian kurikulum yang bervariasi menurut para pakar kurikulum. Oleh karena itu penulis mencoba menjabarkan definisi dari evaluasi dan definisi dari kurikulum secara per kata sehingga lebih mudah untuk

11

memahami evaluasi kurikulum.Pengertian evaluasi menurut joint committee, 1981 ialah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa obyek. Purwanto dan Atwi Suparman, 1999 mendefinisikan evaluasi adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan tentang suatu program. Rutman and Mowbray 1983 mendefinisikan evaluasi adalah penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi dan outcomes suatu program yang berguna untuk proses membuat keputusan. Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program. Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program. Sedangkan pengertian kurikulum adalah : a. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional); b. Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran serta metode yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:

725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di bidang Kesehatan.).

12

c.

Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6 Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa);

d.

Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai

e.

Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan. Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka penulis

menyimpulkan bahwa pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur

13

ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliable untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan. Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum seperti tujuan, isi, atau metode

pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut.Secara sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan penelitian karena evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian. Perbedaan antara evaluasi dan penelitian terletak pada tujuannya. Evaluasi bertujuan untuk menggumpulkan, menganalisis dan

menyajikan data untuk bahan penentuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan direvisi atau diganti. Sedangkan penelitian memiliki tujuan yang lebih luas dari evaluasi yaitu menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk menguji teori atau membuat teori baru. Fokus evaluasi kurikulum dapat dilakukan pada outcome dari kurikulum tersebut (outcomes based evaluation) dan juga dapat pada komponen kurikulum tersebut (intrinsic evaluation). Outcomes based evaluation merupakan fokus evaluasi kurikulum yang paling sering dilakukan. Pertanyaan yang muncul pada jenis evaluasi ini adalah apakah kurikulum telah mencapai tujuan yang harus dicapainya? dan bagaimanakah pengaruh kurikulum terhadap suatu pencapaian yang diinginkan?. Sedangkan fokus evaluasi intrinsic evaluation seperti evaluasi sarana prasarana penunjang kurikulum, evaluasi sumber daya manusia untuk menunjang kurikulum dan karakteristik mahasiswa yang menjalankan kurikulum tersebut

14

Penulis setuju dengan pentingnya dilakukan evaluasi kurikulum. Evaluasi kurikulum dapat menyajikan informasi mengenai kesesuaian, efektifitas dan efisiensi kurikulum tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai dan penggunaan sumber daya, yang mana informasi ini sangat berguna sebagai bahan pembuat keputusan apakah kurikulum tersebut masih dijalankan tetapi perlu revisi atau kurikulum tersebut harus diganti dengan kurikulum yang baru. Evaluasi kurikulum juga penting dilakukan dalam rangka penyesuaian dengan

perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar yang berubah.

Evaluasi kurikulum dapat menyajikan bahan informasi mengenai area area kelemahan kurikulum sehingga dari hasil evaluasi dapat dilakukan proses perbaikan menuju yang lebih baik. Evaluasi ini dikenal dengan evaluasi formatif. Evaluasi ini biasanya dilakukan waktu proses berjalan. Evaluasi kurikulum juga dapat menilai kebaikan kurikulum apakah kurikulum tersebut masih tetap dilaksanakan atau tidak, yang dikenal evaluasi sumatif.

Norman dan Schmidt 2002 mengemukakan ada beberapa kesulitan dalam penerapan evaluasi kurikulum , yaitu :

1. Kesulitan dalam pengukuran

2. Kesulitan dalan penerapan randomisasi dan double blind

3. Kesulitan dalam menstandarkan intervensi dalam pendidikan.

15

4. Pengaruh intervensi dalam pendidikan mudah dipengaruhi oleh faktorfaktor lain sehingga pengaruh intervensi tersebut seakan-akan lemah.

Penulis mencoba menganalisa masalah yang dihadapi dalam melakukan evaluasi kurikulum, yaitu :

1. Dasar teori yang digunakan dalam evaluasi kurikulum lemah, Dasar teori yang melatarbelakangi kurikulum lemah akan mempengaruhi evaluasi kurikulum tersebut. Ketidakcukupan teori dalam mendukung penjelasan terhadap hasil intervensi suatu kurikulum yang dievaluasi akan membuat penelitian (evaluasi kurikulum) tidak baik. Teori akan membantu memahami kompleksitas lingkungan pendidikan yang akan dievaluasi. Contohnya Colliver mengkritisi bahwa Problem Based Learning (PBL) tidak cukup hanya menggunakan teori kontekstual learning untuk menjelaskan efektivitas PBL. Kritisi ini ditanggapi oleh Albanese dengan mengemukakan teori lain yang mendukung PBL yaitu, information-processing theory, complex learning, self

determination theory. Schdmit membantah bahwa sebenarnya bukan teorinya yang lemah akan tetapi kesalahan terletak kepada peneliti tersebut dalam memahami dan menerapkan teori tersebut dalam penelitian.

2. Intervensi pendidikan yang dilakukan tidak memungkinkan dilakukan Blinded. Dalam penelitian pendidikan khususnya penelitian evaluasi kurikulum, ditemukan kesulitan dalam menerapkan metode blinded

16

dalam melakukan intervensi pendidikan. Dengan tidak adanya blinded maka subjek penelitian mengetahui bahwa mereka mendapat intervensi atau perlakuan sehingga mereka akan melakukan dengan serius atau sungguh-sungguh. Hal ini tentu saja dapat mengakibatkan bias dalam penelitian evaluasi kurikulum

3. Kesulitan

dalam

melakukan

randomisasi

Kesulitan

melakukan

penelitian evaluasi kurikulum dengan metode randomisasi dapat disebabkan karena subjek penelitian yang akan diteliti sedikit atau kemungkinan hanya institusi itu sendiri yang melakukannya. Apabila intervensi yang digunakan hanya pada institusi tersebut maka timbul pertanyaan, apakah mungkin randomisasi? mencari kelompok kontrol dan

4. Kesulitan dalam menstandarkan intervensi yang dilakukan/kesulitan dalam menseragamkan intervensi.Dalam dunia pendidikan sulit sekali untuk menseragamkan sebuah perlakuan cotohnya penerapan PBL yang mana memiliki berbagai macam pola penerapan. Norman (2002) mengemukakan tidak ada dosis yang standar atau fixed dalam intervensi pedidikan. Hal ini berbeda untuk penelitian di biomed seperti pengaruh obat terhadap suatu penyakit, yang mana dapat ditentukan dosis yang fixed. Berbeda dengan penelitian evaluasi kurikulum misalnya pengaruh PBL terhadap kemamuan Self Directed Learning (SDL). Penerapan PBL di berbagai FK dapat bermacam-macam. Kemungkinan penerapan

17

SDL dalam PBL di FK A 50 % , sedangkan di FK B adalah 70 % , maka apabila mereka dijadikan subjek penelitian maka tentu saja pengaruh PBL terhadap SDL akan berbeda. 7,8,9,10

5. Masalah Etika penelitianMasalah etika penelitian merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Penerapan intervensi dengan metode blinded dalam penelitian pendidikan sering terhalang dengan isu etika. Secara etika intervensi tersebut harus dijelaskan kepada subjek penelitian sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Padahal apabila suatu

intervensi diketahui oleh subjek penelitian maka ada kecendrungan subjek penelitian melakukan dengan sungguh-sungguh sehingga penelitian tidak berjalan secara alamiah.Pengaruh hasil penelitian terhadap institusi juga perlu dipertimbangkan. Adanya prediksi nantinya pengaruh hasil penelitian yang akan menentang kebijaksanaan institusi dapat mengkibatkan kadangkala peneliti menghindari resiko ini dengan cara menghilangkan salah satu variable dengan harapan hasil penelitian tidak akan menentang kebijaksanaan.

6. Tidak adanya pure outcomeOutcome yang dihasilkan dari sebuah intervensi pendidikan seringkali tidak merupakan outcome murni dari intervensi tersebut. Hal ini disebabkan karena banyaknya faktor penganggu yang mana secara tidak langsung berhubungan dengan hasil penelitian. Postner dan Rudnitsky, 1994 juga mengemukakan dalam outcome based evaluation terdapat informasi mengenai main effect dan

18

side effect sehingga kadangkala peneliti kesulitan membedakan atara main effect dan side effect ini.

7. Kesulitan mencari alat ukurEvaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali.

8. Penggunaan

Perspektif

kurikulum

yang lima

berbeda perspektif

sebagai dalam

pembandingPostner

mengemukakan ada

kurikulum yaitu traditional, experiential, Behavioral, structure of discipline dan constructivist. Masing-masing perspektif ini memiliki tujuannya masing-masing. Dalam melakukan evaluasi kurikulum kita harus mengetahui perspektif kurikulum yang akan dievaluasi dan perspektif kurikulum pembanding. Hal ini sering terlihat dalam evaluasi kurikulum dengan menggunakan metode comparative outcome based yang bila tidak memperhatikan masalah ini akan melahirkan bias dalam evaluasi. Kurikulum dengan perspektif tradisional tentu saja berlainan dengan kurikulum yang memiliki perspektif konstruktivist. Contoh kurikulum tradisional menekankan pada recall of knowledge sedangkan

19

kurikulum konstruktivist

menekankan

pada

konsep

dasar

dan

ketrampilan berpikir. Apabila ada penelitian yang menghasilkan bahwa kurikulum tradisional di pendidikan dokter lebih baik dalam hal knowledge dibandingkan dengan PBL hal ini tentu saja dapat dimengerti karena perspektifnya berbeda. Penelitian yang menggunakan metode perbandingan kurikulum yang perspektifnya berbeda ini seringkali menjadi kritikan oleh para ahli. 5

Pemilihan metode pembelajaran yang tepat akan membangkitkan motivasi belajar siswa, dimana siswa akan lebih tertarik dengan materi yang disampaikan oleh guru sehingga memudahkan siswa memahami pelajaran melalaui metode tanya jawab. Dengan menggunakan metode tanya jawab siswa merasa terlibat langsung dalam proses pembelajaran sehingga mereka termotivasi selama pembelajaran berlangsung. Motivasi memberikan pengaruh yang besar untuk menjaga kelangsungan belajar siswa dalam tingkat kesungguhan belajar siswa yang tinggi.

Pada umumnya motivasi belajar rendah dilihat pada sikap siswa yang kurang bergairah serta kurang bersemangat dalam mengikuti pelajaran pendidikan di sekolah, sehingga suasana belajar di kelas menjadi kurang aktif, interaksi antara guru dan siswa sangat kurang, apalagi siswa dengan siswa. Siswa cenderung pasif, hanya menerima atau mendengarkan saja apa yang diberikan guru. Pekerjaan rumah yang diberikan kepada siswa sering dikumpulkan terlambat. Bahkan tugas yang diberikan oleh guru tidak dikerjakan dengan alasan tidak mempunyai buku

20

paket. Selain itu juga, pada saat guru menjelaskan di depan kelas terdapat siswa yang mengerjakan pekerjaan lain, bahkan ada siswa yang hanya bermain-main dan tidak memperhatikan guru yang sedang menjelaskan di depan kelas. Siswa juga mudah lupa terhadap materi yang telah dijelaskan guru di kelas yang disebabkan tidak adanya usaha dari siswa untuk memperhatikan apa yang dijelaskan oleh guru.

Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok pernyataan atau problem dimana para peserta diskusi dengan jujur berusaha untuk mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama.

Diskusi sebagai metode pembelajaran lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak:

a. memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa

b. memberi kesempatan pada siswa untuk mengeluarkan kemampuannya

c. mendapatkan balikan dari siswa apakah tujuan telah tercapai

d. membantu siswa belajar berpikir secara kritis

e. membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-teman

21

f. membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah sendiri maupun dari pelajaran sekolah

g. mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.

Adapun kelebihan metode diskusi sebagai berikut:

a. Mendidik siswa untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat.

b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh penjelasanpenjelasan dari berbagai sumber data.

c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati pembaharuan suatu problem bersama-sama.

d. Melatih siswa untuk berdiskusi di bawah asuhan guru.

e. Merangsang siswa untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya.

f. Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil.

g. Mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali.

h. Membina siswa untuk berpikir matang-matang sebelum berbicara.

22

i.

Berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis.

j.

Dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan pandangan siswa mengenai suatu problem akan bertambah luas.

Kelemahan metode diskusi sebagai berikut:

a. Tidak semua topik dapat dijadikan metode diskusi hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan.

b. Diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu.

c. Sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi.

d. Biasanya tidak semua siswa berani menyatakan pendapat sehingga waktu akan terbuang karena menunggu siswa mengemukakan pendapat.

e. Pembicaraan dalam diskusi mungkin didominasi oleh siswa yang berani dan telah biasa berbicara. Siswa pemalu dan pendiam tidak akan menggunakan kesempatan untuk berbicara.

23

f. Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antarkelompok atau menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih rendah, remeh atau lebih bodoh.

Metode Inquiry ini menekankan pada penemuan dan pemecahan masalah secara berkelanjutan. Kelebihan metode ini mendorong siswa berpikir secara ilmiah, kreatif, intuitif dan bekerja atas dasar inisiatif sendiri, menumbuhkan sikap objektif, jujur dan terbuka. Kelemahannya memerlukan waktu yang cukup lama, tidak semua materi pelajaran mengandung masalah, memerlukan perencanaan yang teratur dan matang, dan tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif.

Metode Course Review Horay merupakan suatu metode pembelajaran dengan pengujian pemahaman menggunakan kotak yang diisi dengan nomor untuk menuliskan jawabannya, yang paling dulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay.

Langkah-langkah:

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

2. Guru mendemonstrasikan / menyajikan materi sesuai tpk.

3. Memberikan siswa tanya jawab.

24

4. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9 / 16 / 25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing.

5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (v) dan salah diisi tanda silang (x)

6. Siswa yang sudah mendapat tanda v vertikal atau horisontal, atau diagonal harus segera berteriak horay atau yel-yel lainnya.

7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar dan jumlah horay yang diperoleh.

8. Penutup.

Kelebihan:

1. Pembelajarannya menarik mendorong untuk dapat terjun ke dalamnya. 2. Melatih kerjasama.

Kekurangan: 1. Siswa aktif dan pasif nilainya disamakan.

2. Adanya peluang untuk curang.

25

Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.

Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat. Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.

Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.

26

Pengembangan

imajinasi

dan

penghayatan

dilakukan

siswa

dengan

memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:

Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.

1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.

2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.

3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.

4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.

Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.

27

Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:

1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.

2. Berpikir dan bertindak kreatif.

3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis

4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.

6. Merangsang

perkembangan

kemajuan

berfikir

siswa

untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.

7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.

Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:

1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.

2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.

28

Problem

Based

Instruction

(PBI)

memusatkan

pada

masalah

kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.

Langkah-langkah:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan.

2. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

3. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)

4. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.

5. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.

29

6. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Kelebihan:

1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.

2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.

3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.

Kekurangan:

1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.

2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.

3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

Pelaksanaan pendidikan nasional harus menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cerdas, produktif, dan berdaya saing tinggi dalam pergaulan nasional maupun internasional. Untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan tersebut, nasional

Pemerintah telah

mengamanatkan penyusunan delapan standar

30

pendidikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimum tentang system pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pelaksanaan pembelajaran dalam pendidikan nasional berpusat pada peserta didik agar dapat:

(a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

(b) belajar untuk memahami dan menghayati,

(c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,

(d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain,

(e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Untuk menjamin terwujudnya hal tersebut diperlukan adanya sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana yang memadai tersebut harus memenuhi ketentuan minimum yang ditetapkan dalam standar sarana dan prasarana. Standar sarana dan prasarana ini disusun untuk lingkup pendidikan formal, jenis pendidikan umum, jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu: Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), dan Sekolah Sekolah Menengah Menengah

Pertama/Madrasah

Tsanawiyah

(SMP/MTs),

Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).

31

Lemahnya koordinasi dan sinergi di empat lembaga negara dinilai sebagai penyebab berlarut-larutnya penanganan masalah guru. Lembaga yang dimaksud meliputi Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Departemen Dalam Negeri, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. (media Indonesia, HAR Tilaar, 1 peb 2007).

Pembatalan uji sertifikasi bagi 20 ribu guru pada 2006, lambannya penetapan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pendanaan Pendidikan, dan terlambatnya pengangkatan guru bantu menjadi CPNS adalah buah dari kurangnya koordinasi antar lini di departemen tadi. Selain itu, berlakunya otonomi daerah juga turut menyumbang terjadinya silang kewenangan dalam mengurusi kesejahteraan guru.

Solusinya terhadap beberapa permasalahan tadi. Misalnya, RPP Guru dan Dosen yang belum keluar karena masih dalam tahap harmonisasi di Departemen Hukum dan HAM semestinya dapat diantisipasi oleh Depdiknas. Alasannya, DPR telah menyetujui anggaran untuk uji sertifikasi bagi 20 ribu guru itu (Media Indonesia, 31/1).Sudah seharusnya ada koordinasi yang erat di antara empat lembaga negara tadi untuk menyelesaikan masalah legislasi maupun koordinasi dengan daerah. Koordinasi pusat-daerah diperlukan untuk

menyelesaikan masalah penyediaan anggaran pendidikan sebesar 20%, seperti yang diamanahkan UUD.

Terkait dengan permasalahan kesejahteraan guru, lebih disebabkan ketidakjelasan pemahaman pembagian wewenang antara pusat dan daerah.

32

Menurutnya, sebenarnya sudah jelas diatur dalam UU Otonomi Daerah bahwa daerahlah yang bertanggung jawab.Kecenderungan desentralisasi yang terlalu jauh, yakni adanya kebijakan kabupaten/kota yang langsung mengurusi kesejahteraan guru akan rancu dengan kebijakan pemerintah provinsi apalagi pusat.

Untuk itu, selain koordinasi erat antar departemen terkait dalam mengurusi kesejahteraan guru, juga perlu dilakukan pemisahan yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengurusi kesejahteraan guru. terkait dengan pembinaan dan kesejahteraan guru lebih baik diatur pusat. Sedangkan untuk penempatan guru-guru bisa diatur pemerintah daerah. Namun, tambahnya, dengan pengecualian, seperti daerah bencana, daerah terpencil, daerah tertinggal dan daerah konflik, penempatan guru sebaiknya diatur pusat.

Pelakssanaan kurikulum merupakan titik pusat dari suatu upaya pendidikan. Segala cita-cita landasan teoritik yang digunakan dalam

mengembangkan suatu rencana akan teruji dalam apa yang terjadi di lapangan. Apabila yang terjadi menggamabarkan apa yang telah didesain oleh pengembang kurikulum berarti pelaksanaan kurikulum telah tercapai apa yang harusnya dicapai. Pada waktu itulah hasil kurikulum dapat dijadikan patokan untuk menentukan apakah landasan teoritik yang digunakan memang menunjukkan keunggulan. Artinya, keberhasilan suatu kurikulum baru dapat ditentukan setelah diadakan suatu evaluasi

33

Kebutuhan akan evaluasi disini memang berbeda dibandingkan dalam perubahan kurikulum. Dalam perubahan kurikulum adanya unsur politik seringkali merupakan penyebab utama dibandingkan hasil evaluasi. Adanyan kenyataan bahwa para pengambil keputusan menyatakan perubahan kurikulum atau mengganti kurikulum tanpa alasana yang kuat secara akademik. Dalam hal ini ada tidaknya evaluasi bukanlah menjadi soal menentukan. Keterhubungan antara perubahan kurikulum dengan kukuasaan (politik meupun administratif) adalah sesuatu yang sukar dielakkan.

Defenisi evaluasi mengandung tiga konsep pokok yaitu pemberian pertimbangan (judgement), nilai (merit) dan arti (worth). Oleh karena itu evaluasi diartikan sebagai proses pemberian pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu. Sesuatu yang disebut juga dengan istilah evaluan dalam konteks ini adalah kurikum dengan keseluruhan dimensinya (ide, dokumen/rencana tertulis, realita, dan hasil).

Nilai adalah harga yang diberikan kepada evaluan (kurikulum) berdasarkan kriteria internal. Disini pertimbangan yang diberikan adalah apakah suatu kurikulum telah menggambarkan apa yang ingin dicapainya.

Pertimbangan evaluatif yang kedua adalah mengenai arti suatu kurikulum. Pertimbangan ini diberikan apabila sutau kurikulum telah mengalami suatu tes lapangan. Disini kajian evaluasi terutama didasarkan pada data empirik. Artinya, kajian ini baru dapat dilaksanakan ketika dilaksanakan disekolah, ketika pemakain kurikulum (siswa) telah melaksanakan kurikulum yang dimaksud. Dari

34

hasil pelaksanaan tersebut diketahui apakah kurikulum yang digunakan memang memberi arti.

Menurut Wiles (1989) komponen-komponen evaluasi adalah konteks (context), masukan (input) proses (process), dan hasil (product) yang biasa disingkat dengan CIPP model, yang pada dasarnya bertumpu tentang : proses, penggambaran perolehan, dan penyediaan informasi yang berguna bagi keputusan-keputusan yang perlu diambil.

Komponen context, merupakan evaluasi awal menyangkut kajian program seperti: kebutuhan dan faktor-faktor penunjang dan penghambat. Komponen input, menyangkut pengkajian alternatif implementasi, sehingga diperoleh alternatif yang lebih efektif dan efisien. Komponen process, untuk menetapkan kecocokan antara yang direncanakan dengan yang betul-betul terjadi. Dan kompnen product, membandingkan hasil yang diperoleh dengan yang dilakukan orang lain atau dengan tujuan-tujuan yang terdapat dalam program semula.

Evaluasi merupakan suatu kajian yang unik, karena evaluasi bergerak antara suatu kajian akademik dengan suatu kajian yang selalu harus memiliki kegunaan praktis. Kajian evaluasi bersifat akademik karena menggunakan berbagai kriteria keilmuan yang biasa dianut dalam penelitian beserta segala tradisinya yang berlaku. Meskipun demikian, evaluasi akan kehilangan jati dirinya apabila tidak memiliki keguanaan praktis (Welch dan Sternhagen, 1991. Guba, 1990, dan Smith, 1988).. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa evaluasi perlu

35

direkayasa sehingga evaluasi yang bersifat akademik akan memiliki kegunaan praktis,

Informasi dan pertimbangan yang diberikan evaluasi dapat digunakan memperbaiki ataupun mengganti apa yang ada (Stodolsky, 1984, dan Clark, 1988). Pada dasarnya, keguanaan untuk memperbaiki keadaan lebih umum dan lebih banyak dalam aplikasinya dibandingkan dengan kegunaan penggantian. Dalam literatur evaluasi kurikulum, kegunaan pertama disebut dengan istilah formatif sedangkan yang kedua dinamakan sumatif (Scriven, 1967).

Menyimak kedua kegunaan tersebut keberadaan evalusi sukar dielakkan. Kedua kegunaan itu menggambarkan adanya kebutuhan setiap upaya pendidikan, pada tingkat lokal, regional, nasional, ataupun internasional, akan jasa evaluasi. Tantangan dan kemajemukan warna serta strata kehidupan yang ada, baik disebabkan karena keterbukaan yang semakin meluas akibat kemajuan teknologi komunikasi, menyebabkan pengawasan serta optimalisasi sumber-sumber yang ada, termasuk di dunia pendidikan, tidak dapat dilakukan secara mandiri (Patton, 1988). Keluasan ruang lingkup dan kompleksitas problema kurikulum, sebagai salah satu komponen pendidikan, menghendaki adanya jasa evaluasi yang dikelola secara profesional.

Jasa evaluasi tidak hanya diberikan kepada berbagai instansi birokrasi dan administrasi kependidikan. Evaluasi memberikan jasanya kepada berbagai pihak yang menyangkut dalam satu upaya pengembangan kurikulum. Evaluasi memberikan jasanya kepada berbagai pihak dan tingkat managemen, pemakai dan

36

pelaksana

kurikulum,

maupun

kepada

pihak

pembuat

keputusan

dan

pengembangan kurikulum. Perluasan audience ini perlu karena itu evaluasi sesegera mungkin digunakan dan upaya perbaikan kurikulum dilaksanakan.

Adanya asas manfaat dari evaluasi menimbulkan suatu tuntutan agar hasil evaluasi (informasi dan pertimbangan-pertimbangan) dapat disediakan secara terus menerus. Untuk itu diperlukan suatu rekayasa evaluasi yang terus menerus pula, yang berlangsung sejak awal suatu kurikulum dihasilkan sampai dengan pelaksanaan dan pada waktu kurikulum memberikan hasilnya. Artinya, diperlukan adanya lembaga profesional yang memberikan jasa evaluasi kepada berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangan dan pelaksanaan kurikulum.

- Kaitan Evaluasi dan Kurikulum

Evaluasi dan kurikulum merupakan disiplin yang berdiri sendiri. Ada pihak yang berpendapat antara keduanya tidak ada hubungan, tetapi ada pihak lain yang menyatakan keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Pihak yang menyatakan adanya hubungan, hubungan tersebut merupakan hubungan sebab akibat. Perubahan dalam evaluasi akan memberian warna kepada pelaksanaan kurikulum. Hubungan antara evaluasi dengan kurikulum bersifat organis.

Ketika evaluasi dengan kurikulum dapat dilihat dari fungsi evaluasi, yakni formatif dan sumatif. Menurut Mc Neil (1990:241) ada empat fungsi evaluasi, yakni : fungsi sumatif, fungsi sosial politik, dan fungsi administrasi. Fungsi formatif dilaksanakan apabila hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi

37

diarahkan untuk memperbaiki bagian tertentu atau sebagain kurikulum yang sedang dikembangkan. Bagian yang diperbaiki itu dapat saja merupakan bagian dari kurikulum sebagai ide, rencana, kegiatan ataupun hasil. Perbaikan itu dapat pula dilakukan ketika melakukan evaluasi terhadap diemensi kurikulum. Misalnya, hasil evaluasi terhadap kurikulum sebagai kegiatan dapat dipergunakan untuk memperbaiki kurikulum sebagai rencana. Hasil evaluasi terhadap kurikulum sebagai rencana dapat dipergunakan untuk memperbaiki kurikulum sebagai ide.

Fungsi sumatif evaluasi adalah memberikan perhatiannya terhadap hasil dari kurikulum. Oleh karena itu fungsi sumatif baru dapat dilaksanakan apabila kurikulum tersebut telah dianggap selesai pengembangnnya. Fungsi sosial politik dimaksudkan sebagai motivasi dan dukungan-dukungan yang diberikan oleh masyarakat. Sedangkan fungsi administrasi berkenaan dengan masalah-masalah kewenangan dan kekuasaan.

Strategi evaluasi, sangat bertalian erat dengan tipe kurikulum yang digunakan, seperti strategi pengembangan dan penyebaran dihasilkan oleh kurkulum yang menekankan pada isi Goal free evaluation dalam kebanyakan kurikulum bukan merupakan satu-satunya prosedur evaluasi yang paling mungkin (Sukmadinata, 1988:197)

- Kegiatan Evaluasi dapat Menggagalkan Misi Pembaharuan Kurikulum

Kaitan antara evaluasi dan kurikulum adalah adanya evaluasi akan memberikan jawaban sejauh mana relevansi kurikulum dengan keperluan

38

masyarakat serta sejauh mana kurikulum tersebut mampu mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang dicantumkan di dalam kurikulum itu. Jadi, jelaslah apabila kita perhatikan kegiatan evaluasi sangatlah penting dan bahkan akan dapat menggagalkan misi pembaharuan kurikulum.

Terjadinya

pembaharuan

kurikulum

mungkin

disebabkan

oleh

perkembangan ilmu, teknologi, dan nilai serta norma baru dalam masyarakat. Pada abad keduapuluh dan terutama dekade delapan puluhan adalah masa dimana perkembangan ilmu dan teknologi sangat pesat dan tidak tertandingi oleh perkembangan pada masa sebelumnya dalam sejarah umat manusia.

Perkembangan ini mempengaruhi nilai dan norma yang dianut masyarakat. Kalau dalam masa sebelumnya pengetahuan dan ilmu tentang politik, hukum, sastra, dan budaya adalah lembaga keterpelajaran seseorang menjadi yang diagungkan. Tentu saja sikap ini memberikan tuntutan baru terhadap pendidikan pada umumnya dan kurikulum pada khususnya.

Namun demikian evaluasi tetap ikut berperan dalam hal ini, apakah pembaharuan tersebut benar-benar telah sesuai dengan tuntutan masyarakat. Hanya saja dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang pesat ini juga meminta kewaspadaan yang tinggi bagi pengelola evaluasi. Dengan kata lain dengan adanya rekayasa kurikulum (pembaharuan kurikulum) evaluasi juga harus ikut menyesuaikan diri (direkayasa), sehingga evaluasi dapat meemberikan informasi yang berkesinambungan mengenai keselarasan kurikulum dengan perkembangan masyarakat. Evaluasi harus dapat menentukan apakah kurikulum yang ada masih

39

relevan dengan perkembangan masyarakat terlepas dari unjuk kerja yang diperlihatkan suatu kurikulum. Evaluasi harus dapat mencegah terjadinya apa yang dikenal dengan istilah sabertooth curriculum (Benyanin, 1939), semacam mata gigi yang justru akan mencercah, melumatkan, dan memusnahkan apa yang dikunyahnya. Apapun hasil evaluasi, tidak boleh meniadakan atau bahkan memusnahkan materi yang dievaluasinya.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang ditimbulkan adalah sebagai berikut :: 1. Apa definisi Pendekatan Deduktif? 2. Mengapa Logika Deduktif? 3. Apa Jenis-Jenis Pendekatan Deduktif? 4. Apa Prinsip Deduktif?

C. Tujuan Penulisan Tujuan dalam penyusunan Makalah ini yaitu: 1. Untuk mengetahui definisi Pendekatan Deduktif? 2. Untuk mengetahui Logika Deduktif? 3. Untuk mengetahui Jenis-Jenis Pendekatan Deduktif? 4. Untuk mengetahui Prinsip Pendekatan Deduktif?

40

BAB II PEMBAHASAN A. Hakikat Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Untuk memenuhi kebutuhan dan sekaligus

mengembangkan dirinya, manusia telah melakukan kegiatan belajar sejak dilahirkan.Belajar pada dasarnya merupakan peristiwa yang bersifat individual, yakni peristiwa terjadinya perubahan tingkah laku sebagai dampak dari pengalaman individu.Pengertian belajar menurut Soedijarto (1989:49) adalah suatu proses secara langsung dan aktif pada saat pelajar itu mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar yang direncanakan dan disajikan di sekolah, proses belajar mengajar tersebut dapat terjadi di dalam kelas maupun diluar kelas. Dengan demikian seorang pelajar dikatakan sedang belajar apabila pelajar tersebut terlibat secara langsung dan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya (W.H. Burton, dalam Moh. Uzer Usman 1995:2).Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa seseorang dikatakan telah cbelajar apabila telah terjadi suatu perubahan pada dirinya. Perubahan tersebut terjadi berkat adanya interaksi dengan orang lain atau lingkungannya. Sehingga untuk dapat belajar seorang pelajar tidak dapat terlepas dari orang lain, dalam hal ini guru dan teman belajar. Dengan

41

demikian dapat dikatakan seorang pelajar tidak dapat belajar dengan baik bila hanya sendirian saja, dia juga perlu guru untuk membimbing dan teman untuk berdiskusi. Bertolak dari berbagai definisi yang telah diuraikan tadi, secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

2. Proses Belajar Menurut Bruner (dalam S.Nasution 2005:9) dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode, yakni : informasi, transformasi, dan evaluasi. a) Informasi Setiap belajar kita peroleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya. b) Transformasi Informasi yang diperoleh harus dianalisis dan ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini peran dari guru sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahan secara konseptual.

42

c) Evaluasi Pengetahuan yang kita peroleh dan ditransformasikan itu kemudian dievaluasi sehingga dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain. Dalam proses belajar ketiga episiode itu selalu ada, hanya saja berapa banyak informasi yang diperlukan agar dapat ditransformasikan, berapa lama waktu tiap episiode, untuk tiap orang mungkin tidak sama. Hal ini bargantung pada tujuan yang diharapkan, motivasi belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri.

B. Hakikat Matematika 1. Definisi Matematika Berdasarkan etimologi, matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunia secara empiris, kemudian kemudian diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran di dalam struktur kognitif, sehingga sampai pada konsep-konsep matematika. Agar konsep yang terbentuk dapat dipahami orang lain dan dengan mudah dimanipulasi secara tepat, maka digunakan notasi dan istilah yang cermat yang disepakati secara universal dan dikenal dengan bahasa matematika.

43

2. Karakteristik Matematika Walaupun tidak terdapat satu pengertian tentang matematika yang tunggal dan disepakati oleh semua tokoh atau pakar matematika, namun dapat terlihat adanya ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum. Beberapa karakteristik matematika adalah sebagai berikut : a) Memiliki Objek Abstrak Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak dan sering disebut objek mental. Objek-objek itu merupakan objek pikiran. Objek dasar itu meliputi fakta, konsep, operasi ataupun relasi dan prinsip. Dari objek dasar itulah dapat disusun suatu pola dan struktur matematika. b) Bertumpu pada Kesepakatan Dalam matematika kesepakatan merupakan suatu tumpuan yang amat penting. Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindari

berputarputarnya argumentasi dalam pembuktian. Sedangkan konsepkonsep primitif menghindari berputar-putar dalam pendefinisian.

Aksioma juga disebut postulat atau pernyataan pangkal (yang tidak perlu dibuktikan). Sedangkan konsep primitif juga disebut undefined term atau pengertian pangkal tidak perlu didefinisikan. c) Pola Pikir Deduktif Dalam matematika sebagai ilmu hanya diterima pola piker deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran

44

yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan pada hal yang bersifat khusus. d) Memiliki Simbol yang Kosong dari Arti Dalam matematika terdapat banyak sekali simbol yang digunakan baik berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbolsimbol dalam matematika dapat membentuk suatu model matematika. Model

matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun geometrik tertentu dan sebagainya. Kosongnya arti simbol maupun tanda dalam model-model matematika itu justru memungkinkan intervensi

matematika ke dalam berbagai pengetahuan. e) Memperhatikan Semesta Pembicaraan Sehubungan dengan kosongnya dari simbol-simbol dan tandatanda dalam matematika jelas bahwa dalam menggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa simbol itu dipakai. Bila lingkup pembicaraannya bilangan, maka simbol-simbol itu diartikan bilangan. Bila lingkup pembicaraannya transformasi maka simbolsimbol itu diartikan transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut semesta pembicaraan. Benar atau salahnya atau ada tidaknya penyelesaian suatu model matematika ditentukan semesta pembicaraannya. f) Konsisten Dalam Sistemnya Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama lain tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain. Misal dikenal sistem-sistem aljabar

45

atau sistem-sistem geometri. Di dalam masing-masing sistem dan struktur itu berlaku kosistensi. Ini juga dikatakan bahwa dalam setiap sistem dan strukturnya tersebut tidak boleh terdapat kontradiksi. Suatu teorema ataupun definisi harus menggunakan istilah atau konsep yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun hak nilai kebenarannya. Tetapi antara sistem yang satu dengan yang lain tidak mustahil terdapat pernyataan yang intesinya saling kontradiksi.

3. Sistem dan Struktur dalam Matematika Makna kata sistem diartikan sebagai sekumpulan unsur atau elemen yang terkait satu sama lain dan mempunyai tujuan tertentu. Unsur atau elemen itu sangat tergantung semesta pembicaraan. Sistem aksioma misalnya, unsurnya adalah aksioma. Dalam matematika terdapat juga sistem geometri, sistem bilangan, sistem persamaan dan sebagainya. Di bagian ini yang disebut struktur adalah sistem yang di dalamnya memuat hubungan yang hirarki. Suatu sistem aksioma yang diikuti dengan teorema-teorema yang diturunkan dari padanya membentuk suatu struktur.

4. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Matematika Pendidikan matematika sekolah berfungsi mengembangkan

kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga

46

berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram,grafik atau tabel. Menurut Kurikulum Sekolah 2006 (Standar Isi), mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau medialain untuk memperjelas keadaan atau masalah 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

47

C. Pengertian Pendekatan Deduktif Dalam kenyataan sehari hari sering kita jumpai sejumlah guru yang menggunakan metode tertentu yang kurang atau tidak cocok dengan isi dan tujuan pengajaran. Akibatnya, hasilnya tidak memadai, bahkan mungkin merugikan semua pihak terutama pihak siswa dan keluarganya, walaupun kebanyakan mereka tidak menyadari hal itu. Agar proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran, guru sebaiknya menentukan pendekatan dan metode yang akan digunakan sebelum melakukan proses belajar mengajar. Pemilihan suatu pendekatan dan metode tentu harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan sifat materi yang akan menjadi objek pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan banyak metode akan menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang lebih bermakna. Ketika mengajar di kelas 3 A Pak Mamat merasa ragu apakah persiapan mengajar untuk konsep persilangan di SLTP yang sudah disiapkannya dapat digunakan di kelas ini. Berdasarkan pengalamannya kelas 3 B agak berbeda dengan kelas 3 lainnya. Karena sebagian besar siswa di kelas tersebut mempunyai kemampuan belajar lebih rendah daripada rata rata kemampuan kelas 3 di sekolahnya. Pak Mamat merencanakan materi pelajarannya dibagi menjadi beberapa kali pertemuan sehingga memerlukan waktu lebih banyak dibandingkan dengan kelas 3 yang lainnya. Metode yang digunakannya masih serupa dengan di kelas lain, hanya ditambah metode bermain peran. Pak Mamat merasa gembira

48

karena siswa yang diperkirakan akan mengalami kesulitan belajar ternyata terbantu dengan cara yang ditempuhnya. Pendekatan deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dari hal yang umum menjadi kasus yang khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunkan pola berfikir yang disebut silogisme. Ini terdiri dari dua macam pernyataan yang benar dan sebuah kesimpulan (konklusi). Kedua pernyataan pendukung silogisme disebut premis (hipotesis) yang dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor. Kesimpulan diperoleh sebagai hasil penalaran deduktif berdasarkan macam premis itu. Dalam pelaksanaannya, mengajar dengan pendekatan induktif akan lebih banyak memerlukan waktu daripada mengajar denan menggunakan pendekatan deduktif. Tetapi baik kelas yng rendah atau kelas yang lemah akan lebih baik mengajar dengan menggunakan pendekatan induktif. Sebaliknya kelas yang kuat akan merasakan pengajaran dengan pendekatan induktif bertele-tele. Kelas ini lebih cocok diberi pengajaran dengan pendekatan deduktif. Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi.

49

Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat. Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum. Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umu. Dengan memikirakan fenomena bagaimana apel jatuh dan daya bagaimana tarik. planet-planet abad bergerak, Isaac dan

Newtonmenyimpulkan teori

Pada

ke-19, Adams

LeVerrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik). D. Logika Deduktif Penalaran deduktif didukung oleh logika deduktif. Misalnya: Apel adalah buah.

50

Semua buah tumbuh di pohon. Karena itu semua apel tumbuh di pohon. Atau Apel adalah buah. Sebagian apel berwarna merah. Karena itu sebagian buah berwarna merah. Premis yang pertama mungkin keliru, namun siapapun yang menerima premis ini dipaksa untuk menerima kesimpulannya.

E. Jenis Pendekatan Deduktif Dalam Pendekatan Deduktif terdapat beberapa jenis diantaranya : 1. Untuk Penyelesaian Masalah Pendekatan deduktif banak digunakan untuk menyelesaikan masala. Contoh : setelah murid mempelajari imbuhan ber peserta didik disuruh membuat beberapa ayat dengan imbuhan ber. 2. Untuk Membuat Generalisasi Baru Boleh digunakan untuk membuat generalisasu baru. Contohnya, setelah murid mempelajari rumus luas segiempat tepat,mereka dibimbing menggunakan rumus itu untuk mendapat rumus luas segitiga bersudut tegak. 3. Untuk Membukti Hipotesis Boleh digunakan untuk membuat hipotesis melalui prinsip atau hokum yang telah dipelajari. Contohnya, setelah murid mempelajari teorema sudut-sudut

51

bersebelahan atau garis lurus mereka dibimbing menggunakan teorema ini untuk membuktikan hasil tambah tiga sudut dalam sebuah segitiga.

F. Prinsip-prinsip penggunaan strategi pengajaran secara deduktif 1. Pada peringkat permulaan, masalah atau hipotesis harus didedahkan terlebih dahulu. 2. Murid-murid harus dibimbing mengingat kembali rumus, generalisasi, prinsip, teorem atau teori agar membolehkan mereka menyelesaikan masalah atau hipotesis yang telah didedahkan. 3. Generalisasi, prinsip atau teori yang digunakan untuk menyelesaikan masalah atau membukti hipotesis haruslah diketahui serta telah difahamkan secara mendalam. 4. Pendekatan Deduktif haruslah dilaksankan mengikuti prosedur dengan tepat. 5. Proses menyelasaikan masalah atau untuk membuktikan hipotesis tidak terhadap kepada menggunakan satu generalisasi, prinsip, rumus, hokum atau teori yang dipelajari. 6. Guru sendiri tidak perlu menunjukkan cara menyelesaikan masalah atau menguraikan cara membukti hipotesis, tetapi membimbing murid melalui aktifitas soal-jawab sehingga mereka menjalankan aktifitas penyelesaian masalah sendiri.

52

G. Model Pembelajaran Matematika 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah suatu pola atau langkah-langkah pembelajaran tertentu yang diterapkan agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan akan cepat dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien (Amin Suyitno, 2006:1) Menurut Amin Suyitno (2006:1), suatu kegiatan pembelajaran di kelas disebut model pembelajaran jika: a) b) c) d) ada kajian ilmiah dari penemunya, ada tujuannya, ada tingkah laku yang spesifik, ada kondisi spesifik yang diperlukan agar tindakan/kegiatan

pembelajaran tersebut dapat berlangsung secara efektif. Pada saat ini banyak dikembangkan model-model pembelajaran. Model-model pembelajaran tersebut sangat bergantung pada tujuan yang akan dicapai guru. Menurut penemunya jelas, model pembelajaran temuannya tersebut dipandang paling tepat di antara model pembelajaran lain. Untuk melengkapi hal tersebut di atas, maka perlu disepakati halhal sebagai berikut : a) Guru tidak perlu mendewakan salah satu model pembelajaran yang ada. Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelemahan dan kekuatan.

53

b) Guru dapat memilih salah satu model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan materi pelajaran, dan jika perlu dapat menggabungkan beberapa model pembelajaran. c) Model apapun yang diterapkan, jika kurang menguasai materi dan tidak disenangi siswa maka hasil pembelajaran menjadi tidak efektif. d) Yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut. y Guru perlu menguasai materi yang harus diajarkan, dapat

mengajarkannya dan terampil mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. y Guru dapat memberikan sesuatu yang dibutuhkan para siswa dengan sepenuh hati, hangat, ramah, antusias dan bertanggung jawab. y Menjaga agar para siswa mencintai , menyenangi materi yang diajarkan, dengan tetap menjaga kredibilitas dan wibawa sebagai guru. y Guru dapat mengembangkan model pembelajaran sendiri. Menurut teori konstruktivisme, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. (Direktorat PLP modul SN-36, 2004:9). Teori konstruktivisme ini menganjurkan peranan yang lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran mereka sendiri dibandingkan dengan yang saat ini dilaksanakan pada mayoritas kelas. Karena penekanannya pada siswa sebagai siswa yang aktif, strategi

konstruktivisme sering disebut pengajaran yang berpusat pada siswa. Di dalam kelas yang berpusat pada siswa, peran guru adalah membantu siswa menemukan

54

fakta, konsep atau prinsip bagi mereka sendiri. Konstruktivisme lahir dari gagasan Vygotsky yang menekankan adanya hakikat sosial dari belajar, dan menyarankan untuk menggunakan kelompok-kelompok belajar yang kemampuan anggota kelompok berbedabeda untuk mengupayakan perubahan konseptual. Pembelajaran sosial ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky. Vygotsky berpendapat bahwa interaksi sosial, yaitu interaksi individu tersebut dengan orang lain, merupakan faktor terpenting yang mendorong atau memicu perkembangan kognitif seseorang. Vygotsky berpendapat pula, bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain, suasana lingkungan yang mendukung, dalam bimbingan atau pendampingan seseorang yang lebih mampu atau lebih dewasa, misalnya seorang guru.

2. Pemilihan Model Pembelajaran yang Melatih Siswa Berfikir Tinggi Dalam belajar kelompok siswa sering lebih paham akan apa yang disampaikan oleh temannya sendiri daripada oleh guru. Bahasa yang digunakan oleh siswa lebih mudah ditangkap oleh siswa lain (S.Nasution, 2005:43). Pada kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa perlu dipupuk suasana yang saling membantu, saling menghargai dan bukan suasana persaingan. Siswa harus diberi pengertian bahwa orang yang member ilmu justru akan lebih memperkaya orang yang memberinya. Sambil menjelaskan kepada temannya ia akan lebih menguasai materi itu. Model pembelajaran course review horay merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana. Teknik ini memberi kesempatan pada siswa

55

untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik ini adalah mendorong siswa untuk dapat terjun kedalamnya. Model pembelajaran Course review horay adalah Suatu metode pembelajaran dengan pengujian

pemahaman menggunakan kotak yang diisi dengan nomor untuk menuliskan jawabannya, yang paling dulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay. Course review horay memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir,

menjawab, dan saling membantu satu sama lain (Nurhadi dkk, 2003 : 66). Sebagai contoh, guru baru saja menyajikan suatu topik atau siswa baru saja selesai membaca suatu tugas, selanjutnya guru meminta siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut. Langkah-langkah dalam pembelajaran Course review horay sederhana, namun penting trutama dalam menghindari kesalahan-kesalahan kerja kelompok. Dalam model ini, guru meminta siswa untuk memberikan dan mendemonstrasikan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain dan mendiskusikannya, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Untuk itu guru dapat menerapkan langkah-langkah sebagai berikut : a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. b. Guru mendemonstrasikan / menyajikan materi sesuai tpk. c. Memberikan siswa tanya jawab.

56

d. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9 / 16 / 25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing. e. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (v) dan salah diisi tanda silang (x) f. Siswa yang sudah mendapat tanda v vertikal atau horisontal, atau diagonal harus segera berteriak horay atau yel-yel lainnya. g. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar dan jumlah horay yang diperoleh. h. Penutup. Salah satu ciri pembelajaran kooperatif adalah kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil yang heterogen. Masing-masing anggota dalam kelompok memiliki tugas yang setara. Karena pada pembelajaran kooperatif keberhasilan kelompok sangat diperhatikan, maka siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu temannya yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian, siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut. Kegiatan dalam model Course review horay memberikan keuntungan. Siswa secara individu dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu berpikir (think time), Sehingga kualitas jawaban juga dapat meningkat. Menurut Jones (2002), akuntabilitas berkembang karena siswa harus

57

saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan pasangannya, kemudian pasangan-pasangan tersebut harus berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif, sehingga siswa jarang atau bahkan tidak pernah berbicara didepan kelas paling tidak memberikan ide atau jawaban karena pasangannya.

58

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan : 1. Pendekatan pembelajaran merupakan titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. 2. strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. 3. metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. 4. Pendekatan deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dari hal yang umum menjadi kasus yang khusus. 5. Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.) 6. Pemilihan Metode Pembelajaran sangat menentukan hasil dari Proses Belajar Mengajar itu sendiri.

59

B. Saran 1. Sebaiknya Guru memahami metode apa yang akan digunakannya pada saat porses belajar mengajar. 2. Variasi dalam penggunaan metode belajar sangat penting digunakan, supaya tidak terjadi kejenuhan pada peserta didik. 3.

60

DAFTAR PUSTAKA Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja. Amin Suyitno. 2006 Penelitian Tindakan Kelas untuk Penyusunan Skripsi (Petunjuk Praktis). Semarang : UNNES. Amin Suyitno. 2006 Pemilihan Model-model Pembelajaran dan Penerapannya di Sekolah ( Makalah Disusun sebagai Bahan Pelatihan bagi Guru-guru SD, SMP SMA atau yang Sederajat ), Semarang : UNNES.

Ansyar, Muhammad, 1989. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Depdikbud, P2LPTK Beane, J. 1990. Affect in the Curriculum: Toward Democracy, Dignity, and Diversity. NY : Teachers College Press. Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar

Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.

Hidayanto. D.N. 2006. Pemikiran kependidikan, dari filsafat ke ruang kelas, yogyakarta: Liberty. Nasution, 1982. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, Bina Aksara, Jakarta. Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

U.U No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, Penerbit Armas Duta Jaya, Jakarta

61

Surachmad, Winarno. 2004. Pendidikan untuk Masa Depan. Jakarta ; IPSI Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran (http://smacepiring.wordpress.com/)

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metodeteknik-dan-model-pembelajaran/ http://impreschoolteacha.blogspot.com/2008/12/pendekatan-deduktif.html http://digilib.http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi.1/import/2787.pdf http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi.1/tmp/2816.html http://digilib.umg.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jipptumg-najmulbayy-434 http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/biologi/article/view/2023

62

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (Bab Bentuk Pangkat, Akar dan Logaritma) 1. Identitas Satuan Pendidikan Kelas/ Semester Mata Pelajaran Program Jumlah Pertemuan 2. Standar Kompetensi1. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan bentuk pangkat, akar, dan logaritma. 3. Kompetensi Dasar 1.1 Menggunakan aturan pangkat, akar, dan logaritma

: SMA NEGERI 8 SAMARINDA : X (Sepuluh)/ I : Matematika : IPA : 2 x Pertemuan

4. Indikator

a.b.

Menyederhanakan bentuk suatu bilangan berpangkat Mengubah bentuk pangkat negatif dari suatu bilangan ke bentuk pangkat positif dan sebaliknya.

5.

Tujuan Pembelajaran Setelah Mempelajari Materi Ini Siswa dapat, a. b. Mengenal bentuk pangkat positif, pangkat nol dan pangkat negatif. Mengaplikasikan sifat dari bilangan berpangkat dalam menyederhanakan bentuk suatu bilangan pangkat. c. Melakukan latihan dalam mengubah bentuk pangkat negatif, pangkat nol menjadi pangkat positif

6.

Karakter Yang Ingin dikembangkan a. Religius b. c. d. e. Jujur Disiplin Mandiri Rasa ingin tahu

63

f. g. h. i. 7.

Kerja keras Bersahabat/komunikatif Tanggung Jawab Kerjasama

Materi Ajar a. Pangkat Bulat Positif Dalam pernyataan 2n , 2 disebut bilangan pokok dan n disebut bilangan pangkat atau eksponen. an = a x a x a x a . x a, dimana n adalah faktor. Contoh : 43 = 4 x 4 x 4 b. Pangkat nol dan negatif Untuk setiap a bilangan real bukan nol maka a0 = 1 dna jika n bilangan positif dan a bilangan real bukan nol maka a-n = Contoh : 50 = 1 3-2 =

8.

Alokasi Waktu 2 x 45 menit dialokasikan untuk 2 x pertemuan :

a. Pertemuan 1 indikator 1. b. Pertemuan 2 indikator 2.

9.

Metode Pembelajaran Metode Pembelajaran : Ceramah, Tanya jawab dan pemberian tugas dengan pendekatan Deduktif Model Pembelajaran : Explicit Intruction

10. Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1 (2 45 menit)Tahap Pembelajaran Kegiatan Pendahuluan Kegiatan 1) Apersepsi y Mengucapkan salam dan berdoa sebelum memulai pelajaran (relegius) y Menyampaikan Tujuan Pembelajaran (disiplin )

64

(10 menit)

Kegiatan Inti (60 menit)

Kegiatan Penutup (20 menit)

2) Motivasi y Mengingatkan kepada siswa bahwa matematika itu tidak susah (rasa ingin tahu) 1) Eksplorasi y Guru menjelaskan tentang Bilangan pangkat positif (rasa ingin tahu) y Guru mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, siswa yang bisa jawab dapat poin (memberikan penghargaan) 2) Elaborasi y Siswa di bagi dalam 5 kelompok, dan diberikan lembaran chart yang berisi kotak-kotak soal y Setiap siswa dalam kelompok bekerja sama mengerjakan chart dan menempel jawaban soal pada kotak yang telah disediakan (bekerjasama, toleransi, tanggung jawab) 3) Konfirmasi y Bersama siswa menganalisis jawaban yang benar dari chart yang telah dibagikan perkelompok (bekerjasama) 1) Memberi kesimpulan (disiplin) 2) Siswa diminta mengerjakan PR yang ada di buku paket (tanggung jawab) 3) Mengucapkan salam dan berdoa mengakhiri pelajaran (relegius)

Pertemuan 2 (2 45 menit)Tahap Pembelajaran Kegiatan 1) Apersepsi y Mengucapkan salam dan berdoa sebelum memulai pelajaran (relegius) y Menyampaikan Tujuan Pembelajaran (disiplin memperhatikan guru) 2) Motivasi y Membahas PR yang sulit bagi siswa (rasa ingin tahu dan kerjasama) 1) Eksplorasi y Guru menjelaskan tentang Bilangan pangkat nol dan pangkat negatif (disiplin) y Guru mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik (komunikatif) 2) Elaborasi y Bergantian masing-masing siswa maju kedepan untuk menjawab pertannyaan (mandiri dan kerja keras) 3) Konfirmasi y Bersama siswa menganalisis jawaban yang benar dari yang telah dijawab oleh siswa (kerjasama) 1) Siswa diminta memberikan kesimpulan (disiplin) 2) Siswa diminta mengerjakan PR yang ada di buku paket (tanggung jawab) 3) Mengucapkan salam dan berdoa mengakhiri pelajaran (relegius)

Kegiatan Pendahuluan (10 menit)

Kegiatan Inti (60 menit)

Kegiatan Penutup (20 menit)

65

11. Penilaian a. Tugas mandiri b. Tugas kelompok c. Tertulis (TERLAMPIR) 12. Alat/ Bahan/ Sumber a. Chart yang berisi kotak-kotak soal. b. Noor Mandiri. 2006. Matematika Jilid 1 untuk SMA Kelas X. Erlangga : Jakarta c. M. Amien. 2010. Mahir Matematika SMA cara Bimbel. Linguakata : Surabay

Soal Tes Pertemuan ke-21. Sederhanakanlah. a.

x7 : x2

b.

5x 2 y 4 v 4 x 5 y 22 x 2 y 2

2. Nyatakan bilangan berikut dalam pangkat positif dan sederhanakan.

a.

p q v p3 2

5 1

q

b.

3 p q 3 p q 2 1 2

2 3 2 3

3.

Nyatakan bilangan berikut dalam notasi ilmiah. a. 0,0000002578 b. 820.000.000.000.000

4.

Sederhanakan a. 2a 8 b 6 x 4 a 2 b ! b.

8 x2 y4 ! 2 x y32 1 3

5.

Hitunglah nilai dari a. 27 3 16 2 25 23 2

1 b. 4 Penilaian

1 16 85 4

1 3

Format Penilaian Kelompok No. urut 1 Nama kelompok Soal Tes kotak ke : 1 2 3 Jumlah benar Jumlah salah Total nilai

66

Lampiran 2 1.1 Guru Memimpin Peserta Didik berdoa sebelum memulai pelajaran.

1.2 Guru memberikan motivasi kepada peserta didik dan menyampaikan tujan pembelajaran

1.3 Guru menjelaskan kepada peserta didik tentang materi yang menjadi pokok pembahasan.