BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1.1...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1.1...
21
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pelaksanaan Tindakan
4.1.1 Kondisi Sekolah
SDN Banyubiru 05 berada di Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru
Kabupaten Semarang. SD ini terletak cukup dekat dengan rumah-rumah penduduk
dan juga sawah. Letak SD seperti ini membuat kegiatan belajar mengajar dapat
berjalan dengan baik karena suasana di sekitar SD cukup tenang.
SDN Banyubiru 05 memiliki 1 ruang guru, 1 ruang perpustakaan, 6 ruang
kelas, 1 ruang UKS, 1 ruang kepala sekolah, 4 ruang WC siswa, 1 ruang WC
guru, 1 ruang kesenian, 1 ruang gudang, dan lapangan upacara yang cukup luas.
Jumlah peserta didik dari kelas 1 hingga kelas 6 sebanyak 162 siswa.
Ruang kelas juga sudah cukup baik, dengan penerangan dan ventilasi yang cukup.
Di setiap ruang kelas juga tersedia tempat hasil karya siswa dengan berbagai
macam karya-karya siswa sehingga kelas terkesan menarik, tidak membosankan
bagi siswa dan dapat memacu kreatifitas siswa dalam berkarya.
Fasilitas yang ada di SDN Banyubiru 05 cukup lengkap. Terdapat 2 buah
komputer yang digunakan untuk memfasilitasi guru dalam mengetik data-data
administrasi yang diperlukan dan 1 komputer untuk mengelola data-data
perpustakaan. Selain itu, sekolah ini juga memiliki telepon sekolah yang
digunakan untuk keperluan sekolah. Alat peraga yang dimiliki sekolah ini juga
cukup lengkap dengan adanya KIT alat peraga. Buku-buku yang ada di sekolah
ini, khususnya di perpustakaan juga cukup lengkap dan banyak buku-buku yang
baru.
Jumlah tenaga pengajar dan karyawan di SDN Banyubiru 05 sebanyak 12
guru dengan rincian 1 kepala sekolah, 6 guru kelas, 1 guru agama Islam, 1 guru
22
olahraga, 1 guru wiyata bakti yang mengampu mata pelajaran SBK dan Bahasa
Inggris, 1 penjaga sekolah, dan 1 pengelola perpustakaan.
4.1.2 Kondisi Awal Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas V sebanyak 31 siswa yang terdiri dari
12 siswa perempuan dan 19 siswa laki-laki. Sebagian besar siswa kurang berani
dan tidak aktif selama pembelajaran berlangsung. Selain itu, berdasarkan data
yang diperoleh dari guru kelas V SDN Banyubiru 05, diketahui bahwa hasil
belajar Matematika pada pokok bahasan pecahan yang diraih siswa rendah. Ini
dapat dilihat di dalam tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1
Nilai Pra Siklus Matematika
Dengan melihat tabel 4.1, dapat diketahui bahwa masih banyak siswa yang
tidak tuntas dalam belajarnya yaitu di bawah KKM 60. Dari tabel di atas dapat
dilihat nilai terendah siswa adalah 30 yaitu sebanyak 5 siswa dengan persentase
16,1 % dan nilai tertinggi 100 sebanyak 2 siswa dengan persentase 6,5%
sedangkan rata-rata kelas yang diperoleh adalah 56,5. Dari data tabel 4.1 di atas,
maka dapat dibuat tabel ketuntasan Matematika pra siklus pada tabel 4.2 sebagai
berikut.
No. Nilai Frekuensi Persentase (%) Keterangan
1. 30 5 16,1 Tidak tuntas
2. 40 3 9,7 Tidak tuntas
3. 50 9 29,0 Tidak tuntas
4. 60 7 22,6 Tuntas
5. 80 4 12,9 Tuntas
6. 90 1 3,2 Tuntas
7. 100 2 6,5 Tuntas
Jumlah 31 100
Nilai Rata-rata 56,5
Nilai maks. 100
Nilai min. 30
23
Tabel 4.2
Tabel Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Pra Siklus
Skor Ketuntasan Jumlah Siswa Persentase (%)
≥ 60 (Tuntas) 14 45,2
<60 (Tidak Tuntas) 17 54,8
Jumlah 31 100
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang
tuntas mencapai 14 siswa atau sebanyak 45,2% dari jumlah siswa. sedangkan
jumlah siswa yang tidak tuntas adalah 17 siswa atau sebanyak 54,8%. Untuk
melihat perbandingan ketuntasan hasil belajar ini secara lebih jelas, maka data
pada tabel 4.2 dapat dilihat dalam diagram 4.1 di bawah ini.
Diagram 4.1
Diagram Batang Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Pra Siklus
4.1.3 VALIDITAS TES
Sebelum pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II, soal yang akan
diberikan kepada siswa kelas V SDN Banyubiru 05 diujikan kepada siswa kelas V
SDN Rapah 03. Hal ini dikarenakan soal yang akan diberikan haruslah diuji
terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat validitasnya.
14
17
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Skal
a
Tuntas Tidak Tuntas
Ketuntasan Hasil Belajar Pra Siklus
24
Setelah hasil uji coba soal dianalisis, maka didapatkan hasil validitas soal
yang diujicobakan. Hasil validitas soal tersebut dapat dilihat dalam tabel 4.3
berikut ini:
Tabel 4.3
Hasil Uji Validitas Soal
Item Soal Valid Tidak Valid
Siklus I 1, 2, 3, 4,5, 6, 7,
8, 9, 10, 11, 12,
13, 14, 15, 16,
17, 18, 19, 20,
21, 22, 23, 24,
25, 26, 27, 28,
29, dan 30.
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
8, 9, 10, 11, 12,
13, 14, 15, 17, 18,
19, 20, 21, 22, 24,
25, 26, 28, 29, 30.
16, 23, 27.
Siklus II 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
8, 9, 10, 11, 12,
13, 14, 15, 16,
17, 18, 19, 20,
21, 22, 23, 24,
25, 26, 27, 28,
29, dan 30.
1, 3, 4, 5, 6, 7, 8,
9, 10, 11, 13, 14,
15, 16, 17, 18,19,
21, 22, 23, 25, 26,
27, 29,30.
2, 12, 20, 24, 28.
Dengan melihat tabel 4.3, dapat diketahui bahwa pada siklus I dari 30 soal
yang diujicobakan terdapat 27 soal yang valid dan 3 soal yang tidak valid.
Sedangkan pada siklus II dari 30 soal terdapat 25 soal yang valid dan 5 soal yang
tidak valid.
4.1.4 RELIABILITAS TES
Selain dilakukan uji validitas juga dilakukan uji reliabilitas soal tes.
Reliabilitas untuk soal siklus I dan II bisa ditunjukkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.4
Hasil Uji Reliabilitas Soal
Reliabilitas Cronbach’s
Alpha N of items
Siklus I .944 27
Siklus II .918 25
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dapat diketahui bahwa reliabilitas kedua soal
tersebut adalah baik karena diatas 0,8.
25
4.1.5 TINGKAT KESULITAN SOAL
Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas, maka langkah selanjutnya
adalah memilih dan menyusun soal yang akan digunakan untuk tes formatif yang
akan dilaksanakan di kelas V SDN Banyubiru 05. Dalam menyusun soal tes
formatif ini, peneliti hanya memberikan 10 soal saja karena materi yang dipelajari
cukup sulit dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengerjakannya. Soal yang
digunakan untuk siklus I yaitu soal nomor 4, 8, 11, 14, 15, 20, 22, 24, 28, dan 29.
Sedangkan untuk siklus II soal yang digunakan yaitu soal nomor 4, 7, 11, 13, 17,
19, 21, 26, 27, dan 30. Soal-soal yang telah dipilih tadi kemudian disusun dan
diurutkan menjadi soal bernomor 1 sampai 10. Dalam menentukan soal yang akan
digunakan tadi, peneliti memilih 2 soal mudah, 6 soal sedang, dan 2 soal sulit
untuk tiap siklus. Soal mudah terdapat pada nomor 1 dan 2, soal sedang terdapat
pada nomor 3, 4, 5, 6, 7, dan 8, sedangkan soal sulit terdapat pada nomor 9 dan
10. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5
Tingkat Kesulitan Soal
Analisis Soal Soal Mudah Soal Sedang Soal Sukar
Siklus I 1, 2 3, 4, 5, 6, 7, 8 9, 10
Siklus II 1, 2 3, 4, 5, 6, 7, 8 9, 10
4.1.6 SIKLUS I
4.1.6.1 Tahap Perencanaan
Praktik pembelajaran pada siklus I dilaksanakan pada tanggal 23, 27, dan
29 Februari 2012.
a. Pertemuan I
Setelah diperoleh informasi pada tahap observasi dan wawancara, maka
dilakukan diskusi dengan guru kelas V mengenai materi pembelajaran yang
akan disajikan serta alat penunjang lain yang perlu digunakan. Sebelum
pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan I, maka peneliti menyiapkan
segala sesuatu yang menunjang proses pembelajaran, diantaranya Rencana
26
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa, lembar tes individual
siswa, lembar observasi siswa, dan lembar observasi guru.
Peneliti merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
pertemuan I dengan Kompetensi Dasar menjumlahkan dan mengurangkan
berbagai bentuk pecahan yang menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD. Kemudian peneliti menetapkan lamanya waktu proses
pembelajaran dan teknik pembelajaran yang meliputi: seluruh kegiatan awal,
presentasi guru dalam mengajarkan materi penjumlahan dan pengurangan
pecahan biasa dengan menggunakan alat peraga untuk menanamkan dan
membuktikan konsep dasar penjumlahan dan pengurangan pecahan, kegiatan
kerja kelompok siswa, tes individual siswa, penghitungan skor kemajuan
siswa, pemberian penghargaan, hingga pemantapan dan penutup.
b. Pertemuan II
Perencanaan pembelajaran pada pertemuan II sebagai tindak lanjut pada
pertemuan I dengan materi yang akan dipelajari yaitu tentang menjumlahkan
dan mengurangkan pecahan desimal. Sebelum pelaksanaan pembelajaran
pada pertemuan II, maka peneliti menyiapkan segala sesuatu yang menunjang
proses pembelajaran, di antaranya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
lembar kerja siswa, lembar tes individual, lembar observasi siswa, dan lembar
observasi guru.
Peneliti merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
menentukan lamanya waktu proses pembelajaran dan teknik pembelajaran
yang meliputi: seluruh kegiatan awal, presentasi guru dalam mengajarkan
materi penjumlahan dan pengurangan pecahan desimal dengan menggunakan
konsep dasar penjumlahan dan pengurangan pecahan biasa, kegiatan kerja
kelompok siswa, tes individual siswa, penghitungan skor kemajuan siswa,
pemberian penghargaan, hingga pemantapan dan penutup.
c. Pertemuan III
Perencanaan pembelajaran pada siklus I pertemuan III sebagai tindak
lanjut dari pertemuan I dan II yang peneliti gunakan untuk mengadakan tes
evaluasi bagi siswa tentang materi yang telah dipelajari pada pertemuan I dan
27
pertemuan II. Sebelum pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan III, maka
peneliti menyiapkan segala sesuatu yang menunjang proses pembelajaran, di
antaranya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar kerja kelompok,
lembar soal tes formatif, lembar observasi siswa, lembar observasi guru.
Peneliti merancang pertemuan III seperti pertemuan I dan II namun tes
individual siswa untuk pertemuan III dinamakan tes formatif. Hal ini
dikarenakan materi untuk tes di pertemuan III adalah seluruh materi dari
siklus I. Sementara itu materi belajar siswa untuk pertemuan III adalah
menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan. Tentu saja
materi ini masih mengandung materi pada pertemuan I dan II karena materi
ini hanya pengembangan dari materi I dan II sehingga secara tidak langsung
siswa juga diajak untuk mengingat materi yang telah diajarkan sebelumnya.
Peneliti merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
menentukan lamanya waktu proses pembelajaran dan teknik pembelajaran
yang meliputi: seluruh kegiatan awal, presentasi guru dalam mengajarkan
materi penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk pecahan dengan
menggunakan konsep dasar pada pertemuan sebelumnya, kegiatan kerja
kelompok siswa, tes formatif siswa, penghitungan skor kemajuan siswa,
pemberian penghargaan, hingga pemantapan dan penutup.
4.1.6.2 Pelaksanaan Tindakan
a. Pertemuan I
Pada awal pembelajaran guru mengajak siswa untuk berdoa, salam
kemudian memeriksa kesiapan siswa, menyampaikan informasi tentang apa
yang akan mereka pelajari dan apa yang mereka lakukan. Setelah itu, guru
memberikan motivasi agar siswa mau memperhatikan penjelasan dan mau
bekerjasama di dalam kelompok, serta dilanjutkan dengan pemberian
apersepsi berupa cerita singkat yang berisi permasalahan penjumlahan
pecahan.
Setelah kegiatan awal disampaikan, kemudian guru menyampaikan
kegiatan inti. Dengan menggunakan alat peraga berupa skala pecahan dan
mika, guru mengajak siswa menyelesaikan permasalahan yang sudah
28
disampaikan dalam apersepsi. Kemudian guru mengajak siswa menyelesaikan
contoh lain dengan menggunakan alat peraga yang sama. Setelah
mendapatkan hasil, siswa diajak untuk menyimpulkan cara menyelesaikan
soal penjumlahan pecahan biasa. Sedangkan untuk pengurangan pecahan
biasa juga melalui cara yang sama. Setelah mendapatkan kesimpulan tentang
penjumlahan dan pengurangan pecahan biasa, siswa diajak untuk
membandingkan cara untuk menjumlahkan dan mengurangkan pecahan biasa.
Setelah mendapatkan konsep dasar tentang penjumlahan dan
pengurangan pecahan biasa, guru membentuk kelompok siswa. Di dalam
kelompok, siswa berdiskusi tentang cara mengerjakan penjumlahan dan
pengurangan pecahan biasa sambil bersama-sama mengerjakan lembar kerja
kelompok yang diberikan. Setelah itu, siswa membacakan hasil diskusi dan
kerja kelompok mereka, lalu guru membahas hasil kerja kelompok. Setelah
melakukan kerja kelompok, siswa kembali ke tempat duduk masing-masing,
kemudian melaksanakan kuis individual. Setelah penilaian kuis individual,
guru menghitung skor kemajuan siswa dan dilanjutkan dengan memberikan
penghargaan kepada tim.
Di dalam kegiatan akhir guru mengajak siswa mengingat-ingat kembali
tentang apa yang telah dipelajari sambil meluruskan tentang pemahaman
siswa yang salah. Pembelajaran diakhiri dengan meminta siswa mempelajari
lagi materi yang sudah dipelajari, lalu guru menutup pelajaran.
b. Pertemuan II
Pelaksanaan tindakan pertemuan II sebagai tindak lanjut pada
pertemuan I, maka pada awal pembelajaran guru mengajak siswa untuk
berdoa, salam, memeriksa kesiapan siswa, menyampaikan informasi tentang
apa yang akan dipelajari dan dilakukan pada pembelajaran ini serta
dilanjutkan dengan pemberian apersepsi dengan mengingat kembali materi
pada pertemuan sebelumnya.
Langkah-langkah pembelajaran dalam kegiatan inti meliputi guru
menyampaikan konsep tentang menjumlahkan dan mengurangkan pecahan
desimal dengan cara mengubah pecahan desimal ke pecahan biasa. Setelah
29
menjadi pecahan biasa, kemudian dikerjakan dengan cara seperti pada
pertemuan 1 dan hasilnya diubah ke bentuk desimal. Setelah memberikan
beberapa contoh, barulah disimpulkan tentang cara mengerjakan penjumlahan
dan pengurangan pecahan desimal.
Setelah mendapatkan konsep penjumlahan dan pengurangan desimal,
siswa bekerja di dalam kelompok seperti pada pertemuan 1. Langkah
selanjutnya siswa mengerjakan kuis individual, lalu nilai kuis individual
tersebut diambil sebagai skor kemajuan siswa. Kemudian guru memberikan
piagam penghargaan kepada tim yang mencapai kriteria yang ada.
Di dalam kegiatan akhir guru mengajak siswa mengingat-ingat kembali
tentang apa yang telah dipelajari sambil meluruskan tentang pemahaman
siswa yang salah. Pembelajaran diakhiri dengan meminta siswa mempelajari
lagi materi yang sudah dipelajari dan mengingatkan siswa bahwa pertemuan
berikutnya akan diadakan tes formatif, lalu guru menutup pelajaran.
c. Pertemuan III
Pembelajaran pada pertemuan III sebagai tindak lanjut dari pertemuan I
dan II dan digunakan untuk mengadakan tes formatif bagi siswa tentang
materi yang telah dipelajari.
Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru mengajak siswa untuk
berdoa, salam, memeriksa kesiapan siswa, menyampaikan informasi tentang
apa yang akan dipelajari dan dilakukan pada pembelajaran ini serta
dilanjutkan dengan pemberian apersepsi dengan mengingat kembali materi
pada pertemuan sebelumnya.
Pada kegiatan inti guru memberikan materi operasi hitung campuran
penjumlahan dan pengurangan dalam berbagai bentuk pecahan. Materi yang
diberikan pada pertemuan ini cukup singkat karena masih merupakan
pengembangan sederhana dari 2 pertemuan sebelumnya. Langkah selanjutnya
juga masih sama seperti 2 pertemuan sebelumnya yaitu siswa bekerja secara
berkelompok, siswa mengerjakan kuis individual, penghitungan skor
kemajuan siswa, dan pemberian piagam penghargaan. Namun, pada
pertemuan ini materi yang dijadikan soal kuis individual adalah materi
30
keseluruhan pada Siklus I sehingga kuis individual ini bisa disebut juga
sebagai tes formatif.
Di dalam kegiatan akhir guru mengajak siswa mengingat-ingat kembali
tentang apa yang telah dipelajari sambil meluruskan tentang pemahaman
siswa yang salah. Pembelajaran diakhiri dengan meminta siswa mempelajari
lagi materi yang sudah dipelajari, lalu guru menutup pelajaran.
4.1.6.3 Hasil Tindakan
a. Penilaian Praktik Pembelajaran
Untuk mengukur keberhasilan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dalam kegiatan pembelajaran, digunakanlah lembar
observasi praktik pembelajaran. Peneliti meminta bantuan bapak Fx. Andoko,
S.Pd sebagai observer. Adapun hal-hal yang diobservasi adalah praktik
pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta aktivitas siswa secara klasikal
selama pembelajaran dilaksanakan.
Hal-hal yang diamati dalam observasi praktik pembelajaran yang
dilakukan guru adalah seluruh kegiatan pembelajaran yaitu kegiatan awal,
kegiatan inti dan kegiatan akhir yang meliputi langkah-langkah dalam model
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Sedangkan untuk penilaian berupa skor
1 hingga 4 dimana skor 1 adalah jika guru tidak melakukan tindakan dalam
pernyataan di lembar observasi, skor 2 jika guru kurang baik dalam
melaksanakan pernyataan tersebut, skor 3 jika guru cukup baik dalam
melaksanakan pernyataan tersebut, dan skor 4 jika guru sangat baik dalam
melaksanakan pernyataan tersebut.
Setelah melakukan observasi praktik pembelajaran pada siklus I maka
didapatkan hasil pada siklus I pertemuan I terdapat skor 2 sejumlah 4. Ini
menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa hal yang kurang baik dalam
penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Kemudian untuk pertemuan II
dan III jumlah skor 2 dalam penilaian praktik pembelajaran sudah berkurang.
Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD
yang dilakukan sudah membaik dan mengalami kemajuan. Namun, meski
telah mengalami kemajuan, masih ada beberapa aspek yang kurang baik.
31
Aspek-aspek yang mendapatkan kriteria kurang baik adalah membimbing
siswa dalam meneliti hasil tes individu siswa dan proses penghitungan skor
kemajuan siswa yang dianggap kurang efisien dalam menggunakan waktu.
Kedua aspek yang mendapat penilaian kurang baik di atas, merupakan
kelemahan yang terjadi pada siklus I. selanjutnya, hal ini akan dijadikan
bahan kajian untuk refleksi dan revisi yang akan dilakukan pada siklus II.
Sementara itu, untuk observasi siswa, hal-hal yang diamati adalah
aktivitas siswa secara klasikal selama pembelajaran berlangsung. Skor
penilaian yang digunakan adalah skor 1 hingga 4 dimana skor 1 berarti tidak
ada atau hanya ada sebagian kecil siswa saja yang melakukan pernyataan
dalam lembar observasi, kemudian skor 2 jika setengah dari seluruh siswa
melakukan pernyataan tersebut, skor 3 jika sebagian besar siswa melakukan
pernyataan tersebut, dan skor 4 jika seluruh siswa melakukan pernyataan
tersebut.
Setelah melakukan observasi aktivitas siswa pada siklus I maka
didapatkan hasil pada siklus I pertemuan I terdapat skor 2 sejumlah 3. Ini
menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa aspek aktivitas siswa yang
kurang baik. Kemudian untuk pertemuan II dan III jumlah skor 2 dalam
penilaian praktik pembelajaran sudah berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa
aktivitas siswa sudah membaik dan mengalami kemajuan. Namun, meski
telah mengalami kemajuan, masih ada aspek yang kurang baik. Aspek yang
mendapatkan kriteria kurang baik adalah dalam hal memperhatikan presentasi
kelompok lain.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan (terlampir), maka
dapat dikatakan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam
siklus I adalah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya skor 3 pada
lembar observasi praktik pembelajaran dan aktivitas siswa. Namun,
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam Siklus I ini
masih terdapat beberapa kekurangan. Kekurangan-kekurangan ini akan
dibahas bersama guru kelas untuk mencari solusi terhadap kekurangan-
kekurangan yang ada.
32
b. Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar Matematika siswa kelas V SDN Banyubiru 05 didapat
dengan mengadakan tes formatif diakhir siklus yaitu pada pertemuan ketiga.
Dari hasil tes tersebut diketahui terjadi peningkatan hasil belajar Matematika,
namun masih terdapat siswa yang tidak tuntas atau mendapatkan nilai di
bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Hasil belajar Matematika siswa kelas V SDN Banyubiru 05 pada Siklus
I dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut.
Tabel 4.6
Nilai Matematika Siklus I
No. Nilai Frekuensi Persentase (%) Keterangan
1. 30 1 3,2 Tidak tuntas
2. 40 5 16,1 Tidak tuntas
3. 50 5 16,1 Tidak tuntas
4. 60 7 22,6 Tuntas
5. 70 4 12,9 Tuntas
6. 80 5 16,1 Tuntas
7. 90 1 3,2 Tuntas
8. 100 3 9,7 Tuntas
Jumlah 31 100
Nilai Rata-rata 63,6
Nilai maks. 100
Nilai min. 30
Dari tabel 4.6 di atas, dapat diketahui bahwa nilai terendah siswa adalah
30 yang didapatkan oleh 1 siswa sedangkan nilai tertinggi adalah 100 yang
didapatkan oleh 3 siswa. Sementara itu, nilai rata-rata pada siklus I adalah
63,6. Dari data tabel 4.6 di atas, dapat dibuat tabel ketuntasan hasil belajar
Matematika siklus I pada tabel 4.7 sebagai berikut.
Tabel 4.7
Tabel Ketuntasan Belajar Matematika Siklus I
Skor Ketuntasan Jumlah Siswa Persentase (%)
≥ 60 ( Tuntas) 20 64,5
<60 (Tidak Tuntas) 11 35,5
Jumlah 31 100
33
Berdasarkan tabel 4.7 di atas, diketahui jumlah siswa yang tuntas
sebanyak 20 siswa atau sebesar 64,5% dari jumlah siswa. sedangkan siswa
yang tidak tuntas sebanyak 11 siswa atau sebesar 35,5%. Dari hasil tersebut
dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang mengalami ketuntasan di atas
KKM lebih banyak daripada jumlah siswa yang tidak tuntas, namun indikator
kinerja hasil belajar Matematika yang peneliti tentukan belum tercapai
sehingga perlu diadakan perbaikan pembelajaran siklus selanjutnya yaitu
siklus II dengan memperhatikan hasil refleksi pada siklus I. Selanjutnya, tabel
4.7 di atas dapat dinyatakan dalam diagram 4.2 sebagai berikut:
Diagram 4.2
Diagram Batang Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Siklus I
4.1.6.4 Refleksi
Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran pada siklus I dari pertemuan I,
II dan III maka selanjutnya diadakan refleksi atas segala kegiatan dalam proses
pembelajaran. Hasil refleksi diambil dari hasil observasi dan tes formatifyang
dilaksanakan pada siklus I. Refleksi ini digunakan sebagai bahan perbaikan
dengan membandingkan hasil tindakan dalam proses pembelajaran sudah sesuai
dengan indikator kinerja. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh pada
siklus I maka penjelasan sebagai berikut:
20
11
0
5
10
15
20
25
Tuntas Tidak Tuntas
Skal
a
Ketuntasan Hasil Belajar Siklus I
34
a. Penilaian Praktik Pembelajaran
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari lembar hasil
observasi, dapat dilihat bahwa masihterdapat beberapa kekurangan.
Kekurangan-kekurangan ini disebabkan guru dan siswa belum terbiasa
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru masih
kesulitan dalam menghitung skor kemajuan sehingga menghabiskan banyak
waktu. Sedangkan siswa masih kurang memperhatikan pembelajaran yang
dilakukan serta kurang terbiasa dalam bekerja secara kelompok. Secara
keseluruhan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang diterapkan oleh
guru kelas V sudah cukup baik.Selanjutnya, sebagai perbaikan siklus I akan
dilanjutkan pada siklus II.
b. Hasil Belajar Matematika
Dari tabel 4.6 dan 4.7, dapat dikatakan bahwa pada siklus I hasil belajar
Matematika siswa kelas V mengalami peningkatan dari hasil belajar pra
siklus, ditandai dengan nilai rata-rata yang meningkat menjadi 63,6
sedangkan persentase ketuntasan juga meningkat menjadi 64,5% yang
didapat oleh 20 siswa. Siswa yang mendapat nilai di bawah KKM atau
dikatakan tidak tuntas mengalami penurunan yaitu menjadi 35,5% yang
didapat oleh 11 siswa.
Secara keseluruhan hasil refleksi yang diperoleh pada proses
pembelajaran siklus I mengalami beberapa hambatan, yaitu sebagai berikut:
1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD belum biasa
dilaksanakan oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga ada
beberapa siswa yang masih canggung dalam kerja kelompok dan tidak
memanfaatkan kesempatan untuk bertanya kepada teman sehingga
belum mengalami kenaikan.
2) Penerapan alokasi waktu yang tidak sesuai. Hal ini dikarenakan dalam
proses berkelompok, siswa cenderung kurang disiplin. Selain itu, guru
juga belum terbiasa menghitung skor kemajuan siswa sehingga
memerlukan lebih banyak waktu untuk melakukan aktivitas tersebut.
35
3) Cara siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok kurang efisien
karena banyak jawaban yang sama sehingga hanya menjadi
pengulangan dan menghabiskan waktu.
Dari hambatan-hambatan tersebut, maka peneliti mengadakan analisis
dan konsultasi dengan guru Matematika kelas V tentang kondisi siswa serta
pembelajaran yang telah berlangsung hingga didapatkan penyelesaian
hambatan-hambatan sebagai berikut:
1) Dalam proses pembelajaran memerlukan pengarahan yang maksimal
dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan siswa. Guru harus lebih sering
memberikan motivasi siswa agar bisa bekerja dalam kelompok dan
memanfaatkan kesempatan yang ada untuk bertanya kepada temannya.
2) Tempat duduk siswa diatur sejak awal agar berdekatan sehingga dalam
proses berkelompok menjadi lebih efisien. Selain itu guru harus
mempelajari lebih dalam tentang pemberian skor dan berlatih agar lebih
menghemat waktu.
3) Dalam membacakan hasil kerja kelompok, guru menunjuk salah satu
kelompok secara acak lalu bertanya apakah ada jawaban yang berbeda
dari kelompok lain sebelum membahas hasil kerja kelompok tersebut.
4.1.7 SIKLUS II
4.1.7.1 Tahap Perencanaan
Praktik pembelajaran pada siklus II dilaksanakan pada tanggal 5, 7, dan 8
Maret 2012.
a. Pertemuan I
Materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran pada
Kompetensi Dasar mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan.
Pelaksanaan pembelajaran siklus II merupakan tindak lanjut dan hasil refleksi
pembelajaran pada siklus I.
Sebelum pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan I, maka peneliti
menyiapkan segala sesuatu yang menunjang proses pembelajaran, di
antaranya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa,
36
lembar tes individual siswa, lembar observasi siswa, dan lembar observasi
guru.
Peneliti merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
pertemuan I dengan Kompetensi Dasar mengalikan dan membagi berbagai
bentuk pecahan yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Kemudian peneliti menetapkan lamanya waktu proses pembelajaran dan
teknik pembelajaran yang meliputi: seluruh kegiatan awal, presentasi guru
dalam mengajarkan materi perkalian dan pembagian pecahan biasa dengan
menggunakan alat peraga untuk menanamkan dan membuktikan konsep dasar
perkalian dan pembagian pecahan, kegiatan kerja kelompok siswa, tes
individual siswa, penghitungan skor kemajuan siswa, pemberian
penghargaan, hingga pemantapan dan penutup.
b. Pertemuan II
Perencanaan pembelajaran pada siklus I pertemuan II sebagai tindak
lanjut pada pertemuan I maka pada perencanaan pertemuan II masih sama
dengan dengan pertemuan I tapi yang membedakan adalah materi yang akan
dipelajari yaitu tentang perkalian dan pembagian pecahan desimal.
Sebelum pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan II, peneliti
menyiapkan segala sesuatu yang menunjang proses pembelajaran, di
antaranya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa,
lembar kuis individual, lembar observasi siswa, dan lembar observasi guru.
Peneliti merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
menentukan lamanya waktu proses pembelajaran dan teknik pembelajaran
yang meliputi: seluruh kegiatan awal, presentasi guru dalam mengajarkan
materi perkalian dan pembagian pecahan desimal dengan menggunakan
konsep dasar perkalian dan pembagian pecahan biasa, kegiatan kerja
kelompok siswa, kuis individual siswa, penghitungan skor kemajuan siswa,
pemberian penghargaan, hingga pemantapan dan penutup.
c. Pertemuan III
Perencanaan pembelajaran pada siklus I pertemuan III sebagai tindak
lanjut dari pertemuan I dan II yang digunakan untuk mengadakan tes formatif
37
bagi siswa tentang materi yang telah dipelajari pada pertemuan I dan
pertemuan II.
Sebelum pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan III, maka peneliti
menyiapkan segala sesuatu yang menunjang proses pembelajaran, di
antaranya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar kerja kelompok,
lembar soal tes formatif, lembar observasi siswa, lembar observasi guru.
Peneliti merancang pertemuan III seperti pertemuan I dan II namun kuis
individual siswa untuk pertemuan III dinamakan tes formatif. Hal ini
dikarenakan materi untuk tes di pertemuan III adalah seluruh materi dari
siklus I. Sementara itu materi belajar siswa untuk pertemuan III adalah
mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan. Tentu saja materi ini
masih mengandung materi pada pertemuan I dan II karena materi ini hanya
pengembangan dari materi I dan II sehingga secara tidak langsung siswa juga
diajak untuk mengingat materi yang telah diajarkan sebelumnya.
Peneliti merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
menentukan lamanya waktu proses pembelajaran dan teknik pembelajaran
yang meliputi: seluruh kegiatan awal, presentasi guru dalam mengajarkan
materi perkalian dan pembagian berbagai bentuk pecahan dengan
menggunakan konsep dasar pada pertemuan sebelumnya, kegiatan kerja
kelompok siswa, tes formatif siswa, penghitungan skor kemajuan siswa,
pemberian penghargaan, hingga pemantapan dan penutup.
4.1.7.2 Pelaksanaan Tindakan
a. Pertemuan I
Pada awal pembelajaran guru mengajak siswa untuk berdoa, salam
kemudian memeriksa kesiapan siswa, menyampaikan informasi tentang apa
yang akan mereka pelajari dan apa yang mereka lakukan. Setelah itu, guru
memberikan motivasi agar siswa mau memperhatikan penjelasan dan mau
bekerjasama di dalam kelompok, serta dilanjutkan dengan pemberian
apersepsi berupa cerita singkat yang berisi permasalahan perkalian pecahan.
Setelah kegiatan awal disampaikan, kemudian guru menyampaikan
kegiatan inti. Dengan menggunakan alat peraga, guru mengajak siswa
38
menyelesaikan permasalahan yang sudah disampaikan dalam apersepsi.
Kemudian guru mengajak siswa menyelesaikan contoh lain dengan
menggunakan alat peraga yang sama. Setelah mendapatkan hasil, siswa diajak
untuk menyimpulkan cara menyelesaikan soal perkalian pecahan biasa.
Sedangkan untuk pembagian pecahan biasa menggunakan alat peraga yang
berbeda. Setelah mendapatkan kesimpulan tentang perkalian dan pembagian
pecahan biasa, siswa diajak untuk membandingkan cara untuk mengalikan
dan membagi pecahan biasa.
Setelah mendapatkan konsep dasar tentang perkalian dan pembagian
pecahan biasa, guru membentuk kelompok siswa. Di dalam kelompok, siswa
berdiskusi tentang cara mengerjakan perkalian dan pembagian pecahan biasa
sambil bersama-sama mengerjakan lembar kerja kelompok yang diberikan.
Setelah itu, siswa membacakan hasil diskusi dan kerja kelompok mereka, lalu
guru membahas hasil kerja kelompok. Setelah melakukan kerja kelompok,
siswa kembali ke tempat duduk masing-masing, kemudian melaksanakan kuis
individual. Setelah penilaian kuis individual, guru menghitung skor kemajuan
siswa dan dilanjutkan dengan memberikan penghargaan kepada tim.
Di dalam kegiatan akhir guru mengajak siswa mengingat-ingat kembali
tentang apa yang telah dipelajari sambil meluruskan tentang pemahaman
siswa yang salah. Pembelajaran diakhiri dengan meminta siswa mempelajari
lagi materi yang sudah dipelajari, lalu guru menutup pelajaran.
b. Pertemuan II
Pelaksanaan tindakan siklus I pada pertemuan II sebagai tindak lanjut
pada pertemuan I. Pada awal pembelajaran guru mengajak siswa untuk
berdoa, salam, memeriksa kesiapan siswa, menyampaikan informasi tentang
apa yang akan dipelajari dan dilakukan pada pembelajaran ini serta
dilanjutkan dengan pemberian apersepsi dengan mengingat kembali materi
pada pertemuan sebelumnya.
Langkah-langkah pembelajaran dalam kegiatan inti meliputi guru
menyampaikan konsep tentang mengalikan dan membagi pecahan desimal
dengan cara mengubah pecahan desimal ke pecahan biasa. Setelah menjadi
39
pecahan biasa, kemudian dikerjakan dengan cara seperti pada pertemuan I
dan hasilnya diubah ke bentuk desimal. Setelah memberikan beberapa contoh,
barulah disimpulkan tentang cara mengerjakan perkalian dan pembagian
pecahan desimal.
Setelah mendapatkan konsep perkalian dan pembagian desimal, siswa
bekerja di dalam kelompok seperti pada pertemuan I. Langkah selanjutnya
siswa mengerjakan kuis individual, lalu nilai kuis individual tersebut diambil
sebagai skor kemajuan siswa. Kemudian guru memberikan piagam
penghargaan kepada kelompok yang mencapai kriteria yang ada.
Di dalam kegiatan akhir guru mengajak siswa mengingat-ingat kembali
tentang apa yang telah dipelajari sambil meluruskan tentang pemahaman
siswa yang salah. Pembelajaran diakhiri dengan meminta siswa mempelajari
lagi materi yang sudah dipelajari dan mengingatkan siswa bahwa pertemuan
berikutnya akan diadakan tes formatif, lalu guru menutup pelajaran.
c. Pertemuan III
Pembelajaran pada pertemuan III sebagai tindak lanjut dari pertemuan I
dan II dan peneliti gunakan untuk mengadakan tes formatif bagi siswa
tentang materi yang telah dipelajari.
Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru mengajak siswa untuk
berdoa, salam, memeriksa kesiapan siswa, menyampaikan informasi tentang
apa yang akan dipelajari dan dilakukan pada pembelajaran iniserta
dilanjutkan dengan pemberian apersepsi dengan mengingat kembali materi
pada pertemuan sebelumnya.
Pada kegiatan inti guru memberikan materi operasi hitung campuran
perkalian dan pembagian dalam berbagai bentuk pecahan. Materi yang
diberikan pada pertemuan ini cukup singkat karena masih merupakan
pengembangan sederhana dari 2 pertemuan sebelumnya. Langkah selanjutnya
juga masih sama seperti 2 pertemuan sebelumnya yaitu siswa bekerja secara
berkelompok, siswa mengerjakan kuis individual, penghitungan skor
kemajuan siswa, dan pemberian piagam penghargaan. Namun, pada
pertemuan ini materi yang dijadikan soal kuis individual adalah materi
40
keseluruhan pada siklus I sehingga kuis individual ini bisa disebut juga
sebagai tes formatif.
Di dalam kegiatan akhir guru mengajak siswa mengingat-ingat kembali
tentang apa yang telah dipelajari sambil meluruskan tentang pemahaman
siswa yang salah. Pembelajaran diakhiri dengan meminta siswa mempelajari
lagi materi yang sudah dipelajari, lalu guru menutup pelajaran.
4.1.7.3 Hasil Tindakan
a. Penilaian Praktik Pembelajaran
Untuk mengukur keberhasilan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dalam kegiatan pembelajaran siklus II, digunakanlah
lembar observasi praktik pembelajaran. Peneliti masih meminta bantuan
bapak Fx. Andoko, S.Pd sebagai observer. Adapun hal-hal yang diobservasi
juga masih terhadap praktik pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta
aktivitas siswa secara klasikal selama pembelajaran dilaksanakan.
Hal-hal yang diamati dalam observasi praktik pembelajaran yang
dilakukan guru adalah seluruh kegiatan pembelajaran yaitu kegiatan awal,
kegiatan inti dan kegiatan akhir yang meliputi langkah-langkah dalam model
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Sedangkan untuk penilaian berupa skor
1 hingga 4 dimana skor 1 adalah jika guru tidak melakukan tindakan dalam
pernyataan di lembar observasi, skor 2 jika guru kurang baik dalam
melaksanakan pernyataan tersebut, skor 3 jika guru cukup baik dalam
melaksanakan pernyataan tersebut, dan skor 4 jika guru sangat baik dalam
melaksanakan pernyataan tersebut.
Setelah melakukan observasi praktik pembelajaran pada siklus II maka
didapatkan hasil pada siklus II pertemuan I tidak terdapat skor 2. Sedangkan
untuk skor 4 terdapat dalam 8 aspek namun secara keseluruhan masih
didominasi oleh skor 3. Ini menunjukkan bahwa dalam penerapan
pembelajaran kooperatif tipe STAD sudah mengalami kemajuan dan dapat
dikatakan cukup baik karena terdapat 8 aspek yang mendapat skor 4 dan
sebagian besar aspek yang dinilai mendapatkan skor 3. Kemudian untuk
pertemuan II dan III jumlah skor 4 dalam penilaian praktik pembelajaran
41
semakin bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran
kooperatif tipe STAD yang dilakukan semakin membaik dan mengalami
kemajuan.
Sementara itu, untuk observasi siswa, hal-hal yang diamati adalah
aktivitas siswa secara klasikal selama pembelajaran berlangsung. Skor
penilaian yang digunakan adalah skor 1 hingga 4 dimana skor 1 berarti tidak
ada atau hanya ada sebagian kecil siswa saja yang melakukan pernyataan
dalam lembar observasi, kemudian skor 2 jika setengah dari seluruh siswa
melakukan pernyataan tersebut, skor 3 jika sebagian besar siswa melakukan
pernyataan tersebut, dan skor 4 jika seluruh siswa melakukan pernyataan
tersebut.
Setelah melakukan observasi aktivitas siswa pada siklus II maka
didapatkan hasil pada siklus II pertemuan I tidak terdapat skor 2. Meski
terdapat skor 4 pada 2 aspek, namun skor yang mendominasi adalah skor 3.
Ini menunjukkan bahwa aspek-aspek yang mendapatkan kriteria kurang baik
pada siklus I telah mengalami kemajuan pada siklus II dan berdasarkan skor
yang diperoleh dapat dikatakan aktivitas siswa sudah cukup baik.
Selanjutnya, untuk pertemuan II dan III jumlah skor 4 dalam penilaian praktik
pembelajaran semakin bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas
siswa semakin membaik dan mengalami kemajuan.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut (terlampir), dapat kita ketahui
bahwa secara umum penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dalam siklus II adalah baik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya skor 4 pada
lembar observasi praktik pembelajaran dan aktivitas siswa, sehingga dari
keseluruhan kegiatan pembelajaran yang diterapkan oleh guru kelas V sudah
baik.
b. Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar Matematika siswa kelas V SDN Banyubiru 05 diperoleh
dengan mengadakan tes formatif diakhir siklus yaitu pada pertemuan ketiga.
Dari hasil tes tersebut diketahui terjadi peningkatan hasil belajar Matematika,
42
namun masih terdapat siswa yang tidak tuntas atau mendapatkan nilai di
bawah KKM. Hasil tersebut dapat dilihat dalam tabel 4.8 sebagai berikut.
Tabel 4.8
Nilai Matematika Siklus II
No. Nilai Frekuensi Persentase (%) Keterangan
1. 40 1 3,2 Tidak tuntas
2. 50 1 3,2 Tidak tuntas
3. 60 5 16,1 Tuntas
4. 70 8 25,8 Tuntas
5. 80 7 22,6 Tuntas
6. 90 5 16,1 Tuntas
7. 100 4 12,9 Tuntas
Jumlah 31 100
Nilai Rata-rata 76,1
Nilai maks. 100
Nilai min. 40
Dari tabel 4.8 di atas, dapat diketahui bahwa nilai terendah siswa
menjadi 40 yang didapatkan oleh 1 siswa sedangkan nilai tertinggi adalah 100
yang didapatkan oleh 4 siswa. Sementara itu, nilai rata-rata pada siklus II
adalah 76,1. Dari data tabel 4.8 di atas, dapat dibuat tabel ketuntasan hasil
belajar Matematika siklus II pada tabel 4.9 berikut ini.
Tabel 4.9
Tabel Ketuntasan Belajar Matematika Siklus II
Skor Ketuntasan Jumlah Siswa Persentase (%)
≥ 60 ( Tuntas) 29 93,5
<60 (Tidak Tuntas) 2 6,5
Jumlah 31 100
Berdasarkan tabel 4.9 di atas, diketahui jumlah siswa yang tuntas
sebanyak 29 siswa atau sebesar 93,5% dari jumlah siswa. sedangkan siswa
yang tidak tuntas sebanyak 2 siswa atau sebesar 6,5%. Selanjutnya, tabel 4.9
di atas dapat dinyatakan dalam diagram 4.3 sebagai berikut.
43
Diagram 4.3
Diagram Batang Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Siklus II
4.1.7.4 Refleksi
Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran pada siklus II dari pertemuan
I, II dan III maka selanjutnya diadakan refleksi atas segala kegiatan dalam proses
pembelajaran. Hasil refleksi diambil dari hasil observasi dan tes formatif yang
dilaksanakan pada siklus II. Refleksi ini digunakan sebagai bahan perbaikan
dengan membandingkan hasil tindakan dalam proses pembelajaran sudah sesuai
dengan indikator kinerja. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh
berdasarkan observasi pada siklus II maka penjelasan sebagai berikut:
a. Penilaian Praktik Pembelajaran
Hasil analisis data yang diperoleh dari lembar hasil observasi dari
keseluruhan kegiatan pembelajaran menunjukkan bahwa guru mengalami
kemajuan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal
ini terlihat dari rata-rata yang meningkat dan semakin mendekati angka 4.
Seluruh item telah dterapkan dengan baik oleh kolaborator ditandai dengan
tidak terdapatnya skor 2 pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD pada pembelajaran Matematika, sehingga dari keseluruhan kegiatan
pembelajaran yang diterapkan oleh guru kelas V sudah baik.
29
2 0
5
10
15
20
25
30
35
Tuntas Tidak Tuntas
Skal
a
Ketuntasan Hasil Belajar Siklus II
44
b. Hasil Belajar Matematika
Sesuai pada tabel 4.8dan 4.9, maka dapat diketahui bahwa hasil belajar
Matematika siswa kelas V mengalami peningkatan dari hasil belajar siklus I,
ditandai dengan nilai rata-rata yang meningkat menjadi 76,1 sedangkan
persentase ketuntasan juga meningkat menjadi 93,5% yang didapat oleh 29
siswa. Siswa yang mendapat nilai di bawah KKM atau dikatakan tidak tuntas
mengalami penurunan yaitu menjadi 6,5% yang didapat oleh 2 siswa, untuk
nilai tertinggi menjadi 100 sedangkan untuk nilai terendah menjadi 40.
Dari hasil tersebut baik nilai rata-rata maupun persentase ketuntasan
telah mencapai indikator kinerja yang peneliti tentukan. Dengan kata lain
tujuan penelitian ini telah tercapai.
Sedangkan hambatan-hambatan yang dialami pada siklus I telah
berhasil diselesaikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemakaian alokasi
waktu yang optimal dan efisien serta semakin banyaknya siswa yang mampu
bekerjasama di dalam kelompok dengan baik.
4.2 Hasil Analisis Data
Pada bagian hasil analisis data, peneliti membandingkan data yang
diperoleh pada pra siklus, siklus I, dan Siklus II yang didapat melalui tes formatif.
Hasil belajar Matematika siswa kelas V disajikan pada tabel 4.10 berikut ini.
Tabel 4.10
Perbandingan Frekuensi Nilai Tiap Siklus
Nilai Pra Siklus Siklus I Siklus II
Keterangan F P F P F P
30 5 16,1 1 3,2 0 0 Tidak tuntas
40 3 9,7 5 16,1 1 3,2 Tidak tuntas
50 9 29,0 5 16,1 1 3,2 Tidak tuntas
60 7 22,6 7 22,6 5 16,1 Tuntas
70 0 0 4 12,9 5 16,1 Tuntas
80 4 12,9 5 16,1 11 35,6 Tuntas
90 1 3,2 1 3,2 4 12,9 Tuntas
100 2 6,5 3 9,7 4 12,9 Tuntas
45
Keterangan:
F = Frekuensi
P = Persentase (%)
Dari tabel 4.10 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah siswa yang mendapat
nilai dari 70 hingga 100 mengalami peningkatan. Selain itu, nilai rata-rata dari
tiap siklus juga mengalami peningkatan. Hal ini dilihat dari sebelum dilaksanakan
tindakan, nilai rata-rata kelas adalah 56,5. Lalu, setelah dilaksanakan tindakan
pada siklus I nilai rata-rata menjadi 63,6 dan pada siklus II nilai rata-rata menjadi
76,1. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD
sangat membantu untuk meningkatkan nilai siswa. Sementara itu, untuk melihat
tingkat ketuntasan yang lebih jelas lagi kita dapat melihat pada tabel 4.11 berikut
ini.
Tabel 4.11
Ketuntasan Hasil Belajar Tiap Siklus
Kriteria
Pra Siklus Siklus I Siklus II
F P F P F P
Tuntas 14 45,2 20 64,5 29 93,5
Tidak
Tuntas 17 54,8 11 35,5 2 6,5
Keterangan
F = Frekuensi
P = Persentase (%)
Dari tabel 4.11 dapat dilihat adanya peningkatan jumlah siswa yang tuntas
di atas KKM dalam mata pelajaran Matematika.Hal ini terbukti dari sebelum
diadakan tindakan, jumlah siswa yang tuntas sebanyak 14 siswa, dan yang tidak
tuntas 17 siswa. Sedangkan hasil tes pada siklus I menunjukkan jumlah siswa
yang tuntas mengalami peningkatan menjadi 20 siswa dan yang tidak tuntas 11
siswa. Selanjutnya untuk siklus II jumlah siswa yang tuntas juga mengalami
peningkatan menjadi 29 siswa yang tidak tuntas hanya 2 siswa saja.
46
Sementara itu, persentase ketuntasan juga mengalami peningkatan. Pada
sebelum tindakan, persentase ketuntasan adalah sebesar 45,2%. Kemudian pada
siklus I menjadi 64,5% dan meningkat lagi pada siklus II yaitu sebesar 93,5% Hal
ini menunjukkan nilai rata-rata dan persentase ketuntasan telah mencapai
indikator kinerja yang peneliti tentukan. Ini membuktikan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar
Matematika siswa kelas V SDN Banyubiru 05. Peningkatan hasil belajar
Matematika tiap siklus dapat disajikan pada diagram 4.4 berikut:
Diagram4.4
Diagram Batang Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar
Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II
4.3 Pembahasan
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran
Matematika mampu meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas V
Semester II SDN Banyubiru 05 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang
Tahun Pelajaran 2011/2012.
Peningkatan tersebut dapat dilihat baik dari lembar observasi siswa
maupun hasil belajar siswa baik pada siklus I maupun siklus II setelah model
14
20
29
17
11
2
0
5
10
15
20
25
30
35
pra siklus siklus 1 siklus 2
Skal
a
Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar
tuntas
tidak tuntas
47
pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan pada pembelajaran Matematika
yang dilakukan.
Indikator kinerja hasil belajar yang peneliti tentukan telah tercapai pada
pembelajaran siklus II, yaitu nilai rata-rata hasil tes Matematika mencapai 76,1
sementara indikator kinerja yang ditentukan sebesar 70. Selanjutnya, untuk
persentase ketuntasan juga telah tercapai yaitu sebesar 93,5% dengan jumlah
siswa yang tuntas di atas KKM sebanyak 29 siswa, sementara indikator kinerja
untuk tingkat ketuntasan adalah sebesar 85% atau sebanyak 27 siswa telah
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dari 31 siswa kelas V SDN
Banyubiru 05.
Adapun hambatan utama yang dihadapi dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pada awalnya siswa belum terbiasa
bekerjasama dalam kelompok dan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD dalam pembelajaran Matematika. Namun, hal tersebut dapat
diselesaikan dengan pengarahan dan bimbingan yang maksimal dalam setiap
kegiatan yang dilaksanakan siswa oleh guru, sehingga akhirnya siswa bisa
bekerjasama dan saling membantu dalam belajar. Selain itu, hambatan lainnya
adalah pemakaian alokasi waktu yang kurang sesuai. Namun hal itu juga telah
dapat diselesaikan dalam siklus II.