BAB III Praktikum FIX
-
Upload
afiya-fathina -
Category
Documents
-
view
185 -
download
3
description
Transcript of BAB III Praktikum FIX
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Alat dan Bahan
1. Pengukuran pH Saliva dan Kecepatan Alir Saliva
a. Aquades untuk berkumur
b. Kapas
c. Beker glass
d. Gelas ukur
e. pH meter
f. Permen karet yang mengandung gula sukrosa dan xylitol
2. Viskositas, buffer, dan kandungan saliva
a. pH meter
b. Asam cuka encer
c. HCl 1n
d. NaOH 1n
e. Larutan K-oksalat
f. Larutan kanji 1%
g. Larutan yodium
h. Larutan benedict
i. Permen xylitol
j. Tabung reaksi
k. Beker glass
l. Piring porselen
m. Penangas air 37°C
n. Pemanas air mendidih
o. Aquades
B. Cara Kerja
1. Pengukuran pH saliva dan kecepatan alir saliva
a. Tiap kelompok memutuskan untuk memilih seorang mahasiswa
sebagai probandus.
b. Menginstruksikan probandus berkumur dengan aquades 1X.
c. Probandus menampung saliva dalam beker glass selama 5 menit.
d. Memindahkan saliva ke dalam gelas ukur untuk diukur volumenya.
e. Mengukur pH saliva dengan menggunakan pH meter, setelah
mengetahui volume saliva yang dihasilkan.
f. Mengistirahatkan probandus selama 15 menit untuk melakukan
percobaan berikutnya.
g. Mencatat hasil dalam tabel sebagai laporan sementara.
h. Selanjutnya :
1) Percobaan 2 : probandus mengunyah kapas selama 5 menit
sambil menampung saliva dalam beker glass, kemudian
melakukan percobaan seperti poin d,e,f,g, kemudian
menginstruksikan probandus untuk berkumur secukupnya.
2) Percobaan 3 : probandus mengunyah permen karet yang
mengandung gula xylitol selama 5 menit sambil menampung
saliva dalam becker glass, kemudian melakukan percobaan
seperti poin d,e,f,g, kemudian menginstruksikan probandus
untuk berkumur secukupnya.
3) Percobaan 4 : probandus mengunyah permen karet yang
mengandung gula sukrosa selama 5 menit sambil menampung
saliva dalam beker glass, kemudian melakukan percobaan
seperti poin d,e,f,g, kemudian menginstruksikan probandus
untuk berkumur secukupnya.
4) Percobaan 5 : probandus dihadapkan kepada buah segar (jeruk)
selama 5 menit sambil menampung saliva dalam beker glass,
kemudian melakukan percobaan seperti poin d,e,f,g, kemudian
menginstruksikan probandus untuk berkumur secukupnya.
i. Setelah percobaan selesai dilakukan, praktikan membuat laporan
sementara hasil praktikum saliva.
2. Viskositas, buffer, dan kandungan saliva.
a. Viskositas saliva
1) Menginstruksikan probandus berkumur dengan aquades.
2) Menginstruksikan probandus mengunyahlah kassa steril sampai
menghasilkan ± 15 ml saliva.
3) Apabila sudah didapat ± 15 ml saliva, memindahkan saliva
pada tabung reaksi kemudian melakukan uji tingkat keasaman
dengan menggunakan pH meter.
4) Setelah mendapatkan pH saliva, kemudian memindahkan saliva
dalam tabung reaksi lain untuk melihat viskositas dari saliva.
b. Buffer saliva
1) Mengambil 5ml saliva dengan pipet tetes, kemudian
memasukkan kedalam tabung reaksi.
2) Menambahkan beberapa tetes larutan asam cuka (± 15 tetes).
3) Diamkan selama bebrapa menit, kemudian mengamati proses
presipitasi yang terjadi.
4) Setelah mengamati proses presipitasi yang terjadi, kemudian
menuangkan saliva yang telah diberi larutan asam cuka tersebut
ke tabung reaksi yang lain untuk mengamati viskositasnya.
c. Reaksi reduksi gula pada saliva
1) Mengambil 2ml saliva dengan menggunakan pipet tetes,
kemudian memasukkan ke dalam tabung reaksi.
2) Menambahkan HCl sebanyak 1ml.
3) Memanasi tabung reaksi yang telah berisi larutan campuran
saliva dan HCl selama 10 menit atau sampai mendidih.
4) Menetralkan larutan dengan menggunakan 1ml NaOH.
5) Menguji reaksi reduksi gula dengan menggunakan larutan
benedict sebanyak 5ml, kemudian memanaskan hingga
mendidih.
6) Mengamati perubahan warna yang terjadi.
d. Aktivitas enzim amilase pada saliva
1) Percobaan pertama dengan menggunakan saliva yang tidak
dipanasi terlebih dahulu
a) Mengambil sebanyak 5ml larutan kanji 1% kemudian
memasukkan ke dalam becker glass.
b) Menambahkan 2ml saliva kemudian mengaduk saliva
tersebut bersama kanji hingga tercampur merata, kemudian
diamkan selama 3 menit agar saliva dan kanji bereaksi.
c) Mengambil sedikit campuran saliva dan kanji, kemudian
memasukkan ke dalam piring porselen, untuk melakukan
pengamatan pertama.
d) Menambahkan larutan yodium 1 tetes ke dalam campuran
dalam piring porselen. Mengulangi penetesan yodium
dengan interval 1 menit hingga reaksi yodium dan kanji
menjadi negatif.
e) Mengambil campuran saliva dan kanji yang terdapat dalam
becker glass, untuk melakukan pengamatan kedua,
sebanyak 1ml kemudian memasukkan dalam tabung reaksi
yang bersih.
f) Menambahkan 10ml larutan benedict dalam larutan.
g) Memanasi larutan dalam tabung reaksi sampai mendidih.
h) Mengamati perubahan warna yang terjadi.
2) Percobaan kedua dengan menggunakan saliva yang telah
dipanasi sebelumnya
a) Mengambil sebanyak 5ml larutan kanji 1% kemudian
memasukkan ke dalam becker glass.
b) Mengambil 2ml saliva ke dalam tabung reaksi kemudian
memanaskan saliva dalam tabung reaksi hingga mendidih.
c) Memasukkan saliva yang telah dipanasi ke dalam becker
glass yang telah berisi kanji, kemudian campurkan hingga
rata, lalu diamkan selama 3 menit agar campuran bereaksi.
d) Mengulangi percobaan seperti pada percobaan pertama,
yaitu pada percobaan tanpa memanaskan saliva terlebih
dahulu, pada poin c,d,e,f,g, dan h.
3) Setelah percobaan selesai dilakukan, praktikan membuat
laporan sementara hasil praktikum saliva.
C. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Praktikum
a. Hasil Praktikum I
Tabel 3. Hasil Praktikum I
Indikator :
1. pH saliva normal = 6 – 7
2. Volume saliva tanpa stimulasi normal = 0,3 – 0,4 ml/menit
3. Volume saliva dengan stimulasi = 1 – 2 ml/menit
b. Hasil Praktikum II
No. Percobaan pH Volume (ml/menit) Viskositas
1.
Percobaan 1 : Tanpa
Stimulasi 7 7 7
2,8 ml5 menit
=0,56
ml/menit
Seromukus
2.
Percobaan 2 :
Stimulasi Kapas 8 8 8
7,8 ml5 menit
=1,56
ml/menit
Serous
3.
Percobaan 3 :
Stimulasi Xylitol 9 9 9
19,8 ml5 menit
=3,76
ml/menit
Seromukus
4.
Percobaan 4 :
Stimulasi Sukrosa 9 9 9
30 ml5 menit
=6
ml/menit
Seromukus
5.
Percobaan 5 :
Stimulasi Buah
Jeruk
8 8 8
6,8 ml5 menit
=1,36
ml/menit
Seromukus
Table 4. Hasil Praktikum II
No
.
Percobaan Hasil
1. Viskositas saliva dan pH a. pH saliva : 8
b. Viskositas : serous
2. Buffer saliva a. Larutan berwarna keruh
b. Reaksi buffer : positif (terdapat
presipitat)
c. Viskositas : serous
3. Reaksi reduksi gula pada
saliva
a. Reaksi Benedict : negatif (larutan
campuran menunjukkan warna biru)
4 a. Aktivitas enzim amilase
saliva tanpa dipanasi
a. Reaksi Iodium : negatif (larutan
berwarna coklat)
b. Reaksi Benedict : positif (larutan
berwarna coklat kemerahan)
b. Aktivitas enzim amilase
saliva dengan
pemanasan
a. Reaksi Iodium : positif (larutan
berwarna biru)
b. Reaksi Benedict : positif (larutan
berwarna biru)
Indikator :
1. Buffer Larutan normal : terbentuk garam/presipitat
2. Larutan Benedict normal : warna biru
3. Larutan Iodium normal : warna coklat
2. Pembahasan
a. Pembahasan Praktikum I
1) Percobaan 1 : Tanpa Stimulasi
Hasil percobaan menunjukkan bahwa laju saliva probandus
tanpa stimulus adalah 0,56 ml/menit dimana angka ini didapat
dengan perhitungan volume yang dihasilkan yaitu 2,8 ml dalam
waktu 5 menit. Perbandingan laju saliva probandus dengan laju
saliva normal menunjukkan angka yang lebih besar akan tetapi
masih tergolong aman atau minor. Hipersaliva minor ini juga
terkait dengan penyakit gastroenteritis sebagai faktor
predisposisi, dimana dalam hal ini probandus memiliki penyakit
tersebut dalam waktu lama. Saliva akan berfungsi sebagai buffer
akibat tingkat keasaman yang tinggi dari penyakit gastroenteritis
ini. Hasil percobaan pun menunjukkan viskositas sekret ini
berupa seromukus yang tampak berwarna keruh dan tidak terlalu
cair maupun tidak terlalu kental. Hasil tersebut sesuai dengan
teori yang ada karena dalam posisi istirahat atau tanpa stimulasi
glandula submandibula dengan sekret berupa seromukuslah
yang paling aktif berproduksi, selain itu glandula parotis juga
memproduksi sekret berupa serous walau tidak dominan
(Fabian, dkk, 2007). Hasil percobaan juga menunjukkan tingkat
keasamaan saliva probandus yang diuji dengan pH meter adalah
7 dimana hal ini sesuai dengan teori yang ada dan menunjukkan
keadaan rongga mulut probandus adalah netral.
2) Percobaan 2 : Stimulasi dengan Kapas
Sekresi saliva yang distimulasi menggunakan kapas
menghasilkan laju saliva sebesar 1,56 ml/menit, menunjukkan
adanya pertambahan laju saliva. Laju saliva probandus masih
dalam batas normal berdasar indikator sebelumnya. Sekret yang
dihasilkan berupa serous, dikarenakan pengunyahan kapas
menghasilkan suatu stimulasi mekanik tanpa adanya stimulasi
kimiawi mengingat kapas yang digunakan adalah kapas steril
sehingga dalam hal ini glandula yang berkerja dominan adalah
glandula parotis yang lebih peka terhadap stimulus mekanis
dibanding glandula salivarius lainnya (Sherwood, 2011).
Perubahan pH saliva yang ada terkait penjelasan Fabian, dkk
(2007) dimana besarnya pH saliva tergantung konsentrasi
protein yang ada (termasuk enzim ptyalin), ion bikarbonat
(HCO3-), dan fosfat (PO4
3-) serta laju saliva. Pertambahan laju
saliva karena adanya stimulasi akan diikuti pula pertambahan
ion bikarbonat dan juga komponen organik dalam hal ini enzim
amylase yang kemudian akan meningkatkan pH saliva yang
semula berkisar antara 5,75 – 7 hingga mencapai angka 8. Hal
tersebut mendasari bahwa pertambahan pH probandus akibat
stimulus mengunyah kapas menjadi angka 8 terbilang normal.
Ningsih (2004) menambahkan pertambahan laju saliva selain
meningkatkan konsentrasi ion bikarbonat (HCO3-) maka ia juga
akan meningkatkan konsentrasi ion natrium (Na1-) sementara
konsentrasi klorida (Cl1-) akan mengalami penurunan sementara
waktu dan naik ketika pertambahan laju saliva. Hal berbeda
terjadi pada ion kalsium (Ca2+), kalium (K1-), magnesium (Mg2+),
dan fosfat (PO43-) mengalami penurunan konsentrasi. Perubahan
konsentrasi ion ini terjadi di duktus striatus.
3) Percobaan 3 : Stimulasi dengan Permen Karet Xylitol
Sekresi saliva yang distimulasi menggunakan permen karet
xylitol menghasilkan laju saliva sebesar 3,76 ml/menit,
menunjukkan adanya peningkatan laju saliva jika dibandingkan
dengan laju saliva yang distimulasi dengan kapas yaitu 1,56
ml/menit. Hal tersebut disebabkan karena adanya gula xylitol
yang terkandung dalam permen karet dimana ia menghasilkan
stimulus mekanik dan kimiawi yang lebih memacu produksi
sekret dari glandula salivatorius serta hal ini berpengaruh pada
sekret yang dihasilkan, dimana untuk stimulus kimiawi maka
glandula submandibula dan glandula sublingual akan lebih peka
dan terkait dengan stimulus simpatik sehingga sekretnya berupa
seromukus, mengingat proporsi sekret yang mampu dihasilkan
glandula submandibula dalah seromukus. Xylitol sendiri
termasuk gula yang unik seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya dimana ia sejenis dengan sorbitol dan mannitol
yang tidak memiliki gugus karbonil dalam rantainya. Hal
tersebut mempengaruhi kereaktifannya secara kimiawi
dibanding gula dengan gugus aldosa ataupun ketosa sehingga ia
tidak terlalu terlibat dalam pembentukan asam pada plak gigi.
Xylitol dilihat dari strukurnya ia memiliki ujung diol dan
tambahan dua atom hydrogen yang akan mempersulit enzim
glukosiltransferase pada dinding sel Streptococcus mutans yang
merupakan bakteri kariogenik untuk memecah rantai gula
alkohol menjadi asam laktat, asam asetat, dan asam format
sehingga semakin jelas bahwa ia tidak dapat menyebabkan pH
saliva menjadi asam.
Soesilo, dkk (2005) lebih lanjut menjelaskan penempatan
xylitol dalam permen karet ini kini digunakan sebagai salah satu
metode preventif terhadap karies mengingat ia mampu
merangsang sekresi air liur dan meningkatkan laju saliva
sehingga dapat dikatakan ia merupakan pembersih mulut dan
sisa makanan yang mengandung karbohidrat serta
membersihkan asam yang terbentuk akibat proses glikolisis
karbohidrat asidogenik melalui kecepatan tinggi saliva yang
akan mengalir diatas plak. Penjelasan diatas juga menjadi dasar
bahwa memang seharusnya terjadi peningkatan pH saliva yang
kemudian sesuai dengan hasil percobaan dimana didapat pH
saliva probandus dengan stimulus ini adalah 9. Peningkatan
kapasitas buffer saliva mampu menetralkan asam dari plak gigi
karena adanya pertambahan laju saliva maka terjadi pula
pertambahan ion bikabornat (HCO3-), kadar urea, amoniak
(NH3), kalsium (Ca2+), fosfat (HPO42+), natrium (Na+) yang
dianggap sebagi sumber alkalinitas saliva sehingga dapat
menaikkan pH plak yang turun akibat proses glikolisis
karbohidrat. Pertambahan ion kalsium di dalam saliva akan
meningkatkan proses remineralisasi email mengingat
kemampuan xylitol untuk membentuk senyawa kompleks
dengan kalsium pada saliva serta karena adanya penambahan
jumlah dan konsentrasi ion Ca2+, PO43-, F-, dan OH- yang
merupakan komponen mineral gigi. Senyawa kompleks ini lebih
stabil daripada senyawa kompleks kalsium dengan sukrosa atau
glukosa, sehingga proses difusi kalsium ke dalam plak lebih
cepat dalam bentuk senyawa kompleks daripada dalam bentuk
ion kalsium. Proses difusi senyawa kompleks kalsium dengan
xylitol akan lebih cepat mengingat senyawa kompleks tersebut
dapat larut dalam air. Penjelasan ini menggambarkan xylitol
sebagai bukan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan
bakteri dan tidak menurunkan pH saliva sehingga saliva stabil
dalam pH tertentu.
4) Percobaan 4 : Stimulasi dengan Permen Karet Sukrosa
Sekresi saliva
yang distimulasi oleh permen karet sukrosa menghasilkan laju
curah saliva sebesar 6 ml/menit yang menunjukkan adanya
peningkatan jika dibandingkan dengan stimulasi menggunakan
permen karet xylitol yaitu 3,76 ml/menit. Peningkatan laju
saliva ini tergolong normal mengingat proses mastikasi dengan
melibatkan sensasi rasa akan meningkatkan laju saliva hingga
mencapai 10 kali dari kondisi normal. Urutan kekuatan sensasi
rasa dari yang terkuat diantaranya adalah rasa asam, sensasi
manis, asin, dan pahit (Ningsih, 2004). Peningkatan laju saliva
dalam percobaan kali ini disebabkan adanya gula sukrosa yang
terkandung dalam permen karet yang menghasilkan stimulus
mekanik dan kimiawi yang lebih memacu produksi sekret dari
glandula salivatorius seperti halnya pada stimulus dengan
permen karet xylitol dimana glandula yang lebih terstimulisasi
adalah glandula submandibula dan sublingual yang terkait
dengan stimulus simpatik. Penjelasan Soesilo, dkk (2005) terkait
sukrosa sebagai faktor predisposisi yang menaikkan indeks
karies paling besar karena sintesa ekstraselnya yang lebih cepat
bila dibandingkan gula lain seperti glukosa, fruktosa, dan
laktosa sehingga mikroorganisme dalam rongga mulut cepat
memfermentasikannya dan menghasilkan asam yang selanjutnya
berefek pada pH rongga mulut. Derajat keasamaan saliva
optimum untuk pertumbuhan bakteri sendiri adalah 6,5–7,5
dengan apabila pH mulut berkisar antara 4,5 – 5,5 akan
mempermudah pertumbuhan kuman asidogenik. Hal tersebut
menunjukkan seharusnya pada stimulus mengunyah permen
karet dengan kandungan sukrosa ini terjadi pernurunan pH.
Hasil percobaan ini menunjukkan pH 9 dimana hasilnya adalah
tetap jika dibandingkan dengan pH pengunyahan xylitol yang
berbeda dengan penjelasan sebelumnya. Perbedaan tingkat
keasaman ini dapat dikarenakan beberapa faktor diantaranya
masih adanya pengaruh dari bahan – bahan sebelumnya yang
dimungkinkan karena probandus berkumur tidak terlalu bersih
ataupun karena proses pencucian alat yang tidak bersih.
5) Percobaan 5 : Stimulasi dengan Buah Jeruk
Sekresi saliva yang distimulasi buah jeruk membuat
terjadinya stimulasi kimiawi yang berhubungan dengan saraf
penciuman dan penglihatan. Laju saliva dengan stimulasi buah
jeruk menghasilkan 1,36 ml/menit, menunjukkan adanya
peningkatan laju saliva jika dibandingkan dengan laju saliva
yang tidak distimulasi. Peningkatan laju saliva karena stimulus
ini terbilang normal bahkan tidak terlalu besar mengingat
stimulus yang ada bukan berupa stimulus mekanis namun
stimulus kimiawi saja. Peningkatan laju saliva ini terkait dengan
input dari luar rongga mulut dan kondisi psikologis probandus
dimana korteks serebral berperan penting menstimulasi pusat
medulla salivarius dimana prosesnya nervus vagus akan
menstimulasi pembentukan asetilkolin di akson terminal
saraf parasimpatis pada sel parietal lambung dan selanjutnya
asetilkolin inilah yang diduga merangsang sel parietal dan chief
sel untuk menghasilkan HCL dan pepsinogen atau bisa disebut
juga rangsang psikis yang berhubungan dengan kejiwaan atau
hanya rasa keinginan untuk memakan sehingga membantu
proses sekresi air liur. Ningsih (2004) menambahkan sebagai
perbandingan bahwa keberadaan stimulus asam sebenarnya akan
meningkatkan laju saliva sebesar 8 – 20 kali ketika melibatkan
stimulus pengecapan. Stimulus kimiawi pada pecobaan ini tidak
terlalu besar, dikarenakan bau jeruk yang dihasilkan tidak terlalu
menyengat dan adanya kecenderungan probandus yang tidak
terlalu menyukai buah jeruk tersebut sehingga laju saliva
menjadi rendah. Sekret dari percobaan ini tergolong hasil dari
conditional reflex yang tidak berhubungan dengan stimulus oral
dan tergolong respon dasar sebelum proses mastikasi. Viskositas
sekretnya berupa seromukus dimana yang utamanya diproduksi
oleh glandula submandibula mengingat tidak adanya rangsang
mekanis dan stimulus kali ini sifatnya tidak terlalu adekuat dan
bisa dikatakan mendekati rest-position. Tingkat keasaman pada
percobaan kali ini menunjukkan kenaikan dari angka 7 ketika
tidak distimulus menjadi angka 8. Hasil ini menunjukkan adanya
ketidaksesuaian dengan teori yang ada dimana pH pada
percobaan ini seharusnya sama dengan pH sekret yang tidak
distimulasi yaitu 7. Ketidaksesuaian ini dimungkinkan oleh
beberapa hal diantaranya probandus yang tidak terlalu bersih
dalam berkumur sehingga memungkinkan stimulus yang
sebelumnya masih tertinggal ataupun karena proses pencucian
alat yang tidak bersih.
b. Pembahasan Praktikum II
1) Percobaan 1 : Viskositas Saliva dan pH
Percobaan yang dilakukan dengan probandus mengunyah
kapas menunjukkan viskositas sekret berupa serous dimana hal
ini sesuai teori yang ada. Sekret yang berupa serous ini
utamanya terkait glandula parotid yang lebih peka terhadap
rangsang mekanis dibanding glandula salivarius lainnya.
Ningsih (2004) menambahkan lebih pekanya glandula parotis
terhadap stimulus mekanis berkaitan dengan glandula parotis
yang memang lebih mudah distimulisasi dibanding glandula
salivarius mayor lainnya dan terkait letak glandula parotis yang
dekat dengan muskulus masseter dan bukannya terletak didasar
mulut seperti glandula submandibula, selain itu hal ini
dikarenakan letak duktus glandula parotis yang bersilangan
dengan muskulus buccinator dan muskulus masseter. Saliva
yang dihasilkan dengan stimulus mekanis ini merupakan
kegiatan refleks yang tidak bersyarat di rongga mulut. Penyebab
lain mengapa sekret stimulus mekanis utamanya berupa serous
adalah pada proses mastikasi stimulus parasimpatis sangat
berperan meningkatkan laju saliva sehingga asetilkolin dan VIP
(Vasoaktif Intestinal Polipeptida) akan keluar yang kemudian
mempengaruhi glandula parotid yang dipersarafi oleh nuklei
salivarius inferior dengan dukungan nervus glossofaringeal
(N.IX) sehingga mengeluarkan sekret yang cenderung kaya air
dan enzim (Ningsih, 2004). Tingkat keasaman sekret yang
dihasilkan adalah 8 dimana sesuai penjelasan pada pembahasan
praktikum I percobaan II hal ini masih tergolong normal.
2) Percobaan 2: Buffer Saliva
pH saliva normal yaitu antara 5,6-7 (Fithrony 2012 dan
Almeida dkk 2008). Sedangkan hasil pada praktikum
menunjukkan pH 8. Keadaan pH dipengaruhi juga oleh peran
komponen saliva sebagai buffer. Pada praktikum, adanya
buffer dapat dilihat dengan pH dalam larutan tetap netral ketika
dicampur dengan asam cuka. Selain itu adanya kandungan
buffer dapat dilihat dari adanya presipitat. Presipitat tersebut
merupakan bikarbonat (H2CO3) yang secara alami dapat
mengendap ketika berfungsi menjadi buffer. Pengendapan
disebabkan ion-ion asam cuka berikatan dengan bikarbonat
(H2CO3). Serta adanya warna larutan berubah menjadi keruh
juga merupakan penanda adanya bikarbonat (H2CO3) dalam
saliva.
3) Percobaan 3: Reaksi Reduksi Gula pada Saliva
Pada percobaan ini, saliva dicampur dengan larutan HCl
dan NaOH terlebih dahulu. Lalu campuran tersebut dicampur
dengan benedict lalu dipanaskan. Reaksi benedict sensitif
karena larutan sakar dalam jumlah sedikit menyebabkan
perubahan warna dari seluruh larutan sehingga lebih mudah
mengenali perbedaan komposisi suatu larutan atau zat yang
dicampurkan dengan larutan ini. Uji benedict lebih peka karena
benedict dapat dipakai untuk menafsir kadar glukosa secara
kasar, karena dengan berbagai kadar glukosa memberikan
warna yang berlainan. Benedict akan menghasilkan suatu
perubahan warna menjadi warna coklat atau merah bata apabila
terdapat zat monosakarida atau sedikit disakarida (Sumardjo,
2008). Namun, pada percobaan ini hasil perubahan warna yang
diperoleh tidak ada sehingga reaksi benedict negatif. Hasil
tersebut dikarenakan mungkin kandungan glukosa dalam
saliva probandus terlalu sangat sedikit.
4) Percobaan 4: Aktivitas Enzim Amilase
a) Tanpa pemanasan saliva terlebih dahulu
Pemecahan karbohidrat dalam ronga mulut yang
dibantu dengan salah satu komponen saliva yaitu α-
Amilase. Kanji yang merupakan polisakarida di ubah
menjadi disakarida kemudian diubah menjadi
monosakarida (Sumardjo, 2008). Pada percobaan, proses
yang dilakukan yaitu larutan kanji dicampur dengan saliva
dan ditunggu kira-kira 3 menit agar terjadi proses
pemecahan polisakarida (kanji) menjadi disakarida. Setelah
ditetesi larutan iodium, warna campuran saliva dengan
kanji mengikuti warna iodium. Hal tersebut menandakan
bahwa tidak terdapat polisakarida, yang berarti proses
pemecahan polisakarida menjadi disakarida sempurna.
Ketika maltosa (disakarida) dicampur dengan benedict lalu
dipanaskan, larutan berubah warna menjadi coklat sehingga
menunjukkan hasil positif. Hal tersebut mengindikasikan
terdapatnya monosakarida dalam saliva akibat pemecahan
amilum oleh saliva.
b) Dengan pemanasan saliva terlebih dahulu
Pada pengujian ini, saliva dipanaskan terlebih
dahulu sehingga enzim amylase menjadi rusak akibat
pemanasan. Lalu saliva yang telah mendidih dicampur
dengan larutan kanji. Kanji yang berupa polisakarida tidak
terhidrolisis menjadi disakarida karena rusaknya enzim
amylase sebagai penghidrolisis. Ketika campuran saliva
dan kanji diberi tetesan iodium, maka berubah warna
menjadi biru. Iodium akan memberikan perubahan warna
menjadi biru tua apabila terdapat suatu gugus gula
kompleks atau polisakarida pada larutan tersebut
(Sumardjo, 2008). Sehingga hal ini menandakan bahwa
enzim amylase yang telah rusak tidak dapat menghidrolisis
polisakarida yang ada pada kanji. Larutan saliva dan kanji
kemudian dicampur dengan larutan benedict kemudian
dipanaskan tapi tidak terdapat perubahan warna, hal ini
membuktikan bahwa polisakarida yang tidak terpecah
sempurna menunjukkan hasil yang negative ketika
direaksikan dengan larutan benedict.