BAB III Praktikum FIX

25
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Alat dan Bahan 1. Pengukuran pH Saliva dan Kecepatan Alir Saliva a. Aquades untuk berkumur b. Kapas c. Beker glass d. Gelas ukur e. pH meter f. Permen karet yang mengandung gula sukrosa dan xylitol 2. Viskositas, buffer, dan kandungan saliva a. pH meter b. Asam cuka encer c. HCl 1n d. NaOH 1n e. Larutan K-oksalat f. Larutan kanji 1% g. Larutan yodium h. Larutan benedict i. Permen xylitol j. Tabung reaksi k. Beker glass l. Piring porselen m. Penangas air 37°C n. Pemanas air mendidih

description

Pembahasan saliva

Transcript of BAB III Praktikum FIX

Page 1: BAB III Praktikum FIX

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Alat dan Bahan

1. Pengukuran pH Saliva dan Kecepatan Alir Saliva

a. Aquades untuk berkumur

b. Kapas

c. Beker glass

d. Gelas ukur

e. pH meter

f. Permen karet yang mengandung gula sukrosa dan xylitol

2. Viskositas, buffer, dan kandungan saliva

a. pH meter

b. Asam cuka encer

c. HCl 1n

d. NaOH 1n

e. Larutan K-oksalat

f. Larutan kanji 1%

g. Larutan yodium

h. Larutan benedict

i. Permen xylitol

j. Tabung reaksi

k. Beker glass

l. Piring porselen

m. Penangas air 37°C

n. Pemanas air mendidih

o. Aquades

B. Cara Kerja

1. Pengukuran pH saliva dan kecepatan alir saliva

a. Tiap kelompok memutuskan untuk memilih seorang mahasiswa

sebagai probandus.

Page 2: BAB III Praktikum FIX

b. Menginstruksikan probandus berkumur dengan aquades 1X.

c. Probandus menampung saliva dalam beker glass selama 5 menit.

d. Memindahkan saliva ke dalam gelas ukur untuk diukur volumenya.

e. Mengukur pH saliva dengan menggunakan pH meter, setelah

mengetahui volume saliva yang dihasilkan.

f. Mengistirahatkan probandus selama 15 menit untuk melakukan

percobaan berikutnya.

g. Mencatat hasil dalam tabel sebagai laporan sementara.

h. Selanjutnya :

1) Percobaan 2 : probandus mengunyah kapas selama 5 menit

sambil menampung saliva dalam beker glass, kemudian

melakukan percobaan seperti poin d,e,f,g, kemudian

menginstruksikan probandus untuk berkumur secukupnya.

2) Percobaan 3 : probandus mengunyah permen karet yang

mengandung gula xylitol selama 5 menit sambil menampung

saliva dalam becker glass, kemudian melakukan percobaan

seperti poin d,e,f,g, kemudian menginstruksikan probandus

untuk berkumur secukupnya.

3) Percobaan 4 : probandus mengunyah permen karet yang

mengandung gula sukrosa selama 5 menit sambil menampung

saliva dalam beker glass, kemudian melakukan percobaan

seperti poin d,e,f,g, kemudian menginstruksikan probandus

untuk berkumur secukupnya.

4) Percobaan 5 : probandus dihadapkan kepada buah segar (jeruk)

selama 5 menit sambil menampung saliva dalam beker glass,

kemudian melakukan percobaan seperti poin d,e,f,g, kemudian

menginstruksikan probandus untuk berkumur secukupnya.

i. Setelah percobaan selesai dilakukan, praktikan membuat laporan

sementara hasil praktikum saliva.

Page 3: BAB III Praktikum FIX

2. Viskositas, buffer, dan kandungan saliva.

a. Viskositas saliva

1) Menginstruksikan probandus berkumur dengan aquades.

2) Menginstruksikan probandus mengunyahlah kassa steril sampai

menghasilkan ± 15 ml saliva.

3) Apabila sudah didapat ± 15 ml saliva, memindahkan saliva

pada tabung reaksi kemudian melakukan uji tingkat keasaman

dengan menggunakan pH meter.

4) Setelah mendapatkan pH saliva, kemudian memindahkan saliva

dalam tabung reaksi lain untuk melihat viskositas dari saliva.

b. Buffer saliva

1) Mengambil 5ml saliva dengan pipet tetes, kemudian

memasukkan kedalam tabung reaksi.

2) Menambahkan beberapa tetes larutan asam cuka (± 15 tetes).

3) Diamkan selama bebrapa menit, kemudian mengamati proses

presipitasi yang terjadi.

4) Setelah mengamati proses presipitasi yang terjadi, kemudian

menuangkan saliva yang telah diberi larutan asam cuka tersebut

ke tabung reaksi yang lain untuk mengamati viskositasnya.

c. Reaksi reduksi gula pada saliva

1) Mengambil 2ml saliva dengan menggunakan pipet tetes,

kemudian memasukkan ke dalam tabung reaksi.

2) Menambahkan HCl sebanyak 1ml.

3) Memanasi tabung reaksi yang telah berisi larutan campuran

saliva dan HCl selama 10 menit atau sampai mendidih.

4) Menetralkan larutan dengan menggunakan 1ml NaOH.

5) Menguji reaksi reduksi gula dengan menggunakan larutan

benedict sebanyak 5ml, kemudian memanaskan hingga

mendidih.

6) Mengamati perubahan warna yang terjadi.

Page 4: BAB III Praktikum FIX

d. Aktivitas enzim amilase pada saliva

1) Percobaan pertama dengan menggunakan saliva yang tidak

dipanasi terlebih dahulu

a) Mengambil sebanyak 5ml larutan kanji 1% kemudian

memasukkan ke dalam becker glass.

b) Menambahkan 2ml saliva kemudian mengaduk saliva

tersebut bersama kanji hingga tercampur merata, kemudian

diamkan selama 3 menit agar saliva dan kanji bereaksi.

c) Mengambil sedikit campuran saliva dan kanji, kemudian

memasukkan ke dalam piring porselen, untuk melakukan

pengamatan pertama.

d) Menambahkan larutan yodium 1 tetes ke dalam campuran

dalam piring porselen. Mengulangi penetesan yodium

dengan interval 1 menit hingga reaksi yodium dan kanji

menjadi negatif.

e) Mengambil campuran saliva dan kanji yang terdapat dalam

becker glass, untuk melakukan pengamatan kedua,

sebanyak 1ml kemudian memasukkan dalam tabung reaksi

yang bersih.

f) Menambahkan 10ml larutan benedict dalam larutan.

g) Memanasi larutan dalam tabung reaksi sampai mendidih.

h) Mengamati perubahan warna yang terjadi.

2) Percobaan kedua dengan menggunakan saliva yang telah

dipanasi sebelumnya

a) Mengambil sebanyak 5ml larutan kanji 1% kemudian

memasukkan ke dalam becker glass.

b) Mengambil 2ml saliva ke dalam tabung reaksi kemudian

memanaskan saliva dalam tabung reaksi hingga mendidih.

c) Memasukkan saliva yang telah dipanasi ke dalam becker

glass yang telah berisi kanji, kemudian campurkan hingga

rata, lalu diamkan selama 3 menit agar campuran bereaksi.

Page 5: BAB III Praktikum FIX

d) Mengulangi percobaan seperti pada percobaan pertama,

yaitu pada percobaan tanpa memanaskan saliva terlebih

dahulu, pada poin c,d,e,f,g, dan h.

3) Setelah percobaan selesai dilakukan, praktikan membuat

laporan sementara hasil praktikum saliva.

C. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Praktikum

a. Hasil Praktikum I

Tabel 3. Hasil Praktikum I

Indikator :

1. pH saliva normal = 6 – 7

2. Volume saliva tanpa stimulasi normal = 0,3 – 0,4 ml/menit

3. Volume saliva dengan stimulasi = 1 – 2 ml/menit

b. Hasil Praktikum II

No. Percobaan pH Volume (ml/menit) Viskositas

1.

Percobaan 1 : Tanpa

Stimulasi 7 7 7

2,8 ml5 menit

=0,56

ml/menit

Seromukus

2.

Percobaan 2 :

Stimulasi Kapas 8 8 8

7,8 ml5 menit

=1,56

ml/menit

Serous

3.

Percobaan 3 :

Stimulasi Xylitol 9 9 9

19,8 ml5 menit

=3,76

ml/menit

Seromukus

4.

Percobaan 4 :

Stimulasi Sukrosa 9 9 9

30 ml5 menit

=6

ml/menit

Seromukus

5.

Percobaan 5 :

Stimulasi Buah

Jeruk

8 8 8

6,8 ml5 menit

=1,36

ml/menit

Seromukus

Page 6: BAB III Praktikum FIX

Table 4. Hasil Praktikum II

No

.

Percobaan Hasil

1. Viskositas saliva dan pH a. pH saliva : 8

b. Viskositas : serous

2. Buffer saliva a. Larutan berwarna keruh

b. Reaksi buffer : positif (terdapat

presipitat)

c. Viskositas : serous

3. Reaksi reduksi gula pada

saliva

a. Reaksi Benedict : negatif (larutan

campuran menunjukkan warna biru)

4 a. Aktivitas enzim amilase

saliva tanpa dipanasi

a. Reaksi Iodium : negatif (larutan

berwarna coklat)

b. Reaksi Benedict : positif (larutan

berwarna coklat kemerahan)

b. Aktivitas enzim amilase

saliva dengan

pemanasan

a. Reaksi Iodium : positif (larutan

berwarna biru)

b. Reaksi Benedict : positif (larutan

berwarna biru)

Indikator :

1. Buffer Larutan normal : terbentuk garam/presipitat

2. Larutan Benedict normal : warna biru

3. Larutan Iodium normal : warna coklat

2. Pembahasan

a. Pembahasan Praktikum I

1) Percobaan 1 : Tanpa Stimulasi

Hasil percobaan menunjukkan bahwa laju saliva probandus

tanpa stimulus adalah 0,56 ml/menit dimana angka ini didapat

dengan perhitungan volume yang dihasilkan yaitu 2,8 ml dalam

waktu 5 menit. Perbandingan laju saliva probandus dengan laju

saliva normal menunjukkan angka yang lebih besar akan tetapi

Page 7: BAB III Praktikum FIX

masih tergolong aman atau minor. Hipersaliva minor ini juga

terkait dengan penyakit gastroenteritis sebagai faktor

predisposisi, dimana dalam hal ini probandus memiliki penyakit

tersebut dalam waktu lama. Saliva akan berfungsi sebagai buffer

akibat tingkat keasaman yang tinggi dari penyakit gastroenteritis

ini. Hasil percobaan pun menunjukkan viskositas sekret ini

berupa seromukus yang tampak berwarna keruh dan tidak terlalu

cair maupun tidak terlalu kental. Hasil tersebut sesuai dengan

teori yang ada karena dalam posisi istirahat atau tanpa stimulasi

glandula submandibula dengan sekret berupa seromukuslah

yang paling aktif berproduksi, selain itu glandula parotis juga

memproduksi sekret berupa serous walau tidak dominan

(Fabian, dkk, 2007). Hasil percobaan juga menunjukkan tingkat

keasamaan saliva probandus yang diuji dengan pH meter adalah

7 dimana hal ini sesuai dengan teori yang ada dan menunjukkan

keadaan rongga mulut probandus adalah netral.

2) Percobaan 2 : Stimulasi dengan Kapas

Sekresi saliva yang distimulasi menggunakan kapas

menghasilkan laju saliva sebesar 1,56 ml/menit, menunjukkan

adanya pertambahan laju saliva. Laju saliva probandus masih

dalam batas normal berdasar indikator sebelumnya. Sekret yang

dihasilkan berupa serous, dikarenakan pengunyahan kapas

menghasilkan suatu stimulasi mekanik tanpa adanya stimulasi

kimiawi mengingat kapas yang digunakan adalah kapas steril

sehingga dalam hal ini glandula yang berkerja dominan adalah

glandula parotis yang lebih peka terhadap stimulus mekanis

dibanding glandula salivarius lainnya (Sherwood, 2011).

Perubahan pH saliva yang ada terkait penjelasan Fabian, dkk

(2007) dimana besarnya pH saliva tergantung konsentrasi

protein yang ada (termasuk enzim ptyalin), ion bikarbonat

(HCO3-), dan fosfat (PO4

3-) serta laju saliva. Pertambahan laju

Page 8: BAB III Praktikum FIX

saliva karena adanya stimulasi akan diikuti pula pertambahan

ion bikarbonat dan juga komponen organik dalam hal ini enzim

amylase yang kemudian akan meningkatkan pH saliva yang

semula berkisar antara 5,75 – 7 hingga mencapai angka 8. Hal

tersebut mendasari bahwa pertambahan pH probandus akibat

stimulus mengunyah kapas menjadi angka 8 terbilang normal.

Ningsih (2004) menambahkan pertambahan laju saliva selain

meningkatkan konsentrasi ion bikarbonat (HCO3-) maka ia juga

akan meningkatkan konsentrasi ion natrium (Na1-) sementara

konsentrasi klorida (Cl1-) akan mengalami penurunan sementara

waktu dan naik ketika pertambahan laju saliva. Hal berbeda

terjadi pada ion kalsium (Ca2+), kalium (K1-), magnesium (Mg2+),

dan fosfat (PO43-) mengalami penurunan konsentrasi. Perubahan

konsentrasi ion ini terjadi di duktus striatus.

3) Percobaan 3 : Stimulasi dengan Permen Karet Xylitol

Sekresi saliva yang distimulasi menggunakan permen karet

xylitol menghasilkan laju saliva sebesar 3,76 ml/menit,

menunjukkan adanya peningkatan laju saliva jika dibandingkan

dengan laju saliva yang distimulasi dengan kapas yaitu 1,56

ml/menit. Hal tersebut disebabkan karena adanya gula xylitol

yang terkandung dalam permen karet dimana ia menghasilkan

stimulus mekanik dan kimiawi yang lebih memacu produksi

sekret dari glandula salivatorius serta hal ini berpengaruh pada

sekret yang dihasilkan, dimana untuk stimulus kimiawi maka

glandula submandibula dan glandula sublingual akan lebih peka

dan terkait dengan stimulus simpatik sehingga sekretnya berupa

seromukus, mengingat proporsi sekret yang mampu dihasilkan

glandula submandibula dalah seromukus. Xylitol sendiri

termasuk gula yang unik seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya dimana ia sejenis dengan sorbitol dan mannitol

yang tidak memiliki gugus karbonil dalam rantainya. Hal

Page 9: BAB III Praktikum FIX

tersebut mempengaruhi kereaktifannya secara kimiawi

dibanding gula dengan gugus aldosa ataupun ketosa sehingga ia

tidak terlalu terlibat dalam pembentukan asam pada plak gigi.

Xylitol dilihat dari strukurnya ia memiliki ujung diol dan

tambahan dua atom hydrogen yang akan mempersulit enzim

glukosiltransferase pada dinding sel Streptococcus mutans yang

merupakan bakteri kariogenik untuk memecah rantai gula

alkohol menjadi asam laktat, asam asetat, dan asam format

sehingga semakin jelas bahwa ia tidak dapat menyebabkan pH

saliva menjadi asam.

Soesilo, dkk (2005) lebih lanjut menjelaskan penempatan

xylitol dalam permen karet ini kini digunakan sebagai salah satu

metode preventif terhadap karies mengingat ia mampu

merangsang sekresi air liur dan meningkatkan laju saliva

sehingga dapat dikatakan ia merupakan pembersih mulut dan

sisa makanan yang mengandung karbohidrat serta

membersihkan asam yang terbentuk akibat proses glikolisis

karbohidrat asidogenik melalui kecepatan tinggi saliva yang

akan mengalir diatas plak. Penjelasan diatas juga menjadi dasar

bahwa memang seharusnya terjadi peningkatan pH saliva yang

kemudian sesuai dengan hasil percobaan dimana didapat pH

saliva probandus dengan stimulus ini adalah 9. Peningkatan

kapasitas buffer saliva mampu menetralkan asam dari plak gigi

karena adanya pertambahan laju saliva maka terjadi pula

pertambahan ion bikabornat (HCO3-), kadar urea, amoniak

(NH3), kalsium (Ca2+), fosfat (HPO42+), natrium (Na+) yang

dianggap sebagi sumber alkalinitas saliva sehingga dapat

menaikkan pH plak yang turun akibat proses glikolisis

karbohidrat. Pertambahan ion kalsium di dalam saliva akan

meningkatkan proses remineralisasi email mengingat

kemampuan xylitol untuk membentuk senyawa kompleks

dengan kalsium pada saliva serta karena adanya penambahan

Page 10: BAB III Praktikum FIX

jumlah dan konsentrasi ion Ca2+, PO43-, F-, dan OH- yang

merupakan komponen mineral gigi. Senyawa kompleks ini lebih

stabil daripada senyawa kompleks kalsium dengan sukrosa atau

glukosa, sehingga proses difusi kalsium ke dalam plak lebih

cepat dalam bentuk senyawa kompleks daripada dalam bentuk

ion kalsium. Proses difusi senyawa kompleks kalsium dengan

xylitol akan lebih cepat mengingat senyawa kompleks tersebut

dapat larut dalam air. Penjelasan ini menggambarkan xylitol

sebagai bukan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan

bakteri dan tidak menurunkan pH saliva sehingga saliva stabil

dalam pH tertentu.

4) Percobaan 4 : Stimulasi dengan Permen Karet Sukrosa

Sekresi saliva

yang distimulasi oleh permen karet sukrosa menghasilkan laju

curah saliva sebesar 6 ml/menit yang menunjukkan adanya

peningkatan jika dibandingkan dengan stimulasi menggunakan

permen karet xylitol yaitu 3,76 ml/menit. Peningkatan laju

saliva ini tergolong normal mengingat proses mastikasi dengan

melibatkan sensasi rasa akan meningkatkan laju saliva hingga

mencapai 10 kali dari kondisi normal. Urutan kekuatan sensasi

rasa dari yang terkuat diantaranya adalah rasa asam, sensasi

manis, asin, dan pahit (Ningsih, 2004). Peningkatan laju saliva

dalam percobaan kali ini disebabkan adanya gula sukrosa yang

terkandung dalam permen karet yang menghasilkan stimulus

mekanik dan kimiawi yang lebih memacu produksi sekret dari

glandula salivatorius seperti halnya pada stimulus dengan

permen karet xylitol dimana glandula yang lebih terstimulisasi

adalah glandula submandibula dan sublingual yang terkait

dengan stimulus simpatik. Penjelasan Soesilo, dkk (2005) terkait

sukrosa sebagai faktor predisposisi yang menaikkan indeks

karies paling besar karena sintesa ekstraselnya yang lebih cepat

bila dibandingkan gula lain seperti glukosa, fruktosa, dan

Page 11: BAB III Praktikum FIX

laktosa sehingga mikroorganisme dalam rongga mulut cepat

memfermentasikannya dan menghasilkan asam yang selanjutnya

berefek pada pH rongga mulut. Derajat keasamaan saliva

optimum untuk pertumbuhan bakteri sendiri adalah 6,5–7,5

dengan apabila pH mulut berkisar antara 4,5 – 5,5 akan

mempermudah pertumbuhan kuman asidogenik. Hal tersebut

menunjukkan seharusnya pada stimulus mengunyah permen

karet dengan kandungan sukrosa ini terjadi pernurunan pH.

Hasil percobaan ini menunjukkan pH 9 dimana hasilnya adalah

tetap jika dibandingkan dengan pH pengunyahan xylitol yang

berbeda dengan penjelasan sebelumnya. Perbedaan tingkat

keasaman ini dapat dikarenakan beberapa faktor diantaranya

masih adanya pengaruh dari bahan – bahan sebelumnya yang

dimungkinkan karena probandus berkumur tidak terlalu bersih

ataupun karena proses pencucian alat yang tidak bersih.

5) Percobaan 5 : Stimulasi dengan Buah Jeruk

Sekresi saliva yang distimulasi buah jeruk membuat

terjadinya stimulasi kimiawi yang berhubungan dengan saraf

penciuman dan penglihatan. Laju saliva dengan stimulasi buah

jeruk menghasilkan 1,36 ml/menit, menunjukkan adanya

peningkatan laju saliva jika dibandingkan dengan laju saliva

yang tidak distimulasi. Peningkatan laju saliva karena stimulus

ini terbilang normal bahkan tidak terlalu besar mengingat

stimulus yang ada bukan berupa stimulus mekanis namun

stimulus kimiawi saja. Peningkatan laju saliva ini terkait dengan

input dari luar rongga mulut dan kondisi psikologis probandus

dimana korteks serebral berperan penting menstimulasi pusat

medulla salivarius dimana prosesnya nervus vagus akan

menstimulasi pembentukan asetilkolin di akson terminal

saraf  parasimpatis pada sel parietal lambung dan selanjutnya

asetilkolin inilah yang diduga merangsang sel parietal dan chief

Page 12: BAB III Praktikum FIX

sel untuk menghasilkan HCL dan pepsinogen atau bisa disebut

juga  rangsang psikis yang berhubungan dengan kejiwaan atau

hanya rasa keinginan untuk memakan sehingga membantu

proses sekresi air liur. Ningsih (2004) menambahkan sebagai

perbandingan bahwa keberadaan stimulus asam sebenarnya akan

meningkatkan laju saliva sebesar 8 – 20 kali ketika melibatkan

stimulus pengecapan. Stimulus kimiawi pada pecobaan ini tidak

terlalu besar, dikarenakan bau jeruk yang dihasilkan tidak terlalu

menyengat dan adanya kecenderungan probandus yang tidak

terlalu menyukai buah jeruk tersebut sehingga laju saliva

menjadi rendah. Sekret dari percobaan ini tergolong hasil dari

conditional reflex yang tidak berhubungan dengan stimulus oral

dan tergolong respon dasar sebelum proses mastikasi. Viskositas

sekretnya berupa seromukus dimana yang utamanya diproduksi

oleh glandula submandibula mengingat tidak adanya rangsang

mekanis dan stimulus kali ini sifatnya tidak terlalu adekuat dan

bisa dikatakan mendekati rest-position. Tingkat keasaman pada

percobaan kali ini menunjukkan kenaikan dari angka 7 ketika

tidak distimulus menjadi angka 8. Hasil ini menunjukkan adanya

ketidaksesuaian dengan teori yang ada dimana pH pada

percobaan ini seharusnya sama dengan pH sekret yang tidak

distimulasi yaitu 7. Ketidaksesuaian ini dimungkinkan oleh

beberapa hal diantaranya probandus yang tidak terlalu bersih

dalam berkumur sehingga memungkinkan stimulus yang

sebelumnya masih tertinggal ataupun karena proses pencucian

alat yang tidak bersih.

b. Pembahasan Praktikum II

1) Percobaan 1 : Viskositas Saliva dan pH

Percobaan yang dilakukan dengan probandus mengunyah

kapas menunjukkan viskositas sekret berupa serous dimana hal

ini sesuai teori yang ada. Sekret yang berupa serous ini

Page 13: BAB III Praktikum FIX

utamanya terkait glandula parotid yang lebih peka terhadap

rangsang mekanis dibanding glandula salivarius lainnya.

Ningsih (2004) menambahkan lebih pekanya glandula parotis

terhadap stimulus mekanis berkaitan dengan glandula parotis

yang memang lebih mudah distimulisasi dibanding glandula

salivarius mayor lainnya dan terkait letak glandula parotis yang

dekat dengan muskulus masseter dan bukannya terletak didasar

mulut seperti glandula submandibula, selain itu hal ini

dikarenakan letak duktus glandula parotis yang bersilangan

dengan muskulus buccinator dan muskulus masseter. Saliva

yang dihasilkan dengan stimulus mekanis ini merupakan

kegiatan refleks yang tidak bersyarat di rongga mulut. Penyebab

lain mengapa sekret stimulus mekanis utamanya berupa serous

adalah pada proses mastikasi stimulus parasimpatis sangat

berperan meningkatkan laju saliva sehingga asetilkolin dan VIP

(Vasoaktif Intestinal Polipeptida) akan keluar yang kemudian

mempengaruhi glandula parotid yang dipersarafi oleh nuklei

salivarius inferior dengan dukungan nervus glossofaringeal

(N.IX) sehingga mengeluarkan sekret yang cenderung kaya air

dan enzim (Ningsih, 2004). Tingkat keasaman sekret yang

dihasilkan adalah 8 dimana sesuai penjelasan pada pembahasan

praktikum I percobaan II hal ini masih tergolong normal.

2) Percobaan 2: Buffer Saliva

pH saliva normal yaitu antara 5,6-7 (Fithrony 2012 dan

Almeida dkk 2008). Sedangkan hasil pada praktikum

menunjukkan pH 8. Keadaan pH dipengaruhi juga oleh peran

komponen saliva sebagai buffer. Pada praktikum, adanya

buffer dapat dilihat dengan pH dalam larutan tetap netral ketika

dicampur dengan asam cuka. Selain itu adanya kandungan

buffer dapat dilihat dari adanya presipitat. Presipitat tersebut

merupakan bikarbonat (H2CO3) yang secara alami dapat

Page 14: BAB III Praktikum FIX

mengendap ketika berfungsi menjadi buffer. Pengendapan

disebabkan ion-ion asam cuka berikatan dengan bikarbonat

(H2CO3). Serta adanya warna larutan berubah menjadi keruh

juga merupakan penanda adanya bikarbonat (H2CO3) dalam

saliva.

3) Percobaan 3: Reaksi Reduksi Gula pada Saliva

Pada percobaan ini, saliva dicampur dengan larutan HCl

dan NaOH terlebih dahulu. Lalu campuran tersebut dicampur

dengan benedict lalu dipanaskan. Reaksi benedict sensitif

karena larutan sakar dalam jumlah sedikit menyebabkan

perubahan warna dari seluruh larutan sehingga lebih mudah

mengenali perbedaan komposisi suatu larutan atau zat yang

dicampurkan dengan larutan ini. Uji benedict lebih peka karena

benedict dapat dipakai untuk menafsir kadar glukosa secara

kasar, karena dengan berbagai kadar glukosa memberikan

warna yang berlainan. Benedict akan menghasilkan suatu

perubahan warna menjadi warna coklat atau merah bata apabila

terdapat zat monosakarida atau sedikit disakarida (Sumardjo,

2008). Namun, pada percobaan ini hasil perubahan warna yang

diperoleh tidak ada sehingga reaksi benedict negatif. Hasil

tersebut dikarenakan mungkin kandungan glukosa dalam

saliva probandus terlalu sangat sedikit.

4) Percobaan 4: Aktivitas Enzim Amilase

a) Tanpa pemanasan saliva terlebih dahulu

Pemecahan karbohidrat dalam ronga mulut yang

dibantu dengan salah satu komponen saliva yaitu α-

Amilase. Kanji yang merupakan polisakarida di ubah

Page 15: BAB III Praktikum FIX

menjadi disakarida kemudian diubah menjadi

monosakarida (Sumardjo, 2008). Pada percobaan, proses

yang dilakukan yaitu larutan kanji dicampur dengan saliva

dan ditunggu kira-kira 3 menit agar terjadi proses

pemecahan polisakarida (kanji) menjadi disakarida. Setelah

ditetesi larutan iodium, warna campuran saliva dengan

kanji mengikuti warna iodium. Hal tersebut menandakan

bahwa tidak terdapat polisakarida, yang berarti proses

pemecahan polisakarida menjadi disakarida sempurna.

Ketika maltosa (disakarida) dicampur dengan benedict lalu

dipanaskan, larutan berubah warna menjadi coklat sehingga

menunjukkan hasil positif. Hal tersebut mengindikasikan

terdapatnya monosakarida dalam saliva akibat pemecahan

amilum oleh saliva.

b) Dengan pemanasan saliva terlebih dahulu

Pada pengujian ini, saliva dipanaskan terlebih

dahulu sehingga enzim amylase menjadi rusak akibat

pemanasan. Lalu saliva yang telah mendidih dicampur

dengan larutan kanji. Kanji yang berupa polisakarida tidak

terhidrolisis menjadi disakarida karena rusaknya enzim

amylase sebagai penghidrolisis. Ketika campuran saliva

dan kanji diberi tetesan iodium, maka berubah warna

menjadi biru. Iodium akan memberikan perubahan warna

menjadi biru tua apabila terdapat suatu gugus gula

kompleks atau polisakarida pada larutan tersebut

(Sumardjo, 2008). Sehingga hal ini menandakan bahwa

enzim amylase yang telah rusak tidak dapat menghidrolisis

polisakarida yang ada pada kanji. Larutan saliva dan kanji

kemudian dicampur dengan larutan benedict kemudian

dipanaskan tapi tidak terdapat perubahan warna, hal ini

membuktikan bahwa polisakarida yang tidak terpecah

Page 16: BAB III Praktikum FIX

sempurna menunjukkan hasil yang negative ketika

direaksikan dengan larutan benedict.