54566398 Laporan Praktikum Patologi Klinik Fix

download 54566398 Laporan Praktikum Patologi Klinik Fix

of 54

Transcript of 54566398 Laporan Praktikum Patologi Klinik Fix

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN DARAH

DISUSUN OLEH ANINDA WULAN PRADANI G1G009018

JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2010 2

BAB I TUJUAN

Setelah mengikuti praktikum patologi klinik pada blok Basic Medical Science 1 ini, maka diharapkan mahasiswa dapat mencapai kompetensi sebagai berikut: 1. Memahami mengenai fungsi dan interpretasi hasil pemeriksaan darah rutin (pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, laju endap darah, dan identifikasi sel leukosit). 2. Memahami mengenai fungsi dan interpretasi hasil pemeriksaan darah khusus / lain (pemeriksaan jumlah eritrosit, pemeriksaan hematokrit, nilai eritrosit rata-rata, dan penetapan golongan darah sistem A B O). 3. Memahami mengenai fungsi dan interpretasi hasil pemeriksaan koagulasi (pemeriksaan Rumple Leed, pemeriksaan waktu perdarahan, dan pemeriksaan waktu pembekuan). 4. Mampu melakukan pemeriksaan darah rutin (pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, laju endap darah, dan identifikasi sel leukosit), pemeriksaan darah khusus / lain (pemeriksaan jumlah eritrosit, pemeriksaan hematokrit, nilai eritrosit rata-rata, dan penetapan golongan darah sistem A B O), dan pemeriksaan koagulasi (pemeriksaan Rumple Leed, pemeriksaan waktu perdarahan, dan pemeriksaan waktu

pembekuan). 5. Dapat mengetahui dan melakukan pengambilan darah serta mengukur tensi seseorang.

3

BAB II DASAR TEORI 2.1 PRAKTIKUM I PEMERIKSAAN DARAH RUTIN 2.1.1 Pemeriksaan Laju Endap Darah ( LED ) Pemeriksaan laju endap darah (LED) ialah tes darah yang menggambarkan kecepatan pengendapan eritrosit dalam plasma sampel darah menggunakan antikoagulan natrium sitrat. Makin banyak eritrosit yang mengendap maka makin tinggi Laju Endap Darah (LED)-nya. Ada beberapa metode yang digunakan untuk tes LED manual, tetapi metode Westergren merupakan metode yang disarankan oleh International Committee for Standardization in Hematology (ICSH). Tes LED manual metode Westergren mempunyai beberapa kelebihan, antara lain memiliki skala tabung yang panjang sehingga memungkinkan untuk menghitung skala pembacaan yang besar. Kekurangannya bila pemasangan tabung tidak tegak lurus akan memberikan hasil yang berbeda. Metode inilah yang digunakan dalam pemeriksaan LED kali ini.

2.1.2 Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Hemoglobin merupakan protein sel darah merah ( SDM ) yang fungsinya antara lain : 1. Mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dan jaringan ke paru-paru. 2. Memberi warna merah pada darah. 3. Mempertahankan keseimbangan asam basa dalam tubuh. Hemoglobin mengandung protein globin yang berkaitan dengan heme ( senyawa besi protein ), mempunyai berat molekul 64450 dalton. Di dalam darah mengandung Hb antara 7,8 12,2 mM/l atau 12,6 18,4 gr/dl, tergantung pada jenis kelamin dan umur individu. Pada setiap tetramer Hb mampu mengikat 4 atom oksigen yang terikat pada atom ferro ( Fe2+ ) 4

dalam heme. Hemoglobin yang berikatan dengan oksigen disebut oksihemoglobin ( HbO2 ) sedang yang telah melepaskan oksigen disebut deoksihemoglobin ( HbCO ) jika Hb mengikat gas CO hasil pembakaran yang tidak sempurna. Ikatan Hb dengan CO, 200 kali lebih kuat dibanding ikatan Hb dengan oksigen. Dalam keadaan tertentu, Hb juga dapat berikatan sehingga besi teroksidasi ( Fe3+ ) membentuk methemoglobin (Met Hb) atau Hb ( Fe3+ ). Hb dalam bentuk MetHb akan menyebabkan kemampuan mengikat oksigennya menjadi hilang. Beberapa derivat hemoglobin satu sama lain dapat dibedakan dengan cara pengenceran. HbO2 pada pengenceran terlihat berwarna merah kekuningan, HbCO berwarna merah terang ( carmine tint ) sedang deoksihemoglobin ( Hb ) berwarna kecoklatan. WHO menetapkan kriteria diagnosis anemia bila kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl, kadar hemoglobin ini biasanya sebanding dengan jumlah erytrosit dan hematokrit. Sebaliknya, disebut polycythemia bila kadar hemoglobin lebih dari 18,0 g/dl dan jumlah erytrosit lebih dari 5,5 juta/uL disertai dengan peningkatan sel leukosit dan platelet. 2.1.3 Pemeriksaan Jumlah Leukosit

Leukosit adalah bagian penting dari sistem pertahanan tubuh, terhadap benda asing, mikroorganisme atau jaringan asing. Darah tepi orang dewasa mengandung leukosit yang jumlahnya berkisar antara 4.511.0 x103 sel/mmk. Pada neonates (bayi baru lahir) jumlahnya mencapai 10.0-26.0 x103/mmk, anak 1 umur tahun 6.0-18.0 x103/mmk, anak umur 47 tahun 5.0-15.0 x103/mmk dan anak umur 8-12 tahun 4.5-13.5 x103/mmk. Peningkatan jumlah lekosit di atas normal disebut lekositosis, sedangkan penurunan jumlah lekosit di bawah normal disebut lekopenia.

5

2.2 PRAKTIKUM II PEMERIKSAAN DARAH KHUSUS ATAU LAIN 2.2.1 Pemeriksaan Hematokrit dengan Metode Mikro Hematokrit Hematokrit merupakan persentase volume seluruh SDM yang ada dalam darah yang diambil dalam volume tertentu. Sedangkan nilai Hematokrit adalah besarnya volume sel-sel eritrosit seluruhnya didalam 100 mm3 darah dan dinyatakan dalam %. Biasanya nilai hematokrit ini ditentukan dengan menggunakan darah vena atau darah kapiler. Proporsi darah yang dikemas terdiri dari sel-sel darah merah. Para sel darah merah yang dikemas dengan sentrifugasi. Misalnya, hematokrit 25% berarti ada 25 mililiter sel darah merah dalam 100 mililiter darah. Sel-sel merah membuat seperempat darah. Kisaran hematokrit normal adalah tergantung pada usia, dan setelah masa remaja, jenis kelamin individu. Kisaran hematokrit normal adalah: a. Bayi: 55-68% b. Umur 1 minggu: 47-65% c. Umur 1 bulan: 37-49%

d. Umur 3 bulan: 30-36% e. Umur 1 tahun: 29-41% f. Umur 10 tahun: 36-40% g. Laki-laki dewasa: 42-54% h. Wanita dewasa: 38-46%

Hematokrit (HCT) pada dasarnya persentase darah Anda yang terdiri dari sel-sel darah merah. Bila hematokrit diuji, darah dianggap memiliki dua komponen utama yaitu sel darah merah (sel darah merah) dan plasma. Plasma sebagian besar air, bersama dengan protein plasma tertentu, glukosa darah, dan lain-lain sel-sel darah merah adalah bagian hematokrit.

6

2.2.2 Pemeriksaan Jumlah Eritrosit Eritrosit merupakan jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah dalam hewan bertulang belakang. Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen. Hemoglobin akan mengambil oksigen dari paru-paru, dan oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler. Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel darah merah dibuat di sumsum tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf. Di dalam sel darah merah tidak terdapat nukleus. Eritrosit/ sel darah merah berfungsi sebagai tranportasi hemoglobin dengan kata lain juga mentranportasikan oksigen (O2), maka jumlah oksigen (O2) yang diterima oleh jaringan bergantung kepada jumlah dan fungsi dari eritrosit/ sel darah merah dan Hemoglobin-nya.

Nilai rujukan sel darah merah dapat diklasifikasikan berdasarkan usia dan jenis kelamin yaitu sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. Pria dewasa : 4,5-6,5 juta/mm3 Wanita dewasa : 3,9-5,6 juta/mm3 < 3 bulan : 4,0-5,6 juta/mm3 3 bulan : 3,2-4,6 juta/mm3 1 tahun : 3,6-5,0 juta/mm3 12 tahun : 4,2-5,2 juta/mm3

Pada manusia, hemoglobin dalam sel darah merah mempunyai peran untuk mengantarkan lebih dari 98% oksigen ke seluruh tubuh, sedangkan sisanya terlarut dalam plasma darah. Eritrosit dalam tubuh manusia menyimpan sekitar 2.5 gram besi, mewakili sekitar 65% kandungan besi di dalam tubuh manusia. Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6-8 m dan ketebalan 2 m, lebih kecil daripada sel-sel lainnya yang terdapat pada tubuh manusia. Eritrosit normal memiliki 7

volume sekitar 9 femtoliter. Sekitar sepertiga dari volume diisi oleh hemoglobin, total dari 270 juta molekul hemoglobin, dimana setiap molekul membawa 4 gugus heme. Nilai eritrosit rata-rata (Mean corpuscular values) atau disebut juga Indeks eritrosit/ sel darah merah merupakan bagian dari pemeriksaan laboratorium hitung darah lengkap (Complete blood count) yang memberikan keterangan mengenai ukuran rata-rata eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin (Hb) per eritrosit. Biasanya digunakan untuk membantu mendiagnosis penyebab anemia (suatu kondisi di mana ada terlalu sedikit eritrosit/ sel darah merah). Indeks/ nilai yang biasanya dipakai antara lain : 1. Mean Corpuscular Volume (MCV) = Volume Eritrosit rata-rata (VER), yaitu volume rata-rata sebuah eritrosit disebut dengan fermatoliter/ rata-rata ukuran eritrosit. 2. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) = Hemoglobin Eritrosit rata-rata (HER), yaitu banyaknya hemoglobin per eritrosit disebut dengan pikogram. 3. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) = Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit rata-rata (KHER), yaitu kadar hemoglobin yang didapat per eritrosit, dinyatakan dengan persen (%) (satuan yang lebih tepat adalah gram hemoglobin per dL eritrosit). Nilai MCV mencerminkan ukuran eritrosit, sedangkan MCH dan MCHC mencerminkan isi hemoglobin eritrosit. Penetapan indeks/ nilai rata-rata eritrosit ini digunakan untuk mendiagnosis jenis anemia yang nantinya dapat dihubungkan dengan penyebab anemia tersebut. Anemia didefinisikan berdasarkan ukuran sel (MCV) dan jumlah Hb per eritrosit (MCH) :a. b. c.

Anemia mikrositik : nilai MCV kecil dari batas bawah normal Anemia normositik : nilai MCV dalam batas normal Anemia makrositik : nilai MCV besar dari batas atas normal 8

d. e. f.

Anemia hipokrom : nilai MCH kecil dari batas bawah normal Anemia normokrom : nilai MCH dalam batas normal Anemia hiperkrom : nilai MCH besar dari batas atas normal Tujuan akhir dari penetapan nilai-nilai ini adalah untuk

mendiagnosis penyebab anemia. Berikut ini adalah jenis anemia dan penyebabnya:a.

Normositik normokrom, anemia disebabkan oleh hilangnya darah tiba-tiba, katup jantung buatan, sepsis, tumor, penyakit jangka panjang atau anemia aplastik.

b.

Mikrositik hipokrom, anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi, keracunan timbal, atau talasemia.

c.

Mikrositik normokrom, anemia disebabkan oleh kekurangan hormon eritropoietin dari gagal ginjal.

d.

Makrositik normokrom, anemia disebabkan oleh kemoterapi, kekurangan folat, atau vitamin B-12 defisiensi.

2.2.3 Penetapan Golongan darah Sistem ABO Darah merupakan suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan yang disebut dengan plasma. Secara keseluruhan darah dapat dianggap sebagai jaringan pengikat dalam arti luas karena pada dasarnya terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi interselular yang berbentuk plasma. Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Dengan kata lain, golongan darah ditentukan oleh jumlah zat (kemudian disebut antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah. Menurut Landsteiner, golongan darah manusia dapat dibedakan menjadi golongan darah A, AB, B, dan 0 (nol). Penggolongan darah AB0 berdasarkan ada tidaknya antigen-antibodi di dalam darah seseorang. Antigen (zat asing) yang dibentuk berupa aglutinogen (zat yang

9

menggumpalkan), sedangkan antibodi (pelawan antigen) yang dibentuk berupa agglutinin (zat yang digumpalkan). Keduanya merupakan protein. Antigen merupakan zat-zat yang mampu dalam kondisi yang tepat menginduksi suatu respon imun spesifik dan bereaksi dengan produk respon tersebut, yakni dengan antibodi spesifik atau limfosit-limfosit T yang disentisasi secara khusus, atau keduanya. Antigen dapat berupa zat terlarut, seperti toksin dan protein asing, atau partikel, seperti bakteri dan sel jaringan. Akan tetapi, hanya bagian molekul protein dan polisakaridanya saja yang diketahui sebagai antigenic determinan yang bergabung dengan antibodi atau suatu reseptor spesifik pada suatu limfosit. Jika darah seseorang ditransfusikan pada orang yang berbeda golongan darahnya, glikoproteinnya akan dikenali sebagai antigen oleh antibodi. Antibodi merupakan imunnoglobulin yang mempunyai suatu

rantai asam amino spesifik, dengan demikian molekul ini hanya berinteraksi dengan antigen yang mengindeksi sintesis molekul ini di dalam sel dari sel limfoid (khususnya sel plasma), atau dengan antigen yang sangat erat hubunganya dengan antigen tersebut. Antibodi digolongkan menurut cara kerjanya, seperti agglutinin, bakteriolisin, hemolisin, opsonin, presiptin dan lain-lain. Golongan Darah (fenotip) A B AB O Antigen dalam Eritrosit A B AB O Anti-B Anti-A Anti A, Anti-B IA IB IAIB IO IAIO / IAIA IBIO / IBIB IAIB IOIO Antibodi dalam serum Alel dalam Kromosom Genotip

Tabel 1. Karakteristik Golongan darah sitem ABO Pada sistem ABO, terdapat dua macam antigen, yaitu antigen A dan antigen B, serta dua macan antibodi, yaitu anti-A dan anti-B. Agar 10

tidak terjadi penggumpalan darah akibat reaksi internal antara antigen dan antibodi sejenis. Kombinasi antigen dan antibodi yang berbeda akan menentukan golongan darah seseorang, yaitu A, B,AB, dan O.

3.3 PRAKTIKUM III PEMERIKSAAN KOAGULASI 3.3.1 Pemeriksaan Waktu Pembekuan Test waktu pembekuan digunakan untuk menentukan lamanya waktu yang diperlukan darah untuk membeku. Adanya gangguan pada faktor koagulasi terutama yang membentuk tromboplastin, maka waktu pembekuan akan memanjang. Proses pembekuan darah yang normal mempunyai 3 tahap yaitu : 1. Fase koagulasi Koagulasi diawali dalam keadaan homeostasis dengan adanya cedera vascular. Vasokonstriksi merupakan respon segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen pada dinding pembuluh yang terpajang dengan cedera. Trombosit yang terjerat di tempat terjadinya luka mengeluarkan suatu zat yang dapat mengumpulkan trombosittrombosit lain di tempat tersebut. Kemudian ADP dilepas oleh trombosit, menyebabkan agregasi trombosit. Sejumlah kecil trombin juga merangsang agregasi trombosit, bekerja memperkuat reaksi. Trombin adalah protein lain yang membantu pembekuan darah. Zat ini dihasilkan hanya di tempat yang terluka, dan dalam jumlah yang tidak boleh lebih atau kurang dari keperluan. Selain itu, produksi trombin harus dimulai dan berakhir tepat pada saat yang diperlukan. Dalam tubuh terdapat lebih dari dua puluh zat kimia yang disebut enzim yang berperan dalam pembentukan trombin. Enzim ini dapat merangsang ataupun bekerja sebaliknya, yakni menghambat pembentukan trombin. Proses ini terjadi melalui pengawasan yang cukup ketat sehingga trombin hanya terbentuk saat benar-benar terjadi luka pada jaringan tubuh. 11

Factor III trombosit, dari membran trombosit juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini, terbentuklah sumbatan trombosit, kemudian segera diperkuat oleh protein filamentosa (fibrin). (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson, 2003) Produksi fibrin dimulai dengan perubahan factor X menjadi Xa, seiring dengan terbentuknya bentuk aktif suatu factor. Factor X dapat diaktivasi melalui dua rangkaian reaksi. Rangkaian pertama memerlukan factor jaringan, atau tromboplastin jaringan, yang dilepaskan oleh endotel pembuluh darah pada saat cedera.. karena factor jaringan tidak terdapat di dalam darah, maka factor ini merupakan factor ekstrinsik koagulasi, dengan demikian disebut juga jalur ekstrinsik untuk rangkaian ini. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson, 2003) Rangkaian lainnya yang menyebabkan aktivasi factor X adalah jalur intrinsic, disebut demikian karena rangkaian ini menggunakan factorfaktor yang terdapat dalam system vascular plasma. Dalam rangkaian ini, terjadi reaksi kaskade, aktivasi satu prokoagulan menyebabkan aktivasi bentuk pengganti. Jalur intrinsic ini diawali dengan plasma yang keluar terpajan dengan kulit atau kolagen di dalam pembuluh darah yang rusak. Factor jaringan tidak diperlukan, tetapi trombosit yang melekat pada kolagen berperan. Faktor XII, XI, dan IX harus diaktivasi secara berurutan, dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X dapat diaktivasi. Zat-zat prakalikrein dan HMWK juga turut berpartisipasi, dan diperlukan ion kalsium. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson, 2003) Dari hal ini, koagulasi terjadi di sepanjang apa yang dinamakan jalur bersama. Aktivasi aktor X dapat terjadi sebagai akibat reaksi jalur ekstrinsik atau intrinsik. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa kedua jalur tersebut berperan dalam hemostasis. Langkah selanjutnya pada pembentukan fibrin berlangsung jika faktor Xa, dibantu fosfolipid dari trombosit yang diaktivasi, memecah protrombin, membentuk trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. Fibrin ini pada awalnya merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit, dan 12

memerangkap sel-sel darah. Untaian fibrin kemudian memendek (retraksi bekuan), mendekatkan tepi-tepi dinding pembuluh darah yang cederadan menutup daerah tersebut. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson, 2003) 2. Penghentian pembentukan bekuan Setelah pembentukan bekuan, sangat penting untuk melakukan pengakhiran pembekuan darah lebih lanjut untuk menghindari kejadian trombotik yang tidak diinginkan.yang disebabkan oleh pembentukan bekuan sistemik yang berlebihan. Antikoagulan yang terjadi secara alami meliputi antitrombin III (ko-faktor heparin), protein C dan protein S. Antitrombin III bersirkulasi secara bebas di dalam plasma dan menghambat sistem prokoagulan, dengan mengikat trombin serta mengaktivasi faktor Xa, IXa, dan XIa, menetralisasi aktivitasnya dan menghambat pembekuan. Protein C, suatu polipeptida, juga merupakan suatu antikoagulan fisiologi yang dihasilkan oleh hati, dan beredar secara bebas dalam bentuk inaktif dan diaktivasi menjadi protein Ca. Protein C yang diaktivasi

menginaktivasi protrombin dan jalur intrinsik dengan membelah dan menginaktivasi faktor Va dan VIIIa. Protein S mempercepat inaktivasi faktor-faktor itu oleh protein protein C. Trombomodulin, suatu zat yang dihasilkan oleh dinding pembuluh darah, diperlukan untuk menimbulkan pengaruh netralisasi yang tercatat sebelumnya. Defisiensi protein C dan S menyebabkan spisode trombotik. Individu dengan faktor V Leiden resisten terhadap degradasi oleh protein C yang diaktivasi. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson, 2003) 3. Resolusi bekuan Sistem fibrinolitik merupakan rangkaian yang fibrinnya dipecahkan oleh plasmin (fibrinolisin) menjadi produk-produk degradasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan. Diperlukan beberapa interaksi untuk mengubah protein plasma spesifik inaktif di dalam sirkulasi menjadi enzim fibrinolitik plasmin aktif. Protein dalam bersirkulasi, yang dikenal sebagai proaktivator plasminogen, dengan adanya enzim-enzim kinase seperti

13

streptokinase, stafilokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa, dikatalisasi menjadi aktivator plasminogen. Dengan adanya enzim-enzim tambahan seperti urokinase, maka aktivator-aktivator mengubah plasminogen, suatu protein plasma yang sudah bergabung dalam bekuan fibrin, menjadi plasmin. Kemudian plasmin memecahkan fibrin dan fibrinogen menjadi fragmen-fragmen (produk degradasi fibrin-fibrinogen), yang mengganggu aktivitas trombin, fungsi trombosit, dan polimerisasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan. Makrofag dan neutrofil juga berperan dalam fibrinolisis melalui aktivitas fagositiknya. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson, 2003) Dalam kenyataannya tidak semua orang mempunyai mekanisme pembekuan darah yang normal, ada juga orang yang mengalami gangguan pembekuan darah. Gangguan pembekuan darah diartikan sebagai keadaan dimana terjadi gangguan pada proses sumbat terhadap perdarahan yang terjadi. Gangguan pembekuan darah dapat disebabkan oleh faktor genetik, supresi komponen genetik, atau konsumsi komponen pembekuan. Dalam paper ini akan dibahas beberapa contoh penyakit akibat gangguan pembekuan darah, antara lain: 1. Hemofilia 2. Von willebrand 3. Trombositosis 4. Tronbositopenia 5. D.I.C (disseminated intravascular coagulation) atau pembekuan intravaskuler tersebar 6. Kelainan vaskuler

3.3.2 Pemeriksaan Rumple Leed Rumple leed adalah tes yang digunakan untuk menguji berbagai gangguan yang ditandai dengan meningkatnya perdarahan ( seperti demam kirmizi, dan trombositopenia) yang ditunjukan dengan pembentukan beberapa petechiae pada lengan bawah. 14

3.3.3 Pemeriksaan Waktu Perdarahan Waktu perdarahan (bleeding time, BT) adalah uji laboratorium untuk menentukan lamanya tubuh menghentikan perdarahan akibat trauma yang dibuat secara laboratoris. Pemeriksaan ini mengukur hemostasis dan koagulasi. Masa perdarahan tergantung atas : ketepatgunaan cairan jaringan dalam memacu koagulasi, fungsi pembuluh darah kapiler dan trombosit. Pemeriksaan ini terutama mengenai trombosit, yaitu jumlah dan kemampuan untuk adhesi pada jaringan subendotel dan membentuk agregasi. Kelainan perdarahan ditandai dengan kecenderungan untuk mudah mengalami perdarahan, yang bisa terjadi akibat kelainan pada pembuluh darah maupun kelainan pada darah. Kelainan yang terjadi bisa ditemukan pada faktor pembekuan darah atau trombosit. Dalam keadaan normal, darah terdapat di dalam pembuluh darah (arteri, kapiler dan vena). Jika terjadi perdarahan, darah keluar dari pembuluh darah tersebut, baik ke dalam maupun ke luar tubuh. Tubuh mencegah atau mengendalikan perdarahan melalui beberapa cara. Homeostatis adalah cara tubuh untuk mengentikan perdarahan pada pembuluh darah yang mengalami cedera. Hal ini melibatkan 3 proses utama: 1. Konstriksi (pengkerutan) pembuluh darah 2. Aktivitas trombosit (partikel berbentuk seperti sel yang tidak teratur, yang terdapat di dalam darah dan ikut serta dalam proses pembekuan) 3. Aktivitas faktor-faktor pembekuan darah (protein yang terlarut dalam plasma) Kelainan pada proses ini bisa menyebabkan perdarahan ataupun pembekuan yang berlebihan, dan keduanya bisa berakibat fatal.

3.3.4 Identifikasi sel leukosit Leukosit adalah sel darah yang mengendung inti, disebut juga sel darah putih. Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-

15

rata 5000-9000sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi. Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler: limfosit sel kecil dengan sitoplasma sedikit dan monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosit granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (ataueosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboiddan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus ke dalam jaringan penyambung.

Kelainan leukosit a. kelainan sitoplasma i. granulasi toksik (infeksi bakteri akut, luka bakar, intoksikasi) ii. agranulasi polimorfonuklear (leukemia, sindrom mielodisplasia) iii. iv. v. badan dohle(keracunan, luka bakar, infeksi berat) batang aurer (leukemia mieloid akut) limfositik plasma biru (infeksi virus, mononukleosis infeksiosa) vi. vii. smudge sel (leukemia limfositik kronik) vakuolisasi (keracunan, infeksi berat)

b. kelainan inti sel i. hipersegmentasi (an.megaloblastik, infeksi,uremia, LGK) 16

ii. iii.

inti piknotik (sepsis, leukemia) anomali Pelger Huet (leukemia kronik, mielodisplastik)

c. kelainan kuantitatif 1. Leukositosis a. neutofilia (infeksi bakteri akut) b. basofilia (gangguan mieloproliferatif c. monositosis (infeksi kronis, malaria, riketsia, penyakit kolagen vaskular,dll) d. limfositosis (gangguan imunologik berkepanjangan, infeksi virus) e. eosinofilia ( hay fever, penyakit kulit alergi, infeksi parasit, reaksi obat,dll) 2. Leukopenia a. neutropenia (obat kemoterapi kanker, toksin, respon imun, hematologik, infeksi) b. limfopenia ( destruksi, infeksi virus , HIV) c. eosinopenia (obat, stress)

17

BAB III ALAT DAN BAHAN 3.1 PRAKTIKUM I PEMERIKSAAN DARAH RUTIN 3.1.1 Pemeriksaan Laju Endap Darah ( LED ) Alat: 1. Tabung Westergreen 2. Spuit 3. Bluetip 4. Rak Westergreen 5. Tabung kosong Bahan: 1. Darah EDTA 2. Reagensia Larutan Natrium Sitrat 3,8% 3.1.2 Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Alat: 1. Hemometer Sahli, yang terdiri dari: a. Tabung pengencer panjang 12 cm, dinding bergaris mulai angka 2 ( bawah ) sampai dengan 22 ( atas ). b. Tabung standrat Hb. c. Pipet Hb dengan pipet karet panjang 12,5 terdapat angka 20 l. d. Pipet HCL. e. Botol tempat aquades dan HCL 0,1 N. f. Batang oengaduk (dari kaca). 2. Alat untuk mengambil darah ( spuit ) Bahan: 1. Darah EDTA 2. Larutan HCL 0,1 N 3. Aquades 3.1.3 Pemeriksaan Jumlah Leukosit Alat: 1. Hemositometer : a. Bilik hitung Neubauer Improved atau Buker 18

Luas bilik = 3x3 mm2 Di dalam bilik terdapat: i. Kotak besar : 1x1 mm2 ii. Kotak sedang ditengah 1/5 x 1/5 mm2 dan di empat sudut x mm2 iii. Kotak kecil : 1/20 x 1/20 mm2 Tinggi / dalam : 0,1 mm Kotak sedang : W: Leukosit (1,3,7,9) : x mm2 R: Eritrosit (5) : 1/5 x 1/5 mm2

Gambar 1. Bilik hitung 2. Pipet leukosit Gunakan pipet yang terdapat bola putih didalamnya, dan mempunyai garis skala 0,5-1-11. 3. Kaca penutup 4. Mikroskop Bahan: 1. Darah EDTA

3.2 PRAKTIKUM - II PEMERIKSAAN DARAH KHUSUS ATAU LAIN 3.2.1 Pemeriksaan Hematokrit dengan Metode Mikro Hematokrit Alat: 1. Pipet Hematokrit: Panjang 7,5 cm

Diameter 1,2 mm 19

2. Vasellin 3. Sentrifuge yang dapat memutar dengan kecepatan 16.000 rpm

Gambar 2. Sentrifuge 4. Skala pembaca Ht ( hematokrit ) Bahan: 1. Darah vena 3.2.2 Pemeriksaan Jumlah Eritrosit Alat: 1. Bilik hitung Neubauer Improve 2. Kaca penutup 3. Pipet Eritrosit: Pipet dengan bola merah dengan skala 0,5 1 101

Gambar 3. Pipet eritrosit 20

4. Mikroskop 5. Spuit Bahan: 1. Larutan Hayem ( Reagen ), terdiri dari: a. Na2SO4 kristal b. NaCl c. HgCl2 d. Aquadest 2. Darah Vena 3.3.3 Penetapan Golongan darah Sistem ABO Alat: 1. Gelas Obyek 2. Pengaduk 3. Pipet Bahan: 1. Darah vena 2. Serum anti A 3. Serum anti B : 5,0 gram : 1,0 gram : 0,5 gram : 200,0 ml

Gambar 4. Serum anti A dan serum anti B 3.3 PRAKTIKUM III PEMERIKSAAN KOAGULASI 3.3.1 Pemeriksaan Waktu Pembekuan Alat: 21

1. Tabung reaksi 2. Alat pengambilan darah vena 3. Stopwatch 4. Rak tabung 3.3.2 Pemeriksaan Rumple Leed Alat: 1. Tensimeter 2. Stetoskop 3.3.3 Pemeriksaan Waktu Perdarahan Alat: 1. Lancet 2. Kapas alkohol 3. Gelas obyek 4. Kertas saring 5. Stopwatch 3.3.4 Identifikasi Leukosit Alat: 1. Mikroskop 2. Sediaan apus

22

BAB IV CARA KERJA 4.1 PRAKTIKUM I PEMERIKSAAN DARAH RUTIN 4.1.1 Pemeriksaan Laju Endap Darah ( LED ) Cara Pemeriksaan: 1. Menghisap larutan natrium sitrat 3,8% dengan spuit sampai angka 150 pada tabung westergreen. 2. Mengisap darah itu dengan spuit sebanyak 1,6 ml darah sehingga mendapatkan 2,0 ml campuran. 3. Masukanlah campuran itu ke dalam tabung dan campurlah baik-baik. 4. Menghisap campuran darah itu ke dalam pipet wistergreen sampai garis bertanda 0 mm. 5. Memasang pipet itu dalam keadaan tegak lurus di rak westergreen, diamkan selama 60 menit. 6. Membaca tingginya lapisan plasma dalam millimeter dan melaporkan angka itu sebagai laju endap darah.

4.1.2 Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Cara Pemeriksaan: 1. Mengisi tabung pengencer dengan HCL 0,1 N sebanyak 5 tetes. 2. Menghisap darah dengan pipet Hb sampai angka 20 ada gelembung udara yang ikut terhisap. 3. Menghapus darah yang ada pada ujung pipet. 4. Menuangkan darah ke dalam tabung pengencer, membilas dengan HCL bila masih ada darah dalam pipet. 5. Mendiamkan kurang lebih 1 menit. 6. Menambahkan aquadest tetes demi tetes, mengaduk dengan batang kaca pengaduk. 7. Membandingkan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutan standar. 8. Persamaan campuran dengan batang standar harus dicapai dalam waktu 3-5 menit setelah darah tercampur dengan HCL. 23 jangan sampai

9. Bila warna sudah sama, penambahan aquades dihentikan, membaca kadar Hb pada skala berwarna kuning yang ada di tabung pengencer.

4.1.3 Pemeriksaan Jumlah Leukosit Cara pemeriksaan: 1. Bilik hitung dicari dengan mikroskop, mencari kotak dipojok bilik hitung. 2. Menghisap darah dengan menggunakan pipet leukosit sampai angka 1 (pada pengenceran = 10 kali). 3. Menghapus darah yang melekat pada ujung pipet. 4. Kemudian dengan pipet yang sama menghisap larutan turk sampai garis skala 11. 5. Hati-hati jangan sampai ada gelembung gas. 6. Mengangkat pipet dari ujung cairan pipet dengan ujung jari lalu melepaskan karet penghisap. 7. Mengocok dengan arah horizontal selama 15-30 detik. 8. Membuang 3 tetesan pertama. 9. Menuang pada bilik hitung yang telah ditutup dengan kaca penutup dan diletakkan di mokroskop. 10. Melakukan penghitungan sel leukosit dengan pembesaran obyektif 10x atau 40x. 4.2 PRAKTIKUM II PEMERIKSAAN DARAH KHUSUS ATAU LAIN 4.2.1 Pemeriksaan Hematokrit dengan Metode Mikro Hematokrit Cara pemeriksaan: 1. Mengisi tabung kapiler darah dengan darah sampai tabung. 2. Menutup ujung yang kosong dengan vasellin, hingga benar-benar tertutup. 3. Sentrifuge dengan kecepatan 16.000 rpm selama 3 5 menit. 4. Membaca hasil dengan skala hematokrit panjang kolom merah.

24

4.2.2

Pemeriksaan Jumlah Eritrosit Cara pemeriksaan: 1. Bilik hitung yang telah ditutup dengan kaca penutup diletakkan dibawah mikroskop. 2. Mencari kotak kecil atau kotak eritrosit yang berada ditengah. 3. Menghisap darah menggunakan pipet eritrosit sampai angka 0,5 dengan pengenceran 200 kali. 4. Membersihkan ujung pipet. 5. Mempertahankan posisi pipet, kemudian menghisap larutan Hayem sampai angka 101. 6. Membersihkan ujung pipet. 7. Mengocok dengan arah horizontal. 8. Membuang 3 tetes pertama. 9. Meneteskan ke bilik hitung lewat sela-sela kaca penutup.

4.2.3

Penetapan Golongan darah Sistem ABO Cara pemeriksaan: 1.Meneteskan serum anti A dan anti B pada gelas objek. 2.Mengontrol pada tempat yang berbeda-beda, masing-masing 1 tetes. 3.Masing-masing serum tetesi darah 1 tetes dalam jumlah yang sama banyak. 4.Mengaduk.

4.3 PRAKTIKUM III PEMERIKSAAN KOAGULASI 4.3.1 Pemeriksaan Waktu Pembekuan Cara pemeriksaan: 1. Menyiapkan 3 tabung reaksi yang bebas dari kotoran. 2. Mengambil darah vena 3 ml secara legeartis, saat darah mulai keluar jalankan stopwatch. 3. Memasukkan sampel darah perlahan-lahan pada 2 tabung pertama dengan posisi miring masing-masing 1 ml, sisanya masukkan pada tabung ke 3 sebagi kontrol.

25

4. Diamkan 2-3 menit, kemudian setiap 0,5 menit tabung 1 digoyang, catat waktu terjadinya pembekuan. Bila sudah timbul bekuan pada tabung 1, lakukan hal yang sama pada tabung 2. 5. Mengamati tabung ke-3, apakah sudah timbul bekuan, bila belum tampak bekuannya lakukan hal yang sama seeperti tabung yang lain.

4.3.2

Pemeriksaan Rumple Leed Cara pemeriksaan: 1. Mengukur tekanan sistole dan diastole, mengambil rata-ratanya. 2. Melakukan bendungan pada lengan atas pada tekanan rata-rata tersebut, maksimal 100 mmHg dan mempertahankan selama 10 menit. 3. Membaca hasilnya pada volar lengan bawah kira-kira 4 cm di bawah lipat siku dengan penampang 5 cm.

4.3.3

Pemeriksaan Waktu Perdarahan Cara pemeriksaan: 1. Cuping telinga tempat pemeriksaan dipijit-pijit supaya hipermis. 2. Membersihkan cuping telinga tersebut dengan kapas alkohol. 3. Menusuk dengan lancet selama 2-3 mm dan membiarkan darah keluar bebas, saat darah keluar, menjalankan stopwatch. 4. Menghisap darah vena yang keluar dengan kertas saring setiap 0,5 menit sampai darah berhenti, menghentikan stopwatch saat darah sudah tidak mengalir, dan mencatat waktunya.

4.3.4 Identifikasi Leukosit Cara pemeriksaan: 1. Memasang sediaan apus yang telah tersedia pada mikroskop. 2. Mengamati bentuk-bentuk leukosit pada sediaan apus tersebut.

26

BAB V HASIL 5.1 PRAKTIKUM I PEMERIKSAAN DARAH RUTIN 5.1.1 Pemeriksaan Laju Endap Darah ( LED ) Hasil pemeriksaan: 1. Tinggi lapisan plasma: 15 mm 2. Lama waktu pengamatan: 40 menit 3. Laju endap darah: 15 mm/40 menit Jadi hasil menunjukan normal dengan status pasien laki-laki.

5.1.2 Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Hasil pemeriksaan: Skala menunjukan 6 gr%. Jadi, kadar Hb tidak normal dengan status pasien penderita anemia.

5.1.3 Pemeriksaan Jumlah Leukosit Hasil pemeriksaan: leukosit = leukosit kotak sedang x 16 x 10 (tinggi bilik) x100 (pengenceran) Jumlah kotak yang dihitung = 121 16 = 12.100/mm3 x 16 x 10 x 100

5.2 PRAKTIKUM II PEMERIKSAAN DARAH KHUSUS ATAU LAIN 5.2.1 Pemeriksaan Hematokrit dengan Metode Mikro Hematokrit Hasil pemeriksaan: Hasil pemeriksaan hematokrit yaitu skala hematokrit menunjukkan angka 36 % pada panjang kolom merah. Jadi, nilai rujukan menurut DACIE menunjukkan status bayi 3 bulan yang normal yaitu 38 6%.

27

5.2.2 Pemeriksaan Jumlah Eritrosit Hasil pemeriksaan: a) Hasil pemeriksaan jumlah eritrosit yaitu sebagai berikut: eritrosit = eritrosit yang dihitung x 400 x 10 (tinggi bilik) x 100 (pengenceran) Jumlah kotak kecil = 373 80 = 3.730.000/mm3 ( Pada bayi 3 bulan ) x 400 x 10 x 200

b) Hasil pemeriksaan nilai eritrosit rata-rata atau nilai index eritrosit yaitu: MCV = VER = Ht Jumlah Eritrosit ( dalam juta ) = 36 3,73 = 96,5 femtoliter ( Abnormal ) x 10 x 10

c) Hasil pemeriksaan hemoglobin eritrosit rata-rata MCH = HER = Hb Jumlah Eritrosit ( dalam juta ) = 12 3,73 = 32,00 pikogram ( Normal ) x 10 x 10

d) Hasil pemeriksaan konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata MCHC = KHER = Hb Ht = 12 36 = 33,3% ( Normal ) x 100% x 100%

28

5.2.3 Penetapan Golongan darah Sistem ABO Berdasarkan hasil pemeriksaan, status pasien yaitu golongan darah B, karena yang menggumpal adalah darah yang telah diaduk dengan serum anti B.

Anti A

Anti B

5.3 PRAKTIKUM III PEMERIKSAAN KOAGULASI 5.3.1 Pemeriksaan Waktu Pembekuan Hasil pemeriksaan: Tabung 1 membeku dalam waktu 7 menit, tabung 2 membeku dalam waktu 9 menit. Jadi waktu pembekuannya adalah (7+9) : 2 = 16 : 2 = 8 menit.

5.3.2 Pemeriksaan Rumple Leed Hasil pemeriksaan: 1. Tekanan darah pasien 90/70, sehingga rata-ratanya 80. 2. Pasien tersebut normal, karena hanya timbul 2 buah petechie dalam waktu 10 menit. Apabila dalam 10 menit terdapat 10 atau lebih petechie, maka itu berarti bahwa pasien tersebut menderita demam berdarah, dengan gejala : a. Demam selama 2-7 hari b. Manifestasi pendarahan baik spontan maupun tidak c. Jumlah trombosit menurun menjadi kurang dari 100.000 d. Terjadi hemokonsentrasi atau hematokrit meningkat

5.3.3 Pemeriksaan Waktu Perdarahan Hasil pemeriksaan: Waktu pemeriksaan 2 menit 27 detik, sehingga pasien tersebut normal.

29

5.3.4 Identifikasi Leukosit Hasil pemeriksaan:

Gambar 1. Neutrofil

Gambar 2. Eosinofil

Gambar 3. Basofil 30

Gambar 4. Limfosit

Gambar 5. Monosit

31

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 PRAKTIKUM I PEMERIKSAAN DARAH RUTIN 6.1.1 Pemeriksaan Laju Endap Darah ( LED ) Pembahasan: Proses LED dapat dibagi dalam 3 tingkatan yaitu: tahap pembentukan rouleaux, tahap pengendapan dan tahap pemadatan. Pertama ialah tingkatan penggumpalan yang menggambarkan periode eritrosit membentuk

gulungan (rouleaux) dan sedikit sedimentasi. Kedua ialah tingkatan pengendapan cepat, yaitu eritrosit mengendap secara tetap dan lebih cepat. Ketiga ialah tingkatan pemadatan, pengendapan gumpalan eritrosit mulai melambat karena terjadi pemadatan eritrosit yang mengendap. Nilai rujukan LED pada metode westergreen untuk laki-laki 015 mm/jam dan perempuan 020 mm/ jam. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Laju Endap Darah (LED) adalah faktor eritrosit, faktor plasma dan faktor teknik. Jumlah eritrosit/l darah yang kurang dari normal, ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan eritrosit yang mudah beraglutinasi akan menyebabkan Laju Endap Darah (LED) cepat. Walau pun demikian, tidak semua anemia disertai Laju Endap Darah (LED) yang cepat. Pada anemia sel sabit, akantositosis, sferositosis serta poikilositosis berat, laju endap darah tidak cepat, karena pada keadaan-keadaan ini pembentukan rouleaux sukar terjadi. Pada polisitemia dimana jumlah eritrosit/l darah meningkat, Laju Endap Darah (LED) normal. Pembentukan rouleaux tergantung dari komposisi protein plasma. Peningkatan kadar fibrinogen dan globulin mempermudah pembentukan roleaux sehingga Laju Endap Darah (LED) cepat sedangkan kadar albumin yang tinggi menyebabkan Laju Endap Darah (LED) lambat.

32

6.1.2 Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Pembahasan: Nilai rujukan kadar hemoglobin tergantung dari umur dan jenis kelamin. Pada bayi baru lahir, kadar hemoglobin lebih tinggi dari pada orang 'dewasa yaitu berkisar antara 13,6 -- 19, 6 g/dl. Kemudian kadar hemoglobin menurun dan pada umur 3 tahun dicapai kadar paling rendah yaitu 9,5 -- 12,5 g/dl. Setelah itu secara bertahap kadar hemoglobin naik dan pada pubertas kadarnya mendekati kadar pada dewasa yaitu berkisar antara 11,5 -- 14,8 g/dl. Pada pria dewasa kadar hemoglobin berkisar antara 13 -- 16 g/dl sedangkan pada wanita dewasa antara 12 -- 14 d/dl. Pada wanita hamil terjadi hemodilusi sehingga untuk batas terendah nilai rujukan ditentukan 10 g/dl. Kadar hemoglobin yang kurang dari nilai rujukan merupakan salah satu tanda dari anemia. Menurut morfologi eritrosit didalam sediaan apus, anemia dapat digolongkan atas 3 golongan yaitu anemia mikrositik hipokrom, anemia makrositik dan anemia normositik normokrom 5 Setelah diketahui ada anemia kemudian ditentukan golongannya berdasarkan morfologi eritrosit rata-rata. Untuk mencari penyebab suatu anemia diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan lebih lanjut. Untuk penanganannya, anemia harus diidentifikasikan dahulu apakah Hb yang turun akibat dari Zat Besi (Fe) yang turun, atau ada komponen Hb yang lain yang turun, misalnya globin-nya atau proteinnya. Bila memang Fe-nya yang turun tentunya harus cukup mengkonsumsi tablet besi (Sulfusferrosus). Sekarang bentuknya tablet berbagai ragam. Ada yang disatukan dengan Effervescent, atau dengan Vitamin B, dan sebagainya. Sedangkan bila kadar proteinnya yang turun, tentunya harus konsumsi makanan atau minuman tinggi protein. Ini pun bentuknya sudah beragam, ada yang berbentuk susu, berbentuk minuman bertenaga dan yang paling banyak mungkin berbentuk makanan lauk-pauk sehari-hari. Bila kadar hemoglobin lebih tinggi dari nilai rujukan, maka keadaan ini disebut polisitemia. Polisitemia ada 3 macam yaitu polisitemia vera, suatu penyakit yang tidak diketahui penyebabnya; polisitemia sekunder, suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat berkurangnya saturasi oksigen misalnya pada kelainan jantung bawaan, penyakit paru dan lain-lain, atau karena peningkatan kadar eritropoietin misal pada tumor hati dan ginjal 33

yang menghasilkan eritropoietin berlebihan; dan polisitemia relatif, suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasmanya misal pada luka bakar

6.1.3 Pemeriksaan Jumlah Leukosit Pembahasan: 1. Netrofilia Netrofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil lebih dari 7000/l dalam darah tepi. Penyebab biasanya adalah infeksi bakteri, keracunan bahan kimia dan logam berat, gangguan metabolik seperti uremia, nekrosia jaringan, kehilangan darah dan kelainan mieloproliferatif. Banyak faktor yang mempengaruhi respons netrofil terhadap infeksi, seperti penyebab infeksi, virulensi kuman, respons penderita, luas peradangan dan pengobatan. Infeksi oleh bakteri seperti Streptococcus hemolyticus dan Diplococcus pneumonine menyebabkan netrofilia yang berat, sedangkan infeksi oleh Salmonella typhosa dan Mycobacterium tuberculosis tidak menimbulkan netrofilia. Pada anak-anak netrofilia biasanya lebih tinggi dari pada orang dewasa. Pada penderita yang lemah, respons terhadap infeksi kurang sehingga sering tidak disertai netrofilia. Derajat netrofilia sebanding dengan luasnya jaringan yang meradang karena jaringan nekrotik akan melepaskan leukocyte promoting substance sehingga abses yang luas akan menimbulkan netrofilia lebih berat daripada bakteremia yang ringan. Pemberian adrenocorticotrophic hormone (ACTH) pada orang normal akan menimbulkan netrofilia tetapi pada penderita infeksi berat tidak dijumpai netrofilia Rangsangan yang menimbulkan netrofilia dapat mengakibatkan dilepasnya granulosit muda keperedaran darah dan keadaan ini disebut pergeseran ke kiri atau shift to the left. Pada infeksi ringan atau respons penderita yang baik, hanya dijumpai netrofilia ringan dengan sedikit sekali pergeseran ke kiri. Sedang pada infeksi berat dijumpai netrofilia berat dan banyak ditemukan sel muda. Infeksi tanpa netrofilia atau dengan netrofilia ringan disertai banyak sel muda menunjukkan infeksi kurang. yang tidak teratasi atau respons penderita yang

34

Pada infeksi berat dan keadaan toksik dapat dijumpai tanda degenerasi, yang sering dijumpai pada netrofil adalah granula yang lebih kasar dan gelap yang disebut granulasi toksik. Disamping itu dapat

dijumpai inti piknotik dan vakuolisasi baik pada inti maupun sitoplasma. 2. Eosinofilia Eosinofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah eosinofil lebih dari 300/l darah. Eosinofilia terutama dijumpai pada keadaan alergi. Histamin yang dilepaskan pada reaksi antigen-antibodi merupakan substansi khemotaksis yang menarik eosinofil. Penyebab lain dari eosinofilia adalah penyakit kulit kronik, infeksi dan infestasi parasit, kelainan hemopoiesis seperti polisitemia vera dan leukemia granulositik kronik. 3. Basofilia Basofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah basofil lebih dari 100/l darah. Basofilia sering dijumpai pada polisitemia vera dan leukemia granulositik kronik. Pada penyakit alergi seperti eritroderma, urtikaria pigmentosa dan kolitis ulserativa juga dapat dijumpai basofilia. Pada reaksi antigen-antibodi basofil akan melepaskan histamin dari granulanya. 4. Limfositosis Limfositosis adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah limfosit lebih dari 8000/l pada bayi dan anak-anak serta lebih dari 4000/l darah pada dewasa. Limfositosis dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti morbili, mononu-kleosis infeksiosa; infeksi kronik seperti tuberkulosis, sifilis, per-tusis dan oleh kelainan limfoproliferatif seperti leukemia limfositik kronik dan makroglobulinemia primer. 5. Monositosis Monositosis adalah suatu keadaan dimana jumlah monosit lebih dari 750/l pada anak dan lebih dari 800/l darah pada orang dewasa. Monositosis dijumpai pada penyakit mieloproliferatif seperti leukemia monositik akut dan leukemia mielomonositik akut; penyakit kollagen seperti lupus eritematosus sistemik dan reumatoid artritis; serta pada beberapa penyakit infeksi baik oleh bakteri, virus, protozoa maupun jamur. Perbandingan . antara monosit : limfosit mempunyai arti 35

prognostik pada tuberkulosis. Pada keadaan normal dan tuberkulosis inaktif, perbandingan antara jumlah monosit dengan limfosit lebih kecil atau sama dengan 1 /3, tetapi pada tuberkulosis aktif dan menyebar, perbandingan tersebut lebih besar dari 1/3. 6. Netropenia Netropenia adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil kurang dari 2500/l darah. Penyebab netropenia dapat dikelompokkan atas 3 golongan yaitu meningkatnya pemindahan netrofil dari peredaran darah, gangguan pembentukan netrofil dan yang terakhir yang tidak diketahui penyebabnya. Termasuk dalam golongan pertama misalnya umur

netrofil yang memendek karena drug induced. . Beberapa obat seperti aminopirin bekerja sebagai hapten dan merangsang pembentukan antibodi terhadap leukosit. Gangguan pembentukan dapat terjadi akibat radiasi atau obat-obatan seperti kloramfenicol, obat anti tiroid dan fenotiasin; desakan dalam sum-sum tulang oleh tumor. Netropenia yang tidak diketahui sebabnya misal pada infeksi seperti tifoid infeksi virus, protozoa dan rickettisa; cyclic neutropenia, dan chronic idiopathic neutropenia. 7. Limfopenia Pada orang dewasa limfopenia terjadi bila jumlah limfosit kurang dari 1000/l dan pada anak-anak kurang dari 3000/l darah. Penyebab limfopenia adalah produksi limfosit yang menurun seperti pada penyakit Hodgkin, sarkoidosis; penghancuran yang meningkat yang dapat disebabkan oleh radiasi, kortikosteroid dan obat-obat sitotoksis; dan kehilangan yang meningkat seperti pada thoracic duct drainage dan protein losing enteropathy. 8. Eosinopenia dan lain-lain Eosinopenia terjadi bila jumlah eosinofil kurang dari 50/l darah. Hal ini dapat dijumpai pada keadaan stress seperti syok, luka bakar, perdarahan dan infeksi berat; juga dapat terjadi pada hiperfungsi koreks adrenal dan pengobatan dengan kortikosteroid. Pemberian epinefrin

akan menyebabkan penurunan jumlah eosinofil dan basofil, sedang jumlah monosit akan menurunpada infeksi akut. Walaupun demikian, jumlah basofil, eosinofil dan monosit yang kurang dari normal kurang 36

bermakna dalam klinik. Pada hitung jenis leukosit pada pada orang normal, sering tidak dijumlah basofil maupun eosinofil.

6.2 PRAKTIKUM - II PEMERIKSAAN DARAH KHUSUS ATAU LAIN 6.2.1 Pemeriksaan Hematokrit dengan Metode Mikro Hematokrit Hasil pemeriksaan hematokrit dengan metode Mikro Hematokrit yang telah dilakukan menunjukkan bahwa panjang kolom merah pada skala pembaca hematokrit yaitu 36%. Jika ditinjau nilai rujukan menurut DACIE, menunjukkan adanya nilai yang normal pada status bayi 3 bulan sebesar 38 6%.

6.2.2

Pemeriksaan Jumlah Eritrosit Hasil pengamatan pemeriksaan jumlah hematokrit yang telah dilakukan sebanyak 3.730.000/mm3. Hasil tersebut sesuai dengan nilai rujukan yang ada pada status bayi 3 bulan yaitu antara 3,2 sampai 4,5 juta. Atau secara matematis dapat ditulis:

eritrosit = eritrosit yang dihitung x 400 x 10 (tinggi bilik) x 100 (pengenceran) Jumlah kotak kecil = 373 80 = 3.730.000/mm3 ( Pada bayi 3 bulan ) x 400 x 10 x 200

Selain mengamati jumlah eritrosit, pada pemeriksaan eritrosit ini juga dapat mengetahui atau dihitung nilai eritrosit rata-rata ( nilai indeks eritrosit ) yang terdiri dari: 1. MCV ( Mean Corpusculer Volume ) atau VER ( Volume Eritrosit Rata-rata ). 2. MCH (Mean Corpusculer Hemoglobin ) atau HER ( Hemoglobin Eritrosit Rata-rata ) 3. MCHC (Mean Corpusculer Hemoglobin Concentration ) atau KHER ( Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata ) Hasil pengamatan menunjukkan: 1. MCV ( Mean Corpusculer Volume ) atau VER ( Volume Eritrosit Rata-rata ). 37

Hasil pengukuran volume eritrosit rata-rata yang telah dilakukan yaitu sebesar 96,5 Femtoliter. Nilai MCV tersebut termasuk nilai abnormal, karena nilai normal untuk volume eritrosit rata-rata antara 82 92 Femtoliter. Akan tetapi keadaan ini tidak berpengaruh ataupun membahayakan bagi tubuh. Dikatakan membahayakan bagi tubuh, jika nilai eritrosit yang didapat kurang dari standar nilai eritrosit normal. Hal ini sering disebut dengan Anemia. Atau secara matematis dapat dituliskan: MCV = VER = Ht Jumlah Eritrosit ( dalam juta ) = 36 3,73 = 96,5 femtoliter ( Abnormal ) x 10 x 10

2. MCH (Mean Corpusculer Hemoglobin ) atau HER ( Hemoglobin Eritrosit Rata-rata ) Hasil pengukuran hemoglobin eritrosit rata-rata yang telah dilakukan yaitu sebesar 32 Pikogram. Nilai MCH tersebut termasuk dalam nilai yang normal, karena standar nilai normal yang ada untuk pengukuran MCH yaitu 27 32 Pikogram. Sehingga tidak ditemukannya tanda-tanda yang membahayakan bagi tubuh karena jumlahnya masih normal. Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: MCH = HER = Hb Jumlah Eritrosit ( dalam juta ) = 12 3,73 = 32,00 pikogram ( Normal ) x 10 x 10

3. MCHC (Mean Corpusculer Hemoglobin Concentration ) atau KHER ( Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata ) Hasil pengukuran konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata yang telah dilakukan adalah 33,3%. Nilai MCHC tersebut termasuk dalam nilai yang normal, karena standar nilai normal yang ada untuk pengukuran MCHC yaitu 32 37%. Sehingga tidak ditemukannya tanda-tanda yang

38

membahayakan bagi tubuh karena jumlahnya masih normal. Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: MCHC = KHER = Hb Ht = 12 36 = 33,3% ( Normal ) x 100% x 100%

6.2.3

Penetapan Golongan darah Sistem ABO Dalam melakukan pemeriksaan golongan darah menggunakan sistem pencampuran serum dengan darah yaitu jumlah serum yang diteteskan sama dengan jumlah darah yang diteteskan. Hal ini mengingat bahwa adanya aglutinasi yang berarti jumlah antigen atau serum harus sama dengan jumlah darah. Kemudian aduk samapi terjadinya ( terlihat ) adanya penggumpalan darah. Hasil pemeriksaan penentuan golongan darah jenis ABO dengan darah vena menunjukkan bahwa darah tersebut bergolongan darah B, karena pada pemeriksaan menunjukkan darah dengan campuran serum anti B terdapat gumpalan-gumpalan darah, sedangkan darah yang dicampur dengan serum anti A tidak adanya gumpalan darah. Hal ini Berarti darah tersebut mempunyai anti B, sehingga dikategorikan bergolongan darah B. Dikatakan suatu darah bergolongan B jika memiliki antibodi A dan antigen B.

6.3 PRAKTIKUM III PEMERIKSAAN KOAGULASI 6.3.1 Pemeriksaan Waktu Pembekuan Pembahasan: Metode pemeriksaan yang dipakai dalam praktikum ini adalah metode Lee dan White. Hasil dari pemeriksaan yang telah kami lakukan yaitu pada tabung pertama membutuhkan waktu 7 menit untuk menglami pembekuan. Sedangkan untuk tabung kedua adalah 9 menit. Maka waktu pembekuannya rata-rata (7+9) : 2 = 8 menit. Hasil tersebut menunjukkan tidak normal karena batas normal waktu pembekuan darah adalah 9 - 15 menit. Hal ini dapat disebabkan 39

karena beberapa faktor, diantaranya kelainan faktor III (tromboplastin jaringan) dan faktor IV (ion kalsium), merupakan protein plasma yang berada dalam sirkulasi darah sebagai molekul inaktif. Prosedur yang menggunakan tabung reaksi seperti ini dapat menentukan waktu pembekuan lebih teliti. Namun, waktu pembekuan sangat tergantung pada kondisi gelasnya sendiri dan bahkan juga bergantung pada ukuran tabung, sehingga diperlukan standarisasi yang tepat untuk memperoleh hasil yang teliti. Contoh spesifik dari keadaan yang menimbulkan pemanjangan waktu pembekuan ialah hemofilia. Zat-zat aktivator dari dinding pembuluh yang rusak dan dari trombosit, dan juga protein-protein darah yang melekat pada dinding pembuluh darah yang rusak mengawali proses pembekuan darah. Dalam 3 sampai 6 menit setelah pecahnya pembuluh, bila luka pada pembuluh itu tidak besar, seluruh bagian pembuluh yang terluka atau ujung pembuluh yang terbuka akan diisi oleh bekuan darah. Setelah 30 menit sampai 1 jam bekuan akan mengalami retraks, dan ini akan menutup tempat luka. Trombosit memegang peranan penting dalam peristiwa retraksi ini. Oleh sebab itu kegagalan pada proses retraksi merupakan tanda bahwa jumlah trombosit yang beredar dalam tubuh kurang. Lebih dari 40 macam zat yang mempengaruhi pembekuan darah. Beberapa diantaranya mempermudah terjadinya pembekuan, disebut dengan prokoagulan, dan yang menghambat pembekuan disebut antikoagulan. Pembekuan akan terjadi atau tidak tergantung pada keseimbangan antar kedua golongan zat. Dalam keadaan normal antikoagulan lebih dominan sehingga darah tidak membeku, tetepi bila pembuluh darah rusak aktifitas prokoagulan didaerah kerusakan menjadi jauh lebih tinggi daripada aktivitas antikoagulan, dan bekuan pun terbentuklah. Mekanisme secara umum terjadinya pembekuan darah adalah melalui 3 langkah utama, yaitu:

40

1.

Pertama, suatu zat atau kompleks zat-zat disebut aktivator protombin timbul sebagai reaksi terhadap pecahnya pembuluh darah atau kerusakan darah itu sendiri.

2.

Kedua, aktivator protombin mengkatalisa perubahan protombin menjadi trombin.

3.

Ketiga, trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin yang menjaring trombosit, sel-sel darah, dan plasma sehingga terjadi bekuan darah. Benang-benang fibrin terjadinya melekat pada permukaan pembuluh darah yang rusak sedemikian rupa sehingga bekuan darah menempel pada lubang di pembuluh darah dan dengan demikian mencegah kebocoran darah. Proses pembekuan darah dapat disederhanakan: Protombin dalam

plasma + tromboplastin + ion kalsium menjadi protombin. Fibrinogen dalam plasma + trombin menjadi fibrin. Urutannya yang rumit dan beberapa interaksi ini terjadi pada setiap tahap. Tromboplastin dibentuk dalam dua sistem, yang dikenal dengan intrinsik dan ektrinsik. Pada sistem intrinsik tromboplastin dihasilkan dari penghancuran eritrosit yang berinteraksi dengan faktor-faktor lain. Pada sistem ekstrinsik

tromboplastin dilepaskan sebagai hasil jaringanyang rusak. Beberapa faktor perlu untuk kedua sistem. Pada koagulasi darah alami setelah cedera kedua sistem yang dijalankan. Bila darah dikeluarkan dari tubuh dan ditaruh dalam tabung reaksi, seperti yang dilakukan dalam praktikum ini, maka hanya jalur intrinsik yang dapat menimbulkan pembekuan. Biasanya jalur intrinsik berawal dari peristiwa berkontaknya faktor XII dan trombosit dengan dinding pembuluh yang berakibat menjadi aktifnya kedua jalur tersebut, dan dimulainya mekanisme intrinsik. Bila permukaan tabung sangat tidak mudah basah, seperti misalnya permukaan yang mengandung silikon, pembekuan darah kadang-kadang dapat dicegah selama satu jam atau lebih. Jalur intrinsik prosesnya jauh lebih lambat, biasanya memerlukan 2 sampai 6 menit untuk terjadinya pembekuan. Selain itu inhibitor dalam darah menghalangi jalur intrinsik. 41

Pertumbuhan bekuan juga dapat berhenti oleh karena aliran darah. Bila bekuan terbentuk, siklus berantai pembentukan bekuan akan berlangsung hanya ditempat yang darahnya tidak mengalir, karena darah yang mengalir akan membawa pergi trombin dan prokuagulan lain yang dilepaskan secara cepat selama proses pembekuan, sehingga kadar dari faktor-faktor tersebut tidak cukup tinggi untuk terjadinya pembekuan lebih jauh. jadi, perluasan bekuan hampir selalu terhenti ditempat dimana bekuannya bersinggungan dengan darah yang mengalir melebihi kecepatan tertentu. Proses pembekuan tidak akan berlangsung berantai dengan sendirinya bila kadar prokoagulan dibawah kadar krisis. Faktor-Faktor Pembekuan Faktor-faktor pembekuan kecuali faktor III (tromboplastin

jaringan) dan faktor IV (ion kalsium), merupakan protein plasma yang berada dalam sirkulasi darah sebagai molekul inaktif. Prakalikrein dan kininogen dengan berat molekul-tinggi (HMWK), bersama faktor XII dan XI, disebut faktor-faktor kontak dan diaktivasi pada saat cedera dengan berkontak dengan permukaan jaringan, faktor-faktor tersebut berperan dalam pemecahan bekuan-bekuan pada saat bekuan-bekuan terbentuk. Aktivasi faktor-faktor koagulasi diyakini terjadi karena enzimenzim memecahkan fragmen bentuk prekursor yang tidak aktif, oleh karena itu disebut prokoagulan. Tiap faktor yang dikoagulasi kecuali faktor V, VIII, XIII, dan I (fibrinogen) merupakan enzim pemecah protein (protease serin) yang mengaktivasi prokoagulan berikutnya. Hati merupakan tempat sinteis semua faktor koagulasi kecuali faktor VIII dan mungkin faktor XI dan XIII. Vitamin K penting untuk sintesis faktor-faktor protombin II, VII, IX, dan X. Bukti-bukti yang ada memberi kesan bahwa faktor VIII benar-benar merupakan molekiul kompleks yang terdiri atas tiga subunit yang berbeda, yaitu : 1. bagian prokoagulan, yajng mengandung faktor antihemofilia 2. subunit lain yang mengandung tempat antigenik 42

3. faktor von Willebrand yang diperlukan untuk adhesi trombosit pada dinding pembuluh darah. Fase-Fase Pembekuan Koagulasi diawalai pada keadaan homeostasis dengan adanya cedera vaskuler. Vasokontriksi merupakan respons segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen pada dinding pembuluh yang terpajan dengan cedera. ADP dilepas oleh trombosit, menyebabkan agregasi trombosit. Sejumlah kecil trombin juga menyebabkan agregasi trombosit, bekerja memperkuat reaksi. Faktor III trombosit, dari membran trombosit, juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini terbentuklah sumbatan trombosit, kemudian segera diperkuat oleh protein filamentosa yang dikenal sebagai Fibrin. Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi Xa, seiring dengan terbentuknya bentuk aktif suatu faktor. Penghentian Pembentukan Bekuan Setelah pembentukan bekuan, sangat penting untuk melakukan pengahiran bembekuan darah lebih lanjut untuk menghindari kejadian trombotik yang tidak diinginkan y6ang disebabkan oleh pembentukan bekuan sistemik yang berlebihan. Antikoagulan yang terjadi secara alami meliputi antitrombin III (ko-faktor heparin), protein C, dan protein S. antitrombin III bersirkulasi secara bebas di dalam plasma dan menghambat sistem prokoagulan, dengan mengikat trombin, serta mengaktifasi faktro Xa, Ixa, dan Xia, menetralisasi aktivitasnya dan menghambat pembekuan (Sacher, McPherson, 2001; Jenny, Mann, 1998). Pada saat cedera ada tiga proses utama yang menyebabkan hemostasis dan koagulasi, yaitu : 1. Vasokonstriksi sementara 2. Reaksi trombosit yang terdiri dari adhesi, reaksi pelepasan, dan agregasi trombosit

43

3. Aktivasi faktro-faktro pembekuan Resolusi Bekuan Sistem fibrinolitik merupakan rangkaian yang fibrinnya dipecahkan oleh plasmin (disebut juga fibrinolisin) menjadi produk-produk degragasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan. Diperlukan bberapa interaksi untuk merubah protein plasma spesifik inaktif di dalam sirkulasi menjadi enzim fibrinolitik plasmin aktif. Protein dalam bersirkulasi, yang dikenal sebagai proaktivator plasminogen, dengan adanya (enzim-enzim) kinase seperti streptokinase, stapilokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa, dikatalisasi menjadi aktivator plasminogen, suatu protein plasma yang sudah bergabung dalam bekuan fibrin, menjadi plasmin. Kemudian plasmin memecahkan fibrin dan fibrinogen menjadi fragmen-fragmen (produk degragasi fibrin-fibrinogen), yang mengganggu aktivasi terombin, fungsi trombosit, dan polimerisasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan. Kelainan-Kelainan Pada Sistem Koagulasi 1. Hemofilia (defisiensi faktor VIII/AHG) Hemofilia adalah kecenderungan perdarahan yang selalu terjadi pada pria. Perdarahan pada hemofilia dapat bermacam-macam

tingkatannya, bergantung pada tingkat defisiensi genetiknya. Biasanya, perdarahan tidak dapat terjadi kecuali seteelah mendapat trauma, tetapi beratnya trauma yang menimbulkan perdarahan hebat dan lama bisa saja sangat ringan dan liput dari perhatian. Faktor pembekuan darah VIII terdiri dari 2 komponen yang terpisah, yaitu komponen yang besar dan komponen yang kecil. defisiensikomponen yang kecil menyebabkan timbulnya hemofilia klasik. bila seseorang menderita hemofilia klasik akan mengalami perdarahan yang sangat hebat dan lama, dapat dikatakan terapi satu-satunya yang paling efektif ialah dengan menyuntikan faktor VIII yang telah dimurnikan.

44

2. Trombositopenia Trombositopenia berarti trombosit dalam sistem sirkulasi

jumlahnay sedikit sekali. penderita trombosipenia cenderung mengalami perdarahan seperti halnya hempofilia, bedanya ialah perdarahannya biasabya bersal dari kapiler-kapiler kecil, bukan dari pembuluh yang lebih besar seperti pada hemofilia. sebagai akibatnya timbul bintik-bintik perdarahan di seluruh jaringan tubuh.Kulit penderita menampakan bercakbercak kecil berwarna ungu. Perlu diingat bahwa trombosit terutama diperlukan untuk menutup kebocoran-kebocoran kecil di kapiler dan pembuluh darah lainnya. trombosit dapat berkumpul untuk menutup lubang seperti itu tanpa pembentukan pembekuan. Biasanya perdarahan tidak akan terjadi sampai trombosit dalam darah turun dibawah nilai 50.000 per milimeter kubik. Perhentian perdarahan selama satu sampai empat hari sering dapat dicapai pada pasien trombositopenia dengan cara memberikan transfusi darah segar. 3. Penyakit Chrismas Penyakit ini (defisiensi IX/faktor chrismas) namanya didapatkan dari keluarga yang disembuhkan. gambaran klinisnya mirip dengan hemofilia ringan yaitu hanya mengalami perdarahan hebat setelah cedera, cabut gigi atau operasi pembedahan. 4. Penyakit Van Willebrands Penyakit Van Willebrands diturunkan tetapi tidak terkait seks. Ada kombinasi dari dua kesalahan yaitu kelainan kapiler dan kelainan koagulasi yang menimbulkan defisiensi ringan pada faktor VIII. sepertinya sebagian faktor terdapat pada keduanya darah normal dan hemofili yang hilang pada pasien dengan penyakit Van Willebrands. Mungkin terjadi perdarahan tali pusat pada saat kelahiran, perdarahan di dalam persendian jarang.

45

6.3.2

Pemeriksaan Rumple Leed Pembahasan: Hasil dari pemeriksaan yang kami lakukan adalah normal karena dalam waktu 10 menit hanya timbul 2 buah petechiae. Jika dalam waktu 10 menit timbul lebih dari 10 petechiae maka tidak normal dan kemungkinan menderita Dengue Haemoragic Fever. Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341). Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I IV dengan infestasi klinis dengan 5 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994 ; 201) Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak anak tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anak anak berusia di bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan dapat menimbulkan syok yang disebabkan virus dengue dan penularan melalui gigitan nyamuk Aedes. (Soedarto, 1990 ; 36). Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16). WHO mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu : a. Derajat I Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan

hemokonsentrasi. b. Derajat II

46

Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena,

perdarahan gusi. c. Derajat III Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 120/100 120/110 90/70 80/70 80/0 0/0 ) d. Derajat IV Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru. Derajat (WHO 1997): i. ii. Derajat I Derajat II : Demam dengan test rumple leed positif. : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan

dikulit atau perdarahan lain. iii. Derajat III cepat dan lemah, : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai

dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah. iv. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan

tekanan darah tidak dapat diukur.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA DHF Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat dilakukan pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakan dengan pemeriksaan laboratorium yakni : Trombositopenia (< 100.000 / mm3), Hb dan PCV meningkat (> 20%) leukopenia (mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF IKA, 1994). Selain DHF, berbagai kelainan biasanya dapat terjadi pada tiap tingkat mekanisme hemostatik. Pasien dengan kelainan pada sistem vaskuler biasanya datang dengan perdarahan kulit, dan sering mengenai membran mukosa. Perdarahan dapat diklasifikasikan menjadi purpura

47

alergik dan purpura nonalergik. Pada kedua keadaan ini, fungsi trombosit dan faktor koagulasi adalah normal. Terdapat banyak puepura nonalergik, yaitu pada penyait-penyakit ini tidak terdapat alergi sejati tetapi terjadi berbagai bentuk vaskulitis. Yang paling sering ditemukan adalah lupus eritematosus sistemik. Kelainan ini merupakan penyakit vaskuler-kolagen, yaitu pasien membentuk autoantibodi. Vaskulitis atau peradangan pembuluh darah, terjadi dan merusak integritas pembuluh darah, mengakibatkan purpura. Jaringan penyokong pembuluh darah yang mengalami perburukan, dan tidak efektif yang terjadi seiring proses penuaan, mengakibatkan purpura senilis. Bentuk purpura vaskuler yang dominan autosomal, telangiektasia hemoragik herediter (penyakit Osler-Weer-Rendu), terdapat pada

epistaksis dan perdarahan saluran cerna yang intermiten dan hebat. Sindrom Ehlers-Danlos, suatu penyakit herediter lain, meliputi penurunan daya pengembangan (compliance) jaringan perivaskkuler yang

menyebabkan perdarahan berat. Purpura alergik atau purpura anafilaktoid, diduga karena disebabkan kerusakan imunologik pada pembuluh darah, ditandai dengan perdarahan petekie pada bagian tubuh yang tergantung dan juga mengenai bokong. Purpura Henoch-Schonlein, suatu trias purpura dan perdarahan mukosa, gejala-gejala saluran cerna, dan artritis merupakan bentuk purpura alergik yang terutama mengenai anak-anak. Mekanisme penyakit ini tidak diketahui dengan baik, gejala-gejalanya sering didahului dengan keadaan infeksi. Pasien-pasien mengalami peradangan pada cabang-cabang pembuluh darah, kapiler dan vena, mengakibatkan pecahnya pembuluh, hilangnya sel-sel darah merah, dan perdarahan.

6.3.3

Pemeriksaan Waktu Perdarahan Pembahasan: Praktikum pemeriksaan perdarahan kali ini adalah menggunakan cara DUKE. Pemeriksaan dilakukan dengan menusukkan lancet ke cuping 48

teling probandus dengan kedalaman kurang lebih 2 mm. Saat lancet ditusukkan, waktu mulai dihitung, setelah darah keluar, setiap 30 detik darh dihisap dengan kertas saring, hal ini dilakukan secara terus-menerus sampai darah berhenti. Waktu perdarahan normal adalah 1 sampai 3 menit, namun lama perdarahan sangat tergantung dalamnya luka dan derajat hiperemia pada saat tes dilakukan. Dari percobaan yang telah kami lakukan pada probandus diperoleh hasil pemeriksaan waktu perdarahan selama 1 menit 10 detik, hal ini menunjukan bahwa waktu perdarahan pada probandus adalah normal. Memanjangnya waktu perdarahan, misalnya 10 menit, dapat menunjukan trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm kubik) atau trombositopati (fungsi trombosit abnormal) atau keduanya. Ingesti aspirin dapat mengganggu fungsi trombosit selama 7 sampai 10 hari dan dengan demikian sebaiknya tidak boleh diberikan sebelum dilakukan pemeriksaan waktu perdarahan. Perdarahan yang hebat juga dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut: 1.Penyakit pada pembuluh darah yang mencegah kontraksi pada pembuluh yang terpotong. Segera setelah pembuluh darah terpotong, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak itu menyebabkan dinding pembuluh darah berkontraksi, sehingga dengan segera aliran darah dari pembuluh darah yang pecah akan berkurang. Kontraksi terjadi karena kerusakan pada dinding pembuluh darah mungkin menimbulkan tranmisi potensial aksi sepanjang beberapa sentimeter pada pembuluh darah, dan berakibat terjadinya kontraksi pembuluh darah. 2.Defisiensi eritrosit (trombositopenia). Kurangnya eritrosit akan

menyebabkan proses pembekuan darah menjadi sulit, hal ini disebabkan karena eritrosit penting dalam beberapa tahap penghentian perdarahan. Trombositopenia dapat terjadi karena eritrosit tidak diproduksi oleh sumsum tulang atau karena mereka dihancurkan oleh sirkulasi. 3.Kegagalan dalam mekanisme pembekuan darah normal. Bekuan mulai terbentuk dalam 15 sampai 20 detik bila trauma pembuluh sangat hebat, dan dalam 1 sampai 2 menit bila traumanya kecil. 49

Perdarahan yang spontan juga dapat terjadi. Hal ini mungkin disebabkan karena hasil dari: 1. Kelemahan dinding kapiler karena tidak cukupnya eritrosit yang bergabung didalamnya. 2. Kegagalan untuk membentuk sumbatan eritrosit. Perdarahan kemudian dapat terjadi karena pergerakan otot biasa atau trauma minimal. Perdarahan juga dapat dihentikan dengan cara: 1. Kontraksi dinding pembuluh darah 2. Pembentukan sumbatan eritrosit pada lubang dalam pembuluh, eritrosit melekat pada dinding yang rusak pada yang lainnya. 3. Pembentukan gumpalan fibrin yang terbentuk disekitar sumbatan eritrosit dan akhirnya menggantikannya.

6.3.4 Identifikasi Leukosit Pembahasan: Berdasarkan ada atau tidaknya granula di dalam plasma, leukosit dibagi menjadi: 1. Leukosit bergranula (granulosit) a. Neutrofil b. Eosinofil c. Basofil 2. Leukosit tidak bergranula (agranulosit) a. Limfosit b. Monosit

1. Neutrofil atau Sel batang Plasmanya bersifat netral, inti selnya berjumlah banyak dengan bentuk bermacam-macam. Neutrofil fagositosis terhadap eritrosit (sel darah merah), kuman, dan jaringan mati. Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap 50

infeksi bakteri, aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah.

Gambar 1 neutrofil 2. Eosinofil Granula lebih tipis, nilai normalnya 1-4%. Plasmanya bersifat asam. Itulah sebabnya eosinofil akan merah tua bila ditetesi eosin. Eosinofil juga bersifat fagosit dan jumlahnya akan meningkat jika tubuh terkena infeksi. Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi parasit, dengan demikian meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit.

51

Gambar 2 eosinofil

3. Basofil Granula tebal, nilai normalnya 0-1% (jarang ditemukan). Plasmanya bersifat basa. Itulah sebabnya plasma akan berwarna biru jika ditetesi larutan basa. Sel darah putih ini akan berjumlah banyak jika terkena infeksi. Basofil juga bersifat fagosit. Selain itu, basofil mengandung zat kimia anti penggumpalan, yaitu heparin. Basofil terutama bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi dan antigen dengan jalan mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan peradangan.

Gambar 3 basofil 52

4. Limfosit Limfosit tidak dapat bergerak dan berinti satu serta intinya lebih besar dari sitoplasma. Ukurannya ada yang besar dan ada yang kecil.

Limfosit berfungsi untuk membentuk antibodi. Limfosit merupakan leukosit agranular. Nilai normalnya 20-40%.

Gambar 4 limfosit

5. Monosit Monosit dapat bergerak seperti Amoeba dan mempunyai inti yang bulat atau bulat panjang. Monosit diproduksi pada jaringan limfa dan bersifat fagosit. Monosit dikenal juga sebagai makrofag setelah dia meninggalkan aliran darah serta masuk ke dalam jaringan. Nilai normalnya 1-6%, monosit merupakan jenis leukosit agranular.

53

Gambar 5 monosit

54

BAB VII KESIMPULAN Dalam melakukan pemeriksaan uji hematologi, perlu diperhatikan mengenai sikap pemeriksa dan persiapan penderita / pasien. Pada dasarnya proses pemeriksaan dipengaruhi oleh berbagai macam sebab antara lain: bahan pemeriksaan, alat yang digunakan, reagensia yang dipakai (kualitas dan kadaluwarsa), metode yang digunakan, suhu ruangan, stabilitas tegangan listrik, dan faktor pemeriksa (penguasaan teori, teliti, trampil, maupun motivasi). Pemeriksaan darah rutin meliputi pemeriksaan hemoglobin, jumlah leukosit, laju endap darah, dan identifikasi leukosit. Melalui nilai rujukan Dacie atau Westergreen, dapat diidentifikasi golongan normal sesuai usia dan jenis kelamin sehingga dapat dideteksi bila terdapat suatu kelainan. Selain itu, pada sel leukosit terdapat berbagai macam bentuknya. Hal tersebut dapat diamati dengan melihat bentuk inti dan glanula. Pemeriksaan darah khusus/lain yaitu pemeriksaan jumlah eritrosit,

pemeriksaan hematokrit, dan penetapan golongan darah sistem A B O. Dengan mengetahui hematokrit dan jumlah eritrosit dapat dihitung volume eritrosit rata-rata seseorang. Sedangkan untuk mengetahui hemoglobin eritrosit rata-rata dapat dihitung dengan mengetahui hemoglobin dan eritrosit. Dan untuk konsentrasinya diperlukan data hematokrit. Dalam menentukan golongan darah, hasilnya didapatkan dengan memperhatikan aglutinasi campuran reagen dan darah dengan perbandingan yang sama. Yang terakhir adalah pemeriksaan koagulasi seperti pemeriksaan Rumple Leed, pemeriksaan waktu perdarahan, dan pemeriksaan waktu pembekuan darah. Pemeriksaan Rumple Leed dapat digunakan untuk mendeteteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit apabila ditemukan 10 atau lebih petechiae setelah melakukan bendungan selama 10 menit pada lengan atas. Selain itu, pemeriksaan pendarahan dan pembekuan juga dapat dijadikan acuan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan pada faktor-faktor pembeku darah pada seseorang. Demikian laporan praktikum patologi klinik ini kami susun dengan kesungguhan. Semoga dapat bermanfaat. 55