BAB III Outline
-
Upload
annisa-utami-aprilia -
Category
Documents
-
view
64 -
download
2
Transcript of BAB III Outline
![Page 1: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metodologi Penelitian
3.1.1. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, agar lebih terfokus maka ruang lingkup ini dibuat dengan
maksud untuk membatasi permasalahan dalam melakukan analisis. Penelitian ini
difokuskan pada analisis mengenai faktor-faktor internal perbankan yang mempengaruhi
penyaluran kredit di sector UMKM di 25 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat
selama tahun 2010 dan 2011 secara bulanan.
Tabel 3.1
Ruang Lingkup Penelitian
No Kabupaten/ Kota
1 Kab. Bekasi2 Kab. Purwakarta 3 Kab. Karawang 4 Kab. Bogor 5 Kab sukabumi 6 Kab. Cianjur7 Kab. Bandung8 Kab. Sumedang 9 Kab. Tasikmalaya 10 Kab. Garut 11 Kab. Ciamis 12 Kab. Cirebon13 Kab. Kuningan 14 Kab. Indramayu15 Kab. Majalengka16 Kab. Subang17 Kota Banjar18 Kota Bandung19 Kota Bogor20 Kota Sukabumi
![Page 2: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/2.jpg)
21 Kota Cirebon22 Kota Tasikmalaya23 Kota Cimahi24 Kota Depok25 Kota Bekasi
3.1.2. Metode Pengumpulan Data
1. Jenis dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini berupa data sekunder yang didapat dari Bank Indonesia
kantor Wilayah VI Provinsi Jawa Barat dan pusat data dan analisis pembangunan daerah
Jawa barat serta Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang terdiri dari:
1. Data penyaluran Kredit UMKM oleh seluruh perbankan konvensional di 25
kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat
2. Data volume deposito di seluruh perbankan konvensional di 25 kabupaten dan
kota di Provinsi Jawa Barat
3. Data investasi Data volume deposito di seluruh perbankan konvensional di 25
kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat
4. Data tingkat suku bunga pinjaman di seluruh perbankan konvensional di 25
kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat
5. Data nilai tukar rupiah dari kementerian perdagangan republic Indonesia
6. Data PDRB Jawa Barat dalam buku profil daerah Jawa barat 2012 yang
diterbitkan oleh PUSDALISBANG
7. Data Loan to Deposit Ratio di seluruh perbankan konvensional di 25
kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat
8. Data non Performing Loan di seluruh perbankan konvensional di 25
kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat
2. Populasi dan Pemilihan Sampel
Populasi yang diambil untuk penelitian ini adalah semua bank umum
konvensional yang terdaftar di Bank Indonesia dari periode januari 2010 hingga
![Page 3: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/3.jpg)
desember 2012 . sedangkan sampel yang diambil ialah kondisi perbankan di 25
kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat.
3.1.3. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
analisis kuantitatif. Data yang diperoleh dari kantor Bank Indonesia wilayah VI Provinsi
Jawa Barat, Pusat data dan analisis pembangunan daerah Jawa Barat dan situs
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia serta berbagai teori ekonomi yang
diperoleh dari jurnal, artikel, buku teks, maupun dari hasil penelitian sebelumnya yang
berkaitan dengan penelitian ini dijadikan dasar dalam melakukan analisis deskriptif.
Adapun analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan model ekonometrika
yang kemudian diolah untuk mendapatkan hasil yang mencerminkan analisis dari
penelitian ini yang disajikan dalam bentuk angka.
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Panel Data
Regression Model (model regresi data panel). Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6.0.
3.1.4. Model Penelitian
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada penelitian yang
dilakukan oleh Felicia Omowunmi Olokoyo (2011) yang berjudul “Determinants of
commercial banks’ Lending Behaviour in Nigeria”. Setelah melakukan beberapa
penyesuaian dengan model yang tertulis dalam penelitian-penelitian maka model
penelitian ini adalah :
Yit= βi + β1Vdit + β2Ipit + β3Irit + β4Fxit + β5PDRBit + β6LDRit + β7NPLsit
Dimana:
Yit = Kredit modal kerja yang disalurkan pada sektor UMKM
Vdit = Volume deposito perbankan umum di 25 kabupaten dan kota Jawa Barat
![Page 4: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/4.jpg)
Ipit = Investasi dalam bentuk kredit yang disalurkan oleh perbankan umum di 25
kabupaten dan kota Jawa Barat
Irit = Tingkat suku bunga pinjaman perbankan umum di 25 kabupaten dan kota Jawa
Barat
Fxit = Nilai tukar mata uang rupiah dengan dollar
PDRBit = Produk Domestik Regional Bruto di 25 kabupaten dan kota Jawa Barat
LDRit = Loan to Deposit Ratio perbankan umum di 25 kabupaten dan kota di Jawa Barat
NPLsit= Non Performing Loans perbankan umum di 25 kabupaten dan kota di Jawa Barat
i= kode kabupaten
t= kode waktu
3.2. Operasional variabel
Operasional variabel membahas tentang definisi dari variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini, dan menunjukkan cara pengukuran dari masing-masing variabel
tersebut, pada setiap indikator dihasilkan dari data sekunder dan dari suatu perhitungan
terhadap formulasi yang mendasarkan pada konsep teori.
Adapun operasionalisasi dari tiap-tiap variabel independen dan variabel dependen
ditunjukkan secara lebih spesifik dalam tabel berikut ini :
Tabel 3.2
Operasional Variabel
Variabel Deskripsi Formula
Dependen
Yit Kredit modal kerja yang disalurkan
pada sektor UMKM di 25
Kabupaten dan Kota di Jawa Barat
periode Januari 2010-Desember
2011. (dalam triliun rupiah)
![Page 5: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/5.jpg)
Variabel Deskripsi Formula
Independen
Vdit Volume deposito, merupakan salah
satu komponen dari dana pihak
ketiga (deposito, giro, tabungan).
Pada penelitian ini menggunakan
Volume deposito perbankan umu
yang terdapat di 25 kabupaten dan
kota pada periode Januari 2010-
Desember 2011. (dalam triliun
rupiah)
Ipit Investasi, salah satu investasi yang
dilakukan perbankan dalam bentuk
kredit yang disalurkan oleh
perbankan umum yang ada di 25
kabupaten dan kota yan terdapat di
Jawa Barat(dalam triliun rupiah)
Irit Tingkat suku bunga pinjaman
perbankan umum yang terdapat di
25 kabupaten dan kota di Jawa Barat
(dalam persen)
PDRBit Produk Domestik Regional Buto,
merupakan penjumlahan nilai hasil
akhir produksi barang dan jasa yang
dihasilkan oleh faktor-faktor
produksi domestik dalam jangka
waktu tertentu di suatu wilayah,
biasanya dalam jangka waktu satu
tahun. Pada penelitian ini
menggunakan PDRB atas dasar
harga berlaku di 25 kabupaten dan
Y kt=112
+[Y t+k−6,5
12(Y t−Y t−1 )]
![Page 6: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/6.jpg)
kota di Jawa Barat periode Januari
2010 – Desember 2011. (dalam juta
rupiah). Untuk mendapatkan PDRB
bulanan maka menggunakan metode
interpolasi dari data tahunan ke data
bulanan.
FXit Nilai tukar rupiah terhadap dolar
pada periode Januari 2010 –
Desember 2011.
LDRit Rasio keuangan perbankan yang
menunjukan perbandingan antara
jumlah kredit yang diberikan pada
nasabah peminjam dengan dana
pihak ketiga. (dalam persen)
LDR= Jumlahkredit yangdiberikanDana Pihak Ketiga
×100 %
NPLsit rasio keuangan perbankan yang
menunjukan perbandingan antara
kredit bermasalah dengan total
kredit yang diberikan kepada pihak
ketiga (dalam persen).
NPLs= Jumlahkredit yangbermasalahTotalkredit
× 100 %
3.3. Metode Pengujian
Untuk mengestimasi model dan proses kalkulasi, akan dilakukan pengujian untuk
mengetahui metode apakah yang sebaiknya digunakan dalam penelitian ini, apakah pool
(common), Fixed Effect Model (FEM) atau Random Effect Model (REM).
1. Uji F statistik (chow Test)
Untuk memastikan metode apa yang sebaiknya digunakan dalam mengolah data
dengan model regresi data panel ini, apakah fixed effect model atau pooled (common)
dapat diketahui melalui uji formal yang disebut dengan Uji F statistik / uji chow .
F=(R¿¿2 ur−R2r )/m
(1−R2ur )/df¿
![Page 7: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/7.jpg)
c how=
RssR−RSSUR
N−1RSSUR
NT −N−K
Hipotesis yang digunakan dalam uji F statistic atau Chow test adalah :
H0: model yang digunakan adalah pooled least squared
H1: model yang digunakan adalah fixed effect
Sedangkan criteria yang menjadi acuan dalam uji F adalah :
Jika F stat > F tabel maka Ho ditolak
Jika F stat < F tabel maka Ho tidak dapat ditolak
Berdasarkan kriteria di atas, dapat disimpulkan bahwa ketika H0 ditolak,
sebaiknya REM yang digunakan dalam model penelitian , namun apabila H0 tidak dapat
ditolak, maka sebaiknya FEM yang digunakan dalam model penelitian.
2. Uji Hausmann
Untuk memastikan metode apa yang sebaiknya digunakan dalam mengolah data
dengan model regresi data panel ini,apakah fixed effect model atau random effectmodel
dapat diketahui melalui uji formal yang disebut dengan Uji Hausmann.
Hipotesis yang digunakan dalam Uji Hausmann adalah :
H0 : penggunaan Random Effect Model (REM) dalam model
H1 : penggunaan Fixed Effect Model (FEM) dalam model
Sedangkan kriteria yang menjadi acuan dalam uji Hausmann adalah :
Jika χ2 stat >χα , df2 , maka H0 ditolak
Jika χ2 stat <χα , df2 , maka H0 tidak dapat ditolak
Berdasarkan kriteria di atas, dapat disimpulkan bahwa ketika H0 ditolak,
sebaiknya REM yang digunakan dalam model penelitian , namun apabila H0 tidak dapat
ditolak, maka sebaiknya FEM yang digunakan dalam model penelitian.
3. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat kedekatan antara variabel
independen dengan variabel dependennya. R2 adalahangka yang memperlihatkan
![Page 8: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/8.jpg)
besarnya persentase variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen
secara bersama-sama.
R2 adalah besaran non negatif dan besarnya nilai koefiesien determinasi berada di
antara nol sampai dengan angka satu (0 R2 1). Saat nilai R2 mendekati 1 berarti
variabel independen yang terdapat dalam model dapat semakin menjelaskan variabel
dependennya. Sebaliknya, saat nilai R2 mendekati 0 berarti variabel independennya
semakin tidak dapat menjelaskan variabel dependennya.
4. Pengujian t statistik
Uji t-statistik merupakan uji yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel
independen secara individu (parsial) pada tingkat signifikasi tertentu berdasarkan
sampel. Tujuannya untuk membuktikan benar atau tidaknya suatu hipotesis nul.
Pengujian ini dilakukan dengan asumsi bahwa variabel-variabel lain adalah nol atau
konstan. Dalam penelitian ini digunakan uji t-satu arah karena hipotesis penelitian
sudah jelas arahnya.
Uji ini menggunakan hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis positif (uji pihak kanan)
H0 : βi ≤ 0, dimana i = 1, 2, …, n; masing-masing variabel independen tidak
memengaruhi variabel dependen secara signifikan.
H1 : βi > 0, dimana i = 0, dimana i =1, 2, …, n; masing-masing variabel independen
berpengaruh positif terhadap variabel dependen secara signifikan.
Hipotesis negatif (uji pihak kiri)
H0 : βi ≥ 0, dimana i = 1, 2, …, n; masing-masing variabel independen tidak
memengaruhi variabel dependen secara signifikan.
H1 : βi < 0, dimana i = 0, dimana i =1, 2, …, n; masing-masing variabel independen
berpengaruh negatif terhadap variabel dependen secara signifikan.
![Page 9: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/9.jpg)
Kriteria hasil pengujian adalah sebagai berikut:
Uji pihak kanan:
- Terima H0 jika t-hitung ≤ t-tabel, artinya pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependennya tidak signifikan.
- Tolak H0 jika t-hitung > t-tabel, artinya pengaruh variabel independennya positif
terhadap variabel dependennya.
Uji pihak kiri:
- Terima H0 jika t-hitung ≥ t-tabel, artinya pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependennya tidak signifikan.
- Tolak H0 jika t-hitung < t-tabel, artinya pengaruh variabel independennya negatif
terhadap variabel dependennya.
Untuk menguji hipotesis secara individu, digunakan nilai probabilitas dengan
tingkat signifikansi tertentu.
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil pengujian terhadap hipotesis di atas
adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3
Aturan Keputusan Uji t – stat
Tipe Hipotesis H0 H1 Kriteria tolak H0 jika :
Satu arah (kanan) 0 > 0 t-stat > t-tabel
Satu arah (kiri) 0 < 0 t-stat < -t-tabel
Dua arah = 0 ≠ 0 |t-stat| > t-tabel
Sumber : : Damodar N. Gujarati, Basic Econometrics (2009: 118)
![Page 10: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/10.jpg)
5. Pengujian F statistik
Uji F-statistik merupakan uji yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel
independenterhadap variabel dependen secara serempak atau bersama-sama pada tingkat
signifikansi tertentu berdasarkan sampel. Tujuannya untuk membuktikan benar tidaknya
suatu hipotesis nul.
Uji ini menggunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 : i = 0, i = 1,2,3,...,n, variabel independen secara bersama-sama tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen
H1 : i ≠ 0, i = 1,2,3,...,n, variabel independen secara bersama- sama berpengaruh
terhadap variabel dependen
Pada tingkat signifikasi tertentu, kriteria pengujian yang digunakan
sebagai berikut:
Jika F-stat F-tabel, maka H0 tidak dapat ditolak, berarti variabel independen
secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen
Jika F-stat > F-tabel, maka H0 ditolak, berarti variabel independen secara bersama-
sama berpengaruh terhadap variabel dependen
3.4. Pengujian Asumsi Klasik
3.4.1. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah suatu keadaan dalam suatu persamaan regresi
berganda, dimana model dari persamaan tidak memiliki varians yang konstan.
Untuk melihat apakah data bersifat heteroskedastisitas atau tidak dapat dilihat dari
![Page 11: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/11.jpg)
nilai adjusted R2. Apabila nilai adj R2 weighted lebih besar dari R2 unweighted
maka model teridentifikasi mangandung heteroskedastisitas.
Dalam Gujarati (2009), menyebutkan metode formal untuk mendeteksi adanya
masalah heteroskedastisitas tersebut, yakni :
1. Park test
2. Glejser test
3. Spearsman’s Rank Correlation test
4. Goldfeld-quandt test
5. Breush – Pagan – Godfrey test
6. White General Heteroscedasticity test
Sarwoko, dalam bukunya mengungkapkan bahwa terdapat beberapa penyebab
terjadinya heteroskedastisitas, antara lain :
1. Database dari satu atau lebih variabel mengandung nilai-nilai dengan suatu jarak
(range) yang lebar, yaitu jarak antara nilai yang paling kecil dengan nilai yang
paling besar adalah lebar
2. Perbedaan laju pertumbuhan antara variabel-variabel dependen dan independen
adalah signifikan dalam periode pengamatan untuk data runtut waktu
3. Di dalam data itu sendiri memang terdapat heteroskedastisitas
Menurut Gujarati untuk permasalahan heteroskedastisitas dapat diatasi dengan
member perlakuan cross section weight dan white heteroskedasticity- consistent
covariance untuk mengantisipasi data yang tidak homoskedastis.
Dampak yang timbul dari permasalah hetreroskedastisitas ini antara lain :
![Page 12: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/12.jpg)
1. Varians yang tidak konstan menyebabkan nilai varians menjadi lebih besar dari
taksiran
2. Varians yang besar menyebabkan uji hipotesis (Uji F dan Uji t) menjadi kurang
tepat.
3. Interval kepercayaan menjadi lebih besar akibat standar error yang besar
4. Kesimpulan yang dihasilkan dari regresi yang dilakukan tidak tepat
Solusi untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan meminimalisir
heteroskedastisitas tersebut dengan cross-section weighted regression, dengan
menggunakan metode Generalized Least Square (GLS)
3.4.2. Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian
observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) atau ruang (cross sectional).
Menurut Sarwoko (2005:127), autokorelasi adalah bahwa error term pada satu
periode waktu secara sistematik tergantung pada error term pada periode – periode
waktu yang lain.
Gangguan autokorelasi pada model dapat timbul dikarenakan hal-hal berikut
yaitu:
1. Kelembaman atau inersia dari sebagian deretan waktu ekonomis, di mana
kondisi waktu tertentu dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya.
2. Terdapat salah satu atau lebih variabel yang tidak benar sehingga dapat
menyebabkan bias spesifikasi.
3. Keterlambatan (lag)
4. Manipulasi data
![Page 13: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/13.jpg)
Untuk menguji apakah dalam model tersebut terdapat masalah autokorelasi atau
tidak maka digunakan uji Durbin-Watson dilanjutkan dengan uji Run jika hasil pada
Uji Durbin Watson masih diragukan keberadaan masalah multikolinearitas.
3.4.2.1. Uji Durbin-Watson
Uji D-W hanya digunakan untuk otokorelasi tingkat satu (first order
autocorrelation), dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi
dan tidak ada variabel lag diantara variabel independen.
Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah:
H0: ρ = 0, tidak terdapat masalah autokorelasi
H1: ρ ≠ 0, terdapat masalah autokorelasi
Ketentuan yang berlaku untuk melihat apakah suatu model mempunyai masalah
korelasi berdasarkan pada bagian daerah kritis berikut ini :
Gambar 3.1
Daerah Kritis Penerimaan Uji Durbin-Watson
Sumber: Gujarati, Damodar 2009
Dimana:
dL = batas kritis bawah
dU = batas kritis atas
![Page 14: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/14.jpg)
4- dU = batas kritis atas (dilihat dari batas maksimum)
4 – dL = batas kritis bawah (dilihat dari batas minimum)
Keputusan ada atau tidaknya masalah autokorelasi dalam model dapat diputuskan
melaluli criteria batas kritis pada uji Durbin –Watson yang dijelaskan pada tabel
berikut :
Tabel 3. 4
Kriteria Uji Durbin – Watson
H0 Keputusan JikaTidak ada autokorelasi positif Ditolak 0 < d < dLTidak ada autokorelasi positif Tidak ada keputusan dL < d < dUTidak ada autokorelasi negatif Ditolak 4-dL < d < 4
Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada keputusan 4-dU < d < 4-dL
Tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif
Tidak ditolak dU < d < 4-dU
Sumber: Damodar, Gujarati Ekonometrika Dasar, hal 436
3.4.2.2. Uji Run
Uji Run dilakuan ketika hasil dari pengujian Durbin – Watson terletak
pada daerah ragu-ragu atau tidak ada keputusan apakah terjadi autokorelasi
atau tidak.
Uji run ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya masalah serial
korelasi atau autokorelasi dalam model, dengan melakukan perhitungan
terhadap pergerakan (positif atau negatif) residual. Setelah diperoleh data
residual, maka ditentukan jumlah nilai residual yang positif (N1), nilai residual
negatif (N2), jumlah run atau perubahan nilai positif dan negatif residual (n)
dan jumlah observasinya (N), lalu diuji dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : tidak ada autokorelasi (residual random)
![Page 15: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/15.jpg)
H1 : ada autokorelasi (residual tidak random)
Dari hasil regresi diperoleh:
N : jumlah observasi (N1 + N2)
N1 : jumlah nilai residual positif
N2 : jumlah nilai residual negatif
n : jumlah run
Lalu ditentukan pula nilai rata-rata E(R) dan variansnya σR melalui rumus:
Mean : E (R) = 2 N1 N2
N+1
Variance : σ R2=
2N1 N2(2 N1 N2−N )(N )2 (N−1 )
Penentuan ada tidaknya masalah korelasi dalam model, ditentukan dalam
rentang: E(R) - 1,96 σR ≤ R ≤ E(R) + 1,96 σR
Konsekuensi yang terjadi dengan adanya masalah otokorelasi dalam
regresi adalah :
1. Varians residual cenderung lebih rendah dari yang sebenarnya.
2. Akibatnya R2 lebih tinggi dari yang sebenarnya.
3. Oleh karena itu, uji signifikansi dari uji t dan uji F tidak lagi berlaku, dan jika
diterapkan, cenderung memberikan kesimpulan yang menyesatkan mengenai
signifikansi statistik koefisien regresi yang diestimasi.
![Page 16: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/16.jpg)
3.4.3. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas dapat diartikan sebagai hubungan linier diantara beberapa atau
semua variabel bebas dalam sebuah model regresi. Uji diperlukan agar asumsi ke-10
CLRM (Classical Linear Regression Model) terpenuhi, yaitu suatu kondisi dimana
terdapat hubungan yang linier sempurna diantara beberapa atau semua variabel
bebas dalam sebuah model regresi.
Multikolinearitas dapat dideteksi apabila nilai R2 tinggi tetapi tidak ada atau
hanya sedikit variabel bebas secara tunggal berpengaruh terhadap variabel tidak
bebas berdasarkan ujit-statistik. Untuk lebih jelasnya, uji multikolinear dapat
dilakukan dengan melihat correlation matrix diantara variabel-variabel bebas. Jika
nilai diatas 0,80 maka terdapat multikolinearitas.
Konsekuensi yang muncul akibat dari adanya multikolinearitas adalah (Gujarati,
2009:327):
1. Walaupun BLUE, estimator OLS memiliki nilai varians dan kovarians yang besar.
2. Interval keyakinan cenderung menjadi lebih luas sehingga menyebabkan
“hipotesis nul” lebih mudah untuk tidak dapat ditolak.
3. Rasio t dari satu atau lebih koefisien secara statistik cenderung tidak signifikan.
4. Walaupun rasio t dari satu atau lebih secara statistik tidak signifikan. R2 bisa
sangat tinggi.
5. Estimator OLS dan standar erornya dapat menjadi sensitif terhadap perubahan
kecil dalam data.
![Page 17: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/17.jpg)
Untuk mendeteksi multikolinearitas, tidak hanya ada satu metode yang
dapat dilakukan. Terdapat beberapa metode lain baik itu secara formal atau
informal. Diantaranya adalah (Gujarati,2009:337-341) :
1. Dengam melihat korelasi pair-wise antara regressor (jika tingi terdapat
multikolinearitas)
2. Pemeriksaan korelasi parsial
3. Auxiliary regressions
4. Eigenvalues and condition index
5. TOL dan VIF
6. Scatterplot
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi atau
meminimalisir masalah multikolinearitas, diantaranya sebagai berikut
(Gujarati,2009:342-346):
1. Tidak melakukan apa-apa
2. Mengombinasikan data cross section dengan time series
3. Menghilangkan satu atau lebih variabel dan spesifikasi bias
4. Transformasi variabel
5. Penambahan data baru
6. Mengurangi multikolinearitas dalam regresi polinomian
7. Teknik statsitik multivariate seperti analisis faktor dan komponen pokok atau
teknik seperti ridge regression.
3.5. Objek Penelitian
![Page 18: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/18.jpg)
3.5.1 Variabel Dependen
1. Kredit Modal Kerja UMKM
Kegiatan utama perbankan selain untuk menyimpan uang nasabah adalah juga
untuk menyalurkannya kembali dana tersebut untuk mendapatkan profit. Suatu bank bisa
menyalurkan kredit atau pinjaman kepada masyarakat jika bank tersebut memiliki
sumber dana dari berbagai pihak yaitu dana dari pihak pertama atau pemegang saham,
dana pihak ketiga atau pinjaman antar bank dan dana pihak ketiga yang didapat dari
nasabah.
Salah satu sasaran penyaluran kredit perbankan yaitu kepada sector UMKM.
Krdit UMKM adalah kredit kepada debitor usaha mikro, kecil dan menengah yang
memenuhi definisi dan kriteria usaha mikro, kecil dan menengah sebagaimana diatur
dalam UU No.20 tahun 2008 tentang UMKM. Berdasarkan UU tersebut, UMKM adalah
usaha produktif yang memnuhi kriteria usaha dengan batasan tertentu seperti kekayaan
bersih dan penjualan tahunan. Berikut adalah grafik penyaluran UMKM di 25 kabupaten
dan kota di Provinsi Jawa Barat pada periode Januari 2010 hingga Desember 2011.
Grafik 3.1
Kredit Modal Kerja yang disalurkan Perbankan Umum di Kabupaten dan Kota di
Jawa Baratke Sektor UMKM periode Januari 2010- Desember 2011
![Page 19: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/19.jpg)
Kab. Bekasi Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kab. Purwakarta Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kab. Karawang Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kab. Bogor Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kab. Sukabumi Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kab. Cianjur Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kab. Bandung Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kab. Sumedang Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kab. Tasikmalaya Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kab. Garut Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kab. Ciamis Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kab. Cirebon Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kab. Kuningan Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kab. Indramayu Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kab. Majalengka Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kab. Subang Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kota Banjar Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kota Bandung Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kota Bogor Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kota Sukabumi Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kota Cirebon Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kota Tasikmalaya Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kota Cimahi Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kota Depok Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Kota Bekasi Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
Sumber: Bank Indonesia KPW IV Jawa Barat (data diolah)
Berdasarkan grafik diatas, rata-rata penyaluran kredit modal kerja di 25 Kabupaten
dan Kota di Jawa Barat berada pada kisaran 0-5 triliun rupiah. Kota Bandung menjadi
kota yang memiliki tingkat penyaluran kredit modal kerja yang tertinggi diantara 25
Kabupaten dan Kota di Jawa Barat selama periode Januari 2010 hingga Desember 2011
dengan rata- rata 16,5 triliun rupiah. Sedangkan Kabupaten Bogor memiliki tingat
penyaluran kredit modal kerja yang paling tendah yaitu dengan rata-rata 0,02 triliun
rupiah.
3.5.2. Variabel Independen
1. Volume Deposito
Volume deposito merupakan salah satu komponen dari dana pihak ketiga. Seperti
yang kita ketahui bahwa besar kecilnya jumlah penyaluran kredit oleh perbankan
tergantung kepada jumlah dana yang dimiliki oleh suatu bank. Makadari itu sumber
dana dari pihak ketiga merupakan salah satu ukuran untuk mengukur jumlah dana yang
![Page 20: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/20.jpg)
dimiliki oleh bank. Semakin banyak nasabah bank tersebut maka jumlah dana pihak
ketiga juga meningkat. Ketika jumlah dana yang dimiliki bank melimpah maka dana
yang dialokasikan untuk kredit akan semakin meningkat. Dengan alasan tersebut maka
variabel volume deposito dipilih untuk dijadikan variabel independen dalam model
regresi pada penelitian ini.
Berikut adalah data Volume deposito periode januari 2010 hingga desember 2011
Grafik 3.2
Volume Deposito Perbankan Umum di 25 Kabupaten dan Kota Jawa Barat
Januari 2010 – Desember 2011
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00 kab bekasikab pur-wakartakab karawangkab bogorkab suk-abumikab cianjurkab ban-dungkab sumedang
Sumber: Bank Indonesia KPW IV Jawa Barat (data diolah)
2. Investasi Perbankan
Investasi dapat diartikan sebagai penanaman modal dalam suatu kegiatan yang
memiliki jangka waktu relative panjang dalam berbagai bidang usaha. Penanaman
![Page 21: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/21.jpg)
modal yang ditanamkan dalam arti sempit berupa proyek tertentu baik bersifat fisik
ataupun non fisik (Kasmir dan Jafar, 2012)
Ahli lain menyatakan bahwa investasi adalah penanaman modal yang diharapkan
dapat menghasilkan tambahan dana pada masa yang akan dating (Francis, 1991: hal
1)
Pada penelitian ini, data investasi perbankan yang digunakan yaitu investasi yang
dilakukan dengan menyalurkan kredit kepada masyarakat dengan harapan
mendapatkan keuntungan dari pembayaran kredit tersebut.
Berikut grafik penyaluran kredit perbankan umum di 25 Kabupaten dan Kota di
Jawa Barat :
Grafik 3.3
Investasi Perbankan Umum di 25 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat
Januari 2009- Desember 2011
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni Juli
Agt
Sept Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni Juli
Agt
Sept Okt
Nov
Des
2010 2011
-1.00
1.00
3.00
5.00
7.00
9.00
11.00
13.00
15.00Kab. Bekasi TO-TAL KREDIT
Kab. Purwakarta-TO-TAL KREDIT
Kab. KarawangTO-TAL KREDIT
Kab. Bo-gor-TO-TAL KREDIT
Kab. Suk-abumi-TO-TAL KREDIT
Kab. Cian-jur-TO-TAL KREDIT
Kab. Ban-dungTO-TAL KREDIT
Sumber: Bank Indonesia KPW IV Jawa Barat (data diolah)
![Page 22: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/22.jpg)
Berdasarkan data diatas menunjukan bahwa rata-rata Investasi perbankan
di 25 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat berada pada kisaran angka 1- 3 triliun rupiah.
Perbankan umum di Kabupaten Bandung memiliki tingkat Investasi atau penyaluran
kredit yang paling tinggi yaitu dengan angka rata-rata 56,84 triliun rupiah. Sedangkan
Kabupaten Cirebon memiliki angka penyaluran kredit terendah yaitu berada pada rata-
rata 0, 32 triliun rupiah.
3. Tingkat Suku Bunga Pinjaman
Tingkat suku bunga pinjaman adalah bunga yang diberikan kepadapara
peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank
(Kasmir, 2008). Tingkat suku bunga mempengaruhi jumlah pinjaman yang ingin
disalurkan oleh bank kepada masyarakat. Jika tingkat suku bunga terlalu rendah,
jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah karena orang akan
lebih senang memutarkan uangnya pada sector-sektor yang dinilai produktif.
Suku bunga tinggi akan mendorong investor untuk menanamkan dananya di
bank daripada menginvestasikannya pada sector produksi atau industri yang
memiliki tingkat resiko lebih besar (Tajul Khalwaty, 2000: 144).
Berdasarkan data dari Bank Indonesia wilayah Jawa Barat menunjukan
bahwa tingkat suku bunga di 25 kabupaten dan kota di Jawa Barat sangat
bervariasi. Berikut grafik yang menunjukan tingkat suku bunga pinjaman di 25
kabupaten dan kota di Jawa Barat.
Grafik 3.4
![Page 23: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/23.jpg)
Tingkat Suku Bunga Pinjaman di 25 Kabupaten dan Kota Jawa Barat
Januari 2010 – Desember 2011
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni Juli
Agt
Sept
Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni Juli
Agt
Sept
Okt
Nov Des
2011
0
5
10
15
20
25
30 Kab. Bekasi
Kab. Purwakarta
Sumber: Bank Indonesia KPW IV Jawa Barat (data diolah)
Grafik diatas menunjukan bahwa rata – rata tingkat suku bunga pinjaman
berada pada kisaran angka 12 % hingga 18%. Diantara 25 kabupaten dan kota
tersebut, Kabupaten Tasik memiliki rata-rata tingkat suku bunga pinjaman yang
paling tinggi yaitu 17,5686% selama periode penelitian. Sedangkan rata-rata
tingkat suku bunga terendah dimiliki oleh Kota Cirebon yaitu 8,11125%.
4. Nilai Tukar
Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau
nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya (Salvatore 1997:9).
Menurut Madura (2003:111-123), untuk menentukan perubahan nilai tukar antar
mata uang suatu Negara dipengaruhi oleh beberapa factor yang terjadi di Negara
yang bersangkutan yaitu selisih tingkat inflasi, selisih tingkat suku bunga,
selisih tingkat pertumbuhan GDP, intervensi pemerintah di pasar valuta asing
dan ekspektasi.
![Page 24: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/24.jpg)
Berikut grafik yang menunjukan nilai tukar Rupiah dengan mata uang
dollar. Nilai tukar yang digunakan adalah sama di setiap Kabupaten dan Kota di
Jawa Barat.
Tabel 3.5
Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dengan Dollar
Januari 2010 – Desember 2011
januari
maret
mei juli
septem
ber
november
januari
maret
mei juli
october
december
8000
8200
8400
8600
8800
9000
9200
9400
9600
Sumber: Bank Indonesia KPW IV Jawa Barat (data diolah)
5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan penjumlahan nilai
output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi, di
suatu wilayah tertentu dan dalam kurun waktu tertentu, umumnya dalam satu
tahun kalender. Dalam penghitungannya, untuk menghindari hitung ganda, nilai
output bersih diberi nama secara spesifik yaitu nilai tambah (value added).
![Page 25: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/25.jpg)
Demikian juga, harga yang digunakan dalam perhitungan ini adalah harga
produsen.
Pada penelitian ini digunakan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku yaitu,
PDRB yang menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. Dikarenakan Badan Pusat
Statistik tidak menyediakan data PDRB dalam bulan maka digunakan metode
interpolasi untuk merubah data PDRB tahunan menjadi bulanan. Rumus
interpolasi yang digunakan yaitu (Insukindro)
Y kt=112
+[Y t+k−6,5
12(Y t−Y t−1 )] dengan k = 1,2,3,…,12
Dimana:
Ykt = data pada bulan ke – k dari tahun t
Yt = data pada tahun ke-t
Yt-1 = data pada tahun sebelumnya
Setelah mendapatkan hasil data PDRB bulanan, berikut grafik yang
menunjukan PDRB di 25 kabupaten dan kota di Jawa Barat pada periode Januari
2010 – Desember 2011
Tabel 3.6
PDRB Bulanan di 25 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat
Januari 2010- Desember 2011
![Page 26: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/26.jpg)
janu
ari
febr
uari
mar
etap
ril mei
juni juli
agus
tus
sept
embe
rok
tobe
rno
vem
ber
dese
mbe
rja
nuar
ife
brua
rim
aret
may mei
juni juli
agus
tus
octo
ber
okto
ber
dece
mbe
rde
sem
ber
2010 2011
0
1000000000
2000000000
3000000000
4000000000
5000000000
6000000000
7000000000
8000000000
9000000000
kab bekasi kab purwakartakab karawang kab bogorkab sukabumi kab cianjurkab bandung kab sumedangkab tasik kab garutkab ciamis kab cirebonkab kuningan kab indramayukab majalengka kab subangkota banjar kota bandungkota bogor kota sukabumikota cirebon kota tasikkota cimahi kota depokkota bekasi
Sumber: BPS Jawa Barat (data diolah)
6. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Salah satu ukuran untuk menghitung likuiditas bank adalah Loan to
Deposit Ratio (LDR), yaitu seberapa besar dana bank dilepaskan ke perkreditan.
Ketentuan Bank Indonesia tentang Loan to Deposit Ratio antara 80% hingga
110% (Werdaningtyas, 2002 dalam Bambang Sudiyatno). Semakin tinggi
persentase LDR maka laba bank semakin meningkat (dengan asumsi bank
tersebut mampu menyalurkan kredit dengan efektif), dengan meningkatnya laba
bank maka kinerja bank juga meningkat. Besar kecilnya rasio LDR suatu bank
akan mempengaruhi kinerja bank tersebut.
Rumus untuk mencari Loan to Deposit Ratio adalah :
LDR= Jumlahkredit yangdiberikanDana Pihak Ketiga
×100 %
Berikut ini adalah grafik Loan to Deposit Ratio di 25 Kabupaten dan Kota
di Jawa Barat periode Januari 2010 hingga Desember 2011.
![Page 27: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/27.jpg)
Tabel 3.7
LDR Perbankan Umum di 25 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat
Januari 2010 – Desember 2011
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni Juli
Agt
Sept Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni Juli
Agt
Sept Okt
Nov
Des
2010 2011
0.00
100.00
200.00
300.00 0102 - Kab. Bekasi0103 - Kab. Purwakarta0106 - Kab. Karawang0108 - Kab. Bogor0109 - Kab. Sukabumi0110 - Kab. Cian-jur0111 - Kab. Bandung0112 - Kab. Sumedang0113 - Kab. Tasikmalaya
Sumber: Bank Indonesia KPW IV Jawa Barat (data diolah)
Grafik diata menunjukan bahwa persentase LDR berada di kisaran antara
50% - 200%. Diantara 25 Kabupaten dan kota tersebut, kabupaten tasikmalaya
memiliki rata-rata persentase LDR yang paling tinggi yaitu sekitar 199,97%.
Sedang kan kabupaten Bekasi memiliki rata-rata persentase LDR terendah yaitu
54,33%.
7. Non Performing Loans (NPLs)
Berikut ini adalah grafik yang menunjukan tingkat persentase Non
Performing Loans di 25 kabupaten dan kota di Jawa Barat periode Januari 2010-
Desember 2011.
Tabel 3.8
NPLs Perbankan Umum di 25 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat
Januari 2010 – Desember 2011
![Page 28: BAB III Outline](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052301/55721367497959fc0b923d03/html5/thumbnails/28.jpg)
Jan
Feb
Mar
etA
pril
Mei
Juni Juli
Agu
stSe
ptO
ktN
ov Des Jan
Feb
Mar
etA
pril
Mei
Juni Juli
Agu
stSe
ptO
ktN
ov Des Jan
Feb
Mar
etA
pril
Mei
Juni Juli
Agu
stSe
pt
2010 2011 2012
-
5.00
10.00
15.00
20.00 0102 - Kab. Bekasi0103 - Kab. Purwakarta0106 - Kab. Karawang0108 - Kab. Bogor0109 - Kab. Sukabumi0110 - Kab. Cianjur0111 - Kab. Bandung0112 - Kab. Sumedang
Sumber: Bank Indonesia KPW IV Jawa Barat (data diolah)
Berdasarkan data diatas menunjukan bahwa kisaran persentase NPLs
perbankan umum di 25 kabupaten dan kota di jawa barat berada di kisaran
angka 1% - 4% . kabupaten purwakarta memiliki rata-rata persentase NPLs
paling tinggi yaitu sekitar 4,9%. Angka ini mendekati batas maksimum
persentase NPLs yang ditentukan oleh Bank Indonesia jika ingin dikategorikan
sebagai perbankan dengan kondisi keuangan sehat. Sedangkan Kabupaten
Cirebon memiliki nilai rata-rata persentase NPLs terendah yaitu 0,66%. Angka
ini sangat baik untuk mencerminkan keadaan efektifitas penyaluran kredit di
kabupaten tersebut.