BAB III Outline

40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian 3.1.1. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini, agar lebih terfokus maka ruang lingkup ini dibuat dengan maksud untuk membatasi permasalahan dalam melakukan analisis. Penelitian ini difokuskan pada analisis mengenai faktor-faktor internal perbankan yang mempengaruhi penyaluran kredit di sector UMKM di 25 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat selama tahun 2010 dan 2011 secara bulanan. Tabel 3.1 Ruang Lingkup Penelitian No Kabupaten/ Kota 1 Kab. Bekasi 2 Kab. Purwakarta 3 Kab. Karawang 4 Kab. Bogor 5 Kab sukabumi 6 Kab. Cianjur 7 Kab. Bandung 8 Kab. Sumedang 9 Kab. Tasikmalaya 10 Kab. Garut 11 Kab. Ciamis

Transcript of BAB III Outline

Page 1: BAB III Outline

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metodologi Penelitian

3.1.1. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini, agar lebih terfokus maka ruang lingkup ini dibuat dengan

maksud untuk membatasi permasalahan dalam melakukan analisis. Penelitian ini

difokuskan pada analisis mengenai faktor-faktor internal perbankan yang mempengaruhi

penyaluran kredit di sector UMKM di 25 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat

selama tahun 2010 dan 2011 secara bulanan.

Tabel 3.1

Ruang Lingkup Penelitian

No Kabupaten/ Kota

1 Kab. Bekasi2 Kab. Purwakarta 3 Kab. Karawang 4 Kab. Bogor 5 Kab sukabumi 6 Kab. Cianjur7 Kab. Bandung8 Kab. Sumedang 9 Kab. Tasikmalaya 10 Kab. Garut 11 Kab. Ciamis 12 Kab. Cirebon13 Kab. Kuningan 14 Kab. Indramayu15 Kab. Majalengka16 Kab. Subang17 Kota Banjar18 Kota Bandung19 Kota Bogor20 Kota Sukabumi

Page 2: BAB III Outline

21 Kota Cirebon22 Kota Tasikmalaya23 Kota Cimahi24 Kota Depok25 Kota Bekasi

3.1.2. Metode Pengumpulan Data

1. Jenis dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini berupa data sekunder yang didapat dari Bank Indonesia

kantor Wilayah VI Provinsi Jawa Barat dan pusat data dan analisis pembangunan daerah

Jawa barat serta Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang terdiri dari:

1. Data penyaluran Kredit UMKM oleh seluruh perbankan konvensional di 25

kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat

2. Data volume deposito di seluruh perbankan konvensional di 25 kabupaten dan

kota di Provinsi Jawa Barat

3. Data investasi Data volume deposito di seluruh perbankan konvensional di 25

kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat

4. Data tingkat suku bunga pinjaman di seluruh perbankan konvensional di 25

kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat

5. Data nilai tukar rupiah dari kementerian perdagangan republic Indonesia

6. Data PDRB Jawa Barat dalam buku profil daerah Jawa barat 2012 yang

diterbitkan oleh PUSDALISBANG

7. Data Loan to Deposit Ratio di seluruh perbankan konvensional di 25

kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat

8. Data non Performing Loan di seluruh perbankan konvensional di 25

kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat

2. Populasi dan Pemilihan Sampel

Populasi yang diambil untuk penelitian ini adalah semua bank umum

konvensional yang terdaftar di Bank Indonesia dari periode januari 2010 hingga

Page 3: BAB III Outline

desember 2012 . sedangkan sampel yang diambil ialah kondisi perbankan di 25

kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat.

3.1.3. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif

analisis kuantitatif. Data yang diperoleh dari kantor Bank Indonesia wilayah VI Provinsi

Jawa Barat, Pusat data dan analisis pembangunan daerah Jawa Barat dan situs

Kementrian Perdagangan Republik Indonesia serta berbagai teori ekonomi yang

diperoleh dari jurnal, artikel, buku teks, maupun dari hasil penelitian sebelumnya yang

berkaitan dengan penelitian ini dijadikan dasar dalam melakukan analisis deskriptif.

Adapun analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan model ekonometrika

yang kemudian diolah untuk mendapatkan hasil yang mencerminkan analisis dari

penelitian ini yang disajikan dalam bentuk angka.

Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Panel Data

Regression Model (model regresi data panel). Pengolahan data dilakukan dengan

menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6.0.

3.1.4. Model Penelitian

Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada penelitian yang

dilakukan oleh Felicia Omowunmi Olokoyo (2011) yang berjudul “Determinants of

commercial banks’ Lending Behaviour in Nigeria”. Setelah melakukan beberapa

penyesuaian dengan model yang tertulis dalam penelitian-penelitian maka model

penelitian ini adalah :

Yit= βi + β1Vdit + β2Ipit + β3Irit + β4Fxit + β5PDRBit + β6LDRit + β7NPLsit

Dimana:

Yit = Kredit modal kerja yang disalurkan pada sektor UMKM

Vdit = Volume deposito perbankan umum di 25 kabupaten dan kota Jawa Barat

Page 4: BAB III Outline

Ipit = Investasi dalam bentuk kredit yang disalurkan oleh perbankan umum di 25

kabupaten dan kota Jawa Barat

Irit = Tingkat suku bunga pinjaman perbankan umum di 25 kabupaten dan kota Jawa

Barat

Fxit = Nilai tukar mata uang rupiah dengan dollar

PDRBit = Produk Domestik Regional Bruto di 25 kabupaten dan kota Jawa Barat

LDRit = Loan to Deposit Ratio perbankan umum di 25 kabupaten dan kota di Jawa Barat

NPLsit= Non Performing Loans perbankan umum di 25 kabupaten dan kota di Jawa Barat

i= kode kabupaten

t= kode waktu

3.2. Operasional variabel

Operasional variabel membahas tentang definisi dari variabel-variabel yang digunakan

dalam penelitian ini, dan menunjukkan cara pengukuran dari masing-masing variabel

tersebut, pada setiap indikator dihasilkan dari data sekunder dan dari suatu perhitungan

terhadap formulasi yang mendasarkan pada konsep teori.

Adapun operasionalisasi dari tiap-tiap variabel independen dan variabel dependen

ditunjukkan secara lebih spesifik dalam tabel berikut ini :

Tabel 3.2

Operasional Variabel

Variabel Deskripsi Formula

Dependen

Yit Kredit modal kerja yang disalurkan

pada sektor UMKM di 25

Kabupaten dan Kota di Jawa Barat

periode Januari 2010-Desember

2011. (dalam triliun rupiah)

Page 5: BAB III Outline

Variabel Deskripsi Formula

Independen

Vdit Volume deposito, merupakan salah

satu komponen dari dana pihak

ketiga (deposito, giro, tabungan).

Pada penelitian ini menggunakan

Volume deposito perbankan umu

yang terdapat di 25 kabupaten dan

kota pada periode Januari 2010-

Desember 2011. (dalam triliun

rupiah)

Ipit Investasi, salah satu investasi yang

dilakukan perbankan dalam bentuk

kredit yang disalurkan oleh

perbankan umum yang ada di 25

kabupaten dan kota yan terdapat di

Jawa Barat(dalam triliun rupiah)

Irit Tingkat suku bunga pinjaman

perbankan umum yang terdapat di

25 kabupaten dan kota di Jawa Barat

(dalam persen)

PDRBit Produk Domestik Regional Buto,

merupakan penjumlahan nilai hasil

akhir produksi barang dan jasa yang

dihasilkan oleh faktor-faktor

produksi domestik dalam jangka

waktu tertentu di suatu wilayah,

biasanya dalam jangka waktu satu

tahun. Pada penelitian ini

menggunakan PDRB atas dasar

harga berlaku di 25 kabupaten dan

Y kt=112

+[Y t+k−6,5

12(Y t−Y t−1 )]

Page 6: BAB III Outline

kota di Jawa Barat periode Januari

2010 – Desember 2011. (dalam juta

rupiah). Untuk mendapatkan PDRB

bulanan maka menggunakan metode

interpolasi dari data tahunan ke data

bulanan.

FXit Nilai tukar rupiah terhadap dolar

pada periode Januari 2010 –

Desember 2011.

LDRit Rasio keuangan perbankan yang

menunjukan perbandingan antara

jumlah kredit yang diberikan pada

nasabah peminjam dengan dana

pihak ketiga. (dalam persen)

LDR= Jumlahkredit yangdiberikanDana Pihak Ketiga

×100 %

NPLsit rasio keuangan perbankan yang

menunjukan perbandingan antara

kredit bermasalah dengan total

kredit yang diberikan kepada pihak

ketiga (dalam persen).

NPLs= Jumlahkredit yangbermasalahTotalkredit

× 100 %

3.3. Metode Pengujian

Untuk mengestimasi model dan proses kalkulasi, akan dilakukan pengujian untuk

mengetahui metode apakah yang sebaiknya digunakan dalam penelitian ini, apakah pool

(common), Fixed Effect Model (FEM) atau Random Effect Model (REM).

1. Uji F statistik (chow Test)

Untuk memastikan metode apa yang sebaiknya digunakan dalam mengolah data

dengan model regresi data panel ini, apakah fixed effect model atau pooled (common)

dapat diketahui melalui uji formal yang disebut dengan Uji F statistik / uji chow .

F=(R¿¿2 ur−R2r )/m

(1−R2ur )/df¿

Page 7: BAB III Outline

c how=

RssR−RSSUR

N−1RSSUR

NT −N−K

Hipotesis yang digunakan dalam uji F statistic atau Chow test adalah :

H0: model yang digunakan adalah pooled least squared

H1: model yang digunakan adalah fixed effect

Sedangkan criteria yang menjadi acuan dalam uji F adalah :

Jika F stat > F tabel maka Ho ditolak

Jika F stat < F tabel maka Ho tidak dapat ditolak

Berdasarkan kriteria di atas, dapat disimpulkan bahwa ketika H0 ditolak,

sebaiknya REM yang digunakan dalam model penelitian , namun apabila H0 tidak dapat

ditolak, maka sebaiknya FEM yang digunakan dalam model penelitian.

2. Uji Hausmann

Untuk memastikan metode apa yang sebaiknya digunakan dalam mengolah data

dengan model regresi data panel ini,apakah fixed effect model atau random effectmodel

dapat diketahui melalui uji formal yang disebut dengan Uji Hausmann.

Hipotesis yang digunakan dalam Uji Hausmann adalah :

H0 : penggunaan Random Effect Model (REM) dalam model

H1 : penggunaan Fixed Effect Model (FEM) dalam model

Sedangkan kriteria yang menjadi acuan dalam uji Hausmann adalah :

Jika χ2 stat >χα , df2 , maka H0 ditolak

Jika χ2 stat <χα , df2 , maka H0 tidak dapat ditolak

Berdasarkan kriteria di atas, dapat disimpulkan bahwa ketika H0 ditolak,

sebaiknya REM yang digunakan dalam model penelitian , namun apabila H0 tidak dapat

ditolak, maka sebaiknya FEM yang digunakan dalam model penelitian.

3. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat kedekatan antara variabel

independen dengan variabel dependennya. R2 adalahangka yang memperlihatkan

Page 8: BAB III Outline

besarnya persentase variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen

secara bersama-sama.

R2 adalah besaran non negatif dan besarnya nilai koefiesien determinasi berada di

antara nol sampai dengan angka satu (0 R2 1). Saat nilai R2 mendekati 1 berarti

variabel independen yang terdapat dalam model dapat semakin menjelaskan variabel

dependennya. Sebaliknya, saat nilai R2 mendekati 0 berarti variabel independennya

semakin tidak dapat menjelaskan variabel dependennya.

4. Pengujian t statistik

Uji t-statistik merupakan uji yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel

independen secara individu (parsial) pada tingkat signifikasi tertentu berdasarkan

sampel. Tujuannya untuk membuktikan benar atau tidaknya suatu hipotesis nul.

Pengujian ini dilakukan dengan asumsi bahwa variabel-variabel lain adalah nol atau

konstan. Dalam penelitian ini digunakan uji t-satu arah karena hipotesis penelitian

sudah jelas arahnya.

Uji ini menggunakan hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis positif (uji pihak kanan)

H0 : βi ≤ 0, dimana i = 1, 2, …, n; masing-masing variabel independen tidak

memengaruhi variabel dependen secara signifikan.

H1 : βi > 0, dimana i = 0, dimana i =1, 2, …, n; masing-masing variabel independen

berpengaruh positif terhadap variabel dependen secara signifikan.

Hipotesis negatif (uji pihak kiri)

H0 : βi ≥ 0, dimana i = 1, 2, …, n; masing-masing variabel independen tidak

memengaruhi variabel dependen secara signifikan.

H1 : βi < 0, dimana i = 0, dimana i =1, 2, …, n; masing-masing variabel independen

berpengaruh negatif terhadap variabel dependen secara signifikan.

Page 9: BAB III Outline

Kriteria hasil pengujian adalah sebagai berikut:

Uji pihak kanan:

- Terima H0 jika t-hitung ≤ t-tabel, artinya pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependennya tidak signifikan.

- Tolak H0 jika t-hitung > t-tabel, artinya pengaruh variabel independennya positif

terhadap variabel dependennya.

Uji pihak kiri:

- Terima H0 jika t-hitung ≥ t-tabel, artinya pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependennya tidak signifikan.

- Tolak H0 jika t-hitung < t-tabel, artinya pengaruh variabel independennya negatif

terhadap variabel dependennya.

Untuk menguji hipotesis secara individu, digunakan nilai probabilitas dengan

tingkat signifikansi tertentu.

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil pengujian terhadap hipotesis di atas

adalah sebagai berikut :

Tabel 3.3

Aturan Keputusan Uji t – stat

Tipe Hipotesis H0 H1 Kriteria tolak H0 jika :

Satu arah (kanan) 0 > 0 t-stat > t-tabel

Satu arah (kiri) 0 < 0 t-stat < -t-tabel

Dua arah = 0 ≠ 0 |t-stat| > t-tabel

Sumber : : Damodar N. Gujarati, Basic Econometrics (2009: 118)

Page 10: BAB III Outline

5. Pengujian F statistik

Uji F-statistik merupakan uji yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel

independenterhadap variabel dependen secara serempak atau bersama-sama pada tingkat

signifikansi tertentu berdasarkan sampel. Tujuannya untuk membuktikan benar tidaknya

suatu hipotesis nul.

Uji ini menggunakan hipotesis sebagai berikut:

H0 : i = 0, i = 1,2,3,...,n, variabel independen secara bersama-sama tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen

H1 : i ≠ 0, i = 1,2,3,...,n, variabel independen secara bersama- sama berpengaruh

terhadap variabel dependen

Pada tingkat signifikasi tertentu, kriteria pengujian yang digunakan

sebagai berikut:

Jika F-stat F-tabel, maka H0 tidak dapat ditolak, berarti variabel independen

secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen

Jika F-stat > F-tabel, maka H0 ditolak, berarti variabel independen secara bersama-

sama berpengaruh terhadap variabel dependen

3.4. Pengujian Asumsi Klasik

3.4.1. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah suatu keadaan dalam suatu persamaan regresi

berganda, dimana model dari persamaan tidak memiliki varians yang konstan.

Untuk melihat apakah data bersifat heteroskedastisitas atau tidak dapat dilihat dari

Page 11: BAB III Outline

nilai adjusted R2. Apabila nilai adj R2 weighted lebih besar dari R2 unweighted

maka model teridentifikasi mangandung heteroskedastisitas.

Dalam Gujarati (2009), menyebutkan metode formal untuk mendeteksi adanya

masalah heteroskedastisitas tersebut, yakni :

1. Park test

2. Glejser test

3. Spearsman’s Rank Correlation test

4. Goldfeld-quandt test

5. Breush – Pagan – Godfrey test

6. White General Heteroscedasticity test

Sarwoko, dalam bukunya mengungkapkan bahwa terdapat beberapa penyebab

terjadinya heteroskedastisitas, antara lain :

1. Database dari satu atau lebih variabel mengandung nilai-nilai dengan suatu jarak

(range) yang lebar, yaitu jarak antara nilai yang paling kecil dengan nilai yang

paling besar adalah lebar

2. Perbedaan laju pertumbuhan antara variabel-variabel dependen dan independen

adalah signifikan dalam periode pengamatan untuk data runtut waktu

3. Di dalam data itu sendiri memang terdapat heteroskedastisitas

Menurut Gujarati untuk permasalahan heteroskedastisitas dapat diatasi dengan

member perlakuan cross section weight dan white heteroskedasticity- consistent

covariance untuk mengantisipasi data yang tidak homoskedastis.

Dampak yang timbul dari permasalah hetreroskedastisitas ini antara lain :

Page 12: BAB III Outline

1. Varians yang tidak konstan menyebabkan nilai varians menjadi lebih besar dari

taksiran

2. Varians yang besar menyebabkan uji hipotesis (Uji F dan Uji t) menjadi kurang

tepat.

3. Interval kepercayaan menjadi lebih besar akibat standar error yang besar

4. Kesimpulan yang dihasilkan dari regresi yang dilakukan tidak tepat

Solusi untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan meminimalisir

heteroskedastisitas tersebut dengan cross-section weighted regression, dengan

menggunakan metode Generalized Least Square (GLS)

3.4.2. Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian

observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) atau ruang (cross sectional).

Menurut Sarwoko (2005:127), autokorelasi adalah bahwa error term pada satu

periode waktu secara sistematik tergantung pada error term pada periode – periode

waktu yang lain.

Gangguan autokorelasi pada model dapat timbul dikarenakan hal-hal berikut

yaitu:

1. Kelembaman atau inersia dari sebagian deretan waktu ekonomis, di mana

kondisi waktu tertentu dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya.

2. Terdapat salah satu atau lebih variabel yang tidak benar sehingga dapat

menyebabkan bias spesifikasi.

3. Keterlambatan (lag)

4. Manipulasi data

Page 13: BAB III Outline

Untuk menguji apakah dalam model tersebut terdapat masalah autokorelasi atau

tidak maka digunakan uji Durbin-Watson dilanjutkan dengan uji Run jika hasil pada

Uji Durbin Watson masih diragukan keberadaan masalah multikolinearitas.

3.4.2.1. Uji Durbin-Watson

Uji D-W hanya digunakan untuk otokorelasi tingkat satu (first order

autocorrelation), dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi

dan tidak ada variabel lag diantara variabel independen.

Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah:

H0: ρ = 0, tidak terdapat masalah autokorelasi

H1: ρ ≠ 0, terdapat masalah autokorelasi

Ketentuan yang berlaku untuk melihat apakah suatu model mempunyai masalah

korelasi berdasarkan pada bagian daerah kritis berikut ini :

Gambar 3.1

Daerah Kritis Penerimaan Uji Durbin-Watson

Sumber: Gujarati, Damodar 2009

Dimana:

dL = batas kritis bawah

dU = batas kritis atas

Page 14: BAB III Outline

4- dU = batas kritis atas (dilihat dari batas maksimum)

4 – dL = batas kritis bawah (dilihat dari batas minimum)

Keputusan ada atau tidaknya masalah autokorelasi dalam model dapat diputuskan

melaluli criteria batas kritis pada uji Durbin –Watson yang dijelaskan pada tabel

berikut :

Tabel 3. 4

Kriteria Uji Durbin – Watson

H0 Keputusan JikaTidak ada autokorelasi positif Ditolak 0 < d < dLTidak ada autokorelasi positif Tidak ada keputusan dL < d < dUTidak ada autokorelasi negatif Ditolak 4-dL < d < 4

Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada keputusan 4-dU < d < 4-dL

Tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif

Tidak ditolak dU < d < 4-dU

Sumber: Damodar, Gujarati Ekonometrika Dasar, hal 436

3.4.2.2. Uji Run

Uji Run dilakuan ketika hasil dari pengujian Durbin – Watson terletak

pada daerah ragu-ragu atau tidak ada keputusan apakah terjadi autokorelasi

atau tidak.

Uji run ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya masalah serial

korelasi atau autokorelasi dalam model, dengan melakukan perhitungan

terhadap pergerakan (positif atau negatif) residual. Setelah diperoleh data

residual, maka ditentukan jumlah nilai residual yang positif (N1), nilai residual

negatif (N2), jumlah run atau perubahan nilai positif dan negatif residual (n)

dan jumlah observasinya (N), lalu diuji dengan hipotesis sebagai berikut :

H0 : tidak ada autokorelasi (residual random)

Page 15: BAB III Outline

H1 : ada autokorelasi (residual tidak random)

Dari hasil regresi diperoleh:

N : jumlah observasi (N1 + N2)

N1 : jumlah nilai residual positif

N2 : jumlah nilai residual negatif

n : jumlah run

Lalu ditentukan pula nilai rata-rata E(R) dan variansnya σR melalui rumus:

Mean : E (R) = 2 N1 N2

N+1

Variance : σ R2=

2N1 N2(2 N1 N2−N )(N )2 (N−1 )

Penentuan ada tidaknya masalah korelasi dalam model, ditentukan dalam

rentang: E(R) - 1,96 σR ≤ R ≤ E(R) + 1,96 σR

Konsekuensi yang terjadi dengan adanya masalah otokorelasi dalam

regresi adalah :

1. Varians residual cenderung lebih rendah dari yang sebenarnya.

2. Akibatnya R2 lebih tinggi dari yang sebenarnya.

3. Oleh karena itu, uji signifikansi dari uji t dan uji F tidak lagi berlaku, dan jika

diterapkan, cenderung memberikan kesimpulan yang menyesatkan mengenai

signifikansi statistik koefisien regresi yang diestimasi.

Page 16: BAB III Outline

3.4.3. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas dapat diartikan sebagai hubungan linier diantara beberapa atau

semua variabel bebas dalam sebuah model regresi. Uji diperlukan agar asumsi ke-10

CLRM (Classical Linear Regression Model) terpenuhi, yaitu suatu kondisi dimana

terdapat hubungan yang linier sempurna diantara beberapa atau semua variabel

bebas dalam sebuah model regresi.

Multikolinearitas dapat dideteksi apabila nilai R2 tinggi tetapi tidak ada atau

hanya sedikit variabel bebas secara tunggal berpengaruh terhadap variabel tidak

bebas berdasarkan ujit-statistik. Untuk lebih jelasnya, uji multikolinear dapat

dilakukan dengan melihat correlation matrix diantara variabel-variabel bebas. Jika

nilai diatas 0,80 maka terdapat multikolinearitas.

Konsekuensi yang muncul akibat dari adanya multikolinearitas adalah (Gujarati,

2009:327):

1. Walaupun BLUE, estimator OLS memiliki nilai varians dan kovarians yang besar.

2. Interval keyakinan cenderung menjadi lebih luas sehingga menyebabkan

“hipotesis nul” lebih mudah untuk tidak dapat ditolak.

3. Rasio t dari satu atau lebih koefisien secara statistik cenderung tidak signifikan.

4. Walaupun rasio t dari satu atau lebih secara statistik tidak signifikan. R2 bisa

sangat tinggi.

5. Estimator OLS dan standar erornya dapat menjadi sensitif terhadap perubahan

kecil dalam data.

Page 17: BAB III Outline

Untuk mendeteksi multikolinearitas, tidak hanya ada satu metode yang

dapat dilakukan. Terdapat beberapa metode lain baik itu secara formal atau

informal. Diantaranya adalah (Gujarati,2009:337-341) :

1. Dengam melihat korelasi pair-wise antara regressor (jika tingi terdapat

multikolinearitas)

2. Pemeriksaan korelasi parsial

3. Auxiliary regressions

4. Eigenvalues and condition index

5. TOL dan VIF

6. Scatterplot

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi atau

meminimalisir masalah multikolinearitas, diantaranya sebagai berikut

(Gujarati,2009:342-346):

1. Tidak melakukan apa-apa

2. Mengombinasikan data cross section dengan time series

3. Menghilangkan satu atau lebih variabel dan spesifikasi bias

4. Transformasi variabel

5. Penambahan data baru

6. Mengurangi multikolinearitas dalam regresi polinomian

7. Teknik statsitik multivariate seperti analisis faktor dan komponen pokok atau

teknik seperti ridge regression.

3.5. Objek Penelitian

Page 18: BAB III Outline

3.5.1 Variabel Dependen

1. Kredit Modal Kerja UMKM

Kegiatan utama perbankan selain untuk menyimpan uang nasabah adalah juga

untuk menyalurkannya kembali dana tersebut untuk mendapatkan profit. Suatu bank bisa

menyalurkan kredit atau pinjaman kepada masyarakat jika bank tersebut memiliki

sumber dana dari berbagai pihak yaitu dana dari pihak pertama atau pemegang saham,

dana pihak ketiga atau pinjaman antar bank dan dana pihak ketiga yang didapat dari

nasabah.

Salah satu sasaran penyaluran kredit perbankan yaitu kepada sector UMKM.

Krdit UMKM adalah kredit kepada debitor usaha mikro, kecil dan menengah yang

memenuhi definisi dan kriteria usaha mikro, kecil dan menengah sebagaimana diatur

dalam UU No.20 tahun 2008 tentang UMKM. Berdasarkan UU tersebut, UMKM adalah

usaha produktif yang memnuhi kriteria usaha dengan batasan tertentu seperti kekayaan

bersih dan penjualan tahunan. Berikut adalah grafik penyaluran UMKM di 25 kabupaten

dan kota di Provinsi Jawa Barat pada periode Januari 2010 hingga Desember 2011.

Grafik 3.1

Kredit Modal Kerja yang disalurkan Perbankan Umum di Kabupaten dan Kota di

Jawa Baratke Sektor UMKM periode Januari 2010- Desember 2011

Page 19: BAB III Outline

Kab. Bekasi Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kab. Purwakarta Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kab. Karawang Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kab. Bogor Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kab. Sukabumi Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kab. Cianjur Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kab. Bandung Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kab. Sumedang Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kab. Tasikmalaya Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kab. Garut Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kab. Ciamis Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kab. Cirebon Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kab. Kuningan Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kab. Indramayu Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kab. Majalengka Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kab. Subang Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kota Banjar Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kota Bandung Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kota Bogor Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kota Sukabumi Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kota Cirebon Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kota Tasikmalaya Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kota Cimahi Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kota Depok Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Kota Bekasi Jumlah Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)

Sumber: Bank Indonesia KPW IV Jawa Barat (data diolah)

Berdasarkan grafik diatas, rata-rata penyaluran kredit modal kerja di 25 Kabupaten

dan Kota di Jawa Barat berada pada kisaran 0-5 triliun rupiah. Kota Bandung menjadi

kota yang memiliki tingkat penyaluran kredit modal kerja yang tertinggi diantara 25

Kabupaten dan Kota di Jawa Barat selama periode Januari 2010 hingga Desember 2011

dengan rata- rata 16,5 triliun rupiah. Sedangkan Kabupaten Bogor memiliki tingat

penyaluran kredit modal kerja yang paling tendah yaitu dengan rata-rata 0,02 triliun

rupiah.

3.5.2. Variabel Independen

1. Volume Deposito

Volume deposito merupakan salah satu komponen dari dana pihak ketiga. Seperti

yang kita ketahui bahwa besar kecilnya jumlah penyaluran kredit oleh perbankan

tergantung kepada jumlah dana yang dimiliki oleh suatu bank. Makadari itu sumber

dana dari pihak ketiga merupakan salah satu ukuran untuk mengukur jumlah dana yang

Page 20: BAB III Outline

dimiliki oleh bank. Semakin banyak nasabah bank tersebut maka jumlah dana pihak

ketiga juga meningkat. Ketika jumlah dana yang dimiliki bank melimpah maka dana

yang dialokasikan untuk kredit akan semakin meningkat. Dengan alasan tersebut maka

variabel volume deposito dipilih untuk dijadikan variabel independen dalam model

regresi pada penelitian ini.

Berikut adalah data Volume deposito periode januari 2010 hingga desember 2011

Grafik 3.2

Volume Deposito Perbankan Umum di 25 Kabupaten dan Kota Jawa Barat

Januari 2010 – Desember 2011

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00 kab bekasikab pur-wakartakab karawangkab bogorkab suk-abumikab cianjurkab ban-dungkab sumedang

Sumber: Bank Indonesia KPW IV Jawa Barat (data diolah)

2. Investasi Perbankan

Investasi dapat diartikan sebagai penanaman modal dalam suatu kegiatan yang

memiliki jangka waktu relative panjang dalam berbagai bidang usaha. Penanaman

Page 21: BAB III Outline

modal yang ditanamkan dalam arti sempit berupa proyek tertentu baik bersifat fisik

ataupun non fisik (Kasmir dan Jafar, 2012)

Ahli lain menyatakan bahwa investasi adalah penanaman modal yang diharapkan

dapat menghasilkan tambahan dana pada masa yang akan dating (Francis, 1991: hal

1)

Pada penelitian ini, data investasi perbankan yang digunakan yaitu investasi yang

dilakukan dengan menyalurkan kredit kepada masyarakat dengan harapan

mendapatkan keuntungan dari pembayaran kredit tersebut.

Berikut grafik penyaluran kredit perbankan umum di 25 Kabupaten dan Kota di

Jawa Barat :

Grafik 3.3

Investasi Perbankan Umum di 25 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat

Januari 2009- Desember 2011

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Juni Juli

Agt

Sept Okt

Nov

Des

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Juni Juli

Agt

Sept Okt

Nov

Des

2010 2011

-1.00

1.00

3.00

5.00

7.00

9.00

11.00

13.00

15.00Kab. Bekasi TO-TAL KREDIT

Kab. Purwakarta-TO-TAL KREDIT

Kab. KarawangTO-TAL KREDIT

Kab. Bo-gor-TO-TAL KREDIT

Kab. Suk-abumi-TO-TAL KREDIT

Kab. Cian-jur-TO-TAL KREDIT

Kab. Ban-dungTO-TAL KREDIT

Sumber: Bank Indonesia KPW IV Jawa Barat (data diolah)

Page 22: BAB III Outline

Berdasarkan data diatas menunjukan bahwa rata-rata Investasi perbankan

di 25 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat berada pada kisaran angka 1- 3 triliun rupiah.

Perbankan umum di Kabupaten Bandung memiliki tingkat Investasi atau penyaluran

kredit yang paling tinggi yaitu dengan angka rata-rata 56,84 triliun rupiah. Sedangkan

Kabupaten Cirebon memiliki angka penyaluran kredit terendah yaitu berada pada rata-

rata 0, 32 triliun rupiah.

3. Tingkat Suku Bunga Pinjaman

Tingkat suku bunga pinjaman adalah bunga yang diberikan kepadapara

peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank

(Kasmir, 2008). Tingkat suku bunga mempengaruhi jumlah pinjaman yang ingin

disalurkan oleh bank kepada masyarakat. Jika tingkat suku bunga terlalu rendah,

jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah karena orang akan

lebih senang memutarkan uangnya pada sector-sektor yang dinilai produktif.

Suku bunga tinggi akan mendorong investor untuk menanamkan dananya di

bank daripada menginvestasikannya pada sector produksi atau industri yang

memiliki tingkat resiko lebih besar (Tajul Khalwaty, 2000: 144).

Berdasarkan data dari Bank Indonesia wilayah Jawa Barat menunjukan

bahwa tingkat suku bunga di 25 kabupaten dan kota di Jawa Barat sangat

bervariasi. Berikut grafik yang menunjukan tingkat suku bunga pinjaman di 25

kabupaten dan kota di Jawa Barat.

Grafik 3.4

Page 23: BAB III Outline

Tingkat Suku Bunga Pinjaman di 25 Kabupaten dan Kota Jawa Barat

Januari 2010 – Desember 2011

Feb

Mar

Apr

Mei

Juni Juli

Agt

Sept

Okt

Nov Des Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Juni Juli

Agt

Sept

Okt

Nov Des

2011

0

5

10

15

20

25

30 Kab. Bekasi

Kab. Purwakarta

Sumber: Bank Indonesia KPW IV Jawa Barat (data diolah)

Grafik diatas menunjukan bahwa rata – rata tingkat suku bunga pinjaman

berada pada kisaran angka 12 % hingga 18%. Diantara 25 kabupaten dan kota

tersebut, Kabupaten Tasik memiliki rata-rata tingkat suku bunga pinjaman yang

paling tinggi yaitu 17,5686% selama periode penelitian. Sedangkan rata-rata

tingkat suku bunga terendah dimiliki oleh Kota Cirebon yaitu 8,11125%.

4. Nilai Tukar

Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau

nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya (Salvatore 1997:9).

Menurut Madura (2003:111-123), untuk menentukan perubahan nilai tukar antar

mata uang suatu Negara dipengaruhi oleh beberapa factor yang terjadi di Negara

yang bersangkutan yaitu selisih tingkat inflasi, selisih tingkat suku bunga,

selisih tingkat pertumbuhan GDP, intervensi pemerintah di pasar valuta asing

dan ekspektasi.

Page 24: BAB III Outline

Berikut grafik yang menunjukan nilai tukar Rupiah dengan mata uang

dollar. Nilai tukar yang digunakan adalah sama di setiap Kabupaten dan Kota di

Jawa Barat.

Tabel 3.5

Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dengan Dollar

Januari 2010 – Desember 2011

januari

maret

mei juli

septem

ber

november

januari

maret

mei juli

october

december

8000

8200

8400

8600

8800

9000

9200

9400

9600

Sumber: Bank Indonesia KPW IV Jawa Barat (data diolah)

5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan penjumlahan nilai

output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi, di

suatu wilayah tertentu dan dalam kurun waktu tertentu, umumnya dalam satu

tahun kalender. Dalam penghitungannya, untuk menghindari hitung ganda, nilai

output bersih diberi nama secara spesifik yaitu nilai tambah (value added).

Page 25: BAB III Outline

Demikian juga, harga yang digunakan dalam perhitungan ini adalah harga

produsen.

Pada penelitian ini digunakan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku yaitu,

PDRB yang menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung

menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. Dikarenakan Badan Pusat

Statistik tidak menyediakan data PDRB dalam bulan maka digunakan metode

interpolasi untuk merubah data PDRB tahunan menjadi bulanan. Rumus

interpolasi yang digunakan yaitu (Insukindro)

Y kt=112

+[Y t+k−6,5

12(Y t−Y t−1 )] dengan k = 1,2,3,…,12

Dimana:

Ykt = data pada bulan ke – k dari tahun t

Yt = data pada tahun ke-t

Yt-1 = data pada tahun sebelumnya

Setelah mendapatkan hasil data PDRB bulanan, berikut grafik yang

menunjukan PDRB di 25 kabupaten dan kota di Jawa Barat pada periode Januari

2010 – Desember 2011

Tabel 3.6

PDRB Bulanan di 25 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat

Januari 2010- Desember 2011

Page 26: BAB III Outline

janu

ari

febr

uari

mar

etap

ril mei

juni juli

agus

tus

sept

embe

rok

tobe

rno

vem

ber

dese

mbe

rja

nuar

ife

brua

rim

aret

may mei

juni juli

agus

tus

octo

ber

okto

ber

dece

mbe

rde

sem

ber

2010 2011

0

1000000000

2000000000

3000000000

4000000000

5000000000

6000000000

7000000000

8000000000

9000000000

kab bekasi kab purwakartakab karawang kab bogorkab sukabumi kab cianjurkab bandung kab sumedangkab tasik kab garutkab ciamis kab cirebonkab kuningan kab indramayukab majalengka kab subangkota banjar kota bandungkota bogor kota sukabumikota cirebon kota tasikkota cimahi kota depokkota bekasi

Sumber: BPS Jawa Barat (data diolah)

6. Loan to Deposit Ratio (LDR)

Salah satu ukuran untuk menghitung likuiditas bank adalah Loan to

Deposit Ratio (LDR), yaitu seberapa besar dana bank dilepaskan ke perkreditan.

Ketentuan Bank Indonesia tentang Loan to Deposit Ratio antara 80% hingga

110% (Werdaningtyas, 2002 dalam Bambang Sudiyatno). Semakin tinggi

persentase LDR maka laba bank semakin meningkat (dengan asumsi bank

tersebut mampu menyalurkan kredit dengan efektif), dengan meningkatnya laba

bank maka kinerja bank juga meningkat. Besar kecilnya rasio LDR suatu bank

akan mempengaruhi kinerja bank tersebut.

Rumus untuk mencari Loan to Deposit Ratio adalah :

LDR= Jumlahkredit yangdiberikanDana Pihak Ketiga

×100 %

Berikut ini adalah grafik Loan to Deposit Ratio di 25 Kabupaten dan Kota

di Jawa Barat periode Januari 2010 hingga Desember 2011.

Page 27: BAB III Outline

Tabel 3.7

LDR Perbankan Umum di 25 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat

Januari 2010 – Desember 2011

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Juni Juli

Agt

Sept Okt

Nov

Des

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Juni Juli

Agt

Sept Okt

Nov

Des

2010 2011

0.00

100.00

200.00

300.00 0102 - Kab. Bekasi0103 - Kab. Purwakarta0106 - Kab. Karawang0108 - Kab. Bogor0109 - Kab. Sukabumi0110 - Kab. Cian-jur0111 - Kab. Bandung0112 - Kab. Sumedang0113 - Kab. Tasikmalaya

Sumber: Bank Indonesia KPW IV Jawa Barat (data diolah)

Grafik diata menunjukan bahwa persentase LDR berada di kisaran antara

50% - 200%. Diantara 25 Kabupaten dan kota tersebut, kabupaten tasikmalaya

memiliki rata-rata persentase LDR yang paling tinggi yaitu sekitar 199,97%.

Sedang kan kabupaten Bekasi memiliki rata-rata persentase LDR terendah yaitu

54,33%.

7. Non Performing Loans (NPLs)

Berikut ini adalah grafik yang menunjukan tingkat persentase Non

Performing Loans di 25 kabupaten dan kota di Jawa Barat periode Januari 2010-

Desember 2011.

Tabel 3.8

NPLs Perbankan Umum di 25 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat

Januari 2010 – Desember 2011

Page 28: BAB III Outline

Jan

Feb

Mar

etA

pril

Mei

Juni Juli

Agu

stSe

ptO

ktN

ov Des Jan

Feb

Mar

etA

pril

Mei

Juni Juli

Agu

stSe

ptO

ktN

ov Des Jan

Feb

Mar

etA

pril

Mei

Juni Juli

Agu

stSe

pt

2010 2011 2012

-

5.00

10.00

15.00

20.00 0102 - Kab. Bekasi0103 - Kab. Purwakarta0106 - Kab. Karawang0108 - Kab. Bogor0109 - Kab. Sukabumi0110 - Kab. Cianjur0111 - Kab. Bandung0112 - Kab. Sumedang

Sumber: Bank Indonesia KPW IV Jawa Barat (data diolah)

Berdasarkan data diatas menunjukan bahwa kisaran persentase NPLs

perbankan umum di 25 kabupaten dan kota di jawa barat berada di kisaran

angka 1% - 4% . kabupaten purwakarta memiliki rata-rata persentase NPLs

paling tinggi yaitu sekitar 4,9%. Angka ini mendekati batas maksimum

persentase NPLs yang ditentukan oleh Bank Indonesia jika ingin dikategorikan

sebagai perbankan dengan kondisi keuangan sehat. Sedangkan Kabupaten

Cirebon memiliki nilai rata-rata persentase NPLs terendah yaitu 0,66%. Angka

ini sangat baik untuk mencerminkan keadaan efektifitas penyaluran kredit di

kabupaten tersebut.