BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme 1 ...eprints.umm.ac.id/66212/3/BAB II.pdf ·...

13
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme (Constructivism paradigm) 1. Pandangan Konstruktivisme terhadap Realitas Dalam Ilmu Komunikasi terdapat 5 paradigma penelitian komunikasi, antara lainn : (a) Paradigma Positivis, (b) Paradigma Postpositivis, (c) Paradigma Konstruktivis, (d) Paradigma Kritis, dan (e) Paradigma Partisipatoris. Pada Sub bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai Paradigma Konstruktivisme. Paradigma Konstruktivisme pertama kali diperkenalkan oleh Peter L.Berger dan Thomas Luckmann. Bagi Berger dan Luckmann, paradigma ini penting sebagai salah satu perspektif atau sudut pandang dalam melihat gejala sosial atau realitas sosial. Konsep Konstruktivisme sejalan dengan konsep konstruksi realitas sosial, konstruksionisme, construktivis sosial, construksionist sosial. Dalam hal ini bisa disebut sebagai konsep konstruksi sosial (social construction). Berger dan Luckmann menjelaskan bahwa konstruksi sosial/realitas terjadi secara stimulan melalui tiga tahapan, yaitu tahap eksternalisasi, objektivasi, dan terakhir tahap internalisasi. Paradigma konstruktivisme oleh Peter L.Berger dan Luckmann kemudian dikenal dengan teori konstruksi realitas sosial atau teori dialektika (Karman, 2015). Mereka menjelaskan bahwa proses sosial didapatkan melalui aksi dan interaksi yang diciptakan oleh individu secara terus menerus sehingga menghasilkan suatu realitas yang dimiliki dan dialami secara perorangan. Pendapat lain oleh Goffman lebih menganggap konsep kostruksi sosial atas realitas itu sederhana.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme 1 ...eprints.umm.ac.id/66212/3/BAB II.pdf ·...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme 1 ...eprints.umm.ac.id/66212/3/BAB II.pdf · Media dalam membuat berita maupun liputan lainnya menyampaikan ... sengaja melakukan

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Paradigma Konstruktivisme (Constructivism paradigm)

1. Pandangan Konstruktivisme terhadap Realitas

Dalam Ilmu Komunikasi terdapat 5 paradigma penelitian komunikasi,

antara lainn : (a) Paradigma Positivis, (b) Paradigma Postpositivis, (c)

Paradigma Konstruktivis, (d) Paradigma Kritis, dan (e) Paradigma

Partisipatoris. Pada Sub bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai

Paradigma Konstruktivisme. Paradigma Konstruktivisme pertama kali

diperkenalkan oleh Peter L.Berger dan Thomas Luckmann. Bagi Berger

dan Luckmann, paradigma ini penting sebagai salah satu perspektif atau

sudut pandang dalam melihat gejala sosial atau realitas sosial. Konsep

Konstruktivisme sejalan dengan konsep konstruksi realitas sosial,

konstruksionisme, construktivis sosial, construksionist sosial. Dalam hal

ini bisa disebut sebagai konsep konstruksi sosial (social construction).

Berger dan Luckmann menjelaskan bahwa konstruksi sosial/realitas

terjadi secara stimulan melalui tiga tahapan, yaitu tahap eksternalisasi,

objektivasi, dan terakhir tahap internalisasi. Paradigma konstruktivisme

oleh Peter L.Berger dan Luckmann kemudian dikenal dengan teori

konstruksi realitas sosial atau teori dialektika (Karman, 2015). Mereka

menjelaskan bahwa proses sosial didapatkan melalui aksi dan interaksi

yang diciptakan oleh individu secara terus menerus sehingga

menghasilkan suatu realitas yang dimiliki dan dialami secara perorangan.

Pendapat lain oleh Goffman lebih menganggap konsep kostruksi sosial

atas realitas itu sederhana.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme 1 ...eprints.umm.ac.id/66212/3/BAB II.pdf · Media dalam membuat berita maupun liputan lainnya menyampaikan ... sengaja melakukan

10

Ia berpendapat bahwa setiap orang secara terus menerus dapat

mengubah definisi dalam melambangkan sesuatu baik tindakan maupun

tentang individu lain ketika kita bergerak melewati ruang dan waktu.

Setiap orang memiliki beragam perlambangan hanya saja terkadang kita

tidak menyadarinya. Setiap orang dapat berpindah dari satu realitas

pengalaman ke realitas lainnya tanpa menyadari bahwa kita telah melewati

batasnya. Oleh karena itu ia menganggap bahwa setiap orang tidak

memiliki stok kemampuan pengetahuan yang dikontrol oleh institusi

sebagaimana yang diyakini oleh para ahli konstruksionisme sosial.

Goffman menyatakan bahwa pengalaman seorang individu terhadap

realitas tergantung pada kemampuannya dalam mengartikan kondisi di

kehidupan sehari-hari. (Tamburaka, 2012).

Constructivism paradigm merupakan paradigma dalam komunikasi

yang menganggap bahwa realitas sosial bersifat relative, yaitu realitas

sosial merupakan hasil dari konstruksi sosial. Pada kenyataanya realitas

sosial tidak bisa berdiri sendiri tanpa peran dari individu, baik di luar

maupun di dalam realitas itu sendiri. Subjek mengkonstruksi realitas sosial

kemudian mengkonstruksinya dalam dunia realitasnya. Setelah itu

menyempurnakan realitas tersebut berdasarkan subjektifitas individu lain

dalam lingkup sosialnya. Pengetahuan juga merupakan konstruksi dari

seseorang yang memahami suatu hal yang tidak dipahami oleh individu

yang pasif. Sehingga pemahaman tersebut tidak dapat ditransfer.

Konstruksi harus dilakukan sendiri oleh individu tersebut berdasar

pengetahuannya, sedangkan lingkungan adalah sarana terjadinya

konstruksi itu. Pengetahuan dalam pandangan realism hipotesis

merupakan sebuah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati dan

menuju pada pengetahuan realitas yang haqiqi. Construktivism dilihat

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme 1 ...eprints.umm.ac.id/66212/3/BAB II.pdf · Media dalam membuat berita maupun liputan lainnya menyampaikan ... sengaja melakukan

11

sebagai sebuah kerja kognitif individu dalam menafsirkan dunia realitas

yang ada (Bungin, 2011).

2. Media dan Konstruksi Realitas

Media dalam membuat berita maupun liputan lainnya menyampaikan

pesan dengan tujuan tertentu. Terdapat motif dibalik pemberitaan yang

ingin ditanamkan oleh media cetak, elektronik maupun online kepada

khalayak. Karena perubahan kognitif dalam pikiran dapat merubah pola

pikir, sikap, dan perilaku tiap individu dalam memandang dan memahami

dunia. Dalam Wibowo (2010:122) yang dikutip oleh Apriadi Tamburaka

dalam bukunya yang berjudul Agenda Setting Media Massa, Hall (1982)

meyakini bahwa eksistensi mass media kini menjadikan saluran informasi

sebagai wadah yang tidak lagi memproduksi realitas melainkan

melakukan konstruksi/bingkai berita dengan memakai pilihan kata tertentu

yang menarik. Misalnya saja jika ada kejadian tentang kerusuhan, maka

media massa disini hanya sekedar ikut serta dalam melakukan konstruksi

realitas. (Tamburaka, 2012).

Pendekatan konstruktivisme atau konstruksionis mempunyai penilaian

sendiri bagaimana media dilihat. Media merupakan agen konstruksi

realitas. Media bukan sekedar saluran penyampai informasi melainkan

juga sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas. Disini media tidak

sekedar menampilkan dan menunjukkan realitas serta pendapat

narasumber, namun juga melakukan bingkai oleh media itu sendiri.

Dengan kata lain, media sangat berperan dalam mengkonstruksi realitas

(Eriyanto, 2002).

Selain media yang berperan sebagai konstruksi atas realitas, jurnalis

juga memegang peran. Realitas yang ditampilkan oleh seorang jurnalis

kepada publik bukan fakta yang sebenarnya, melainkan hasil dari bingkai

atas konstruksi yang ia lihat melalui ideologynya. Bagaimana konstruksi

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme 1 ...eprints.umm.ac.id/66212/3/BAB II.pdf · Media dalam membuat berita maupun liputan lainnya menyampaikan ... sengaja melakukan

12

realitas itu bekerja adalah berawal dari para wartawan kemudian ada pada

eksekutif media. Kedua hal ini adalah yang sering kali mempengaruhi

kebijakan dari suatu pemberitaan.

Breed (1995) menyatakan kebijakan biasanya bersifat terselubung

karena kebijakan itu terkadang tidak sesuai dengan kode etik jurnalisme

dan para eksekutif media tidak ingin dituduh telah memerintahkan agar

surat kabarnya miring ke berita-berita tertentu (Tamburaka, 2012).

3. Berita Sebagai Kontstruksi Realitas

Dalam buku yang berjudul Agenda Setting Media Massa oleh Ardian

Tamburaka, Severinn & Tannkard, JR. (2010:400-401) menyebutkan

nama Gaye Tuchmann dalam bukunya Making News (1978) yang

menjelaskan : “Berita merupakan konstruksi atas realitas sosial. Tindakan

membuat berita adalah tindakan mengkonstruksi realitas, bukan

penggambaran berita”.

Mengkonstruksi realitas dalam konteks berita ialah Wartawan

memiliki sudut pandang yang berbeda dalam memaknai suati isu.

Pandangan Jurnalis dalam mengkonstruksi berita dituangkan kedalam

sebuah naskah berita. Disini realitas merupakan produk interaksi antara

wartawan dengan fakta. Paradigma konstruktivisme menilai

fakta/peristiwa merupakan hasil konstruksi dari konsepsi pemahaman

realitas oleh seorang Jurnalis. Sehingga pemberitaan cenderung berbeda

Fakta yang dihasilkan bisa berbeda. Jurnalis/Wartawan dianggap sebagai

agen konstruksi realitas karena proses dan hasil konstruksi atas berita

selalu bersifat subjektif (Eriyanto, 2002).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme 1 ...eprints.umm.ac.id/66212/3/BAB II.pdf · Media dalam membuat berita maupun liputan lainnya menyampaikan ... sengaja melakukan

13

Seorang pengajar Jurnalistik, Alex Sobur mengatakan bahwa “Tidak

semua peristiwa dianggap penting sebagai sebuah berita, dan tidak semua

kejadian pantas dikategorikan sebagai berita.” Harus kita ketahui bahwa

berita hasil media massa diragukan kebenarannya karena realitas yang

ditampilkan merupakan hasil dari konstruksi fakta yang dilihat wartawan

melalui engel menarik dari peristiwa tersebut. Fakta yang dihasilkan

media tidak sebagaimana harapan public. Tak sedikit media massa yang

sengaja melakukan kebohongan demi meraih sebuah kemenarikan berita.

Sehingga kita sebagai pembaca baiknya mempertimbangkan dan

mencermati terlebih dahulu berita yang disajikan (Wazis, 2012).

Pendekatan konstruktivisme atau konstruksionis melihat berita sebagai

hasil kontruksi dari realitas. Berita senantiasa melibatkan pandangan

ideology dan penilaian tersendiri dari seorang Jurnalis maupun media.

Semua itu merupakan hasil kerja dari konstruksi seorang jurnalistik.

Setiap proses dalam pembuatan berita seperti pemilihan kata, narasumber,

kata dan foto hingga proses editing menunjukkan bahaimana fakta

tersebut ditampilkan kepada khalayak. Berita merupakan produk

konstruksi realitas yang subjektif serta pemaknaan atas realitas.

Maksud sifat berita yang subyektif yaitu ketika meliput suatu kejadian,

pandangan wartawan tidak bisa dikesampingkan karena ia menangkap

peristiwa dengan perspektifnya dan penuh pertimbangan (Eriyanto, 2002).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme 1 ...eprints.umm.ac.id/66212/3/BAB II.pdf · Media dalam membuat berita maupun liputan lainnya menyampaikan ... sengaja melakukan

14

B. Bingkai Berita

Di masa kini, konsepsi bingkai berita menjadi acuan yang banyak

digunakan dalam literature kajian Ilmu Komunikasi, khususnya mengenai

kajian teks media. Hal tersebut sebagai penggambaran atas proses seleksi dan

penyorotan aspek tertentu dalam realitas media. Bingkai berita atau analisis

framing dalam studi komunikasi digunakan untuk mencari tau strategi

maupun ideology suatu media dalam mengkonstruksi sebuah realitas.

Maksudnya adalah melihat bagaimana sudut pandang subjektif dari seorang

jurnalis/wartawan ketika melakukan penyeleksian isu serta strateginya dalam

menyusun berita. Perspektif wartawan itu yang nantinya akan menentukan isu

yang dipilih, apa yang dihilangkan dan ditonjolkan, serta kemana arah

pemberitaan tersebut (Sobur, 2015).

Jika dalam beberapa media ditemukan memiliki keberpihakan

terhadap suatu isu tertentu atau suatu kelompok tertentu, maka hal ini

disebabkan karena suatu media memiliki kepentingan yang akhirnya

cenderung dalam memberitakan isu dan menonjolkan individu atau kelompok

tersebut. Perbedaan media dalam melakukan pembingkaian terhadap suatu

isu/peristiwa menyebabkan perbedaan tentang bagaimana isu tersebut

dipahami oleh khalayak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa analisis framing

adalah tentang bagaimana suatu media menangkap, memahami, menafsirkan,

serta membingkai sebuah isu/peristiwa yang kemudian dipubliksaikan kepada

khalayak. Selain itu 2 hal pokok dalam melakukan bingkai berita adalah

pemaknaan dan penulisan fakta terhadap suatu peristiwa. Secara singkat,

analisis framing merupakan penggambaran terhadap suatu isu/peristiwa yang

dibingkai oleh media.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme 1 ...eprints.umm.ac.id/66212/3/BAB II.pdf · Media dalam membuat berita maupun liputan lainnya menyampaikan ... sengaja melakukan

15

Salah satu model framing yang paling populer digunakan dalam

melakukan bingkai berita yaitu framing milik Zhongdang Pan dan Gerald

M.Kosicki. Terdapat 2 konsep utama dari pembingkaian yang saling berkaitan

yaitu konsep psikologis dan sosiologis. Konsep psikologis memberikan

penekanan pada bagaimana individu memproses informasi dari dalam dirinya.

Sedangkan konsep sosiologis merupakan proses yang dilakukan individu

dalam pengklasifikasian, pengorganisasian, dan penafsiran atas pengalaman

sosial untuk memahami dirinya sendiri dan mengerti realitas dari luas dirinya.

Pendekatan framing dalam model Pan dan Kosicki terbagi dalam 4 struktur,

yaitu Sintaksis, Skrip, Tematik, dan Retoris. Semua struktur itu adalah suatu

rangkaian yang dapat menunjukkan pembingkaian oleh suatu media. Berikut

model analisis framing oleh Pan dan M.Kosicki :

1. Struktur Sintaksis, yaitu melihat bagaimana strategi wartawan dalam

melakukan penyusunan fakta. Perangkat framingnya adalah skema. Hal

yang diamati adalah judul, lead, latar informasi, kutipan sumber,

opini/pernyataan penulis, serta penutup.

2. Struktur Skrip, yaitu melihat bagaimana strategi wartawan dalam

melakukan pengisahan fakta. Perangkat framingnya adalah kelengkapan

berita. Hal yang diamati adalah kelengkapan 5W+1H dalam sebuah berita.

3. Struktur Tematik, yaitu melihat bagaimana strategi wartawan dalam

melakukan penulisan fakta. Perangkat framing dari tematik adalah detail,

koherensi, bentuk kalimat, dan kata ganti. Hal yang diamati adalah

paragraf, proposisi kalimat, serta hubungan antar kalimat.

4. Struktur Retoris, yaitu melihat bagaimana strategi wartawan dalam

melakukan penekanan fakta. Perangkat framing dari retoris antara lain

leksikon, grafis, dan metafora. Hal yang diamati adalah pemakaian kata,

grafik, idiom, serta foto/gambar.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme 1 ...eprints.umm.ac.id/66212/3/BAB II.pdf · Media dalam membuat berita maupun liputan lainnya menyampaikan ... sengaja melakukan

16

C. The New Media (Media Online)

Di zaman modern seperti sekarang ini sedikit kita dapati orang-orang

yang membaca berita melalui surat kabar. Kecanggihan mengantarkan kita

pada kemudahan dalam mendapatkan informasi, salah satunya adalah dengan

mengakses internet. Dalam buku berjudul “Teori Komunikasi : Sejarah,

Metode, dan Terapan didalam Media Massa” (McManus:1994) Severin dan

Tankard menyebutkan beberapa ciri dari lingkungan the new media yaitu : (1)

Teknologi yang dahulu berbeda sekarang bergabung menjadi satu bagian

seperti percetakan dan penyiaran; (2) Media berlimpah, tidak lagi langka; (3)

Kepuasan massa audiens kolektif bergeser menjadi kepuasaan sebuah

kelompok tertentu dan individu; (4) Kini Media interaktif, bukan lagi pesan

satu arah. (Werner J Severin, 2009)

The New media menjadi ancaman terhadap semakin menurunnya tiras

surat kabar dan semakin meningkatnya pengguna media online di internet.

Dikabarkan pula bahwa surat kabar akan berakhir digantikan oleh media

massa baru, yaitu media online. Meskipun tidak seburuk Negara-negara maju

seperti Amerika Serikat, tetapi fakta menunjukkan bahwa di beberapa wilayah

Indonesia telah banyak yang gulung tikar, salah satunya adalah biro

perwakilan media cetak Jakarta di Bandung yang sudah ditutu. Hal itu terjadi

akibat semakin rendahnya tingkat pembaca media cetak (surat kabar) dan

semakin meningkatnya pengguna internet. Hingga tahun 2009 sekitar

40jutaan orang Indonesia lebih memilih untuk mengakses informasi melalui

internet. Saat ini banyak media cetak yang juga memiliki portal media online

di Internet karena terbukti bahwa media online memiliki nilai yang lebih

tinggi dibanding media cetak karena pembaca dapat menemukan beragam

informasi yang bisa diakses kapan saja setiap harinya tanpa batas (Engkus

Kuswarno, 2013).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme 1 ...eprints.umm.ac.id/66212/3/BAB II.pdf · Media dalam membuat berita maupun liputan lainnya menyampaikan ... sengaja melakukan

17

Jurnalistik jenis online di Eropa dan Amerika telah menjadi pesaing

yang kuat bagi jurnalisme media cetak. Sudah banyak media-media cetak

yang gulung tikar akibat semakin canggihnya jurnalistik yang disajikan

melalui dunia maya ini. Faktanya, Jurnalisme online memiliki banyak

keunggulan dibanding jurnalisme media cetak. Keunggulan-keunggulan yang

dimiliki oleh media online adalah : Pertama, berita-berita yang disampaikan

jauh lebih cepat dan up to date. Isu-isu yang besar dan baru terjadi bisa kita

ketahui dengan melihat dan membaca artikel berita pada media online tanpa

menunggu terbitan koran. Hal ini lah yang menjadi kekurangan dari media

cetak dan media elektronik. Melalui media online siapa saja bisa mengetahui

perkembangan dunia setiap saat. Keunggulan kedua yaitu pengaksesan berita

tidak hanya dilakukan melalui computer/laptop, tetapi juga melalui

Handphone yang terhubung melalui internet. Maka tidak heran jika kalangan

professional yang sibuk lebih memilih media online sebagai sumber penyaji

berita. Yang Ketiga yaitu khalayak media online bisa langsung membrikan

respon berupa komentar terhadap berita yang mereka suka dan tidak suka.

Caranya mudah hanya dengan mengetik dalam kolom komentar yang sudah

disediakan. Khalayak tidak harus menulis surat pembaca hingga menunggu

berhari hari, mereka bisa langsung mengekspresikan pikiran dan uneg-uneg

mereka pada saat itu juga.

Adapun perkembangan jurnalistik media online di Indonesia bisa kita

lihat dari banyaknya situs/ portal berita, antara lain detik.com, vivanews.com,

kompas.com, liputan6.com, okezone.com, republika.co.id, tribunnews.com,

dan masih banyak portal-portal media online lainnya. Bahkan koran-koran

seperti Kompas, Media Indonesia, Koran Tempo, dan Rakyat Merdeka juga

telah memperkuat berita cetaknya dengan versi online (Zaenuddin, 2011).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme 1 ...eprints.umm.ac.id/66212/3/BAB II.pdf · Media dalam membuat berita maupun liputan lainnya menyampaikan ... sengaja melakukan

18

D. Ekonomi Politik Media

Eatwell, Millgate, dan Newsmn (1987:907), seperti dikutip Baran dan

Davis, mendefinisikan ekonomi politik sebagai ilmu kekayaan yang berkaitan

dengan usaha manusia untuk mendapatkan kebutuhan serta memuaskan

keinginannya. Dalam penjelasan yang berbeda, Vincen Mosco membuat

batasan dengan menjelaskan ekonomi politik sebagai social relations,

terkhusus pada kekuasaan, yang berkaitan dengan masalah produksi,

distribusi, dan konsumsi atas sumber daya. Mosco mempertajam batasannya

itu dengan menjelaskan lebih lanjut bahwa ekonomi politik merupakan

pengetahuan, kebiasaan, dan praktek mengenai cara pengelolaan masyarakat.

Yang berarti, konteks ekonomi politik berhubungan dengan pengetahuan

sosial untuk “memuaskan” keinginan masyarakat. Dalam hal ini 3 komponen

utama dalam ekonomi politik media yaitu pemilik modal, hegemoni (dominasi

pemikiran), serta upaya-upaya mempertahankan ketidaksetaraan antara kelas

atas dan kelas bawah, anatar penguasa dan yang tertindas (subordinat).

Pendapat lain berasal dari Murdock dan Golding yang menyatakan

bahwa ekonomi politik dipandang dari perspektif dimana media massa

merupakan pihak yag berperan dalam penyampai asumsi-asumsi dan nilai-

nilai dominan yang berasal dari kelas atas (penguasa), melayani kepentingan.

Dalam memahami rupa ekonomi politik media, Murdock dan Golding

memberikan tiga cara, yaitu : (1) mengamati contoh-contoh; (2) menunjukkan

secara empiris sejauh mana kepemilikan maupun pengendalian industri

komunikasi massa tealah berpusat ditangan sebuah kelas kapitalis; (3) dengan

menilai berbagai konsekuensinya bagi pasar konsumen dalam berbagai

produksi media maupun budaya.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme 1 ...eprints.umm.ac.id/66212/3/BAB II.pdf · Media dalam membuat berita maupun liputan lainnya menyampaikan ... sengaja melakukan

19

Selain itu 3 kunci utama yang ditekankan oleh Murdock & Golding

yaitu kepemilikan dan pengendalian, logika determinisme ekonomi,

konsekuensi, dan konsekuensi produksi. Singkatnya, ketiga hal tersebut

dirumuskan sebagai konteks pasar. Sardar juga berendapat, bahwa tradisi

ekonomi politik dalam riset media merupakan kritik terhadap penjelasan kaum

strukturalis tentang media karena penekanannya pada elemen ideologis yang

terlalu besar. Makna dan isi pesan oleh media ditentukan berdasarkan basis

ekonomi organisasi dimana pesan tersebut diproduksi. Kesimpulannya,

dibuat. Pengaruh media ekonomi politik media merupakan cara pandang

tentang kekuasaan politik dan pemilik modal sebagai ideology industry media

dalam pemenuhan kebutuhan serta kepuasan masyarakat, yang dilihat dari

kompromi kepada pasar melalui produk “budaya” komersial.

(Halim, 2013)

E. Teori Hirarchy “Level of Influence” oleh Pamela J Shoemaker dan

Stephen

Dalam melakukan penelitian analisis framing, peneliti menggunakan

teori hirarki level pengaruh terhadap isi media sebagai landasan teory. Teori

ini diperkenalkan pertama kali oleh Pamela J.Shoemaker & Stephen Reese

yang menjelaskan mengenai pengaruh isi media pada setiap pemberitaan yang

saat ini sudah dipengaruhi oleh sisi eksternal maupun internal media itu

sendiri sehingga jauh dari realitas yang sebenarnya. Pengaruh eksternal

berasal dari para pengiklan maupun pemerintah. Adapaun pengaruh internal

berasal dari kepentingan dari pemilik media maupun wartawan sebagai

pencari dan pembuat berita.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme 1 ...eprints.umm.ac.id/66212/3/BAB II.pdf · Media dalam membuat berita maupun liputan lainnya menyampaikan ... sengaja melakukan

20

Teori Hirarchy “Level of Influence” dibagi menjadi beberapa level,

antara lain :

1. Level Pengaruh Individu Pekerja Media (Individual Level)

Inividual level tentu tidak lepas dari intrinstik seorang pekerja media

yaitu Jurnalis/Wartawan dalam menghasilkan produk berupa pemberitaan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi seorang pekerja media antara

lain jenis kelamin, etnis, serta orientasi seksual.

Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi individu pekerja media, antara

lain : (1) Yang menjadi faktor utama, yaitu latar belakang pendidikan yang

dimiliki oleh seorang Jurnalis. Pendidikan seorang jurnalis berperan dalam

membentuk karakter setiap pemberitaan yang dihasilkan sehingga bisa

menjadi pembeda antara karakter berita Jurnalis satu dengan Jurnalis

lainnya. (2) Faktor perilaku, nilai-nilai, serta kepercayaan seorang pekerja

media. Setiap pengalaman berupa nilai-nilai yang didapat oleh Jurnalis

secara tidak langsung berimbas pada hasil berita yang dikontruksinya. (3)

Faktor sifat profesionalitas dan konsepsi peran seorang Jurnalis Media.

Yaitu bagaimana seorang Jurnalis mampu memposisikan dirinya sebagai

pekerja media yang netral.

2. Level Pengaruh Rutinitas Media (Media Routines Level)

Level of Media Routines melihat bagaimana isi media dipengaruhi

oleh rutinitas media. Pada level ini rutinitas media memiliki sebuah motif

yaitu pemberitaan yang rutin, setelah itu dipraktikkan berulang-ulang,

kemudian dikemas untuk tujuan tertentu.

Terdapat 3 unsur yang berkaitan dengan pengaruh rutinitas media,

atara lain : (1) Konsumen, yaitu bagaimana media menjual sebuah produk

(berita atau yang lainnya) sesuai dengan apa yang diminati/disukai oleh

konsumen. Dalam mencapai keuntungannya, media bergantung kepada

konsumen. (2) Media Organisasi, yang berperan disini adalah seorang

editor.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Konstruktivisme 1 ...eprints.umm.ac.id/66212/3/BAB II.pdf · Media dalam membuat berita maupun liputan lainnya menyampaikan ... sengaja melakukan

21

Editor memiliki kebijakan dalam menilai dan menyeleksi pemberitaan

yang menentukan arah dari pemberitaan. Apakah isi dari berita tersebut

akan dikurangi, ditambah, atau ada beberapa bagian yang akan dihapus.

Tugas editor ini lah yang menentukan rutinitas sebuah media dalam

menentukan pemberitaan. (3) Sumber berita (Supplier). Yang menjadi

sumber berita bagi sebuah media antara lain pemerintah, swasta,

komunitas atau organisasi tertentu, lembaga swadaya masyarakat, dan

sumber lainnya. Sumber-sumber tersebut memiliki kekuasaan untuk

berpesan kepada pembuat berita/editor agar pemberitaan yang ditampilkan

tidak merugikan lembaganya.

3. Level Pengaruh Pengaruh Organisasi Media (Organizational Level)

Level pengaruh organisasi merupakan rutinitas media yang membatasi

individu pekerja media. Dalam pengaruh organisasi media kebijakan

tersebasr dipegang oleh pemilik media melalui editor. Editor bisa

mengesampingkan aturan-aturan dasar seorang wartawan dan

memperhatikan kepentingan organisasi atau pemilik media.

4. Level Pengaruh dari Eksternal Media (Outside Media Level)

Level ini berasal dari luar organisasi suatu media. Pengaruh-pengaruh

dari luar media berasal dari supplier yaitu para pengiklan dan penonton,

kebutuhan pasar, teknologi, dan kontrol pemerintah. (Shoemaker, 1996)

5. Level Pengaruh Ideologi (Ideology Level)

Level yang terakhir ini diartikan sebagai kerangka berpikir yang

digunakan oleh seorang pekerja media dalam melihat suatu realitas serta

cara ia menghadapi realitas tersebut. Level ini sifatnya abstrak dan

berhubungan dengan konsepsi seseorang dalam menafsirkan suatu realitas

sebuah media.

(Shoemaker, 1996)