TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

43
TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME A. PENGERTIAN DAN TUJUAN KONSTRUKTIVISME Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau ……pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno, 1997). Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman- pengalaman sendiri.sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau

Transcript of TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

Page 1: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

A.  PENGERTIAN DAN TUJUAN KONSTRUKTIVISME

Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan)

dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa

ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai

skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan

merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi

untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema

(jamak: skemata) yang baru.  Seseorang yang belajar itu berarti membentuk

pengertian atau ……pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno,

1997).

Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,

Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang

berbudaya modern

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran

konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi

sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak

sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,

konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus

mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman

nyata.

Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar

yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-

pengalaman sendiri.sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori

yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau

mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau

kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang lain

Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini

memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri

kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna

Page 2: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

mengembangkan dirinya sendiri.

Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:

Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu

sendiri.

Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan

mencari sendiri pertanyaannya.

Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep

secara lengkap.

Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori

belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini

biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan

kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk

belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir

hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud

dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.

Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau

perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar,

1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam

pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan

informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun

kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi

tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang

akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan

skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema

yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam

mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.  

Page 3: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor,

1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).

Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu  Zone of

Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.

Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat

perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan

pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial

yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah

bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang

lebih mampu.

Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama

tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan

memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang

semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin,

1997).  Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk

belajar dan memecahkan masalah.  Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk,

dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah

pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang

memungkinkan siswa itu belajar mandiri.

Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis

sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial.   Filsafat konstruktivis sosial

memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan

mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan

pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991).   Dalam

pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya

dengan   konstruktivisme sosio (socio-constructivism), siswa berinteraksi

dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman

informal siswa mengembangkan strategi-strategi   untuk merespon masalah

Page 4: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

yang diberikan.  Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio ini sangat

sesuai dengan karakteristik RME.

B. HUBUNGAN KONSTRUKTIVISME DENGAN TEORI BELAJAR LAIN

Selama 20 tahun terakhir ini konstruktivisme telah banyak mempengaruhi

pendidikan Sains dan Matematika di banyak negara Amerika, Eropa, dan

Australia. Inti teori ini berkaitan dengan beberapa teori belajar seperti teori

Perubahan Konsep, Teori Belajar Bermakna dan Ausuble, dan Teori Skema.

Teori Belajar Konsep

Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori petubahan konsep ini

dipengaruhi atau didasari oleh filsafat kostruktivisme. Konstruktivisme yang

menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang sedang belajar,

dan teori perubahan konsep yang menjelaskan bahwa siswa mengalami

perubahan konsep terus menerus, sangat berperan dalam menjelaskan

mengapa seorang siswa bisa salah mengerti dalam menangkap suatu konsep

yang ia pelajari. Kostruktivisme membantu untuk mengerti bagaimana siswa

membentuk pengetahuan yang tidak tepat.

Dengan demikian, seorang pendidik dibantu untuk mengarahkan sisiwa

dalam pembentukan pengetahuan mereka yang lebih tepat. Teori perubahan

konsep sangat membantu karena mendorong pendidik agar menciptakan

suasana dan keadaan yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat

pada murid sehingga pemahaman mereka lebih sesuai dengan ilmuan.

Konstrutivisme dan Teori Perubahan Konsep memberikan pengertian bahwa

setiap orang dapat membentuk pengertian yang berbeda tersebut bukanlah

akhir pengembangan karena setiap kali mereka masih dapat mengubah

pengertiannya sehingga lebih sesuai dengan pengertian ilmuan. “Salah

pengrtian” dalam memahami sesuatu, menurut Teori Konstruktivisme dan

teori Perubahan Konsep, bukanlah akhir dari segala-galanyamelainkan justru

menjadi awal untuk pengembangan yang lebih baik.

Teori Bermakna Ausubel

Page 5: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

Menurut Ausubel, seseorang belajar denga mengasosiasikan fenomena baru

ke dalam sekema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat

memperkembangkan sekema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam

proses belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari sendiri.

Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme.

Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman,

fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah

dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru

kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya

mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.

Teori Skema.

Menurut teori ini, pengetahuan disimpan dalam suatu paket informasi, atau

sekema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Teori ini lebih

menunjukkan bahwa pengetahuan kita itu tersusun dalam suatu skema yang

terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat menambah skema yang

ada sihingga dapa t menjadi lebih luas dan berkembang.

Konstrtivisme, Behaviorisme, dan Maturasionisme

Konstruktivisme berbeda dengan Behavorisme dan Maturasionisme. Bila

Behaviorisme menekankan keterampilan sebagai suatu tujuan pengajaran,

konstruktivime lebih menekankan pengembangan konsep dan pengertian

yang mendalam. Bila Maturasionisme lebih menekankan pengetahuan yang

berkembang sesuai dengan langkah–langkah perkembangan kedewasaan.

Konstruktivisme lebih menekankan pengetahuan sebagai konstruksi aktif

sibelajar. Dalam pengertian Maturasionisme, bila seseorang mengikuti

perkembangan pengetahuan yang ada, dengan sendirinya ia akan

menemukan pengetahuan yang lengkap. Menurut Konstruktivisme, bla

seseorang tidak mengkonstruktiviskan pengetahuan secara aktif, meskipun ia

berumur tua akan tetap tidakakan berkembang pengetahuannya.

Dalam teori ini kreatifitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk

Page 6: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Mereka akan terbantu

menjadi orang yang kritis menganalisis sesuatu hal karena mereka berfikir

dan bukan meniru saja.

Kadang–kadang orang menganggap bahwa konstruktivisme sama dengan

Teori Pencarian Sendiri (Inguiry Approach) dalam belajar. Sebenarnya kalau

kita lihat secara teliti, kedua teori ini tidak sama. Dalam banyak hal mereka

punya kesamaan,seperti penekanan keaktifan siswa untuk memenuhi suatu

hal. Dapat terjadi bahwa metode pencarian sendiri memang merupakan

metode konstruktivisme tetapi tidak semua semua konstruktivis dengan

metode pencarian sendiri. Dalam konstruktivisme terlibih yang personal

sosial, justru dikembangkan belajar bersama dalam kelompok. Hal ini yang

tidak ada dalam metode mencari sendiri. Bahkan, dalam praktek metode

pencarian sendiri tidak memungkinkan siswa mengkonstruk pengetahuan

sendiri, karena langkah-langkah pencarian dan bagaimana pencarian

dilaporkan dan dirumuskan sudah dituliskan sebelumnya.

B. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN SECARA KONSTUKTIVISME

Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah

Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui

penglibatan dalam dunia sebenar

Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya

sebagai panduan merancang pengajaran.

Menyokong pembelajaran secara koperatif Mengambilkira sikap dan

pembawaan murid

Mengambilkira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide

Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid

Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru

Page 7: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan

hasil pembelajaran.

Menggalakkan proses inkuiri murid mel alui kajian dan eksperimen.

C. PRINSIP-PRINSIP KONSTRUKTIVISME

Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam

belajar mengajar adalah:

Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri

Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya

dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar

Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi

perubahan konsep ilmiah

Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses

kontruksi berjalan lancar.

Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa

Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan

Mmencari dan menilai pendapat siswa

Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak

boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa

harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru

dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat

informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan

sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan

Page 8: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat

memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya

dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.

HAKIKAT ANAK MENURUT  TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME

Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh

seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak

bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi

dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri

merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan

dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).

Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat

dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak

mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual

anak.

Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan

konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222)

mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai

sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan

seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan

sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4)

pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan

pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari,

melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.

Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir

yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu

pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan

asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar

merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga

Page 9: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun

secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas

yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar

dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan

tingkah laku.

Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap

perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa

jugaa disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133)

mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap

beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap

manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang

sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari

operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan

hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku

intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh

keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan

tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang

timbul (akomodasi).

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial

yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan

dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau

discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya

seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7)

mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek

internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam

belajar.

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak

(Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut: (a) tujuan pendidikan menurut

Page 10: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang

memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang

dihadapi, (b) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi

yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh

peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan

melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan

sehari-hari dan (c) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat

menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi

sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif

untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

E. HAKIKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENURUT TEORI BELAJAR

KONSTRUKTIVISME

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar

konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari

pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental

membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang

dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kcil

yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak

guru.

Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga

penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama

adalahperan aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara

bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam

pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara

gagasan dengan informasi baru yang diterima.

Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua

prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme.

Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif

Page 11: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan

membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan

anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan

pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara

spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah

mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui

orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi matematika yang

baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi

terjadinya proses belajar matematika tersebut.

Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam

teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah

aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu (1) siswa

mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide

yang mereka miliki, (2) matematika menjadi lebih bermakna karena siswa

mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai

kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu

pengetahuan dengan temannya

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler

(1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan

pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi

kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga

menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa

untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan

dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk

memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan

belajar yang kondusif.

Page 12: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada

kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan

kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan

dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk

mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan

akomodasi.

F. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI KONSTRUTIVISME

1. Kelebihan

Berfikir   alam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk

menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.

Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina

pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya

dalam semua situasi.

Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan

ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina

sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan

menyelesaikan masalah dalam situasi baru.

Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan

rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.

Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat,

yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok

belajar dalam membina pengetahuan baru.

2. Kelemahan

Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam

proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang

begitu mendukung.

Page 13: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

G. PROSES BELAJAR MENURUT KONSTRUKVISTIK

Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktifistik

dan dari aspek-aspek si belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi

belajar.

1.Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika

dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang

berlangsung satu arah dari luar kedalam diri siswa kepada pengalamannya

melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran

struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi rosesnya dari

pada segi perolehan pengetahuan dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.

2.Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses

pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar.

Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan

memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat

dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi

peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling

menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu

sendiri.

3.Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan

membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan

lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya,

melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sebdiri.

4.Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam

kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya

sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan

fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.

5.Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat

mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap

realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan

pada pengalaman.

Page 14: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

G. IMPLIKASI KONSTRUKTIVISME PADA PEMBELAJARAN

Beberapa model pembelajaran matematika yang dilandasi paham

kontruktivisme adalah adalah : (1) Model Pembelajaran Matematika Realistik

(PMR) dan (2) Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

1. Model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

Model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) merupakan teori belajar

mengajar dalam pendidikan matematika.  Teori PMR pertama kali

diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut

Freudenthal.  Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang

mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan

matematika merupakan aktivitas manusia.  Ini berarti matematika harus dekat

dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.   Matematika

sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk

menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang

dewasa (Gravemeijer, 1994).  Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan

berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”.   Realistik dalam hal ini

dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat

dibayangkan oleh siswa (Slettenhaar, 2000).   Prinsip penemuan kembali

dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan

proses penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi.

Dua jenis matematisasi diformulasikan oleh Treffers (1991), yaitu

matematisasi horisontal dan vertikal.  Contoh matematisasi horisontal adalah

pengidentifikasian, perumusan, dan penvisualisasi masalah dalam cara-cara

yang berbeda, dan pentransformasian masalah dunia real ke masalah

matematik. Contoh matematisasi vertikal adalah representasi hubungan-

hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematik,

penggunaan model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian.   Kedua

jenis matematisasi ini mendapat perhatian seimbang,   karena kedua

matematisasi ini mempunyai nilai sama (Van den Heuvel-Panhuizen, 2000) .

Page 15: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

Berdasarkan matematisasi horisontal dan vertikal, pendekatan dalam

pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu

mekanistik, emperistik, strukturalistik, dan realistik.

Pendekatan Mekanistik merupakan pendekatan tradisional dan didasarkan

pada apa yang diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari yang

sederhana ke yang lebih kompleks).  Dalam pendekatan ini manusia

dianggap sebagai mesin.  Kedua jenis matematisasi tidak digunakan.

Pendekatan Emperistik adalah suatu pendekatan dimana konsep-konsep

matematika tidak diajarkan, dan diharapkan siswa dapat menemukan melalui

matematisasi horisontal.

Pendekatan Strukturalistik merupakan pendekatan yang menggunakan

sistem formal, misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang perlu

didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui

matematisasi vertikal.

Pendekatan Realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah

realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran.  Melalui aktivitas matematisasi

horisontal dan vertikal diharapkan siswa dapat menemukan dan

mengkonstruksi konsep-konsep matematika.

Karakteristik PMR

Karakteristik PMR adalah menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-

model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan

(intertwinment) (Treffers,1991; Van den Heuvel-Panhuizen,1998).

Page 16: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

Teori Belajar Konstruktivisme

\Pengertian Konstruktivisme

Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,

Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya

modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran

konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang

hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.

Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk

diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi

makna melalui pengalaman nyata.

2. Ciri-ciri Konstruktivisme

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.

2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan

keaktifan murid sendiri untuk menalar.

3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan

konsep ilmiah

4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi

berjalan lancar.

5. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan

Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan

pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya

Page 17: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang

membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri

ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi

mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana

tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat

pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang

memanjatnya.

3. Aplikasi dan Implikasi dalam Pembelajaran

a. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-

jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak

mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang

guru dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau

sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam

mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya

dengan usaha yangkeras para sisiwa sedirilah para siswa akan betul-betul

memahami suatu materi yang diajarkan.

b.Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang

dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para

siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman

baru kedalam kerangka kognitifnya

c. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang

digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang

dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu.

d. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing

konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan

atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi

Page 18: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat

konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.

e. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang memungkinkan

pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.

f. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan

menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.

g. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai

dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat

situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi engetahuan pada diri peserta didik.

4. Kelebihan dan Kekurangan Konstruktivisme

a. Kelebihan

Murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat

keputusan.Faham kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan

baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.

Selian itu murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama

semua konsep.

Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi dengan rekan dan guru

dalam membina pengetahuan baru; Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar

adalah tanggung jawab siswa itu sendiri; Mengembangkan kemampuan siswa untuk

mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya; Membantu siswa untuk

mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap;

Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri; Lebih

menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

b.Kelemahan

Page 19: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam

proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu

mendukung; siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya.

Implikasi teori konstruktivisme pada pembelajaran diantaranya :

a. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-

jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak

mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru

dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian

siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak

harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha

yangkeras para sisiwa sedirilah para siswa akan betul-betul memahami suatu materi

yang diajarkan.

b. Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang

dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para

sisiwa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman

baru kedalam kerangka kognitifnya.

c.  Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang

digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang

dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu.

d.  Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing

konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan

atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi

menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat

konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.

e. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang memungkinkan

pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.

f.  Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan

menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Page 20: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

g. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai

dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat

situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi engetahuan pada diri peserta

didik.sedangkan Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar adalah sebagai berikut:

1) Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer,

selalu berubah dan tidak menentu.

2) Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas

kolaboratif dan refleksi dan interpretasi.

3) Seseorang yang belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap

pengetahuan tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam

menginterprestasikannya.

Page 21: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

IMPLIKASI TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME PADA MATA PELAJARAN

KETERAMPILAN KOMPUTER DAN PENGOLAHAN INFORMASI (KKPI) PADA

SEKOLAH M

by Forum KKPI - SMK Bhakti Kencana Ciawi on Saturday, 26 February 2011 at 13:57 ·

IMPLIKASI TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME PADA MATA PELAJARAN

KETERAMPILAN KOMPUTER DAN PENGOLAHAN INFORMASI (KKPI) PADA

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

 

 

Pendahuluan

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi dan komunikasi telah membawa

perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia. Laju perkembangan itu sangat

luas hingga hampir ...mencakup seluruh kehidupan manusia, khususnya di bidang

teknologi informasi dan komunikasi. Inilah yang melatarbelakangi perlunya penerapan

iptek di bidang pendidikan.

Meski demikian banyak permasalahan pendidikan yang harus dipecahkan bersama.

Berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan dengan upaya penguasaan dan

peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak permasalahan dan tantangan

yang berkaitan dengan dunia pendidikan di Indonesia di era globalisasi. Salah satu

permasalahan pendidikan mendasar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini

adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan,

khususnya pendidikan dasar dan menengah.

Profil pendidikan di Indonesia ternyata sangatlah kompleks, berbeda dengan

pendidikan di negara lain. Sebagai gambaran bahwa mutu pendidikan Indonesia

dianggap oleh banyak kalangan masih rendah. Agar mampu berperan dalam

persaingan global terutama dalam meningkatkan mutu pendidikan, maka perlu terus

mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya terlebih dahulu.

Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan

yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam

proses pembangunan. SDM yang sangat berperan dalam rangka peningkatan mutu

Page 22: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

pendidikan di Indonesia adalah guru sebagai pendidik dan siswa sendiri sebagai

generasi penerus dan harapan bangsa.

Berkaitan dengan kualitas SDM, pendidikan memegang peran yang sangat penting.

Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan

proses peningkatan kualitas SDM itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan

kualitas SDM, maka pemerintah bersama-sama dengan berbagai kalangan akan terus

berupaya mewujudkan amanat itu melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan

sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi

ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.

Bentuk penerapan penggunaan teknologi di bidang pendidikan tersebut berupa

pengenalan komputer dan perangkat TIK lainnya, pembelajaran tentang komputer dan

TIK, penggunaan komputer dan TIK untuk belajar dan pembelajaran, komputer dan

perangkat TIK digunakan sebagai media untuk membantu dan mempermudah kegiatan

pembelajaran. Bidang pendidikan yang utama menjadi perhatian adalah pendidikan

formal, yaitu pada jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah

Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan serta Perguruan Tinggi.

Untuk jenjang SMK nama mata pelajaran Tekonologi Informasi dan Komunikasi sama

dengan Keterampilan Komputer dan Pengolahan Informasi. Walaupun secara garis

besar substansi materi antara keduanya hampir sama, namun terdapat juga perbedaan

mendasar. Pembelajaran KKPI di SMK, lebih khususnya di jurusan Teknik Komputer

Jaringan lebih menekankan pada keahlian tertentu yang harus dikuasai siswa dengan

cara praktek menjadi teknisi (bongkar pasang hardware) serta pemahaman dan

pendalaman program software. Disamping itu, alokasi waktu yang disediakan untuk

mata pelajaran ini lebih banyak dibanding mata pelajaran lainnya.

Pandangan teori belajar konstruktivisme bukanlah hal yang baru, akan tetapi

merupakan penggabungan dari berbagai pendekatan (Bednar, dkk, dalam Duffy &

Jonassen, 1992). Dalam Khadijah, (2006: 69), Fosnot (1996) mengatakan

konstruktivisme adalah teori tentang pengetahuan dan belajar, yang menguraikan

tentang apa itu “mengetahui” (knowing) dan bagaimana seseorang “menjadi tahu”

(comes to know) . Kontruktivis memandang ilmu pengetahuan bersifat non-objective,

temporer, dan selalu berubah.

Page 23: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

Belajar menurut konstruktivis sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman

kongkrit, melalui aktifitas kolaboratif, refleksi dan interpretasi. Aktivitas yang demikian

memungkinkan pemelajar memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan

tergantung pada pengalamannya dan perspektf yang dipakai dalam

menginterpretasikannya. Sementara pembelajaran merupakan aktivitas pengaturan

lingkungan agar terjadi proses belajar, yaitu interaksi si pemelajar dengan

lingkungannya (Khadijah, 2006 : 70).

Dalam makalah ini akan disusun dan di bahas tentang implikasi teori belajar

konstruktivitasme pada mata pelajaran ketrampilan komputer dan pengolahan informasi

(KKPI) di sekolah menengah kejuruan (SMK) dengan rumusan sebagai berikut : Apa

konsep teori belajar konstruktivisme? Bagaimana aplikasinya ? kemudian dari sini

muncul sub pertanyaan : Apa saja langkah-langkah strategi untuk mengidentifikasi teori

belajar konstruktivisme pada mata pelajaran ketrampilan komputer dan pengolahan

informasi (KKPI) di sekolah menengah kejuruan (SMK).

 

Pembahasan

 

Perspektif Konsep Teori Belajar Konstruktivisme

Konsep teori belajar konstruktivisme berakar dari filsafat tertentu tentang manusia dan

pengetahuan. Makna pengetahuan, sifat-sifat pengetahuan dan bagaimana seseorang

menjadi tahu dan berpengetahuan, menjadi perhatian penting bagi aliran

konstruktivisme. Pada dasarnya perspektif ini mempunyai asumsi bahwa pengetahuan

lebih bersifat kontektual daripada absolut, yang memungkinkan adanya penafsiran

jamak (multiple perspektives) bukan hanya satu perspektif saja. Hal ini berarti bahwa

“pengetahuan dibentuk menjadi pemahaman individual melalui interaksi dengan

lingkungan dan orang lain”. Peranan kontribusi siswa terhadap makna, pemahaman,

dan proses belajar melalui kegiatan individual dan sosial menjadi sangat penting

(Bruninga, Schraw, dan Ronning, 1999 dalam Suciati, 2007 : 6.5).

Perspektif konstruktivisme mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih

menekankan proses daripada hasil. hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi

proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. dalam

Page 24: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

proses belajar, hasil belajar, cara belajar dan strategi belajar akan mempengaruhi

perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. sebagai upaya memperoleh

pemahaman atau pengetahuan yang bersifat subyektif (Suciati, 2007 : 6.6).

Perspekstif konstruktivisme pembelajaran di kelas dilihat sebagai proses konstruksi

pengetahuan oleh siswa. dimana mengharuskan siswa bersikap aktif. Dalam proses ini

siswa mengembangkan gagasan atau konsep baru berdasarkan analisis dan pemikiran

ulang terhadap pengetahuan yang diperoleh pada masa lalu dan masa kini.

Pembelajaran konstruktivisme disusun berorientasi lebih pada kebutuhan dan kondisi

siswa dengan memicu rasa ingin tahu dan ketrampilan memecahkan masalah melalui

inquiry learning, reflective learning dan problem-based learning (Suciati, 2007 : 6.7).

Konsep teori belajar konstruktivisme mempunyai interpretasi perwujudan yang

beragam. Belajar merupakan proses aktif untuk megkonstruksi pengetahuan dan bukan

proses menerima pengetahuan. Proses pembelajaran yang terjadi lebih dimaksudkan

untuk membantu atau mendukung proses belajar, bukan sekedar untuk menyampaikan

pengetahuan (Suciati, 2007 : 6.7 dalam Cunningham & Duffy, 1996 : 172).

Konsep teori belajar konstruktivisme bukan merupakan pendekatan yang asing bagi

perspektif pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantoro, seorang tokoh pendidikan

nasional, sudah lama memperkenalkan pendekatan pendidikan yang diungkapkan

melalui tiga prinsip utama peran pendidik yaitu “ing ngarso sung tulodo” (bila berada di

depan anak didik, beri contoh tauladan), “ing madyo mbangun karso” (bila berada di

tengah-tengah siswa, bangunkan keinginan anak untuk belajar), dan “tut wuri

handayani” (bila berada di belakang siswa, beri dorongan semangat) (Suciati, 2007 :

6.12).

Dalam wawasan ini sebenarnya siswalah yang mempunyai peranan penting dalam

belajar, sedangkan guru secara fleksibel menempatkan diri sebagaimana diperlukan

oleh siswa dalam proses memahami dunianya. Pada suatu saat guru memberi contoh,

atau model bagi siswanya, dan pada saat yang lain guru membangunkan rasa ingin

tahundan keinginan anak untuk mempelajari sesuatu yang baru. Pada saat tertentu

guru membiarkan anak mengeksplorasi dan bereksperimen sendiri dengan

lingkungannya, guru cukup memberi semangat dan arahan saja (Suciati, 2007 : 6.12).

 

Page 25: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

Aplikasi Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar

konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut

teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut

berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap

perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan

intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi

ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan

atau perbuatan (Ruseffendi,1988: 132 dalam

http/www.Akhmadsudrajat.wordpress.com, 2008).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159)

menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui

asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran.

Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya

informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133).

Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi

pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi

skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7

dalam http/www.Akhmadsudrajat wordpress.com, 2008).

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif

oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak

bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan

lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses

berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan

(Poedjiadi, 1999: 61 dalam http/www.Akhmadsudrajat wordpress.com, 2008).

Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme,

Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik

sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan

memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan

siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi

secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan

Page 26: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari,

melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.

Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang

dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan

dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai

dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk

mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan

bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998 : 5 dalam

http/www.Akhmadsudrajat wordpress.com, 2008). Dari pengertian di atas, dapat

dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif

antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga

melahirkan perubahan tingkah laku.

Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan

intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap

perkembagan mental. Ruseffendi (1988 : 133 dalam http/www.Akhmadsudrajat

wordpress.com, 2008) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui

tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap

manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2)

tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental

(pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan

kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui

tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses

pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan

struktur kognitif yang timbul (akomodasi).

.Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi,

1999: 63 dalam http/www.ahmadsudrajat.wrdpress.com, 2008) adalah sebagai berikut:

(1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan

individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap

persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi

situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh

peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui

Page 27: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (3)

peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai

bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang

membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri

peserta didik.

Aplikasi Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme.

Dalam teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja

dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental

membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang

dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap

diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

Tasker (1992: 30 dalam http/www.akhmadsudrajat.wordpress.com, 2008)

mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut.

Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara

bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam

pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan

informasi baru yang diterima. Wheatley (1991 : 12 dalam

http/www.akhmadsudrajat.wordpress.com,2008) mendukung pendapat di atas dengan

mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar

konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi

secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan

membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara

aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu

pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4)

mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu

didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari

suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan

mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.

Tahap-tahap dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996 : 3 dalam

http/www.akhmadsudrajat.wordpress.com,2008) mengemukakan sejumlah aspek

Page 28: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan

dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih

bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa

mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu

pengetahuan dengan temannya.

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20

dalam http/www.akhmadsudrajat.wordpress.com,2008) mengajukan beberapa saran

yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,

(2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga

menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk

mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan

yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan

mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang

mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan

siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam

refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain,

siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui

asimilasi dan akomodasi.

Implikasi Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran KKPI di SMK.

 

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi

tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi

daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh

satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan

kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

Kurikulum disusun untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan

kebutuhan dan potensi yang ada di sekolah . Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),

Page 29: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

sebagai unit penyelenggara pendidikan juga memperhatikan perkembangan dan

tantangan masa depan. Perkembangan dan tantangan itu menyangkut, antara lain: (1)

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) globalisasi yang memungkinkan

sangat cepatnya arus perubahan dan mobilitas antar dan lintas sektor serta tempat; (3)

era informasi, (4) pengaruh globalisasi terhadap perubahan perilaku dan moral

manusia; (5) berubahnya kesadaran masyarakat dan orang tua terhadap pendidikan;

serta (6) era pasar bebas atau AFTA. Adapun kurikulum yang diterapkan di Indonesia

secara umum untuk saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang

disingkat menjadi KTSP.

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-

masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan

pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender

pendidikan, dan silabus.

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata

pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi

pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan

sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan

kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan

indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

Dalam menyusun silabus dapat menggunakan salah satu format yang sesuai dengan

kebutuhan satuan pendidikan. Pada dasarnya ada dua jenis, yaitu jenis kolom (format

1) dan jenis uraian (format 2). Dalam menyusun format urutan KD, materi

pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator dan seterusnya dapat ditetapkan

oleh masing-masing satuan pendidikan, sejauh tidak mengurangi komponen-komponen

dalam silabus.

Selanjutnya, silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar

ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi

untuk penilaian. Dengan demikian, silabus pada dasarnya menjawab pertanyaan-

pertanyaan sebagai berikut:

1) apa kompetensi yang harus dicapai siswa yang dirumuskan dalam standar;

Page 30: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

2) bagaimana cara mencapainya yang dijabarkan dalam pengalaman belajarbeserta

alokasi waktu dan alat sera sumber belajar yang diperlukan; dan

3) bagaimana mengetahui pencapaian kompetensi yang ditandai dengan penyusunan

indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan bagian dari perencanaan proses

pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar,

metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) merupakan penjabaran dari silabus yang telah disusun pada

langkah sebelumnya. RPP disusun untuk setiap kali pertemuan. Di dalam RPP

tercermin kegiatan yang dilakukan guru dan peserta didik untuk mencapai kompetensi

yang telah ditetapkan.

Adapun komponen minimal dari sebuah RPP sebagai berikut:

1. Identitas Sekolah

2. Kelas dan Semester

3. Alokasi Waktu

4. Standar Kompetensi

5. Kompetensi Dasar

6. Indikator

7. Tujuan Pembelajaran

8. Materi Ajar

9. Metode Pembelajaran

10. Media dan alat belajar

11. Sumber Belajar

12. Penilaian Hasil Belajar

 

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun dalam rangka memenuhi amanat

yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan. Dalam penyusunannya, KTSP jenjang pendidikan dasar dan

menengah mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun

Page 31: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

2006 tentang Standae Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi.

Selanjutnya, menurut Muslich (2008:12-13) ada empat komponen dalam KTSP yaitu:

(1) tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan

(2) struktur dan muatan KTSP

(3) kalender pendidikan

(4) silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Berkaitan dengan komponen KTSP khususnya struktur dan muatan KTSP, untuk

strukturnya sebagai berikut kelompok mata pelajaran agama dan akhlaq mulia,

kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran

ilmu pengetahuan dan teknologi, kelompok mata pelajaran estetika, kelompok mata

pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan. Muatan KTSP meliputi sejumlah mata

pelajaran dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan

pendidikan. Disamping itu, materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri

termasuk ke dalam isi kurikulum.

Rumusan tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan mengacu pada tujuan umum

pendidikan. Adapun tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan

kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlaq mulia, serta keterampilan untuk hidup

mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

Secara dokumentatif, komponen KTSP dikemas dalam dua dokumen yaitu Dokumen I

berisi acuan pengembangan KTSP, tujuan pendidikan, struktur dan muatan KTSP, dan

kalender pendidikan. Dokumen II memuat silabus dari SK/KD yang dikembangkan

sekolah (muatan lokal, mata pelajaran tambahan). Sebagai contoh struktur KTSP SMK

terdiri dari silabus mata pelajaran wajib dan silabus muatan lokal.

Substansi materi Keterampilan Komputer dan Pengolahan Informasi (KKPI) di SMK,

antara lain:

Kelas X

Semester Ganjil

Alokasi Waktu : 30 x 45 menit

1. Mengoperasikan PC stand alone

1.1 Mengoperasikan operasi berbasis teks

Page 32: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

1.2 Mengoperasikan operasi berbasis Graphic User Interface (GUI)

2. Mengoperasikan sistem operasi software

2.1 Menginstal sistem operasi software

2.2 Mengoperasikan software pengolah kata

2.3 Mengoperasikan software spreadsheet

2.4 Mengoperasikan software presentasi

2.5 Mengoperasikan software aplikasi basis data

 

Semester Genap

Alokasi Waktu : 84 x 45 menit

3. Mengolah data aplikasi

3.1 Melakukan entry data aplikasi dengan keyboard

3.2 Melakukan update data dengan utilitas aplikasi

3.3 Melakukan delete data dengan utilitas aplikasi

3.4 Melakukan entry data dengan image scanner

3.5 Melakukan entry data dengan OCR (Optical Character Recognition)

4. Mengoperasikan PC dalam jaringan

4.1 Menginstal software jaringan

4.2 Mengoperasikan jaringan PC dengan sistem operasi

5. Mengoperasikan Web-Design (Internet)

5.1 Mengoperasikan Web-Browser

5.2 Mengoperasikan software e-mail client

 

Kelas XI

Semester Ganjil

Alokasi Waktu : 32 x 45 menit

1. Mengolah data aplikasi

1.1 Melakukan entry data aplikasi dengan keyboard

1.2 Update data dengan utilitas aplikasi

1.3 Melakukan delete data dengan utilitas aplikasi

1.4 Melakukan entry data dengan image scanner

Page 33: TEORI PEMBELAJARAN konstruktivisme

 

Semester Genap

Alokasi Waktu : 16 x 45 menit

2. Mengoperasikan PC dalam jaringan

2.1 Menginstal software jaringan

2.2 Mengoperasikan jaringan PC dengan sistem operasi

 

Kelas XII

Semester Ganjil

Alokasi Waktu : 16 x 45 menit

1. Mengoperasikan Web-Desain (Internet)

2. Mengoperasikan Web-Browser

3. Mengoperasikan software email client Nama