BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilakudigilib.unimus.ac.id/files/disk1/6/jtptunimus-gdl-s1-2008... ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilakudigilib.unimus.ac.id/files/disk1/6/jtptunimus-gdl-s1-2008... ·...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku
1) Pengertian
Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia,
baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan pengertian lain menyebutkan
perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia,
sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada
dalam diri manusia (Purwanto, 2002). Perilaku yang muncul dari individu
dapat dikatakan merupakan usaha individu untuk memenuhi kebutuhannya
dan usaha tersebut dapat diamati.
2) Jenis Respon
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku
adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan
tanggapan (respon). Menurut Notoadmodjo (2003) untuk respon
dibedakan menjadi dua :
a. Respondent response atau reflexive respons, adalah respon yang
ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Respon yang
ditimbulkan relatif tetap.
b. Operant response atau instrument reflexive, adalah respon yang
timbul dan berkembang oleh perangsang tertentu. Perangsang ini
9
bersifat memperkuat respon yang telah dilakukan.
3) Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon
organisme atau seseorang terhadap perangsangan (stimulus) dari luar
subjek tersebut. Menurut Notoatmodjo (2003) respon ini berbentuk dua
macam yaitu :
a. Bentuk pasif adalah respon internal yang terjadi di dalam diri
manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain.
Dalam hal ini perilaku masih terselubung atau covert behavior.
b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi
secara langsung. Perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan
nyata atau overt behavior.
4) Cakupan Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya
adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan
serta lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit. Perilaku ini sesuai
dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yaitu :
1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior),
misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga dan
sebagainya.
2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior)
adalah respon untuk melakukan pencegah penyakit.
Misalnya : tidak minum kopi, tidak minum beralkohol,
tidak makan berlemak, hentikan kebiasaan merokok dan
sebagainya.
3) Perilaku sehubungan dengan pencarian bantuan
pengobatan (health seeking behavior), yaitu perilaku untuk
melakukan atau mencari pengobatan. Misalnya : usaha-
usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari
pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern
(puskesmas, mantri, dokter praktek dan sebagainya),
maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe,
dan sebagainya).
4) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health
rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang berhubungan
dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh
dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet (rendah
lemak, rendah garam), mematuhi anjuran-anjuran dokter
dalam rangka pemulihan kesehatannya.
b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon
seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem
pelayanan kesehatan modern ataupun tradisional.
c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yaitu respon
11
seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi
kehidupan.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health
behavior) adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai
determinan kesehatan manusia.
5) Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Menurut teori Lawrence Green (1980) yang dikutip dari Notoatmojo
(2003), menyatakan bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga
faktor, yaitu :
a. Faktor Predisposisi
Termasuk didalamnya adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan dan nilai-nilai.
1) Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang
lain. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Pada umumnya klien yang
hipertensi atau tidak hipertensi menganggap bahwa perilaku
pencegahan stroke selama tidak dilakukan atau tidak boleh
dilakukan.
2) Sikap
Mempengaruhi perilaku karena sikap merupakan kesiapan
berespon atau bertindak. Bila klien bersikap kurang baik
sehubungan dengan perilaku pencegahan stroke, maka hal tersebut
dapat berpengaruh terhadap perilaku yang muncul, untuk itu klien
sehubungan dengan perilaku pencegahan stroke harus diperhatikan
oleh petugas kesehatan.
3) Kepercayaan
Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek,
nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan
keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
Masyarakat yang mempercayai suatu keyakinan tertentu, maka
dalam menghadapi suatu perilaku kesehatan akan berpengaruh
terhadap status kesehatannya.
4) Keyakinan
Suatu hal yang dianggap benar dan dianut sebagai aturan
yang dilakukan oleh masyarakat.
5) Nilai-nilai
Didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai
yang menjadi pegangan sikap orang dalam menyelenggarakan
hidup bermasyarakat.
b. Faktor pendukung (Enabling factors)
Faktor pendukung disini adalah ketersediaan sumber-sumber dan
fasilitas yang memadai. Sumber-sumber dan fasilitas tersebut sebagian
harus digali dan dikembangkan dari masyarakat itu sendiri. Faktor
pendukung ada dua macam, yaitu : fasilitas fisik dan fasilitas umum.
Fasilitas fisik yaitu fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya
13
puskesmas, obat-obatan, alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
Sedangkan fasilitas umum yaitu media informasi, misalnya TV, koran,
majalah.
c. Faktor penguat
Meliputi sikap dan perilaku petugas. Semua petugas kesehatan,
baik dilihat dari jenis dan tingkatnya pada dasarnya adalah pendidikan
kesehatan. Petugas kesehatan harus memiliki sikap dan perilaku
petugas kesehatan, tokoh masyarakat, teman sebaya dan orang tua.
Perilaku erat hubungannya dengan kesehatan. Tingkat
kesehatan, keselamatan, serta kehidupan seseorang banyak ditentukan
oleh faktor perilaku. Perilaku mempunyai andil nomer dua setelah
lingkungan terhadap status kesehatan. Perilaku pencegahan stroke
adalah salah satu bagian penting yang harus klien perhatikan, sebagai
persiapan untuk pencegahan nantinya dilakukan dengan menjauhi
semua hal yang kurang baik dan menjauhi kebiasaan yang kurang baik
seperti : minum kopi, merokok, olahraga tidak teratur, minum alcohol
dan makan makanan yang mengandung lemak.
Selain itu perilaku pencegahan dapat pula dipengaruhi oleh
tingkat pengetahuan individu. Semakin baik tingkat pendidikan
seseorang maka semakin baik pula perilaku pencegahan individu
terhadap penyakit.
B. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan
terjadi setelah orang melalui panca indera manusia, yakni : indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
2003). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, ia harus tahu terlebih
dahulu apa arti atau manfaat perilaku bagi dirinya atau keluarganya.
Misalnya : klien akan melakukan perilaku pencegahan stroke, apabila ia
tahu apa tujuan dan apa akibatnya bila tidak melakukan perilaku
pencegahan stroke.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari
pengetahuan umumnya bersifat langgeng.
2. Proses Adopsi Perilaku Baru
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan, yaitu :
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.
Disini sikap subjek sudah mulai timbul.
15
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden
sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Perubahan perilaku pada seseorang tidak selalu melewati tahap-tahap
di atas, sehingga umumnya perilaku baru tersebut tidak langgeng. Apabila
perubahan perilaku baru pada seseorang melalui tahap-tahap di atas, dan
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka
perilaku baru tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku
itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka tidak akan
berlangsung lama. Contoh : klien melakukan perilaku pencegahan stroke
sebelum diperintah oleh petugas kesehatan tanpa mengetahui makna dan
tujuan dari perilaku pencegahan stroke, sehingga mereka tidak akan
melakukan hal tersebut lagi setelah beberapa saat perintah tersebut
diterima.
3. Tingkatan-tingkatan Pengetahuan
Menurut Sunaryo (2004) tingkatan pengetahuan didalam domain
kognitif mencakup 6 tingkatan, yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu
artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah
ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.
Contoh : dapat mendefinisikan arti penyakit stroke, mampu
menyebutkan tanda dan gejala penyakit stroke, mampu menyebutkan
etiologi penyakit stroke.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami artinya kemampuan untuk menjelaskan dan
menginterprestasikan dengan benar tentang objek yang diketahui.
Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan,
memberikan contoh, dan menyimpulkan.
Contoh : jelaskan manfaat perilaku pencegahan stroke dengan benar,
berikan contoh-contoh perilaku pencegahan stroke, klien dapat
menyimpulkan hasil pendidikan kesehatan tentang perilaku
pencegahan stroke.
c. Penerapan (Application)
Penerapan yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata dan dapat menggunakan
hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.
Contoh : klien dapat melakukan perilaku pencegahan stroke dengan
baik dan benar.
17
d. Analisis (Analysis)
Analisis artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek
kedalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih didalam suatu struktur
objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan
adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan,
memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku dan dapat
membedakan pengertian psikologi dengan fisiologi.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-
bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
Ukuran kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan,
merencanakan dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah
ada.
Contoh : klien dapat merencanakan perilaku pencegahan stroke.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau
disusun sendiri.
Contoh : klien dapat membedakan perilaku pencegahan stroke yang
baik dan benar.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
langsung atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang
ingin diukur dari responden atau subjek penelitian. Kedalaman
pengetahuan responden yang ingin kita ketahui atau kita ukur, dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan di atas.
Menurut Waridjan (1991) pengukuran tingkat pengetahuan dapat
dibagi menjadi 3 macam yaitu:
Kategori baik (80 – 100%) dari total nilai jawaban yang benar.
Kategori cukup (65 – 75%) dari total nilai jawaban yang benar.
Kategori kurang (< 65%) dari total nilai jawaban yang benar.
C. Stroke
1. Pengertian
Menurut WHO (1965) dan Karya (1988) dalam Harsono (1993)
stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik lokal
maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukan penyebab selain daripada gangguan vascular. Gangguan
peredaran darah otak dapat mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila
gangguan yang terjadi cukup besar akan mengakibatkan kematian
sebagian otak (infark). Gejala-gejala yang terjadi tergantung pada daerah
otak yang dipengaruhinya.
19
2. Patofisiologi
Tekanan darah yang terlalu tinggi pada hipertensi dapat
menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah bila hal
ini terjadi pada pembuluh darah di otak maka terjadi perdarahan otak yang
dapat menyebabkan kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan
dari gumpalan darah yang macet dan pembuluh darah yang menyempit
(Sustrani, 2004).
3. Tanda dan Gejala
Menurut Soeharto (2002) menyebutkan bahwa tanda dan gejala dari
stroke adalah sebagai berikut :
a. Hilangnya kekuatan (atau timbulnya gerakan canggung) di salah
satu bagian tubuh, terutama di satu sisi, termasuk wajah, lengan
atau tungkai.
b. Rasa baal (hilangnya sensasi) atau sensasi tak lazim di suatu
bagian tubuh, terutama jika hanya salah satu sisi.
c. Hilangnya penglihatan total atau parsial di salah sisi.
d. Tidak mampu berbicara dengan benar atau memahami bahasa.
e. Hilangnya keseimbangan, berdiri tak mantap atau jatuh tanpa
sebab.
f. Serangan sementara jenis lain, seperti vertigo, pusing bergoyang,
kesulitan menelan, kebingungan akut atau gangguan daya ingat.
g. Nyeri kepala yang terlalu parah, muncul mendadak atau memiliki
karakter tidak lazim, termasuk perubahan pola nyeri kepala yang
tidak dapat diterangkan.
h. Perubahan kesadaran yang tidak dapat dijelaskan atau kejang.
4. Faktor Resiko Stroke
Stroke dapat dicegah dengan memanipulasi faktor resiko baik
individu maupun komunitas seperti yang diungkapkan oleh Murni Indrasti
(2004), faktor resiko stroke antara lain :
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko mayor, baik stroke iskemik,
perdarahan subarachnoid. Hipertensi akan mempercepat aterosklerosis
sehingga mudah terjadi kolusi emboli pada pembuluh darah besar.
b. Penyakit Jantung
Penyakit jantung koroner, penyakit jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, aritmia jantung dan terutama atrium fibrilasi merupakan
faktor resiko dari stroke, karena terdapat gangguan pemompaan atau
irama jantung, sehingga jantung, sehingga emboli yang berasal dari
bilik jantung atau vena pulmoner dapat menyebabkan terjadinya infark
serebri yang mendadak.
c. Diabetes Mellitus
Merupakan faktor resiko terhadap stroke iskemik dan bila
disertai dengan hipertensi resikonya akan menjadi lebih besar.
Diabetes mempunyai keseimbangan internal ke arah trombogenik.
Suatu abnormalis sistem hemostatik pada diabetes mellitus adalah
hiperaktivitas trombosit.
21
d. Aterosklerosis
Adanya manifestasi klinis dari aterosklerosis baik berupa angina
pectoris, bising arterikarotis, klaudikasio, intermitten merupakan
faktor resiko dari stroke.
e. Viskositas Darah
Meningkatnya viskositas atau kekentalan darah baik disebabkan
oleh karena meningkatnya hematokrit dan fibrinogen akan
meningkatkan hematokrit dan fibrinogen akan meningkatkan resiko
stroke.
f. Pernah stroke sebelumnya atau TIA (Transient Iscemia Attack)
Dari semua penderita stroke 50% diantaranya pernah TIA.
Beberapa laporan menyatakan bahwa penderita dengan TIA
kemungkinan 1/3 nya akan mengalami TIA 1/3 tanpa gejala dan 1/3
akan mengalami stroke.
g. Peningkatan Kadar Darah Lemak
Ada hubungan positif antara aterosklerosis serebrovaskular. Ada
hubungan positif antara kadar kolesterol total dan kadar trigliserida
dengan resiko stroke dan ada hubungan negatif antara meningkatnya
HDL dengan resiko stroke.
h. Merokok
Merupakan faktor resiko stroke, resiko meningkat dengan
banyaknya jumlah rokok yang dihisap sehari. Dengan berhenti
merokok resiko stroke akan menurun setelah 2 tahun dan kemudian
akan terus menurun setelah 2 tahun dan kemudian akan terus
menurun, setelah 5 tahun resiko akan sama dengan bukan perokok.
i. Obesitas
Obesitas sering dihubungkan dengan hipertensi dan gangguan
toleransi glukosa dan akan meningkatkan resiko stroke. Obesitas tanpa
disertai hipertensi dan DM bukan merupakan faktor resiko stroke yang
bermakna.
j. Alkohol
Minum alkohol yang berlebihan merupakan faktor resiko untuk
stroke iskemik dan mungkin stroke hemoragik. Peminum alkohol yang
berlebihan akan meninggikan tekanan darah, kadar trigliserida,
fibrilasi atrium, paroksimal dan kardiomiopati.
k. Faktor resiko lainnya
Masih banyak lagi faktor resiko yang telah diteliti usia lanjut dan
jenis kelamin pria juga merupakan faktor resiko yang independent.
Yang juga mungkin termasuk sebagai faktor resiko ialah : migren,
status ekonomi, kenaikan hematokrit, fibrinogen, diet tinggi natrium,
diet rendah kalium dan inaktifitas (kurang olahraga).
5. Klasifikasi Stroke
Stroke dapat terjadi akibat iskemia karena aliran darah berkurang
atau berhenti pada sebagian pembuluh darah otak. Bila darah pasien kental
dan alirannya lambat, maka akan terbentuk bekuan. Trombosis atau
bekuan darah ini dapat membendung atau menghalangi aliran darah otak.
Jika ada bercak kerusakan pada dinding pembuluh darah atau
atelosklerosis, maka bekuan akan terbentuk pada bercak tersebut (Brunner
23
dan Suddarth, 2002). Stroke dapat terjadi akibat pecahnya suatu dinding
pembuluh darah akibat tekanan. Darah akan menyembur ke dalam otak
dan menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam tengkorak yang dapat
merusak otak.
Menurut Listiono (1998), berdasarkan perjalanan klinisnya stroke
dapat dibagi menjadi 4 yaitu :
a. TIA (Trancient Ischemic Attack)
TIA didefiinisikan sebagai suatu gangguan yang akut dari fungsi
local serebral yang disebabknan karena emboli atau trombosit. TIA
merupakan stroke yang ringan, berupa serangan iskemik sepintas.
Gejala neurologis yang timbul akan dengan cepat menghilang.
Lamanya serangan juga sangat bervariasi, ada yang hanya berlangsung
selama 5 menit, ada yang 5 menit tetapi ada pula yang berlangsung
selama sehari penuh, sebanyak 50% dari TIA dapat sembuh dalam
waktu 1 jam dan 90% sembuh dalam waktu 4 jam.
Otak mendapat darah dari dua system, yaitu system karotis dan
system vertebrobasilaris. TIA yang disebabkan oleh gangguan dari
system karotis menampakkan gejala-gejala antara lain : gangguan
penglihatan, kelumpuhan lengan atau tungkai kedua-duanya pada sisi
yang sama, deficit sensorik atau motorik dari wajah saja, wajah dan
lengan atau tungkai saja secara unilateral. Gejala yang lain adalah
kesulitan untuk mengerti bahasa dan atau berbicara, dapat juga
pemakaian yang salah satu dari kata-kata atau diubah-ubah.
Gejala dari TIA yang disebabkan oleh gangguan dari system
vertebrosilaris dapat berupa : vertigo dengan atau tanpa disertai
muntah terutama bila disertai dengan atau tanpa disertai muntah
terutama bila disertai dengan diplopia, dysphagia atau dysarthia.
Mendadak tidak stabil sampai drop attack, yaitu keadaan dimana
kekuatan kedua tungkai tiba-tiba menghilang sehingga penderita jetuh.
Gejala lain ialah gangguan visual, motorik atau sensorik yang
unilateral atau bilateral satu sisi kemudian diikuti oleh sisi yang lain.
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Seperti halnya pada TIA gejala neurologist yang ada pada RIND
juga akan menghilang, hanya saja waktunya lebih dari 24 jam, namun
kurang dari 21 hari.
c. Progressing Stroke
Pada bentuk ini kelainan yang ada masih terus berkembang
kearah yang lebih berat. Misalnya awal gejala hanya berupa deficit
sensorik wajah kiri, namun terus berkembang menjadi lemah lengan
kiri, kemudian menyusul lemah tungkai kiri sehingga akhirnya
lumpuh total lengan dan tungkai kiri.
d. Completed Stroke
Dengan completed stroke diartikan bahwa kelainan neurologis
yang ada sifatnya sudah lengkap.
25
D. Penatalaksanaan Perilaku Pencegahan Stroke Pada Pasien Hipertensi
Pencegahan primer adalah usaha pencegahan serangan stroke yang
pertama kali, sedangkan pencegahan sekunder adalah usaha pencegahan
sekunder adalah usaha pencegahan pada penderita yang pernah mengalami
serangan stroke dan ingin menghindari serangan berikutnya (Thomas. D.J,
1995).
1. Pencegahan Primer
a. Pengobatan tekanan darah
Pada pasien yang memiliki tekanan darah tinggi (tekanan sistolik lebih
dari 150 mmHg) harus memperoleh pengobatan tekanan darah tinggi
untuk mencegah serangan stroke. Pengobatan dilakukan dengan hati-
hati memakai preparat antagonis kalsium (seperti nifedipin) serta
selanjutnya salah satu anggota kelompok obat yang disebut
penghambat beta (misal etanol).
b. Kadar lemak darah
Penderita hipertensi usia pertengahan dan usia lanjut mempunyai
permasalahan yang berhubungan dengan lemak. Penderita yang
usianya lebih muda harus memperoleh nasehat diet rendah lemak
jenuh dan rendah, hidrat arang (kalori seimbang). Kadang-kadang
diperlukan juga obat untuk menurunkan kadar lemak yang berbahaya
(seperti klofibrat). Beberapa preparat minyak ikan ternyata juga
berkhasiat. Minyak ikan terbukti memiliki khasiat antiplatelet. Ini
menunjukkan bahwa diet rendah lemak sangat penting sebagai bentuk
pencegahan terhadap hipertensi.
c. Problem pembuluh darah
Penderita yang pernah mengalami serangan iskemik sepintas atau
penyempitan pembuluh arteri karotis harus menjalani pemeriksaan
antara lain pemeriksaan gelombang suara ultra untuk mengetahui
keadaan arteri karotis juga dijumpai kelainan dilakukan pemeriksaan.
Perilaku yang dapat diterapkan untuk mencegah terjadi iskemik yaitu
berolahraga secara teratur dan diet yang sehat.
2. Pencegahan sekunder
a. Tekanan darah
Pada pasien yang mempunyai tekanan darah tinggi harus diobati
dengan tekanan darah tinggi harus diobati dengan hati-hati. Obat yang
diberikan harus dalam tekanan kecil dahulu dan selanjutnya dinaikkan
secara bertahap.
b. Pengobatan yang tepat
Penderita terlebih dahulu mengetahui apakah serangan stroke yang
pertama kali terjadi disebabkan oleh perdarahan ataukah infark
serebral.
c. Sebutir aspirin sehari
Penderita yang serangan strokenya disebabkan oleh trombosis harus
mendapatkan aspirin sebagai tindakan pencegahan. Sebagian
penderita juga dapat tergolong dengan pemberian apiridamol, tetapi
obat ini mengakibatkan nyeri kepala, khususnya pada penderita
27
migren.
d. Warfarin
Penderita kelainan jantung yang dapat menimbulkan trombosis bisa
dilindungi dengan pemberian antikoagulan warfarin. Penderita yang
terus mendapatkan serangan iskemik sepintas sekalipun sudah minum
aspirin dapat menggunakan warfarin.
Upaya-upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi serangan
stroke pada penderita hipertensi menurut Arcole Margattan (1995) antara lain
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, yaitu :
a. Olah raga yang teratur
Yaitu olah raga yang tidak mengeluarkan banyak tenaga misalnya jalan
kaki dengan cepat, jogging dan bersepeda. Dengan melakukan olah raga
yang teratur dan dinamis dapat memperbaiki aliran darah ke otot-otot dan
memperbaiki metabolisme otot itu sendiri. Hal ini akan membantu
terjadinya pelebaran pembuluh darah sehingga tensi menjadi turun.
Kecuali itu olah raga juga menambah kesegaran dan kebugaran jasmani
yang pada gilirannya nanti akan meningkatkan daya tahan tubuh penderita
menghadapi serangan komplikasi penyakit hipertensi antara lain stroke.
b. Diet yang rendah garam
Kemungkinan terjadi stroke pada penderita hipertensi sangat tinggi bila
penderita mengkonsumsi garam dapur terlalu banyak. Orang yang normal
biasanya mengkonsumsi garam dapur antara lain 5-15 gram perhari. Pada
penderita hipertensi dianjurkan makan garam seminimal mungkin sekitar
2-3 gram perhari mengurangi penggunaan garam baik dari garam dapur
maupun bahan adiptif seperti monosodium glutamat, natrium benzoat dan
natrium bikarbonat dapat mengurangi terjadinya serangan stroke karena
bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan terganggunya aliran darah
dalam otak dan dapat mengakibatkan stroke.
c. Perubahan pola hidup
1) Mengurangi kegemukan
Orang yang gemuk yang banyak mengkonsumsi kalori tinggi
mempunyai resiko besar terjadi hipertensi dan akhirnya biasanya
terjadi stroke. Dengan mengurangi berat badan dapat menurunkan
tekanan darah dengan jalan mengurangi asupan kalori dengan makan-
makanan yang kandungan lemaknya rendah, gunakan susu krim untuk
menambah kandungan protein dalam sereal dan sup. Jangan gunakan
santan sebagai bahan untuk menggurihkan makanan.
2) Authoterapi hipertensi
Menanggulangi stroke pada pasien hipertensi bisa dilakukan dengan
cara meditasi syaratnya harus dilakukan secara rutin, tanpa mengenal
rasa bosan dan dalam waktu kurang lebih 3-4 bulan, meditasi ini
dilakukan setiap hari kurang lebih 20 menit, boleh dilakukan pada
pagi hari atau waktu luang.
29
3) Hentikan kebiasaan merokok
Pengapuran atau pengerasan pembuluh darah yang disebut
aterosklerosis merupakan akibat pertama kali dari merokok, dan juga
terjadi kurangnya volume pasca darah, rokok dapat menyebabkan
kenaikan tekanan darah 2-10 menit setelah dihisap. Karena
merangsang saraf mengeluarkan hormon yang bisa menyebabkan
pengerutan pembuluh darah sehingga tensi menjadi naik dan
menyebabkan faktor resiko terjadi stroke.
4) Menghindari stress
Perubahan pola hidup yang serba otomatis menyebabkan tubuh
kurang gerak dan perubahan yang meliputi lingkungan, fisik dan sosial
mempengaruhi manusia menimbulkan stress dengan berbagai
manifestasi diantaranya hipertensi dan dapat menyebabkan stroke. Hal
ini dapat dicegah dengan cara berusaha relaksasi dalam menghadapi
masalah, melakukan refresing dan dapat juga dengan mendalami
agama dan berusaha menciptakan keluarga yang bahagia.
E. Kerangka Teori
Gambar Kerangka Teori
Sumber : Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003)
F. Kerangka Konsep
Faktor Predisposisi 1. Pengetahuan
2. Sikap 3. Kepercayaan
4. Keyakinan 5. Nilai-nilai
Faktor Pendukung 1. Ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan
Faktor Pendorong 1. Sikap dan perilaku
petugas kesehatan 2. Tokoh masyarakat 3. Teman sebaya 4. Orang tua
Perilaku
Variabel bebas (Independent) Variabel terikat (Dependent)
Tingkat pengetahuan Perilaku pencegahan stroke
31
G. Variabel Penelitian
Variabel penelitian dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Variabel independent (bebas)
Dalam penelitian ini, variabel independent adalah tingkat pengetahuan
dengan perilaku pencegahan stroke pada penderita hipertensi.
2. Variabel dependent (terikat)
Dalam penelitian ini, variabel dependentnya adalah perilaku
pencegahan stroke pada tingkat pengetahuan.
H. Hipotesis
Ada hubungan antara tingkat pengetahuan pada penderita hipertensi dengan
perilaku pencegahan stroke.