Makalah Patobiologi Aterosklerosis Dan Inflamasi

20
1 MAKALAH PATOBIOLOGI CONCEPT OF INFLAMMATION IN ATHEROSCLEROSIS Oleh: Anggita Rahma Ayu Kusuma, S.Ked. Dosen Pengampu: Prof. Dr. dr. H. Djanggan Sargowo, SpPD., SpJP (K). FACC. FIHA DOUBLE DEGREE SARJANA KEDOKTERAN PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

description

Patobiologi Biomolekuler Ateroklerosis

Transcript of Makalah Patobiologi Aterosklerosis Dan Inflamasi

  • 1

    MAKALAH PATOBIOLOGI

    CONCEPT OF INFLAMMATION IN

    ATHEROSCLEROSIS

    Oleh:

    Anggita Rahma Ayu Kusuma, S.Ked.

    Dosen Pengampu:

    Prof. Dr. dr. H. Djanggan Sargowo, SpPD., SpJP (K). FACC.

    FIHA

    DOUBLE DEGREE SARJANA KEDOKTERAN

    PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2013

  • 2

    Atherosklerosis dahulunya hanya dianggap sebagai penyakit akibat

    penumpukan lemak lunak di pembuluh darah yang diperburuk dengan akumulasi

    sel-sel otot halus. Namun, sekarang diketahui bahwa atherosklerosis melibatkan

    proses inflamasi beserta semua mediator-mediatornya. Penelitian terbaru

    menunjukkan peranan inflamasi sebagai mediator di semua fase atherosklerosis,

    mulai dari fase inisiasi, perkembangannya, sampai remodeling jantung dan

    bahkan komplikasi trombosis dari atherosklerosis itu sendiri.

    Inflamasi diterjemahkan sebagai reaksi kompleks dari jaringan yang

    tervaskularisasi terhadap infeksi, paparan toksin, atau injuri sel yang melibatkan

    akumulasi plasma protein dan leukosit ekstravaskular. Inflamasi akut dapat

    disebabkan oleh reaksi imun innate atau respon imun adaptif lokal. Meskipun

    berperan penting dalam mengontrol infeksi dan mempercepat penyebuhan

    jaringan, reaksi inflamasi juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan

    berbagai penyakit (Abbas et al, 2012).

    Konsep Inflamasi pada Atherosklerosis

    Pada penelitian dengan hewan model atherosklerosis, tanda-tanda

    inflamasi terjadi beriringan dengan akumulasi lipid di dinding arteri. Sebagai

    contoh, leukosit, mediator dari pertahanan tubuh dan inflamasi, terlokalisir di lesi

    awal atherosklerosis, tidak hanya di hewan coba, tetapi juga di manusia.

    Endotel normal tidak diciptakan untuk berikatan atau ditempeli oleh sel

    darah putih. Namun, setelah inisiasi dengan diet atherogenik, sebagian dari sel

    endotel mulai mengekspresikan molekul adhesif pada permukaannya untuk

    mengiknat berbagai kelas leukosit (Davis, 2005; Libby, 2002).

  • 3

    Gambar 1. Disfungsi endotel: Leukosit melakukan adhesi dan migrasi ke dalam

    intima (Davis, 2005)

    Gambar 2. Pembentukan fatty streak menunjukkan keterlibatan agregasiplatelet

    pada permukaan endotel, terbentuknya sel busa, dan migrasi sel-sel otot polos

    (Davis, 2005)

  • 4

    Gambar 3. Pembentukan fibrous cap dan inti nekrotik (Davis, 2005)

    Gambar 4. Plak yang Ruptur (Davis, 2005)

    Menariknya, lokasi peningkatan ekspresi molekul adhesif biasanya

    terletak di percabangan pembuluh darah. Bukti menunjukkan bahwa pada daerah

    percabangan terjadi kerusakan mekanisme atheroprotektif endotel dikarenakan

  • 5

    adanya shearstress akibat turbulensi aliran darah di daerah percabangan.

    Akibatnya, produksi NO pun akan berkurang. Padahal NO memiliki sifat anti

    inflamasi dan dapat menghambat produksi VCAM-1.

    Gangguan pada aliran darah juga meningkatkan produksi molekul adhesif

    leukosit lainnya, seperti Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1). Stres pada

    permukaan endotel menyebabkan terjadinya produksi proteoglikan oleh sel-sel

    otot halus arteri yang mana proteoglikan ini berfungsi mengikat dan

    mempertahankan partikel lipoprotein, memfasilitasi terjadinya modifikasi

    oksidatif,dan menginisiasi terjadinya respon inflamasi pada daerah terbentuknya

    lesi (Gakina and Ley, 2009; Libby, 2002).

    Begitu berikatan dengan endotel, leukosit akan penetrasi ke dalam intima.

    Terdapat beberapa mediator inflamasi yang dianggap berperan dalam proses

    transmigrasi ini. Sebagai contoh, Monocyte Chemoattractant Protein-1 (MCP-1)

    ternyata bertanggung jawab terhadap migrasi langsung monosit ke dalam intima

    pada lokasi pembentukan lesi. Keluarga T-cells Chemoattractant bertanggung

    jawab dalam memanggil limfosit ke dalam intima (Gakina and Ley, 2009, Davis,

    2005, Libby, 2002).

    Setelah mereka berada di dalam dinding arteri, sel-sel inflamasi yang

    berasal dari darah mulai berpartisipasi dan menyebabkan respon inflamasi lokal.

    Makrofag akan mengekspresikan reseptor scavanger untuk memodifikasi

    lipoprotein. Akibatnya, mereka akan memakan lemak dan berubah menjadi sel

    busa. Macrophage Colony Stimulating Factor (M-CSF) juga berkontribusi dalam

    merubah monosit menjadi sel busa (Gakina and Ley, 2009, Davis, 2005, Libby,

    2002).

    Sel T akan bertugas mengahasilkan sinyal yang akan memanggil sitokin-

    sitokin pro inflamasi seperti interferon dan limfotoksin (TNF) yang sebagai

    gantinya akan menstimulasi makrofag sebagaimana sel-sel endotel dan SMC.

    Proses inflamasi pun terus berlanjut, di mana leukosit yang teraktivasi dan sel-sel

    intrinsik arteri akan melepaskan mediator fibrogenik, termasuk di dalamnya

    adalah berbagai jenis peptida faktor pertumbuhan yang dapat menyebabkan

    terjadinya replikasi SMC dan berkontribusi dalam pembentukan matriks

  • 6

    ekstraseluler pada lesi atherosklerosis yang lebih jauh lagi (Gakina and Ley, 2009,

    Davis, 2005, Libby, 2002).

    Gambar 5. Jalur inflamasi klasik. Patofisiologi dari berbagai penyakit

    kardiovaskular melibatkan sekresi mediator-mediator inflamasi yang nantikan

    akan disekresikan ke dalam aliran darah dan dapat diukur sebagai biomarker

    (Libby et al, 2008).

    Proses inflamasi tidak hanya menginisiasi terjadinya pembentukan dan

    evolusi atheroma, tetapi juga berperan penting dalam menyebabkan komplikasi

    trombosis akut dari atheroma. Sebagian besar trombus pada arteri koronaria yang

    menyebabkan infark miokard akut yang bersifat fatal timbul akibat gangguan

    secara fisik pada plak atherosklerosis. Makrofag yang teraktivasi di dalam

    atheroma dapat memproduksi enzim proteolitik yang mampu mendegradasi

  • 7

    kolagen yang memberikan kekuatan untuk melidungi penutup plak,menyebabkan

    penutup plak menjadi tipis, lemah, dan mudah hancur (Libby, 2002).

    Interferon yang dihasilkan oleh limfosit T yang teraktivasi dapat

    menghambat sintesis kolagen oleh SMC, membatasi kapasitasnya untuk

    memperbaharui kolagen yang berfungsi untuk memperkuat plak. Makrofag juga

    memproduksi faktor jaringan, suatu pro-koagulan yang utama dalam terjadinya

    trombosis plak. Mediator-mediator inflamasi meregulasi faktor jaringan yang

    diekspresikan oleh makrofag, sehingga menunjukkan adanya hubungan penting

    antara inflamasi dan trombosis (Libby, 2002).

    Dengan pemahaman bahwa inflamasi berperan dalam proses

    atherogenesis, maka hal ini dimanfaatkan dengan mencari dan mempelajari

    mediator-mediator inflamasi untuk dimanfaatkan sebagai biomarker

    atherosklerosis. Tidak semua mediator inflamasi dapat menjadi biomarker,

    mengingat sulitnya mengukur mediator-mediator tersebut. Berikut ini adalah

    beberapa mediator inflamasi yang digunakan sebagai biomarker proses

    atherosklerosis.

    Gambar 6. Mediator dalam proses pembentukan plak. Proses patofisiologis

    dalam pembentukan plak melibatkan berbagai mediator inflamasi yang berbeda

    pada setiap fasenya yang mana dapat dimanfaatkan sebagai biomarker (Armstrong

    et al, 2006a).

  • 8

    BIOMARKER INFLAMASI

    Terdapat beberapa biomarker inflamasi yang sudah digunakan saat ini, antara lain:

    a. Sitokin

    Sitokin adalah protein pleiotropik yang meregulasi aktivitas

    leukosit. Selama respon fase akut, sitokin-sitokin seperti interleukin (IL)-1

    dan IL-6 meningkatkan produksi protein reaktan termasuk C-reactive

    protein (CRP). IL-6 dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1)

    adalah sitokin-sitokin utama yang secara klinis berperan sebagai

    biomarker pada Acute Coronary Syndrome (ACS) (Armstrong et al.,

    2006a).

    Beberapa sitokin inflamasi yang merupakan biomarker inflamasi

    antara lain:

    Interleukin-6

    IL-6 adalah sitokin ubiquitous, yang berperan dalam aktivasi leukosit

    dan sel endotel. IL-6 juga mendorong terjadinya produksi protein

    reaktan fase akut hepatik seperti C-reactive protein (CRP). IL-6

    diekspresikan di bagian bahu dari plak atherosklerotik dan

    meningkatkan ketidakstabilan plak dengan meningkatkan ekspresi

    matriks metalloproteinases, MCP-1, dan Tumor Necroting Factor

    (TNF)-. Penelitian FRISC-II menunjukkan bahwa peningkatan IL-6 >

    5ng/L diasosiasikan dengan peningkatan angka kematian pada bulan ke

    6 sampai 12 pada Coronary Artery Disease. Peningkatan IL-6 juga

    menunjukkan bahwa pasien akan mendapatkan manfaat yang sangat

    besar dari terapi invasif dini. Namun, karena besarnya variasi

    circardian IL-6, maka pengaplikasian IL-6 sebagai biomarker ACS

    masih terhambat sampai sekarang (Armstrong et al, 2006a).

  • 9

    Monocyte Chemoattractant Protein-1

    MCP-1 adalah chemokine yang mengaktivasi fagosit mononuklear

    dengan meningkatkan ikatan leukosit-endothel serta migrasi ke lokassi

    inflamasi. Pada Trial Opus-TIMI 16, ditemukan bahwa level MCP-1 >

    238 pg/mL menyebabkan peningkatan resiko kematian atau MI setelah

    10 bulan (Armstrong et al, 2006a).

    TNF-

    TNF- adalah sitokin pro inflamasi yang terlibat dalah proses

    disgungsi miokardial dan remodeling setelah ACS. Berdasarkan trial

    CARE, pasien dengan MI berulang atau kematian jantung memiliki

    kadar TNF- yang lebih tinggi (Armstrong et al, 2006a).

    Interleukin-18

    IL-18 meningkatkan ekspresi interferon (IFN)- yang merupakan

    mediator perkembangan plak. IL-18 memediasi proses lambat yang

    menentukan stabilitas plak dan kemungkinan pecahnya plak. Pasien

    dengan level IL-18 >77,7 pg/mL menunjukkan peningkatan resiko

    kematian kardiovaskular (Armstrong et al, 2006a).

    Tabel 1. Biomarker Inflamasi pada ACS: Sitokin

    (Armstrong et al, 2006a)

    b. C-reactive protein (CRP)

    Meskipun awalnya dikenal sebagai marker non-spesifik terhadap

    inflamasi, tetapi saat ini sudah diketahui bahwa CRP memiliki peranan

  • 10

    penting dalam patofisiologi terbentuknya atherosklerosis dan gagal

    jantung. Mekanisme yang disebabkan oleh CRP meliputi induksi disfungsi

    endothel, meningkatkan produksi sel foam, inhibisi survavilitas sel endotel

    progenitor, serta aktivasi komplemen pada plak etherosklerotik initima dan

    iskemia miokardium (Gruson et al., 2011).

    Level CRP meningkat pada pasien-pasien dengan gagal jantung.

    Semakin tinggi kadar CRP maka semakin buruk prognosis pasien dengan

    gagal jantung akut. Pada pasien dengan infark miokard akut, kadar CRP

    berkorelasi dengan terjadinya ruptur plak. Penelitian awal yang meneliti

    hubungan CRP dengan ACS menunjukkan bahwa CRP berkorelasi dengan

    pasien dengan angina unstable berat di mana peningkatan CRP ini

    meningkatkan resiko kematian dan miokard infark. Peningkatan CRP

    dapat memprediksi mortalitas 14 hari. Peningkatan CRP juga dapat

    memprediksi resiko mortalitas jangka panjang. Pasien dengan angina

    unstable dan CRP > 3 mg/L pada saat keluar rumah sakit cenderung untuk

    kembali lagi ke rumah sakit untuk instabilitas kardiovaskular berulang dan

    miokard infark dalam waktu satu tahun. CRP >10 mg/dL dihubungkan

    dengan peningkatan resiko kematian dengan rata-rata setelah 20 bulan

    (Armstrong et al., 2006b).

    c. Serum Amyloid A

    Serum amyloid A (SAA) meliputi grup dengan tiga apolipoprotein

    yang memiliki korelasi fungsional. Selama respon fase akut, SAA

    mengubah apolipoprotein (apo) AI dan apo AII dari lipoprotein dengan

    densitas tinggi untuk membentuk partikel lipoprotein yang lebih padat,

    lebih besar, dan yang telah berkurang kemampuannya untuk

    mengkatalisasi esterifikasi kolesterol dan efflux. Partikel ini nantinya akan

    meningkatkan pembentukan sel foam (Armstrong et al., 2006b).

    Selama fase akut miokard infark, level SAA meningkat dalam 24

    jam dan mencapai puncaknya setelah tiga hari terhitung sejak onset nyeri

    dada. Penelitian TIMI 11 menemukan bahwa peningkatan level SAA

  • 11

    memberikan prediksi resiko mortalitas 14 hari pada pasien dengan angina

    unstable atau NSTEMI, di mana hal ini menunjukkan bahwa SAA dan

    CRP memberikan informasi prognosis yang sama identik. Pasien dengan

    peningkatan kadar SAA ketika keluar rumah sakit setelah perawatan

    karena ACS menunjukkan kecenderungan untuk dirawat kembali atau

    memiliki serangan angina berulang dalam satu tahun setelah keluar rumah

    sakit. Namun, penelitian THROMBO (Thrombogenic Factors and

    Recurrent Coronary Events) menunjukkan bahwa peningkatan level SAA

    dua bulan setelah miokard infark tidak memiliki asosiasi yang signifikan

    terhadap resiko berulangnya kejadian kardiovaskular dalam dua tahun

    (Armstrong et al., 2006b).

    d. Faktor Von Wille Brand

    vWF adalah glikoprotein multimerik yang disimpan dalam Weibel-

    Palade bodies pada endotel dan granula trombosit. vWF akan memediasi

    pembentukan klot melalui asosiasi dengan faktor VIII. Pada manusia,

    vWB terutama berasal dari endotel (Armstrong et al., 2006b).

    Pada pasien dengan ACS, kadar vWF meningkat sejak serangan,

    mencapai puncak dalam 24 jam, dan kembali ke dasar lagi setelah tiga

    hari. Pada penelitian ESSENCE (Efficacy and Safety of Subcutaneous

    Enoxaparin in NonQ-wave Coronary Events), peningkatan level vWF

    pada 48 jam pertama pada pasien dengan NSTE ACS merupakan prediktor

    independen untuk menentukan resiko kematian, miokard infark, angina

    berulang, atau revaskularisasi pada hari ke-14 dan 30. Pada pasien dengan

    STEMI, vWF merupakan faktor prediktor independen terhadap mortalitas

    dalam 30 hari. Peningkatan vWF pada 48 sampai 72 jam berasosiasi

    dengan buruknya aliran arteri koroner serta meningkatkan resiko kematian

    atau miokard infark dalam 30 hari. Peningkatan vWF selama ACS

    menggambarkan adanya perfusi jaringan yang buruk dengan aktivasi

    endotel (Armstrong et al., 2006b).

  • 12

    e. Soluble ICAM-1

    ICAM-1 adalah protein superfamili dari imunoglobulin

    transmembran yang diekspresikan oleh sel endotel, leukosit, fibroblas, sel

    otot polos, miosit jantung, dan berbagai tipe sel non kardiak lainnya.

    ICAM-1 diekspresikan pada kadar basal oleh sel endotel dan diupregulasi

    sebagai respon terhadap inflamasi. Peningkatan ekspresi ICAM-1

    meningkatkan adhesi leukosit (Armstrong et al., 2006b).

    Bentuk solubel dari ICAM-1 (sICAM-1) dikeluarkan ke sirkulasi.

    sICAM-1 meningkat dalam 10 jam setelah onset nyeri dada pada ACS dan

    tetap meningkat di atas level normal selama beberapa bulan (Armstrong

    et al., 2006b).

    Penelitian prospektif yang melibatkan 119 pasien dengan nyeri

    dada yang berasosiasi dengan ACS tidak berhasil menunjukkan adanya

    hubungan antara sICAM-1 dengan resiko dari kejadian kardiovaskular

    serius selama perawatan di rumah sakit. Meskipun sICAM-1 masih

    merupakan prediktor yang kuat sebagai prediktor insidensi penyakit

    kardiovaskular, tetapi masih belum diketahui manfaat dari mengetahui

    kadar sICAM-1 untuk kepentingan pencegahan sekunder. sICAM-1 masih

    belum menunjukkan manfaat dalam menentukan resiko pasien dengan

    ACS pada fase akut (Armstrong et al., 2006b).

    f. Soluble VCAM-1

    VCAM adalah bagian dari superfamili protein imunoglobulin

    transmembran yang diekspresikan oleh sel endotel dan sel otot polos yang

    teraktivasi. VCAM-1 berikatan dengan VLA-4, suatu integrin yang

    diekspresikan oleh monosit, limfosit, dan eosinofil. Interaksi ini

    menyebabkan terjadinya adhesi sel dan transmigrasi sel-sel inflamasi.

    Sebagaimana ICAM-1, VCAM-1 transmembran juga akan pecah menjadi

    bentuk solubel (sVCAM-1) (Armstrong et al., 2006b).

  • 13

    Pasien dengan ACS memiliki kadar sVCAM1 yang lebih tinggi di

    dalam sirkulasinya dibandingkan dengan pasien sehat atau pasien dengan

    angina stabil. Pasien dengan kejadian koroner yang buruk cenderung untuk

    memiliki kadar sVCAM-1 yang tinggi (Armstrong et al., 2006b).

    Pada penelitian prospektif dengan pasien NSTEMI, level sVCAM-

    1 menunjukkan level yang tinggi pada pasien dengan kejadian

    kardiovaskular dalam 6 bulan. Penelitian ini menunjukkan bahwa

    sVCAM-1 dapat menjadi marker yang sangat penting dalam menentukan

    resiko jangka sedang sampai jangka panjang pada pasien dengan ACS.

    Namun untuk level akut, masih diperlukan penelitian lebih lanjut lagi

    mengenai manfaat sVCAM-1 ini (Armstrong et al., 2006b).

    g. Soluble E-Selectin

    E-selectin adalah selektin yang spesifik terhadap sel endothelial

    yang berfungsi menstabilkan interaksi sel leukosit dengan sel endothel

    melalui adhesi antar sel. E-selectin tidak diekspresikan secara masif oleh

    endothel, melainkan diupregulasi dalam hitungan jam sebagai respon

    terhadap inflamasi (Armstrong et al., 2006b).

    Sebagaimana ICAM-1 dan VCAM-1, E-selectin juga dipecah

    menjadi mentuk solubelnya (sSelectin) yang dapat menjadi marker tidak

    langsung terhadap aktivasi endothel di mikrosirkulasi. Manfaat dari

    marker level sSelectin dan marker aktivasi sel endothel lainnya lebih untuk

    memprediksi resiko terbentuknya penyakit arteri koroner dan resiko

    kematian pada pasien dengan penyakit arteri koroner stabil daripada

    marker untuk stratifikasi resiko untuk ACS (Armstrong et al., 2006b).

    Tabel 2. Biomarker Inflamasi pada ACS: Acute Phase Reactant and

    Endothelial Cell Activation

  • 14

    (Armstrong et al., 2006b)

    h. Myeloperoxidase

    Myeloperoksidase (MPO) adalah biomarker inflamasi dan stres

    oksidatif yang diproduksi oleh neutrofil, monosit, dan sel endotel. Kadar

    MPO distimulasi oleh gagal jantung serta merupakan prediktor independen

    untuk mortalitas pada gagal jantung (Gruson et al., 2011).

    i. Phospholipase A2 (PLA2)

    Phospholipase A2 (PLA2) memecah phospholipid menjadi asam

    lemak bebas dan lysophospholipid. Kedua subset dari PLA2 ini nantinya

    akan dimetabolisme menjadi berbagai mediator inflamasi (Armstrong et

    al., 2006c).

    PLA2 sekretorik tipe II (sPLA2) menyebabkan terjadinya oksidasi

    dan mengkatalis metabolisme phospholipid dari LDL, yang kemudian

    meningkatkan atherogenicity dari partikel LDL. Enzim PLA2 lainnya,

    lipoprotein-associated phospholipase A2 (Lp-PLA2), beredar di dalam

    sirkulasi untuk berikatan dengan LDL (Armstrong et al., 2006c).

  • 15

    Pada penelitian dengan pasien ACS, peningkatan level sPLA2

    menunjukkan hubungan dengan peningkatan probabilitas kejadian koroner

    sebanyak lima kali lebih banyak dalam dua tahun. Penelitian GRACE

    (Global Registry of Acute Coronary Events) menemukan bahwa

    peningkatan aktivitas sPLA2 di dalam sirkulasi berhubungan dengan

    peningkatan resiko kematian atau infark miokard sebanyak tiga kali lipat.

    Sementara itu, Lp-PLA2 menunjukkan hubungannya dengan ACS dan

    intependen terhadap CRP dan penggunaan statin. Penemuan ini

    menunjukkan bahwa Lp-PLA2 dapan memberikan informasi prognosis

    dari ACS dan mekanisme antiinflamasi dari statin tidak mempengaruhi

    jalur inflamasi yang dimediasi oleh sPLA2 (Armstrong et al., 2006c).

    Tabel 3. Biomarker Inflamasi pada ACS: Biomarker of Oxidative Stress and

    Angiogenic Growth Factors

    (Armstrong et al., 2006c)

    j. Copeptin

    Copeptin adalah fragmen C-terminal dari arginin vasopressi

    (AVP). Kadar copeptin meningkat sebagai respon terhadap stres dan

    penyakit menular (Gruson et al., 2011).

  • 16

    Penelitian baru-baru ini menunjukkan peningkatan copeptin pada

    kasus gagal jantung dan potensinya sebagai marker untuk morbiditas dan

    mortalitas. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Neuhold et al. Pada

    penelitian cohort yang dilakukan pada 700 pasien gagal jantung,

    konsentrasi copeptin berhubungan dengan kelas fungsional NYHA

    (Gruson et al, 2011).

    k. Endothelin

    Endothelin-1 (ET-1) adalah peptida asam amino 21 serta

    merupakan salah satu vasokonstriktor paling poten. ET-1 disintesis

    sebagai prehormon asam amino 212 inaktif, yaitu preproET-1. PreproET-1

    ini akan dipecah oleh endopeptidase menjadi asam amino-39, yaitu ET-1

    besar. ET-1 besar kemudian dipecah oleh endothelin converting enzyme-1

    menjadi asam amino-21. Efek dari ET-1 dimediasi melalui stimulasi dari 2

    subtipe reseptor, yaitu reseptor endothelin subtipe A dan reseptor

    endothelin subtipe B (Gruson et al, 2011).

    ET-1 terutama diproduksi di sel endotel, ginjal, dan sistem saraf

    pusat. ET-1 memiliki efek langsung terhadap jantung, yaitu efek

    chronotropik dan inotropik, penurunan kardiak output, stimulasi hipertrofi

    miokard, dan induksi respon sintesis kolagen pada fibroblas jantung

    (Gruson et al, 2011).

    ET-1 meningkat pada pasien gagal jantung, terutama gagal jantung

    berat. Pemeriksaan endothelin sama dengan sitokin, yaitu dengan teknik

    ELISA, akibatnya tes ini masih mahal untuk dilakukan dan tidak semua

    laboratorium dapat melaksanakan pemeriksaan ini (Gruson et al, 2011).

    l. Matrix Metalloproteinase (MMP)

    Matrix Metalloproteinase (MMP) adalah endoproteinase yang

    dependen terhadap zinc dengan aktivitas kolagenase dan atau gelatinase.

    Degradasi dari fibril kolagen melemahkan stabilitas plak dan integritas

  • 17

    membrana basalis endotel, yang mana merupakan faktor predisposisi

    terhadap rupturnya atheroma (Armstrong et al., 2006d).

    MMP diekspresi dalam jumlah besar pada plak atherosklerotik,

    dengan peningkatan jumlah pada bagian bahu dari plak. Pasien dengan

    ACS mengalami peningkatan level MMP-1, -2, dan -9 pada plasma.

    MMP-1, -2, dan -9 tidak meningkat di awal gejala klinis ACS, tetapi

    peningkatan tersebut baru terjadi pada hari ketujuh sampai keempat belas.

    Penelitian lainnya menemukan bahwa tidak ada peningkatan signifikan

    dari MMP-2, tetapi terjadi peningkatan cepat yang diikuti dengan turunnya

    level secara cepat pula dari MMP-9 pada minggu pertama setelah gejala

    ACS. Pada penelitian dengan 24 pasien ACS, peningkatan level MMP-1

    pada hari ke-7 dan -14 setelah ACS berkorelasi negatif dengan fraksi

    ejeksi ventrikel kiri (Armstrong et al., 2006d).

    Data-data dari berbagai penelitian di atas masih belum

    menunjukkan manfaat nyata dari MMP sebagai marker untuk mengambil

    keputusan terapi klinis maupun stratifikasi resiko ACS. Namun, MMP

    masih menjadi target penelitian sebagai target terapi (Armstrong et al.,

    2006d).

    Terdapat beberapa MMP yang berperan dalam inflamasi, antara lain:

    MMP-1

    MMP-1 adalah kolagenase yang diekspresikan di dalam intertisium

    dan diupregulasi secara cepat pada hewan model iskemia

    koroner/reperfusi.

    MMP-2

    MMP-2 adalah gelatinase yang memiliki kemampuan mendegradasi

    kolagen tipe IV, yang merupakan tipe kolagen mayoritas pada

    membrana basalis di subendothel.

  • 18

    MMP-9

    MMP-9 adalah gelatinase dengan implikasi yang luas pada remodeling

    ventrikel dan perjalanan gagal jantung.

    Tabel 4. Biomarker Inflamasi pada ACS: Matrix Metalloproteinases and

    Biomarkers of Platelet Activation

    (Armstrong et al., 2006d)

    .

  • 19

    DAFTAR PUSTAKA

    Abbas, Abul K; Lichman, Andrew H; Pillai, Shiv. Cellular and Molecular

    Immunology Seventh Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2012.

    Armstrong, Ehrin J; Morrow, David A.; Sabatine, Marc S. 2006a. Inflammatory

    Biomarkers in Acute Coronary Syndromes : Part I: Introduction and

    Cytokines. Circulation 2006, 113:e72-e75.

    Armstrong, Ehrin J; Morrow, David A.; Sabatine, Marc S. 2006b. Inflammatory

    Biomarkers in Acute Coronary Syndromes : Part II: Acute-Phase

    Reactants and Biomarkers of Endothelial Cell Activation. Circulation

    2006, 113:e152-e155.

    Armstrong, Ehrin J; Morrow, David A.; Sabatine, Marc S. 2006c. Inflammatory

    Biomarkers in Acute Coronary Syndromes : Part III: Biomarkers of

    Oxidative Stress and Angiogenic Growth Factors. Circulation 2006,

    113:e289-e292.

    Armstrong, Ehrin J; Morrow, David A.; Sabatine, Marc S. 2006d. Inflammatory

    Biomarkers in Acute Coronary Syndromes : Part IV: Matrix

    Metalloproteinases and Biomarkers of Platelet Activation. Circulation

    2006, 113:e382-e385.

    Davis, Norma E. 2005. AtherosclerosisAn Inflammatory Process. J Insur Med

    2005;37:7275.

    Galkina, Elena; Ley, Klaus. 2009. Immune and Inflammatory Mechanisms of

    Atherosclerosis. Annu Rev Immunol. 2009 ; 27: 165197.

    Gruson, Damien; Ahn, Sylvie A.; Rousseau, Michel F. 2011. Biomarkers of

    inflammation and cardiac remodeling: the quest of relevant companions

    for the risk stratification of heart failure patients is still ongoing.

    Biochemia Medica 2011;21(3):254-63.

  • 20

    Lewandowski, Eileen Carreiro. 2006. Update on Cardiac Biomarkers:

    Inflammatory Markers. Laboratory Medicine. 2006;37(10):598-605.

    Medscape News. Available at:

    http://www.medscape.com/viewarticle/545526_5

    Libby, Peter; Packard, Rene R.S. 2007. Inflammation in Atherosclerosis: From

    Vascular Biology to Biomarker Discovery and Risk Prediction. Clinical

    Chemistry 54:1 2438 (2008)

    Libby, Peter. 2002. Inflammation and Atherosclerosis. Circulation.

    2002;105:1135-1143.