Bab II Pembahasan Waham

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai “keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit”. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam kehidupan sehari-hari, dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka sendiri (Videbeck, 2008). Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang, dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain (Direja, 2011). Sementara itu, gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), distabilitas (tidak mampu mengerjakan pekerjaan sehari- hari), atau meningkatkan resiko kematian, kesakitan, dan distabilitas. Gangguan jiwa terdiri dari beberapa macam termasuk diantaranya adalah waham atau delusi. Waham atau delusi adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat, tidak sesuai dengan kenyataan, tidak cocok dengan 1

description

stikes bp

Transcript of Bab II Pembahasan Waham

Page 1: Bab II Pembahasan Waham

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan

sebagai “keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa

penyakit”. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial dapat

memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam kehidupan sehari-

hari, dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka sendiri (Videbeck, 2008).

Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, kesehatan jiwa adalah kondisi yang

memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari

seseorang, dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain (Direja, 2011).

Sementara itu, gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang

bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan

adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), distabilitas (tidak mampu

mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau meningkatkan resiko kematian, kesakitan, dan

distabilitas.

Gangguan jiwa terdiri dari beberapa macam termasuk diantaranya adalah waham atau

delusi. Waham atau delusi adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat,

tidak sesuai dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang

budaya, selalu dikemukakan berulang-ulang dan berlebihan biarpun telah dibuktikan

kemustahilannya atau kesalahannya atau tidak benar secara umum.

Waham merupakan salah satu gangguan orientasi realitas. Gangguan orientasi realitas

adalah ketidak mampuan klien menilai dan berespons pada realitas. Klien tidak dapat

membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan

kenyataan. Klien tidak mampu memberi respons secara akurat, sehingga tampak perilaku

yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan.

Gangguan orientasi realitas disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu yaitu fungsi

kognitif dan isi fikir; fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial.

Gangguan pada fungsi kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan

menilik terganggu. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan

kemampuan berespons terganggu yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka,

gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial). Oleh karena gangguan

1

Page 2: Bab II Pembahasan Waham

orientasi realitas terkait dengan fungsi otak maka gangguan atau respons yang timbul

disebut pula respons neurobiologik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas ditemukan beberapa permasalahan diantaranya:

1. Apa definisi dari waham?

2. Apa saja klasifikasi waham?

3. Bagaimana tanda dan gejala waham?

4. Bagaimana proses terjadinya waham?

5. Apa saja penyebab dari waham?

6. Bagaimana cara penatalaksanaan waham?

C. Maksud dan Tujuan

1) Tujuan Umum

Tujuan Umum dari pembahasan materi ini penulis berharap agar kita semua,

khususnya para pembaca dapat memahami tentang gangguan jiwa waham.

2) Tujuan Khusus

Untuk mengetahui definisi waham

Untuk mengetahui klasifikasi waham

Untuk mengetahui tanda dan gejala waham

Untuk mengetahui proses terjadinya waham

Untuk mengetahui penyebab waham

Untuk mengetahui penatalaksanaan waham

BAB II

2

Page 3: Bab II Pembahasan Waham

PEMBAHASAN

A. Definisi Waham

Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai

dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang

lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Direja,

2011).

Waham adalah suatu kepercayaan keyakinan atau ide yang salah dan bertentangan

dengan suatu kenyataan yang tidak ada kaitannya dengan latar belakang budaya (Direja,

2011).

Waham adalah Kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan dengan isi

pikirannya padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Atau kepercayaan yang telah terpaku

atau terpancang kuat dan tidak dapat dibenarkan berdasarkan fakta dan kenyataan tetapi

tetap dipertahankan. Jika disuruh membuktikan berdasar akal sehatnya.Atau disebut juga

kepercayaan yang palsu dan sudah tidak dapat dikoreksi (Baihaqi, 2009).

Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan

keyakinan tersebut mungkin “aneh” (misalnya”saya adalah nabi yang menciptakan biji

mata manusia”) atau bisa pula “tidak aneh” (hanya sangat tidak mungkin, contoh

masyarakat di surga selalu menyertai saya kemanapun saya pergi”) dan tetap

dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya

(Purba dkk, 2008).

Kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan dengan isi pikirannya padahal

tidak sesuai dengan kenyataan. Atau kepercayaan yang telah terpaku/terpancang kuat dan

tidak dapat dibenarkan berdasarkan fakta dan kenyataan tetapi tetap dipertahankan. Jika

disuruh membuktikan berdasar akal sehatnya, tidak bias. Atau disebut juga kepercayaan

yang palsu dan sudah tidak dapat dikoreksi (Baihaqi, 2007).

Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita

yang normal (Stuart dan Sundeen, 1998).

B. Klasifikasi Waham

3

Page 4: Bab II Pembahasan Waham

Waham dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, menurut Direja (2011)

yaitu:

Jenis Waham Pengertian Perilaku Klien

Waham Kebesaran Keyakinan secara

berlebihan bahawa dirinya

memiliki kekuatan khusus

atau kelebihan yang

berbeda dengan orang lain,

diucapkan berulang-ulang

tetapi tidak sesuai dengan

kenyataan

“Saya ini pejabat di

kementrian semarang!”

“Saya punya perusahaan

paling besar “.

Waham Agama Keyakinan terhadap suatu

agama secara berlebihan,

diucapkan berulang-ulang

tetapi tidak sesuai dengan

kenyataan.

“ Saya adalah tuhan yang

bisa menguasai dan

mengendalikan semua

makhluk”.

Waham Curiga Keyakinan seseorang atau

sekelompok orang yang

mau merugikan atau

mencederai dirinya,

diucapkan berulang-ulang

tetapai tidak sesuai dengan

kenyataan.

“ Saya tahu mereka mau

menghancurkan saya,

karena iri dengan

kesuksesan saya”.

Waham Somatik Keyakinan seseorang

bahwa tubuh atau sebagian

tubuhnya terserang

penyakit, diucapkan

berulang-ulang tetapi tidak

sesuai dengan kenyataan.

“ Saya menderita kanker”.

Padahal hasil pemeriksaan

lab tidak ada sel kanker

pada tubuhnya.

Waham Nihlistik Keyakinan seseorang

bahwa dirinya sudah

meninggal dunia,

diucapkan berulang-ulang

“ ini saya berada di alam

kubur ya, semua yang ada

disini adalah roh-roh nya”

4

Page 5: Bab II Pembahasan Waham

tetapi tidak sesuai dengan

kenyataan.

C. Tanda dan Gejala Waham

Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya waham adalah:

1. Gagal melalui tahapan perkembangan dengan sehat

2. Disingkirkan oleh orang lain dan merasa kesepian

3. Hubungan yang tidak harmonis dengan orang lain

4. Perpisahan dengan orang yang dicintainya

5. Kegagalan yang sering dialami

6. Keturunan, paling sering pada kembar satu telur

7. Sering menggunakan penyelesaian masalah yang tidak sehat, misalnya

menyalahkan orang lain.

Tanda dan Gejala Menurut Direja, (2011) yaitu :

1. Terbiasa menolak makan

2. Tidak ada perhatian pada perawatan diri

3. Ekspresi wajah sedih dan ketakutan

4. Gerakan tidak terkontrol

5. Mudah tersinggung

6. Isi pembicaraan/tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan kenyataan

7. Menghindar dari orang lain

8. Mendominasi pembicaraan

9. Berbicara kasar

10. Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan

Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien menyatakan dirinya

sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan atau kekayaan luar biasa, klien

menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang, klien

menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik diri dan

isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang

berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan,

ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada

orang lain, gelisah.

D. Proses Terjadinya Waham

5

Page 6: Bab II Pembahasan Waham

Menurut Yosep (2009), proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :

1. Fase of human need

Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik

maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang

dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan

menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk

melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi

terpenuhi tetapi kesenjangan antara realiti dengan self ideal sangat tinggi.

2. Fase lack of self esteem

Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self

ideal dengan self reality (keyataan dengan harapan) serta dorongn kebutuhan yang

tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.

3. Fase control internal external

Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia

katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan keyataan,

tetapi menghadapi keyataan bagi klien adalah suatu yang sangat berat, karena

kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima

lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum

terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan

koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak

dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan.

Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif

berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.

4. Fase envinment support

Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya

menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang

dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari

sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (super

ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.

5. Fase comforting

Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap

bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan

sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya

klien sering menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).

6

Page 7: Bab II Pembahasan Waham

6. Fase improving

Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan

yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan

dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai

yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat

menimbulkan ancaman diri dan orang lain.

E. Penyebab Waham

1. Faktor Predisposisi

a. Biologis

Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau system saraf pusat yang

menimbulkan:

Hambatan perkembangan otak khususnya lobus frontal, temporal dan limbic.

Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonatus

dan kanak-kanak.

b. Psikososial

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon

psikologis dari klien. Sikap atau keaadaan yang dapat mempengaruhi seperti

penolakan dan kekerasan.

c. Sosial Budaya

Kehidupan sosial budaya dapat juga mempengaruhi timbulnya waham seperti:

kemiskinan, komplik sosial budaya (peperangan, kerusakan, kerawanan) serta

kehidupan yang terisolasi dan stress yang menumpuk.

d. Perkembangan

Hambatan perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal seseorang.

Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan

persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan

emosi tidak efektif.

2. Faktor Prepesitasi

Riwayat prepesitasi yang biasanya menimbulkan waham merupakan karakteristik

umum: latar belakang, termasuk penganiayaan fisik atau emosional, tekanan, isolasi,

permusuhan, perasaan tidak berguna ataupun tidak berdaya.

a. Sosial Budaya

7

Page 8: Bab II Pembahasan Waham

Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti

atau diasingkan dari kelompok.

b. Biokimia

Dopamine, norepineprine, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi

penyebab waham pada seseorang.

c. Psikologis

Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi

masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari

kenyataan yang menyenangkan.

F. Penatalaksanaan Waham

Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan karena, kemungkinan

dapat menimbulkan kemunduran mental.

Untuk membantu penderita mengatasi wahamnya, perlu dicoba berbagai cara yang

kira kira sesuai. Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi:

1. Terapi perilaku kognitif.

Sebelum membahas tentang teknik terapi perilaku kognisi, perlu dipahami dulun

beberapa konsep dasar sederhana tentang keterkaitan antara beberapa hal berikut:

kejadian, pikiran/ keyakinan, perasaan, reaksi tubuh dan perilaku. Misalnya ada suatu

kejadian: seseorang meludah didepan kita. Maka, akan muncul sebuah pikiran atau

kepercayaan (misalnya: oran tersebut menghina saya). Pikiran tersebut membuat kita

marah. Perasaan marah yang timbul membuat jantung berdegup lebih cepat dan

membuat kita melakukan peri laku agresif (mengomel, mencaci maki). Dari ilustrasi

tadi, ada kaitan yang jelas antar suatu kejadian, dengan pikiran, perasaan, tanda tubuh

dan perilaku yang muncul. Perlu ditekankan disini bahwa antara kejadian (misalnya:

seseorang meludah di depan kita), bisa diartikan bermacam macam. Kejadian bahwa

seseorang meludah di depan kita bisa diartikan sebagai orang tersebut menghina kita

(sehingga kita marah), namun bisa juga diartikan bahwa ada seseorang sedang sakit

di mulutnya atau merasakan sesuatu yang tidak enak, sehingga dia terpaksa meludah

di depan kita (akibatnya kita bisa menerima perilaku orang tersebut). Dengan

memakai pengertian dasar tersebut, langkah berikut perlu dilakukan untuk

memahami waham dan mengupayakan langkah untuk mengatasinya.

a. Membuat catatan

8

Page 9: Bab II Pembahasan Waham

Pikiran atau kepercayaan yang dipunyai oleh seorang penderita gangguan jiwa

perlu dicacat. Seorang penderita mungkin mempunyai beberapa keyakinan atau

kepercayaan. Dalam catatan tersebut perlu ditulis isi pikiran atau kepercayaan

tersebut, bagaimana perasaan ketika pikiran tersebut muncul (marah, sedih, takut,

dll), perilaku (menyendiri, teriak teriak, menangis) dan reaksi tubuh (detak

jantung cepat, napas sering dan pendek, sakit kepala).

b. Menilai perasaan (kekhawatiran, kesedihan, ketakutan)

Berilah nilai atau skor (misal antara 1-100) seberapa kuat penderita percaya

pada pikiran tersebut dan seberapa besar pikiran tersebut menyebabkan

perubahan pada perasaan atau suasana hati.

c. Carilah pemicu

Ketika pikiran atau kepercayaan mulai terbentuk, coba identifikasi hal hal

yang telah menjadi pemicu. Misalnya: Pikiran tersebut mulai timbul setelah

penderita bertengkar dengan seseorang atau jika penderita kurang tidur.

d. Cari bukti pendukung.

Kumpulkan bukti bukti yang mendukung maupun yang menolak pikiran atau

kepercayaan tersebut. Bukti bukti tersebut akan bisa membuat penderita berpikir

lebih rasional.

e. Berbagi pengalaman

Berbagi pengalaman, pikiran dan perasaan anda kepada orang orang terdekat

akan dapat membantu anda mengenali dan memperbaiki pola pikir yang tidak

sehat.

2. Menerapkan pola hidup sehat.

Munculnya waham biasanya terkait dengan adanya stress atau tekanan hidup.

Menerapkan pola hidup sehat dan menjauhi stress akan dapat memperlemah dan

mengurangi munculnya waham. Beberapa pola hidup sehat yang perlu diterapkan:

a. Cukup tidur.

Kurang tidur dapat menjadi pemicu utama dalam munculnya atau

berkembangnya waham. Cobalah untuk memprioritaskan terbentuknya pola tidur

yang teratur. Bersantai dengan mandi air hangat atau membaca buku yang bagus

sebelum tidur dapat membantu penderita untuk tidur dengan mudah. Lakukan

cukup olah raga di siang hari karena fisik yang lelah akan dapat membantu

penderita untuk lebih mudah tidur..

9

Page 10: Bab II Pembahasan Waham

b. Hindari obat-obat terlarang dan minuman keras.

Ada kaitan yang jelas antara obat (narkoba) dan alkohol dengan munculnya

waham. Menghentikan atau mengurangi penggunaan alkohol/ obat obat terlarang

akan membantu penderita untuk lebih bisa mengendalikan pikirannya, dan

membuatnya lebih mudah untuk merasionalisasi perasaannya.

c. Menjernihkan pikiran

Jika munculnya waham dipicu oleh kecemasan, stres dan khawatir, maka

penderita mungkin bisa menerapkan teknik relaksasi atau banyak berdzikir agar

dapat membantunya menenangkan perasaan dan menghentikan kecemasan

tersebut. Dalam agama Islam, pemahaman yang benar terhadap arti tauhid akan

sangat penting dalam menghilangkan kecemasan. Bila seseorang percaya bahwa

Allah yang Maha Kuasa bisa menyembuhkan penyakit atau memecahkan semua

masalah yang dihadapi, maka tidak ada lagi yang perlu dicemaskan. Tidak ada

masa depan yang perlu dicemaskan. Begitu pula, pemahaman bahwa Allah itu

Maha Pengampun, maka tidak perlu ada kesalahan masa lalu yang membuat

gelisah.

d. Bergaul dengan masyarakat

Bergaul dengan masyarakat, khususnya masyarakat yang mau menerima para

penderita gangguan jiwa apa adanya, akan sangat membantu pemulihan jiwa

secara keseluruhan. Dengan merasa menjadi anggota masyarakat, maka sedikit

demi sedikit akan tumbuh kepercayaan diri dan dorongan untuk semakin

meningkatkan kesehatan jiwanya.

Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako terapi, ECT dan terapi

lainnya seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatik, terapi seni, terapi

tingkah laku, terapi keluarga, terapi spritual dan terapi okupsi yang semuanya bertujuan

untuk memperbaiki prilaku klien dengan waham pada gangguan skizoprenia.

Penatalaksanaan yang terakhir adalah rehablitasi sebagai suatu proses refungsionalisasi

dan pengembangan bagi klien agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar

dalam kehidupan masyarakat.

Terapi Okupasi adalah bentuk layanan kesehatan kepada masyarakat atau pasien

yang mengalami gangguan fisik dan atau mental dengan menggunakan aktivitas

bermakna (okupasi) untuk meningkatkan kemandirian individu pada area aktivitas

kehidupan sehari-hari, produktivitas dan pemanfaatan waktu luang dalam rangka

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tujuan utama dari Okupasi Terapi adalah

10

Page 11: Bab II Pembahasan Waham

memungkinkan individu untuk berperan serta dalam aktivitas keseharian. Okupasi terapis

mencapai tujuan ini melalui kerja sama dengan kelompok dan masyarakat untuk

meningkatkan kemampuan mereka untuk terlibat dalam aktivitas yang mereka inginkan,

butuhkan, atau harapkan untuk dikerjakan, serta dengan mengubah aktivitas atau

lingkungan yang lebih baik untuk mendukung keterlibatan dalam aktivitas.

Dalam memberikan pelayanan kepada individu , okupasi terapi memerhatikan aset

(kemampuan) dan limitasi (keterbatasan) yang dimiliki individu, dengan memberikan

aktivitas yang purposeful (bertujuan) dan meaningful (bermakna). Dengan demikian

diharapkan individu tersebut dapat mencapai kemandirian dalam aktivitas produktivitas

(pekerjaan/pendidikan), kemampuan perawatan diri (self care), dan kemampuan

penggunaan waktu luang (leisure).

Terapi ECT (Electro Convulsif Therapie) adalah suatu tidakan terapi dengan

menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun

klonik. Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik

melalui elektroda yang ditempelkan pada plipis klien untuk membangkitkan kejang

grandmall. Indikasi terapikejang listrik adalah klien depresi pada psikosa manik depresi,

klien schizophrenia stupor katatonik dan gaduh gelisa katatonik. ETC lebih efektif dari

anti deresan untuk klien depresi dengan gejala psikotik (waham, paranoid dan gejala

vegetatif), berikan antidepresan saja (imipramin 200-300 mb/hari selama 4 minggu)

namun jika tidak ada perbaikan perlu diperhitugkan tindakan ETC, terutama jika litium

karbonat tidak berhasil. Pada klien depresi memerlukan waktu 6-12 kali terapi untuk

mencapai perbaikan, sedangkan pada mania dan katatonik membutuhkan waktu lebih

lama yaitu antara 10-12 kali terapi secara rutin. Terapi ini dilakukan dengan frekuensi 2-

3 hari sekali. Jika efektif, perubahan perilaku mulai kelihatan setelah 2-6 terapi.

Terapi somatik adalah terapi yg diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa

dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dgn

melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien.

Terapi keluarga adalah salah satu bentuk intervensi psikologi keluarga sebagai sub

bab pada psikologi klinis. Terapi keluarga merupakan pendekatan terapeutik yang

melihat masalah individu dalam konteks lingkungan khususnya keluarga dan menitik

beratkan pada proses interpersonal. Tetapi keluarga merupakan intervensi spesifik

dengan tujuan membina komunikasi secara terbuka dan teraksi keluarga secara sehat.

Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga

sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern &

11

Page 12: Bab II Pembahasan Waham

Pinsof, 1986). Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada

pada terapi individual mempunyai konsekuensi dan konteks sosial. Contohnya, klien

yang menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual, bisa terganggu lagi

setelah kembali pada keluarganya.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

12

Page 13: Bab II Pembahasan Waham

Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai

dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang

lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Direja,

2011). Waham diklasifikasikan menjadi: waham kebesaran, waham agama, waham curiga,

waham somatic, waham nihlistik. Tanda dan gejala penyakit waham biasanya tergantung

dengan waham yang di derita oleh penderita.

Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi: terapi perilaku kognitif dan

menerapkan pola hidup sehat.

B. Saran

Dengan mengetahui penyakit waham, klasifikasi, tanda dan gejala, proses terjadinya,

penyebab dan penatalaksanaan maka diharapkan pembaca dapat menjaga hubungan

intrapersonal dengan baik.

Dengan membaca makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang

penyakit waham, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Daftar Pustaka

Http://pakperss.files.wordpress.com201101kep-jiwa_asuhan-keperawatan-waham.pdf

http://digilib.unimus.ac.idfilesdisk1135jtptunimus-gdl-aidatuzzuy-6728-1-babi.pdf

13

Page 14: Bab II Pembahasan Waham

http://digilib.unimus.ac.idfilesdisk1135jtptunimus-gdl-aidatuzzuy-6728-2-babii.pdf

http://library.stikesnh.ac.idfilesdisk16e-library%20stikes%20nani%20hasanuddin--

salmawatif-260-1-25132229-1.pdf

http://repository.usu.ac.idbitstream123456789317774Chapter%20II.pdf http://wir-

nursing.blogspot.com/2009/07/askep-jiwa-waham.html

http://aanborneo.blogspot.com/2013/03/askep-waham.html

14