Bab II Pembahasan Waham
-
Upload
sickhaulfah -
Category
Documents
-
view
229 -
download
0
description
Transcript of Bab II Pembahasan Waham
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan
sebagai “keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa
penyakit”. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial dapat
memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam kehidupan sehari-
hari, dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka sendiri (Videbeck, 2008).
Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, kesehatan jiwa adalah kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari
seseorang, dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain (Direja, 2011).
Sementara itu, gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang
bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan
adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), distabilitas (tidak mampu
mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau meningkatkan resiko kematian, kesakitan, dan
distabilitas.
Gangguan jiwa terdiri dari beberapa macam termasuk diantaranya adalah waham atau
delusi. Waham atau delusi adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat,
tidak sesuai dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang
budaya, selalu dikemukakan berulang-ulang dan berlebihan biarpun telah dibuktikan
kemustahilannya atau kesalahannya atau tidak benar secara umum.
Waham merupakan salah satu gangguan orientasi realitas. Gangguan orientasi realitas
adalah ketidak mampuan klien menilai dan berespons pada realitas. Klien tidak dapat
membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan
kenyataan. Klien tidak mampu memberi respons secara akurat, sehingga tampak perilaku
yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan.
Gangguan orientasi realitas disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu yaitu fungsi
kognitif dan isi fikir; fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial.
Gangguan pada fungsi kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan
menilik terganggu. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan
kemampuan berespons terganggu yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka,
gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial). Oleh karena gangguan
1
orientasi realitas terkait dengan fungsi otak maka gangguan atau respons yang timbul
disebut pula respons neurobiologik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ditemukan beberapa permasalahan diantaranya:
1. Apa definisi dari waham?
2. Apa saja klasifikasi waham?
3. Bagaimana tanda dan gejala waham?
4. Bagaimana proses terjadinya waham?
5. Apa saja penyebab dari waham?
6. Bagaimana cara penatalaksanaan waham?
C. Maksud dan Tujuan
1) Tujuan Umum
Tujuan Umum dari pembahasan materi ini penulis berharap agar kita semua,
khususnya para pembaca dapat memahami tentang gangguan jiwa waham.
2) Tujuan Khusus
Untuk mengetahui definisi waham
Untuk mengetahui klasifikasi waham
Untuk mengetahui tanda dan gejala waham
Untuk mengetahui proses terjadinya waham
Untuk mengetahui penyebab waham
Untuk mengetahui penatalaksanaan waham
BAB II
2
PEMBAHASAN
A. Definisi Waham
Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai
dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang
lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Direja,
2011).
Waham adalah suatu kepercayaan keyakinan atau ide yang salah dan bertentangan
dengan suatu kenyataan yang tidak ada kaitannya dengan latar belakang budaya (Direja,
2011).
Waham adalah Kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan dengan isi
pikirannya padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Atau kepercayaan yang telah terpaku
atau terpancang kuat dan tidak dapat dibenarkan berdasarkan fakta dan kenyataan tetapi
tetap dipertahankan. Jika disuruh membuktikan berdasar akal sehatnya.Atau disebut juga
kepercayaan yang palsu dan sudah tidak dapat dikoreksi (Baihaqi, 2009).
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan
keyakinan tersebut mungkin “aneh” (misalnya”saya adalah nabi yang menciptakan biji
mata manusia”) atau bisa pula “tidak aneh” (hanya sangat tidak mungkin, contoh
masyarakat di surga selalu menyertai saya kemanapun saya pergi”) dan tetap
dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya
(Purba dkk, 2008).
Kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan dengan isi pikirannya padahal
tidak sesuai dengan kenyataan. Atau kepercayaan yang telah terpaku/terpancang kuat dan
tidak dapat dibenarkan berdasarkan fakta dan kenyataan tetapi tetap dipertahankan. Jika
disuruh membuktikan berdasar akal sehatnya, tidak bias. Atau disebut juga kepercayaan
yang palsu dan sudah tidak dapat dikoreksi (Baihaqi, 2007).
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita
yang normal (Stuart dan Sundeen, 1998).
B. Klasifikasi Waham
3
Waham dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, menurut Direja (2011)
yaitu:
Jenis Waham Pengertian Perilaku Klien
Waham Kebesaran Keyakinan secara
berlebihan bahawa dirinya
memiliki kekuatan khusus
atau kelebihan yang
berbeda dengan orang lain,
diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan
“Saya ini pejabat di
kementrian semarang!”
“Saya punya perusahaan
paling besar “.
Waham Agama Keyakinan terhadap suatu
agama secara berlebihan,
diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
“ Saya adalah tuhan yang
bisa menguasai dan
mengendalikan semua
makhluk”.
Waham Curiga Keyakinan seseorang atau
sekelompok orang yang
mau merugikan atau
mencederai dirinya,
diucapkan berulang-ulang
tetapai tidak sesuai dengan
kenyataan.
“ Saya tahu mereka mau
menghancurkan saya,
karena iri dengan
kesuksesan saya”.
Waham Somatik Keyakinan seseorang
bahwa tubuh atau sebagian
tubuhnya terserang
penyakit, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
“ Saya menderita kanker”.
Padahal hasil pemeriksaan
lab tidak ada sel kanker
pada tubuhnya.
Waham Nihlistik Keyakinan seseorang
bahwa dirinya sudah
meninggal dunia,
diucapkan berulang-ulang
“ ini saya berada di alam
kubur ya, semua yang ada
disini adalah roh-roh nya”
4
tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
C. Tanda dan Gejala Waham
Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya waham adalah:
1. Gagal melalui tahapan perkembangan dengan sehat
2. Disingkirkan oleh orang lain dan merasa kesepian
3. Hubungan yang tidak harmonis dengan orang lain
4. Perpisahan dengan orang yang dicintainya
5. Kegagalan yang sering dialami
6. Keturunan, paling sering pada kembar satu telur
7. Sering menggunakan penyelesaian masalah yang tidak sehat, misalnya
menyalahkan orang lain.
Tanda dan Gejala Menurut Direja, (2011) yaitu :
1. Terbiasa menolak makan
2. Tidak ada perhatian pada perawatan diri
3. Ekspresi wajah sedih dan ketakutan
4. Gerakan tidak terkontrol
5. Mudah tersinggung
6. Isi pembicaraan/tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan kenyataan
7. Menghindar dari orang lain
8. Mendominasi pembicaraan
9. Berbicara kasar
10. Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan
Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien menyatakan dirinya
sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan atau kekayaan luar biasa, klien
menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang, klien
menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik diri dan
isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang
berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan,
ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada
orang lain, gelisah.
D. Proses Terjadinya Waham
5
Menurut Yosep (2009), proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :
1. Fase of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan
menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk
melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara realiti dengan self ideal sangat tinggi.
2. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (keyataan dengan harapan) serta dorongn kebutuhan yang
tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan keyataan,
tetapi menghadapi keyataan bagi klien adalah suatu yang sangat berat, karena
kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima
lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum
terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan
koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak
dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan.
Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase envinment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang
dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari
sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (super
ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan
sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya
klien sering menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
6
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan
yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan
dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai
yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain.
E. Penyebab Waham
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau system saraf pusat yang
menimbulkan:
Hambatan perkembangan otak khususnya lobus frontal, temporal dan limbic.
Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonatus
dan kanak-kanak.
b. Psikososial
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis dari klien. Sikap atau keaadaan yang dapat mempengaruhi seperti
penolakan dan kekerasan.
c. Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat juga mempengaruhi timbulnya waham seperti:
kemiskinan, komplik sosial budaya (peperangan, kerusakan, kerawanan) serta
kehidupan yang terisolasi dan stress yang menumpuk.
d. Perkembangan
Hambatan perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal seseorang.
Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan
persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan
emosi tidak efektif.
2. Faktor Prepesitasi
Riwayat prepesitasi yang biasanya menimbulkan waham merupakan karakteristik
umum: latar belakang, termasuk penganiayaan fisik atau emosional, tekanan, isolasi,
permusuhan, perasaan tidak berguna ataupun tidak berdaya.
a. Sosial Budaya
7
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti
atau diasingkan dari kelompok.
b. Biokimia
Dopamine, norepineprine, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi
penyebab waham pada seseorang.
c. Psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi
masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang menyenangkan.
F. Penatalaksanaan Waham
Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan karena, kemungkinan
dapat menimbulkan kemunduran mental.
Untuk membantu penderita mengatasi wahamnya, perlu dicoba berbagai cara yang
kira kira sesuai. Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi:
1. Terapi perilaku kognitif.
Sebelum membahas tentang teknik terapi perilaku kognisi, perlu dipahami dulun
beberapa konsep dasar sederhana tentang keterkaitan antara beberapa hal berikut:
kejadian, pikiran/ keyakinan, perasaan, reaksi tubuh dan perilaku. Misalnya ada suatu
kejadian: seseorang meludah didepan kita. Maka, akan muncul sebuah pikiran atau
kepercayaan (misalnya: oran tersebut menghina saya). Pikiran tersebut membuat kita
marah. Perasaan marah yang timbul membuat jantung berdegup lebih cepat dan
membuat kita melakukan peri laku agresif (mengomel, mencaci maki). Dari ilustrasi
tadi, ada kaitan yang jelas antar suatu kejadian, dengan pikiran, perasaan, tanda tubuh
dan perilaku yang muncul. Perlu ditekankan disini bahwa antara kejadian (misalnya:
seseorang meludah di depan kita), bisa diartikan bermacam macam. Kejadian bahwa
seseorang meludah di depan kita bisa diartikan sebagai orang tersebut menghina kita
(sehingga kita marah), namun bisa juga diartikan bahwa ada seseorang sedang sakit
di mulutnya atau merasakan sesuatu yang tidak enak, sehingga dia terpaksa meludah
di depan kita (akibatnya kita bisa menerima perilaku orang tersebut). Dengan
memakai pengertian dasar tersebut, langkah berikut perlu dilakukan untuk
memahami waham dan mengupayakan langkah untuk mengatasinya.
a. Membuat catatan
8
Pikiran atau kepercayaan yang dipunyai oleh seorang penderita gangguan jiwa
perlu dicacat. Seorang penderita mungkin mempunyai beberapa keyakinan atau
kepercayaan. Dalam catatan tersebut perlu ditulis isi pikiran atau kepercayaan
tersebut, bagaimana perasaan ketika pikiran tersebut muncul (marah, sedih, takut,
dll), perilaku (menyendiri, teriak teriak, menangis) dan reaksi tubuh (detak
jantung cepat, napas sering dan pendek, sakit kepala).
b. Menilai perasaan (kekhawatiran, kesedihan, ketakutan)
Berilah nilai atau skor (misal antara 1-100) seberapa kuat penderita percaya
pada pikiran tersebut dan seberapa besar pikiran tersebut menyebabkan
perubahan pada perasaan atau suasana hati.
c. Carilah pemicu
Ketika pikiran atau kepercayaan mulai terbentuk, coba identifikasi hal hal
yang telah menjadi pemicu. Misalnya: Pikiran tersebut mulai timbul setelah
penderita bertengkar dengan seseorang atau jika penderita kurang tidur.
d. Cari bukti pendukung.
Kumpulkan bukti bukti yang mendukung maupun yang menolak pikiran atau
kepercayaan tersebut. Bukti bukti tersebut akan bisa membuat penderita berpikir
lebih rasional.
e. Berbagi pengalaman
Berbagi pengalaman, pikiran dan perasaan anda kepada orang orang terdekat
akan dapat membantu anda mengenali dan memperbaiki pola pikir yang tidak
sehat.
2. Menerapkan pola hidup sehat.
Munculnya waham biasanya terkait dengan adanya stress atau tekanan hidup.
Menerapkan pola hidup sehat dan menjauhi stress akan dapat memperlemah dan
mengurangi munculnya waham. Beberapa pola hidup sehat yang perlu diterapkan:
a. Cukup tidur.
Kurang tidur dapat menjadi pemicu utama dalam munculnya atau
berkembangnya waham. Cobalah untuk memprioritaskan terbentuknya pola tidur
yang teratur. Bersantai dengan mandi air hangat atau membaca buku yang bagus
sebelum tidur dapat membantu penderita untuk tidur dengan mudah. Lakukan
cukup olah raga di siang hari karena fisik yang lelah akan dapat membantu
penderita untuk lebih mudah tidur..
9
b. Hindari obat-obat terlarang dan minuman keras.
Ada kaitan yang jelas antara obat (narkoba) dan alkohol dengan munculnya
waham. Menghentikan atau mengurangi penggunaan alkohol/ obat obat terlarang
akan membantu penderita untuk lebih bisa mengendalikan pikirannya, dan
membuatnya lebih mudah untuk merasionalisasi perasaannya.
c. Menjernihkan pikiran
Jika munculnya waham dipicu oleh kecemasan, stres dan khawatir, maka
penderita mungkin bisa menerapkan teknik relaksasi atau banyak berdzikir agar
dapat membantunya menenangkan perasaan dan menghentikan kecemasan
tersebut. Dalam agama Islam, pemahaman yang benar terhadap arti tauhid akan
sangat penting dalam menghilangkan kecemasan. Bila seseorang percaya bahwa
Allah yang Maha Kuasa bisa menyembuhkan penyakit atau memecahkan semua
masalah yang dihadapi, maka tidak ada lagi yang perlu dicemaskan. Tidak ada
masa depan yang perlu dicemaskan. Begitu pula, pemahaman bahwa Allah itu
Maha Pengampun, maka tidak perlu ada kesalahan masa lalu yang membuat
gelisah.
d. Bergaul dengan masyarakat
Bergaul dengan masyarakat, khususnya masyarakat yang mau menerima para
penderita gangguan jiwa apa adanya, akan sangat membantu pemulihan jiwa
secara keseluruhan. Dengan merasa menjadi anggota masyarakat, maka sedikit
demi sedikit akan tumbuh kepercayaan diri dan dorongan untuk semakin
meningkatkan kesehatan jiwanya.
Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako terapi, ECT dan terapi
lainnya seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatik, terapi seni, terapi
tingkah laku, terapi keluarga, terapi spritual dan terapi okupsi yang semuanya bertujuan
untuk memperbaiki prilaku klien dengan waham pada gangguan skizoprenia.
Penatalaksanaan yang terakhir adalah rehablitasi sebagai suatu proses refungsionalisasi
dan pengembangan bagi klien agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar
dalam kehidupan masyarakat.
Terapi Okupasi adalah bentuk layanan kesehatan kepada masyarakat atau pasien
yang mengalami gangguan fisik dan atau mental dengan menggunakan aktivitas
bermakna (okupasi) untuk meningkatkan kemandirian individu pada area aktivitas
kehidupan sehari-hari, produktivitas dan pemanfaatan waktu luang dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tujuan utama dari Okupasi Terapi adalah
10
memungkinkan individu untuk berperan serta dalam aktivitas keseharian. Okupasi terapis
mencapai tujuan ini melalui kerja sama dengan kelompok dan masyarakat untuk
meningkatkan kemampuan mereka untuk terlibat dalam aktivitas yang mereka inginkan,
butuhkan, atau harapkan untuk dikerjakan, serta dengan mengubah aktivitas atau
lingkungan yang lebih baik untuk mendukung keterlibatan dalam aktivitas.
Dalam memberikan pelayanan kepada individu , okupasi terapi memerhatikan aset
(kemampuan) dan limitasi (keterbatasan) yang dimiliki individu, dengan memberikan
aktivitas yang purposeful (bertujuan) dan meaningful (bermakna). Dengan demikian
diharapkan individu tersebut dapat mencapai kemandirian dalam aktivitas produktivitas
(pekerjaan/pendidikan), kemampuan perawatan diri (self care), dan kemampuan
penggunaan waktu luang (leisure).
Terapi ECT (Electro Convulsif Therapie) adalah suatu tidakan terapi dengan
menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun
klonik. Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang ditempelkan pada plipis klien untuk membangkitkan kejang
grandmall. Indikasi terapikejang listrik adalah klien depresi pada psikosa manik depresi,
klien schizophrenia stupor katatonik dan gaduh gelisa katatonik. ETC lebih efektif dari
anti deresan untuk klien depresi dengan gejala psikotik (waham, paranoid dan gejala
vegetatif), berikan antidepresan saja (imipramin 200-300 mb/hari selama 4 minggu)
namun jika tidak ada perbaikan perlu diperhitugkan tindakan ETC, terutama jika litium
karbonat tidak berhasil. Pada klien depresi memerlukan waktu 6-12 kali terapi untuk
mencapai perbaikan, sedangkan pada mania dan katatonik membutuhkan waktu lebih
lama yaitu antara 10-12 kali terapi secara rutin. Terapi ini dilakukan dengan frekuensi 2-
3 hari sekali. Jika efektif, perubahan perilaku mulai kelihatan setelah 2-6 terapi.
Terapi somatik adalah terapi yg diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dgn
melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien.
Terapi keluarga adalah salah satu bentuk intervensi psikologi keluarga sebagai sub
bab pada psikologi klinis. Terapi keluarga merupakan pendekatan terapeutik yang
melihat masalah individu dalam konteks lingkungan khususnya keluarga dan menitik
beratkan pada proses interpersonal. Tetapi keluarga merupakan intervensi spesifik
dengan tujuan membina komunikasi secara terbuka dan teraksi keluarga secara sehat.
Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga
sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern &
11
Pinsof, 1986). Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada
pada terapi individual mempunyai konsekuensi dan konteks sosial. Contohnya, klien
yang menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual, bisa terganggu lagi
setelah kembali pada keluarganya.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
12
Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai
dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang
lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Direja,
2011). Waham diklasifikasikan menjadi: waham kebesaran, waham agama, waham curiga,
waham somatic, waham nihlistik. Tanda dan gejala penyakit waham biasanya tergantung
dengan waham yang di derita oleh penderita.
Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi: terapi perilaku kognitif dan
menerapkan pola hidup sehat.
B. Saran
Dengan mengetahui penyakit waham, klasifikasi, tanda dan gejala, proses terjadinya,
penyebab dan penatalaksanaan maka diharapkan pembaca dapat menjaga hubungan
intrapersonal dengan baik.
Dengan membaca makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
penyakit waham, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Daftar Pustaka
Http://pakperss.files.wordpress.com201101kep-jiwa_asuhan-keperawatan-waham.pdf
http://digilib.unimus.ac.idfilesdisk1135jtptunimus-gdl-aidatuzzuy-6728-1-babi.pdf
13
http://digilib.unimus.ac.idfilesdisk1135jtptunimus-gdl-aidatuzzuy-6728-2-babii.pdf
http://library.stikesnh.ac.idfilesdisk16e-library%20stikes%20nani%20hasanuddin--
salmawatif-260-1-25132229-1.pdf
http://repository.usu.ac.idbitstream123456789317774Chapter%20II.pdf http://wir-
nursing.blogspot.com/2009/07/askep-jiwa-waham.html
http://aanborneo.blogspot.com/2013/03/askep-waham.html
14