Askep Waham 2

download Askep Waham 2

of 24

Transcript of Askep Waham 2

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    1/24

    ASKEP WAHAM

    Label:Askep Jiwa,Perkuliahan

    A. Konsep Dasar Waham

    1. Pengertian

    Waham merupakan keyakinan seseorang berdasarkan penelitian realistis yang salah,

    keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya (Keliat,

    BA, 1998). Waham adalah kepercayaan yang salah terhadap objek dan tidak konsisten

    dengan latar belakang intelektual dan budaya (Rawlins, 1993).

    Waham dibangun atas unsur-unsur yang tidak berdasarkan logika, individu tidak mau

    melepaskan wahamnya, walaupun telah tersedia cukup bukti-bukti yang objektif tentang

    kebenaran itu. Biasanya waham digunakan untuk mengisi keperluan atau keinginan-

    keinginan dari penderita itu sendiri. Waham merupakan suatu cara untuk memberikan

    gambaran dari berbagai problem sendiri atau tekanan-tekanan yang ada dalam kepribadian

    penderita biasanya:

    a. Keinginan yang tertekan.b. Kekecewaan dalam berbagai harapan.

    c. Perasaan rendah diri.

    d. Perasaan bersalah.

    e. Keadaan yang memerlukan perlindungan terhadap ketakutan.

    2. Faktor Predisposisi dan Prespitasi

    Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan timbulnya waham (Stuart adn Sundeen,

    1995.dikutip oleh Keliat, B.A.1998) adalah:

    a. Biologis

    Gangguan perkembangan dan fungsi otak / SSp. yang menimbulkan.

    1) Hambatan perkembangan otak khususnya kortek prontal, temporal dan limbik.2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonatus dan kanak-

    kanak.

    b. Psikososial

    Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien.

    Sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi seperti penolakan dan kekerasan.

    c. Sosial Budaya

    Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi timbulnya waham seperti kemiskinan.

    Konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) serta kehidupan yang terisolasi

    dan stress yang menumpuk.

    Faktor prespitasi yang biasanya menimbulkan waham merupakan karakteristik umum latar

    belakang termasuk riwayat penganiayaan fisik / emosional, perlakuan kekerasan dari orangtua, tuntutan pendidikan yang perfeksionis, tekanan, isolasi, permusuhan, perasaan tidak

    berguna ataupun tidak berdaya.

    3. Tanda dan Gejala

    Tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan waham (Standar Asuhan Keperawatan

    Jiwa RSJP Bogor di kutip oleh RSJP Banjarmasin, 2001) yaitu:

    a. Waham dengan perawatan minimal

    1) Berbicara dan berperilaku sesuai dengan realita.

    2) Bersosialisasi dengan orang lain.

    3) Mau makan dan minum.

    4) Ekspresi wajah tenang.

    b. Waham dengan perawatan parsial

    http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/04/askep-waham.htmlhttp://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/04/askep-waham.htmlhttp://khaidirmuhaj.blogspot.com/search/label/Askep%20Jiwahttp://khaidirmuhaj.blogspot.com/search/label/Askep%20Jiwahttp://khaidirmuhaj.blogspot.com/search/label/Askep%20Jiwahttp://khaidirmuhaj.blogspot.com/search/label/Perkuliahanhttp://khaidirmuhaj.blogspot.com/search/label/Perkuliahanhttp://khaidirmuhaj.blogspot.com/search/label/Perkuliahanhttp://khaidirmuhaj.blogspot.com/search/label/Perkuliahanhttp://khaidirmuhaj.blogspot.com/search/label/Askep%20Jiwahttp://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/04/askep-waham.html
  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    2/24

    1) Iritable.

    2) Cenderung menghindari orang lain.

    3) Mendominasi pembicaraan.

    4) Bicara kasar.

    c. Waham dengan perawatan total

    1) Melukai diri dan orang lain.2) Menolak makan / minum obat karena takut diracuni.

    3) Gerakan tidak terkontrol.

    4) Ekspresi tegang.

    5) Iritable.

    6) Mandominasi pembicaraan.

    7) Bicara kasar.

    8) Menghindar dari orang lain.

    9) Mengungkapkan keyakinannya yang salah berulang kali.

    10) Perilaku bazar.

    4. Jenis-Jenis Wahama. Waham Kebesaran

    Penderita merasa dirinya orang besar, berpangkat tinggi, orang yang pandai sekali, orang

    kaya.

    b. Waham Berdosa

    Timbul perasaan bersalah yang luar biasa dan merasakan suatu dosa yang besar. Penderita

    percaya sudah selayaknya ia di hukum berat.

    c. Waham Dikejar

    Individu merasa dirinya senantiasa di kejar-kejar oleh orang lain atau kelompok orang yang

    bermaksud berbuat jahat padanya.

    d. Waham Curiga

    Individu merasa selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya. Individu curiga terhadap

    sekitarnya. Biasanya individu yang mempunyai waham ini mencari-cari hubungan antara

    dirinya dengan orang lain di sekitarnya, yang bermaksud menyindirnya atau menuduh hal-halyang tidak senonoh terhadap dirinya. Dalam bentuk yang lebih ringan, kita kenal Ideas of

    reference yaitu ide atau perasaan bahwa peristiwa tertentu dan perbuatan-perbuatan tertentu

    dari orang lain (senyuman, gerak-gerik tangan, nyanyian dan sebagainya) mempunyai

    hubungan dengan dirinya.

    e. Waham Cemburu

    Selalu cemburu pada orang lain.

    f. Waham Somatik atau Hipokondria

    Keyakinan tentang berbagai penyakit yang berada dalam tubuhnya seperti ususnya yangmembusuk, otak yang mencair.

    g. Waham Keagamaan

    Waham yang keyakinan dan pembicaraan selalu tentang agama.

    h. Waham Nihilistik

    Keyakinan bahwa dunia ini sudah hancur atau dirinya sendiri sudah meninggal.

    i. Waham Pengaruh

    Yaitu pikiran, emosi dan perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain atau

    kekuatan.

    5. Penatalaksanaan

    Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan karena, kemungkinan dapatmenimbulkan kemunduran mental. Tetapi jangan memandang klien dengan waham pada

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    3/24

    gangguan skizofrenia ini sebagai pasien yang tidak dapat disembuhkan lagi atau orang yang

    aneh dan inferior bila sudah dapat kontak maka dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang

    praktis. Biar pun klien tidak sembuh sempurna, dengan pengobatan dan bimbingan yang baik

    dapat ditolong untuk bekerja sederhana di rumah ataupun di luar rumah. Keluarga atau orang

    lain di lingkungan klien diberi penjelasan (manipulasi lingkungan) agar mereka lebih sabar

    menghadapinya.Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako terapi, ECT dan terapi lainnya

    seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatik, terapi seni, terapi tingkah laku,

    terapi keluarga, terapi spritual dan terapi okupsi yang semuanya bertujuan untuk

    memperbaiki prilaku klien dengan waham pada gangguan skizoprenia. Penatalaksanaan yang

    terakhir adalah rehablitasi sebagai suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan bagi

    klien agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

    B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Waham

    1. Pengkajian

    Menurut tim Depkes RI (1994), pengkajian adalah langkah awal dan dasar proseskeperawatan secara menyeluruh. Pada tahap ini pasien yang dibutuhkan dikumpulkan untuk

    menentukan masalah keperawatan.

    Patricia A Potter et al (1993) dalam bukunya menyebutkan bahwa pengkajian terdiri dari 3

    kegiatan yaitu: pengumpulan data, pengelompokan data atau analisa data dan perumusan

    diagnosa keperawatan. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber data yaitu sumber data

    primer (klien) dan sumber data sekunder seperti keluarga, teman terdekat klien, tim

    kesehatan, catatan dalam berkas dokumen medis klien dan hasil pemeriksaan. Untuk

    mengumpulkan data dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: dengan observasi, wawancara

    dan pemeriksaan fisik.

    Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat. Isi

    pengkajiannya meliputi:

    a. Identifikasi klien

    1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang:

    Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan, topik pembicaraan.

    b. Keluhan utama / alasan masuk

    Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke Rumah

    Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan perkembangan yang

    dicapai.

    c. Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa

    lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,

    kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan terjadinya

    gangguan:

    1) Psikologis

    Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien.

    2) Biologis

    Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan perkembangan

    individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.

    3) Sosial Budaya

    Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan), kehidupan

    yang terisolasi serta stress yang menumpuk.

    d. Aspek fisik / biologisMengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu, pernafasan. Ukur tinggi

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    4/24

    badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau ada keluhan.

    e. Aspek psikososial

    1) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat menggambarkan

    hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan

    keputusan dan pola asuh.

    2) Konsep diria) Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang disukai dan tidak

    disukai.

    b) Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status dan

    posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki / perempuan.

    c) Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat dan kemampuan

    klien dalam melaksanakan tugas tersebut.

    d) Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan penyakitnya.

    e) Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan orang lain

    terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud

    harga diri rendah.

    3) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikutidalam masyarakat.

    4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.

    f. Status mental

    Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, alam

    perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi

    klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan berhitung,

    kemampuan penilaian dan daya tilik diri.

    g. Kebutuhan persiapan pulang

    1) Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.

    2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan

    dan merapikan pakaian.

    3) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.

    4) Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.

    5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum obat.

    h. Masalah psikososial dan lingkungan

    Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.

    i. Pengetahuan

    Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang dimiliki klien

    disimpulkan dalam masalah.

    j. Aspek medikTerapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi psikomotor, terapi

    tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitasi

    sebagai suatu refungsionalisasi dan perkembangan klien supaya dapat melaksanakan

    sosialisasi secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.

    2. Diagnosa Keperawatan

    Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian

    (Gabie, dikutip oleh Carpernito, 1983).

    Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial dan berdasarkan

    pendidikan dan pengalamannya perawat mampu mengatasinya (Gordon dikutip oleh

    Carpernito, 1983)

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    5/24

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    6/24

    osted on April 16, 2008 by harnawatiaj

    Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran

    Pengertian

    Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu

    disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang (Stuart,

    2007).

    Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana

    rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran,

    pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu

    dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir

    tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut,

    excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau

    perubahan persepsi (Triwahono, 2004).

    Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsangyang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls

    dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan

    dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya.

    Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan.

    Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan

    dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003).

    Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian mengenai

    halusinasi di bawah ini dikemukakan oleh beberapa ahli:

    Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya

    penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara

    bisikan itu (Hawari, 2001).

    Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).

    Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan

    dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran

    individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat

    menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon

    terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat

    dibuktikan (Nasution, 2003).

    Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan

    sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangandari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus

    eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).

    Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat,

    mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang

    tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).

    Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).

    Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin, barang,

    kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun (Maramis,

    2005).

    Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara

    sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadapsuara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    7/24

    Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka

    peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca

    indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan

    halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara

    suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan

    untuk melakukan sesuatu.

    Etiologi

    Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

    Faktor predisposisi

    1). Biologis

    Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis

    yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang

    berikut:

    a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam

    perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungandengan perilaku psikotik.

    b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan

    masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

    c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang

    signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan

    pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).

    Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

    2). Psikologis

    Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi

    psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi

    realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

    3). Sosial Budaya

    Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik

    sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai

    stress.

    Faktor Presipitasi

    Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan

    yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan

    kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

    Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

    1). Biologis

    Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta

    abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan

    ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk

    diinterpretasikan.

    2). Stress lingkungan

    Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk

    menentukan terjadinya gangguan perilaku.

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    8/24

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    9/24

    Berkeringat banyak.

    Tremor.

    Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.

    Perilaku menyerang teror seperti panik.

    Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.

    Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.Menarik diri atau katatonik.

    Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.

    Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

    Jenis-Jenis Halusinasi

    Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis. Penjelasan secara detail mengenai

    karakteristik dari setiap jenis halusinasi terdapat pada tabel 1.

    Jenis Halusinasi

    Pendengaran

    Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan

    yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada

    percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar

    dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang

    dapat membahayakan.

    Penglihatan

    Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan

    yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti

    melihat monster.

    Penghidu

    Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang

    tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.

    Pengecapan

    Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

    Perabaan

    Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrikyang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

    Cenestetik

    Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau

    pembentukan urine.

    Kinistetik

    Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

    Tahapan halusinasi

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    10/24

    Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap

    fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:

    Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan

    takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan

    ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpasuara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.

    Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan

    mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini

    terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan

    tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman

    sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.

    Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada

    halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor,

    tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat

    menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.

    Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi.Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap

    perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat

    membahayakan.

    Rentang respon halusinasi.

    Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif

    individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut

    digambarkan pada gambar 2 di bawah ini.

    Rentang respon neurobiologi pada gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut:

    Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.

    Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh

    perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di

    luar dirinya.

    Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak

    komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.

    Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih

    dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.

    Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antarindividu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.

    Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui

    alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian

    diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.

    Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau

    kurang.

    Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam

    penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh normanorma social atau budaya umum yang

    berlaku.

    Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan

    masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    11/24

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    12/24

    d). Komunikasi dengan emosi berlebihan.

    e) . Komunikasi tertutup.

    f). Orang tua yang membandingkan anakanaknya, orang tua yang otoritas dan komplik

    orang tua.

    3). Faktor sosial budayaIsolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu

    tinggi.

    4). Faktor psikologis

    Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri

    rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.

    5). Faktor biologis

    Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar

    dan bentuk sel korteks dan limbik.

    6). Faktor genetik

    Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namundemikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai

    sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor

    enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik

    memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami

    skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu

    orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila

    kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.

    Faktor presipitasi

    Faktorfaktor pencetus respon neurobiologis meliputi:

    1).Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses

    informasi di thalamus dan frontal otak.

    2).Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).

    3). Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa

    dan tidak berdaya.

    Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan,

    lingkungan dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel 2 di dibawah ini:

    Tabel 2. Faktor pemicu gejala respon neurobiologis halusinasi (Stuart, 2007).

    Faktor pemicu

    Respon neurobiologis

    Kesehatan

    Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan infeksi, obat-

    obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan

    kesehatan.

    Lingkungan

    Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan

    hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang

    lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalambekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    13/24

    mendapat pekerjaan.

    Sikap

    Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal

    (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri

    (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi

    kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan,rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan

    pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala.

    3). Perilaku

    Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman,

    gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil

    keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak

    nyata.

    Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya.

    Apabila perawat mengidentifikasi adanya tandatanda dan perilaku halusinasi maka

    pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja.Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:

    a). Isi halusinasi

    Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu,

    jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi

    visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi

    pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.

    b). Waktu dan frekuensi.

    Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul,

    berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini

    sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien

    perlu perhatian saat mengalami halusinasi.

    c). Situasi pencetus halusinasi.

    Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu

    perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi

    untuk memvalidasi pernyataan klien.

    d). Respon Klien

    Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa

    yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa

    mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

    a.Pemeriksaan fisikYang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan,

    tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.

    Status Mental

    Pengkajian pada status mental meliputi:

    1).Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.

    2). Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.

    3).Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.

    4).Alam perasaan: suasana hati dan emosi.

    5).Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen

    6).Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.7).Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    14/24

    informasi.

    8).Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat

    mempengaruhi proses pikir.

    9).Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.

    10).Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.

    11). Memoria). Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.

    b). Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat dikaji.

    12). Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung

    sederhana.

    13). Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat.

    14). Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.

    Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum,

    BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera

    aktifitas dalam dan luar ruangan.

    Mekanisme koping1). Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.

    2). Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan

    tanggung jawab kepada orang lain.

    3). Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

    Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan,

    pendidikan dan perumahan atau pemukiman.

    Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.

    Masalah Keperawatan

    Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi adalah:

    Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

    Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.

    Isolasi sosial : menarik diri.

    Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

    Intoleransi aktifitas.

    Defisit perawatan diri.

    Pohon masalah

    Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa

    membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi

    sudah sampai pada fase empat, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan

    oleh isi halusinasinya. Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah harga diri rendah

    dan isolasi sosial, akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosial maka klien menjadi

    menarik diri dari lingkungan (Keliat, 2006).

    Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dapat disusun pohon masalah sebagai berikut:

    Diagnosa Keperawatan

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    15/24

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    16/24

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    17/24

    Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum

    obat secara teratur.

    TUK 5:

    Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

    5.1Klien mendapat sistem pendukung keluarga.

    Intervensi:5.1.1Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila

    halusinasinya timbul.

    Rasional :

    Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.

    5.1.2Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan klien

    menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin minum obat,

    setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.

    Rasional:

    Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.

    a.Diagnosa 2: perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan denganmenarik diri.

    1).Tujuan umum:

    Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi.

    Tujuan khusus:

    TUK 1:

    Klien dapat membina hubungan saling percaya.

    1.1Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam,

    mau duduk dekat perawat.

    Intervensi:

    1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi

    terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan

    nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan

    pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.

    Rasional:

    Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.

    1.1.2Dorong klien mengungkapkan perasaannya.

    Rasional:

    Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.

    1.1.3Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati

    Rasional :

    Agar klien merasa diperhatikan.TUK 2:

    Klien dapat mengenal penyebab menarik diri.

    2.1 Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya.

    Intervensi:

    2.1.1Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.

    Rasional:

    Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.

    2.1.2Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.

    Rasional:

    Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakanintervensi selanjutnya.

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    18/24

    2.1.3Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab

    menarik diri.

    Rasional:

    Meningkatkan harga diri klien.

    TUK 3:

    Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain.3.1Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.

    Intervensi:

    Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain.

    Rasional:

    Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.

    3.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.

    Rasional:

    Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.

    3.1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat

    berhubungan dengan orang lain.

    Rasional:Meningkatkan harga diri klien.

    TUK 4:

    Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.

    4.1Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.

    Intervensi:

    4.1.1 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.

    Rasional:

    Mencegah timbulnya halusinasi.

    4.1.2 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.

    Rasional:

    Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan dengan orang

    lain.

    4.1.3 Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan.

    Rasional:

    Meningkatkan harga diri klien.

    TUK 5 :

    Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.

    5..1Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.

    Intervensi :

    5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain.

    Rasional:Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain.

    5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.

    Rasional:

    Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.

    5.1.3 Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat

    berhubungan orang lain.

    Rasional:

    Meningkatkan harga diri klien.

    TUK 6:

    Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.

    6.1 Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri.Intervensi:

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    19/24

    6.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.

    Rasional:

    Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat.

    6.1.2 Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab perilaku menarik

    diri dab cara keluarga menghadapi klien.

    Rasional:Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya.

    6.1.3 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x

    seminggu).

    Rasional:

    Agar klien merasa diperhatikan.

    b.Diagnosa 3: isolasi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

    1) Tujuan umum:

    Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.

    2). Tujuan khusus:TUK 1:

    Klien dapat membina hubungan saling percaya.

    1.2Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam,

    mau duduk dekat perawat.

    Intervensi:

    1.2.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi

    terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan

    nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan

    pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.

    Rasional:

    Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.

    1.2.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.

    Rasional:

    Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.

    1.2.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.

    Rasional:

    Agar klien merasa diperhatikan.

    TUK 2 :

    Klien dapat mengidenfikasi kemampuan dan sisi positif yang dimiliki.

    2.1 Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya.

    Intervensi:

    2.1.1Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang nanti dan

    apa yg menjadi cita-citanya.

    Rasional:

    Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien.

    2.1.2Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang dimilikinya.

    Rasional:

    Membantu klien membentuk harapan yang realitas.

    TUK 3:

    Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialaminya.

    3.1 Klien dapat mengevaluasi dirinya.Intervensi:

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    20/24

    Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya.

    Rasional:

    Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal.

    3.2 Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya

    3.2.1 Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya.

    Rasional:Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien.

    3.2.2 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan

    kegagalan yang pernah dialaminya.

    Rasional:

    Meningkatkan harga diri klien.

    TUK 4:

    Klien dapat membuat rencana yang realistis.

    4.1 Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai.

    Intervensi:

    4.1.1 Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin di capai.Rasional:

    Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimilikinya.

    4.2 Klien dapat membuat keputusan dalam mencapai tujuan.

    4.2.1 Motivasi klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.

    Rasional:

    Menghargai keputusan yang dipilih oleh klien.

    4.2.2 Berikan pujian atas keberhasilan yang telah dilakukan.

    Rasional:

    Meningkatkan harga diri.

    TUK 5:

    Klien dapat memanfaatkan system pendukung keluarga.

    5.1 Keluarga memberi dukungan dan ujian.

    Intervensi:

    5.1.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentan cara merawat klien dengan harga diri

    rendah.

    Rasional:

    Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri

    rendah.

    5.1.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.

    Rasional :

    Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat penyembuhan klien.5.2 Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien.

    5.2.1 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

    Rasional:

    Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.

    5.2.2 Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah.

    Rasional:

    Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan klien di rumah.

    5.2.3 Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil.

    Rasional:

    Meningkatkan harga diri klien.

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    21/24

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    22/24

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    23/24

    keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respons

    klien dengan tujuan yang telah ditentukan.

    Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan sebagai

    berikut:

    S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur

    dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti coba

    bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi yang

    benar?.

    O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat

    diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.

    A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah

    masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang

    ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.

    P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri

    dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat. Rencana tindak lanjut dapat berupa:

    a.Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah.

    b.Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil

    belum memuaskan.

    c.Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah

    yang ada serta diagnosa lama diberikan.

    Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah:

    a.Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.

    b.Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya.

    c.Meminta bantuan atau partisipasi keluarga.

    d.Mampu berhubungan dengan orang lain.

    e.Menggunakan obat dengan benar.

    f.Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.

    g.Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi

    halusinasi serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.

    Sumber:

    1.Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan

    Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2.Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:

    Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    3.Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit

    Buku Kedokteran EGC.

    4.Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku

    Kedokteran EGC.

    5.Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University

    Press.

    6.Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care. Edisi 3.

    Philadelphia: F. A. Davis Company

    7.Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis:Mosby Year Book.

  • 7/31/2019 Askep Waham 2

    24/24