Askep Sinusitis
-
Upload
chyfa-ainur-al-qifthy -
Category
Documents
-
view
89 -
download
0
Transcript of Askep Sinusitis
SINUSITIS
KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Sinusitis adalah merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman
atau virus. Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus
paranasal dengan gejala berupa buntu hidung, nyeri fasial dan pilek kental
(purulen). Pada tahun 1996, American Academi of Otolaryngology – Head and
Neck Surgery mengusulkan untuk mengganti terminologi sinusitis dengan
rinosinusitis. Istilah rinosinusitis dianggap lebih tepat kerena menggambarkan
proses penyakit dengan lebih akurat. Beberapa alasan yang mendasari perubahan
“sinusitis” menjadi “rinosinusitis” adalah membran mukosa hidung dan sinus
secara embriologis berhubungan satu sama lain (contigious), Sebagian besar
penderita sinusitis juga menderita rhinitis, jarang sinusitis tanpa disertai rhinitis,
gejala pilek, buntu hidung dan berkurangnya penciuman ditemukan baik pada
sinusitis maupun rhinitis, dan foto CT scan dari penderita common cold
menunjukkan inflamasi mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasal secara
simultan. Beberapa fakta di atas menunjukkan bahwa sinusitis merupakan
kelanjutan dari rinitis. Hal ini mendukung konsep “one airway disease”, yaitu
penyakit disalah satu bagian saluran nafas akan cenderung berkembang ke bagian
yang lain. Inflamasi di mukosa hidung akan diikuti inflamasi mukosa sinus
paranasal dengan atau tanpa disertai cairan sinus. Keadaan ini menunjukkan
rinosinusitis sebenarnya merupakan kondisi atau manifestasi dari suatu respon
inflamasi mukosa sinus paranasal.
B. ETIOLOGI
17
Penyebab utama dan terpenting dari rinosinusitis adalah obstruksi ostium sinus.
Berbagai faktor baik lokal maupun sistemik dapat menyebabkan inflamasi atau
kondisi yang mengarah pada ostium obstruksi sinus. Berbagai faktor tersebut
meliputi infeksi saluran nafas atas, alergi, paparan bahan iritan, kelainan anatomi,
Defisiensi imun dan kondisi ko-morbid.
Sebab-sebab Lokal
Sebab-sebab lokal yang mempredisposisi ke invasi bakteri sekunder ke dalam
sinus akan dibahas. Rinitis non-virus dapat mencakup kelainan-kelainan karena
bakteri dan jamur, tetapi sebagai contoh untuk diskusi ini akan digunakan
sinusitis bakterialis. Sebab-sebab lokal sinusitis supurativa mencakup patologi
septum nasi. Edema yang terjadi sekunder akibat infeksi traktus respiratoriusatas
serta menimbulkan obstruksi ostium sinus dan memungkinkan bakteri, baik
bakteri setempat atau bakteri l;ain, masuk dan mengkomplimasi infeksi traktus
tersipatorius dapat menjadi predisposisi sinusitis supurativa. Diatesis alergika,
polip nasi, benda-benda asing seperti tampon, rinolith, material yang terinfeksi
seperti air terinfeksi yang berkontak selama berenang atau menyelam
menyebabkan gangguan intranasal lokal yang lazim, yang menjadi faktor
predisposisi bagi berkembangnya sinusitis bakterialis.
Faktor-faktor Predisposisi Regional
Mungkin faktor regional yang terlazim yang mempredisposisi untuk
berkembangnya sinusitis, secara khusus sinusitis maksilaris, meliputi gigi geligi
yang buruk, karies gigi atau abses apical. Gigi-gigi premolar atau molar atas
yang tersering karena gigi geligi tersebut didekat dasar sinus maksilaris. Faktor
regional lain yang dapat mempredisposisi ke sinusitis rekuren adalah obstruksi
nasofaring. Sebagai contoh, tumor-tumor ganas, radiasi kobalt disertai
redionekrosis atau hipertrofi adenoid dapat mempredisposisi seseorang ke
17
perkembangan sinusitis bakterialis rekuren. Dengan perluasan regional, tumor
palatinum juga mempredisposisi perkembangannya.
Faktor-faktor Sistemik
Faktor-faktor sisitemik yang mempredisposisi perkembangan rinosinusitis
mencakup keadaan umum yang lemah seperti malnutrisi, diabetes yang tidak
terkontrol, terapi steroid jangka lama, dyscrasia darah, kemoterapi dan keadaan
deplesi metabolisme lainnya. Tanpa menandai sebabnya, semua faktor-faktor
siskemik tersebut dapat mempredisposisi perkembangan sinusitis non-virus.
Penting untuk mengidentifikasi faktor predisposisi, tidak hanya untuk melakukan
penatalaksanaan yang tepat tetapi juga untuk menyingkirkan penyebabnya
terutama bila ia lokal atau regional. Penting mengontrol faktor-faktor
predisposisi yang mendasarinya dalam penatalaksanaan jangka panjang
rinosinusitis rekuren.
Rinogen
Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan
oleh :
o Rinitis Akut (influenza)o Polip, septum deviasi
Dentogen
Penjalaran infeksi dari gigi geraham atas.
Penyebabnya adalah kuman :
o Streptococcus pneumoniae
o Hamophilus influenza
o Steptococcus viridans
o Staphylococcus aureus
o Branchamella catarhatis
C. INSIDEN
17
Kekerapan rinosinusitis terutama pada anak di Indonesia belum diketahui dengan
pasti, tetapi diperkirakan cukup tinggi mengingat inflamasi di sinus paranasal
dapat terjadi pada setiap infeksi saluran nafas. Di Eropa, rionosinusitis
diperkirakan mengenai 10% hingga 30% populasi. Insiden di Amerika
dilaporkan sebesar 135 per 1000 populasi per tahun dengan 12 juta kunjungan
kedokter selama tahun1995. Diperkirakan 31-35 juta penduduk Amerika
menderita rinosinusitis (akut, kronik atau rekuren) setiap tahunnya. Sebanyak
14% penduduk Amerika paling sedikitnya pernah sekali mengalami episode
rinosinusitis semasa hidupnya. Sekitar 15% penduduk Amerika diperkirakan
menderita rinosinusitis kronik.
Kebanyakan kasus rinosinusitis mengenai satu atau lebih sinus paranasal,
terutama sinus maksila dan sinus etmoid. Berdasarkan teknik eksplorasi
endoskopik pada dinding lateral rongga hidung, Messerklinger mengatakan
sebagian besar penyakit sinus paranasal disebabkan faktor rinogenik. Secara jelas
ditunjukkan proses terjadinya keradangan di sinus paranasal diawali oleh
inflamasi atau kelainan di daerah kompleks ostiomeatal (KOM). Untuk dapat
menjelaskan etiologi dan konsep terkini patofisiologi rinosinusitis, akan
disampaikan terlebih dulu anatomi sinus paranasal.
D. MANIFESTASI KLINIK
a) Sinusitis akut
Gejala objektif, tampak pembengkakan di daerah muka. Pada sinusitis
maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal
terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis etmoid jarang bengkak
kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada
sinusitis maksilaris, sinusitis frontalis dan sinusitis etmoidalis anterior
17
tampak mukopius atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis
etmoidalis posterior dan sinusitis sfenoidalis nanah tampak keluar dari
meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring
(post nasal drip).
Gejala subjektif terbagi atas gejala sistemik, yaitu demam dan rasa lesu, serta
gejala local yaitu hidung tersumbat, mucus kental yang kadang berbau dan
mengalir ke nasofaring (post nasal drip), sakit kepala, nyeri di daerah sinus
yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain. Pada sinusitis
maksilaris, nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke
alveolus, hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan
telinga. Pada sinusitis etmoidalis, nyeri di pangkal hidung dan kantus
medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau belakangnya, terutama bila
mata digerakkan. Pada sinusitis frontalis, nyeri terlokalisasi di dahi atau
diseluruh kepala. Pada sinusitis sfenoidalis, rasa nyeri diverteks, oksipital,
retro orbital dan di sfonoidalis.
b) Sinusitis Subakut
Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang
akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda.
Pada rinoskopi anterior tampak secret purulen di meatus medius atau
superior. Pada rinoskopi posterior tampak secret purulen di nasofaring.
c) Sinusitis kronik
Gejala objektif
17
Pada sinusitis kronis, temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis
akut dan tidak terdapat pembengkakan pada wajah.
Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan secret kental purulen dari
meatus medius atau meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak
secret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.
Gejala subjektif bervariasi dari ringan sampai berat, seperti:
Gejala hidung dan nasofaring, berupa secret di hidung dan nasofaring.
Secret di nasofaring secara terus menerus akan menyebabkan batuk
kronik.
Gejala faring, berupa rasa tidak nyaman di tenggorok.
Gejala klinis, berupa gangguan pendengaran akibat sumbatan tuba
Eustachius.
Nyeri kepala, biasanya pada pagi hari dan berkurang di siang hari.
Mungkin akibat penimbunan secret dalam rongga hidung dan sinus,
serta stasis vena pada malam hari.
Gejala mata, akibat penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.
Gejala saluran nafas, barupa berupa batuk dan kadang-kadang kompliksi
di paru.
Gejala saluran cerna, dapat tejadi gastroenteritis akibat mukopus yang
tertelan.
E. PATOFISIOLOGI
17
Patensi ostium sinus paranasal, “mucociliary clearance” dan “local immune defenses” yang baik, mutlak diperlukan untuk mencegah dan menjaga sinus paranasalis dari infeksi. Walaupun semua faktor-faktor ini penting, obstruksi ostium diduga merupakan penyebab utama dan tersering berkembangnya sinusitis. Obstruksi ostium biasanya ditemukan baik pada sinusitis akut maupun kronik dan pada sebagian akut virus rhinitis. Potensi ostium tidak saja penting untuk drainase secret tetapi juga untuk ventilasi sinus paranasalis dalam hal pertukaran O2 dan CO2 dalam sinus. Kadar O2 yang rendah dalam sinus menyebabkan bakteri aerob dapat bertumbuh dengan cepat sedangkan bila sama sekali tidak ada O2 akan memungkinkan bakteri anaerob berkembang. Obstruksi ostium sinus juga mempengaruhi “mucociliary clearance” dan “local immune defenses”.
“Mucociliary clearance” yang baik akan mencegah terjadinya infeksi didalam sinus dimana untuk dapat tercapainya hal ini transfor mucosiliar, jumlah dan kualitas secret serta pergerakan silia harus baik. Transfor mukosiliar akan mencegah akumulasi secret yang memang bertambah pada saat infeksi. Pergerakan silia didalam sinus bergeraka dengan arah menuju ostium sinus alamiah dan bukan berdasarkan gravitasi. Mucus dalam sinus yang normal mengandung anti mikroba dari miskin nutrisi sehingga merupakan medium yang kurang baik untuk pertumbuhan bakteri. Perubahan jumlah dan kualitas secret pada infeksi juga akan memberi dampak terhadap efisiensi transport mucosiliar. Pada infeksi virus fungsi mucosiliar akan menjadi inaktif, keadaan ini mempermudah terjadinya infeksi bacterial.
“Local immune defenses” dan “sekretory immune system” merupakan
pertahanan lini pertama terhadap infeksi bakteri. Termasuk disini adalah
immunoglobulin terutama IgA disamping IgG dan IgM, komplemen
komponen dan leukosit. Defisiensi immunoglobulin sering dihubungkan
dengan sinusitis kronik sedangkan komplemen komponen dihubungkan
dengan sinusitis berulang.
17
Kegagalan transfor mucus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor
utama berkembangnya sinusitis. Patofisiologi rinosinusitis digambarkan sebagai
lingkaran tertutup, dimulai dengan inflamasi mukosa hidung khusunya kompleks
ostiomeatal. Secara skematiknya sebagai berikut: inflamasi mukosa hidung
pembengkakan (udem) dan eksudasi obstruksi (blokade) ostium siuns
gangguan ventilasi dan dreinase, resorpsi oksigen yang ada di rongga sinus
hipoksi (oksigen menurun, pH menurun, tekanan negative) permeabilitas
kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat transudasi, peningkatan
eksudasi, penurunan fungsi silia retensi sekresi sinus pertumbuhan kuman.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis multisinusitis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemerikasaan fisis
serta didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologik
pemeriksaan radiologic (foto polos, CT-Scan, MRI), endoskopi nasal.
a) Anamnesa
Anamnesis yang cermat dan teliti sangat diperlukan untuk menilai gejala-
gejala di atas. Ini penting terutama pada sinusitis kronik karena diperlukan
pengetahuan tentang kemungkinan factor penyebab yang lain selain
inflamasi itu sendiri. Adanya penyebab infeksi baik kuman maupun virus,
adanya latar belakang alergi atau kemungkinan kelainan anatomis di dalam
rongga hidung dapat dipertimbangkan dari riwayat penyakit yang lengkap.
Penderita dengan latar belakang alergi mempunyai riwayat yang khas
terutama karateristik gejala sebelumnya, riwayat alergi dalam keluarga, serta
adanya factor lingkungan yang mempengaruhi. Disamping itu perlu juga
diketahui riwayat pengobatan sebelumnya.
17
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang penting adalah rinoskopi. Rinoskopi anterior dilakukan
dengan pencahayaan yang berasal dari lampu kepala dengan cahaya yang
cukup terang. Peralatan lainnya adalah spekulum hidung. Pada sinusitis
kadang-kadang diperlukan pemberian dekongestan topical sebelum
pemeriksaan untuk mendapatkan lapangan pandang yang luas. Dengan
pemeriksaan ini kelainan di dalam rongga hidung yang berkaitan dengan
rinosinusitis sebagian besar dapat dilihat. Adanya hiperemi, secret, udem,
krusta, septum yang deviasi atau adanya polip/tumor sebagian penyebab
rinosinusitis dapat diketahui.
Rinoskopi posterior adalah untuk melihat rongga hidung bagian posterior
dan nasofaring. Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui patologi di bagian
belakang rongga hidung serta nasofaring. Adanya post nasal secretion dapat
dilihat dengan jelas.
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi merupakan pemriksaan tambahan yang umum
dilakukan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah X-ray dalam posisi
water, lateral, CT-Scan, dan MRI. X-ray water cukup informatif pada
sinusitis akut terutama untuk konfirmasi, akan tetapi CT-Scan merupakan
pemeriksaan radiologic yang mempunyai nilai obyektif tinggi.
Pemeriksaan endoskopi nasal merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat
berguna dalam memberikan informasi tentang penyebab rinosinusitis kronik.
Dengan endoskopi nasal dapat diketahui dengan jelas patologi didalam
rongga hidung, termasuk memeriksa ostium sinus dan melihat patologi pada
17
komplek ostio-meatal. Patologi didaerah tersebut dapat dilihat dengan jelas.
Polip yang kecil, gambaran mukosa di meatus medius, posisi konka, posisi
konka medius processus unsinatus yang tidak tampak dengan rinoskopi
anterior dapat dengan jelas melalui endoskopi nasal.
Transiluminasi merupakan pemeriksaan sederhana terutama untuk menilai
adanya patologi disinus maksilaris.
Rontgenogram harus dibuat pada semua kasus sinusitis supurativa akut
untuk menentukan luas bagian yang terkena, terutama bila nyeri dan
gambaran sistemik menonjol, atau bila pasien sakit berat atau gagal
membaik dalam satu minggu terapi antibiotik.
Menurut Task Force yang terbentuk oleh the American Academy of Otolaryngic
Allergy (AAOA), dan American Rhinologic Siciety(ARS), gejala klinik RS pada
dewasa dapat digolongkan menjadi (1):
~ Gejala mayor yakni gejala yang banyak dijumpai serta mempunyai faktor
prediksi yang tinggi.
Termasuk dalam gejala mayor adalah:
1) Sakit pada daerah muka (pipi, dahi, hidung),
2) Buntu hidung,
3) Ingus purulen/pos-nasal/berwarna,
4) Gangguan penciuman,
5) Ditemukannya secret purulen dirongga hidung (dengan rinoskopi),
6) Demam (untuk RS akut saja)
17
~ Gejala minor yakni:
1) Batuk,
2) Demam (untuk RS nonakut),
3) Tenggorok berlendir,
4) Nyeri kepala,
5) Nyeri geraham,
6) Halitosis
G. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding biasanya tidak sulit. Untuk sinusitis supurativa akut, pasien
harus mengalami obstruksi saluran pernafasan atas, secret hidung mikopurulen
atau postnasal. Terlihatnya mukopus di dalam hidung atau di dalam nasofaring,
pus yang melekat ke faring posterior, eritema atau edema konka nasalis dan nyeri
di sinus yang terkena disertai nyeri kepala dan gambaran sistemik demam yang
berkisar antara 38,3-39,4˚C memungkinkan ditegakkanya diagnosis.
Diagnosis banding sinusitis aupurativa, tergantung atas apakah ia akut atau
kronik, meliputi infeksi traktus respiratorius atas (rinitis virus). Rinitis alergika
(musiman dan atau sepanjang tahun), reaksi vasomotor atau sebab-sebab lain
gangguan hidung yang menimbulkan obtsuksi saluran pernafasan hidung, yang
mungkin mencakup tumor-tumor benigna atau maligna hidung dan maksila
(rahang atas). Keadaan-keadaan ino harus dipikirkan dan biasanya mudah
disingkirkan hanya dengan melihat ke dalam hidung pasien.
17
H. KOMPLIKASI
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika.
Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut. Komplikasi yang terjadi adalah :
a) Komplikasi orbita :
Peradangan atau reaksi edema yang ringan.
Abses subperiosteal.
Selulitis orbita.
Abses orbita.
Edema palpebra.
Syndrom fissure orbitalis superior.
Syndrom apex orbita.
Trombosis sinus cavernosus.
b) Komplikasi intra cranial
Meningitis dan encephalitis
Abses ekstradural
Abses subdural
Abses otak
c) Osteomielitis dan abses subperiosteal
Osteomielitis os maksilla
Osteomielitis os frontal
d) Mukokel sinus paranasalis
e) Kelainan paru
Bronchitis kronik
Bronkiektasis.
17
I. PENGOBATAN DAN PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
a) Antibiotik
a. Antibiotic merupakan terapi penting disamping terapi medikamentosa lainnya.
Untuk memilih antibiotic yang tepat perlu pengetahuan tentang kuman penyebab
serta kepekaannya terhadap antibiotic yang tersedia. antibiotik diberikan dalam
5-7 hari (untk akut) yaitu :
- ampisilin 4 X 500 mg
- amoksilin 3 x 500 mg
- Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
- Diksisiklin 100 mg/hari.
b) Dekongestan
Obat dekongestan yang digunakan pada umumnya adalah merangsang
reseptor a-adrenergik, yang dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
kapiler mukosa rongga hidung sehingga mengurangi udem dan
memperlancar drainase sinus. Dekongestan dapat diberikan dalam bentuk
topical maupun sistemik.
c) Kortikosteroid
Kortikosteroiid topical (semprot hidung) bermanfaat pada pengobatan baik
dengan atau tanpa latar belakang alergi. Kortikosteroid topical dapat
mengurangi inflamasi dan sensitifitas reseptor kolinergik mukosa rongga
hidung sehingga mengurangi sekresi.
d) Antihistamin
Pemberian antihistamin pada sinusitis akut masih controversial.
Antihistamin memang merupakan obat yang sangat efektif untuk
17
mencegah serangan alergi sehingga penggunaannya hanya bermanfaat
pada sinusitis kronik dengan latar belakang alergi.
e) Analgetik
Boleh diberikan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri.
2. Pembedahan
Pada umumnya sinusitis akut tidak memerlukan tindakan bedah, kecuali
beberapa kasus yang mengalami komplikasi ke orbita atau intra cranial, atau
bila ada nyeri yang hebat karena ada secret tertahan oleh sumbatan dan tidak
memberikan respon dengan terapi medis yang tepat.
Ada 5 tindakan bedah dasar pada problem sinus yaitu :
1) Nasal antral window
Indikasi tindakan ini adalah : infeksi kronis, infeksi yang rekuren, dan
adanya oklusi di ostium sinus. Adanya lubang yang cukup lapang pada
antrostomi memungkinkan drainase secara gravitasi, sehingga akan
mengurangi infeksi, adanya abses untuk antral lavage, serta dapat
melakukan visualisasi ke dalam sinus yang memungkinkan untuk
mengeluarkan jaringan atau benda asing. Biasanya dikerjakan melalui
meatus inferior.
2) Caldwell Luc
Prinsip dari operasi ini yaitu membuka dinding depan sinus maksilla
pada daerah fossa canina (transbucal antrostomy), dan membuat
nasoantral window melalui meatus inferior. Dengan cara ini
memungkinkan visualisasi yang baik ke dalam sinus maksillaris,
sehingga penilaian penyakit di antrum dapat dibuat lebih baik. Prosedur
ini juga dapat memberikan jalan untuk mencapai sinus ethmoid dan
sinus sphenoid melalui dinding supero medial.
3) Intra nasal ethmoidektomy
17
Indikasi tindakan ini adalah : nasal poliposis dengan hiperplastik
pansinusitis, rekuren dan kronik supuratif sinusitis, frontoethmoid
mukopiokel tanpa komplikasi dan abses untuk intranasal spheno
ethmoidektomy.
4) Fronto-ethmo-sphenoidectomy
5) Osteo plastic frontal flap
Tonggak sejarah baru untuk mengatasi rinosinusitis pada semua sinus
paranasalis berkembang sesudah digunakannya metode FESS
(functional Endoscopic Sinus Surgery). Tujuan utama FESS adalah
memulihkan aliran mukosilier di suatu daerah di dinding lateral rongga
hidung yang disebut kompleks ostero-meatal. Pada umumnya operasi
dilakukan bertahap mulai dari :
Infundibulektomi;
Pelebaran ostium sinus maksilla;
Ethmoidektomi retrograde;
Resessus frontal dan ostium sinus frontal dan
Sphenidotomi.
FESS adalah terapi pembedahan yang baik untuk sinusitis yang tidak
berespon terhadap pengobatan dan merupakan prosedur yang paling
efektif dan aman.
17
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan
efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
17
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
b. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus
menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
8. Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa
merah dan bengkak).
Data subyektif :
1. Observasi nares :
a. Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya
b. Riwayat pembedahan hidung atau trauma
c. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinyya , lamanya.
2. Sekret hidung :
a. warna, jumlah, konsistensi secret
b. Epistaksis
c. Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.
3. Riwayat Sinusitis :
a. Nyeri kepala, lokasi dan beratnya
17
b. Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.
4. Gangguan umum lainnya : kelemahan
Data Obyektif
1. Demam, drainage ada : Serous
Mukppurulen
Purulen
2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami
radang Pucat, Odema keluar dari hidng atau mukosa sinus
3. Kemerahan dan Odema membran mukosa
4. Pemeriksaan penunjung :
a. Kultur organisme hidung dan tenggorokan
b. Pemeriksaan rongent sinus.
1. Obstruksi nares
Riwayat bernafas melalui mulut pada siang atau malam hari, kapan terjadi, lamanya
dan frekwensinya.
Riwayat pembedahan hidung atau trauma pada hidung
Penggunaan obat tetes atau semprot hidung jenis, jumlah, frekwensi dan lamanya
penggunaan.
2. Secret hidung
Warna ; jumlah dan konsistensi secret
Perdarahan hidung (epistaksis) dari satu atau kedua nares
Adanya krusta atau nyeri pada hidung.
17
3. Riwayat sinusitis
Nyeri kepala, lokasi dan beratnya nyeri
Hubungan sinusitis dengan musim tertentu atau cuaca tertentu.
4. Gejala-gejala umum lainnya seperti kelemahan
5. Demam dan drainase (serous, mukopurulen)
6. Polip (pucat, lunak edematous keluar dari nasal atau mukosa sinus) mungkin timbul dan
biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami peradangan.
7. Kemerahan dan edema pada membran mukosa.
B. PATOFISIOLOGI PENYIMPANGAN KDM
Faktor lokal Faktor regional Faktor sistemik
Obstruksi ostium
Inflamasi mukosa hidung
Pembengkakan (udem) dan eksudasi
Obstruksi (blokade) ostium sinus
Gangguan ventilasi dan drainase resorpsi oksigen yg ada di rongga sinus
Hipoksia (O2 menurun, pH menurun, tekanan negatif)
Permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat
Transudasi, peningkatan eksudasi, penurunan fungsi silia
Sesak Retensi sekresi sinus Kompresi pada ujung saraf mukosa
sinus
Pertumbuhan kuman Menyentuh ujung
Pola nafas kurang efektif
17
saraf reseptor
Infeksi oleh bakteri anaerob
Proses transduksi
transmisi modulasi, persepsi
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas kurang efektif berhubungan dengan sekresi sinus
2. Infeksi berhubungan dengan pertumbuhan kuman bakteri anaerob
3. Nyeri berhubungan dengan proses transduksi, transmisi modulasi dan persepsi.
D. INTERVENSI
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat nyeri klien a. Mengetahui tingkat nyeri klien
dalam menentukan tindakan
selanjutnya
b. Dengan sebab dan akibat nyeri
Infeksi
Nyeri
17
b. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada
klien serta keluarganya
c. Ajarkan tehnik relaksasi dan
distraksi
d. Observasi tanda tanda vital dan
keluhan klien
e. Kolaborasi dngan tim medis :
1) Terapi konservatif :
- obat Acetaminopen;
Aspirin, dekongestan
hidung
- Drainase sinus
2) Pembedahan :
- Irigasi Antral :
Untuk sinusitis maksilaris
- Operasi Cadwell Luc.
diharapkan klien berpartisipasi dalam
perawatan untuk mengurangi nyeri
c. Klien mengetahui tehnik distraksi dn
relaksasi sehinggga dapat
mempraktekkannya bila mengalami
nyeri
d. Mengetahui keadaan umum dan
perkembangan kondisi klien.
e. Menghilangkan /mengurangi keluhan
nyeri klien
17
2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis (irigasi/operasi)
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Berikan kenyamanan dan
ketentaman pada klien :
- Temani klien
- Perlihatkan rasa empati( datang
dengan menyentuh klien )
c. Berikan penjelasan pada klien
tentang penyakit yang dideritanya
perlahan, tenang seta gunakan
kalimat yang jelas, singkat mudah
dimengerti
d. Singkirkan stimulasi yang
berlebihan misalnya :
- Tempatkan klien diruangan
a. Menentukan tindakan selanjutnya
b. Memudahkan penerimaan klien
terhadap informasi yang diberikan
c. Meingkatkan pemahaman klien
tentang penyakit dan terapi untuk
penyakit tersebut sehingga klien
lebih kooperatif
d. Dengan menghilangkan stimulus
17
yang lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang lain
/klien lain yang kemungkinan
mengalami kecemasan
e. Observasi tanda-tanda vital.
f. Bila perlu , kolaborasi dengan tim
medis
yang mencemaskan akan
meningkatkan ketenangan klien.
e. Mengetahui perkembangan klien
secara dini.
f. Obat dapat menurunkan tingkat
kecemasan klien
3. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret hidung)
sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous,purulen) dikeluarkan
Kriteria :
- Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
- Jalan nafas kembali normal terutama hidung
INTERVENSI RASIONAL
a. kaji penumpukan secret yang ada a. Mengetahui tingkat keparahan dan
tindakan selanjutnya
17
b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Koaborasi dengan tim medis untuk
pembersihan secret
b. Mengetahui perkembangan klien
sebelum dilakukan operasi
c. Kerjasama untuk menghilangkan
penumpukan secret/masalah
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan
menurun sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
Kriteria :
- Klien menghabiskan porsi makannya
- Berat badan tetap (seperti sebelum sakit ) atau bertambah
INTERVENSI RASIONAL
a. kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi
klien
b. Jelaskan pentingnya makanan bagi
proses penyembuhan
c. Catat intake dan output makanan
klien.
d. Anjurkan makan sediki-sedikit tapi
sering
a. Mengetahui kekurangan nutrisi kliem
b. Dengan pengetahuan yang baik
tentang nutrisi akan memotivasi
meningkatkan pemenuhan nutrisi
c. Mengetahui perkembangan
pemenuhan nutrisi klien
d. Dengan sedikit tapi sering
mengurangi penekanan yang
berlebihan pada lambung
17
e. Sajikan makanan secara menarik
e. Mengkatkan selera makan klien
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder dari proses
peradangan
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria :
- Klien tidur 6-8 jam sehari
INTERVENSI RASIONAL
a. kaji kebutuhan tidur klien.
b. ciptakan suasana yang nyaman.
c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut
d. Kolaborasi dengan tim medis
pemberian obat
a. Mengetahui permasalahan klien
dalam pemenuhan kebutuhan
istirahat tidur
b. Agar klien dapat tidur dengan tenang
c. Pernafasan tidak terganggu.
d. Pernafasan dapat efektif kembali
lewat hidung
17
E. EVALUASI
1. Gejala-gejala (nyeri kepala dan sumbatan hidung) membaik.
2. Pasien dapat mencegah serangan lebih lanjut.
3. Pasien menunjukkan pemakaian obat tetes hidung yang benar.
4. Pasien dapat menyatakan bagaimana menggunakan obat yang diberikan dan pengobatan
berlebihan apa yang harus dihindari.
5. Pasien menyatakan rencana untuk melakukan tindak lanjut keperawatan
17