Askep Nyeri Kronik Pada CA Mamae

download Askep Nyeri Kronik Pada CA Mamae

of 11

Transcript of Askep Nyeri Kronik Pada CA Mamae

PENANGAN NYERI FARMAKOLOGIS DAN NON FARMAKOLOGIS PADA LANSIA Intervensi keperawatan dengan farmakologis Analgesik secara kontinu merupakan terapi utama dalam penatalaksanaan nyeri. Sayangnya, salah satu alasan terbesar penanganan nyeri yang tidak tepat di negara maju adalah akibat kurangnya pengetahuan tentang farmakologi analgesik. Untuk mencapai pengendalian nyeri yang optimal melalui penggunaan analgesik, seseorang harus memahami prinsip-prinsip dasar dari pemberian analgesik. Walaupun prinsip-prinsip ini diterapkan untuk semua pasien yang merasa nyeri, ada beberapa hal khusus yang harus diperhatikan tentang penggunaan analgesik untuk lansia. Tiga jenis pengobatan yang biasa digunakan untuk mengendalikan nyeri: analgesik nonopioid (mis: asetaminofen/tylenol dan aspirin), opioid (mis: Morfin), dan adjuvan. Adjuvan bukan merupakan analgesik yang sebenarnya, tetapi zat tersebut dapat membantu jenis-jenis nyeri tertentu, terutama nyeri kronis. 1. Nonopioid Asetaminofen (Tylenol) dan aspirin adalah dua jenis analgesik nonopioid (nonnarkotik) yang paling sering digunakan. Obat-obat ini bekerja terutama pada tingkat perifer untuk mengurangi nyeri. Efek analgesik dari obat-obat tersebut sama (1000 mg/dosis adalah optimal) tetapi efek anti inflamasinya bervariasi. Obat ini biasanya tidak dapat membantu menangani nyeri inflamasi seperti artritis rematoid atau osteoartritis karena asetaminofen hanya memiliki sedikit anti inflamasi. Walaupun asetaminofen secara umum aman, tidak mahal, dan mudah dibeli, obat ini memiliki efek samping utama yaitu hepatotoksik. Pemberian penjelasan kepada pasien dan keuarganya oleh perawat adalah hal yang krusial. Banyak analgesik mengandung asetaminofen yang tidak disadari oleh pasien (Darvocet N 100, Vicoden, Lortab, Tylox). Pasien juga dapat menggunakan asetaminofen yang dibeli bebas dengan salah menganggap bahwa obat tersebut tidak mebahayakan. Perawat harus memantau dosis harian asetaminofen untuk memastikan dosisnya kurang dari 4000mg/hari. Aspirin adalah salah satu obat anti inflamasi non steroid (Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs [NSAID]). Penghilang nyeri yang bernilai untuk banyak tipe nyeri, NSAID bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin, mediator penting dalam nyeri dan inflamasi. Obat-obat NSAID ini sangat efektif dalam menurunkan nyeri dan

inflamasi pada banyak kondisi yang umum terjadi pada lansia misalnya artritis rematoid, osteoartritis, nyeri punggung dan leher, nyeri pasca operasi, sakit gigi dan nyeri yang bermetastasis pada tulang. Efek samping yang paling sering adalah gangguan pada gastrointestinal, dan kemungkinan efek samping yang lain yaitu perdarahan gastrointestinal (2/3nya asimptomatik sebelum terjadi perdarahan), retensi cairan, dan komplikasi ginjal. Efek pada ginjal dari NSAID cenderung terjadi pada pasien-pasien gagal jantung kongestif atau penyakit hati atau mereka yang menggunakan diuretik. Pemantauan fungsi ginjal secara ketat pada semua pasien yang menggunakan NSAID sangat penting. Pemantauan juga dilakukan pada pasien yang menggunaan NSAID dalam jangka panjang untuk mengetahui adanya efek yang tidak diinginkan seperti nyeri gastrointestinal atau edema. Menganjurkan pasien untuk melakukan pemeriksaan feses rutin untuk mengkaji adanya darah samar, fungsi ginjal dan hati. Beberapa NSAID yang dianjurkan untuk lansia karena obat-obat tersebut kurang menyebabkan iritasi GI: salsalat (disalcid), kolin magnesium trisalisilat (Trilisate), diflunisal (Dolobid), dan nabumeton (Relafen). Selain itu, salsalat, kolin magnesium trisalisilat, dan sulindak tampaknya memiliki efek yang lebih kecil terhadap ginjal. Jika terjadi masalah GI, misoprostol (Cytotec) dapat diberikan untuk melawan efek samping NSAID pada GI. Piroksikam (Feldene) adalah NSAID dengan waktu paruh panjang yang dapat menimbulkan akumulasi masalah, terutama pada orang yang mengalami disfungsi hepar/ ginjal. Indometasin (Indocin) adalah NSAID lain yang tampaknya memiliki peningkatan efek pada ginjal. Kedua NSAID ini tidak dianjurkan pada lansia. NSAID adalah penghilang nyeri yang sangat berharga untuk berbagai tipe nyeri yang sering terjadi pada lansia. Perawat memiliki tanggung jawab besar untuk mengajarkan kepada pasien dan keluarga tentang hal-hal yang menyangkut pengobatan ini. Pedoman pengajaran : instruksi untuk lansia yang menggunakan NSAID

Pastikan untuk memberikan NSAID dalam masa percobaan yang adekuat (2-3 minggu) sebelum memutuskan apakah obat itu efektif atau tidak Jangan pernah menggunakan lebih dari satu NSAID pada satu waktu (termasuk aspirin) Ikuti dengan uji feses rutin untuk mengetahui darah samar dan tes fungsi ginjal dan hati

Jangan menggunakan NSAID dengan steroid Minum NSAID dengan makanan atau susu untuk mencegah gangguan pada GI Informasikan dokter Anda jika terjadi efek yang tidak diinginkan

2. Opioid Analgesik opioid (narkotik) bekerja dengan cara melekatkan diri pada reseptorreseptor nyeri spesifik di dalam SSP. Opioid direkomendasikan untuk nyeri sedang sampai berat. Terdapat dua jenis opioid: analgesik agonis murni (jenis morfin) dan campuran agonis- antagonis pentazocin (Talwin), nalbufin (Nubain) dan butorfanol (Stadol). Jenis campuran agonis-antagonis tidak memiliki keuntungan yang nyata dan memiliki beberapa kerugian dibanding agonis murni (terutama dalam penatalaksanaan nyeri kanker). Jenis obat argonis-antagonis parsial akan memicu putus obat pada pasien yang menerima argonis murni dan obat ini juga memiliki insidensi yang sangat tinggi untuk terjadinya efek samping psikotomimetik (konfusi, kejang dan agitasi). Satu-satunya agonis antagonis yang tersedia secara oral adalah pentazosin (Talwin) yang memiliki insidensi efek psikotomimetik paling tinggi. Agonis murni sangat berperan penting dalam meredakan nyeri. Obat-obat ini berbeda terutama dalam potensi, durasi kerja, dan efek sampingnya pada lansia. Agonis murni memiliki keuntungan dengan tersedianya dalam berbagai rute dan variasi, dan efek analgesiknya tidak memiliki batas atas. Morfin adalah analgesik opioid standar di antara jenis lain yang dibandingkan. Morfin, oksikodon (Oxycontin), dan hidromorfon (Dilaudid) dianjurkan diberikan secara oral untuk lansia yang sedang dalam keadaan nyeri berat. Fentanil (koyo Duragesic) sangat berguna untuk pasien rawat inap yang memiliki penyakit berat atau kronis yang tidak dapat menelan. Kodein dan oksikodon (percodan, Tylox) dianjurkan untuk nyeri ringan sampai sedang. Dolofin (methadone) dan levorfanol (levodromoran) harus dihindari untuk lansia karena obat-obat ini memiliki waktu paruh yang panjang dan dapat berakumulasi dan menyebabkan sedasi berlebihan dan masalah-masalah SSP yang lain. Opioid lain yang umum, tetapi salah satu yang harus dihindari untuk nyeri kronis adalah meperidin (Demerol). Obat ini memiliki rasio oral terhadap intramuskular (IM) yang sangat rendah: 300 mg secara oral yang sama dengan 75 mg IM. Pemberian melalui IM sangat menyakitkan dan mengiritasi, dan terdapat kemungkinan terjadinya

masalah-masalah dengan absorpsi. Obat ini juga memiliki waktu kerja yang pendek. Salah satu masalah paling serius dengan meperidin adalah metabolit aktifnya, normeperidin. Metbolit ini dapat terakumulasi dengan pengulangan dosis, yang menyebabkan toksisitas pada SSP (misalnya kedutan, mati rasa, konfusi, halusinasi dan kejang). Akumulasi ini lebih cenderung terjadi pada lansia karena penurunan eliminasi obat-obatan di dalam ginjal. Opioid efektif untuk hampir semua tipe nyeri. Sebagian besar literatur nyeri direkomendasikan dimulai dengan dosis rendah dan berjalan perlahan-lahan ketika memilih dosis awal opioid untuk lansia. 3. Adjuvan Adjuvan adalah obat yang bukan merupakan analgesik tetapi masih memiliki peranan penting dalam mengurangi nyeri. Obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan analgesik lain. Obat-obat ini dianjurkan terutama untuk nyeri kronis. Banyak pasien dengan nyeri kronis mengalami depresi dan dapat memperoleh manfaat dari penggunaan obat antidepresan trisiklik. Pasien harus diinformasikan bahwa obat ini dapat digunakan selama 2-3 minggu untuk membentuk kadar yang adekuat dalam darah sebelum efek antidepresan dirasakan. Untungnya efek penurunan nyeri dapat dirasakan lebih cepat, kadang-kadang setelah 3 atau 4 hari. Antidepresan trisiklik telah ditemukan efektif untuk nyeri neuropati yang disebabkan oleh kerusakan saraf pada SSP. Antidepresan trisiklik harus diberikan sekalisehari pada jam-jam tidur karena sedasi adalah efek samping yang sering terjadi. Dosis awal harus sangat rendah (10mg). Dosis untuk mengurangi nyeri lebih rendah daripada dosis yang dibutuhkan untuk mengurangi depresi. Efek samping lain dari antikolinergik yang dapat terjadi adalah pandangan kabur, mulut kering, retensi urin, dan hipotensi. Perlu diperhatikan pemberian obat ini pada pasien yang mengalami glaukoma sudut sempit atau retensi urine. Nortriptilin (Pamelor) menyebabkan sedikit sedasi dan doksepin (Sinequan) memliki lebih sedikit efek antikolinergis daripada trisiklik, sehingga kedua obat antidepresan ini direkomendasikan untuk lansia. Steroid dapat pula digunakan sebagai adjuvan untuk mengendalikan nyeri. Prednison atau deksametason (Decadron) dapat efektif untuk tumor-tumor dengan keterlibatan radiks saraf atau sakit kepala yang disebabkan oleh metastasis otak. Steroid dapat meningkatkan mood dan menigkatkan nafsu makan. Namun, karena

steroid dapat menyebabkan ulkus GI atau perdarahan atau kedua-duanya, obat-obat ini tidak boleh diberikan kepada pasien yang menggunakan NSAID Lansia yang mengalami nyeri harus menghindari penggunaan obat-obat sedatif hipnotik karena tidak dapat membantu mengurangi nyeri. Obat ini dapat medepresi SSP, yang dapat mempengaruhi keamanan klien, terutama jika ia menggunakan analgesik opioid. Fenotiazin seperti prometazin (Phenergan) bukan merupakan potensiator narkotik. Kenyataanya, obat-obat ini dapat mengganggu efek narkotik dan menyebabkan peningkatan nyeri. Obat-obat ini juga menekan SSP dan menurunkan ambang batas kejang. Fenotiazin tidak memiliki tempat dalam penatalaksanaan nyeri, terutama pada lansia. Anjuran untuk penatalaksanaaan farmakologis terhadap tipe-tipe nyeri yang sering terjadi pada lansia Tipe nyeri Nyeri inflamasi (arthritis rematoid, osteoarthritis) Nonpioid Salah satu dari NSAID berikut ini: Clinoril Trilisate Disalcid Dolobid Ecotrin Rimadyl Opioid Adjuvan Antidepresan trisiklik seperti Pamelor atau Sinequan (untuk semua tipe nyeri yang terdapat dalam daftar, gunakan Endep dan Elavil secara hati-hati karena lebih banyak efek antikolinergik yang terlihat)

(Untuk semua tipe nyeri yang terdaftar, hindari Feldene dan Indocin) Nyeri Kanker Salah satu dari NSAID di atas, terutama jika terdapat metastasis tulang Morfin oral atau dilaudid oral (Untuk semua tipe nyeri yang terdaftar, hindari

Antidepresan trisiklik seperti Pamelor atau Sinequan

Demerol, metadon, Talwin, Nubain, Stadol) Nyeri punggung bagian bawah Salah satu dari NSAID di atas Oksikodon oral, kodein oral Antidepresan trisiklik seperti Pamelor atau Nyeri neuropati (pascastroke, neuropati diabetic, neuralgia pascaherpetik, nyeri fantom ekstemitas, causalgia, neuralgia trigeminal) Kodein oral, oksikodon oral, morfin oral, Dilaudid oral Sinequan Antikonvulsan seperti Tegrefol dan antidepresan trisiklik seperti Pamelor atau Sinequan, Anestesi topikal (Krim EMLA, capsaicin, Lidocaine) Clonidine Baclofen Prinsip-prinsip pemberian analgesik 1. Rute oral Rute oral adalah rute yang dipilih untuk analgesik. Sebagian besar analgesik tersedia dan bekerja efektif ketika diberikan secara oral, dalam dosis nyang adekuat, dan sebelum intensitas nyeri memuncak. Rute oral lebih murah dan mudah untuk digunakan daripada rute yang lain. Jika klien tidak mampu menelan tetapi menggunakan selang nasogastrik atau gastrostomi untuk memasukkan makanan, analgesik harus diberikan melalui selang tersebut. 2. Injeksi intramuskular dan subkutan Injeksi adalah cara terburuk untuk penatalaksanaan nyeri, terutama nyeri kronis, nyeri jangka panjang. Pemberian injeksi sangat menyakitkan, dapat meyebabkan masalah dengan absorpsi, memiliki waktu aksi yang pendek, kemungkinan dapat menyebabkan kerusakan otot atau saraf dan harus diberikan oleh orang lain. Kecepatan absorpsi mungkin tidak dapat diperkirakan bila obat diberikan secara intramuskular atau

subkutan. Masalah absorpsi ini lebih sering terlihat pada pasien-pasien dengan nyeri akut daripada pasien-pasien dengan nyeri kronis. 3. Rute rektal Rute rektal masih merupakan rute yang jarang digunakan untuk pemberian analgesik. Rute rektal harus direkomendasikan bila seorang pasien tidak dapat menggunakan analgesik oral. Morfin, hidromorfon dan oksimorfon adalah supositoria yang tersedia saat ini. Obat-obat ini umumnya bertahan sekitar 4 sampai 5 jam, dan sebagian besar pasien dapat dengan mudah menggunakannya sendiri. Jika pasien tidak dapt diberikan analgesik melalui oral, mereka dapat dengan mudah meletakkan analgesik tersebut dalam kapsul gelatin dan menggunakannya melalui rektal, namun harus memeriksakannya dulu kepada ahli farmasi atau dokter sebelum melakukan hal tersebut. Rute ini tidak boleh digunakan untuk pasien yang mengalami tromboitopenia. 4. Analgesia yang dikendalikan oleh pasien Jika pasien sadar dan mampu, analgesia yang dikendalikan oleh pasien (Patient Controllled Analgesia [PCA]) yang merupakan cara efektif untuk mempertahankan kadar terapeutik di dalam darah sementara pada saat yang sama memberikan pasien perasaan untuk memiliki kendali. Pompa PCA memberikan kesempatan untuk pemberian analgesik secara intravena atau subkutan. Sistem penguncian 10-20 menit mencegah orang tersebut mendapatkan dosis yang terlalu sering. Metode ini menghindari fluktuasi konsentrasi opioid dalam aliran darah dan dapat mempertahankan kadar analgesia yang lebih adekuat dalam darah. Pengajaran pasien adalah faktor yang penting dalam menentukan apakah PCA akan menjadi cara yang efektif untuk penatalaksanaan nyeri. 5. Koyo fentanil Rute noninfasif lain yang sangat berguna adalah koyo transdermal yang mengandung opioid fentanil (Duragesic). Masalah-masalah yang berkaitan dengan pemberian dosis telah terlihat dengan rute pemberian ini, dan terdapat keterlambatan awitan selama 12 jam. Koyo tersebut adalah analgesik 72 jam, tetapi sebagian besar pasien memerlukan sesuatu untuk penanganan nyeri. Pasien perlu dipantau selama 24-36 jam setelah koyo dilepas. Karena duragesik sangat mahal dan hanya sedikit studi tentang penggunaanya pada lansia, obat ini tidak dianjurkan sebagai terapi lini pertama untuk pasien yang mampu menggunakan analgesik secara oral. Pedoman pengajaran : penatalaksanaan nyeri secara farmakologis pada lansia

Buat catatan harian tentang nyeri Anda dan apa yang membuatnya terasa lebih baik atau lebih buruk Gunakan obat yang diresepkan untuk nyeri sesuai dengan waktunya pada jadwal yang telah ditetapkan Gunakan aspirin atau obat anti-inflamasi non-narkotik lainnya bersama makanan atau susu untuk menurunkan perubahan-perubahan akibat gangguan lambung Informasikan kepada perawat atau dokter tentang semua obat yang Anda gunakan (baik yang diresepkan maupun yang dibeli bebas) Cegah efek samping konstipasi yang umum terjadi, jika menggunakan narkotik, dengan cara meningkatkan cairan dan serat dalam diet Anda Jangan khawatir akan adiksi jika Anda menggunakan narkotuk untuk mengurangi nyeri Laporkan adanya efek yang tidak diinginkan dari pengobatan kepada perawat atau dokter Beritahu perawat atau dokter jika nyeri terjadi di antara jadwal penggunaan obat untuk nyeri Tetaplah seaktif mungkin Ingat, Anda berkuasa atas nyeri Anda, hanya Anda yang mengetahui bagaimana rasanya

INTERVENSI NONINVASIF Walaupun nyeri terutama ditangani melalui penggunaan obat-obatan, beberapa teknik noninvasive dapat juga membantu mengendalikan nyeri: masase, relaksasi dan imajinasi, stimulasi saraf dengan listrik transkutan (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation [TENS]), penggunaan kompres panas atau dingin, sentuhan terapeutik, meditasi, hipnotis, dan akupresur. Teknik-teknik ini pada umumnya aman, tersedia dengan mudah, dan dapat dilakukan di rumah atau dalam lingkungan fasilitas perawatan akut. Terdapat beberapa hal yang penting untuk diingat ketika menggunakan terapi panas atau dingin atau TENS untuk lansia yang mengalami nyeri. Kewaspadaan diperlukan ketika menggunakan terapi panas atau dingin pada pasien dengan riwayat penyakit vaskuler atau diabetes. Luka bakar atau kerusakan jaringan akibat es dapat terjadi dengan mudah pada seseorang dengan penurunan sensasi atau penurunan tingkat kesadaran. TENS

dikontraindikasikan pada lansia yang menggunakan pacu jantung karena stimulasi listrik dapat mengganggu kerja alat pacu jantung jenis-jenis tertentu. STRATEGI RELAKSASI Latihan-latihan ini dirancang untuk membuat seseorang yang cemas, stress menjadi relaks. Latihan ini dapat mengurangi nyeri secara efektif dengan cara melawan komponen stress. Strategi relaksasi termasuk imajinasi terbimbing, relaksasi otot progresif, dan pengobatan. Perawat dapat dengan mudah mengajarkan pasien untuk melakukan bentuk latihan relaksasi yang sederhana seperti napas dalam dan memfokuskan pada suatu objek. Bentuk latihan relaksasi singkat ini dapat efektif untuk mengontrol nyeri jangka pendek, dan nyeri tipe procedural. Karena lansia kaya dengan pengalaman hidup, teknik distraksi yang sederhana dapat dilakukan dengan cara meminta pasien untuk mengingat masa-masa bahagia di masa lalu, dengan melihat album foto, dan dengan menceritakan cerita-cerita dalam kaset rekaman. Teknik apapun yang aman dan mudah untuk dilakukan sendiri oleh pasien sangat bermanfaat untuk penatalaksanaan nyeri.

ASKEP NYERI KRONIK PADA CA MAMAE Penting untuk membedakan antara nyeri akut dan nyeri kronik karena fokus keperawatan untuk kedua diagnosis tersebut berbeda. Pada nyeri akut, tindakan kolaborasi lebih terlihat utamanya pada pemberian analgetik. Sedangkan pada nyeri kronik perawat mempunyai peran yang lebih aktif dalam mengajarkan pengelolaan diri pasien dalam menghadapi nyeri (Wilkinson, 2007). Tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan nyeri : a. Pengkajian nyeri yang meliputi lokasi, intensitas, faktor yang memperberat dan meringankan nyeri, gangguan tidur, jumlah dosis ekuianalgetik yang dibutuhkan dalam 24 jam. b. Berikan analgetik sesuai dengan kebutuhan klien. c. Memberikan penjelasan tentang nyeri kepada pasien yang meliputi : penyebab, efek samping, nyeri yang tidak terkontrol, rencana tindak lanjut. d. Kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain dalam penatalaksanaan nyeri yang disesuaikan dengan respon klien (Otto, 2005).

Dx: Nyeri kronik berhubungan dengan kanker mamae Atau Nyeri (kronik) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 224 jam nyeri berkurang

Kriteria hasil : Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas. Melaporkan nyeri yang dialaminya. Mengikuti program pengobatan. Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin. Intervensi : 1) Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan 2) Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi. 3) Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri. 4) Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik. Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas. 5) Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu. Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri. 6) Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien Agar terapi yang diberikan tepat sasaran 7) Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll Untuk mengatasi nyeri. DOKUMENTASI YANG ESENSIAL

NYERI KRONIS Nyeri kronis harus dikaji dan digambarkan satu kali sehari dan bila terdapat perubahan kejadian atau kualitasnya.

Lokasi dan pergerakan Intensitas pada skala 0-10, dengan 0=tidak ada nyeri dan 10=nyeri terburuk Pengurangan nyeri atau kenyamanan pada skala 0-10, dengan 0=nyeri hilang dan 10=tidak ada pengurangan nyeri Alat-alat bantu yang digunakan pasien Apa yang memperberat nyeri Apa yang membuat nyeri lebih baik Efeknya pada tidur, nafsu makan dan mobilitas Tindakan-tindakan pereda nyeri yang dilakukan Keefektifan intervensi pada skala 0-10

Sumber; Mickey Stanley, Patricia Gauntlett Beare. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC