ASKEP GICU 5

download ASKEP GICU 5

of 47

Transcript of ASKEP GICU 5

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA KLIEN TN. Y DENGAN SEVERE HEAD INJURY POST- OP CRANIOTOMI DI RUANG GENERAL INTENSIFE CARE UNIT RSHS BANDUNGDari tanggal 10-11 Januari 2011 IdentitasNama: Tn. YUmur/jenis kelamin: 25 tahun/ Laki-lakiPekerjaan: -Alamat: SumedangNo Catatan medis: 11020161Tanggal: 7 1 2011Diantar oleh: PenolongTanggal pengkajian: 10 Januari 2011 jam 15.00 wib.Dx medis: Severe Head Injury post-op Craniotomy

PRIMARY SURVEY1. AIRWAY Jalan nafas bersih, terpasang mayo tube Tidak terdapat secret Gargling, snoring, stridor tidak ada2. BREATHING RR 15 x/mnt Oksigen diberikan melalui ventilasi mekanik Terpasang CTT Undulasi +, air bubble (+) Pergerakan dada simetris kiri dan kanan Terpasang Ventilator mode PCMV, RR 12, TV 548, IPL 20, PEEP 10, FiO2 100, Peak Pressure 27 Terpasang EET no 7,5 kedalaman 22 cm Penggunaan otot bantu napas (-)3. CIRCULATION TD 98/50 mmHg HR 58 x/mnt reguler, teraba lemah S 37 0 C CRT < 3 Akral dingin Tidak terpasang CVP Terpasang catheter, diuresis 170 cc/jam (BB 50 kg)4. DISABILITY GCS E1 M2 VT Terpasang ETT Pupil an isokor, ka/ki 4/3 mm Parese ekstremitas Kesadaran koma Respon cahaya (-)5. EXPOSURE AND EKG Terpasang monitor EKG dengan irama sinus Bradikardi ( SB ). Terdapat jejas di dada kiri Terdapat jejas di abdomen kiri Terpasang ransel verban dalam kondisi di lepas6. FREEZING AND FLUIDTanggal 10 januari 2011S 37 0 C, intake cairanIWL 21 cc, terpasang infuse RL 70 cc/ jam, Nacl 0,9% 40 cc/jam, D5% 20 cc/jam

SECONDARY SURVEI 1. AnamneseKeluhan utamaKesadaran coma dengan GCS E1 M2 VT

Mekanisme traumaKlien mengalami KLL dan terjadi benturan kepala di aspal sehingga mengakibatkan perdarahan massif dibawah lapisan sub dural ( SDH ) sebelah kiri dan fraktur tulang tengkorak sinistra.

Waktu dan tempat kejadianKlien mengendarai motor dengan kecepatan tinggi dan menyalib kendaraan lain mobil didepannya tetapi menyenggol bak belakang mobil dan terjatuh di aspal di jalan arah sumedang pada siang hari ( jam 11.00 ). Klien dibawa ke puskesmas kemudian dirujuk ke RS Hasan sadikin Bandung.

Keadaan setelah cideraKlien setelah KLL mengalami pingsan, muntah, terdapat perdarahan di hidung dan mulut. Tidak ada perdarahan di telinga. Kesadaran makin lama makin menurun.

2. Pemeriksaan Fisik 1. Tanda Vital: ( 30 menit setelah primary survey ) Frekwensi Nadi 58 x/mnt

Tekanan darah98/ 50 mmHg

Frekwensi nafas

BB / TB32 x/mnt, terpasang ETT dan mayo tube, O2 3 liter/mnt lwt selang ke ETT50 kg / 165 cm

Suhu tubuh370 C ( Hipotermi )

2. KepalaTerdapat jejas di kiri

3. LeherTidak terdapat deviasi trakea, tidak ada peninggian vena jugularis pressure, tidak ada fraktur cervical.

4. ThorakPermukaan dada dan pengembangan dada simetris, tampak pernafasan cepat dan dangkal, terdengar bunyi vesikuler, tidak tampak banyak secret di lubang ETT dan mayo tube. Tidak ada fraktur di iga/costa.Jantung : Bunyi S1-S2 reguler murni dan tidak ada suara jantung tambahan.

5. Abdomen/PelvisTidak ada pembesaran abdomen, peristaltic 12 x/mnt, tidak ada acites atau laserasi dinding abdomen dan perdarahan abdomen. Bunyi timpani

6. Ekstrimitas atas/bawah (kanan-kiri)Semua ekstrimitas parese, terpasang infuse 2 line ditangan kanan dan kaki kiri dengan NaCL 0,9%. Tidak ada laserasi pada ekstrimitas atas maupun bawah

7. Thoraco-lumbo-sacralTidak ada kelainan pada tlg belakang baik itu herniasi maupun fraktur.

Pemeriksaan neurologis1. GCSE1 M2 VT , koma

2. Pola pernafasan :

Frekwensi cepat dan dangkal dengan RR 15 x/mnt.

3. Pupil: Bentuk Diameter Reflek cahaya langsung Reflek cahaya tidak langsung Bulat, an isokor4/3 mm-/--/-

4. EOM ( Ekstraokuler movement): Reaksi okulovestibular Reaksi okulochepalicTidak terdapat respon pergerakan bola mataTidak terdapat respon pergerakan bola mata

5. Reaksi motorik terhadap nyeri ( kanan/kiri)Dilakukan tes mencubit otot bagian atas kiri dibawah tulang klavikula tidak memberikan respon yang berarti.

6. a. Reflek patologisb. Sistem neurologis N I ( olfaktorius ) N II ( optikus ) N III, IV,VI( okulomotorius, tochlearis, abducens) N. V N XII Tidak ada reflek patologis pada tes babinsky.

Tidak dapat dikaji karena penurunan kesadaranPupil isokor, batas tegasRangsang cahaya -/-

Tidak dapat dikaji

7. Diagnosa klinis Mild HI

8. Pemeriksaan RadiologisCt Scan Kepala: Terdapat Soft tissue swelling ( kontusio jaringan ). Bone Discountinity at region occipital sinistra ( Patah tulang di oksipital kiri ). Hiperdens massa at region oksipital sinistra ( ada massa di oksipital kiri berbentuk bulan sabit. Sulcus dan gyrus compresse ( penekanan pada sulcus dan gyrusnya). Ventrikel dan siterna compressed ( ventrikel dan siterna tertekan Mid line shift > 3 mm ( ada pergeseran garis tengah > 3 mm )

9. Pemeriksaan Laboratorium :a. Hematologi Hb Hematokrit Leukosit Eritrosit Trombosit Ureum Kreatinin Natrium Kalium

b. AGD PH PCO2 P O2 HCO3 BE Sat O2

9,3 gr/dl ( N. Lk 14-16 )28 % ( N. 38-45%)24.000 mm 3( N. 7000 11.000)3.13 mm3 ( 2.1 2.6 )641.000 ( 150.000-300.000) mm363 ( N. 15-50 mg/dl.)0,51 ( N. 0,7- 1,2 ) mg/dl151 meg/l ( 135 145 )3,9 ( N. 3,6-5,5) meg/l

7.433 ( N.7,34 7,44 )34,7 ( N. 35-45 )108,3 ( N. 69-116)23,8 ( N. 22-26)-0,7 ( N . -2 - 3)98.6 ( N. 95-98 )

Activity Daily LivingAktivitasSelama perawatan

NutrisiMakan Diet cair via sonde KH ( susu ) sebanyak 200 cc/10 kali/2 jam Tidak ada tambahan makanan lainMinum Saat makan obat 30 cc dan saat makan 50 cc

EliminasiBAK Terpasang DC dengan jumlah urine 1200 cc/ 24 jam Warna kuning jernihBAB 2-3 hr sekali Berwarna kuning, konsistensi lunak.

Pola TidurKlien mengalami penurunan kesadaran ( sopor )

Terapi obat yang diberikan : Tgl 10 Januari 2011 1. Ceftazidin 3 x 1 gr ( IV)2. Levoplazol 1 x 750 gr (PO)3. Manitol 4 x 50 cc ( IV)4. Dexametazon 4 x 1 amp ( IV)5. Omeprazol 1 x 40 gr ( PO )6. Cairan infuse 2 A ( D5% + 0,45% NaCl ) 4,2 lit/hr dan aminofel 500 ml/24 jam setelah koreksi Na7. Diet Cair 2000 kkal 10 x 200cc/2jam8. Nebulizer ( NaCl 0,9 % + ventolin ) .9. Tranfusi PRC 2 x 150/ 24 jam

ANALISA DATANoDATAETIOLOGIPROBLEM

1.DS : -DO : Jalan nafas via ETT dan mayo tube Terdapat banyak secret di ETT dan mayo tube Terdengar bunyi ronchi di afek paru bagian atas kanan dan kiri RR 30 x/mnt Terpasang O2 kanul 3 lit/mnt GCS E1M4 VT

Cidera kepalaKerusakan organ /jaringan otakPeningkatan vol.intrakranial

Proses desak ruang otak

Kompressi jaringan,sel,pembuluh darah otak

Stagnasi aliran darah

Peningkatan TIK

Supply O2 dan nutrisi tdk adekuat

Perfusi serebral tidak adekuat

Penurunan kesadaran

Penurunan kesadaran

Aktivitas reflek batuk tidak adekuat/menurun

Reflek batuk menurun

Sekret terakumulasi di jalan nafas

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Bersihan jalan nafas tidak efektif

NODATAETIOLOGIPROBLEM

2.

DS; -DO : Tanda-tanda vital :S : 35,2 0 C, N : 75 x/mnt RR : 30 x/mnt, TD : 130/80 mmHg Akral dingin di ekstrimitas atas dan bawah Kulit tampak kering CRT< 3

Penurunan kesadaran

Aktivitas dan Metabolisme tubuh menurun

Produksi ATP menurun

Produksi Energi panas tidak adekuat

Hipotermi

3.DS; -DO : Tanda-tanda vital :S : 35,2 0 C, N : 75 x/mnt RR : 32 x/mnt Hasil Lab : Natrium 151 Meg/dl Tidak ada udema di tubuh Intake cairan NaCl 1500 cc/24 jam Out put urin 1200cc/24 jam

Peningkatan TIK

Pembatasan kebutuhan cairan NaCl dan pemberian manitol

Peningkatan konsentrasi Natrium dalam tubuh

Hipernatremia

Hipertnatremia

47

PRIMARY SURVEY ( Tanggal 10 Januari 2011 jam 15.00 Wib )PengkajianMasalahRencana tindakanTindakanEvaluasi

Airways Jalan nafas via ETT dan mayo tube Terdapat banyak secret di ETT dan mayo tube Terdengar bunyi ronchi di afek paru bagian atas kanan dan kiri Tidak ada retraksi intercosta RR 30 x/mnt

Bersihan jalan nafas tidak efektif Lakukan pengecekan posisi ETT dan mayo tube sebelum dilakukan suction. Berikan posisi head up 300 . Lakukan suction setiap kali terdengar bunyi nafas tambahan seperti ronchi,rales atau wheezing Berikan nebulizer dengan NaCl 0.9% dan ventolin sebelum dilakukan suction bila memungkinkan. Lakukan suction dengan hati-hati,berikan oksigen lebih banyak sebelum suction misalnya 4-5 lit/mnt Lakukan pemeriksaan TTV ( TD,RR,N) dan pemeriksaan fisik klinis setelah dilakukan suctioning ( tanda sianosis, RCT). Bila memungkinkan cek AGD. Bila setelah dilakukan suction terdapat tanda-tanda sianosis segera berikan oksigen adekuat ( 5-6 liter/mnt).

Melakukan suctioning setiap terdengar bunyi secret di jalan nafas. Sebelum suctioning berikan oksigen adekuat ( 4-5 liter/mnt) dan bila memungkinkan lakukan nebulizer dengan NaCl 0.9% + ventolin. Mengobservasi kecepatan dan kedalaman nafas tiap 15-30 mnt termasuk rasio inspirasi dan ekspirasi Bila memungkinkan melakukan chest fisioterapi dengan menepuk posisi di sekitar dada bagian depan setiap 2-4 jam. Cek posisi ETT dan mayo tube dalam kondisi baik sebelum melakukan suctioning. Mengatur posisi pasien head up 30 0Jam 16.00 Tampak banyak secret di ETT dan Mayo tube ETT dan Mayo Tube terpasang adekuat. Frekwensi nafas 25 x/mnt , cepat dan dangkal. Posisi tetap dipertahankan 30 0 Masih terdengar suara nafas ronchi di paru atas kanan dan kiri. Pergerakan dada simetris kanan dan kiri. Tidak ada tanda-tanda sianosis.

PRIMARY SURVEY ( Tanggal 11 Januari 2011 jam 15.00 Wib )PengkajianMasalahRencana tindakanTindakanEvaluasi

Airways Jalan nafas via ETT dan mayo tube Terdapat banyak secret di ETT dan mayo tube Terdengar bunyi ronchi di afek paru bagian atas kanan dan kiri RR 28 x/mnt Oksigen 3 liter/mntBersihan jalan nafas tidak efektif Lakukan pengecekan posisi ETT dan mayo tube sebelum dilakukan suction. Berikan posisi head up 300 . Lakukan suction setiap kali terdengar bunyi nafas tambahan seperti ronchi,rales atau wheezing Berikan nebulizer dengan NaCl 0.9% dan ventolin sebelum dilakukan suction bila memungkinkan. Lakukan suction dengan hati-hati,berikan oksigen lebih banyak sebelum suction misalnya 4-5 lit/mnt Lakukan pemeriksaan TTV ( TD,RR,N) dan pemeriksaan fisik klinis setelah dilakukan suctioning ( tanda sianosis, RCT). Bila memungkinkan cek AGD. Bila setelah dilakukan suction terdapat tanda-tanda sianosis segera berikan oksigen adekuat ( 5-6 liter/mnt).

Cek posisi ETT dan mayo tube dalam kondisi baik sebelum melakukan suctioning. Melakukan suctioning setiap terdengar bunyi secret di jalan nafas. Sebelum suctioning berikan oksigen adekuat ( 4-5 liter/mnt) dan bila memungkinkan lakukan nebulizer dengan NaCl 0.9% + ventolin. Mengobservasi kecepatan dan kedalaman nafas tiap 15-30 mnt termasuk rasio inspirasi dan ekspirasi Bila memungkinkan melakukan chest fisioterapi dengan menepuk posisi di sekitar dada bagian depan setiap 2-4 jam. Mengatur posisi pasien head up 30 0Jam 16.00 Wib ETT dan Mayo Tube terpasang adekuat. Tampak banyak secret di ETT dan Mayo tube Frekwensi nafas 25 x/mnt , cepat dan dangkal. Tampak pergerakan dada simetris kanan dan kiri. Terdengar bunyi ronchi di lapang paru atas kanan dan kiri. Tidak ada tanda-tanda sianosis.

Primary survey Tanggal : 10 Januari 2011 jam 15.00PengkajianMasalahRencana tindakanTindakanEvaluasi

Tanda-tanda vital :S : 35 0 C, N : 75 x/mnt RR : 30x/mnt, TD : 130/80 mmHg Akral dingin Kulit tampak kering CRT< 3

Hipotermi Berikan selimut hangat pada pasien. Observasi suhu pasien setiap 15-30 menit. Minimalkan faktor yang dapat menyebabkan hipotermi seperti mengatur suhu ruangan. Berikan supply KH (susu) sesuai dengan diet pasien Lakukan masase di ekstrimitas bagian bawah dengan lotion atau m.kayu putih Memberikan selimut hangat untuk menutupi seluruh tubuh pasien. Memberikan makanan susu 200 cc / 2jam. Memberikan minyak kayu putih sebagai penghangat di tubuh pasien Mengobservasi suhu tubuh pasien melalui monitor tiap 15-30 Memberikan masase dengan lotion atau m.kayu putih. di ekstrimitas bawah untuk melancarkan aliran darah

Tgl 10-1-2011 jam 21.00 Suhu menjadi 35,50 C,N : 90x/mnt Akral terasa dingin terutama ujung-ujung ekstrimitas atas dan masih dingin pada ekstrimitas bawah. CRT < 3

Primary survey Tanggal : 11 Januari 2011 jam 15.00PengkajianMasalahRencana tindakanTindakanEvaluasi

Tanda-tanda vital :S : 35,20 C, N : 85 x/mnt RR : 30x/mnt, TD : 120/80 mmHg Akral dingin Kulit tampak kering CRT< 3

Hipotermi Berikan selimut hangat pada pasien. Observasi ulang suhu tubuh pasien setiap 15-30 menit. Minimalkan faktor yang dapat menyebabkan hipotermi seperti mengatur suhu ruangan. Berikan supply KH (susu) sesuai dengan diet pasien Memberikan selimut hangat untuk menutupi seluruh tubuh pasien Mengobservasi suhu tubuh pasien melalui monitor tiap 15-30 Memberikan makanan KH ( susu )200 cc / 2jam. Memberikan minyak kayu putih/lotion sebagai penghangat di tubuh pasienTgl 10-1-2011 jam 21.00 Suhu menjadi 35,80 C, n : 90x/mnt Akral terasa hangat terutama ujung-ujung ekstrimitas atas dan masih dingin pada ekstrimitas bawah. CRT < 3

Primary Survei Tanggal 10 Januari 2011 jam 15.00 wibPengkajianMasalahRencana TindakanTindakanEvaluasi

Hasil Lab : Natrium 151 Meg/dl Tidak ada udema di tubuh Intake 4,2 liter larutan 2 A Tidak ada tanda-tanda edema tubuh dan tachycardia.Hipernatremi Lakukan koreksi natrium segera dengan larutan rendah natrium Observasi ketat tanda-tanda kelebihan cairan seperti oedema di tubuh, tachycardia dan suara nafas tambahan akibat odema paru Observasi intake dan output secara ketat tiap jam.Kolaboratif Pemberian Manitol Rencanakan koreksi natrium kembali jika cairan koreksi sudah masuk 24 jam Kolaborasi dalam koreksi Natrium serta menentukan koreksi Natrium tubuh dengan mengganti cairan infuse dengan 2 A, dengan jumlah 4,2 lit cairan 2 A dan cairan aminovel 500 cc/hr via infuse pump 175 cc/jam. Mengobservasi intake dan output setiap jam. Output perjam 120 cc/jam Memberikan larutan manitol 50 cc tiap 6 jam.

Tanggal 10-1-2011 J.21.00 Hasil koreksi natrium 146 meg Terpasang infuse larutan aminovel 500 cc/hr Maintenance cairan 2A sebanyak 2 liter/hari dengan infuse pump 83 cc/jam

PRIMARY SURVEY Tanggal 11 Januari 2011 Wib15.00PengkajianMasalahRencana TindakanTindakanEvaluasi

Hasil Lab : Natrium 151 Meg/dl Tidak ada udema di tubuh Intake 4,2 liter larutan 2 AHipernatremi Lakukan pengecekan lab ( koreksi hasil lab )bila telah dilakukan koreksi natrium. Bila hasil Lab masih tingg iakukan oreksi natrium segera dengan larutan rendah Natrium Observasi ketat tanda-tanda kelebihan cairan seperti oedema di tubuh, TD meningkat. Observasi intake dan output secara ketat tiap jam.Kolaboratif Berikan Manitol 50 cc/6 jam Melakukan pengecekan lab Natrium dengan mengambil sampel darah IV Kolaborasi dalam hasil koreksi Natrium terhadap intake dan out put selanjutnya Mengobservasi intake dan output setiap jam. Output perjam 120 cc/jam Memberikan larutan manitol 50 cc tiap 6 jam.

Tanggal 10-1-2011 Jam 21.00 Hasil koreksi natrium 146 meg Terpasang infuse larutan aminovel 500 cc/hr Pemberian cairan maintenance 2l/hr dengan 2 A. Output urine 130 cc/jam.

CATATAN KEPERAWATANTANGGAL/JAMDIAGNOSAIMPLEMENTASIEVALUASIPARAF

10-1-2011Jam 15.00- jam 21.00

1,2,3 Melakukan suction Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 130/80 mmHG, S: 35,20 C,RR : 30 x/mnt, HR 80 x/mnt, Sat O2 98%, CRT < 3 Melakukan nebulizer dengan NaCl 0,9 % 2cc dan ventolin 1 cc Melakukan koreksi Natrium dengan larutan 2A sebanyak 4,2 liter/24 jam Memonitor intake dan out put. Intake 1500 cc/24 jam dan output urine 1200 cc/24 jam, IWL 21 cc. Memberikan infuse manitol 50 cc/6 jam Menghangatkan tubuh pasien dengan memberikan m.kayu putih dan masase di ekstrimitas bawah.

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 120/80 mmHG, S: 35,50 C,RR : 33 x/mnt, HR 85 x/mnt, Sat O2 98%., CRT < 3

Memberikan makan susu 200 gr dan air putih 50 cc via sonde.

Menghitung urine output 130 cc/2jam

Mengatur posisi tubuh pasien head up 30 0

Mengecek posisi ETT dan mayo tube Melakukan suction Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 130/70 mmHG, S: 35,40 C,RR : 33 x/mnt, HR 85 x/mnt, Sat O2 98%, CRT < 3 Memberikan obat Dexametazon 1 ampul IV, Ceftazidin ( IV). Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 110/70 mmHG, S: 35,10 C,RR : 33 x/mnt, HR 89 x/mnt, Sat O2 99%, CRT < 3 Menghitung urine out put ( 50 cc/ 2 jam )Jalan napas belum patensi.

Hemodinamik stabil.Masalah belum teratasi.

Dewi

CATATAN KEPERAWATANTANGGAL/JAMDIAGNOSAIMPLEMENTASIEVALUASIPARAF

11-1-2011Jam 14.00-21.00

1,2,3 Melakukan suction Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 120/80 mmHG, S: 35,60 C,RR : 32 x/mnt, HR 85 x/mnt, Sat O2 98%, CRT < 3 Melakukan terapi dada 5-10 mnt Melakukan pengambilan sampel darah IV untuk melihat hasil koreksi Natrium Memonitor intake dan out put. Intake 4200 cc/24 jam dan output urine 3800 cc/24 jam, IWL 21 cc. Memberikan infuse manitol 50 cc/6 jam Menghangatkan tubuh pasien dengan memberikan m.kayu putih dan masase di ekstrimitas bawah. Memberikan obat Levoplazol 750 gr /PO, Diet cair 200 cc/2 jam, Dexametazon 1 amp/IV.

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 120/70 mmHG, S: 35,50 C,RR : 28 x/mnt, HR 70 x/mnt, Sat O2 98%, CRT < 3.

Memonitor intake dan out put. Intake 1500 cc/24 jam dan output urine 60 cc/ jam, IWL 21 cc.

Menghangatkan tubuh pasien dengan memberikan m.kayu putih dan masase di ekstrimitas bawah.

Melakukan suction Melakukan nebulizer dengan NaCl 0,9 % 2cc dan ventolin 1 cc

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 110/80 mmHG, S: 35,20 C,RR : 29 x/mnt, HR 70 x/mnt, Sat O2 99% Memberikan infuse manitol 50 cc/6 jam Memberikan makanan susu 200 gr dan air putih 50 cc via sonde Memberikan obat Dexametazon 1 ampul IV, Ceftazidin ( IV). Memberikan m.kayu putih pada tubuh dan masase ekstrimitas bawah. Mengobsercasi CRT ( < 3 det ).

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 130/80 mmHG, S: 35,20 C,RR : 30 x/mnt, HR 80 x/mnt, Sat O2 98%, CRT < 3 Melakukan suction

Jalan napas blm patensi.

Hemodinamik blm stabil. Masalah blm teratasi.

Pembahasan Kasus Tn. Y1. Masalah airway : Indikasi pemasangan ETT dan mayo tube pada penderita cedera kepala dapat memberikan oksigen adekuat dan melapangkan jalan nafas. Jalan nafas nafas yang adekuat harus bersih dari benda asing baik secret atau benda asing lainnya. Data diatas menunjukkan adanya bunyi nafas seperti ronchi di semua lapang paru terutama di afek paru, RR 30 x/mnt, tampak pernafasan dangkal dan cepat serta bunyi secret dari lubang ETT serta terpasang oksigen kanul 3 liter/menit via ETT. Berdasarkan data diatas maka muncul diagnose keperawatan ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran sekunder dari reflek batuk menurun, terpasang alat bantu nafas ETT. Adapun kondisi pasien diatas terjadi akibat kesadaran yang menurun ( GCS E1 M4 VT) post op craniotomy sehingga pernafasan pasien dibantu via ETT. Selain itu juga akibat kesadaran yang menurun tidak terjadi reflek batuk yang adekuat dari klien sehingga terjadi penumpukan secret di jalan nafas dan kemungkinan bisa terjadi sumbatan pada jalan nafas akibat pangkal lidah jatuh ke belakang bila tidak dipasang mayo tube. Adapun tindakan segera yang di berikan antara lain adalah mengecek posisi ETT dan mayo tube apakah dalam kondisi baik atau tidak kemudian dilakukan suction setiap kali terdengan bunyi nafas tambahan seperti ronchi dan lain-lain. Rasional dari tindakan diatas adalah melapangkan jalan nafas sehingga oksigen lancer masuk ke saluran nafas. Sebelum dilakukan suction harus diberikan oksigen maksimal 4-6 liter/menit karena pada saat dilakukan suction biasanya udara akan tersedot melalui pipa suction sehingga akan mengurangi masukan oksigen kedalam tubuh. Pemberian fisioterapi dada juga dilakukan pada dengan tujuan melunturkan / melepaskan secret yang melekat di jalan nafas. Tindakan ini dilakukan dengan hati-hati bila kondisi TTIK masih dicurigai terdapat pada pasien akibat perdarahan cerebral masih berlangsung maka dilarang melakukan tindakan ini pada pasien post op craniotomy. Pemberian pengaturan posisi head up 300 membantu melapangkan ekspansi dada klien dan melancarkan aliran balik vena. Pada kasus juga dilakukan tindakan kolaboratif yaitu pemberian ventolin saat akan dilakukan nebulizer dan pemeriksaan AGD. Rasional pemberian ventolin adalah mengencerkan secret sehingga bisa dilakukan suction dengan mudah serta pemeriksaan AGD untuk menilai keadekuatan Oksigen dan Carbondioksida meliputi saturasi oksigen, PCO2,PO2 dan TCO2. Keseimbangan asam basa juga dapat dilihat dari hasil AGD sehingga dapat diberikan tindakan yang cepat. Ketidak seimbangan asam basa akan berakibat buruk pada metabolism sel-sel otak setelah operasi craniotomy. Salah satunya adalah menghindari terjadinya kerusakan sel otak akibat suasana yang asam dan penumpukan asam laktat di otak. Hal ini akan berpengaruh buruk pada perfusi jaringan otak.Secara fisiologis mekanisme tubuh terhadap adanya sumbatan jalan nafas antara lain dengan menaikkan frekwensi nafas sehingga terlihat cepat dan dangkal sebanyak 30 x/mnt. Bila terjadi dalam waktu yang lama maka akan terjadi proses patologis pada pasien : over working of breathing. Terjadi kelelahan pada otot-otot pernafasan pasien, dinding dada dan difragma. Bila terjadi sumbatan jalan nafas berlangsung dalam waktu 3 -5 maka akan terjadi kematian sel-sel jaringan otak dan penurunan fungsi organ vital lainnya seperti jantung, paru dan lainnya akibat kekurangan oksigen.Breathing diawali dengan jalan nafas yang baik. Proses pernafasan yang baik harus dipenuhi oleh pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Fungsi ventilasi ditentukan oleh paru, dinding dada dan diafragma, oleh sebab itu masing-masing komponen harus dievaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi. Breathing cepat dan dangkal (30 x/mnt), terdapat pernafasan diafragma dan tampak adanya bunyi ronchi saat ekspirasi.Menurut evidanc base oral health , ventilator associated Pneumonia and intra cranial pressure yang terlampir bahwa perlu sekali oral care pada pasien dengan intubasi karena meminimalkan masuknya flora yang menjadi patogen (enterobacter 43%, klebsiella pneumonia 36 % termasuk bacteria gram negative, sedangkan bakteri gram positif yaitu stafilokokus aureus) ke jalan nafas setelah 48 jam pemasangan intubasi. Bila tidak dilakukan oral care 2-3 kali sehari memberikan kontribusi/faktor pendukung yang buruk seperti terjadinya pneumonia pada pasien post intubasi. Dalam penelitian juga dikatakan oral care tidak berpengaruh merugikan terhadap adanya peningkatan intra cranial pada pasien dengan terpasang intubasi. Pada pasien dengan penurunan kesadaran atau yang terpasang ventilator sebaiknya dilakukan oral care dengan teratur selama 5-10 menit dan sangat hati-hati karena percikan cairan penggosok gigi dapat masuk ke dalam ETT dan juga hati-hati dengan kondisi mukosa mulut yang kering. Gunakan sikat gigi bayi dan pasta gigi yang tidak banyak mengandung mentol (mukosa mulut menjadi bertambah kering).Oral care harus dievaluasi setiap 72 jam setelah pemasangan intubasi didasarkan pada 8 item penilaian yaitu voice, swallow, lips, tongue, saliva, mucous membranes, gingiva, and teeth.Kombinasi antara kurangnya oral care dengan kebersihan peralatan alat bantu jalan nafas dapat meningkatkan resiko pneumonia pada pasien dengan pemakaian ventilator atau peningkatan TTIK.2. HipotermiPada kasus ini dengan suhu 35 0C terdapat kondisi hipotermi ringan yaitu suhu tubuh diantara 32- 35 0 C. Kemungkinan penyebab hipotermi pada kasus ini setelah post op craniotomy akibat adanya kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus bagian posterior (termoregulasi) dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Sebagai contoh Vasokontriksi terjadi karena rangsangan pada pusat simpatis hipotalamus posterior terangsang mengakibatkan penurunan suhu tubuh. Gangguan suhu pada termoregulasi dapat berupa hipertermi atau hipotermi. Faktor lain yang mendukung adalah pasien termasuk ke dalam cedera otak berat dimana ada perubahan yang cukup signifikan dalam komposisi cerebral pasien. Suhu yang rendah dapat mengakibatkan metabolism sel-sel otak terganggu. Mitokondria tidak bekerja maksimal dibawah suhu tubuh normal (36,8). Kompensasi tubuh terhadap kondisi diatas adalah terjadi metabolism an aerob sehingga hasil akhir banyak tertumpuk asam laktat. Asam laktat menyebabkan terjadinya asidosis metabolic yang menghambat kondisi perbaikan perfusi jaringan otak yang masih baik. Kondisi hipotermi juga mengakibatkan aliran perfusi jaringan otak menjadi lambat sehingga bisa terjadi thrombus dan mempercepat terjadinya atropi jaringan otak.Penurunan kesadaran juga mengakibatkan penurunan rangsang laju metabolism tubuh, mengakibatkan gesekan antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal berkurang. Posisi tirah baring yang lama bisa menurunkan suhu tubuh pasien begitu pula sebaliknya latihan (aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 40,0 C.Kemungkinan lain penyebab hipotermi adalah kerusakan pada syaraf simpatis dimana rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hampir seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme. Postur tubuh yang kurus juga memberikan kontribusi penurunan suhu tubuh Dengan BB sekarang 50 kg dan TB 165 memiliki BB ideal 58.5 kg sehingga terdapat kekurangan 8.5 kg. Hal ini akan memberikan gambaran komposisi otot dan lemak yang kurang berfungsi sebagai autoregulasi tubuh.Diagnosa yang ditegakkan terhadap fenomena kasus diatas adalah hipotermi berhubungan dengan kerusakan organ cerebral (hipotalamus) sekunder dari perubahan fungsi termoregulasi. Kemungkinan penyebab hipotermi adalah adanya kerusakan dari otak terutama pusat termoregulasi di hipotalamus. Adapun intervensi yang diberikan antara lain dengan memberikan selimut pada tubuh, mengatur suhu ruangan ber-ac dengan baik serta meningkatkan metabolisme tubuh dengan memberikan intake makanan secara adekuat sesuai dengan kemampuan metabolism tubuh pasien pasca craniotomy. Dengan mengkonsumsi makanan seperti susu akan memberikan panas/kalori tubuh pada pasien.

3. HipernatremiaKondisi hipernatremia di tunjukkan oleh data Na 151 Meg/l. juga memperlihatkan adanya peningkatan tekanan darah yang fluktuatif setiap waktu masih dalam batas normal. Hal ini bisa disebabkan oleh pemberian cairan yang dibatasi hanya maintenance dimana intake cairan infuse sehari adalah sebanyak 1500cc/24 jam dengan pemberian RL dan NaCl 0,9 % secara bergantian. Akibat pembatasan cairan yang mengandung NaCl maka akan meningkatkan konsentrasi Natrium plasma dalam darah. Bila terjadi kenaikan natrium tubuh akan menjadi berbahaya bila pasien dalam kondisi kesadaran menurun karena dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi paru dan ginjal yaitu terjadi edema pulmonal dan paling berbahaya adalah central pontine Myelinolisis dengan gejala Dysathria/disphagia, penurunan status mental yang buruk Quadriparesis, Hipotensi dan yang fatal adalah berakibat kerusakan sel syaraf yang berat. Gejala terjadi setelah 1-3 hari pemberian natrium yang cepat. Gejala bersifat irreversible. Selain itu sifat dari Natrium menahan cairan di tubulus ginjal. Bila banyak tertahan cairan di tubuh akan menurunkan tekanan hidrostatik dan meningkatkan tekanan osmotic koloid yang lebih tinggi dalam cairan Sub dural Hematum (SDH) sebagai akibat darah yang lisis, juga akan menarik cairan kedalam SDH. Kondisi tubuh dimana berlebihan cairan akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah terutama di otak. Semakin banyak cairan didalam komponen jaringan otak akan menimbulkan peningkatan tekanan intracranial ulang atau akan mengakibatkan terjadinya atropi jaringan otak yang cepat. Manifestasi klinis yang sangat mungkin timbul antara lain adalah sakit kepala yang hebat. Adapun gejala lain yang timbul antara lain adalah penurunan kesadaran, pupil an isokor, deficit neurologis, terutama gangguan motorik.Pada penderita diatas salah satu tindakan kolaboratif yang diberikan adalah pemberian manitol sebanyak 50 cc dalam 4 kali pemberian (Dosis manitol 0,25-0,5 gr/kg BB atau 1 gr/kg BB). Pemberian dalam waktu 10-20 menit dan dapat diulang sesuai dengan respon. Biasanya pemberian dilakukan setiap 6 jam. Efek terbesar dalam pemberian manitol adalah menurunkan intra cranial pressure akibat edema otak. Selain itu juga manitol berfungsi untuk mengurangi kelebihan cairan tubuh.Tindakan selanjutnya yang paling penting pada adalah koreksi natrium secepatnya. Cairan yang diberikan rendah Natrium dan Desmopressin. Cara perhitungan koreksi Na tersebut adalah : Jumlah Natrium yang ada di pasien dikurangi jumlah Natrium yang ada di larutan pengganti (mis: 2A dibagi ( 0,6 x 50) + 1. Adapun kebutuhan maksimal Natrium tubuh adalah 10 meq. Bila di hiting Koreksi natrium pada didapatkan sebagai berikut : 151 77 = 10 = 4,2 l/hr dengan larutan 2 A ( 0,6 x 50 ) +1 2,38Larutan 2 A diberikan dengan cara infuse pump sebanyak 175 cc/jam sehingga dapat di control. Setelah pemberian cairan 2A koreksi selesai maka segera dilakukan pemeriksaan lab terhadap kadar Natrium tubuh. Tindakan lain yang diberikan adalah pengawasan terhadap tanda-tanda klinis kelebihan natrium seperti peningkatan TD, edema terutama di otak jangan sampai TTIK berulang. Bila terjadi kelebihan natrium pada pasien post craniotomy maka akan terjadi Central Pontine Myelinolisis dengan gejala Dysathria/disphagia, penurunan status mental yang buruk Quadriparesis, Hipotensi dan yang fatal adalah berakibat kerusakan sel syaraf yang berat. Gejala terjadi setelah 1-3 hari pemberian natrium yang cepat. Gejala bersifat irreversible. Terapi yang mungkin segera dilakukan adalah memberikan cairan rendah natrium dengan hypotonic fluid dan desmopressin.

EVIDANCE BASE PRACTICE : Oral Health, Ventilator Associated Pneumonia And Intracranial Pressure in Intubated Patients in a Intensive Care UnitMeskipun kesehatan mulut memberikan efek sistemik bagi kesehatan, namun studi tentang kesehatan mulut selama intubasi pada pasien kritis gangguan syaraf masih kurang. Bagaimanapun juga efek perawatan mulut pasien dengan tekanan intara cranial meningkat di unit intensif care belum diketahui. Menurut evidance base oral health , ventilator associated Pneumonia and intra cranial pressure yang terlampir bahwa perlu sekali oral care pada pasien dengan intubasi karena meminimalkan masuknya flora yang menjadi pathogen (enterobacter 43%, klebsiella pneumonia 36 % termasuk bacteria gram negative, sedangkan bakteri gram positif yaitu stafilokokus aureus) ke jalan nafas setelah 48 jam pemasangan intubasi. Bila tidak dilakukan oral care 2-3 kali sehari memberikan kontribusi/faktor pendukung yang buruk seperti terjadinya pneumonia pada pasien post intubasi. Dalam penelitian juga dikatakan oral care tidak berpengaruh merugikan terhadap adanya peningkatan intra cranial pada pasien dengan terpasang intubasi. Pada pasien dengan penurunan kesadaran atau yang terpasang ventilator sebaiknya dilakukan oral care dengan teratur selama 5-10 menit dan sangat hati-hati karena percikan cairan penggosok gigi dapat masuk ke dalam ETT dan juga hati-hati dengan kondisi mukosa mulut yang kering. Gunakan sikat gigi bayi dan pasta gigi yang tidak banyak mengandung mentol (mukosa mulut menjadi bertambah kering).Oral care harus dievaluasi setiap 72 jam setelah pemasangan intubasi didasarkan pada 8 item penilaian yaitu voice, swallow, lips, tongue, saliva, mucous membranes, gingiva, and teeth. Kombinasi antara kurangnya oral care dengan kebersihan peralatan alat bantu jalan nafas dapat meningkatkan resiko pneumonia pada pasien dengan pemakaian ventilator atau peningkatan TTIK.Dari hasil penelitian : kesehatan mulut, pengkajian mulut oleh peneliti menghasilkan data significant selama 48 jam post intubasi . Flora normal di orofaringeal berkembang menjadi pathogen bakteri setelah 48 jam. Selama intubasi kehadiran bakteri gram negative mengalami peningkatan. Insiden pemakaian associated ventilator pneumonia adalah 24 % diantara pasien dengan masa pemakaian 4 10 hari. Selama perawatan mulut pada peningkatan tekanan intra cranial tidak ada peningkatan. Diantara kasus dengan peningkatan intra cranial pressure lebih dari 20 mmHg sebelum oral care maka setelah dilakukan oral care peningkatan tekanan intra cranial mengalami penurunan selama dan setelah 30 menit prosedur dilakukan.Seorang perawat harus memonitor respon pasien dengan peningkatan intra cranial terhadap perawatan aktivitas dan modifikasi aktivitas yang dibutuhkan pasien. Selama penelitian, perawat tidak disediakan data pasien yang memiliki tekanan intra cranial lebih dari 20 mmHg sebab mereka konsentrasi pada efek stimulasi yang diberikan dalam perawatan mulut. Karena itu data tentang respon Intra Cranial Pressure terkait dengan perawatan mulut, jika ada, data tersebut tidak valid.. Hal ini juga disebabkan kurangnya data evidence base standar pada perawatan oral care dengan intubasiDapat disimpulkan intubasi dapat memberikan kontribusi buruk pada kesehatan mulut diantara pasien yang di rawat pada intensif care unit syaraf. Hati-hati terhadap awal pemasangan (intubasi) sampai dengan pelepasan (ekstubasi). Pasien dengan pemasangan intubasi harus dilakukan perawatan oral care. Pelaksanaan perawatan mulut tidak menunjukkan efek merugikan pada peningkatan tekanan intra cranial. Perawatan oral care harus digali lebih lanjut untuk meningkatkan kesehatan mulut dan sistemik yang baik pada pasien di unit intensif care syaraf dan terkait pengaruhnya pada pasien dengan ventilator.

KAJIAN TEORITIS : TRAUMA KEPALACedera kepala bertanggung-jawab atas separuh kematian karena cedera. Merupakan komponen yang paling sering pada cedera multipel. Ditemukan pada 75 % korban tewas karena kecelakaan lalu-lintas. Untuk setiap kematian, terdapat dua kasus dengan cacad tetap, biasanya sekunder terhadap cedera kepala. Penyebab kecacatan atau kematian yang dapat dicegah antara lain adalah keterlambataan resusitasi atas hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi, keterlambatan tindakan definitif terutama terhadap hematoma intrakranial yang berkembang cepat, serta kegagalan mencegah infeksi.Anatomi, fisiologi dan patofisiologiKranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen : otak, cairan serebro-spinal dan darah yang masing-masing tidak dapat diperas. Kranium hanya mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum. Ia juga memiliki tentorium kaku yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum. Otak tengah terletak pada hiatus dari tentorium. Fenomena otoregolasi cenderung mempertahankan aliran darah otak (ADO) stabil bila tekanan darah rata-rata 50-160 mmHg (untuk pasien normotensif, dan bergeser kekanan pada pasien hipertensif dan sebaliknya). Dibawah 50 mmHg ADO berkurang bertahap, dan diatas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh otak dengan akibat peninggian tekanan intrakranial. Otoregulasi dapat terganggu pada cedera otak dengan akibat ADO tergantung secara linear terhadap tekanan darah. Oleh karena hal-hal tersebut, sangat penting untuk mencegah syok atau hipertensi (perhatikan tekanan darah pasien sebelum cedera).Volume total intrakranial harus tetap konstan (Doktrin Monro-Kellie : K = V otak + V css + V darah + V massa). Kompensasi atas terbentuknya lessi intrakranial adalah digesernya css dan darah vena hingga batas kompensasi, untuk selanjutnya tekanan intrakranial akan naik secara tajam. Pada lesi yang membesar cepat seperti hematoma, perjalanan klinik dapat diprediksi. Bila fase kompensasi terlewati, tekanan intrakranial meningkat. Pasien nyeri kepala yang memburuk oleh hal yang meninggikan TIK seperti batuk, membungkuk dan terlentang, kemudian mulai mengantuk. Kompresi atau pergeseran batang otak berakibat peninggian tekanan darah, sedang denyut nadi dan respirasi menjadi lambat. Pupil sisi massa berdilatasi, bisa dengan hemiparesisi sisikontralateral massa. Selanjutnya pasien jadi tidak responsif, pupil tidak bereaksi dan berdilatasi, serta refleks batang otak hilang. Akhirnya fungsi batang otak berhenti, tekanan darah merosot, nadi lambat, respirasi lambat dan tidak teratur untuk akhirnya berhenti. Penyebab akhir kegagalan otak adalah iskemia. Peninggian TIK mempengaruhi ADO akibat kompresi arterial, regangan atau robekan arteria dan vena batang otak serta gangguan perfusi. ADO konstan 50 ml/100 gr/menit pada otoregulasi normal. Jadi ADO dipengaruhi oleh tekanan darah arterial, tekanan intrakranial, otoregulasi, stimulasi metabolik serta distorsi atau kompresi pembuluh darah oleh massa atau herniasi. Pada kenyataannya, banyak akibat klinis dari peninggian TIK adalah akibat pergeseran otak dibanding tingkat TIK sendiri. Edema otak yang terjadi oleh sebab apapun akan meninggikan TIK yang berakibat gangguan ADO yang berakibat memperberat edema sehingga merupakan lingkaran setan. TIK lebih dari 15 mm Hg harus ditindak. Trias klasik nyeri kepala, edema papil dan muntah ditemukan pada duapertiga pasien. Sisanya hanya dua gejala. Tidak satupun khas untuk peninggian TIK, kecuali edema papil, namun memerlukan waktu yang lama untuk timbulnya. Simptom lebih banyak tergantung penyebab dari pada tingkat tekanan. Tidak ada korelasi konsisten antara tingkat tekanan dengan beratnya gejala. Penurunan kesadaran adalah ciri cedera otak. Dua jenis cedera otak yaitu cedera korteks bilateral serta cedera pada sistem pengaktif retikuler batang otak disamping peninggian TIK dan penurunan ADO dapat menurunkan tingkat kesadaran.

KLASIFIKASIDidasarkan pada Glasgow Coma Scale (GCS)(1). Cedera kepala ringan (bila GCS 14-15)(2). Cedera kepala sedang (bila GCS 9-13)(3). Cedera kepala berat (bila GCS 3-8)

BERDASAR MEKANISMECedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrating. Sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak terdepres dapat dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya cedera tulang. Istilah cedera kepala tertutup biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrating lebih sering dikaitkan dengan luka tembak dan luka tusuk. BERDASAR BERATNYAJennett dan Teasdale menentukan koma sebagai ketidakmampuan untuk menuruti perintah, mengucapkan kata-kata dan membuka mata. Pada pasien yang tidak mempunyai ketiga aspek pada definisi tersebut tidak dianggap sebagai koma. 90% pasien dengan skor total delapan atau kurang, dan tidak untuk yang mempunyai skor 9 atau lebih, dijumpai dalam keadaan koma sesuai dengan definisi tsb. Untuk kegunaan praktis, skor total GCS 8 atau kurang didefinisi sebagai pasien koma. Skor 9 hingga 13 dikelompokkan sebagai cedera kepala sedang, dan skor GCS 14 hingga 15 sebagai ringan. BERDASAR MORFOLOGIWalau pasien tertentu yang mengalami perburukan secara cepat mungkin dioperasi tanpa CT scan, kebanyakan pasien cedera berat sangat diuntungkan oleh CT scan sebelum dioperasi. Karenanya tindak lanjut CT scan berulang sangat penting karena gambaran morfologis pada pasien cedera kepala sering mengalami evolusi yang nyata dalam beberapa jam pertama, bahkan beberapa minggu setelah cedera. Fraktura TengkorakMungkin tampak pada kalvaria atau basis, mungkin linear atau stelata, mungkin terdepres atau tidak terdepres. Fraktura tengkorak basal sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT. Adanya tanda klinis membantu identifikasinya. Fraktura terdepres lebih dari ketebalan tengkorak memerlukan operasi elevasi. Fraktura tengkorak terbuka atau compound berakibat hubungan langsung antara laserasi kulit kepala dan permukaan serebral karena duranya robek, dan fraktura ini memerlukan operasi perbaikan segera.Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien sadar dan 20 kali pada pasien tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat.Lesi IntrakranialKedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Cedera otak difusa, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalamLesi FokalHematoma Epidural. Klot terletak diluar dura. Paling sering diregio temporal atau temporal-parietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena/sinus pada sepertiga kasus, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior. Tidak terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), namun harus selalu diingat dan ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera otak disekitarnya biasanya masih terbatas. Outcome langsung bergantung pada status pasien sebelum operasi. Mortalitas dari hematoma epidural sekitar 0% pada pasien tidak koma, 9% pada pasien obtundan, dan 20% pada pasien koma dalam.Hematoma Subdural. Lebih sering dari hematoma epidural, pada 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining, laserasi permukaan atau substansi otak. Kerusakan otak yang mendasari jauh lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas 60%, diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera. Kontusi dan hematoma intraserebral. Kontusi serebral cukup sering, hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural. Majoritas dilobus frontal dan temporal, walau dapat pada setiap tempat. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Lesi jenis salt and pepper klasik pada CT jelas kontusi, dan hematoma yang besar jelas bukan. Terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari. Ingat, kontusi bukan diagnosis klinis.Cedera difusaCedera otak difusa membentuk kerusakan otak berat progresif yang berkelanjutan, disebabkan cedera akselerasi-deselerasi otak, adalah jenis cedera kepala yang paling sering.Konkusi Ringan. Konkusi (cerebral concussion) ringan : kesadaran tidak terganggu, terdapat suatu tingkat disfungsi neurologis temporer. Sering terjadi dan karena ringan, sering tidak dibawa kepusat medik. Bentuk paling ringan, berakibat konfusi dan disorientasi tanpa amnesia. Pulih sempurna tanpa disertai sekuele major. Yang sedikit lebih berat menyebabkan konfusi dengan amnesia retrograd maupun post traumatika. Konkusi Serebral Klasik. Konkusi serebral klasik : hilangnya kesadaran. Selalu disertai amnesia retrograd dan post traumatika, dan lamanya amnesia post traumatika adalah pengukur atas beratnya cedera. Hilangnya kesadaran sementara, sadar sempurna dalam enam jam, walau biasanya sangat awal. Tidak mempunyai sekuele kecuali amnesia atas kejadian terkait cedera, namun beberapa mempunyai defisit neurologis yang berjalan lama, walau kadang-kadang sangat ringan. Cedera Aksonal Difusa (CAD). CAD (Diffuse Axonal Injury, DAI) : koma pasca trauma yang lama (lebih dari enam jam), tidak dikarenakan lesi massa atau kerusakan iskhemik. Dibagi menjadi kategori ringan, sedang dan berat. CAD ringan jarang, koma berakhir pada 6 hingga 24 jam, dan pasien mulai dapat ikut perintah setelah 24 jam. CAD sedang, koma yang berakhir lebih dari 24 jam tanpa tanda-tanda batang otak. Bentuk CAD paling sering dan merupakan 45% dari semua pasien dengan CAD. CAD berat biasanya terjadi pada kecelakaan kendaraan dan paling mematikan. 36% dari semua pasien dengan CAD. Koma dalam dan menetap untuk waktu yang lama. Sering menunjukkan tanda dekortikasi atau deserebrasi dan cacad berat menetap bila penderita tidak mati, disfungsi otonom seperti hipertensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan sebelumnya tampak mempunyai cedera batang otak primer. CAD umumnya lebih banyak berdasarkan pada fisiologi atas gambaran klinik yang terjadi.PEMERIKSAAN GCSDilakukan dengan memeriksa respon dari 3 area : membuka mata, respon verbal dan respon motorik. Skor terendah 3 dan tertinggi 15. Respon motorik dinilai yang terbaik dari kedua sisi.Respon membuka mata (eye)(4). Spontan dengan adanya kedipan(3). Dengan suara(2). Dengan nyeri(1). Tidak ada reaksi

Respon bicara (verbal)(5). Orientasi baik(4). Disorientasi (mengacau/bingung)(3). Keluar kata-kata yang tidak teratur(2). Suara yang tidak berbentuk kata(1). Tidak ada suaraRespon bicara (verbal) untuk anak-anak(5). Kata-kata bermakna, senyum, mengikuti objek(4). Menangis, tapi bisa diredakan(3). Teriritasi secara menetap(2). Gelisah, teragitasi(1). Diam sajaRespon motorik (motor)(6). Mengikuti perintah(5). Melokalisir nyeri(4). Menarik ekstremitas yang dirangsang(3). Fleksi abnormal (dekortikasi)(2). Ekstensi abnormal (decerebrasi)(1). Tidak ada gerakanNilai GCS = (E+V+M) = 15 (terbaik) dan 3 (terburuk)PENILAIAN CEDERA KEPALA BERAT1. Oksigen dan Tekanan darahHipoksemia (saturasi Oksigen Hb arterial < 90%) atau hipotensi (tekanan darah sistolik 90. Tekanan darah sistolik dipertahankan diatas 90 mm Hg pada dewasa dan usia 12-16; 80 mm Hg bagi usia 5-12; 75 mm Hg bagi usia 1-5; dan 65 mm Hg untuk bayi kurang dari 1 tahun.Karena status neurologis bisa berubah, nilai pasien secara lengkap setiap 5 menit dan tindak atau ubah tindakan bila perlu.2. SedasiSedasi dan blok neuromuskuler dapat berguna untuk mengoptimalkan transport, namun masing-masing mempengaruhi pemeriksaan neurologis. Jenis sedatif terserah masing-masing dokter. Blok neuromuskuler digunakan bila sedasi saja tidak adekuat. Gunakan aksi pendek.Hipertensi intrakranial berpotensi memperburuk outcome, sayang semua jenis tindakan terhadap hipertensi intrakranial bukan saja bisa berkomplikasi serius, namun beberapa berpengaruh langsung terhadap resusitasi, seperti misalnya diuretika.3. ManitolEfektif mengontrol peninggian tekanan intrakranial pada cedera kepala berat dengan dosis 0,25-1 g/kg BB. Indikasi adalah herniasi transtentorial dan perburukan neurologis yang bukan disebabkan kelainan ekstrakranial. Cegah hipovolemik dengan penggantian cairan. Osmolalitas serum harus dibawah 320 mOsm/l agar tidak terjadi gagal ginjal. Euvolemia dipertahankan dengan penggantian cairan adekuat. Kateter foley sangat penting. Bolus intermitten lebih efektif dibanding infus kontinu. Mannitol penting pada pasien cedera kepala, terutama fase akut bila diduga atau nyata ada peninggian tekanan intrakranial.4. BarbituratDosis tinggi dipertimbangkan bagi pasien cedera kepala berat dengan hipertensi intrakranial dan hemodinamik stabil, yang refrakter terhadap tindakan medis atau bedah untuk menurunkan tekanan intrakranial. Namun risiko dan komplikasi membatasi penggunaannya bagi keadaan yang ekstrim dan dilakukan dengan memonitor hemodinamik secara ketat untuk mencegah atau menindak ketidakstabilan hemodinamik. Pentobarbital diberikan dengan dosis awal (loading) 10 mg/kg dalam 30 menit atau 5 mg/kg setiap jam untuk 3 pemberian, diikuti dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam. Tidak diberikan untuk profilaksi. Bila dilakukan koma barbiturat, awasi saturasi oksigen arteriovenosa karena beberapa pasien bisa mengalami hipoksia otak.5. Anti KejangGCS < 10, Kontusi (memar) kortikal, lihat dari CT, Fraktur tengkorak terdepres, Hematoma subdural, Hematoma epidural, Hematoma intraserebral, Cedera tembus tengkorak, Kejang dalam 24 jam sejak cedera. Alasan pemberian anti kejang adalah bahwa bahwa insidens kejang pasca trauma relatif tinggi hingga pemberian anti kejang akan memberikan manfaat karena kejang akan meninggikan tekanan intrakranial, perubahan tekanan darah, perubahan pengangkutan oksigen, dan meningkatkan pelepasan neurotransmiter. Kejang juga berakibat cedera aksidental, efek psikologis serta hilangnya kemampuan kontrol. Dipercaya bahwa pencegahan kejang dini mencegah epilepsi kronik karena terbukti kejang pertama membentuk fokus kejang permanen. Namun anti kejang juga mempunyai berbagai efek samping hingga hanya diberikan pada keadaan tsb. dan diberikan tidak lebih dari satu minggu. Berikan Fenitoin atau carbamazepin seperta pra rumah sakit.INDIKASI OPERASILesi massa harus dioperasi bila pergeseran garis tengah 5 mm atau lebih. Setiap pergeseran dapat dilihat pada CT scan, angiografi, atau ventrikulografi. Semua hematoma epidural, subdural, atau intraserebral yang mempunyai pergeseran garis tengah 5 mm atau lebih harus dievakuasi secara operatif. Hematoma kecil dengan pergeseran ringan tanpa kelainan neurologi, lakukan pendekatan konservatif, namun bisa terjadi perburukan, dan pengamatan yang ketat sangat diperlukan. Bila terjadi perburukan, CT ulang harus dilakukan segera.Semua lesi massa dengan pergeseran 5 mm atau lebih harus dioperasi, kecuali pasien dalam mati otak. Dasar pemikiran ini adalah terbukti bahwa beberapa pasien dengan pupil yang non reaktif bilateral, gangguan respons okulosefalik, dan postur deserebrasi sekalipun dapat mengalami perbaikan. Pasien kontusi dengan sisterna basal terkompres memerlukan operasi segera. Hematoma lobus temporal besar ( lebih dari 30 cc) mengharuskan operasi dini.Bila CT scan tidak dapat dilakukan segera, keputusan operasi berdasarkan ventrikulografi dan pengamatan TIK. Dari angiogram, temuan berikut ini indikasi operasi : 1. Massa intra atau ekstra aksial menyebabkan pergeseran pembuluh serebral anterior menyeberang garis tengah sejauh 5 mm atau lebih.2. Massa ekstra aksial lebih dari 5 mm terhadap tabula interna, berhubungan dengan pergeseran arteri serebral anterior atau media berapapun jauhnya.3. Massa ekstra aksial bilateral lebih dari 5 mm terhadap tabula interna. Kecuali untuk pasien dengan atrofi otak yang jelas, setiap massa intrakranial akan menyebabkan peninggian TIK. Massa lobus temporal menyebabkan pengangkatan arteria serebral media atau pergeseran garis tengah. Pasien ini berada dalam posisi paling berbahaya, karena pembengkakan ringan dapat menyebabkan herniasi tentorial dengan sangat cepat.4. Indikasi operasi emergensi lain adalah bila terjadi interval lucid serta bila terjadi herniasi unkal (pupil / motorik tidak ekual) bila CT tidak tersedia, fraktura terdepres terbuka, dan fraktura terdepres tertutup yang lebih dari 1 tabula atau lebih dari satu sentimeter kedalamannya. Operasi juga dipertimbangkan bila pergeseran garis tengah serta massa ekstra aksial yang kurang dari 5 mm namun mengalami perburukan atau sisterna basal terkompres. Operasi tidak dilakukan bila telah terjadi mati batang otak.JALUR KRITIS DALAM MENGATASI HIPERTENSI INTRAKRANIALAlgoritma dibuat dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko. Beberapa tindakan dilakukan bersamaan segera. Termasuk mengontrol suhu tubuh, pencegahan kejang, peninggian kepala tempat tidur, pencegahan obstruksi vena juguler, sedasi dengan atau tanpa paralisis, mempertahankan oksigenasi arterial yang adekuat, serta resusitasi volume lengkap hingga tekanan perfusi serebral 70 mm Hg atau lebih. Bila kateter ventrikuler digunakan, drainase cairan serebrospinal harus merupakan tindakan pertama menurunkan tekanan intrakranial. Ventilasi dilakukan dengan PaCO2 pada batas bawah eukapnia (35 mm Hg). Bila gagal, pikirkan tindakan lain. Bila drain cairan serebrospinal tidak tersedia, tingkat ventilasi ditingkatkan hingga PaCO2 30-35 mm Hg, 0-5 mm Hg dibawah ambang bawah eukapnia. Bila ada, lakukan monitor aliran darah serebral dan saturasi vena juguler bila hiperventilasi ditingkatkan. Bila hipokapnia ringan tidak efektif, berikan mannitol dengan batas osmolalitas serum 320 mOsm/l. Volume diamati ketat dan dipertahankan euvolemia atau hipervolemia ringan dengan penggantian cairan. Selama tindakan tetap waspada akan kemungkinan terjadinya massa yang perlu tindakan bedah. Bila tindakan tesebut gagal, pikirkan pilihan sekunder yang terbukti efektif namun dengan komplikasi nyata seperti barbiturat, atau yang efektif namun belum terbukti memperbaiki outcome seperti hiperventilasi hingga PaCO2 dibawah 30 mm Hg serta terapi hipertensif.Referensi :Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC; 1996.Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.http://www.ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_cedera_kepala.html, diakses 11 januari 2011.Chesnut, RM. : Evaluation and Management of Severe Closed Head Injury. In : George T. Tindall, ed. The Practice of Neurosurgery. Baltimore : Williams and Wilkins, 1996. 1401-1424.

Guidelines for Prehospital Management of Traumatic Brain Injury. Brain Trauma Fondation, New York. 2000, Brain Trauma Fondation.

American Association of Neurological Surgeons, Joint Section on Neurotrauma and Critical Care. 2000, Brain Trauma Fondation.