ASKEP TRAKSI

40
KATA PENGANTAR Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya dalam mata kuliah Sistem Muskuloskeletal.. Makalah ini berisikan tentang Asuhan Keperawatan Pasien Traksi dan Gips. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan penjelasan kepada kita semua tentang informasi di atas. Dalam penyusunan makalah ini tim penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak tidak lupa pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Ibu Ns. Yenny Lukita, S.kep selaku dosen pembimbing 2. Bapak Hartono M.Kep Selaku Koordinator mata kuliah Sistem Muskuloskeletal. 3. Rekan-rekan mahasiswa STIK Muhammadiyah Pontianak yang telah membantu dan atas kerjasamanya. 4. Seluruh pihak yang memberikan dukungan dan bantuan. Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.Amin. 1 | Page

Transcript of ASKEP TRAKSI

Page 1: ASKEP TRAKSI

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya

dalam mata kuliah Sistem Muskuloskeletal..

Makalah ini berisikan tentang Asuhan Keperawatan Pasien Traksi dan Gips. Diharapkan

Makalah ini dapat memberikan penjelasan kepada kita semua tentang informasi di atas.

Dalam penyusunan makalah ini tim penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak tidak

lupa pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Ibu Ns. Yenny Lukita, S.kep selaku dosen pembimbing

2. Bapak Hartono M.Kep Selaku Koordinator mata kuliah Sistem Muskuloskeletal.

3. Rekan-rekan mahasiswa STIK Muhammadiyah Pontianak yang telah membantu dan atas

kerjasamanya.

4. Seluruh pihak yang memberikan dukungan dan bantuan.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran

dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan Makalah

ini.

Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam

penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala

usaha kita.Amin.

Pontianak ,4 April 2014

Tim Penyusun

1 | P a g e

Page 2: ASKEP TRAKSI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN 3

A. Latar Belakang 3

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan Penulisan 3

D. Manfaat Penulisan 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian 5

B. Jenis – Jenis Traksi 5 

C. Komplikasi 8 

D. Klasifikasi 8

E. Patofisiologi dan Patogenesis 10

F. Pathway 11

G. Manifestasi Klinis 11

H. Pemeriksaan diagnostik 14

I. Penatalaksanaan 15

J. Komplikasi 18

K. Prognosis 18

L. Asuhan Keperawatan 19 

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 22

B. Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

2 | P a g e

Page 3: ASKEP TRAKSI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa tulang, misalnya femur mempunyai kekutan otot yang kuat sehingga

reposisi tidak dapat dilakukan sekaligus. Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian

tubuh digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, menyejajarkan

mengibolisasikan fraktur, mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara

kedua permukaan patahan tulang. Traksi doperlukan untuk reposisi dan imobilisasi pada

tulang panjang.

Traksi digunakan untuk menahan kerangka pada posisi sebenarnya,

penyembuhan, mengurangi nyeri, mengurangi kelainan bentuk atau perubahan bentuk.

Penanganan nyeri dan penegaan komplikasi adalah dua kunci tugas perawat dalam

perawatan traksi. Komplikasi yang terjadi berhubungan dengan penggunaan traksi dan

pematasan gerak, jika klien obesitas cachetic, tua, anak muda, diabetes, dan perokok.

Kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan

garis tarikan yang diinginkan. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar-X,

dan mungkin diperlukan penyesuaian. Indikasi traksi adalah pasien fraktur an atau

dislokasi. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti

untuk memperoleh gaya tarik yang diinginkan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang kami ambil dalam

makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa defenisi dari traksi ?

2. Apa saja jenis-jenis traksi ?

3. Apa saja komplikai dari traksi ?

4. Bagaimana klasifikasi dari traksi ?

5. Bagaimana etiologi dari traksi ?

6. Bagaimana manifestasi klinis dari traksi ?

7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari traksi ?

8. Bagaimana prinsip perawatan traksi ?

3 | P a g e

Page 4: ASKEP TRAKSI

C. Tujuan Pembuatan Makalah

1. Untuk mengetahui apa defenisi dari traksi ?

2. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis traksi ?

3. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari traksi ?

4. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi dari traksi ?

5. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari traksi ?

6. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari traksi ?

7. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnosik dari traksi ?

8. Untuk mengetahui bagaimana prinsip perawatan traksi ?

4 | P a g e

Page 5: ASKEP TRAKSI

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Traksi adalah Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi

digunakan untuk meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan, dan

mengimobilisasi fraktur ; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara

kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginka

untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu keefekktifan tarikan traksi

harus dihilangkan (Smeltzer & Bare, 2001 ). Traksi merupakan metode lain yang baik untuk

mempertahankan reduksi ektermitas yang mengalami fraktur (Wilson, 1995 ).

B. JENIS- JENIS TRAKSI

1. Traksi kulit

Traksi kulit digunakan untuk mengontrol sepasme kulit dan memberikan imobilisasi .

Traksi kulit apendikuler ( hanya pada ektermitas digunakan pada orang dewasa) termasuk “ traksi

ektensi Buck, traksi russell, dan traksi Dunlop”.

a. Traksi buck

Ektensi buck ( unilateral/ bilateral ) adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan diberikan

pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan . Digunakan untuk

memberikan rasa nyaman setelah cidera pinggulsebelum dilakukan fiksasi bedah (Smeltzer &

Bare,2001 ).

Traksi buck merupakan traksi kulit yang paling sederhana, dan paling tepat bila dipasang

untuk anak muda dalam jangka waktu yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis traksi

ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan

diperbaiki lebih lanjut (Wilson, 1995 ).

Mula- mula selapis tebal semen kulit, tingtura benzoid atau pelekat elastis dipasang pada

kulit penderita dibawah lutut. Kemudian disebelah distal dibawah lutut diberi stoking tubular yang

digulung, kemudian plester diberikan pada bagian medikal dan lateral dari stoking tersebut lalu

5 | P a g e

Page 6: ASKEP TRAKSI

stoking tersebut dibungkus lagi dengan perban elastis. Ujung plester traksi pada pergelangan kaki

di hubungkan dengan blok penyebar guna mencegah penekanan pada maleoli. Seutas tambang

yang diikat ketengah blok penyebar tersebut kemudian dijulurkan melalui kerekan pada kaki

tempat tidur. Jarang dibutuhkan berat lebih dari 5 lb. penggunaan traksi kulit ini dapat

menimbulkan banyak komplikasi. Ban perban elastis yang melingkar dapat mengganggu sirkulasi

yang menuju kekaki penderita, yang sebelumnya sudah menderita penyakit vaskular. Alergi kulit

terhadap plester juga dapat menumbuhkan masalah. Kalau tidak dirawat dengan baik mungkin

akan menimbulkan ulserasi akibat tekanan pada maleolus. Traksi berlebih dapat merusak kulit

yang rapuh pada orang yang berusia lanjut. Bahkan untuk peenderita dewasa lebih disukai traksi

pin rangka, terutama bila perawatan harus dilakukan selama beberapa hari.

b. Traksi Russell

Dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung

dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan elastis ketungkai bawah. Bila

perlu, tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar- benar fleksi dan menghindari

tekanan pada tumit (Smeltzer & Bare, 2001 ).

Masalah yang paling sering dilihat pada traksi Russell adalah bergesernya penderita

kebagian kaki ketempat tidur,sehingga kerekan bagian distal saling berbenturan dan beban turun

kelantai. Mungkin perlu ditempatkan blok-blok dibawah kaki tempat tidur sehingga dapat

memperoleh bantuan dari gaya tarik bumi (Wilson, 1995).

Walaupun traksi rangka seimbang dapat digunakan untuk menangani hampir semua fraktur

femur, reduksi untuk fraktur panggul mungkin lebih sering diperoleh dengan memakai traksi

Russell dalam keadaan ini paha disokong oleh beban. Traksi longitudinal diberikan dengan

menempatkan pin dengan posisi tranversal melalui tibia dan fibula diatas lutut. Efek dari

rancangan ini adalah memberikan kekuatan traksi ( berasal dari gaya tarik vertikal beban paha dan

gaya tarik horizontal dari kedua tali pada kaki ) yang segaris dengan tulang yang cidera dengan

kekuatan yang sesuai. Jenis traksi paling sering digunakan untuk memberi rasa nyaman pada

pasien yang menderita fraktur panggul selama evaluasi sebelum operasi dan selama persiapan

pembedahan. Meskipun traksi Russell dapat digunakan sebagai tindakan keperawatan yang utama

dan penting untuk patah tulang panggul pada penderita tertentu tetapi pada penderita usia lanjut

dan lemah biasanya tidak dapat mengatasi bahya yang akan timbul karena berbaring terlalu lama

ditempat tidur seperti dekubitus, pneumonia, dan tromboplebitis.

6 | P a g e

Page 7: ASKEP TRAKSI

c. Traksi Dunlop

Adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada lengan bawah dalam

posisi fleksi.

d. Traksi kulit Bryant

Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha.

Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anak-anak yang berat badannya lebih dari 30 kg.

kalau batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan berat.

2. Traksi skelet

Traksi skelet dipasang langsung pada tulang. Metode traksi ini digunakan paling sering

untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus dan tulang leher. Kadang- kadang skelet traksi

bersifat seimbang yang menyokong ekstermitas yang terkena, memungkinkan gerakan pasien

sampai batas- batas tertentu dan memungkinkan kemandirian pasien maupun asuh keperawatan

sementara traksi yang efektif tetap dipertahankan yang termasuk skelet traksi adalah sebagai

berikut (Smeltzer & Bare,2001 ).

a. Traksi rangka seimbang

Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus

femoralis orng dewasa. Sekilas pandangan traksi ini tampak komplek, tetapi sesunguhnya

hanyalah satu pin rangka yang ditempatkan tramversal melalui femur distal atau tibia proksimal.

Dipasang pancang traksi dan tali traksi utama dipasang pada pancang tersebut. Ektermitas pasien

ditempatkan dengan posisi panggul dan lutut membentuk sekitar 35° , kerekan primer disesuaikan

sedemikian sehingga garis ketegangan koaksial dengan sumbu longitudinal femur yang mengalami

fraktur. Beban yang cukup berat dipasang sedemikian rupa mencapai panjang normalnya. Paha

penderita disokong oleh alat parson yang dipasang pada bidai tomas alat parson dan ektermitas itu

sendiri dijulurkan dengan tali, kerekan dan beban yang sesuai sehingga kaki tergantung bebas

diudara. Dengan demikian pemeliharaan penderita ditempat tidur sangat mudah. Bentuk traksi ini

sangat berguna sekali untuk merawat berbagai jenis fraktur femur. Seluruh bidai dapat diadduksi

atau diabduksi untuk memperbaiki deformitas angular pada bidang medle lateral fleksi panggul

dan lutut lebih besar atau lebih kecil memungkinkan perbaikan lateral posisi dan angulasi alat

banyak memiliki keuntungan antara lain traksi elefasi keaksial. Longitudinal pada tulang panjang

yang patah, ektermitas yang cidera mudah dijangkau untuk pemeriksaan ulang status neuro

7 | P a g e

Page 8: ASKEP TRAKSI

vascular, dan untuk merawat luka lokal serta mempermudah perawatan oleh perawat. Seperti

bentuk traksi yang mempergunakan pin rangka, pasien sebaiknya diperiksa setiap hari untuk

mengetahui adanya peradangan atau infeksi sepanjang pin, geseran atau pin yang kendor dan pin

telah tertarik dari tulang (Wilson, 1995 ).

b. Traksi 90-90-90

Traksi 90-90-90 sangat berguna untuk merawat anak- anak usia 3 tahun sampai dewasa

muda. kontrol terhadap fragmen – fragmen pada fraktur tulang femur hamper selalu memuaskan

dengan traksi 90-90-90 penderita masih dapat bergerak dengan cukup bebas diatas tempat tidur

(Wilson, 1995 ).

C. KOMPLIKASI

· Decubitus

· Kongesti paru / pneumonia

· Konstipasi

· Anoreksia

· Stasis & ISK

· Trombosis vena profunda

D. KLASIFIKASI :

1. Dislokasi congenital

Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

2. Dislokasi patologik

Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.

8 | P a g e

Page 9: ASKEP TRAKSI

3. Dislokasi traumatic

Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat,

kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan)

E. ETIOLOGI :

1. Tidak diketahui

2. Faktor predisposisi

· Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.

· Trauma akibat kecelakaan.

· Trauma akibat pembedahan ortopedi

· Terjadi infeksi disekitar sendi.

F. MANIFESTASI KLINIS

1. Nyeri

2. perubahan kontur sendi

3. perubahan panjang ekstremitas

4. kehilangan mobilitas normal

5. perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

6. deformitas

7. kekakuan

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan foto polos sevikal

Tes diagnostic pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri leher.

Foto polos sevikal sangat penting untuk mendeteksi adanya fraktur dan subluksasi pada pasien

dengan trauma leher.

9 | P a g e

Page 10: ASKEP TRAKSI

2. CT Scan

Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang sevikal dan

sangat membantu bila ada fraktur akut.

3. MRI ( Magnetic resonance imaging )

Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imajing pilihan untuk daerah sevikal MRI dapat

mendeteksi kelainan ligament maupun discus.MRI menggunakan medan magnet kuat dan

frekuensi radio dan bila bercampur dengan frekuensi radio yang dilepaskan oleh jaringan tubuh

akan menghasilkan citra MRI yang berguna dalam mendiagnosis tumor, infrak, dan kelainan pada

pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini, penderita tidak terpajan oleh radiasi dan tidak merasa

nyeri walaupun pasien dapat mengeluh klaustrofobia dan suara logam yang mengganggu selama

prosedur ini.

5. Elektrokardiografi ( EMG)

Pemeriksaan ini membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau

tidak. Karena pasien dengan spasme otot, atritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga

untuk menentukan level dari iritasi/ kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf

perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi.

H. PRINSIP PERAWATAN TRAKSI

1. Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas

terapeutik

2. Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.

3. Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.

4. Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic

dengan tepat.

5. Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.

6. Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.

7. Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.

10 | P a g e

Page 11: ASKEP TRAKSI

8. Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan

9. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema

11 | P a g e

Page 12: ASKEP TRAKSI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAKSI

A. Pengkajian keperawatan

Yang perlu di kaji pada klien dengan traksi, yaitu :

· Dampak psikologik dan fisilogik masalah moskuloskeletal dengan terpasang traksi.

· Adanya tanda – tanda disorientasi, kebigungan, dan masalah perilaku klien akibat

terkungkung pada tempat terbatas dalam waktu yang cukup lama.

· Tingkat ansietas klien dan respon psikologi terhadapa traksi.

· Status neurovaskuler, meliputi suhu, warna, dan pengisian kapiler.

· Integritas kulit.

· System intugumen perlu di kaji adanya ulkus akibat tekanan, dekubitus.

· System respirasi perlu di kaji adanya kongesti paru, stasis pneumonia.

· System gastrointestinal perlu di kaji adanya konstipasi, kehilangan nafsu makan (anoreksia).

· System perkemihan perlu di kaji adanya stasis kemih, dan ISK.

· System kardiovaskuler perlu di kaji adanya perubahan dan gangguan pada kardiovaskuler.

· Adanya nyeri tekan betis, hangat, kemerahan, bengkak, atau tanda homa positif (tidak

nyaman ketika kaki didorsofleksi dengan kuat) mengarahkan adanya thrombosis vena dalam.

Sedangkan pengkajian secara umum pada pasien traksi, meliputi :

1. Status neurology.

2. Kulit (dekubitus, kerusakan jaringan kulit).

3. Fungsi respirasi (frekuensi, regular/ irregular).

4. Fungsi gastroinstetinal (konstipasi, dullness).

5. Fungsi perkemihan (retensi urin, ISK).

6. Fungsi kardiovaskuler (nadi, tekanan darah, perfusi ke daerah traksi, akral dingin).

12 | P a g e

Page 13: ASKEP TRAKSI

7. Status nutrisi (anoreksia).

8. Nyeri.

B. Diagnosa keperawatan

Diagnose keperawatan yang mungkin muncul :

1. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.

2. Nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.

3. Kurang perawatan diri (makan, hygiene, atau toileting) berhubungan dengan traksi.

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.

5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pertahanan primer tidak efektif,

pembedahan.

C. Intervensi keperawatan

1. Dx. Keperawatan : Ansientas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, diharapkan klien menunjukan

penurunan ansietas.

Kriteria hasil : klien berpartispasi aktif dalam perawatan, mengekspresikan perasaan dengan aktif.

Intervensi :

1. Jelaskan prosedur, tujuan, implikasi pemasangan traksi. R/ membantu klien untuk mengerti

mengenai regimen terapi.

2. Diskusikan bersama klien tentang apa yang dikerjakan dan mengapa perlu dilakukan. R/

membantu klien untuk mengerti mengenai regimen terapi.

3. Lakukan kunjungan yang sering setelah pemasangan traksi. R/ memantau keadaan klien

setelah dilakukan pemasangan traksi.

4. Doronng klien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan aktif. R/ membantu

mengkaji tingkat ansietas klien.

13 | P a g e

Page 14: ASKEP TRAKSI

5. Anjurkan keluarga dan kerabat untuk sering berkunjung. R/ support dan dukungan akan

mengurangi ansietas yang dialami klien.

6. Berikan aktivitas pengalih. R/ mengurangi ansietas klien selama program terapi.

2. Dx. Keperawatan : nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilasasi.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, diharapkan klien menyebutkan

peningkatan kenyamanan.

Kriteria hasil : klien mampu mengubah posisi sendiri sesering mungkin sesuai kemampuan traksi,

klien dapat beristirahat tenang.

Intervensi :

1. Berikan penyangga berupa papan pada tempat tidur dari kasur yang padat. R/ membantu

posisi klien lebih nyaman.

2. Gunakan bantalan kasur khusus. R/ meminimalkan terjadi ulkus.

3. Miringkan dan rubah posisi klien dalam batas – batas traksi. R/ membantu dalam sirkulasi ke

area traksi.

4. Bebaskan linen tempat tidur dari lipatan dan kelembaban. R/ membantu mencegah terjadi

nya dekubitus.

5. Observasi setiap keluhan klien. R/ membantu dalam mengidentifikasikan terjadinya

gangguan komplikasi dan rencana perawatan selanjutnya.

3. Dx. Keperawatan : kurang perawatan diri (makan, hygiene, atau toileting) berhubungan dengan

traksi.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, klien mampu melakukan

perawatan diri.

Kriteria hasil : klien hanya memerlukan sedikit bantuan pada saat makan, mandi, berpakaian, dan

toileting.

Intervensi :

14 | P a g e

Page 15: ASKEP TRAKSI

1. Bantu klien memenuhi kebutuhannya sehari – hari, seperti makan, mandi, dan berpakaian. R/

membantu klien dalam ADL.

2. Dekatkan alat bantu disamping klien. R/ memudahkan klien untuk memenuhi perawatan

dirinya secara mandiri.

3. Tingkatkan rutinitas. R/ memaksimalkan kemandirian klien.

4. Dx. Keperawatan : gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, diharapkan klien menunjukkan

mobilitas yang meningkat.

Kriteria hasil : klien melakukan latihan yang di anjurkan. Menggunakan alat bantu yang aman.

Intervensi :

1. Dorong klien untuk melakukan latihan otot dan sendi yang tidak diimobilisasi. R/ mencegah

terjadinya kaku otot dan sendi.

2. Anjurkan klien untuk mengerakkan secara aktif semua sendi. R/ mencegah terjadinya kaku

otot dan sendi.

3. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi. R/ membantu dalam menentukkan program terapi

selanjutnya.

4. Pertahankan gaya tarikan dan posisi yang benar. R/ menghindari komplikasi akibat

ketidaksejajaran.

5. Dx. Keperawatan : resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pertahanan primer

tidak efektif, pembedahan.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi

integritas kulit.

Kriteria hasil : tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan.

Intervensi :

1. Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet. R/ membantu dalam pemberian intervensi

awal untuk mengurangi tekanan.

15 | P a g e

Page 16: ASKEP TRAKSI

2. Rubah posisi dengan sering dan memakai alat pelindung kulit (misalnya pelindung siku). R/

mencegah terjadinya luka tekan dan sangat membantu perubahan posisi.

3. Konsultasikan penggunaan tempat tidur khusus. R/ mencegah kerusakan kulit.

4. Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi dengan dokter atau ahli terapi

enterostomal, mengenai penangananya. R/ membantu dalam intervensi dan penatalaksanaan lebih

lanjut.

16 | P a g e

Page 17: ASKEP TRAKSI

DAFTAR PUSTAKA :

http://sehataye.blogspot.com/2013/10/traksi-dan-gips.html

www.jovandc.multiply.com

Lukman, Ningsih, Nurna. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien

Dengan Gangguan System Moskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

17 | P a g e

Page 18: ASKEP TRAKSI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gips pada dasarnya merupakan alat untuk menjamin ke akuratan dan kecocokan dalam membalut,

biasanya dipergunakan untuk imobilisasi fraktur, koreksi kelainan bawaan, pencegahan

deformitas, pencegahan kontraktur dan lain sebagainya. Dalam penggunaan gips harus

diperhatikan sejumlah faktor utama, antara lain teknik pemasangan, personil, perlengkapan yang

dibutuhkan dan perawatan. Pemasangan Gips dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan

sirkulasi syaraf, pressure / cast sore, kekakuan sendi, reaksi alergi yang harus di tangani segera.

Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai kontur dimana gips ini

dipasang. Tujuan pemakaian gips adalah untuk mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi

tertentu dan memberikan tekanan yang merata pada jaringan lunak yang terletak didalamnya.

Dapat digunakan untuk mengimobilisasi fraktur yang telah direduksi, mengoreksi deformitas,

memberikan tekanan merata pada jaringan lunak dibawahnya, atau memberikan dukungan dan

stabilitas bagi sendi yang mengalami kelemahan. Secara umum, gips memungkinkan pasien

sementara membatasi gerakan pada bagian tubuh tertentu.

B. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah tentang Gips dan asuhan

keperawatannya.

C. Tujuan Penulisan

Mengetahui tentang apa itu Gips, bagaimana penatalaksanaan pasien dengan Gips dan asuhan

keperawatannya.

D. Manfaat Penulisan

Memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan pemahaman bagi kelompok maupun pembaca

mengenai konsep dasar pemasangan Gips dan asuhan keperawatannya.

18 | P a g e

Page 19: ASKEP TRAKSI

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Gips dalam bahasaa latin disebut kalkulus, dalam bahasa ingris disebut plaster of paris, dan dalam

belanda disebut gips powder. Gips merupakan mineral yang terdapat di alam berupa batu putih

tang mengandung unsur kalsium sulfat dan air. Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku

yang di cetak sesuai dengan kontur tubuh tempat gips di pasang (brunner & sunder, 2000).

Gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan mengunakan

bahan gips tipe plester atau fiberglass (Barbara Engram, 1999). Jadi gips adalah alat imobilisasi

eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus dengan

tipe plester atau fiberglass. Indikasi pemasangaan gips adalah pasien dislokasi sendi , fraktur,

penyakit tulang spondilitis TBC, pasca operasi, skliosis, spondilitis TBC, dll

Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan patah tulang. Gips memiliki sifat menyerap air

dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan menjadi keras. Sebelum menjadi

keras, gips yang lembek dapat dibalutkan melingkari sepanjang ekstremitasdan dibentuk sesuai

dengan bentuk ekstremitas. Gips yang dipasang melingkari ekstremitas disebut gipas sirkuler

sedangkan jika gips dipasang pada salah satu sisi ekstremitas disebut gips bidai.

B. TUJUAN

Tujuan pemasangan gips

a. Imobilisasi kasus dislokasi sendi

b. Fiksasi fraktur yang telah di reduksi

c. Koreksi cacat tulang

d. Imobilisasi padakasus penyakit tulang setelah dilakukan operasi

e. Mengoreksi

19 | P a g e

Page 20: ASKEP TRAKSI

C. JENIS – JENIS GIPS

Kondisi yang ditangani dengan gips menentukan jenis dan ketebalangips yang dipasang. Jenis-

jenis gips sebagai berikut:

a. Gips lengan pendek. Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak

tanga, dan melingkar erat didasar ibu jari.

b. Gips lengan panjang. Gips ini dipasang memanjang. Dari setinggi lipat ketiak sampai

disebelah prosimal lipatan telapak tangan. Siku biasanya di imobilisasi dalam posisi tegak lurus.

c. Gips tungkai pendek. Gi[s ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai dasar jari kaki,

kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral,

d. Gips tungkai panjang, gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha

sampai dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi.

e. Gips berjalan. Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat dan dapat disertai

telapak untuk berjalan

f. Gips tubuh. Gips ini melingkar di batang tubuh

g. Gips spika.gipsini melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas (gips

spika tunggal atau ganda)

h. Gips spika bahu. Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan siku

i. Gips spika pinggul. Gips ini melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas bawah (gips

spika tunggal atau ganda)

D. INDIKASI

1.Immobilisasi dan penyangga fraktur

2. Stabilisasi dan istirahatkan

3. Koreksi deformitas

20 | P a g e

Page 21: ASKEP TRAKSI

4. Mengurangi aktivitas pada pada daerah yang terinfeksi

5. Membuat cetakan tubuh orthotic

E. HAL – HAL YANG DIPERHATIKAN

1. Gips yang pas tidak akan menyebabkan perlukaan

2. Gips patah tidak bisa digunakan

3. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.

4. Sebelum pemasangan perlu dicatat apabila ada luka

5. Untuk mencegah masalah pada gips :

• Jangan merusak atau menekan gips

• Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/menggaruk.

• Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.

F. BAHAN – BAHAN GIPS

a. Plester.

Gips pembalut dapat mengikuti kontur tubuh secara halus . gulungan krinolin diimregasi dengan

serbuk kalsium sulfat anhidrus ( Kristal gypsum ). Jika basah terjadi reaksi kristalisasi dan

mengeluarkan panas. Kristalisasi menghasilkan pembalut yang kaku . kekuatan penuh baru

tercapai setelah kering , memerlukan waktu 24-72 jam untuk mongering. Gips yang kering

bewarna mengkilap , berdenting, tidak berbau,dan kaku, sedangkan gips yang basah berwarna

abu-abu dan kusam, perkusinya pekak, terba lembab, dan berbau lembab.

b. Nonplester.

Secara umum berarti gips fiberglass, bahan poliuretan yang di aktifasi air ini mempunyai sifat

yang sama dengan gips dan mempunyai kelebihan karna lebih ringan dan lebih kuat, tahan air dan

21 | P a g e

Page 22: ASKEP TRAKSI

tidak mudah pecah.di buat dari bahan rajuutan terbuka, tidak menyerap, diimpregnasi dengan

bahan pengeras yang dapat mencapai kekuatan kaku penuhnya hanya dalam beberapa menit.

c. Nonplester berpori-pori, sehingga masalah kulit dapat di hindari . gips ini tidak menjadi

lunak jika terkena air,sehingga memungkinkan hidro terapi. Jika basah dapat dikeringkan dengan

pengering rambut.

G. PERSIAPAN ALAT – ALAT UNTUK PEMASANGAN GIPS

a. Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang akan di gips

b. Baskom berisi air biasa (untuk merendam gips)

c. Baskom berisi air hangat

d. Gunting perban

e. Benkok

f. perlak dan alasnya

g. Waslap

h. pemotong gips

i. kasa dalam tempatnya

j. alat cukur

k. sabun dalam tempatnya

l. handuk

m. krim kulit

n. spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)

o. padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis)

22 | P a g e

Page 23: ASKEP TRAKSI

H. PROSEDUR KERJA

a. Siapkan pasien dan jelaskan pada prosedur yang akan dikerjakan

b. Siapkan alat-alat yang akandigunakan untuk pemasangan gips

c. Daerah yang akan di pasang gips dicukur, dibersihkan,dan di cuci dengan sabun, kemudian

dikeringkan dengan handuk dan di beri krim kulit

d. Sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan di gips.

e. Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang di tentukan dokter

selama prosedur

f. Pasang spongs rubs(bahan yang menyerap keringat) pada bagian tubuh yang akan di pasang

gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak mengikat. Tambahkan bantalan di daerah tonjolan

tulang dan pada jalur saraf.

g. Masukkan gips dalam baskom berisi air, rendam beberapa saat sampai gelembung-gelembung

udara dari gips habis keluar. Selanjutnya, diperas untuk mengurangi air dalam gips.

h. Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalutan gips secara melingkar mulai dari

distal ke proksimal tidak terlalu kendor atau ketat. Pada waktu membalut, lakukan dengan gerakan

bersinambungan agar terjaga ketumpangtidihan lapisan gips. Dianjurkan dalam jarak yang

tetap(kira-kira 50% dari lebar gips) Lakukan dengan gerakan yang bersinambungan agar terjaga

kontak yang konstan dengan bagian tubuh.

i. Setelah pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan pemotong gips.

j. Bersihkan Partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips.

k. Sokong gips selama pergeseran dan pengeringan dengan telapak tangan. Jangan diletakkan

pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan hindari tekanan pada gips.

23 | P a g e

Page 24: ASKEP TRAKSI

I. PELEPASAN GIPS

a. Alat yang di gunakan untuk pelepasan gips

1. Gergaji listrik/pemotong gips

2. Gergaji kecil manual

3. Gunting besar

4. Baskom berisi air hangat

5. Gunting perban

6. Bengkok dan plastic untuk tempat gips yang di buka

7. Sabun dalam tempatnya

8. Handuk

9. Perlak dan alasnya

10. Waslap

11. Krim atau minyak

b. Teknik pelepasan gips, antara lain:

1. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan

2. Yakinkan pasien bahwa gergaji listrik atau pemotong gips tidak akan mengenai kulit

3. Gips akan di belah dengan menggunakan gergaji listrik

4. Gunakan pelindung mata pada pasien dan petugas pemotong gips

5. Potong bantalan gips dengan gunting

6. Sokong bagian tubuh ketika gips di lepas

7. Cuci dan keringkan bagian yang habis di gips dengan lembut oleskan krim atau minyak

24 | P a g e

Page 25: ASKEP TRAKSI

8. Ajarkan pasien secara bertahap melakukan aktifitas tubuhsesuai program terapi

9. Ajarkan pasien agar meninggikan ekstremitas atau mengunakan elastic perban jika perlu

untuk mengontrol pembengkakan.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PEMASANGAN GIPS

A. PENGKAJIAN

Pengkajian secara umum perlu di lakukan sebelum pemasangan gips terhadap gejala dan tanda,

status emosional,pemahaman tujuan pemasangan gips, dan kondisi bagian tubuh yang akan di

pasang gips. Pengkajian fisik bagian tubuh yang akan di gips meliputi status neurovaskuler, lokasi

pembengkakan, memar , dan adanya abrasi. Data yang perlu di kaji pasien setelah gips di pasang

meliputi:

1. Data subyektif: adanya rasa gatal atau nyeri ,keterbatasan gerak, dan rasa panas pada daerah

yang di pasang gips

2. Data obyektif: apakah ada luka di bagian yang akan digips. Misalnya luka operasi , luka

akibat patah tulang; apakah ada sianosis;apakah ada pendarahan ;apakah ada iritasi kulit;apakah

atau bau atau cairan yang keluar dari bagian dari bagian tubuh yang di gips.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan data pengkajian , diagnosis keperawatan utama pada pasien yang menggunakan gips

meliputi:

a. Cemas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan prosedur pemasangan gips

25 | P a g e

Page 26: ASKEP TRAKSI

b. Gangguan rasa nyeri yang berhubungan dengan terpasangnya gips

c. Keterbatasan pemenuhan kebutuhan diri yang berhubungan dengan terpasangnya gips

d. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan pemasangan gips

e. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan adanya penekanan akibat pemasangan

gips.

f. Kurangnya pengetahuan tentang pembatasan aktifitas, pemeriksaan diagnostik dan tujuan

tindakan yang diprogramkan berhubungan dengan kurangnya informasi yang akurat pada klien

g. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan ferifer yang berhubungan dengan respons fisiologis

terhadap cederta atau gips restriksi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Cemas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan prosedur pemasangan gips

Intervensi :

a) Berikan dorongan terhadap tiap-tiap proses kehilangan status kesehatan yang timbul.

b) Berikan privacy dan lingkungan yang nyaman.

c) Batasi staf perawat/petugas kesehatan yang menangani pasien.

d) Observasi bahasa non verbal dan bahasa verbal dari gejala-gejala kecemasan.

e) Temani klien bila gejala-gejala kecemasan timbul.

f) Berikan kesempatan bagi klien untuk mengekspresikan perasaannya .

g) Hindari konfrontasi dengan klien.

h) Berikan informasi tentang program pengobatan dan hal-hal lain yang mencemaskan klien.

i) Lakukan intervensi keperawatan dengan hati-hati dan lakukan komunikasi terapeutik.

j) Anjurkan klien istirahat sesuai dengan yang diprogramkan.

26 | P a g e

Page 27: ASKEP TRAKSI

k) Berikan dorongan pada klien bila sudah dapat merawat diri sendiri untuk meningkatkan harga

dirinya sesuai dengan kondisi penyakit.

l) Hargai setiap pendapat dan keputusan klien.

b. Gangguan rasa nyeri yang berhubungan dengan terpasangnya gips

Intervensi:

a) Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri

b) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring

c) Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan

d) Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi

e) Dorong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan nafas dalam,

imajinasi visualisasi, sentuhan

c. Keterbatasan pemenuhan kebutuhan diri yang berhubungan dengan terpasangnya gips

Intervensi :

a) Lakukan intervensi keperawatan dengan hati-hati dan lakukan komunikasi terapeutik.

b) Anjurkan klien istirahat sesuai dengan yang diprogramkan.

c) Berikan dorongan pada klien bila sudah dapat merawat diri sendiri untuk meningkatkan harga

dirinya sesuai dengan kondisi penyakit.

d) Hargai setiap pendapat dan keputusan klien.

d. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan pemasangan gips

Intervensi :

27 | P a g e

Page 28: ASKEP TRAKSI

a) Tinggikan ekstrimitas yang sakit

b) Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang sakit dan tak sakit

c) Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika bergerak

d) Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas

e) Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup keterbatasan dan beri

bantuan sesuai kebutuhan?Awasi teanan daraaah, nadi dengan melakukan aktivitas

f) Ubah psisi secara periodik

g) Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi

e. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan adanya penekanan akibat pemasangan

gips.

Intervensi:

a) Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainage

b) Monitor suhu tubuh

c) Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol

d) Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh

e) Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan

f) Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alcohol

g) Gunakan tempat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi

h) Kolaborasi pemberian antibiotik.

f. Kurangnya pengetahuan tentang pembatasan aktifitas, pemeriksaan diagnostik dan tujuan

tindakan yang diprogramkan berhubungan dengan kurangnya informasi yang akurat pada klien

Intervensi :

28 | P a g e

Page 29: ASKEP TRAKSI

a) Kaji tingkat pengetahuan Klien dan keluarga tentang pembatasan aktifitas, pemeriksaan

diagnostik dan tujuan tindakan yang diprogramkan.

b) Berikan penjelasan terhadap klien setiap prosedur yang akan dilakukan misalnya tentang

pembatasan aktifitas, pemeriksaan diagnostik dan tujuan tindakan yang diprogramkan.

c) Berikan kesempatan pasien dan keluarga untuk mengekspresikan perasaannya dan

mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal yang belum dipahami.

g. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan ferifer yang berhubungan dengan respons fisiologis

terhadap cederta atau gips restriksi

Intervensi :

a) Observasi ada tidaknya kualitas nadi periver dan bandingkan dengan pulses normal.

b) Observasi pengisian kapiler, warna kulit dan kehangatannya pada bagian distal daerah yang

fraktur.

c) Kaji adanya gangguan perubahan motorik/sensorik anjurkan klien untuk mengatakan lokasi

adanya rasa sakit/tidak nyaman.

d) Pertahankan daerah yang fraktur lebih tinggi kecuali bila ada kontra indikasi.

e) Kaji bila ada edema dan pembengkakan ekstrimitas yang fraktur.

f) Observasi adanya tanda-tanda ischemik daerah tungkai seperti : penurunan suhu, dingin dan

peningkatan rasa sakit.

g) Observasi tanda-tanda vital, catat dan laporkan bila ada gejala sianosis, dingin pada kulit dan

gejala perubahan status mental.

h) Berikan kompres es sekitar fraktur.

i) Kolaborasi untuk pemeriksaan Laboratorium, foto rontgen, pemberian cairan parenteral atau

transfusi darah bila perlu dan persiapan operasi jika perlu.

29 | P a g e

Page 30: ASKEP TRAKSI

DAFTAR PUSTAKA :

Andaners.wordpress.com

Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,

Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta : EGC.

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1959026-imobilisasi-gips/ tgl

13 April 2010

Suratun dkk (2008). Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal SAK.

Jakarta:penerbit buku kedokteran EGC

30 | P a g e