Askep Bells Palsy

29
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Bells Palsy By Essy Sonontiko S,S.Kep.,Ners Pengertian Bell's palsy merupakan kelumpuhan (relatif) mendadak otot-otot wajah sesisi; dapat mencemaskan karena umumnya terjadi tanpa gejala pendahuluan dan menyebabkan wajah miring/mencong sehingga dikacaukan dengan gejala gangguan peredaran darah otak (stroke). Berbeda dari Gangguan Peredaran Darah Otak, kelumpuhan wajah sesisi ini tidak dibarengi dengan kelumpuhan anggota badan/tubuh lainnya. Web Of Causen Penyebab Bell's palsy disebabkan oleh pembengkakan n. facialis sesisi; akibatnya pasokan darah ke saraf tersebut terhenti, menyebabkan kematian sel sehingga fungsi menghantar impuls/rangsangnya terganggu; akibatnya perintah otak untuk menggerakkan otot-otot wajah tidak dapat diteruskan.

description

Askep Bells Palsy

Transcript of Askep Bells Palsy

Asuhan Keperawatan Pasien dengan Bells PalsyBy Essy Sonontiko S,S.Kep.,NersPengertianBell's palsy merupakan kelumpuhan (relatif) mendadak otot-otot wajah sesisi; dapat mencemaskan karena umumnya terjadi tanpa gejala pendahuluan dan menyebabkan wajah miring/mencong sehingga dikacaukan dengan gejala gangguan peredaran darah otak (stroke). Berbeda dari Gangguan Peredaran Darah Otak, kelumpuhan wajah sesisi ini tidak dibarengi dengan kelumpuhan anggota badan/tubuh lainnya.

Web Of Causen

Penyebab Bell's palsy disebabkan oleh pembengkakan n. facialis sesisi; akibatnya pasokan darah ke saraf tersebut terhenti, menyebabkan kematian sel sehingga fungsi menghantar impuls/rangsangnya terganggu; akibatnya perintah otak untuk menggerakkan otot-otot wajah tidak dapat diteruskan. Kausanya tidak diketahui, umumnya dianggap akibat infeksi semacam virus herpes simpleks. Virus tersebut dapat dormant (`tidur') selama beberapa tahun, dan akan aktif jika yang bersangkutan terkena stres fisik ataupun psikik. Sekalipun demikian Bell's palsy tidak menular. Gejala Otot-otot wajah satu sisi lumpuh sehingga wajah menjadi miring/mencong, kelopak mata tidak dapat menutup sehingga bola mata akan berair terus-menerus, sebaliknya akan kering di malam hari (jika tidur).Kesulitan berbicara dapat terjadi akibat mulut/bibir yang tertarik ke satu sisi. Kadang-kadang kemampuan mengecap/merasa juga terganggu dan suara-suara terdengar lebih keras di satu sisi yang terkena. Kelompok yang rentan terhadap Bell's palsy - Remaja usia 20-an - Lanjut usia setelah 60 tahun.- Wanita hamil- penderita diabetes melitus - pasca flu Penatalaksanaan.Kebanyakan akan pulih tanpa pengobatan dalam 2 minggu; tetapi umumnya digunakan kortikosteroid seperti prednison dan antivirus seperti asiklovir dalam 2-3 hari pertama; pengobatan dini dengan cara ini memperbaiki prognosis sampai 20%. Kira-kira 70% sembuh dalam beberapa bulan, 15% masih merasa sedikit kelemahan. Pada kira-kira 10-20% pasien, Bell's palsy dapat terulang

KONSEP KEPERAWATANPengkajian Pengkajian keperawatan klien dengan Bellls palsy meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian psikososial.Anamnesis Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan dalah berhubungan dengan kelumpuhan otot wajah terjadi pada satu sisi.Riwayat penyakit saat iniFaktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk menunjang keluhan utama klien. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien Bell;s palsy biasanya didapatkan keluhan kelumpuhan otot wajah pada satu sisi. Kelumpuhan fasialis ini melibatkan semua otot wajah sesisi. Bila dahi dikerutkan, lipatan kulit dahinya hanya tampak pada sisi yang sehat saja. Bila klien disuruh memejamkan kedua matanya, maka pada sisi yang tidak sehat, kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata keatas dapat disaksikan. Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda bell. Riwayat penyakti dahuluPengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami penyakit iskemia vaskuler, otitis media, tumor intrakranial, truma kapitis, penyakit virus (herpes simplek, herpes zoster), penyakit autoimun, atau kombinasi semua faktor ini. Pengkajian pemakaian obat-obatan yang sering digunakan klien, pengkajian kemana klien sudah meminta pertolongan dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

Pengkajian psiko-sosio-spiritualPengkajian psikologis klien Bells palsy meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kogniti dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap kelumpuhan otot wajah sesisi dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga atau masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat stres. Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri dari dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam sistem dukungan individu.Pemeriksaan fisik Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pada klien Bells palsy biasanya didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal.B1 (breathing)Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan inspeksi didapatkan klien tidak batuk, tidak sesak napas, tidak ada penggunaan otot bantu napas dan frekuensi pernapasan dalam batas normal. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Perkusi didapatkan resonan pada seluruh lapangan paru. Auskultasi tidak didengar bunyi napas tambahan. B2 (Blood)Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan nadi dengan frekuensi dan irama yang normal. TD dalam batas normal dan tidak terdengar bunyi jantung tambahan.B3 (Brain)Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Tingkat kesadaran Pada Bells palsy biasanya kesadaran klien compos mentis.

Fungsi serebri Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien, observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada klien Bells palsy biasanya statul mental klien mengalami perubahan.

Pemeriksaan saraf kranial Saraf I: biasanya pada klien bells palsy tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.Saraf II : tes ketajaman penglihatan pada kondisi normalSaraf III, IV, VI : penurunan gerakan kelopak mata pada sisi yang sakit (lagoftalmos).Saraf V : kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan mendatar, adanya gerakan sinkinetik.Saraf VII : berkurangnya ketajaman pengecapan, mungkin sekali edema nervus fasialis ditingkat foramen stilomastoideus meluas sampai bagian nervus fasialis, dimana khorda timpani menggabungkan diri padanya.Saraf VIII: tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsiSaraf IX & X: paralisis otot orofaring, kesukaran berbicara, menguyah dan menelan. Kemampuan menelan kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral. Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Kemampuan mobilisasi leher baik. Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan mengalami kelumpuhan dan pengecapan pada 2/3 lidah sisi kelumpuhan kurang tajam.Sistem motorik :Bila tidak melibatkan disfungsi neurologis lain, kekuatan otot normal, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada Bells palsy tidak ada kelainan.Pemeriksaan refleks: Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Gerakan involunter : Tidak ditemukan adanya tremor, kejang dan distonia. Pada beberapa keadaan sering ditemukan Tic fasialis.Sistem sensorik :Kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri dan suhu tidak ada kelainan.B4 (Blader)Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. B5 (bowel)Mulai sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien bells palsy menurun karena anoreksia dan kelemahan otot-otot pengunyah serta gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via oral menjadi berkurang. B6 (Bone)Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang lain.

Diagnosa keperawatan 1. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan satu sisi pada wajah.2. Cemas yang berhubungan dengan prognosis penyakit dan perubahan kesehatan.3. Kurangnya pengetahuan perawatan diri sendiri yang berhubungan dengan informasi yang tidak edekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.

Intervensi dan rasional1.Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan satu sisi pada wajah.Data penunjang ;Ds: merasa malu karena adanya kelumpuhan otot wajah terjadi pada satu sisi lainDo: dahi di kerutkan,lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja.Tujuan :konsep diri klein meningkatKriteria hasil :klien mampu menggunakan koping yang positifIntervensi : Kaji dan jelaskan kepada klien tentang keadaan paralisis wajahnya.R/ intervensi awal bisa mencegah disstres psikologi pada klien Bantu klien menggunakan mekanisme koping yang positif.R/ mekanisme koping yang positif dapat membantu klien lebih percaya diri, lebih kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan dan mencegah tetjadinya kecemasan tambahan. Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.R/ orientasi dapat menurunkan kecemasan. libatkan system pendukung dalam perawatan klienR/ kehadiran system pendukung meningkatkan citra diri klien.

2. Cemas yang berhubungan dengan prognosis penyakit dan perubahan kesehatan.Tujuan: kecemasan hilang atau berkurang Kriteria hasil : mengenal perasaannnya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhinya dan menyatakan ansietas berkurang/hilang.Intervensi : kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, dampingin klien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.R/ reaksi verbal/non verbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dan gelisah. Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.R/ mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu. Tingkatkan control sensasi klienR/ control sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri), yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan dan memberikan respons balik yang positif. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan kecemasannya.R/ dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak dieksperesikan. Berikan privasi untuk klien dan orang terdekatR/ memberi waktu untuk mengeksperesikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan tewman-teman yang dipilih klien yang melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.

3.Kurangnya pengetahuan perawatan diri sendiri yang berhubungan dengan informasi yasng tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.Tujuan : dalam jangka waktu 1x30 menit klien akan memperlihatkan kemampuan pemahaman yang adekuat tentang penyakit dan pengobatannya.Kriteria hasil : klien mampu secara subjektif menjelaskan ulang secara sederhana terhadap apa yang telah didiskusikan.Intervensi : Kaji kemampuan belajar, tingkatkan kecemasan, partisipasi, media yang sesuai untuk belajar.R/ indikasi progresif atau reaktivasi penyakit atau efek samping pengobatan serta untuk evaluasi lebih lanjut. Identifikasi tanda dan gejala yang perlu dilaporkan keperawatR/ meningkatkan kesadaran kebutuhan tentang perawatan diri untuk meminimalkan kelemahan. Jelaskan instruksi dan informasi misalnya penjadwalan pengobatan.R/ meningkatkan kerja sama/ partisipasi terapeutik dan mencegah putus obat. Kaji ulang resiko efek samping pengobatanR/ dapat mengurangi rasa kurang nyaman dari pengobatan untuk perbaikan kondisi klien. Dorong klien mengeksperesikan ketidaktahuan/kecemasan dan beri informasi yang dibutuhkan.R/ memberikan kesempatan untuk mengoreksi persepsi yang salah dan mengurangi kecemasan.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ABSES OTAKBy Essy Sonontiko, S.Kep.,Ners1. PengertianAbses otak (AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular. Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan cerebellum 25%.2. Etiologi Penyebab dari abses otak ini antara lain, yaitu:1. Bakteri Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob.2. Jamur Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. 3. Parasit Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen.4. Komplikasi dari infeksi lainKomplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti: paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empisema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.3. Patofisiologi Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara:1. Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal. Penyebaran infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana bakteri dapat masuk ke otak dengan melalui tulang atau pembuluh darah.2. Penyebaran bakteri dari fokus primer pada paru-paru seperti abses paru, bronchiactasis, empyema, pada endokarditis dan perikarditis.3. Komplikasi dari meningitis purulenta.Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis. AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :1. stadium serebritis dini2. stadium serebritis lanjut3. stadium pembentukan kapsul dini4. stadium pembentukan kapsul lanjut.Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.4. Manifestasi Klinik Tanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM menurun kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit motorik, adanya tandatanda peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan gejala lain tergantung dari lokasi abses.

LokasiTanda dan GejalaSumber Infeksi

Lobus frontalis1. Kulit kepala lunak/lembut2. Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal3. Letargi, apatis, disorientasi4. Hemiparesis /paralisis5. Kontralateral6. Demam tinggi7. Kejang Sinus paranasal

Lobus temporal1. Dispagia2. Gangguan lapang pandang3. Distonia 4. Paralisis saraf III dan IV5. Paralisis fasial kontralateral

cerebellum1. Ataxia ipsilateral2. Nystagmus3. Dystonia4. Kaku kuduk positif5. Nyeri kepala pada suboccipital6. Disfungsi saraf III, IV, V, VI.Infeksi pada telinga tengah

5. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diganostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus abses otak, yaitu:1. X-ray tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru: terdapat proses suppurative.2. CT scan: adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran.3. MRI: sama halnya dengan CT scan yaitu adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran.4. Biopsi otak: mengetahui jenis kuman patogen.5. Lumbal Pungsi: meningkatnya sel darah putih, glukosa normal, protein meningkat (kontraindikasi pada kemungkinan terjadi herniasi karena peningkatan TIK).

6. PenatalaksanaanPenatalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak, yaitu:1. Penatalaksaan Umuma. Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.b. Terapi peningktan TIKc. Support fungsi tanda vitald. fisioterapi2. Pembedahan3. Pengobatana. Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.b. Glococorticosteroid: Dexamethasonec. Anticonvulsants: Oilantin.

7. Komplikasi Kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pada pasien dengan abses otak adalah:1. Gangguan mental2. Paralisis, 3. Kejang4. Defisit neurologis fokal5. Hidrosephalus6. Herniasi

KONSEP KEPERAWATAN1. Pengkajian1. Identitas klien dan psikososiala. usia, b. Jenis kelamin c. Pendidikand. Alamate. Pekerjaanf. Agamag. Suku bangsah. Reran keluargai. Penampilan sebelum sakitj. Mekanisme kopingk. Tempat tinggal yang kumuh2. Keluhan utama: nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.3. Riwayat penyakit sekarang: demam, anoreksi dan malaise, peninggikatan tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal .4. Riwayat penyakit dahulu: pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.5. Pemeriksaan fisika. Tingkat kesadaranb. Nyeri kepalac. Nystagmusd. Ptosise. Gangguan pendengaran dan penglihatanf. Peningkatan sushu tubuhg. Paralisis/kelemahan ototh. Perubahan pola napasi. Kejangj. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranialk. Kaku kudukl. Tanda brudzinskis dan kernigs positif6. Pola fungsi kesehatan a. Aktivitas/istirahatGejala: malaiseTanda: ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter.b. SirkulasiGejala: adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditisTanda: TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).c. EliminasiTanda: adanya inkontensia dan/atau retensid. NutrisiGejala: kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut).Tanda: anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.e. HigieneTanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut)f. NeurosensoriGejala: sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatanTanda: penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.g. Nyeri /kenyamananGejala: Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan pada leher/punggung kaku.Tanda: tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.h.PernapasanGejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paruTanda: peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.i. KeamananGejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.Tanda: suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik;paralisis atau parese.Gangguan sensasi.

2. DiagnosaDiagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu:1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK)Ditandai dengan :Data Subjektif (DS):a. Klien mengatakan nyeri kepalab. Klien mengatakan merasa mualc. Klien mengatakan merasa lemahd. Klien mengatakan bahwa pandangannya kaburData Objektif (DO):a. Perubahan kesadaranb. Perubahan tanda vitalc. Perubahan pola napas, bradikardiad. Nyeri kepalae. Muntah f. Kelemahan motorikg. Kerusakan pada Nervus kranial III, IV, VI, VII, VIIIh. Refleks patologisi. Perubahan nilai ACDj. Hasil pemeriksaan CT scan adanya edema serebri, abses2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.Ditandai dengan:Data Subjektif (DS):Kelurga klien mengatakan bahwa klien mengalami penurunan kesadaran.Data Objektif (DO):a. Penurunan kesadaranb. Aktivitas kejangc. Perubahan status mental3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.Ditandai dengan:Data Subjektif (DS):Pasien mengatakan lemah.Data Objektif (DO):a. Paralisis, parese, hemiplegia, tremorb. Kekuatan otot kurangc. Kontraktur, atropi.4. Hipertermia berhubungan dengan infeksiDitandai dengan:Data Subjektif (DS):Pasien mengatakan demam dan rasa haus.Data Objektif (DO):a. Suhu tubuh diatas 38o C.b. Perubahan tanda vitalc. Kulit keringd. Peningkatan leukosit5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.Ditandai dengan:Data Subjektif (DS):Pasien mengatakan demam dan rasa haus, muntahData Objektif (DO):a. Suhu tubuh di atas 38oC. b. Turgor kulit kurangc. Mukosa mulut keringd. Urine pekate. Perubahan nilai elektrolit6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.Ditandai dengan:Data Subjektif (DS):Pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan muntah.Data Objektif (DO):a. Pasien tidak menghabiskan makanan yang telah disediakanb. Diet makanc. Penurunan BBd. Adanya tanda-tanda kekurangan nutrisi: anemis, cepat lelah.e. Hb dan Albumin kurang dari normalf. Tekanan darah kurang dari normal.7. Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.Ditandai dengan:Data Subjektif (DS):Pasien menguluh nyeri kepala, kaku pada leher dan merasa tidak nyaman.Data Objektif (DO):a. Ekspresi wajah menunjukkan rasa nyerib. Kaku kuduk positifI. Intervensi Intervensi yang direncanakan pada klien dengan abses otak, yaitu:1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK)Kriteria hasil:a. Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasib. Tanda vital dalam batas normalc. Tidak terjadi defisit neurologiIntervensi:a. Monitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks, kemampuan motorik, nyri kepala, kaku kuduk.R/ : Tanda dari iritasi meningeal terjadi akibat peradangan dan mengakibatkan peningkatan TIK.b. Monitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.R/ : perubahan tekanan nadi dan bradikardia indikasi herniasi otak dan peningkatan TIK.c. Kurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah, menahan napas.R/ : Menhindari peningktan TIK.d. Berikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan.R/ : mengurangi peningkatan TIK.e. Tinggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari fleksi leher.R/ : Memfasilitasi kelancaran aliran darah vena.f. Kolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.R/ : Mengurangi edema serebral, memenuhi kebutuhan oksigenasi, menghilangkan faktor penyebab.2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.Kriteria hasil:a. Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasib. Kejang tidak terjadic. Injuri tidak terjadiIntervensi:a. Kaji status neurologi setiap 2 jam.R/ : Menentukan keadaan pasien dan resiko kejang.b. Pertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalangtempat tidur, kesiapan suction, spatel, oksigen.R/ : Mengurangi resiko injuri dan mencegah obstruksi pernapasan.c. Catat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang.R/ : Merencanakan intervensi lebih lanjut dan mengurangi kejang.d. Kaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang.R/ : Mengetahui respon post kejang.e. Orientasikan pasien ke lingkungan.R/ : Setelah kejang kemungkinan pasien disorientasi.f. Kolaborasi dalal pemberian obat anti kejang.R/ : Mengurangi resiko kejang / menghentikan kejang.3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.Kriteria hasil:a. Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal.b. Integritas kulit utuh.c. Tidak terjadi atropi.d. Tidak terjadi kontraktur.Intervensi:a. Kaji kemampuan mobilisasi.R/ : Hemiparese mungkin dapat terjadi.b. Alih posisi pasien setiap 2 jam.R/ : Menghindari kerusakan kulit.c. Lakukan masage bagian tubuh yang tertekan.R/ : Melancarkan aliran darah dan mencegah dekubitus.d. Lakukan ROM pasive.R/ : Menghindari kontraktur dan atropi.e. Monitor tromboemboli, konstipasi.R/ : Komplikasi immobilitas.f. Konsul pada ahli fisioterapi jika diperlukan.R/ : Perencanaan yang penting lebih lanjut.4. Hipertermia berhubungan dengan infeksiKriteria Hasil:a. Suhu tubuh normal 36,5 37, 5o C.b. Tanda vital normal.c. Turgor kulit baik.d. Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.Intervensi:a. Monitor suhu setiap 2 jam.R/ : Mengetahui suhu tubuh.b. Monitor tanda vital.R/ : Efek dari peningkatan suhu adalah perubahan nadi, pernapasan dan tekanan darah.c. Monitor tanda-tanda dehidrasi.R/ : Tubuh dapat kehilngan cairan melalui kulit dan penguapan.d. Berikan obat anti pireksia.R/ : Mengurangi suhu tubuh.e. Berikan minum yang cukup 2000 cc/hari.R/ : Mencegah dehidrasi.f. Lakukan kompres dingin dan hangat.R/ : Mengurangi suhu tubuh melalui proses konduksi.g. Monitor tanda-tanda kejang.R/ : Suhu tubuh yang panas berisiko terjadi kejang.5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.Kriteria Hasil :a. Suhu tubuh normal 36,5 37, 5o C.b. Tanda vital normal.c. Turgor kulit baik.d. Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.Intervensi:a. Ukur tanda vital setiap 4 jam.R/ : Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit menimbulkan perubahan tanda vital seperti penurunan tekanan darah, dan peningkatan nadi. b. Monitir hasil pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit.R/ : Mengetahui perbaikan atau ketidak seimbangan cairan dan elektrolit.c. Observasi tanda-tanda dehidrasi.R/ : Mencegah secara dini terjadinya dehidrasi.d. Catat intake dan output cairan.R/ : Mengetahui keseimbangan cairan.e. Berikan minuman dalam porsi sedikit tetapi sering.R/ : Mengurangi distensi gaster.f. Pertahankan temperatur tubuh dalam batas normal.R/ : Peningkatan temperatur mengakibatkan pengeluaran cairan lewat kulit bertambah.g. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena.R/ : Pemenuhan kebutuhan cairan dengan IV akan mempercepat pemulihan dehidrasi.h. Pertahankan dan monitor tekanan vena setral.R/ : Tekanan vena sentral untuk mengetahui keseimbangan cairan.6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.Kriteria hasil:a. Nafsu makan pasien baik.b. Pasien dapat menghabiskan makanan yang telah disediakan RS.c. Terjadi peningkatan BB secara bertahap.d. Tanda-tanda kurang nutrisi tidak ada.e. Hb dan albumin dalam batas normal.f. Tanda vital normal.Intervensi:a. Kaji makanan kesukaan pasien.R/ : Meningkatkan selera makan pasien.b. Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering.R/ : Menhindari mual dan muntah.c. Hindari berbaring kurang 1 jam setelah makan.R/ : Posisi berbaring saat makanan dalam lambung penuh dapat mengakibatkan refluks dan tidak nyaman.d. Timbang BB 3 hari sekali secara periodik.R/ : Penuruna BB berarti kebutuhan makanan kurang.e. Berikan antiemetik 1 jam sebelum makan.R/ : Menekan rasa mual dan muntah.f. Kurangi minum sebelum makan.R/ : Minum yang banyak sebelum makan mengurangi intake makanan.g. Hindari keadaan yang dapat menggangu selera makan: lingkungan kotor, bau, kebersihan tempat makan, suara gaduh.R/ : Meningkatkan selera makan.h. Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan hygiene, menarik.R/ : Meningkatkan selera makan.i. Lakukan perawatan mulut.R/ : Meningkatkan nafsu makan.j. Monitor kadar Hb dan albumin.R/ : Mengetahui status nutrisi.7. Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.Kriteria hasil:a. Nyeri berkurang atau tidak terjadib. Ekspresi wajah tidak menunjukkan rasa nyeric. Tanda vital dalam batas normal.Intervensia. Kaji tingkat nyeri pasien.R/ : Mengetahui derajat nyeri pasien.b. Kaji faktor yang dapat meringankan dan memperberat nyeri.R/ : Mengetahui penanganan yang efektif.c. Lakukan perubahan posisi.R/ : Meningkatkan rasa nyaman.d. Jaga lingkungan untuk tetap nyaman: mengurangi cahaya, keadaan bising.R/ : Meningkatkan rasa nyaman.e. Lakukan massage pada daerah yang nyeri secara lembut, kompres hangat.R/ : Meningkatkan relaksasi.f. Berikan obat analgetik sesuai program.R/ : Mengurangi nyeri.II. ImplementasiImplementasi atau tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan intervensi pada pasien abses otak, yaitu:1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK)Implementasi:a. Memonitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks, kemampuan motorik, nyri kepala, kaku kuduk.b. Memonitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.c. Mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah, menahan napas.d. Memberikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan.e. Meninggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari fleksi leher.g. Mengkolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.Implementasi:a. Mengkaji status neurologi setiap 2 jam.b. Mempertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalang tempat tidur, kesiapan suction, spatel, oksigen.c. Mencatat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang.d. Mengkaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang.e. Mengorientasikan pasien ke lingkungan.f. Mengkolaborasi dalam pemberian obat anti kejang.3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.Implementasi:a. Mengkaji kemampuan mobilisasi.b. Mengalih posisi pasien setiap 2 jam.c. Melakukan masage bagian tubuh yang tertekan.d. Melakukan ROM pasive.e. Memonitor tromboemboli, konstipasi.f. Mengkonsultasikan pada ahli fisioterapi jika diperlukan.4. Hipertermia berhubungan dengan infeksiImplementasi:a. Memonitor suhu setiap 2 jam.b. Memonitor tanda vital.c. Memonitor tanda-tanda dehidrasi.d. Memberikan obat anti pireksia.e. Memberikan minum yang cukup 2000 cc/hari.f. Melakukan kompres dingin dan hangat.g. Memonitor tanda-tanda kejang.5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.Implementasi:a. Mengukur tanda vital setiap 4 jam.b. Memonitir hasil pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit.c. Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi.d. Mencatat intake dan output cairan.e. Memberikan minuman dalam porsi sedikit tetapi sering.f. Mempertahankan temperatur tubuh dalam batas normal.g. Mengkolaborasi dalam pemberian cairan intravena.h. Mempertahankan dan monitor tekanan vena setral.6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.Implementasi:a. Mengkaji makanan kesukaan pasien.b. Memberikan makan dalam porsi kecil tapi sering.c. Menhindari berbaring kurang 1 jam setelah makan.d. Menimbang BB 3 hari sekali secara periodik.e. Memberikan antiemetik 1 jam sebelum makan.f. Mengurangi minum sebelum makan.g. Menghindari keadaan yang dapat menggangu selera makan: lingkungan kotor, bau, kebersihan tempat makan, suara gaduh.h. Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan hygiene, menarik.i. Melakukan perawatan mulut.j. Memonitor kadar Hb dan albumin.7. Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.Implementasi:a. Mengkaji tingkat nyeri pasien.b. Mengkaji faktor yang dapat meringankan dan memperberat nyeri.c. Melakukan perubahan posisi.d. Menjaga lingkungan untuk tetap nyaman: mengurangi cahaya, keadaan bising.e. Melakukan massage pada daerah yang nyeri secara lembut, kompres hangat.f. Memberikan obat analgetik sesuai program.III. EvaluasiHasil evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan implementasi dari intervensi yang direncanakan, yaitu:1. Mencapai perubahan tingkat kesadaran dan orientasi yang meningkat.a. Menunjukkan peningkatan kesadaranb. Pandangan bagusc. Menurunnya kelemahan motorikd. Tanda vital dalam batas normale. Menunjukkan tidak terjadinya defisit neurologif. Menunjukkan tidak adanya refleks patologis.2. Tidak terjadinya resiko yang dapat menyebabkan injuria. Menunjukkan peningkatan kesadaranb. Tidak terjadi kejangc. Peningkatan satus mental3. Klien mampu beradaptasi terhadap ganggaun mobilitas fisik yang dialamia. Menunjukkan mobilisasi secara aktif dan optimal b. Menunjukkan integritas kulit yang utuhc. Tidak terjadinya atropid. Tidak terjadinya kontraktur.e. Menetapkan program istirahat dan latihan yang seimbang.f. Menunjukkan partisipasi dalam perawatan.g. Menetapkan maantaati jadwal medikasi yang memaksimalkan kekuatan otot.h. Tidak adanya komplikasi berhubungan dengan immobilitas yang dialami.4. Mencapai penurunan suhu tubuha. Menunjukkan tanda vital yang normalb. Menunjukkan pengeluaran urine yang tidak pekatc. Menunjukkan suhu tubuh normald. Menunjukkan turgor kulit yang baik5. Mencapai kebutuhan nutrisi yang terpenuhia. Menunjukkan tanda-tanda nutrisi yang terpenuhi.b. Mentaati program medikasic. Menujukkan nafsu makan yang baikd. Menunjukkan intake makanan yang baik.e. Menunjukkan peningkatan berat badan.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC: Jakarta

Guyton. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. EGC: Jakarta.

Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Jukarnain. 2011. Keperawatan Medikal Bedah gangguan Sistem Persarafan.

Long, Barbara C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. EGC: Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Djamil Y, A Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta neurologi; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.2003. Doengues.1999.rencana asuhan keperawatan pasien,edisi 3;EGC.jakartaMuttaqin ,arif .2008.buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan system persarafan.salemba medika:jakartahttp://www.irwanashari.com/2009/04/bells-palsy.html.(DI AKSES TANGGAL 28 -11-2010)