asfiksia

40
A. DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN I. Asfiksia Berat Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). 1 Asfiksia janin atau neonatus terjadi apabila terdapat gangguan pertukaran gas atau oksigen dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan, atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan dan persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi dan agar dapat dilakukan perawatan yang adekuat dan maksimal sehingga dapat diharapkan kelangsungan hidup yang sempurna untuk bayi tanpa gejala sisa. Faktor predisposisi yang sering menyertai kelahiran bayi asfiksi antara lain adalah : 1. Faktor Ibu

description

asfiksia

Transcript of asfiksia

Page 1: asfiksia

A. DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN

I. Asfiksia Berat

Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal

bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967).

Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis.

Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting

yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin

(Gabriel Duc, 1971).1

Asfiksia janin atau neonatus terjadi apabila terdapat gangguan pertukaran

gas atau oksigen dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa

kehamilan, persalinan, atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia

bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin

selama masa kehamilan dan persalinan memegang peranan yang sangat penting

untuk keselamatan bayi dan agar dapat dilakukan perawatan yang adekuat dan

maksimal sehingga dapat diharapkan kelangsungan hidup yang sempurna untuk

bayi tanpa gejala sisa.

Faktor predisposisi yang sering menyertai kelahiran bayi asfiksi antara

lain adalah :

1. Faktor Ibu

Hipoksia ibu, kurangnya aliran darah uteroplasenter yang sering

ditemukan pada keadaan gangguan kontraksi uterus (hipertoni,

hipotoni, tetani), hipotensi mendadak karena perdarahan, dan

hipertensi pada eklampsia.

2. Faktor Plasenta

Gangguan mendadak pada plasenta; solusio plasenta, perdarahan

plasenta.

3. Faktor Fetus

Kompresi umbilikus pada keadaan tali pusat menumbung

4. Faktor Neonatus

Page 2: asfiksia

Diagnosis asfiksia ditegakkan berdasarkan hasil penilaian skor Apgar

menit pertama. Penilaian klinis berdasarkan Apgar yang dinilai antara lain

denyut jantung, usaha napas, tonus otot, reflek dan warna kulit. Skor Apgar

menit pertama 0-3 berarti asfiksia berat, 4-6 menunjukkan keadaan asfiksia

sedang dan nilai 7 menunjukkan asfiksia ringan. Bila Nilai Apgar lebih dari 7

berarti vigorous baby.2,3,4.

Kejadian asfiksia biasanya merupakan dampak dari asfiksia intrauterine

yang berkepanjangan. Asfiksia dapat menimbulkan hipoksia seluruh tubuh dan

retensi CO2 yang mengaktifkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam

laktat. Peningkatan kadar asam laktat akan memperberat keadaan asidosis

metabolik dan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga

mengakibatkan gangguan perfusi dan berakhir dengan disfungsi organ. 2,3,4

Asfiksia dapat disebabkan oleh suatu keadaan hipoksia ibu yang

menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat

disebabkan oleh pemakaian obat analgetika atau anestesi saat persalinan,

gangguan aliran darah dari uterus ke plasenta dan janin akibat penyakit

kehamilan seperti eklamsi atau hipertensi atau karena perdarahan antepartum

yang mengurangi aliran oksigen ke plasenta atau janin.5 Pada kasus ini adanya

pre-eklampsia berat pada ibu yang mungkin berjalan kronis menyebabkan

sirkulasi uteroplasenter yang tidak adekuat, plasenta mengalami infark yang luas

(75%) menyebabkan gangguan oksigenasi pada janin yang menyebabkan

asfiksia dengan nilai Apgar menit pertama adalah 2, sehingga didiagnosis

asfiksia berat

Setelah dilakukan intubasi, pada penderita diberikan O2 100 % VTP

30-40 x/menit pada hari pertama. Karena secara klinis tampak perbaikan,

maka pada hari kedua diberikan O2 Head box 8 L/mnt. Pada hari ketiga

keadaan anak cukup aktif, napas spontan adekuat, dan sianosis (-),

kemudian bayi diekstubasi dan diberikan O2 Head box 7 L/mnt. Selanjutnya

diberikan O2 28 % nasal.

Page 3: asfiksia

Pada penderita juga dilakukan infus tali pusat untuk memenuhi

kebutuhan cairan, kalori dan untuk jalur obat parenteral. Hari I diberikan

D10%, beberapa saat kemudian diganti dengan D5% karena hiperglikemia,

yang terjadi karena stress perinatal (asfiksia).

Diet ditunda hingga hari ketiga dengan pertimbangan adanya

asfiksia berat mungkin menyebabkan adanya jejas pada saluran cerna akibat

hipoksia sehingga fungsi absorbsi terganggu. Diberikan diet ASI mulai dari

8 x 10 cc yang dinaikkan secara bertahap setelah didapatkan peristaltik usus

baik, anak tidak kembung, dan defekasi lancar.

1. Blood Gas Analysis (BGA)

Penilaian analisis gas darah menurut Saphiro, dkk dilakukan 3 tahapan :

Tahapan 1 : Penilaian keadaan ventilasi (secara otomatis juga menilai

keseimbangan asam basa)

Tahapan 2 : Penilaian keadaan hipoksemia

Tahapan 3 : Penilaian oksigenasi jaringan

Asam adalah senyawa yang di dalam larutannya mampu memberikan ion H+ ,

Basa adalah senyawa yang di dalam larutannya mampu menerima ion H+

Asidosis adalah keadaan dimana terjadi penambahan yang berlebihan dari ion H

atau kehilangan ion basa,Alkalosis adalah keadaan dimana kehilangan H yang

berlebihan atau penambahan ion basa ke dalam larutan.

Pembacaan BGA terdiri atas:

pH

pH adalah tanda atau simbol yang digunakan untuk menunjukkan konsentrasi H,

pH berhubungan dengan konsentrasi H di dalam larutan dengan rumus:

pH = 6,1 + log

pH yang rendah (6,7-7,35 di cairan ekstraseluler), berhubungan dengan tingginya

konsentrasi H, asidosis.

Page 4: asfiksia

pH yang tinggi (7,45-7,9 di cairan ekstraseluler), berhubungan dengan rendahnya

konsentrasi H, alkalosis.

pH Normal : 7,35-7,45

Mekanisme kompensasi dari sistem ginjal dan respirasi merupakan suatu

buffer,asidosis respiratorik dikompensasi dengan reabsorpsi bikarbonat oleh

ginjal yang merupakan proses metabolik . Keadaan tidak terkompensasi

merupakan kelainan kompleks asam basa dengan pH abnormal dan adanya tanda-

tanda abnormal dari sistem respirasi dan ginjal. Keadaan kompensasi terjadi bila

pH kembali ke normal setelah adanya ketidakseimbangan asam basa.

Base Excess (BE)

Atau defisit basa adalah sejumlah yang diperlukan untuk mempertahankan

pH Normal.Nilai normal adalah 2,5 m Eq /L

PO2

Adalah tekanan parsial O2 dalam darah arteri,dinyatakan dalam mmHg.

Normal :>90 mmHg

PCO2

Adalah tekanan parsial CO2 di dalam darah arteri,dinyatakan dalam mmHg.

Normal:35-48 mmHg

HCO3

Adalah konsentrasi ion H bicarbonat ,rumusnya adalah

pH=6,1 + log atau

pH=6,1 + log

Bicarbonat standart adalah indeks dari komponen metabolik yaitu konsentrasi

bicarbonat plasma pada keadaan saturasi Hb jenuh O2,PCO2 40 mmHg dan suhu

37°C .

Normal adalah 22-26 meq (mmol)/ L plasma.

Bicarbonat actual,dapat dibaca pada monogram siggard Anderson dan

berhubungan erat dengan kadar bicarbonat standart.

Bila PCO2 > 40 mmHg , Bicarbonat actual > bicarbonat standart

Page 5: asfiksia

Bila PCO2 < 40 mmHg , Bicarbonat actual < bicarbonat standart

SaO2

Adalah saturasi oksigen yaitu jumlah oksigen yang terikat pada hemoglobin

di banding yang dapat terikat pada hemoglobin.

AaDO2

Merupakan gambaran pintas fisiologis di dalam paru , yaitu alveoli yang

mengalami perfusi tapi tidak mengalami ventilasi .Perbedaan AaDO2 lebih dari

Normal, menunjukkan adanya gangguan ventilasi perfusi di dalam paru. Nilai

Normal : 5-25 mmHg.

Pada pasien ini didapat kan hasil BGA :

pH: 7,337

PCO2: 28,7 mmHg

PO2:54 mmHg

HCO 3:15,5 mmHg

T CO2:16,4 mmHg

BE: -8,0 meq/L

SO2:86,1 %

Aa DO2: 341,5 mmHg,pembacaan asidosis metabolik kompensasi sempurna.

Sumber :

Eastham RD, A guide to water,electrolite and acid base metabolisme.Wright

PSG.London 1993:18-68,132-157.

DIAGNOSIS

Asfiksia neonatorum terjadi saat lahir bayi mengalami gangguan pertukaran

gas dan transpor oksigen sehingga bayi kekurangan persediaan oksigen dan kesulitan

mengeluarkan CO2. Pada keadaan ini biasanya bayi tidak dapat bernapas secara

spontan dan teratur segera setelah lahir. Sampai sekarang asfiksia masih merupakan

salah satu penyebab penting mortalitas dan morbilitas perinatal

Viktor YU dan Monintja mengatakan asfiksia berat menyebabkan komplikasi

berbagai organ antara lain paru (71 %) berupa Sindroma Aspirasi Menokeum

Page 6: asfiksia

(SAM), hipertensi pulmonal, ARDS, dan perdarahan paru. Pada ginjal dapat

menyebabkan gagal ginjal akibat pembengkakan dan neokrosis tubulus akut seluruh

nefron dan nekrosis kortikomeduler. Oliguri dengan jumlah urin kurang dari 1 cc/kg

BB/jam dalam 24 jam terjadi pada 40 % bayi dengan asfiksia. Pada sistem

kardiovaskuler dapat menyebabkan renjatan kardiogenik atau gagal jantung dengan

regurgitasi katup atriventrikulare akibat nekrosis muskulus papilaris. Disfungsi

miokardium dibuktikan dengan kardiomegali dan gambaran EKG iskemia.hipoksia

miokardium. Komplikasi metabolik berupa hipoglikemia, hipokalsemia, dan asidosis

metabolik. Komplikasi hematologi berupa koagulasi intravaskuler menyeluruh

disebabkan hipoksia dan asidosis ,hipotensi. Enterokolitis merupakan komplikasi

organ traktus gtrointestinal.(5) Kekurangan oksigen berakibat secara langsung pada

metabolisme otak dan tak langsung stress pembuluh darah vena dan penurunan

perfusi arterial menyebabkan kegagaln jantung.(5) Sistem neurologi mengakibatkan :

Ensefalopati Hipoksik-iskemik, perdarahan intraventrikuler, dan perdarahan sub

arakhnoid.(7)

Pada kasus terjadi asfiksia berat dengan skor Apgar 3-5-6. Faktor predisposisi

antara lain portus tindakan (vakum berat), lilitan tali pusat. Akibat kejadian tersebut

terjadi perdarahan retina, asidosis metabolik, oliguri dengan diuresis 0,3 cc/kg

bb/jam selama 24 jam pertama.

Akibat asfiksica berat ini dapat terjadi invasi (transloksi) bakterial yang

mengakibatkan terjadinya infeksi

Infeksi heonatus dapat in utso, saat persalinan maupun pasca persalinan.

Tanda dan gejala infeksi neonatus adalah malas minum, pucat, gelisah, latargi,

merintih, diare, muntah, ikterik, suhu tubuh tak stabil serta frekuensi napas yang

meningkat.(15) hasil laboratorium darah didapat leukositosis atau bahkan leukopeni.

Diagnosis pasti berdasarkan biakan darah atau kencing.(10).

Faktor predisposisi terjadinya infeksi neonatus : persalinan kurang bulan,

ketuban pecah dini, riwayat bakteriemi, ibu sepsis, atau korioamnionitis, asfiksia

neonatorum, prosedur tindakan intra partum maupun pasca partum.(5,6)

Faktor predisposisi infeksi pada kasus adalah asfiksia berat, prosedur tindakan intra

partum, pasca partum (infus tali pusat dan repair hernia diafragmatika).

Page 7: asfiksia

Infeksi pada kasus ditandai adanya pucat, iktus mulai taupde kasi III, suhu

tidak stabil, frekuensi hepar yang meningkat,. Diperkuat gambaran preparat darah

hapus menunjukkan infeksi bakteriil, hemolisis serta hasil biakan darah didapatkan

Entrobacter

HERNIA DIAFRAGMATIKA

Hernia diagfragmatika adalah herniasi isi rongga perut ke rongga dada akibat

defek kongenital atau trauma dalam diafragma.

Etiologi hernia diafragmatika kongenital (HDK) adalah kegagalan penutupan

kanal/saluran pleuroperitoneal yang memisahkan rongga dada dan perut pada minggu

ke-8 kehamilan.

Ada beberapa jenis HDK menurut letaknya antara lain 1) Hernia

Bochdalek. Posterolateral. 2) Hernia Morgagni/retrosternal. 3) hernia hiatur

esofagus/hiatal. 4) Hernia paraesofegeal (berbatasan dengan hiatus esofagus). 5)

Eventrasio.

Meskipun semua defek di atas kongenital, namun istilah HDK sinonim dengan

hernia Bochdalek.

Dari berbagai lokasi hernia diafragmatika kongenital, yang sering dijumpai

hernia di daerah posterolateral kiri atau lubang Bochdalek 90 %.(8,9,14,15) Bila lubang

hernia cukup besar, maka isi rongga perut seperti lambung, usus, limpa dan lobus kiri

hati masuk ke dalam rongga dada. Sedangkan hernia posterolateral kanan biasanya

berisi hati serta bagian usus kecil dan besar. Adanya desakan organ tersebut

mengakibatkan paru terjepit menjadi kecil dan mengalami hipoplasi sehingga pada

waktu lahir sulit berkembang. Bila hernia organ visera sangat banyak maka sebagian

besar paru mengalami hipoplasi dan mediastinum terdorong sampai jauh. Bayi dapat

meninggal dalam kandungan atau dalam menit pertama setelah lahir. Angka

kematiannya sekitar 40-50 % pada bayi yang menunjukkan adanya sindroma

gangguan napas berat dalam 24 jam pertama.(8,9,15,16)

Hernia di daerah retrostenal terjadi melalui foramen Morgagni sekitar 10 %,

umumnya tidak memberi masalah pada periode neonatus dan jarang menyebabkan

Page 8: asfiksia

gangguan respirasi yang berarti karena proses herniasi isi rongga perut berlangsung

secara berlahan.(6,8)

Gejala klinis dicurigai suatu HDK bila bayi sejak lahir terdapat distres

respirasi yang berat, disertai sianosis hernia sebagian kecil.

Gejala dapat timbul dalam 24 jam pertama, atau lebih lambat selama masa neonatus.

Hanya sebagian kecil yang timbul setelah oeriode neonatal.

Beratnya gejala klinis tergantung pada banyaknya perpindahan isi abdomen

ke rongga dada. Secara fisik kelainan yang khas adalah perut yang kempis/cekung

berbentuk scaphoid, rongga dada yang besar (barrelshaped chest). Bunyi jantung

bergeser ke arah yang berlawanan dan letak hernia, didapatkan bising usus pada

hemitoraks yang terkena, suara napas berkurang sampai hilang pada sisi defek, pada

perkusi dada didapatkan timpani sampai pekak.(2,3,5,15,17)

Manifestasi klinis lainnya dapat berupa muntah dan konstipasi. Gejala

obstruksi saluran cerna bisa terjadi setiap saat. Gejala muntah seringkali

berhubungan dengan kelainan penyerta seperti malritasi usus atau gejala respirasi

ringan. Kadang-kadang tidak timbul gejala sama sekali dan ditemukan. Secara

kebetulan saat pemeriksaan hidiologis.(2,8,11)

Gejala klinis yang timbul lambat sering akibat infeksi B – streptococcus yang

berkembang menjadi sepsis. Hal ini akibat inkarserasi usus menyebabkan iskemia

dan gagal kardiorespirasi HDK yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan kematian

mendadak bayi dan anak.

Pada hernia yang kecil, dalam periode neonatus hanya sebagian kecil usus

masuk ke rongga dada secara perlahan. Kejadian ini biasanya tidak memberi gejala

klinis dalam minggu pertama kehidupan bayi, bahkan mungkin sampai beberapa

tahun.(6)

Pada kasus terjadi hernia diafragmatika tipe hiatul (hernia hiatu). Spektrum klnik

hernia hiatul berkisar dari derajat berat (hernia esofagogastrika) yaitu sebagian besar

lambung berada dalam kavum toraks dan menyebabkan voluolus,hingga derajat

paling ringan yaitu herniasi hanya terjadi bila ada perubahan tekanan intra abdominal

atau tekanan intra torakal. Locus minores resisitensi hernia hiatal adalah hiatus

esofugus.

Page 9: asfiksia

Manifestasi klinik yang sering timbul adalah refluks gastroesofugeal,

esofugitis, ulkus esofagus dan stenosis efogus akibat fibrosis berasal dari proses

inflanasi (esofagitis).

Pada kasus hernia hiata besar, voluulus gaster dan strangulasi merupakan komplikasi

mengancam jiwa. Komplikasi lain adalah gangguan pernapasan, insufisiensi, angina,

dispnue dan sianosis, yang sering bermanifestasi pada usia lanjut atau obese.

Foto polos dada hernia hiatal, ditemukan massa jaringan lunak mengandung

air fluid level dan terletak di mediastinum posterior. Gambaran ini hanya tampak pda

hernia hiatal besar. Sedangkan hernia hiatal kecil, diagnosis seringkali sulit

ditegakkan hanya dengan pemeriksaan foto polos dada saja.

Manifestasi klinik pada kasus adalah gangguan pernapasan, takikardi,

dispnue, sianosis tidak gambaran perut kempis/scaphoid, rongga dada yang besar

berlawanan dengan letak hernia, bising usus pada hemitoraks yang terkena, suara

napas berkurang pada sisi defek, perkusi dada timpani sampai pekak.

Foto polos dada didapatkan massa jaringan lunak mengandung air fluid level,

terletak di mediastinan posterior, paru sudah mengembang.

HERNIA DIFRAGMATIKA

Segera setelah diagnosis hernia diafragmatika ditegakkan maka penderita

dipersiapkan untuk tindakan bedah. Kegawatan bedah ini membutuhkan tindakan

segera untuk menyelamatkan hidupnya. Penderita diberikan posisi kepala dan dada

lebih tinggi daripada perut dan kaki dengan harapan akan memasukkan isi abdomen

yang berada di rongga dada ke dalam rongga abdomen.(2,9,16) Posisi penderita miring

kearah hernia juga akan mengurangi besarnya hernia dan memungkinkan gerakan

pernapasan yang lebih baik.(8) Dekompresi usus penting untukmencegah penekanan

paru oleh usus dalam rongga toraks. Untuk tujuan ini dapat digunakan “continous

suction” atau penghisapan pipa nasogastrik secara berkala dan sering.(5,8,9)

Bantuan pernapasan dengan balon dan masker sebaiknya dihindarkan

disamping mencegah terjadinya pneumotoraks juga mencegah terisinya saluran

pencernaan dengan udara yang akan makin menekan paru dan jantung sehingga

semakin memperburuk keadaan.(2,5,6,7) Mengingat kepentingan mempertahankan pH

Page 10: asfiksia

darah, ventilasi dan oksigenasi, disamping risiko pneumotoraks, maka pola bantuan

napas yang paling eideal adalah menggunakan volume tidal yang kecil dengan

frekuensi tinggi.(9)

Ventilator mekanik dipertahankan setidaknya sampai 24 jam pasca bedah

dilakukan penyapihan (weaning). Sebaiknya PaCO2 dipertahankan 30-35 mmHg,

PaO2 antara 80-100 mmHg, sedangkan pH 7,4. Pemantauan oksihemoglobin

preduktal dan postduktal dengan menggunakan oksimeter sangat sangat praktis dan

cukup akurat untuk menilai pirau kanan ke kiri sejauh perfusi perifer baik.(8,9,23)

Adanya pirau kanan ke kiri harus diatasi secara agresif dengan mengatasi hipoksia,

alkalinasi dengan bikarbonat, bila perlu dengan pemberian vasodilator pulmonal.

Untuk mempertahankan curah jantungnya kadang-kadang diperlukan inotropik.(8)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penderita hernia diafragmatika

kongenital paska operasi meliputi : mengurangi tekanan intra abdominal dengan

mencegah batuk, refluks gastrointestinal yang berulang dan pengawasan terhadap

obstruksi esofagus dan atau gaster, perdarahan intra abdomen, perforasi esofagus,

trauma pada saraf vagus dan pneumotoraks sebagai akibat trauma saat pembedahan.(24)

Dilakukan pengawasan dan tindakan dengan mengurangi tekanan intra

abdomen, refluks gastro intestinal, pedarahan intra abdomen, perforasi esofagus serta

pneumotoraks. Pasca operasi kasus tidak menunjukkan hal tersebut, luka operasi

baik.

PENGELOLAAN KASUS

Asfiksia berat dilakukan pengelolaan jalan napas dengan isap lendir, intubasi,

dilanjutkan ventilasi mekanik modus IPPB dengan RR 40 x/menit, F1O2 80 %, flow

10 L/menit, PEEP 5 PIP 18 Rasio I = E 1 = 1 TI = 1 serta dilakukan koreksi asidosis

metabolik dengan koreksi bikarbonating. Setelah klnis ada perbaikan diperkuat hasil

perbaikan analisis gas adarh, selanjutnya ventilasi mekanik diubah dengan modus

CPAP dengan F102, F102 80 %, Flow 8 L/menit.

Page 11: asfiksia

Diberikan medikamentosa suntikan CaCl2 0,3 cc/kg bb, serta dopamin 34

gr/kg bb/menit (0,6 cc/jam) untuk pemeliharaan fungsi ginjal, kontraktilitas jantung

dihentikan pada hari ke-8 , karena perfusi ginjal sudah baik.

Hasil studi koagulasi terjadi kenaikan PTT dan PTTK 1 ½ kali, dengan

manifestasi perdarahan, maka diberikan FFP 10 cc/kg bb.

Perdarahan retina yang luas diberikan luminal 3 mg/kg bb/hari untuk menurunkan

konsumsi oksigen, vitamin K 1 x 1 mg (3 hari).

Pada hari ke-5 pasca repair hernia tanpa kasus dalam keadaan apnue, cutis

mormora, sianosis maka diberikan ventilasi mekanik IPPB, RR 40 x/net, F102 9 %,

Flow 10 L/menit, I = E rasio I = 1,5 hasil analisis gas darah hipoksemia berat (PO

257 mmHg) acute lung injury (PaO2/F1O2 193,7)

Pada hari ke-6 {hari ke-2 pasca operasi ) hasil foto polos dada dalam batas

normal analisis gas darah perbaikan (tidak hipoksemia) diubah menjadi modus CPAP

dengan F1O2 80 % Flow 10 L/menit. Pada hari ke-7 seiring dengan kemajuan klinis

modus CPAP, diubah menjadi napas spontan headbox dengan F1O2 60 %.

Selanjutnya dilakukan ekstubasi dengan O2 28 % nasal.

Infeksi pada kasus diberikan terapi medikamentosa ampisilin 200 mg/kg

bb/hari, satu cefotaxim 100 mg/kg bb/hari. Pada hari ke-2 cefotaxim dinaikkan

menjadi 200 mg/kg bb/hari. Hari ke-5 antibiotika diganti maxipime sesuai hasil

biakan darah. Hari ke-9 seiring perbaikan klinis, maxipime, diganti cefalosporin

golongan III per oral (cedax 10 gr/kg bb/hari) dosis tunggal.

Diberikan tranfusi sel darah merah atas indikasi anemia normokrom

normositer akibat proses hemolisis dan kebutuhan pada proses pertumbuhan cepat

dengan respirasi compromais dengan O2 content < 17

Pemberian diit minimal dilakukan mulai hari ke-2 dinaikkan secara bertahap.

Pasca operasi hari ke-2 mulai diberikan diit lagi setelah bising usus baik. Dilakukan

perhitungan berdasarkan kebutuhan kalori, protein maka ditambah protein (asam

amino) parenteral untuk mencukupi kebutuhannya.

Page 12: asfiksia

PROGNOSIS

Meskipun pengelolaan pascanatal sudah optimal dan bedah koreksi

dilakukan, sebagian besar bayi dengan hernia diafragmatika kongenital meninggal

karena hipoplasi paru.(1) Biasanya 70 % kasus hernia diafragmatika kongenital

meninggal karena hipoplasi paru.(1) Komplikasi ini merupakan penyebab utama

kegagalan pernapasan pada bayi yang lahir dengan hernia diafragmatika. Harapan

hidup tergantung pada beratnya hipoplasi paru. Hipoplasi paru yang berat dapat

diperkirakan bila PaCO2 prepoperatif lebih dari 40 mmHg meskipun menggunakan

ventilator mekanik.(25) Prognosis neonatus dengan hernia diafragmatika kongenital

tetap ditentukan oleh tingkat hipoplasi paru.(9,26)

Pada hipoplasi paru yang berat tanpa bantuan oksigenasi yang adekuat prognosisinya

jelak.(5,25)

Angka kematian sekitar 50 % pada bayi yang menunjukkan adanya sindroma

gangguan napas berat dalam 24 jam pertama sebagai akibat hernia diafragmatika.

Bila gejalanya tidak berat dan bayi dapat hidup sendiri tanpa bantuan yang berarti

dalam 72 jam pertama, prognosisnya cukup baik.(6,17)

Komplikasi lain yang sering terjadi adalah hipertensi pulmonal reversibel.

Adanya komplikasi ini dapat dikelola dengan menggunakan extracorporeal

membrane oxygenation (ECMO).(1,25) Akhir-akhir ini penggunaan ECMO banyak

digunakan pada neonatus dengan berbagai gangguan paru dan jantung.(7,8) Pada pusat

rujukan neonatal tingkat III dengan ECMO dilaporkan 70-76 % penderita hernia

diafragmatika kongenital dapat diselamatkan hidupnya.(1,5,26) Penderita hernia

diafragmatika kongenital dengan volume paru minimal 45 % yang mendapat terapi

ECMO dapat bertahan hidup.(25)

Dijumpai morbiditas bermakna pasca nepair hernia diafragmatika. Beberapa

peneliti menyebutkan risiko rekurensi. Irving dkk menemukan rekuensi 7 kasus,

yang terdiagnosis 3 – 21 bulan pasca repair.

Meskipun sebagian besar kasus dengan repair hernia diafragmatika mempunyai

toleransi latihan yang normal, studi lanjutan menunjukkan adanya persistensi

hipoplasia pulmoner , risiko emfisema lobus bawah pada hipoplasia paru kanan.

Page 13: asfiksia

Pada kasus termasuk kelompok dengan tingkat risiko I yaitu tanpa pulmoner

hipoplasia bermakna, analisis gas darah mendekati nilai normal, pasca operasi tidak

terdapat pirau kanan ke kiri secara bermakna, tidak diperlukan intervensi

farmokologi. Angka kematiannya hanya 5 %.

Pasca operasi didapatkan foto polos dada normla, secara klinis juga tidak dijumpai

kelainan, maka prognosisnya adalah ad bonam.

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan dan

teratur segera setelah bayi lahir.(4)

Penyebab kematian yang paling cepat adalah asfiksia dan perdarahan.Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas

yang penting. Akibat jangka panjang asfiksia perinatal ini dapat diperbaiki

secara bermakna bila hal ini diketahui SEBELUM kelahiran (misalnya pada

keadaan gawat janin), sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi /

oksigenasi janin intrauterin atau segera melahirkan janin untuk

mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi. Setiap bayi yang

dilahirkan di luar kamar bersalin yang memiliki peralatan lengkap hendaknya

dianggap memiliki faktor risiko tambahan.

Proses yang terjadi pada asfiksia perinatal

Proses yang terjadi pada asfiksia perinatal dapat diramalkan meskipun

penyebabnya belum diketahui. Kekurangan oksigen pada janin sering disertai

hiperkapnia dan asidosis campuran metabolik-respiratorik. Pada keadaan

asfiksia / hipoksemia yang terjadi / ditemukan sebelum kelahiran, gejala yang

dapat dideteksi dari luar umumnya berupa fetal bradikardia (sering disebut

dengan istilah umum / generalisasi berupa gawat janin). Jika dilanjutkan

dengan pemeriksaan darah misalnya lewat darah tali pusat, dapat ditemukan

asidosis.

Asfiksia yang terdeteksi sesudah lahir, prosesnya berjalan dalam

beberapa fase / tahapan (Dawes). :

1. janin bernapas megap-megap (gasping), diikuti dengan 2. masa henti napas (fase henti napas primer).

Page 14: asfiksia

3. Jika asfiksia berlanjut terus, timbul seri pernapasan megap-megap yang kedua selama 4-5 menit (fase gasping kedua), diikuti lagi dengan

4. masa henti napas kedua (henti napas sekunder)

Bayi yang berada dalam keadaan henti napas primer, biasanya pletorik (walaupun banyak yang sianotik). Bayi dalam henti napas sekunder, berwarna biru sampai ungu dan pucat. Bayi yang dilahirkan dalam keadaan henti napas primer, sering dapat mulai bernapas spontan setelah stimulasi sensorik (misalnya telapak kaki ditepok, atau punggung diusap-usap dengan agak cepat dan keras). Bayi yang berada dalam keadaan henti napas sekunder, tidak akan dapat mulai bernapas spontan, dan harus dibantu dengan ventilasi tekanan positif dan oksigen (resusitasi pernapasan artifisial / mekanik). Makin lama selang waktu dari saat mulai henti napas sekunder sampai dimulainya resusitasi ventilasi tekanan positif, makin lama pula waktu yang diperlukan bayi untuk mulai bernapas spontan yang adekuat, prognosis makin buruk.

Selama asfiksia, curah jantung dan tekanan darah menurun. Terjadi

redistribusi curah jantung untuk mempertahankan aliran darah ke otak,

jantung dan adrenal. Pada asfiksia yang terus berlanjut, curah jantung makin

menurun dan aliran darah ke organ-organ vital tidak mencukupi lagi.

Pada bayi dengan asfiksia, secara kasar terdapat korelasi antara

frekuensi jantung dengan curah jantung. Karena itu pemantauan frekuensi

jantung (misalnya dengan stetoskop, atau perabaan nadi tali pusat)

merupakan cara yanng baik untuk memantau efektifitas upaya resusitasi. 

Perlengkapan dan obat-obatan resusitasi (tabel)

Resusitasi neonatal yang efektif memerlukan tenaga yang terlatih dan

perlengkapan yang tepat (lihat tabel). Hendaknya disediakan minimum 2 set

Page 15: asfiksia

perlengkapan resusitasi (untuk menghadapi kemungkinan persalinan kembar)

dan 1 unit resusitasi mobil untuk keperluan transport. 

Prinsip-prinsip umum prosedur resusitasi neonatus

Prinsip resusitasi neonatus :

T (temperature), baru kemudian A-B-C-D

Pengaturan suhu

Semua neonatus dalam keadaan apapun mempunyai kesukaran untuk

beradaptasi pada suhu lingkungan yang dingin.

Neonatus yang mengalami asfiksia khususnya, mempunyai sistem

pengaturan suhu yang lebih tidak stabil, dan hipotermia ini dapat

memperberat / memperlambat pemulihan keadaan asidosis yang terjadi.

Segera sesudah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan

seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakkan telanjang di bawah

alat / lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh ibunya, untuk mencegah

kehilangan panas. Bila diletakkan dekat ibunya, bayi dan ibu hendaknya

diselimuti dengan baik. Namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi

pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi. Tindakan resusitasi pada bayi

sebaiknya dilakukan pada suatu meja yang telah dilengkapi dengan peralatan

resusitasi.

Penilaian status klinik

Digunakan penilaian Apgar untuk menentukan keadaan bayi pada

menit ke 1 dan ke 5 sesudah lahir. Nilai pada menit pertama : untuk

menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan

dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima :

untuk menilai prognosis neurologik. Ada pembatasan dalam penilaian Apgar

ini, yaitu :

1. Resusitasi SEGERA dimulai bila diperlukan, dan tidak menunggu sampai

ada penilaian pada menit pertama.

2. Keputusan perlu-tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi

dapat cukup dengan menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktifitas

Page 16: asfiksia

respirasi dan tonus neuromuskular, daripada dengan nilai Apgar total. Hal

ini untuk menghemat waktu.

Perencanaan berdasarkan perhitungan nilai Apgar

1. Nilai Apgar menit pertama 7 - 10 : biasanya bayi hanya memerlukan

tindakan pertolongan berupa penghisapan lendir / cairan dari orofaring

dengan menggunakan bulb syringe atau suction unit tekanan rendah. Hati-

hati, pengisapan yang terlalu kuat / traumatik dapat menyebabkan

stimulasi vagal dan bradikardia sampai henti jantung.

2. Nilai Apgar menit pertama 4 - 6 : hendaknya orofaring cepat diisap dan

diberikan O2 100%. Dilakukan stimulasi sensorik dengan tepokan atau

sentilan pada telapak kaki dan gosokan selimut kering pada punggung.

Frekuensi jantung dan respirasi terus dipantau ketat. Bila frekuensi

jantung menurun atau ventilasi tidak adekuat, harus diberikan ventilasi

tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika tidak

ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut ke

hidung-mulut.

3. Nilai Apgar menit pertama 3 atau kurang : bayi mengalami depresi

pernapasan yang berat dan orofaring harus cepat diisap. Ventilasi dengan

tekanan positif dengan O2 100% sebanyak 40-50 kali per menit harus

segera dilakukan. Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan

gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi napas. Jika frekuensi jantung

tidak meningkat sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus dimulai.

Page 17: asfiksia

4. Frekuensi : 100 sampai 120 kali per menit, dengan 1 kali ventilasi setiap

5 kali kompresi (5:1).

JIKA frekuensi jantung tetap di bawah 100 kali per menit setelah 2-3

menit, usahakan melakukan intubasi endotrakea. Gunakan laringoskop

dengan daun lurus (Magill). Gunakan stilet untuk menuntun jalan pipa.

Stilet jangan sampai keluar dari ujung pipa. Posisi pipa diperiksa dengan

auskultasi.

Kalau frekuensi jantung tetap kurang dari 100 setelah intubasi,

berikan 0.5 - 1 ml adrenalin (1:10.000). Dapat juga secara intrakardial atau

intratrakeal, tapi lebih dianjurkan secara intravena.

Jika tidak ada ahli yang berpengalaman untuk memasang infus pada vena

perifer bayi, lakukan kateterisasi vena atau arteri umbilikalis pada tali pusat,

dengan kateter umbilikalis. Sebelum penyuntikan obat, harus dipastikan ada

aliran darah yang bebas hambatan. Dengan demikian pembuluh tali pusat

dibuat menjadi drug/fluid transport line.

JANGAN memasukkan larutan hipertonik seperti glukosa 50% atau

natrium bikarbonat yang tidak diencerkan melalui vena umbilikalis, karena

dapat merusak parenkim hati.

Bayi dengan asfiksia berat yang tidak responsif terhadap terapi atau

mempunyai frekuensi jantung yang adekuat tetapi perfusinya buruk,

hendaknya diberikan cairan ekspansi volume darah (plasma volume

expander) : 10 ml/kgBB Plasmanate atau albumin 5% secara infus selama 10

menit. Kalau diduga banyak terjadi perdarahan, berikan transfusi 10 ml/kgBB

darah lengkap (wholeblood). Bila bradikardia menetap : ulangi dosis

adrenalin.

Dapat juga diberikan kalsium glukonat 10% untuk efek inotropik 50-

100 mg/kgBB intravena perlahan-lahan, atau sulfas atropin untuk

antikolinergik / terapi bradikardia 0.01 mg/kgBB.

Asidosis respiratorik : dikoreksi dengan memperbaiki ventilasi

Page 18: asfiksia

Asidosis metabolik : dikoreksi dengan infus natrium bikarbonat dan cairan

ekspansi volume darah.

Ada 3 masalah penting berkaitan dengan pemberian natrium bikarbonat pada

bayi :

1. zat ini sangat hipertonik. Bila diberikan dengan cepat dan dalam jumlah

besar akan mengekspansi volume intravaskular.

2. jika diberikan dalam keadaan ventilasi tidak adekuat, PaCO2 akan

meningkat nyata, pH akan turun, asidosis makin berat dan dapat terjadi

kematian. Hendaknya natrium bikarbonat HANYA diberikan jika

ventilasi adekuat, atau telah terpasang ventilasi mekanik yang baik.

3. Pemberian bikarbonat dapat pula menyebabkan hipotensi.

Untuk monitoring : periksa darah arteri umbilikalis untuk analisis gas darah.

Bila perlu lakukan kanulasi vena sentral untuk membantu menentukan balans

cairan.

Penyulit yang mungkin terjadi selama resusitasi

Hipotermia

Dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas,

depresi susunan saraf pusat, hipoglikemia.

Pneumotoraks

Pemberian ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan

tekanan yang terlalu besar dapat menyebabkan komplikasi ini.

Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko

pneumotoraks lebih besar karena komplians jaringan paru lebih lemah.

Trombosis vena

Pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada

dinding pembuluh darah, potensial membentuk trombus. Selain itu, infus

larutan hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga dapat

mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.

Page 19: asfiksia

INTRODUKSI TENTANG PERAWATAN INTENSIF NEONATUS

(NEONATAL INTENSIVE CARE)

Transfer ke unit perawatan intensif neonatus

Transfer ke unit perawatan intensif neonatus (NICU - neonatal intensive care

unit) dipertimbangkan pada keadaan / kasus :

1. Gawat napas (sianosis, takipnea, retraksi dinding dada, pernapasan cuping

hidung, atau henti napas) yang memerlukan O2 40% atau lebih untuk

mencegah sianosis sentral

2. Bayi prematur kurang dari 2000 gram atau usia gestasi (jika diketahui)

kurang dari 37 minggu

3. Bayi yang sedang mengalami pemulihan dari upaya resusitasi besar

4. Bayi yang sangat mungkin memerlukan bantuan respirasi atau bantuan

medis besar lainnya.

Neonatus risiko tinggi, terutama bayi prematur, memerlukan suatu

LINGKUNGAN KHUSUS, dengan kombinasi khusus cairan dan nutrisi,

serta sarana-sarana pendukung lainnya untuk mempertahankan kehidupannya.

Masalah pada neonatus risiko tinggi

1. khusus pada bayi prematur : hiperbilirubinemia akibat organ hati belum

matang, volume darah rendah, hipoglikemia, defisiensi faktor-faktor

imunologik, defisiensi surfaktan.

2. pada neonatus risiko tinggi umumnya : rentan terhadap infeksi.

Hal yang diperhatikan pada perawatan intensif neonatus

Pengendalian infeksi

Infeksi nosokomial merupakan penyebab infeksi yang sering

menyerang neonatus dalam perawatan. Penularan dapat melalui petugas

medis maupun peralatan yang digunakan. Keadaan neonatus risiko tinggi

sangat lemah, dapat segera memburuk jika terserang infeksi, lebih cepat dan

Page 20: asfiksia

lebih berat dibandingkan bayi normal lainnya. Sterilisasi dan kebersihan

merupakan syarat utama suatu unit perawatan intensif pada umumnya,

termasuk pada unit perawatan intensif neonatus.

WASPADA : gejala-gejala mencurigakan sepsis neonatorum :

1. gejala umum : bayi tidak kelihatan sehat, tidak mau minum, suhu badan

naik (febris) atau turun (hipotermia) padahal berada dalam kontrol suhu

ruangan yang benar.

2. gejala gastrointestinal : muntah, diare, hepatomegali, perut kembung,

warna kemerahan

3. gejala respiratorik : dispneu, takipneu, sianosis

4. gejala kardiovaskular : takikardia, edema, dehidrasi, produksi urine

kurang

5. gejala susunan saraf pusat : letargi, iritabel, kejang, tidak sadar

6. gejala hematologik : ikterus, splenomegali, petekiae, perdarahan lain,

hitung leukosit dan/atau trombosit menurun.

Pengendalian suhu

Neonatus TIDAK mampu mempertahankan suhu tubuhnya dalam

lingkungan yang terlalu panas atau dingin. Hal ini karena luas permukaan

tubuhnya relatif besar perbandingannya terhadap berat badan, sehingga heat

loss lebih tinggi. Jika terdapat keadaan hipoksia dan stabilitas kardiovaskular

yang rendah, daya tahan terhadap suhu lingkungan akan semakin menurun.

Sekedar suatu pengaturan suhu ruangan yang sesuai saja telah terbukti

berhasil menurunkan mortalitas perinatal secara bermakna.

Monitoring

Page 21: asfiksia

Keadaan umum, tanda vital, gejala-gejala patologik, peningkatan /

penurunan berat badan, balans cairan, kadar elektrolit dan osmolalitas serum,

pemeriksaan urine, dilakukan rutin.

Jika memungkinkan, sebaiknya digunakan peralatan monitoring

elektronik / digital yang lengkap dengan kemampuan fungsi merekam

sehingga dapat dilakukan analisis yang kontinyu.

Cairan, elektrolit dan nutrisi

Semua neonatus dalam unit perawatan intensif HARUS menerima cairan /

nutrisi / obat melalui infus intravena. Jumlah cairan tergantung pada usia

gestasi, usia pascakelahiran, ukuran / berat badan, status klinis dan fisiologis,

serta keadaan patologik yang mungkin menyertai (misalnya diare, ikterus,

anemia, dan sebagainya).

Kebutuhan cairan basal umumnya 50-100 cc/kgbb pada hari pertama,

kemudian turun sampai 60-70 cc/kgbb pada hari ketiga. Jika bayi memiliki

berat badan lebih rendah atau usia gestasi lebih prematur, kebutuhan cairan

menjadi lebih tinggi.

Infus cairan dimonitor setiap 6-8 jam, dengan input / output balans yang

ketat. Tiap 24 jam dibuat rekapitulasi meliputi keseimbangan cairan dan

elektrolit, input/output termasuk insensible water loss, fungsi injal, dan

pemeriksaan elektrolit serum.

Elektrolit Na+ diberikan 3 mEq/dl cairan, dan K+ 2 mEq/dl.

Nutrisi maksimum diberikan 75 kalori per 100 cc cairan, dalam bentuk asam

amino dan larutan glukosa, melalui infus intravena.

JIKA BAYI DAPAT MINUM DAN IBU DAPAT MENGELUARKAN ASI,

BAYI HARUS DIBERIKAN ASI.

Obat-obatan

Untuk asidosis, digunakan natrium bikarbonat. Untuk stimulasi

kardiovaskular dan vasopresor, digunakan epinefrin. Kalsium glukonas

meningkatkan kontraktilitas miokardium, hati-hai, pemberian terlalu cepat

dapat menyebabkan aritmia. Glukosa untuk sumber energi. Hati-hati dalam

perhitungan, dapat terjadi hipo/hiperglikemia atau hiper/hipoosmolalitas.

Page 22: asfiksia

Albumin dipakai sebagai plasma volume expander jika ada hipovolemia,

terutama jika tidak ada transfusi darah. Naloxon dapat digunakan jika terjadi

depresi kardiovaskular dan/atau pernapasan akibat anastesia atau analgesia

yang diberikan pada ibu sebelum persalinan. Furosemide dapat dipakai jika

dicurigai ada edema paru atau gagal jantung akibat overload cairan.

Antibiotik umum dipakai golongan penicillin atau aminoglikosid, dipilih

yang berspektrum luas, dapat menembus sawar darah otak, tidak toksik, dapat

diberikan secara parenteral. PRINSIP : dosis dan interval pemberian

disesuaikan pada keadaan masing-masing kasus (tailored / titration dose).

Transfusi darah

Bayi prematur sering mengalami anemia. Anemia pada neonatus JANGAN

hanya berdasarkan pemeriksaan kadar hemoglobin atau hematokrit, karena

nilai itu tidak representatif terhadap status oksigenasi jaringan oleh sel-sel

darah merah. Anemia pada neonatus seharusnya mempertimbangkan :

1. jumlah absolut hemoglobin dalam sirkulasi yang menentukan transport

oksigen di dalam darah.

2. fungsi yang menentukan kemampuan melepaskan oksigen ke dalam

jaringan

Sehingga pada neonatus, massa eritrositlah yang menjadi variabel

yang menentukan kapasitas angkut oksigen dalam sirkulasi, bukan nilai Hb

atau Ht. Perlu dipertimbangkan bahwa dalam masa-masa neonatal awal

terjadi penurunan massa eritrosit yang bermakna, selain itu terjadi konversi

dari hemoglobin fetal (HbF) menjadi hemoglobin dewasa (HbA) yang

memiliki karakteristik afinitas terhadap oksigen dan disosiasi Hb-oksigen

yang berbeda. Dengan kata lain, sistem hemopoietik neonatus memang

sedang berada dalam masa adaptasi dari tipe fetal ke tipe dewasa.

Berdasarkan prinsip itu, karena masalah utama adalah oksigenasi

jaringan dan bukan semata-mata nilai Hb atau Ht, maka terapi dengan

oksigenasi lebih banyak diberikan pada neonatus dibandingkan transfusi

Page 23: asfiksia

darah. Umumnya transfusi darah JARANG diberikan pada neonatus kecuali

terjadi hipovolemia yang bermakna.

Ventilasi mekanik

Pada bayi dengan fungsi respiratorik yang tidak adekuat, alat bantu

pernapasan (ventilasi mekanik) memegang peranan yang sangat penting.

Ventilasi diatur dengan alat bertekanan positif, dengan beberapa cara yang

mungkin misalnya tekanan positif kontinyu (CPPV - continuous positive

pressure ventilation), tekanan positif intermiten (IPPV / IMV - intermittent

positive pressure ventilation / intermittent mandatory ventilation) dan

sebagainya.

Dalam penggunaan ventilasi mekanik di mana frekuensi pernapasan

diatur oleh alat, diperlukan relaksasi otot pasien yang baik, serta depresi

pernapasan spontan pasien, karena jika terjadi pola pernapasan spontan

pasien yang tidak sesuai dengan pola yang diatur oleh alat, dapat terjadi

pneumotoraks sampai perdarahan intrakranial. Untuk keperluan ini dapat

digunakan misalnya pelumpuh otot pancuronium, atau obat golongan morfin

atau barbiturat yang juga memiliki efek sedasi.

Penting juga diperhatikan suhu, kelembaban, tekanan dan volume

aliran oksigen yang digunakan.

Aspek sosio-ekonomi perawatan intensif neonatus

Perawatan intensif neonatus di satu pihak adalah sarana yang

memerlukan banyak peralatan, prosedur dan tenaga medis yang selalu siap

menangani berbagai masalah yang terjadi. Hal ini akan menyebabkan biaya

perawatan dan obat-obatan menjadi sangat mahal.

Di lain pihak, pasien sendiri merupakan seorang neonatus dengan

risiko tinggi yang sangat lemah keadaannya, sehingga peluang untuk tetap

hidup dengan kualitas yang baik tentu juga sangat terbatas.

Hal ini PERLU dijelaskan kepada orangtua pasien, karena orangtua tentu

sangat mengharapkan hasil perawatan yang sebaik-baiknya dengan biaya

yang mahal tersebut, sementara pada kenyataannya output yang maksimal

merupakan suatu hal yang cukup sulit diperoleh. Apalagi jika keluarga pasien

Page 24: asfiksia

berasal dari golongan ekonomi lemah / kurang mampu. Selain itu juga,

mungkin ibu pasien masih juga berada dalam perawatan pascapersalinan di

rumahsakit tersebut, sehingga menjadi tambahan beban biaya bagi keluarga

pasien.

Jika memungkinkan, sebaiknya diusahakan subsidi dana rumahsakit

sebagai sumber yang potensial untuk pengembangan dan pemeliharaan unit

perawatan intensif neonatus, sehingga pelayanan pada unit perawatan intensif

neonatus ini dapat tetap maksimal dan tidak semata-mata bergantung hanya

kepada pembayaran pasien.

Cara menegakkan diagnosis asfiksia :

1. Pada saat persalinan ditegakkan dengan memeriksa pH darah kulit kepala

yang kurang dari 7,2. Kewaspadaan harus ditingkatkan pada bayi letak

kepala dengan air ketuban mengandung mekoneum.

2. Setelah bayi lahir :

Pada kasus emergensi, asfiksia berat ditegakkan bila saat lahir bayi

mengalami sianosis, bradikardi dan hipotoni.

Penilaian menggunakan skor APGAR pada menit pertama, setelah diberi

lingkungan yang baik dan diisap lendirnya, sekaligus untuk menentukan

cara resusitasi.Penilaian dilakukan terhadap denyut jantung, usaha napas,

tonus otot, reflek dan warna kulit, yang masing-masing diberi skor antara

0-2 dan kemudian ditotal.

Diagnosis “ vigorous baby”, bayi sehat, tidak perlu tindakan istimewa bila

skor Apgar 8-10

Asfiksia ringan bila skor Apgar 7

Asfiksia sedang bila skor Apgar 4-6

Asfiksia berat bila skor Apgar 0-3

Penyebab terjadinya asfiksia adalah : (2)

1.I.1.1. Faktor ibu,

a. Terjadinya insufisiensi uteroplasental akibat perdarahan pada ibu,

hipotensi mendadak, hipertensi seperti pada preeklampsi dan

Page 25: asfiksia

eklampsi, gangguan mikrosirkulasi pada ibu dengan Diabetes

Mellitus.

b. Terjadinya hipoksia ibu yang berakibat pada hipoksia janin akibat

hipoventilasi karena penggunaan obat anastesi selama persalinan.

1.I.1.2. Faktor Plasenta,

Terjadi perubahan mendadak pada plasenta akibat plasenta previa,

solusio plasenta, atau dapat juga karena kelainan dalam luas dan

kondisi plasenta.

1.I.1.3. Faktor Fetus,

Terjadinya penekanan tali pusat antara janin dan jalan lahir pada tali

pusat menumbung, lilitan tali pusat, trauma persalinan akibat “feto-

pelvic disproporsion” , kelainan letak dan kelainan kongenital.

Diagnosis asfiksia derajat sedang pada neonatus ini ditegakkan

berdasarkan :

1.I.1.3.1.1.1. Anamnesis

Ibu mengeluh anak lahir merintih dan dokter penolong persalinan

menyatakan skor Apgar menit pertama bayi lahir setelah diberi

lingkungan yang baik dan diisap lendirnya adalah 6.

Tanda Skor

Frekuensi jantung : > 100x/menit 2

Usaha bernafas : menangis lemah 1

Tonus otot : ekstremitas sedikit fleksi 1

Refleksi : sedikit gerakan 1

Warna : tubuh kemerahan 1

Total 6

1.I.1.3.1.1.2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bayi laki-laki, menangis

kurang kuat, frekuensi napas 46 x/menit, dengan dijumpai napas cuping

hidung dan retraksi suprasternal.

Neonatus ini lahir secara secti transperitoneal profunda atas indikasi

ibu ruptura uteri iminnens dan janin fetal distress.Penyebab terjadinya

asfiksia pada neonatus ini adalah faktor ibu mengalami ruptura uteri iminnens

Page 26: asfiksia

beberapa saat sebelum persalinan. Pada kasus ini ibu seorang primi gravida

dengan tinggi badan 142 cm, ternyata ibu memiliki pintu atas panggul yang

sempit, akibatnya terjadi CPD (cefalo pelvik disproporsion) yang

menyebabkan gangguan sirkulasi uteroplasenter pada saat penurunan kepala

janin, sehingga janin mengalami hipoksia intrauterine berlanjut sebagai gawat

janin dan asfiksia neonatorum.