Anatomi, Fisiologi, Anamnesis Dan Pemfis Telinga
-
Upload
mahfiraramadhania -
Category
Documents
-
view
41 -
download
3
description
Transcript of Anatomi, Fisiologi, Anamnesis Dan Pemfis Telinga
LAPORAN REFRESHING
ANATOMI, FISIOLOGI, ANAMNESIS DAN
PEMERIKSAAN TELINGA
DISUSUN OLEH :
Mahfira Ramadhania 2010730066
DOKTER PEMBIMBING:
dr. Satrio Prodjohoesodo, Sp.THT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2014
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas refreshing pada stase ilmu
penyakit THT Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur.
Terima kasih kepada dr. Satrio PH, Sp.THT selaku pembimbing yang
telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis
harapkan.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk para pembaca.
Cianjur, Juni 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
A. Latar Belakang..........................................................................................4
B. Tujuan........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
A. Anatomi Telinga........................................................................................5
1. Telinga Luar...........................................................................................5
2. Telinga Tengah......................................................................................9
3. Telinga Dalam.....................................................................................16
B. Fisiologi Telinga......................................................................................18
1. Fungsi Telinga.....................................................................................18
2. Fisiologi Pendengaran.........................................................................21
3. Fisiologi Keseimbangan......................................................................22
C. Anamnesis dan Pemeriksaan Telinga......................................................24
1. Anamnesis............................................................................................24
2. Pemeriksaan Fisik................................................................................25
3. Pemeriksaan Ketajaman Auditorius....................................................27
BAB III KESIMPULAN........................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan
kompleks (pendengaran dan keseimbangan). Indera pendengaran berperan
penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Perkembangan normal, pemeliharaan bicara, dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada
kemampuan mendengar. Oleh karena itu, memahami mengenai anatomi
telinga dan fungsinya dalam mendengar dan keseimbangan sangat penting
bagi seorang dokter. Selain itu keterampilan anamnesis dan pemeriksaan
telinga bagi keluhan-keluhan berkaitan dengan telinga juga wajib dimiliki.
Berdasarkan hal tersebut refreshing mengenai anatomi, fisiologi,
anamnesis, dan pemeriksaan telinga ini disusun sebagai ulasan ilmu dasar
dan kemampuan diagnosis terhadap organ telinga.
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memahami lebih dalam lagi
mengenai anatomi, fisiologi, anamnesis serta pemeriksaan telinga.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Telinga
Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu :
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri aurikula, meatus akustikus eksernus, dan membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang
telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari
tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit
telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat
5
terdapat pada seluruh liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya
sedikit dijumpai kelenjar serumen.
Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun
bertulang di sebelah medial. Seringkali terdapat penyempitan liang telinga
pada perbatasan tulang dan tulang rawan tersebut. sendi
temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan liang telinga,
sementara prosesus mastoideus terletak dibelakangnya. Saraf fasialis
meninggalkan foramen stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju
prosesus stiloideus di posterior liang telinga, dan kemudian berjalan di
bawah liang telinga untuk memasuki kelenjar parotis. Rawan liang telinga
merupakan salah satu patokan pembedahan yang digunakan untuk mencari
saraf fasialis; patokan lainnya adalah sutura timpanomastoideus.
Batas-batas MAE antara lain;
Anterior : Fossa mandibular, parotis
Posterior : Mastoid
Superior : resessus epitimpanikum
cranial cavity
Inferior : parotis
6
Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna putih
mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibentuk
7
dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari
kavum timpani.
Membran timpani dibagi atas 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars
flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel
kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia,
dan pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi
ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
elastin.
Membrana ini panjang vertical rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-
posterior kira-kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membrana
timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang
arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 450 dari
dataran sagital dan horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut,
dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak
ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya
(cone of light). Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
1) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum
kutaneum dan mukosum.
Lamina propria yang terdiri dari dua lapisan anyaman penyabung
elastic yaitu: bagian dalam sirkuler, dan bagian luar radier.
8
2. Telinga Tengah
Teling tengah berbentuk kubus dengan batas-batas :
Batas luar : membrane timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batas bawah : vena jugularis
Batas belakang : aditus ad antrum
Batas atas : tegmen timpani
Batas dalam : berturut-turut dari atas kebawah, kanalis semi
sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium.
Telinga tengah terdiri dari:
a. Cavum timpani
b. Tuba eustachius
c. Prosesus Mastoid
9
a. Kavum TimpaniKavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior
atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum
timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran, otot, serta saraf.
Tulang-tulang pendengaran
a) Malleus (hammer/ martil).
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-
tulang pendengaran dan terletak paling lateral, leher, prosesus brevis
(lateral), prosesus anterior, lengan (manubrium). panjangnya kira-kira
7,5 sampai 9,0 mm. kepala terletak pada epitimpanum atau didalam
rongga atik, sedangkan leher terletak dibelakang pars flaksida
membran timpani. Manubrium terdapat didalam membrane timpani,
bertindak sebagai tempat perlekatan serabut-serabut tunika propria.
Ruang antara kepala dari maleus dan membran Shrapnell dinamakan
Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus anterior yang
melekat ke tegmen dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat
diantara basis prosesus brevis dan pinggir lekuk Rivinus.
10
b) Inkus (anvil/ landasan)
Inkus terdiri dari badan inkus (corpus) dan 2 kaki yaitu :
prosesus brevis dan prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan
longus membentuk sudut lebih kurang 100 derajat. Inkus berukuran
4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus
panjangnya 4,3 mm-5,5 mm.
Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis
menuju antrum, prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium
dan menuju ke bawah. Ujung prosesus longus membengkok kemedial
merupakan suatu prosesus yaitu prosesus lentikularis. Prosesus ini
berhubungan dengan kepala dari stapes.
Maleus dan inkus bekerja sebagai satu unit, memberikan respon
rotasi terhadap gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang
merupakan suatu garis antara ligamentum maleus anterior dan
ligamentum inkus pada ujung prosesus brevis. Gerakan-gerakan
tersebut tetap dipelihara berkesinambungan oleh inkudomaleus.
Gerakan rotasi tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston pada
stapes melalui sendi inkudostapedius.
11
c) Stapes (Stirrup/ pelana)
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti
sanggurdi beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes
terdiri dari kepala, leher, krura anterior dan posterior dan telapak kaki
(foot plate), yang melekat pada foramen ovale dengan perantara
ligamentum anulare.
Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada
permukaan posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada
bagian leher bawah yang lebar dan krura anterior lebih tipis dan
kurang melengkung dari pada posterior.
Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya
mempunyai tepi superior yang melengkung, hampir lurus pada tepi
posterior dan melengkung di anterior dan ujung posterior. panjang
foot plat e 3 mm dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada fenestra
vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul labirin oleh
ligamentum anulare Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm.
12
Otot
Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan
otot stapedius ( muskulus stapedius).
Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm
diatas tuba eustachius. Otot ini melekat pada dinding semikanal tensor
timpani. Kanal ini terletak diatas liang telinga bagian tulang dan terbuka
kearah liang telinga sehingga disebut semikanal. Serabut -serabut otot
bergabung dan menjadi tendon pada ujung timpanisemikanal yang ditandai
oleh prosesus kohleoform.
Prosesus ini membuat tendon tersebut membelok kearah lateral
kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi pada bagian atas leher maleus.
Muskulus tensor timpani disarafi oleh cabang saraf kranial ke V. kerja otot
ini menyebabkan membran timpani tertarik kearah dalam sehingga
menjadi lebih tegang dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem
penghantar suara serta melemahkan suara dengan freksuensi rendah.
Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam
kanalnya didalam eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke perios
kanal tersebut. Serabut-serabutnya bergabung membentuk tendon
stapedius yang berinsersi pada apek posterior leher stapes. M. Stapedius
disarafi oleh salah satu cabang saraf kranial ke VII yang timbul ketika
saraf tersebut melewati m. stapedius tersebut pada perputarannya yang
kedua. Kerja m.stapedius menarik stapes ke posterior mengelilingi suatu
pasak pada tepi posterior basis stapes. Keadaan ini stapes kaku,
memperlemah transmisi suara dan meningkatkan frekuensi resonansi
tulang-tulang pendengaran.
13
Saraf korda timpani
Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani
dari kanalikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan
posterior. Korda timpani memasuki telinga tengah bawah pinggir
posterosuperior sulkus timpani dan berjalan keatas depan lateral
keprosesus longus dari inkus dan kemudian ke bagian bawah leher maleus
tepatnya diperlekatan tendon tensor timpani. Setelah berjalan kearah
medial menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura
petrotimpani.
Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik
yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula
melalui ganglion submandibular. Korda timpani memberikan serabut
perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior.
Saraf pleksus timpanikus
Adalah berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus
dan dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik
disekitar arteri karotis interna.
14
b. Tuba EustachiusTuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah
dengan nasofaring. Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba
faringotimpani. bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran
yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang
dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial
dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
1) Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3
bagian).
2) Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3
bagian).
Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum
timpani, dan bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian
tulang rawan ini berjalan kearah posterior, superior dan medial sepanjang
2/3 bagian keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan
bagian tulang atau timpani.
Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut
ismus. Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu
15
tertutup dan berakhir pada dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa
muara tuba pada bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi
dibanding dengan ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek,
lebar dan letaknya mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring
ke telinga tengah. Tuba dilapisi oleh mukosa saluran nafas yang berisi sel-
sel goblet dan kelenjar mucus dan memiliki lapisan epitel bersilia
didasarnya. Epitel tuba terdiri dari epitel selinder berlapis dengan sel
selinder. Disini terdapat silia dengan pergerakannya ke arah faring. Sekitar
ostium tuba terdapat jaringan limfosit yang dinamakan tonsil tuba. Otot
yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :
1. M. tensor veli palatine
2. M. elevator veli palatine
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu
mempertahankan keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani
dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring
dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.
3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
16
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea
tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala
media (duktus koklearis) diantaranya.
Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala
media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda
dengan endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan natrium dan rendah
kalium, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah natrium. Hal
ini penting untuk pendengaran.
Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s
Membrane) sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada membran
ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk
mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel
rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini
menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat
jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen
menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut
terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang
cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membrane
tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung
yang terletak di medial disebut sebagai limbus.
17
B. Fisiologi Telinga
1. Fungsi Telinga
Telinga luar berfungsi mengumpulkan suara dan mengubahnya menjadi
energi getaran sampai ke gendang telinga. Telinga tengah menghubungkan
gendang telinga sampai ke kanalis semisirkularis yang berisi cairan. Di telinga
tengah ini, gelombang getaran yang dihasilkan tadi diteruskan melewati
tulang-tulang pendengaran sampai ke cairan di kanalis semisirkularis; adanya
ligamen antar tulang mengamplifikasi getaran yang dihasilkan dari gendang
telinga.
Telinga dalam merupakan tempat ujung-ujung saraf pendengaran yang
akan menghantarkan rangsangan suara tersebut ke pusat pendengaran di otak
manusia.
a. Konduksi Tulang
18
Konduksi tulang adalah konduksi energi akustik oleh tulang-tulang
tengkorak ke dalam telinga tengah, sehingga getaran yang terjadi di tulang
tengkorak dapat dikenali oleh telinga manusia sebagai suatu gelombang
suara. Jadi segala sesuatu yang menggetarkan tubuh dan tulang-tulang
tengkorak dapat menimbulkan konduksi tulang ini. Secara umum tekanan
suara di udara harus mencapai lebih dari 60 dB untuk menimbulkan efek
konduksi tulang ini. Hal ini perlu diketahui, karena pemakaian sumbat
telinga tidak menghilangkan sumber suara yang berasal dari jalur ini.
b. Respon auditorik
Jangkauan tekanan dan frekuensi suara yang dapat diterima oleh
telinga manusia sebagai suatu informasi yang berguna, sangat luas. Suara
yang nyaman diterima oleh telinga kita bervariasi tekanannya sesuai
dengan frekuensi suara yang digunakan, namun suara yang tidak
menyenangkan atau yang bahkan menimbulkan nyeri adalah suara-suara
dengan tekanan tinggi, biasanya di atas 120 dB. Ambang pendengaran
untuk suara tertentu adalah tekanan suara minimum yang masih dapat
membangkitkan sensasi auditorik. Nilai ambang tersebut tergantung pada
karakteristik suara (dalam hal ini frekuensi), cara yang digunakan untuk
mendengar suara tersebut (melalui earphone, pengeras suara, dsb), dan
pada titik mana suara itu diukur (saat mau masuk ke liang telinga, di udara
terbuka, dsb). Ambang pendengaran minimum (APM) merupakan nilai
ambang tekanan suara yang masih dapat didengar oleh seorang yang masih
muda dan memiliki pendengaran normal, diukur di udara terbuka setinggi
kepala pendengar tanpa adanya pendengar. Nilai ini penting dalam
pengukuran di lapangan, karena bising akan mempengaruhi banyak orang
dengan banyak variasi. Pendengaran dengan kedua telinga lebih rendah 2
sampai 3 dB. Jika seseorang terpajan pada suara di atas nilai kritis tertentu
kemudian dipindahkan dari sumber suara tersebut, maka nilai ambang
pendengaran orang tersebut akan meningkat; dengan kata lain,
pendengaran orang tersebut berkurang. Jika pendengaran kembali normal
19
dalam waktu singkat, maka pergeseran nilai ambang ini terjadi sementara.
Fenomena ini dinamakan kelelahan auditorik.
c. Kekuatan suara
Kekuatan suara adalah suatu perasaan subjektif yang dirasakan
seseorang sehingga dia dapat mengatakan kuat atau lemahnya suara yang
didengar. Kekuatan suara sangat dipengaruhi oleh tingkat tekanan suara
yang keluar dari stimulus suara, dan juga sedikit dipengaruhi oleh
frekuensi dan bentuk gelombang suara. Pengukuran kekuatan suara secara
umum dapat dilakukan dengan cara : 1) pengukuran subyektif dengan
menanyakan suara yang didengar oleh sekelompok orang yang memiliki
pendengaran normal dan yang dijadikan patokan adalah suara dengan
frekuensi murni 1000 Hz, 2). Dengan menghitung menggunakan pita suara
2 atau 3 band, 3). Mengukur dengan alat yang dapat menggambarkan
respon telinga terhadap suara yang didengar.
d. Masking
Karakteristik lain yang cukup penting dalam menilai intensitas suara
adalah masking. Masking adalah suatu proses di mana ambang
pendengaran seseorang meningkat dengan adanya suara lain. Suatu suara
masking dapat didengar bila nilai ambang suara utama melampaui juga
nilai ambang untuk suara masking tersebut.
e. Sensitivitas pendengaran
Kemampuan telinga untuk mengolah informasi akustik sangat
tergantung pada kemampuan untuk mengenali perbedaan yang terjadi pada
stimulus akustik. Pemahaman percakapan dan identifikasi suara-suara
tertentu, atau suatu alunan musik tertentu merupakan suatu proses
harmonis di dalam otak manusia yang mengolah informasi auditorik
berdasarkan frekuensi, amplitudo, dan waktu yang didengar untuk masing-
masing rangsangan auditorik tersebut. Perbedaan kecil tekanan suara akan
didengar oleh telinga sebagai kuat atau lemahnya suara. Makin tinggi
20
tekanan udara, makin kecil perbedaan yang dapat dideteksi oleh telinga
manusia. Perbedaan minimum yang dapat dibedakan pada frekuensi suara
yang sama tergantung pada frekuensi suara tersebut, nilai ambang di
atasnya dan durasi.
f. Lokalisasi Sumber Bunyi
Telinga mampu melokalisasi sumber suara/bunyi. Kemampuan ini
merupakan kerja sama kedua telinga karena didasarkan atas perbedaan
tekanan suara yang diterima oleh masing-masing telinga, serta perbedaan
saat diterimanya gelombang suara di kedua telinga. Kemampuan telinga
untuk membedakan sumber suara yang berjalan horizontal lebih baik
daripada kemampuannya untuk membedakan sumber suara yang vertikal.
Kemampuan ini penting untuk memilih suara yang ingin didengarkan
dengan mengacuhkan suara yang tidak ingin didengarkan.
2. Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani
diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi
getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule
bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga
kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
21
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
3. Fisiologi Keseimbangan
22
Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur yang terletak di dalam
tulang temporalis dekat koklea yaitu kanalis semisirkularis dan organ otolit
(sakulus dan utrikulus). Fungsi dari apparatus vestibularis adalah untuk
memberikan informasi yang penting untuk sensasi keseimbangan dan untuk
koordinasi gerakan – gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur tubuh.
Akselerasi atau deselerasi selama rotasi kepala ke segala arah
menyebabkan pergerakan endolimfe sehingga kupula ikut bergerak. Selain itu,
adanya akselerasi atau deselerasi juga akan menimbulkan endolimfe mengalami
kelembaman dan tertinggal bergerak ketika kepala mulai berotasi sehingga
endolimfe yang sebidang dengan gerakan kepala akan bergeser ke arah
berlawanan dengan arah gerakan kepala (contoh seperti efek membelok dalam
mobil). Hal ini juga menyebabkan kupula menjadi condong ke arah berlawanan
dengan arah gerakan kepala dan sel – sel rambut di dalam kupula ikut bergerak
bersamaan dengan kupula. Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan
kecepatan yang sama maka endolimfe yang awalnya diam tidak ikut bergerak
(lembam) akan menyusul gerakan kepala dan sel rambut-rambut akan kembali ke
posisi tegak. Ketika kepala melambat dan berhenti akan terjadi hal sebaliknya.
Sel rambut pada aparatus vestibularis terdiri dari satu kinosilium dan
streosilia. Pada saat streosilia bergerak searah dengan kinosilium akan
meregangkan tip link, yang menghubungkan streosilia dengan kinosilium. Tip
link yang teregang akan membuka saluran-saluran ion gerbang mekanis di sel –
sel rambut sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ masuk ke dalam sel
sehingga terjadi depolarisasi sedangkan pada saat streosilia bergerak berlawanan
arah dengan kinosilium makatip link tidak teregang dan saluran-saluran ion
gerbang mekanis di sel-sel rambut akan tertutup sehingga akan menyebabkan Ca2+
dan K+ tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terjadi hiperpolarisasi. Sel
rambut akan bersinaps pada ujung saraf aferen dan akan masuk ke dalam saraf
vestibular. Saraf ini akan bersatu dengan saraf koklearis menjadi saraf
vestibulokoklearis dan akan dibawa ke nukleus vestibularis di batang otak. Dari
nukleus vestibularis akan ke serebellum untuk pengolahan koordinasi, ke neuron
23
motorik otot – otot ekstremitas dan badan untuk pemeliharaan keseimbangan dan
postur yang diinginkan, ke neuron motorik otot – otot mata untuk control gerakan
mata, dan ke SSP untuk persepsi gerakan dan orientasi.
Pada sakulus dan utrikulus, sel – sel rambut di organ otolit ini juga
menonjol ke dalam satu lembar gelatinosa diatasnya, yang gerakannya
menyebabkan perubahan posisi rambut serta menimbulkan perubahan potensial di
sel tersebut. Proses ini sama pada kanalis semisirkularis hanya saja pada sakulus
dan utrikulus terdapat otolith yang mengakibatkan gerakan akan menjadi lebih
lembam.Utrikulus berfungsi dalam posisi vertikal dan horizontal sedangkan
sakulus berfungsi dalam kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal.
C. Anamnesis dan Pemeriksaan Telinga
1. Anamnesis
Keluhan utama telinga dapat berupa gangguan pendengaran, suara
berdenging (tinnitus), rasa pusing yang berputar, rasa nyeri di dalam
telinga, dan keluar cairan dari telinga. Bila ada keluhan gangguan
pendengaran, perlu ditanyakan apakah keluhan tersebut pada satu atau
kedua telinga, timbul tiba-tiba atau bertambah berat secara bertahap dan
sudah berapa lama di derita. Adakah riwayat trauma kepala, telinga
tertampar, trauma akustik, terpajan bising, pemakaian obat-obat ototoksik
sebelumnya atau pernah menderita penyakit infeksi virus seperti parotitis,
influensa berat dan meningitis. Apakah gangguan pendengaran ini diderita
sejak bayi sehingga terdapat juga gangguan bicara dan komunikasi. Pada
orang dewasa tua, perlu ditanyakan apakah gangguan ini lebih terasa di
tempat yang bising atau di tempat yang lebih tenang.
Keluhan telinga berbunyi dapat berupa suara berdengung atau
berdenging, yang dirasakan di kepala atau di telinga, pada satu sisi atau
kedua telinga. Apakah tinnitus ini disertai gangguan pendengaran atau
pusing berputar.
24
Keluhan rasa pusing berputar (vertigo) merupakan gangguan
keseimbangan dan rasa ingin jatuh yang disertai rasa mual, muntah, rasa
penuh di telinga, telinga berdenging yang mungkin kelainannya terdapat di
labirin. Bila vertigo disertai keluhan neurologis seperti disartri, gangguan
penglihatan, kemungkinan letak kelainannya di sentral. Apakah keluhan
ini timbul pada posisi kepala tertentu dan berkurang bila pasien berbaring
dan akan timbul lagi bila bangun dengan gerakan yang cepat. Kadang-
kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada kekakuan otot-otot di leher.
Bila ada keluhan nyeri di dalam telinga (otalgia) perlu ditanyakan
apakah pada telinga kiri atau kanan, sudah berapa lama. Nyeri alih ke
telinga (referred pain) dapat berasal dari rasa nyeri gigi molar atas, sendi
mulut, dasar mulut, tonsil atau tulang servikal karena telinga dipersarafi
oleh saraf sensoris yang berasal dari organ-organ tersebut.
Sekret yang keluar dari liang telinga disebut otore. Apakah sekret ini
keluar dari satu atau kedua telinga, disertai rasa nyeri atau tidak dan sudah
berapa lama. Sekret yang sedikit biasanya berasal dari infeksi telinga luar
dan sekret yang banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal dari telinga
tengah. Bila berbau busuk menandakan adanya kolesteatom. Bila
bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut yang berat atau
tumor. Bila cairan yang keluar seperti air jernih, harus waspada adanya
cairan liquor serebrospinal.
2. Pemeriksaan Fisik
Alat yang diperlukan untuk pemeriksaaan telinga adalah lampu kepala,
corong telinga, otoskop, pelilit kapas, pengait serumen, pinset telinga dan
garputala. Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi langsung sementara
membrana timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi
tak langsung dengan menggunakan otoskop pneumatik.
25
1. Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala
lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat
liang telinga dan membran timpani.
2. Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun
telinga (retro-aurikuler) apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks
bekas operasi. Dengan menarik daun telinga keatas dan kebelakang, liang
telinga akan menjadi lebih lurus dan akan lebih mempermudah melihat
keadaan liang telinga dan membran timpani. Pakailah otoskop untuk
melihat lebih jelas bagian-bagian membran timpani. Otoskop dipegang
dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan pasien dan dengan
tangan kiri bila memeriksa telinga kiri. Supaya otoskop ini stabil maka jari
kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien.
3. Bila terdapat serumen didalam liang telinga yang menyumbat maka
serumen ini harus dikeluarkan. Jika kondisinya cair dapat dengan kapas
yang dililitkan, bila konsistensinya padat atau liat dapat dikeluarkan
dengan pengait dan bila berbentuk lempengan dapat di pegang dan
dikeluarkan dengan pinset. Jika serumen ini sangat keras dan menyumbat
seluruh liang telinga maka lebih baik dilunakan dulu dengan minyak atau
karbogliserin. Bila sudah lunak atau cair dapat dilakukan irigasi dengan air
supaya liang telinga bersih.
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi
sering terlewat. Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya deformitas,
lesi, cairan begitu pula ukuran simetris dan sudut penempelan ke kepala. Gerakan
aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri, harus
dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah
mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula
posterior. Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan)
terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya
menunjuk¬kan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala
dan struktur wajah.
26
Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani,
kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa. Otoskop dipegang dengan satu
tangan sementara aurikulus dipegang dengan tangan lainnya dengan mantap dan
ditarik ke atas, ke belakang dan sedikit ke luar Cara ini akan membuat lurus kanal
pada orang dewasa, sehingga memungkinkan pemeriksa melihat lebih jelas
membrana timpani. Spekulum dimasukkan dengan lembut dan perlahan ke kanalis
telinga, dan mata didekatkan ke lensa pembesar otoskop untuk melihat kanalis dan
membrana timpani. Spekulum terbesar yang dapat dimasukkan ke telinga
(biasanya 5 mm pada orang dewasa) dipandu dengan lembut ke bawah ke kanal
dan agak ke depan. Karena bagian distal kanalis adalah tulang dan ditutupi selapis
epitel yang sensitif, maka tekanan harus benar-benar ringan agar tidak
menimbulkan nyeri. Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda asing; dalam
kanalis auditorius eksternus dicatat. Membrana, timpani sehat berwarna mutiara
keabuan pada dasar kanalis. Penanda harus dttihat mungkin pars tensa dan kerucut
cahaya.umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis. Gerakan memutar lambat
spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh pada Hpatan malleus dan daerah
perifer. dan warna membran begitu juga tanda yang tak biasa at! deviasi kerucut
cahaya dicatat. Adanya cairan, gelembung udara, atau masa di telinga tengah
harus dicatat. Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana
timpani yang baik hanya dapat dilakukan bi kanalis tidak terisi serumen yang
besar. Serumen not nya terdapat di kanalis eksternus, dan bila jumla sedikit tidak
akan mengganggu pemeriksaan otoskop. Bila serumen sangat lengket maka
sedikit minyak mineral atau pelunak serumen dapat diteteskan dalam kanalis
telinga dan pasien diinstruksikan kembali lagi.
3. Pemeriksaan Ketajaman Auditorius
a. Uji BisikPerkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif
dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata atau
detakan jam tangan. Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang
sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing telinga
27
diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar, pemeriksa
menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan. Dari jarak 1
sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan,
pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang
dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang
jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa
mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan
pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan
menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan,
maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya
cara mengkaji ketajaman auditorius.
b. Uji Garpu Tala
Memungkinkan kita membedakan kehilangan akibat konduktif
dengan kehilangan sensorineural. Terdapat tiga macam uji garpu tala yaitu
tes Rinne, Weber dan Schwabach
Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan
atara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga
pasien. Ada 2 macam tes rinne , yaitu :
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu
menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid
pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien
tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan
didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif
jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne
negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu
menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum
28
mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus
akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah
bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras
dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum
mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan
maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne
negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus
eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :
1) Normal : tes rinne positif
2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui
tulang lebih lama)
3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran
garpu tala.
b) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes
rinne: +/-)
c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi
pada posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal
sehingga mula-mula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari
pemeriksa maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala
tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala
mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid
pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat
bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala
29
di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti
saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.
Test Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan
hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes
weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan
tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang
mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar
atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi
telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-
sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi. Getaran melalui
tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan
terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau
cavum timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga
adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada
bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi:
a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan
disebut lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan
kiri sama kerasnya.
b. Pada lateralisasi ke kanan terdapat kemungkinannya:
1) Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah
kanan.
2) Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga
kanan lebih hebat.
30
3) Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu,
maka di dengar sebelah kanan.
4) Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat
dari pada sebelah kanan.
5) Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.
Test Swabach
Tujuan : Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid
antara pemeriksa (normal) dengan probandus. Dasar dilakukannya test
ini yaitu gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan
oleh getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui
tengkorak, khususnya osteo temporale.
Cara Kerja : Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah
digetarkan pada puncak kepala probandus. Probandus akan mendengar
suara garputala itu makin lama makin melemah dan akhirnya tidak
mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar
suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu,
ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman
pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan
dapat terjadi: akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.
c. Pemeriksaan Audiometri
Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiometer adalah
satu-satunya instrumen diagnostik yang paling penting. Uji audiometri ada dua
macam: (1) audiometri nada-murni, di mana stimulus suara terdiri atas nada murni
atau musik (semakin keras nada sebelum pasien bisa mendengar berarti semakin
besar kehilangan pendengarannya), dan (2) audiometri wicara di mana kata yang
diucapkan digunakan untuk menentukan kemampuan mendengar dan
membedakan suara. Ahli audiologi melakukan uji dan pasien mengenakan
31
earphone dan sinyal mengenai nada yang didengarkan. Ketika nada dipakai secara
langsung pada meatus kanalis auditorius eksiernus, kita mengukur konduksi
udara. Bila stimulus diberikan pada tulang mastoid, melintas mekanisme konduksi
(osikulus), langsung menguji konduksi saraf. Agar hasilnya akurat, evaluasi
audiometri dilakukan di ruangan yang kedap suara. Respons yang dihasil-kan
diplot pada grafik yang dinamakan audiogram.
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap
frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai
prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif
derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar
dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk
mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk
menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan
pendengaran. Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara,
audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan
adalah :
Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik
yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi
250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam
satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan
vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-
masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan
hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan
didapatkan kurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca
audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran
seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang
32
berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai
ambang baku pendengaran untuk nada muri. Telinga manusia normal
mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz.
Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami
percakapan sehari-hari.
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran
Kehilangan dalam
Desibel
Klasifikasi
0-15 Pendengaran normal
>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai
berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran
psien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi
yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik
berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan
dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya
nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
Audiometri tutur
33
Audiometri tutur adalah sistem uji pendengaran yang menggunakan kata-kata
terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah
dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip
audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai
alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada
penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui
mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan
melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata
rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar
kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk
menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang
didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar
diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang
ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat
digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata
yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag
diturunkan dengan benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi
kemampuan pendengaran yaitu :
Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata
yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang
lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan
de-sibel (dB).
Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan
bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan
nilai diskriminasi tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah
persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan
intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri
nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak
saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.
34
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang
jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat
menirukan kata-kata dengan tepat.
Kriteria orang tuli :
Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang
masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar
(ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga
bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap
harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa
frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan
mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan
vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad
pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan
seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran
baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga :
apakah congok atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga
(serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan penyabab
kurang pendengaran.
35
BAB IIIKESIMPULAN
Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu penyakit atau kelainan di
telinga, diperlukan kemampuan melakukan anamnesis dan keterampilan
melakukan pemeriksaan organ-organ tersebut. Kemampuan ini merupakan bagian
dari pemeriksaan fisik bila terdapat keluhan atau gejala yang berhubungan dengan
kepala dan leher. Banyak penyakit sistemis yang bermanifestasi di daerah telinga.
Untuk mendapatkan kemampuan dan keterampilan ini, perlu latihan yang
berulang.
36
DAFTAR PUSTAKA
Adam,Boies, Higler, Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6, EGC,
Jakarta,1997
Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati
setiawan, ed. 9, 1997, Jakarta: EGC
Moore, Keith. Anatomi Klinis Dasar. Edisi Pertama. Jakarta. 2002
Pearce, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia,
Jakarta,2004
Spanner, Spalteholz, Atlas Anatomi Manusia, Bagian ke II, edisi 16,
Hipokrates, Jakarta,1994.
Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher edisi 5, FK UI, 2011.
37