Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

86
PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI ANAMNESIS Tujuan melakukan anamnesis neurologis adalah untukn menentukan perjalanan penyakit dalam hal beratnya serta berhubungan dengan waktu. Sebagaimana dengan sistem lain, penting untuk berusaha semaksimal mungkin dalam mendapatkan arti yang tepat dari keluhan pasien. Mendengarkan uraian pasien tentang penyakitnya adalah unsur yang paling penting dari anamnesis. Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting. Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari mulanya. Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung, bahkan kadang-kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya merupakan gejala sisa. Jika penderita datang ke dokter di luar serangan, sulit bagi dokter untuk menegakkan diagnosis penyakitnya, kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita (anamnesis) dan orang yang menyaksikannya (allo-anamnesis). Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan penuh perhatian, serta waktu yang cukup. Pengambilan anamnesis sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri, supaya tidak didengar orang lain. Biasanya pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola umum, yaitu: 1

Transcript of Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Page 1: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

ANAMNESIS

Tujuan melakukan anamnesis neurologis adalah untukn menentukan perjalanan penyakit

dalam hal beratnya serta berhubungan dengan waktu. Sebagaimana dengan sistem lain, penting

untuk berusaha semaksimal mungkin dalam mendapatkan arti yang tepat dari keluhan pasien.

Mendengarkan uraian pasien tentang penyakitnya adalah unsur yang paling penting dari

anamnesis.

Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting.

Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari mulanya. Biasanya

penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung, bahkan kadang-kadang saat

penyakitnya sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya merupakan gejala sisa. Jika penderita

datang ke dokter di luar serangan, sulit bagi dokter untuk menegakkan diagnosis penyakitnya,

kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita (anamnesis) dan orang yang

menyaksikannya (allo-anamnesis).

          Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan

penuh perhatian, serta waktu yang cukup. Pengambilan anamnesis sebaiknya dilakukan di tempat

tersendiri, supaya tidak didengar orang lain. Biasanya pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola

umum, yaitu:

1. Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta kelainan yang

dideritanya.

2. Pemeriksa (dokter) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau kelainannya

dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.

Pengambilan anamnesa yang baik menggabungkan kedua cara tersebut diatas.

          Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur, pekerjaan,

alamat. Kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong pasien datang

berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri:

1

Page 2: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

1. Sejak kapan mulai

2. Sifat serta beratnya

3. Lokasi serta penjalarannya

4. Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis

makan dan lain sebagainya)

5. Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut

6. Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya

7. Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan

8. Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang dalam

bentuk serangan, dan lain sebagainya

Pada tiap penderita penyakit saraf harus pula dijajaki kemungkinan adanya keluhan atau

kelainan dibawah ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Nyeri kepala :

Lokasi utama

Penyebaran

Sifat

Intensitas

Faktor-faktor yang memperberat

Faktor-faktor yang memperingan

2. Muntah : Apakah disertai rasa mual atau tidak? Apakah muntah ini tiba-tiba, mendadak,

seolah-olah isi perut dicampakkan keluar (proyektil)?

3. Vertigo :

Keadaan ini dapat menunjukkan suatu kelainan keseimbangan dengan sensasi berputar,

dimana sensasi seperti ini terasa seperti tidak adanya koordinasi sehingga merasa seolah-

olah akan terjatuh, atau perasaam samar-samar seperti ingin pingsan. Dapat ditanyakan ,

Pernahkah anda merasakan seolah sekeliling anda bergerak, berputar atau anda merasa

diri anda yang bergerak atau berputar? Apakah rasa tersebut ada hubungannya dengan

2

Page 3: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

perubahan sikap? Apakah disertai rasa mual atau muntah? Apakah disertai tinitus (telinga

berdenging, berdesis)?

4. Gangguan pemglihatan (visus) : Apakah ketajaman penglihatan anda menurun pada satu

atau kedua mata? Apakah anda melihat dobel (diplopia)?

5. Pendengaran : Adakah perubahan pada pendengaran anda? Adakah tinitus (bunyi

berdenging/berdesis pada telinga)?

6. Saraf otak lainnya : Adakah gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi

(pengeluaran air ludah), lakrimasi (pengeluaran air mata), dan perasaan di wajah?

Adakah kelemahan pada otot wajah? Apakah bicara jadi cadel dan pelo? Apakah suara

anda berubah, jadi serak, atau bindeng (disfonia), atau jadi mengecil/hilang (afonia)?

Apakah bicara jadi cadel dan pelo (disartria)? Apakah sulit menelan (disfagia)?

7. Fungsi luhur : Bagaimana dengan memori? Apakah anda jadi pelupa? Apakah anda

menjadi sukar mengemukakan isi pikiran anda (disfasia, afasia motorik) atau memahami

pembicaraan orang lain (disfasia, afasia sensorik)? Bagaimana dengan kemampuan

membaca (aleksia)? Apakah menjadi sulit membaca, dan memahami apa yang anda baca?

Bagaimana dengan kemampuan menulis, apakah kemampuan menulis berubah, bentuk

tulisan berubah?

8. Kesadaran : Pernahkah anda mendadak kehilangan kesadaran, tidak mengetahui apa yang

terjadi di sekitar anda? Pernahkah anda mendada merasa lemah dan seperti mau pingsan

(sinkop)?

9. Motorik : Adakah bagian tubuh anda yang menjadi lemah, atau lumpuh (tangan, lengan,

kaki, tungkai)? Bagaimana sifatnya, hilang-timbul, menetap atau berkurang? Apakah

gerakan anda menjadi tidak cekatan? Adakah gerakan pada bagian tubuh atau ekstremitas

badan yang abnormal dan tidak dapat anda kendalikan (khorea, tremor, tik)?

10. Sensibilitas : Adakah perubahan atau gangguan perasaan pada bagian tubuh atau

ekstremitas? Adakah rasa baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar? Dimana

tempatnya? Adakah rasa tersebut menjalar?

11. Saraf otonom : Bagaimana buang air kecil (miksi), buang air besar (defekasi), dan nafsu

seks (libido) anda? Adakah retensio atau inkontinesia urin atau alvi?

3

Page 4: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Disamping data yang bersifat saraf ini, perlu juga dujajaki adanya keluhan lain, yang

bukan merupakan keluhan saraf dalam arti kata sempit, namun mungkin ada hubungannya

dengan kelainan saraf yang sedang diderita. Misalnya, kelianan jantung, paru, tekanan darah

tinggi dan diabetes mellitus.

KESADARAN

Seseorang disebut sadar bila ia sadar terhadap diri dan lingkungannya. Orang normal

dapat berada dalam keadaan : sadar, mengantuk, atau tidur. Bila tidur maka dapat dibangunkan

oleh rangsang, misalnya nyeri, bunyi atau gerak.

Rangsang ini disampaikan pada sistem aktivitas retikuler, yang berfungsi

mempertahankan kesadaran. Sistem aktivitas retikuler terletak di bagian atas batang otak,

terutama di mesensefalon dan hipotalamus. Lesi di otak, yang terletak di atas hipotalamus

menyebabkan penurunan kesadaran

Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa yaitu: 

Normal : kompos mentis

Somnolen : keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang.

Somnolen disebut juga sebagai letargi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya

pasien dibangungkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.

Sopor (stupor) : Kantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan rangsang

yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti suruhan

yang singkat dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri pasien tidak

dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak

dapat diperoleh jawaban verbal dari pasien. Gerak motorik untuk menangkis rangsang

nyeri masih baik.

Koma : Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang

nyeri yang bagaimanapun kuatnya.

Delirium, Penderita delirium menunjukkan penurunan kesadaran disertai peningkatan

yang abnormal dari aktivitas psikomotor dan siklus tidur – bangun yang terganggu. Pada keadaan

4

Page 5: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

ini pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi, berteriak, aktifitas motorik meningkat,

meronta-ronta. Penyebab delirium beragam, diantaranya ialah kurang tidur, oleh berbagai obat,

dan gangguan metabolic toksik. Pada manula, delirium kadang didapatkan waktu malam hari.

Penghentian obat anti depresan yang telah lama digunakan dapat menyebabkan delirium-

tremens. Demikian juga bila pecandu alcohol mendadak menghentikan minum alcohol.

Skala Koma Glasgow

Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma Glasgow

yang memperhatikan tanggapan (respon) penderita terhadap rangsang dan memberikan nilai pada

respon tersebut. Tanggapan/respon penderita yang perlu diperhatikan adalah:

 Membuka mata

Spontan                                 4

Terhadap bicara                    3

Dengan rangsang nyeri      2

Tidak ada reaksi                    1

Respon verbal (bicara) 

Baik dan tidak ada disorientasi              5

Kacau (“confused”)                              4

Tidak tepat                                          3

Mengerang                                          2

Tidak ada jawaban                               1

Respon motorik (gerakan)

Menurut perintah                                 6

Mengetahui lokasi nyeri                       5

Reaksi menghindar                              4

Refleks fleksi (dekortikasi)                   3

Refleks ekstensi (deserebrasi)               2

5

Page 6: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Tidak ada reaksi                                   1

Bila kita gunakan skala Glasgow sebagai patokan untuk koma, maka koma = tidak didapatkan

respons membuka mata, bicara dan gerakan dengan jumlah nilai = 3, nilai 3-5 dapat sesuai

dengan keadaan koma, 6-7 soporokoma, 8-9 sopor. Nilai tertinggi 15 yang berarti sadar.

PEMERIKSAAN UMUM

Pemeriksaan harus mencakup :

a. Gejala vital, Periksa jalan nafas, keadaan respirasi dan sirkulasi. Pastikan bahwa jalan

nafas terbuka dan pasien dapat bernafas. Otak membutuhkan pasokan oksigen yang

kontinu, demikian juga glukosa. Tanpa oksigen sel-sel otak akan mati dalam waktu lima

menit, karena itu, harus ada sirkulasi darah untuk menyampailkan oksigen dan glukosa ke

otak. Jadi waktu untuk memulihkan pernafasan dan sirkulasi darah adalah singkat, dan

keadaan kadar dextrose yang diberikan harus cukup untuk nutrisi otak,

b. Kulit, perhatikan tanda trauma, stigmata penyakit hati, bekas suntikan, kulit basah karena

keringat misalnya pada hipoglikemi dan syok, kulit kering misalnya pada koma diabetic,

perdarahan misalnya pada demam berdarah dengue dan DIC.

c. Kepala, Perhatikan tanda trauma, hematoma dikulit kepala, hematoma disekitar mata,

perdarahan di liang telinga dan hidung.

d. Thoraks, jantung, parum abdomen dan ekstremitas.

Rangsang Selaput Otak

      Rangsang meningeal positif (+) bila terdapat radang selaput otak (ex. meningitis), benda asing di rongga subarachnoid (ex. darah, seperti pada perdarahan subarachnoid)

      Terdiri atas

1.    Kaku kuduk

2.    Tanda lasegue / tes lasegue

3.    Kernig sign

6

Page 7: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

4.    Brudzinski (I, II, III, IV)

Berikut akan dibahas secara ringkas mengenai teknik pemeriksaan rangsang selaput otak.

1.    Kaku Kuduk

-     Caranya: Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang baring. Kepala ditekuk (fleksi), usahakan agar dagu menyentuh dada.

-     Interpretasi: kaku kuduk (+) bila terasa ada tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.

-     Kaku Kuduk (+) dijumpai pada meningitis, miositis otot kuduk, abses retrofaringeal, arthritis di servikal.

2.    Tes Lasegue

-     Caranya: Pasien yang sedang baring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam keadaan lurus (tidak bergerak)

Tes Lasegue

-     Interpretasi: Tanda lasegue (+) bila sakit / tahanan timbul pada sudut < 70° (dewasa) dan < 60° (lansia)

-     Tanda Lasegue (+) dijumpai pada meningitis, isialgia, iritasi pleksus lumbosakral (ex.HNP lumbosakralis)

3.    Tanda Kernig/Kernig Sign

7

Page 8: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

-     Caranya:  Penderita baring, salah satu pahanya difleksikan sampai membuat sudut 90°. Lalu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya ekstensi dilakukan sampai membentuk sudut 135°

Tes Kernig

-     Interpretasi: Tanda Kernig Sign (KS) (+) bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum mencaai sudut 135°

-     Kernig Sign (+) dijumpai pada penyakit – penyakit seperti yang terdapat pada tanda lasegue (+)

               4.    Brudzinski (I, II, III, IV)

      Brudzinski I (Brudzinski’s Neck Sign)

-       Caranya: Tangan ditempatkan di bawah kepala yang sedang baring. Kita tekuk kepala (fleksi) sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan.

Tes Brudzinski I 

-       Interpretasi: Tanda brudzinski I (+) bila terdapat fleksi pada kedua tungkai

      Brudzinski II (Brudzinski’s Contra-Lateral Leg Sign)

8

Page 9: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

-       Caranya: Pada pasien yang sedang baring, satu tungkai di fleksikan pada persendian panggul, sedang tungkai yang satunya lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus).

Tes Brudzinski II

-       Interpretasi: Tanda Brudzinski II (+)  bila tungkai yang satunya ikut pula terfleksi.

      Brudzinski III

-       Caranya: Tekan os zigomaticum

-       Interpretasi: Tanda Brudzinski III (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas superior (lengan tangan fleksi)

      Brudzinski IV

-       Caranya: Tekan simfisis ossis pubis (SOP)

-       Interpretasi: Tanda Brudzinski IV (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas inferior (kaki)

PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS

1. N. I (N. Olfaktorius)

Syarat pemeriksaan:

1. Bahan yang digunakan bersifat aromatik, tidak merangsang mukosa hidung, dan mudah

dikenal.

Misalnya: teh, kopi, tembakau, sabun, vanili, dll.

2. Bahan yang mudah menguap dan merangsang mukosa hidung tidak dapat dipakai karena akan

merangsang juga N.V. misalnya: alkohol, amonia.

9

Page 10: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

3. Sebelum pemeriksaan terlebih dulu jalan lintas pernapasan melalui hidung harus baik, bersih,

dan lancar. Jadi tidak ada corpus alineum, rhinitis, atau polip.

4. Mata penderita sebaiknya ditutup atau dapat tetap terbuka tetapi bahan yang digunakan

dimasukkan dalam botol kecil berwarna gelap.

Cara pemeriksaan:

1. Penderita diberitahu terlebih dahulu bahwa daya penciumannya akan diperiksa. Kemudian

diminta untuk mengidentifikasi apa yang tercium olehnya jika suatu botol didekatkan pada

lubang hidungnya.

2. Pemeriksaan dilakukan terhadap kedua lubang hidung.

3. Pemeriksaan dimulai dengan menyuruh penderita menutup satu lubang hidung. Kemudian

bahan pemeriksaan kita dekatkan pada lubang hidung sebelahnya dan penderita diminta

untuk menghirup/menciumnya. Setelah itu penderita diminta menyebutkan nama bahan

tersebut. Selesai pemeriksaan lubang hidung yang satu dilanjutkan dengan memeriksa

lubang hidung sebelahnya.

4. Terciumnya bau-bauan secara tepat berarti fungsi penciuman (N.1) kedua belah sisi adalah

baik.

Adapun gejala yang dapat timbul saat pemeriksaan ini antara lain :

1. Gangguan kuantitatif : kehilangan atau penurunan kemampuan penciuman (anosmia) atau

peningkatan kepekaan penciuman (hiperosmia)

2. Gangguan kualitatif : distorsi atau ilusi dari penciuman (dysosmia atau parosmia)

3. Halusinasi penciuman dan delusi dikarenakan gangguan lobus temporal atau gangguan

psikiatrik

4. Kehilangan kemampuan dalam diskriminasi penciuman

Anosmia

Anosmia adalah hilangnya suatu penciuman yang dapat disebabkan oleh kelainan-

kelainan yaitu agenesis traktus olfaktorius (cacat bawaan), gangguan mukosa olfaktorius

(rhinitis, tumor hidung), robekan fila olfaktori akibat fraktur lamina kribrosa, trauma regio

orbita, infeksi sekitarnya seperti sinusitis ethmoid, dan inflamasi menings, tumor fossa

cranial anterior. Anosmia unilateral jarang dikeluhkan oleh pasien dan anosmia bilateral

10

Page 11: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

biasanya dikeluhkan oleh pasien sebagai tidak adanya sensasi pengecapan (ageusia). Hal ini

menunjukkan bahwa sensasi pengecapan bergantung pada partikel makanan yang mencapai

reseptor olfaktorius kemudian ke nasofaring dan dipersepsi, ini merupakan kombinasi dari

penciuman, pengecapan, dan sensasi taktil. Ammonia ataupun substansi sejenis tidak dapat

digunakan sebagai stimulus pada tes ini karena tidak menguji penciuman namun mengiritasi

mukosa yang berakhir di nervus trigeminus. Hilangnya penciuman biasanya terjadi di tiga

aspek yaitu hidung (bau tidak mencapai reseptor olfaktorius), neuroepitheil olfaktorius

(destruksi dari reseptor atau filament axon), dan central (lesi di traktur olfaktorius). Biopsy

dari mukosa olfaktorius pada rhinitis alergi menunjukkan bahwa sel epitel sensori masih ada

namun terjadi atrofi dan perbuhan bentuk. Influenza, herpes simplex, dan virus hepatitis

dapat menyebabkan hiposmia atau anosmia jika terjadi destruksi sel reseptor. Terdapat juga

kondisi dimana tidak adanya neuron reseptor primer atau hipoplastik dan kurangnya silia, hal

ini terjadi pada sindrom Kallman dan hypogonadotropic hypogonadism. Kelainan ini juga

terjadi pada sindrom Turner dan albino karena tidak adanya pigmen olfaktorius atau kelainan

struktur congenital.

Anosmia yang terjadi pada pasien trauma kepala biasanya disebakan karena fraktur

lamina kribiformis. Kerusakan dapat terjadi unilateral atau bilateral. Pembedahan cranium,

perdarahan subarachmoid, dan inflamasi kronik dari meanings juga dapat memberikan efek

anosmia. Namun, sebagian besar kasus anosmia traumatic juga menyebabkan ageusia yang

biasanya pulih setelah beberapa minggu. Lesi bilateral dekat dengan frontal dan region

paralimbik, dimana reseptor olfaktorius dan gustatory berdekatan, mungkin dapat

menjelaskan hal ini namun belum dapat dibuktikan. Penyakit nutrisi dan metabolic seperti

defisiensi thiamin, defisiensi vitamin A, insuffisiensi adrenal dan tiroid, sirosis, dan gagal

ginjal kronik dapat bermanifestasi pada transient anosmia sebagai akibat dari disfungsi

sensorineural. Beberapa agen toksik (benzene, metals, cocaine, corticosterois, methotrexate,

antibiotic aminoglycosida, tertrasiklin, L-dopa) dapat merusak epitel olfaktorius.

Dilaporkan bahwa terdapat beberapa pasien degenerative pada otak menunjukkan

gejala anosmia atau hiposmia dengan patofisiologi yang belum jelas yaitu Alzheimer,

Parkinson, Huntington, dan Pick Disease. Anosmia juga ditemukan pada pasien dengan

epilepsy lobus temporal dan pasien yang pernah menjalani anterior temporal lobectomy.

11

Page 12: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Fungsi penciuman akan menurun dengan bertambahnya usia. Sel reseptor akan

menurun dan jika terjadi di regional, neuroephiteliaum secara lambat akan diganti dengan

respiratory ephitelium. Neuron dari bulbus olfaktorius juga akan menurun sebagai bagian

proses penuaan. Epitel nasal dan nervus olfaktorius dapat terganggu pada Wegener

granulomatosis dan craniopharyngioma. Meningioma di area olfaktorius dapat menginvasi

hingga bulbus olfaktorius dan traktusnya juga dapat meluas hingga posterior sehingga

melibatkan nervus optikus, kadang-kadang dengan atrofi optic, dan jika diikuti dengan papil

edema kontralateral, kelainan ini disebut dengan Foster Kennedy Sindrom. Aneurysma pada

anterior cerebral atau anterior communicate artery dapat memberikan manifestasi yang sama.

Anak-anak dengan meningoenchepaloceles juga dapat menyebabkan anosmia dan CSf

rhinorea.

Kebenaran mengenai suatu hiperosmia hanya merupakan perkiraan saja. Individu

biasanya mengeluh terlalu sensitive terhadap suatu bau tapi tidak ada bukti yang menyatakan

mengenai ambang batas dari persepsi terhadap suatu bau. Selama serangan migraine dari

aseptic meningitis, pasien biasanya tidak hanya sensitive terhadap cahaya tetapi juga

terhadao bau.

Parosmia

Parosmia atau disosmia adalah abnormalitas penciuman dimana seseorang salah

persepsi terhadap sesuatu yang ia cium. Parosmia dapat terjadi pada kasus-kasus skizofrenia,

lesi-lesi unsinatus, dan hysteria. Parosmia juga dapat terjadi pada gangguan nasopharyngeal

seperti emphyiema sinus nasal dan ozena. Jaringan yang abnormal kemungkinan menjadi

sumber bau yang tidak menyenangkan bagi pasien. Parosmia bisa didapatkan pada pasien di

usia muda atau pertengahan yang memiliki depresi.

Halusinasi olfaktorius

Pasien mengaku dapat mencium bau dimana orang lain tidak mampu menciumnya disebut

dengan phantosmia. Jika pasien mengaku sering mengalami halusinasi dan memberikan

gangguan kepribadian, maka gejala yang dialami diasumsikan sebagai suatu delusi.

Gabungan antara halusinasi olfaktorius dan delusi merupakan suatu gangguan psikiatrik.

12

Page 13: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Pada skizofrenia, stimulus berasal dari ekstrinsik dan disebabkan oleh seseorang yang

menjadi stressor pasien. Pada depresi, stimulus berasal dari intrinsic dan lebih meluas. Ada

beberapa pendapat yang mempercayai bahwa kelompok amygdale nuclei adalah sumber dari

halusinasi.

Agnosia Olfaktorius

Harus dipertimbangkan kelainan dimana aspek persepsi primer dari penciuman (deteksi

bau, adaptasi bau, dan mengenal kualitas berbeda dari bau yang sama) masih baik namun

terjadi ketidakmampuan untuk membedakan bau dan mengenal kualitas bau.

Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi atau mendeskripsikan sensasi disebut agnosia.

Perubahan fungsi dari olfaktorius merupakan karakteristik pasien dengan Psikosis Korsakoff

dengan alkoholik. Sebagian besar pasien Korsakoff terdapat lesi medial nucleus dorsal dari

thalamus.

9. N. II (N. Optikus)

Pemeriksaan meliputi:

Ketajaman penglihatan

Pemeriksaan dilakukan di tempat yang cukup terang

Gantungkan kartu Snellen atau kartu E yang sejajar mata responden dengan jarak 6

meter.

Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan. Mata kiri responden ditutup dengan telapak

tangannya tanpa menekan bolamata.

Responden disuruh baca huruf dari kiri-ke kanan setiap baris kartu Snellen atau

memperagakan posisi huruf E pada kartu E dimulai baris teratas atau huruf yang paling

besar sampai huruf terkecil (baris yang tertera angka 20/20).

Penglihatan normal bila responden dapat membaca sampai huruf terkecil (20/20).

13

Page 14: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf atau memperagakan posisi

huruf E KURANG dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka di

atasnya.

Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf atau memperagakan posisi

huruf E SETENGAH baris atau LEBIH dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris

yang tertera angka tersebut.

Bila responden belum dapat melihat huruf teratas atau terbesar dari kartu Snellen atau

kartu E maka mulai HITUNG JARI pada jarak 3 meter (tulis 3/60).

Hitung jari 3 meter belum bisa terlihat maka maju 2 meter (tulis 02/060), bila belum

terlihat maju 1 meter (tulis 1/60).

Bila belum juga terlihat maka lakukan GOYANGAN TANGAN pada jarak 1 meter

(tulis 1/300).

Goyangan tangan belum terlihat maka senter mata responden dan tanyakan apakah

responden dapat melihat SINAR SENTER (tulis 1/~).

Bila tidak dapat melihat sinar disebut BUTA TOTAL (tulis 00/000).

Snellen chart

Lapangan penglihatan (kampus visii)

Pada pemeriksaan lapangan pandang, kita menentukan batas perifer dari penglihatan, yaitu

batas sampai mana benda dapat dilihat, jika mata difiksasi pada satu titik. Sinar yang datang dari

14

Page 15: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

tempat fiksasi jatuh di makula, yaitu pusat melihat jelas (tajam), sedangkan yang datang dari

sekitarnya jatuh di bagian perifer retina.

Lapangan pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu, dan tidak sama ke semua arah.

Seseorang dapat melihat ke lateral sampai sudut 90-100 derajat dari titik fiksasi, ke medial 60

derajat, ke atas 50-60 derajat dan ke bawah 60-75 derajat. Ada tiga metode standar dalam

pemeriksaan lapang pandang yaitu dengan metode konfrontasi, perimeter, dan kampimeter atau

tangent screen.

Pemeriksaan lapangan pandang (“visual field”) yang sederhana dapat dilakukan dengan jalan

membandingkan lapang pandang pasien dengan pemeriksa (yang dianggap normal) yaitu dengan

metode konfrontasi dari Donder. Teknik pemeriksaan tes konfrontasi adalah dengan caraPasien

duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 meter.Bila mata kanan

yang hendak diperiksa lebih dahulu, maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan

tangannya atau kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya. Pasien diminta

untuk memfiksasi pandangannya pada mata kiri pemeriksa.

Kemudian pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antar pemeriksa

dan pasien. Gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam.Jika pasien sudah melihat gerakan jari-jari

pemeriksa, ia harus memberi tanda dan dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa. Bila

terjadi gangguan lapang pandang, maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut.

Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua arah (atas, bawah, nasal, temporal). Pemeriksaan

dilakukan pada masing-masing mata.

Bila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa sedangkan pemeriksa sudah dapat melihatnya,

maka hal ini berarti bahwa lapang pandang pasien menyempit. Kedua mata diperiksa secara

tersendiri dan lapang pandang tiap mata dapat memperlihatkan bentuk yang khas untuk tipe lesi

pada susunan nervus optikus.

Kelainan pada pemeriksaan lapang pandang.

15

Page 16: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

1

2

3

4

5

6

7

Gambar . Lintasan Impuls visual dan Gangguan Medan Penglihatan Akibat Berbagai Lesi diLintasan Visual5

Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik,

akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang atau medan

penglihatan. Lesi pada nervus optikus akanmenyebabkan hilangnya penglihatan monokular atau

disebut anopsia (no.1) pada mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri

centralis retina yang mendarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan

bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis retina. Kebutaan

tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis fugax.

Lesi pada bagian lateral khiasma optikum akan menyebabkan hemianopsia binasal

(no.2), sedangkan lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan

16

Page 17: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

temporal yang disebut hemianopsia bitemporal (no.3). Kelainan seperti ini banyak disebabkan

oleh lesi khiasma, seperti tumor dan kista intrasellar, erosi dari processus clinoid seperti yang

terjadi dengan tumor atau aneurisma dorsal dari sella tursica, kalsifikasi di antara atau di atas

sella tursika seperti yang terjadi dengan kista dan aneurisma kraniofaringioma, dan juga pada

meningioma suprasellar. Juga dapat disebabkan oleh trauma dan tumor pada regio khiasma.

Hemianopsia bitemporal bisa didapatkan pada kista suprasellar.Bisa juga ditemukan pada pasien

dengan tumor pituitari tapi bersifat predominan parasentral.Pada adenoma pituitari juga bisa

terkadi kebutaan atau anopsia pada salah satu mata dan hemianopsia temporal pada mata yang

lainnya.Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral (no.4).

Serabut-serabut dari retina pada bagian temporal akan rusak, bersamaan dengan serabut dari

bagian nasal retina mata yang lain yang bersilangan. Lesi pada radiasio optika bagian medial

akan menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral (no.7), sedangkan lesi pada

serabut lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim kontralateral (no.6).

Quadroanopsia atau kuadranopia biasanya terjadi pada lesi yang terdapat pada bagian temporo-

parietal. Lesi pada bagian posterior radiasio optika akan mengakibatkan hemianopsia homonim

yang sama dan sebangun dengan mengecualikan penglihatan makular (no.5).

Selain hemianopsia klasik dan kuadranopia, gangguan lapang pandang lain dan fenomena

terkait yang dapat terdeteksi pada pemeriksaan lapangan pandang adalah skotoma sentral

merupakan hilangnya penglihatan sentral yang umumnya berhubungan dengan penurunan

ketajaman penglihatan dan merupakan karakteristik penyakit nervus optikus dan penyakit

makula retina. Perluasan bintik buta fisiologis, yang terlihat dengan pembengkakan diskus

optikus (edema papil) yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial, dan umumnya

terjadi dengan ketajaman penglihatan yang masih baik. Penglihatan seperti terowongan (tunnel

vision) merupakan hilangnya lapang pandang perifer dengan dipertahankannya daerah sentral

yang disebabkan oleh beberapa penyebab, antara lain penyakit oftalmologi, yaitu glaukoma

kronik sederhana, retinitis pigmentosa, dan penyakit korteks, yaitu hemianopia homonim

bilateral dengan makula yang masih baik (macular sparing)

Retina mendapat darah dari arteri retina sentralis, yang merupakan endateri, yaitu arteri

yang tidak mempunyai kolateral. Karena itu, lesi pada retina akibat penyumbatan arteri retina

sentralis tidak akan diperbaiki lagi oleh perdarahan kolateral. Arteri retina sentralis adalah

cabang dari arteri oftalmika. Pada thrombosis arteri karotis, pangkal arteri oftalmika dapat ikut

17

Page 18: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

tersumbat juga. Gambaran klinik thrombosis tersebut terdiri dari hemiparesis kontralateral dan

buta ipsilateral.

Lesi pada nervus optikus sering disebabakan oleh infeksi dan intoksikasi. Di samping itu,

sebab mekanik, seperti jiratan karena araknoiditis atau penyempitan foramen optikum (osteitis

jenis Paget) atau penekanan karena tumor hipofisis, kraniofaringioma, meningioma, aneurisme

arteri oftalmika dapat mengakibatkan kerusakan pada nervus optikus, baik sesisi maupun

bilateral. Gangguan pada nervus optikus, baik yang bersifat radang, maupun demielinisasi atau

degenerasi atau semuanya dinamakan neuritis optika.

Refleks pupil

Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus superior, saraf akan

berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang berhubungan dengan nukleus Eidinger-

Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat konsensual.

Saraf eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus okulomotorius

(N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot sfingter pupil.

Gambar 4. Jaras Refleks Pupil

Refleks cahaya langsung

18

Page 19: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Pemeriksaan dilakukan satu persatu dengan cara menyinari salah satu pupil mata

dengan senter, usahakan mata yang lainnya tidak ikut terangsang (tutup atau penyinaran

dilakukan dari samping lateral). Reaksi yang tampak adalah kontraksi pupil (miosis)

homolateral.

Refleks cahaya tidak langsung

Disebut juga refleks konsensuil atau crossed light reflex. Cara periksa: antara

kedua mata penderita diberi batas penutup dengan tangan/kertas. Kemudian salah satu

mata secara bergantian disinari dengan lampu senter. Reaksi yang tampak adalah

kontraksi pupil (miosis) mata yang tidak disinari.

Refleks pupil akomodasi dan konvergensi

Penderita diminta melihat jauh lurus ke depan, kemudian disuruh melihat dan

mengikuti jari tangan pemeriksa yang diletakkan ±30 cm di depan hidung penderita.

Selanjutnya jari tangan penderita bergerak secara konvergens (ke arah nasal) disertai

pupil akomodasi.

Pupil Argyll Robertson dapat dijumpai pada salah satu atau kedua mata. Ciri-cirinya

sebagai berikut:

- Refleks cahaya langsung dan konsensuil negatif, Refleks akomodasi dan konvergensi

positif

19

Page 20: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

- Pupil miosis (<2,5 mm)

- Dijumpai pada neurosifilis.

Reaksi pupil terhadap cahaya dapat menghilang atau berkurang jika terdapat lesi yang mengenai

jaras penglihatan pada lintasan saraf yang berperan pada refleks pupil atau refleks cahaya

tersebut. Kelainan tersebut termasuk diataranya :

1. Kegagalan cahaya untuk mencapai retina, misalnya akibat katarak dan kekeruhan cairan vitreus

pada pasien diabetes melitus.

2. Penyakit pada retina, seperti retinitis pigmentosa, perdarahan makula, atau scar.

3. Penyakit atau kelainan pada nervus optikus seperti neuritis optik, neuritis retrobulbar, dan

atrofi nervus optikus.

4. Kelainan yang mengenai traktus optikus dan hubungannya dengan batang otak

5. Penyakit atau kelainan pada batang otak

6. Penyakit atau kelainan pada nervus okulomotorius atau gangion siliare

Fundus oculi (fundus k op i )

- Pemeriksaan dilakukan dengan bantuan oftalmoskop.

- Yang diperiksa adalah keadaan retina dan diskus optikus atau papila nervi optici.

- Cara pemeriksaan: Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang telah digelapkan atau ruangan

remang-remang.

- Penderita dalam posisi duduk/berbaring memandang lurus ke depan.

- Mata penderita diperiksa satu-satu dimana mata kanan penderita diamati oleh mata kanan

pemeriksa dan mata kiri penderita diarnati oleh mata kiri pemeriksa.

- Melalui lubang oftalmoskop yang didekatkan pada mata penderita, pemeriksa

mengarahkan sinar lampu oftalmoskop ke pupil penderita sehingga terlihat jelas gambaran

retina dan papil N.II

- Kelainan refraksi dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa yang ada pada oftalmoskop

Tersebut.

- Penilaian:

Gambaran fundus oculi normal:

Retina berwarna merah-oranye

20

Page 21: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Pembuluh darah: vena lebih tebal dari arteri dan berpangkal pada pusat papil dan

memancarkan cabang-cabangnya keseluruh retina dengan perbandingan a:v = 2:3

Funduskopi normal

Papil N.II: berwarna kuning kemerahan, bentuk bulat, batas tegas dengan sekelilingnya,

mempunyai cekungan fisiologis (cupping).

Kelainan papil N.II :

a. Papil edema, ditandai:

Warna: kemerahan (lebih tua clan normal)

Batas: tidak tegas/kabur

Cekungan fisiologis: datar, kadang sampai menonjol

Gambaran pembuluh darah bertambah, melebar, berkelok-kelok (hiperemis), a:v

= 2:5

Biasanya ditemukan pada peningkatan tekanan intra krainal dan papilitis

Papil edema

b. Papil atrofi, dibedakan 2 macam:

- Papil atrofi primer, akibat tekanan langsung pada N.II

- Papil atrofi sekunder, yang terjadi melalui papil edema lebih dulu

21

Page 22: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Papil atrofi ditandai:

- Warna: pucat (kuning muda sampai putih)

- Batas: menjadi lebih tegas

- Cekungan fisiologis: tampak lebih cekung

- Gambaran pembuluh darah tampak mengecil dan jumlahnya berkurang.

o Biasanya ditemukan pada, axial miopia

Atrofi papil primer

Atrofi papil sekunder

Tes Warna (color vision testing)

Tes ini untuk mengetahui adanya buta warna. Cara periksa: penderita disuruh melihat dan

mengenali warna-warna yang ditunjukkan dalam kartu tes. Stilling dan Ishihara. Gangguan

pengenalan warna ini sering ditemukan pada kasus neuritis optik, lesi N.II atau lesi khiasma

optikum.

10. N.III, N.IV, N.VI = N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducen.

22

Page 23: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Ketiga saraf ini bersama-sama mengurus gerakan kedua bola mata. Itulah sebabnya di

dalam klinik diperiksa secara bersama-sama. Semua otot bola mata eksterna termasuk M.

Levator palpebrae dan M. Konstriktor pupilae (parasimpatis) dipersarafi oleh N.III, kecuali M.

Obliquus superior (untuk gerakan bola mata ke medial bawah) oleh N.IV dan M. Rectus lateralis

(untuk aerakan bola mata ke lateral) oleh N.VI.

Pemeriksaan N.III, N.IV, dan N.VI meliputi:

1. Celah mata (fissura palpebrae)

Pada keadaan istirahat dan mata terbuka lebar dilihat apakah simetris atau sama dan

sebangun.

2. Ptosis

Keadaan dimana kelopak mata atas jatuh/menurun karena kelumpuhan M. Palpebra

superiornya. Dapat diperiksa dengan menyuruh penderita membuka matanya lebar-lebar

atau mengangkat kelopak mata atasnya secara volunter.

3. Keadaan bola mata

Penderita disuruh melihat ke depan, kemudian dilperhatikan celah mata dan keadaan

bola mata dilihat dari samping. Pada exophtalmus mata lebih menonjol dan celah mata

tampak melebar, sedangkan enophtalmus mata masuk ke dalam, celah mata tampak

menyempit.

11. Sikap bola mata

23

Page 24: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Bola mata yang lumpuh memperlihatkan sikap yang tidak wajar. Sikap bola mata yang

menyimpang ke arah hidung disebut strabismus konvergens sedangkan sikap bola mata

yang menyimpang ke arah temporal disebut strabismus divergens.

12. Gerakan bola mata

pemeriksaan klinis gerakan mata pada pasien yang sadar, pasien diminta mengikuti suatu benda

yang bergerak ( misalnya : jari pemeriksa) dalam bentuk huruf H agar semua

ototekstraokular dinilai secara relative tersendiri

Paralisis N. VI kiri

13. Gerakan bola mata konjugat

Yaitu kemampuan kedua bola mata untuk bergerak dan melihat ke satu arah secara

bersamaan. Gerakan bola mata konjugat diatur oleh: sentrum kortikal (area 8 lobus frontalis) ⇒ deviation conjugae cortikalis sentrum pontinal (sebelah medial nucleus N.VI) ⇒ deviation

conjugae pontinal. Kelainannya Disebut juga deviation conjugae yaitu gerakan kedua bola

mata involunter ke satu jurusan/arah terus-menerus dan tidak dapat dikembalikan baik secara

sadar maupun refleks.

24

Page 25: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Deviasi konjugat kiri

.

14. Pupil

Yang diperiksa adalah:

- Bentuk pupil

Normal bentuknya bulat, batas rata, dan licin.

- Ukuran pupil

Dapat berubah-ubah setiap saat tergantung pada penerangan ruang periksa. Umumnya

dianggap normal bila diameter 2-6 mm (±3,5 mm). Diameter <2 mm disebut miosis dan

bila sangat kecil sekali disebut pin point pupil. Diameter >6 mm disebut midriasis.

Normalnya ukuran kedua pupil kanan kiri adalah sama, yang disebut isokor. Sedangkan

bila tidak sama besar disebut anisokor.

Gangguan pada nervus III antara lain menyebabkan :

Ptosis, lumpuhnya M. levator palpebrae

Pupil midriasis, dan tidak bereaksi terhadap cahaya dan konvergensi karena

lumpuhnya persarafan parasimpatis.

Paralisis pada otot-otot gerak bola mata yang dipersarafi.

Gangguan pada nervus IV :

Diplopia, melihat ganda pada sisi saraf yang terkena

Sulit melihat kebawah dan keluar

Gangguan pada nervus VI :

25

Page 26: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Sulit melihat kearah sisi yang sakit

Diplopia horizontal

Gangguan-gangguan ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan :

Infark, aneurisma a.basilaris

Trauma, fraktur os petrosum

Peningkatan intra cranial

Meningitis

4. N. V (N. Trigeminus)

Pemeriksaan meliputi ;

1)     Pemeriksaan fungsi motorik.

2)      Pemeriksaan fungsi sensorik (sensibilitas).

3)      Pemeriksaan refieks Trigeminal

l. Pemeriksaan fungsi motorik.

Pemeriksaan pada otot-otot yang bekerja sama dalam melakukan gerakan

mengunyah :

  Penderita disuruh menggigit gigi sekuat-kuatnya. Pemeriksa melakukan palpasi

terhadap kontraksi m. Masseter dan m. Temporalis kanan dan kiri, bandingkan

kekuatan kontraksinya.

  Penderita disuruh membuka mulutnya.

  Pemeriksa berdiri di depan penderita dan mengawasi rahang bawah penderita. Pada

kelumpuhan unilateral, rahang bawah akan menyimpang ke sisi ipsilateral lesi

saat muIut dibuka oleh karena m. Pterygoideus Ekstemus yang sehat akan

mendorong Condylus Mandibula dan Mandibula ke depan tanpa dorongan

yang mengimbangi dari sisi yang lain.

  Penderita diminta menggerakkan rahang bawahnya ke samping sewaktu penderita

meIaksanakan perintah, pemeriksa menahan gerakan tersebut. Jika terdapat

kelumpuhan sesisi, maka gerakan ke samping dari sisi yang lumpuh adalah

kuat, sedang gerakan ke sisi yang sehat adalah lemah / tidak ada sama sekali.

26

Page 27: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

  Penderita disuruh rnenggigit tongue spatel kayu yg diletakkkan di atas deretan

geraham kiri dan kanan sekuat-kuatnya bandingkan bekas gigitan pada

tongue spatel. Lubang gigitan pada sisi Masseter yang lumpuh adalah lebih

dangkal.

Pada lesi LMN rahang bawah akan berdeviasi ke arah lesi homolateral. Sedangkan pada lesi

UMN ke arah kontralateral, tetapi umumnya jarang terlihat karena dalam beberapa hari

kelemahan otot kontralateral tersebut akan dilayani oleh serabut kortikobulbaris homolateral

sebagai kompensasinya.

Adakalanya tampak otot-otot pengunyah dalam keadaan spastis sehingga mulut penderita

tidak dapat dibuka atau hanya dapat dibuka sedikit sekali. Keadaan ini disebut trismus.

2. Pemeriksaan fungsi sensorik (sensibilitas)

Meliputi nyeri (dengan jarum), panas (dengan air suhu 40-45°C); dingin (dengan

air suhu 10-15°C), dan raba (dengan kapas). Prakteknya : rangsang dingin pakai besi

palu refleks ditempelkan pada kulit penderita.

Bandingkan sensasi kulit satu dengan sisi yg lain pada daerah wajah dan kepala,

mukosa konjunctiva, hidung dan mulut.

3. Pemeriksaan refleks Trigeminal

  Reflek Masseter (Jaw Jerk Reflex)

27

Page 28: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Penderita diminta membuka mulutnya sedikit (jangan terlalu lebar), kemudian letakkan Jari

telunjuk kiri pemeriksa di atas dagu penderita secara horizontal. Selanjutnya telunjuk tadi

diketuk dengan pale refleks. Respon normal akan negatif (tidak ada penutupan mulut) atau

positif lemah (adanya penutupan mulut ringan).

Kegunaannya adalah untuk melihat adanya lesi UMN (serabut kortikobulbaris) dimana setelah

pengetukkan terlihat penutupan mulut terjadi secara dan kuat (hiperrefleks/meningkat)

  Refleks Kornea

Refleks kornea langsung

Penderita diminta melirik ke salah satu sisi (lateral kanan kemudian lateral kiri). Misalnya ke

lateral kanan dulu, maka dari sini kontralateralnya (sisi lateral kiri penderita) kornea mata kiri

disentuh dengan kapas yang dipuntir halus. Di sini yang diperhatikan adalah refleks mata

yang korneanya disentuh. Meskipun respon refleks yang sesungguhnya berupa kedipan kedua

mata (bilateral). Kemudian hasilnya ini dibandingkan dengan hasil pemeriksaan mata

sebelahnya.

Refleks kornea tidak langsung (konsensuil)

Cara periksa sama dengan refleks kornea langsung. Hanya saja yang diperhatikan di sini

adalah respon refleks (kedipan) mata yang korneanya tidak disentuh/dirangsang. Kegunaan

pemeriksaan refleks kornea konsensuil ini sama dengan refleks cahaya konsensuil, yaitu

untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen N.V atau eferen N.VII). Pada parese N.V

perifer dimana mata tidak dapat dipejamkan, maka pemeriksaan refleks kornea langsung pada

sisi lesi adalah negatif, tetapi refleks kornea konsensuil pada sisi itu positif.

5. N. VII (N. Facialis)

Pemeriksaan N. Facialis ini meliputi fungsi:

1. Motorik, yang mempersarafi semua otot wajah kecuali M. Levator palpebra superior

2. Sensorik khas, pengecap 2/3 anterior lidah

3. Visceromotorik, mengatur sekresi kelenjar lakrimalis, lingualis, dan submandibularis

28

Page 29: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

4. Somatosensorik, merasakan nyeri pada palatum, meatus akustikus eksternus, bagian luar

gendang telinga

Motorik

1. Otot wajah

- Perhatikan lipatan nasolabialis simetris atau tidak. Pada sisi parese lipatan tersebut datar atau

hampir datar.

- Sudut mulut simetris atau tidak. Hasil pemeriksaan akan tampak lebih jelas pada saat penderita

diajak berbicara.

- Gerakan abnormal: ada tidaknya tic facialis.

2. Otot dahi

- Penderita disuruh MENGERUTKAN DAHINYA, mengangkat kedua alis mata atau melihat ke

Atas tanpa menggerakkan kepalanya. Kemudian perhatikan apakah kerutan dahinya simetris

atau tidak.

3. M. Orbicularis oculi

- Perhatikan apakah ada LAGOPHTALMUS atau tidak dengan menyuruh penderita menutup

matanya pelan-pelan. Adanya lagophtalmus bila celah mata masih tetap terbuka. Didapat pada

lesi N.VII tipe perifer.

- Kemudian penderita disuruh MEMEJAMKAN MATANYA kuat-kuat dan pemeriksa mencoba

membuka kedua mata tersebut. Pemeriksa membandingkan kekuatan mata tersebut. Bila sama

kuat kanan dan kiri berarti normal, tapi bila salah satu lebih mudah dibuka maka berarti M.

Orbicularis oculi mata tersebut parese.

29

Page 30: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

-

4. M. Orbicularis oris

- Penderita disuruh MENUNJUKKAN GIGINYA/MERINGIS, lalu perhatikan sudut mulut

Kanan dan kiri. Bila salah satu sudut mulut tertinggal pada pergerakkan tersebut berarti terdapat

parese di sisi tersebut.

Sensorik khas

- Untuk memeriksa pengecapan 2/3 depan lidah ini dapat cligunakan rasa manis, asin,

asam, dll dalam bentuk larutan sebagai objek bahan. Cara periksa: penderita diminta

menjulurkan lidahnya. Lalu pada salah satu sisi lidah disentuh dengan kapas lidi yang

telah dibasahi lebih dulu dengan larutan (bahan objek).

30

Page 31: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

- Kemudian penderita diminta mengidentifikasi dengan bahasa isyarat (boleh dengan

tulisantangan atau menunjuk bahan objek di depan penderita yang telah dijelaskan lebih

dulu bahan-bahan apa tersebut).

- Saat dilakukan pemeriksaan penderita tidak diperkenankan bersuara/berbicara sebab ada

kemungkinan bahan larutan tersebut berpindah ke sisi lidah satu sisi lidah, dilakukan pula

pemeriksaan terhadap sisi lidah sebelahnya.

- Hilangnya atau berkurangnya daya pengecap disebut ageusia atau hipogeusia.

N. VIII = Vestibulokoklearis

Untuk memeriksa fingsi pendengaran dan Keseimbangan

Pemeriksaan Pendengaran :

Tes Bisik

Tes bisik adalah melakukan pemeriksaan dengan mengucapkan suara Yang lirih seperti

berbisik-bisik kepada orang yang diperiksa ( orang normal maupun orang dengan gangguan

pendengaran) dengan berbagai penekanan dengan menggunakan huruf tertentu. Pemeriksa

berada dibelakang pasien agar pasien tidak dapat melihat bibir pemeriksa, kemudian pemeriksa

mengucapkan kata yang terdiri dari huruf-huruf dengan suara halus dan kasar, penekanan dan

desisan misalnya “Bakso”, kemudian pasien diminta untuk mengulangi kata yang didengarnya.

Tes Weber

Normalnya getaran terdengar sama kuat kanan kiri atau tidak ada laeralisasi. Tetapi bila

salah satu telinga ditutup, maka getaran akan terdegar lebih kuat pada telinga yang ditutup

daripada telinga yang terbuka. Bila getaran terdengar lebih keras pada telinga yang terbuka

berarti ada kelainan pada telinga tersebut (penyakit telinga tengah). Pada penyakit telinga tengah

(tuli konduksi) maka lateralisasi terjadi ke arah sisi yang sakit. Sebaliknya pada lesi N.

Cochlearis (tuli persepsi) lateralisasi terjadi ke arah sisi yang sehat.

31

Page 32: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Tes Rinne

Garpu tala yang telah digetarkan segera diletakkan pada tulang mastoid. Bila suara

getaran tidak terdengar lagi oleh penderita segera pindahkan ke depan liang telinga luar.

Normalnya getaran garpu tala tersebut masih bisa didengar. Tapi pada orang dengan tuli

konduksi getaran tidak akan terdengar lagi.

Tes Schwabach

Penderita diminta mendengarkan garpu tala yang digetarkan, kemiudian bandingkan

dengan pemeriksa. Mula-mula dengan konduksi tulang lalu konduksi udara Caranya: untuk

konduksi tulang garpu tala yang digetarkan diletakkan di processus mastoideus penderita sampai

is tidak mendengar lagi segera pindahkan ke proccessus mastoideus pemeriksa. Untuk konduksi

udara garpu tala yang digetarkan diletakkan di depan liang telinga luar penderita sampai os tidak

32

Page 33: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

mendengar lagi segera pindahkan ke depan liang telinga luar pemeriksa. Bila pemeriksa masih

dapat mendengar getaran garpu tala maka pendengaran penderita dikatakan berkurang.

Tes Audiometri

Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level

pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan

audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai.

Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan

pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang

memerlukan ketajaman pendengaran.

Tes BAER (Brain auditory evoked response)

Brain Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang bisa digunakan untuk

mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak bayi baru saja dilahirkan. Istilah

lain yang sering digunakan yakni Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP) atau Brainstem

Auditory Evoked Response Audiometry (BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi saluran atau

organ pendengaran mulai dari perifer sampai batang otak.

Pemeriksaan Keseimbangan

Pada pemeriksaan diperhatikan:

1. Keseimbangan penderita dengan mengamati sikap tubuh waktu berdiri dan waktu

berjalan/bergerak. Dijumpai pada penderita vertigo dengan ciri-ciri: Merasa benda-benda

sekitarnya berputar atau tubuhnya berputar Sikapnya kaku oleh karena kepalanya

terfiksir di leher dengan sengaja agar tidak timbul serangan. Gaya berjalannya agak

lambat, tegak, dan berhati-hati. Kedua lengan dalam keadaan siap siaga untuk

memegang sesuatu kalau-kalau os jatuh. Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan

berikut:

a. Romberg’s dan sharpened Romberg’s test

33

Page 34: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Pada Romberg tes, pasien diminta untuk berdiri tegak dan menutup mata, kedua

tangan berada di samping tubuh dan kaki dirapatkan, dan pada sharpened

Romberg’s tes Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan

kaki yang lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya,

lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu

berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.

jika pasien menutup mata kemudian jatuh, hal ini mengindikasikan adanya

kelemahan pada proprioseptif atau vestibular.

Sharpened romberg’s test

b. Stepping tes

Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup, sebanyak 50 langkah

dengan kecepatan seperti jalan biasa. Selama test ini pasien diminta untuk

berusaha agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya selama test

berlangsung. Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari

1 meter dari tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat

c. Past pointing tes

Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari telunjuknya,

kemudian dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengulangi. Normalnya

pasien harus dapat melakukannya.

34

Page 35: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Past pointing test

d. Tes jari hidung

Tahan jari anda sepanjang kira-kira satu lengan dari pasien. Instruksikan pasien

anda untuk menyentuh jari anda dengan menggunakan jari telunjuk kemudian

menyentuh hidungnya kembali. Gerakan ini diulangi beberapa kali. Pasien

mungkin saja tidak dapat menyentuh jari anda atau terjadi tremor intensi.

bila terganggu dapat suatu disfungsi serebellar.

e. Pemeriksaan Jalan tandem

penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan  diletakkan  pada  ujung jari

kaki kanan/kiri  ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan

menyimpang, dan pada kelainan serebelum penderita akan cenderung jatuh.

35

Page 36: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

2. Nystagmus, Nystagmus vestibuler ini mengarah dengan komponen cepatnya ke sisi

kontralateral lesi. Pemeriksaan yang lebih teliti dengan tes kalori Barany. Tes ini

dilakukan di bagian THT.

a. Manuver Nylen-Barany atau Hallpike

Pada tes ini pasien disuruh duduk di tempat-tidur-periksa. Kemudian ia

direbahkan sampai kepalanya tergantung di pinggir dengan sudut sekitar 30

derajat di bawah horison. Selanjutnya kepala ditolehkan ke kiri. Tes kemudian

diulangi dengan kepala melihat lurus dan diulangi lag! dengan kepala menoleh ke

kanan. Penderita disuruh tetap membuka matanya agar pemeriksa dapat melihat

sekitarnya muncul nistagmus. Perhatikan kapan nistagmus mulai muncul, berapa

lama berlangsung serta jenis nistagmus. Kemudian kepada penderita ditanyakan

apa yang dirasakannya. Apakah ada vertigo dan apakah vertigo yang dialaminya

pada tes ini serupa dengan vertigo yang pernah dialaminya. Pada lesi perifer,

vertigo lebih berat dan didapatkan masa laten selama sekitar 2-30 detik. Yang

dimaksud dengan masa laten di sini ialah nistagmus tidak segera timbul begitu

kepala mengambil posisi yang kita berikan; nistagmus baru muncul setelah

beberapa detik berlalu, yaitu sekitar 2-30 detik. Dalam hal ini, kita katakan masa

laten untuk terjadinya nistagmus ialah 2-30 detik.

b. Tes kalori.

Tes kalori mudah dilakukan dan mudah diduplikasi. Tes ini membutuhkan

peralatan yang sederhana, dan dapat diperiksa pada kedua telinga. Kepekaan

penderita terhadap rangang kalori bervariasi, karenanya lebih baik dimulai dengan

36

Page 37: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

stimulasi yang ringan; dengan harapan bahwa stimulasi ringan telah menginduksi

nistagmus dengan rasa vertigo yang ringan dan tidak disertai nausea atau muntah.

Stimulasi yang lebih kuat selalu dapat diberikan bila penderita ternyata kurang

sensitif. Cara melakukan tes kalori: Kepala penderita diangkat ke beiakang

(menengadah) sebanyak 60 derajat (tujuannya ialah agar bejana lateral di labirin

berada dalam posisi vertikal, dengan demikian dapat dipengaruhi secara maksimal

oleh aliran konveksi yang diakibatkan oleh aliran endolimf). Tabung suntik

berukuran 20 cc dengan jarum ukuran nomor 15 yang ujungnya dilindungi karet

diisi dengan air bersuhu 30°C (kira-kira 7 derajat di bawah suhu badan). Air

disemprotkan ke liang telinga dengan kecepatan 1 cc per detik. Dengan demikian

gendangan telinga tersiram air selama kira-kira 20 detik. Kemudian, bola mata

penderita segera diamati terhadap adanya nistagmus. Arah gerak nistagmus ialah

ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga yang diairi (karena air yang

disuntikkan lebih dingin dari suhu badan). Arah gerak nistagmus dicatat,

demikian juga frekuensinya (biasanya 3-5 kali per detik) dan lamanya nistagmus

berlangsung dicatat. Lamanya nistagmus berlangsung berbeda pada tiap penderita,

namun biasanya berlangsung antara 1/2-2 menit. Setelah beristirahat selama 5

menit, telinga ke dua dites. Hal yang penting diperhatikan ialah membandingkan

lamanya nistagmus pada kedua sisi, yang pada keadaan normal hampir serupa.

Pada sekitar 5% orang normal, stimulasi minimal tidak akan mencetuskan

nistagmus. Pada penderita demikian, 5 ml air es diinjeksikan ke telinga, secara

lambat, sehingga lamanya injeksi berlangsung ialah 20 detik. Pada keadaan

normal hal ini akan mencetuskan nistagmus yang berlangsung 2 - 21/2 menit. Bila

masih tidak timbul nistagmus, kemudian dapat disuntikkan 20 ml air es selama 30

detik. Bila telinga kiri didinginkan (diberi air dingin) timbul nistagmus ke kanan.

Bila telinga kiri dipanaskan ( diberi air panas ) timbul nistagmus ke kiri.

Nistagmus ini disebut sesuai dengan fasenya yaitu : fase cepat dan fase pelan,

misalnya nistagmus ke kiri berarti fase cepat kekiri. Bila ada gangguan

keseimbangan maka perubahan temperatur dingin dan panas memberikan reaksi.

37

Page 38: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

N.IX dan N.X = N. Glossopharyncieus dan N. Vagus

Pemeriksaan

Penderita diminta membuka mulutnya selebar-lebarnya dengan lidah dijulurkan keluar,

kemudian amati ARCUS PHARYNX apakah simetris atau tidak. Untuk dapat mengamati lebih

jelas penderita diminta menyebutkan huruf A. Bila asimetris berarti ada parese dan arcus

pharynx tampak lebih rendah. Setelah itu perhatikan apakah UVULA penderita terletak di

tengah-tengah (normal). Penderita diajak bicara dan dengarkan adanya: SUARA SENGAU (lesi

N.IX) dan SUARA PARAU/DISFONI atau AFONI (lesi N.X), Dilihat ada tidaknya

GANGGUAN MENELAN. Penderita disuruh menelan air lalu dilihat apakah air tersebut keluar

lagi melalui hidungnya atau tidak. Pada kelainan bulbar paralisis penderita tidak dapat minum

sama sekali.

Pemeriksaan DENYUT JANTUNG. Dengan cara menghitung frekuensi denyut jantung

secara auskultasi atau nadi secara palpasi. Pada lesi iritatif N.X terjadi bradikardi, sedangkan

pada lesi paralitik terjadi takikardi.

Pemeriksaan refleks:

Refleks batuk, Dapat dibangkitkan dengan cara merangsang liang telinga diklitik-klitik

Refleks muntah, Dapat dibangkitkan dengan menyentuhkan spatel lidah pada dinding

belakang pharynx.

38

Page 39: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Refleks oculo cardiac, Hitung lebih dulu denyut jantung/nadi selama 1 menit penuh.

Kemudian penderita disuruh menutup matanya lalu kedua bola matanya ditekan. Setelah

itu hitung lagi denyut jantung dan nadinya. Normal terjadi bradikardi.

Refleks sinus carotis, Caranya sama dengan refleks oculo cardiac, hanya saja di sini yang

ditekan adalah sinus caroticus di daerah leher setinggi cervical VI bagian medial M.

Sternocleidomastoideus. Normal terjadi bradikardi.

Pemeriksaan sensorik

Pemeriksaan daya pengecap 1/3 posterior lidah secara praktis sukar/tidak dapat diperiksa.

N.XI = N. Accesorius

Hanya mempunyai komponen motorik yang mempersarafi

a. M. Trapezius

b. M. Sternocleidomastoideus

Pemeriksaan:

- M. Trapezius

Penderita disuruh mengangkat kedua bahunya serentak kanan kiri dengan sekuat-kuatnya.

Kedua tangan pemeriksa menekan bahu tersebut. Bandingkan kekuatannya kanan dan

kiri.

- M. Sternocleidomastoideus

39

Page 40: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Tangan pemeriksa diletakkan pada pipi rahang penderita (tangan kanan pemeriksa untuk

pipi kiri penderita dan sebaliknya). Kemudian penderita disuruh menoleh/menggerakkan

kepalanya ke arah tangan pemeriksa, sedangkan pemeriksa berusaha menahannya.

Bandingkan kanan dan kiri.

N.XII = N. Hypoglossus

Bersifat motorik yang mempersarafi otot-otot penggerak lidah

Cara pemeriksaan:

Penderita diminta membuka mulut dan menjulurkan lidahnya lurus ke depan. Perhatikan: Deviasi

lidah (lidah membelok ke arah mana) Fasikulasi (gerakan kecil-kecil pada otot lidah secara terus-

menerus) Papil lidah: ada atrofi atau tidak (pada atrofi lidah tampak licin) Selanjutnya penderita

diajak bicara atau disuruh mengucapkan kata-kata yang banyak mengandung huruf R dan L.

Misalnya: ular loreng-loreng lari di lorong-lorong. Tujuannya adalah untuk mengetahui disartria

atau tidak.

PEMERIKSAAN MOTORIK

Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk menjamin

kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan. Ketika memeriksa sistem motorik pasien fokuskan

perhatian pada posisi tubuhnya, gerakan involunter, karakteristik otot (massa, tonus serta

kekuatan otot). Bisa menggunakan urutan pemeriksaan setiap komponen pada pemeriksaan

lengan, tungkai dan bagian tubuh secra bergantian.

40

Page 41: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Pengamatan:

Gaya berjalan dan tingkah laku

Simetri tubuh dan ektremitas

Kelumpuhan badan dan anggota gerak, dll.

Gait

Hemiplegik gait (gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara sirkumduksi)

Spastik/ Scissors gait (gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai)

Tabetic gait (gaya jalan pada pasien tabes dorsalis)

Steppage gait (gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid/paralisis n.

peroneus)

Waddling gait (gaya berjalan dengan pantat & pinggang bergoyang berlebihan khas

untuk kelemahan otot tungkai proximal misal otot gluteus)

Parkinsonian gait (gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua tungkai

berfleksi sedikit pada sendi lutut & panggul. Langkah dilakukan setengah diseret dengan

jangkauan yang pendek-pendek)

Gerakan involunter

Amati gerakan involunter atau gerakan diluar kemauan seperti tremor, tics atau fasikulasi.

Perhatikan lokasi, kecepatan,irama, dan hubungannya dengan postur tubuh , aktivitas, kelelahan

dll.

Massa otot

Bandingkan ukuran dan kontur otot-ototnya. Apakah otot pasien terlihat rata atau cekung yang

menunjukkan atrofi? Jika ya apakah penyusutan tersebut unilateral atau bilateral. Ketika mencari

41

Page 42: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

tanda adanya trofi beri perhatian khusus pada tangan, bahu, dan paha. Namun atrofi otot-otot

tangan dapat terjadi pada pertambahan usia yang normal.

Tonus otot

Tonus otot

Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak

diperiksa kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan

fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut. Pada orang

normal terdapat tahanan yang wajar

Flaksid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada

kelumpuhan LMN)

Hipotoni : tahanan berkurang

Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan, ini dijumpai pada

kelumpuhan UMN

Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.

Kekuatan otot

Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:

o Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa

menahan gerakan ini

o Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh

menahan

Uji biseps dengan meminta pasien melakukan gerakan pada

gambar dan katakan "tarik saya".

Dalam posisi yang sama, nilai kekuatan triseps dengan berkata

"dorong saya". Minta pasien mendorong tangan Anda ke atas

(ekstensi pergelangan tangan)

Kekuatan sendi-sendi kecil tangan diuji dengan meminta pasien

"lebarkan jari-jari Anda" , lalu minta mereka mempertahankan jari-

jarinya, sambil Anda coba memisahkannya.

Test fleksi pada sendi pangkal paha dilakukan dengan menempatkan

tangan pemeriksa pada paha pasien dan memintanya untuk

mengangkat tungkai dan melawan tangan pemeriksa.

42

Page 43: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Cara menilai kekuatan otot:

o 0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total

o 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan

yang harus digerakkan oleh otot tersebut

o 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat

(gravitasi)

o 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat

o 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang

diberikan

o 5 : Tidak ada kelumpuhan (normal)

Refleks

Uji refleks bertujuan untuk menilai lengkung refleks dan pengaruh supraspinal yang

bekerja pada lengkung refleks tersebut. Bila tendon otot yang teregang dipukul dengan

lembut menggunakan palu refleks, otot akan berkontraksi singkat. Fenomena tersebut

menunjukkan ada kesatuan antara jalur aferen, jalur eferen, dan eksitabilitas sel di kornu

anterior segmen medula spinalis yang mempersarafi otot yang teregang. Dokter harus

terampil dalam menguji reflex, dokter harus selalu berdiri di sisi tempat tidur yang sama,

memicu refleks tendon dengan cara yang sama, dan memastikan pasien relaksasi. Ayunkan

palu refleks dengan lembut dan biarkan pukulan palu terjadi karena berat palu. Dalam

keadaan normal, respons refleks sangat bervariasi di antara individu, sebagian

memperlihatkan respons yang kuat dan cepat, sedangkan yang lain memperlihatkan respons

yang kurang kuat. Bila tidak timbul refleks, selalu lakukan "penguatan" dengan meminta

pasien mengatupkan gigi atau mengepalkan tangan, sementara Anda kernbali berupaya

memicu refleks. Cara tersebut bertujuan mengalihkan perhatian pasien sehingga pengaruh

43

Page 44: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

korteks pada respons refleks berkurang. Refleks yang sering diperiksa adaiah refleks biseps,

triseps, supinator, patela, dan Achilles.

Refleks fisiologis

1. Biseps

Stimulus        : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m. biseps

brachii, posisi lengan setengah ditekuk

pada sendi siku

Respons        : fleksi lengan pada sendi siku.

Afferent        : n. musculucutaneus (C5-6)

Efferenst       : n. musculucutaneus (C5-6)

2. Triseps

Stimulus        : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi siku

dan sedikit pronasi.

Respons        : extensi lengan bawah disendi siku

Afferent        : n. radialis (C 6-7-8)

Efferenst       : n. radialis (C 6-7-8)

3. (Refleks patella)

Stimulus        : ketukan pada tendon patella

Respons        : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.

quadriceps emoris.

Efferent         : n. femoralis (L 2-3-4)

Afferent        : n. femoralis (L 2-3-4)

4. (Refleks Achilles)

Stimulus        : ketukan pada tendon Achilles

Respons        : plantar fleksi kaki karena kontraksi m. gastrocnemius

Efferent         : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )

Afferent        : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )

5. Periosto-radialis

44

Page 45: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Stimulus        : ketukan pada periosteum ujung distal os radii, posisi lengan setengah fleksi

dan sedikit pronasi

Respons     : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi m.

Brachioradialis

Afferent    : n. radialis (C 5-6)

Efferenst   : n. radialis (C 5-6)

6. Periosto-ulnaris

Stimulus        : ketukan pada periosteum proc. styloigeus ulnea, posisi lengan setengah fleksi

& antara pronasi – supinasi.

Respons        : pronasi tangan akibat kontraksi m. pronator quadrates

Afferent        : n. ulnaris (C8-T1)

Efferent         : n. ulnaris (C8-T1)

Ref l eks Pa to log i s

Banyak macam rangsang yang dapat digunakan untuk membangkitkannya,

misalnya menggores telapak kaki bagian lateral, menusuk atau menggores dorsum

kaki atau sisi lateralnya, memberi rangsang panas atau rangsang listrik pada kaki,

menekan pada daerah interossei kaki, mencubit tendon Achilles, menekan tibia,

fibula, otot betis, menggerakkan patela ke arah distal, malah pada keadaan yang

hebat, refleks dapat dibangkitkan dengan jalan menggoyangkan kaki, menggerakkan

kepala dan juga bila menguap.

Refleks Babinski. Untuk membangkitkan refleks Babinski, penderita disuruh

berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan.Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki

tetap pada tempatnya.Untuk merangsang dapat digunakan kayu geretan atau benda yang agak

runcing. Goresan harus dilakukan perlahan, jangan sampai mengakibatkan rasa nyeri, sebab

hal ini akan menimbulkan refleks menarik kaki (flight reflex). Goresan dilakukan pada

telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal jari. Jika reaksi positif, kita

dapatkan gerakan dorso fleksi ibu jari, yang dapat disertai gerak mekarnya jari-jari lainnya .

Tadi telah dikemukakan bahwa cara membangkitkan refleks patologis ini bermacam-

macam, di antaranya dapat disebut:

45

Page 46: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Cara Chaddock : rangsang diberikan dengan jalan menggoreskan bagian lateral

maleolus

Cara Gordon : memencet (mencubit) otot betis

Cara Oppenheim : mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior, Arah

mengurut ke bawah (distal).

Cara Gonda : memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya

sekonyong-konyong

Schaefer : memencet (mencubit) tendon Achilles

Klonus

Kita telah mempelajari bahwa salah satu gejala kerusakan pyramidal ialah adanya

hiperfleksi.Bila hiperfleksi ini hebat dapat terjadi klonus.Klonus ialah kontraksi ritmik dari otot,

yang timbul bils otot diregangkan secara pasif. Klonus merupakan reflex regang otot yang

meninggi dan dapat dijumpai pada lesi supranuklir(UMN , pyramidal ). Ada orang normal yang

mempunyai hiperfleksi fisiologis ; pada mereka ini dapat terjadi klonus, tetapi klonusnya

berlangsung singkat dan disebut klonus abortif. Bila klonus berlangsung lama ,hal ini dianggap

patologis. Klonus dapat dianggap sebagai rentetan reflex regang otot, yang dapat disebabkan

oleh lesi pyramidal.

Pada lesi piramidal (UMN (uppermotorneuron) supranuklir) kita sering

mendapatkan klonus di pergelangan kaki, lutut dan pergelangan tangan.

Klonus kaki.

Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot gastroknemius. Pemeriksa

menempatkan tangannya di telapak kaki penderita, kemudian telapak kaki ini didorong dengan

cepat (dikejutkan) sehingga terjadi dorso fleksi sambil seterusnya diberikan tahanan enteng.Hal

mengakibatkan teregangnya otot betis.Bila ada klonus, maka terlihat gerakan ritmik (bolak-

balik) dari kaki, yaitu berupa plantar fleksi dan dorso ieksi secara bergantian.

Klonus patela.

46

Page 47: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Klonus ini dibangkitkan dengan jaian meregangkan otot kuadriseps femoris.Kita

pegang patela penderita, kemudian didorong dengan kejutan (dengan cepat) ke arah distal

sambil diberikan tahanan enteng. Biia terdapat klonus, akan terlihat kontraksi ritmik otot

kuadriseps yang mengakibatkan gerakan bolak-balik dari patela. Pada pemeriksaan ini

tungkai harus diekstensikan serta dilemaskan.

Refleks dan gejala patoiogis lain yang perlu diketahui.

Refleks Hoffman Tromrner.

Kita telah mendiskusikan refleks fleksor jari-jari.Pada orang normal, refleks ini biasanya

tidak ada atau enteng saja; karena ambang refleks tinggi.Akan tetapi, pada keadaan patologik,

ambang refieks menjadi rendah dan kita dapatkan refleks yang kuat. Refleks inilah yang

merupakan dasar dari refleks Hoffman-Trommer, dan refleks lainnya, misalnya refleks

Bechterew.

Dalam beberapa buku, refleks Hoffman-Trommer ini masih dianggap sebagai refleks

patoiogis dan disenafaskan dengan refleks Babinski, padahal mekanisme refleks fleksor jari-jari

sama sekali lain dari reflex Babinski .ia merupakan regleks regang otot, jadi sama seperti reflex

kuadriseps dan reflex regang otot lainnya. Reflex Hoffman-trommer positif dapat disebabkan

oleh lesi pyramidal, tetapi dapat pula disebabkan oleh peningkatan reflex yang melulu

fungsional. Akan tetapi bila reflex pada sisi kanan berbeda dari yang kiri, maka hal ini dapat

dianggap sebagai keadaan patologis.

Simetri penting dalam penyakit saraf.Kita mengetanui bahwa simetri sempurna memang

tidak ada pada tubuh manusia. Akan tetapi, banyak pemeriksaan neurologi didasarkan atas

anggapan, bahwa secara kasar kedua bagian tubuh adalah sama atau simetris. Tiap refleks tendon

dapat meninggi secara bilateral, namun hal ini belum tentu berarti adanya lesi piramidal. Lain

halnya kalau peninggian refleks bersifat asimetris !!!

Cara membangkitkan refleks Hoffman-trommer: Tangan penderita kita pegang pada

pergelangan dan jari-jarinya disuruh fleksi-entengkan. Kemudian jari tengah penderita kita

jepit di antara telunjuk dan jari-tengah kita.Dengan ibu-jari kita "gores-kuat" (snap) ujung jari

tengah penderita.Hal ; ini mengakibatkan fleksi jari telunjuk, serta fleksi dan aduksi ibu jari,

47

Page 48: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

bila refleks positif. Kadang juga disertai fleksi jari lainnya,Reflex massa, reflex automatisme

spinal. Kita telah mengetahui bahwa bila reflex Babinski cukup hebat, kita dapatkan dorso fleksi

jari-jari, fleksi terdapat juga kontraksi tungkai bawah dan atas, dan kadang-kadang terdapat juga

kontraksi tungkai yang satu lagi. Daerah pemberian rangsang pun bertambah luas.Hal dernikian

dapat kita jurnpai pada iesi transversal medula spinalis, dan disebut refleks automatisme spinal

Hal mi dapat ditimbulkan oleh berbagai macam rangsang, misalnya goresan rangsang nyeri dan

lain sebagainya.

Bila refleks lebih hebat lagi, didapatkan juga kontraksi otot dinding perut, adanya miksi

dan defekasi, keluarnya keringat, refleks eriterna dan refleks pilomotor.Keadaan dernikian

disebut juga sebagai refleks massa dan Riddoch Hal dernikian didapatkan pada Iesi transversal

yang komplit dan medula spinalis, setelah fase syoknya lampau.

Refleks genggam {grasp reflex).Refleks genggam mempakan hal normal pada bayi

sampai usia kira-kira 4 bulan. Pada orang normal, bila telapak tangan digores kita tidak

mendapatkan gerakan fleksi jari-jari, tetapi kadang-kadang terjadi fleksi enteng (ambang refleks

ini tinggi).

Dalam keadaan patologis, misainya pada Iesi di lobus frontalis didapatkan reaksi (fleksi

jari) yang nyata.Penggoresan telapak tangan mengakibatkan tangan digenggamkan, dan

menggenggam alat yang d.gunakan sebagai penggores. Hal ini dinamai refleks genggam Refleks

genggam terdiri dari fleksi ibu jari dan jari lainnya, sebagai jawaban terhadap rangsang taktil,

misalnya bila pemeriksa meraba telapak tangan pasien atau menyentuh atau menggores tangan

pasien di antara ibu jari dan telunjuknya.

Kadang-kadang refleks ini dernikian hebatnya, sehingga bila kita menjauhkan tangan kita

yang tadinya didekatkan, tangan pasien mengikutinya, "seolah-olah kena tenaga maknit".Hal ini

dinamakan refleks menjangkau (groping reflex).

Untuk membangkitkan refleks genggam dapat dilakukan ha! berikut Penderita dtsuruh

mem-fleksi-entengkan jari-jari tangannya. Kemudian kita sentuh kulit yang berada di antara

telunjuk dan ibu jari dengan ujung ketok-refieks. Bila refleks menggenggam positif ujung ketok-

refleki ini akan digenggamnya.

48

Page 49: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Gejala leri

Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :

Kita pegang lengan bawah pasien yang disupinasikan serta difleksikan sedikit. Kemudian

kita tekukan dengan kuat ( fleksi ) jari-jari serta pergelangannya. Pada orang normal, gerakan ini

akan diikuti oleh fleksi lengan bawah dan lengan atas, dan kadang-kadang juga disertai aduksi

lengan atas. Reflex ini akan negative bila terdapat lesi pyramidal. Tidak adanya reflex ini

dinyatakan sebagai gejala leri positif.

Gejala mayer

Pasien disuruh mensupinasikan tangannya, telapak tangan ke atas , dan jari-jari difleksi

kan serta ibu jari difleksikan dan diabduksikan. Tangannya kita pegang , kemudian dengan

tangan yang satu lagi kitatekukkan jari 3 dan 4 pada falang proksimal dan menekannya pada

telapak tangan (fleksi). Pada orang normal, ha! ini mengakibatkan aduksi dan oposisi ibu jari

disertai fleksi pada persendian metakarpofalangeai, dan ekstensi di persendian interfalang ibu

jari. Jawaban demikian tidak didapatkan pada lesi piramidal, dan tidak adanya jawaban ini

disebut sebagai gejala Mayer positif

PEMERIKSAAN SENSORIK

Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit di antara pemeriksaan

neurologik yang lain karena sangat subjektif. Sehubungan dengan pemeriksan fungsi sensorik

maka beberapa hal berikut ini harus dipahami dulu:

Kesadaran penderita harus penuh dan tajam. Penderita tidak boleh dalam keadaan lelah,

kelelahan akan mengakibatkan gangguan perhatian serta memperlambat waktu reaksi

Prosedur pemeriksan harus benar-benar dimengerti oleh penderita, karena pemeriksaan

fungsi sensorik benar-benar memerlukan kerja sama yang sebaik-baiknya antara pemeriksa

dan penderita. Dengan demikian cara dan tujuan pemeriksaan harus dijelaskan kepada

penderita dengan istilah yang mudah dimengerti olehnya

49

Page 50: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Kadang-kadang terlihat adanya manifestasi obyektif ketika dilakukan pemeriksaan anggota

gerak atau bagian tubuh yang dirangsang, misalnya penderita menyeringai, mata berkedip-

kedip serta perubahan sikap tubuh

Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga meliputi perbedaan-

perbedaan sensasi yang ringan, dengan demikian harus dicatat gradasi atau tingkat

perbedaannya

Ketajaman persepsi dan interpretasi rangsangan berbeda pada setiap individu, pada tiap

bagian tubuh, pada individu yang sama tetapi dalam situasi yang berlainan. Dengan demikian

dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulangan pada hari berikutnya.

Azas simetris: pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan dengan bagian kanan. Hal

ini untuk menjamin kecermatan pemeriksaan.

Pemeriksaan ini harus dikerjakan dengan sabar (jangan tergesa-gesa), menggunakan alat

yang sesuai dengan kebutuhan/ tujuan, tanpa menyakiti penderita, dan penderita tidak boleh

dalam keadaan tegang.

1. Prinsip umum

Mencari defisit sensibilitas (daerah-daerah dengan sensibilitas yang abnormal, bisa

hipestesi, hiperestesi, hipalgesia atau hiperalgesia)

Mencari gejala-gejala lain di tempat gangguan sensibilitas tersebut, misalnya atrofi,

kelemahan otot, refleks menurun/negative, menurut distribusi dermatom.

Keluhan-keluhan sensorik memiliki kualitas yang sama, baik mengenai thalamus, spinal,

radix spinalis atau saraf perifer. Jadi untuk membedakannya harus dengan distribusi

gejala/keluhan dan penemuan lain

Lesi saraf perifer sering disertai berkurang atau hilangnya keringat, kulit kering,

perubahan pada kuku dan hilangnya sebagian jaringan di bawah kulit

Penilaian fungsi sensorik dimulai dari anamnesis karena gejala disfungsi sensorik

kadang-kadang mendahului kelainan objektif pada pemeriksaan klinis.Selain itu, gejala

pasien dapat mengarahkan Anda ke bagian tubuh tertentu, atau jenis fungsi sensorik yang

memerlukan perhatian lebih.

50

Page 51: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Daerah dan modalitas yang akan diuji bergantung pada jenis gangguan sensorik yang

disimpulkan dari gejala dan riwayat pasien. Namun, harus dipikirkan apakah pola penyakit

sesuai dengan suatu distribusi dermatomal atau neuropati perifer, Modalitas sensasi adalah

sentuhan ringan, nyeri, suhu, jetaran, dan propriosepsi.Pertama, periksa apakah pasien dapat

merasakanrangsangan dan memahami prosedur pemeriksaan dengan memeriksa bagian yang

Anda ketahui sensasinya normal. Kemudian, ikuti pola dermatomal , Bila distrtbusi gangguan

sensorik menyerupai sarung tangan atau kaus kaki, mulailah pemeriksaan dari ujung jari

tangan atau kaki, dan terus naik sampaididapatkan batas sensorik.

Sentuhan ringan; diperiksa dengan ujung kapas yang ditempelkan ke satu titik dengan

mata pasien tertutup. Jangan menggoreskan kapas ke kulit karena sensasi ini dapat

dihantarkan oleh serabut nyeri.

Nyeri: sebaiknya diuji dengan lidi yang patah atau neuro-tip yang dirancang khusus

(berujung tajam). Pemakaian jarum suntik sebaiknya dihindari karena mudah menembus

kutit dan dapat menimbulkan infeksi.

Sensasi getaran: biasanya berkurang atau hilang pada usia lanjut; namun, uji Ini

bemianfaat pada pasien yang dicurigai mengidap neuropati sensorik perifer. Uji sensasi

getaran terbaik adalah menggunakan garpu tala C128 Hz di ekstrcmitas atas, ekstremitas

bawah, dan badan.

Propriosepsi: sensasi posisi sendi harus diperiksa dengan mata pasien tertutup, Sistem

pemeriksaan sensasi posisi sendi di jari tangan dan kaki diperlihatkan di gambar . Jari

harus dipisahkan dari jari di sekitarnya dan sendi yang diperiksa digerakkan ke atas dan

ke bawah, Tanyakan arah gerakan jari kepada pasien.

Suhu: jarang diperiksa rutin. Bila diindikasikan, cara termudah adalah mengisi botol

sampel darah atau tabung logam dengan air es atau air hangat. Ikuti skema pemeriksaan

persarafan dermatomal dan neuropati perifer.

Berat, bentuk, ukuran, dan tekstur: koin sangat penting untuk uji ini. Sebuah koin

diletakkan di telapak tangan pasien dengan mata tertutup, dan pasien diminta untuk

menjelaskannya. Berat berbagai koin dapat diban-dingkan dengan meletakkan koin yang

berbeda bersamaan di kedua tangan.

51

Page 52: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR

Dengan fungsi luhur memungkinkan seseorang untuk memberikan respon atau tanggapan

atas segala rangsang/stimulus baik dari luar maupun clan dalam tubuhnya sendiri sehingga dia

mampu mengadakan hubungan intra maupun interpersonal.

Termasuk di dalam fungsi luhur adalah:

1. Fungsi bahasa

2. Fungsi memori (ingatan)

3. Fungsi orientasi (pengenalan)

Pemeriksaan fungsi bahasa

Gangguan fungsi bahasa disebut afasia atau disfasia yaitu kelainan berbahasa akibat kerusakan di

otak, tetapi bukan kerusakan/gangguan persarafan perifer otot-otot bicara, artikulasi maupun

gangguan penurunan inteligensia.

Ada 2 jenis afasia:

1. Afasia motorik

Adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak mampu mengeluarkan isi pikirannya.

- Afasia motorik kortikalis : Penderita tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya baik secara

verbal, tulisan, maupun isyarat. Letak lesi di cortex cerebri dominan.

- Afasia motorik subkortikalis (afasia motorik murni) : Penderita tidak dapat mengeluarkan

isi pikirannya secara verbal namun masih dapat dengan tulisan maupun isyarat. Letak lesi

di subcortex hemispher dominan.

- Afasia motorik transkortikalis : Penderita tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya tetapi

masih dapat membeo. Letak lesi ditranskortikalis kartek Broca dan Wernicke.

Cara pemeriksaan:

Mengajak penderita berbicara mulai dari hal yang sederhana sampai hal-hal yang

sukar yang pernah diketahui penderita sebelumnya. Bila tidak bisa disuruh menuliskan

jawaban atau dengan isyarat.

Syarat pemeriksaan:

Penderita dalam keadaan sadar penuh dan bahasa yang dipakai saling dimengerti.

2. Afasia sensorik

52

Page 53: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain

walaupun alat bicara dan pendengarannya baik.

- Afasia sensorik kortikalis

Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain yang disampaikan balk secara verbal,

tulisan, maupun isyarat. Letak lesi di area cortex Wernicke (sensorik).

- Afasia sensorik subkortikalis

Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain yang disampaikan secara verbal,

sedangkan tulisan dan isyarat dapat dimengerti. Letak lesi di subcortex Wernicke.

- "Buta kata-kata" (word Blindness)

Penderita masih mengerti bahasa verbal namun tidak lagi bahasa visual. Hal ini jarang

terjadi.

Cara pemeriksaan:

Penderita diberi perintah untuk melakukan sesuatu tanpa contoh. Bila tidak bisa baru

diberikan secara tulisan atau isyarat. Syarat pemeriksaan sama dengan afasia motorik.

Gangguan bahasa lainnya

1. Apraksia

Penderita tidak bisa melaksanakan fungsi psikomotor.

Cara: beri perintah untuk melakukan gerakan yang bertujuan misalnya membuka kancing

baju,dll.

2. Agrafia

Penderita tidak bisa menulis lagi (tadinya bisa).

Cara: beri perintah untuk menuliskan kata-kata yang didiktekan.

3. Alexia

Penderita tidak bisa lagi mengenali tulisan yang pernah dikenalnya.

Cara: beri perintah untuk membaca tulisan atau kata-kata yang pernah dikenalnya.

4. Astereognosia

Penderita tidak bisa mengenali bentuk benda dengan cara meraba.

Cara: dengan mata tertutup penderita disuruh menyebutkan benda dengan cara merabanya.

5. Abarognosia

Penderita tidak mampu menaksir berat benda yang berada di tangannya (perabaan).

53

Page 54: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Cara: penderita disuruh menaksir berat benda yang berada di tangannya.

6. Agramesthesia

Penderita tidak bisa rnengenal tulisan yang dituliskan di badannya.

Cara: penderita disuruh menyebutkan kata-kata yang dituliskan di badannya dengan mata

tertutup.

7. Asomatognosia

Penderita tidak mampu menunjukkan bagian-bagian tubuhnya kiri atau kanan.

Pemeriksaan fungsi memori

Secara klinis gangguan memori (daya mengingat) ada 3 yaitu:

1. Immediate memory (segera)

2. Short term memory/recent memory (jangka pendek)

3. Long term memory/remote memory (jangka panjang)

Cara pemeriksaan :

1. Immediate memory

Yaitu daya mengingat kembali suatu stimulus yang diterima beberapa detik lalu seperti

mengingat nomor telepon yang baru saja diberikan.

Cara: penderita disuruh mengulang deret nomor yang kita ucapkan. Seperti di bawah ini:

(disebut digit span)

3-7

2-4-9

8-5-2-7

2-8-6-9-3

5-7-1-9-4-6

8-1-5-9-3-6-7

dikatakan masih normal jika seseorang dapat mengulang sebanyak 7 digit.

2. Recent memory

Yaitu daya mengingat kembali stimulus yang diterima beberapa menit, jam, hari yang lalu.

Cara: penderita disuruh menceritakan pekerjaan/peristiwa yang dikerjakan/dialami beberapa

menit/jam/hari yang lalu.

3. Remote memory

54

Page 55: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Yaitu daya mengingat kembali stimulus atau peristiwa yang telah lama berlalu (bertahun-

tahun).

Cara: penderita disuruh menceritakan pengalaman atau teman-teman masa kecilnya.

(Tentunya pemeriksa telah mendapat informasi sebelumnya).

Ketiga pemeriksaan di atas adalah untuk audio memory (yang didengar) sedangkan memori

yang dilihat (visual memory) dapat diperiksa sebagai berikut.

Cara: penderita disuruh mengingat nama-nama benda yang diperlihatkan kepadanya kemudian

benda - benda tersebut disimpan. Beberapa waktu kemudian penderita disuruh mengulang

nama-nama benda tersebut.

Pemeriksaan fungsi orientasi

Secara klinis pemeriksaan orientasi ada 3 yaitu: Personal, tempat, waktu

Cara: penderita disuruh mengenali orang-orang yang berada di sekitarnya yang memang

dikenalnya (seperti istrinya, anak, teman, dll), Penderita juga disuruh mengenali tempat dimana

ia berada atau tempat-tempat lainnya. Penderita juga disuruh menyebutkan waktu/saat penderita

diperiksa seperti siang/malam/sore.

Catatan:

Kesemua pemeriksaan fungsi luhur ini baru dapat diperiksa pada penderita yang mempunyai

kesadaran penuh atau baik dan tidak mengalami gangguan mental, kemunduran inteligen

maupun kerusakan organ-organ atau persarafan perifer yang terkait. Harus diingat bahwa

pemeriksaan fungsi luhur adalah pemeriksan fungsi-fungsi cortex cerebri yang terkait.

o Pemeriksaan status mental mini (MMSE)

MMSE merupakan bagian penting dari setiap pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan

ini meliputi evaluasi kualitas dan kuantitas kesadaran, perilaku, emosi, isi pikir, kemampuan

intelektual dan sensorik. Bagian paling sensitif dan penting adalah orientasi waktu, daya

ingat, dan urutan angka. MMSE diperkenalkan sebagai pemeriksaan standar fungsi kognitif

dalam segi klinis maupun penelitian. Penilaian MMSE sangat mudah, nilai maksimum

adalah 30. Nilai kurang dari 24 ditafsirkan sebagai demensia.

55

Page 56: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Tabel Pemeriksaan status mini mental (MMSE)

No. Tes Nilai maks

ORIENTASI

1 Sekarang (tahun), (musim),(bulan), (tanggal), hari apa? 5

2 Kita berada dimana? (Negara, propinsi, kota, rumah sakit, lantai/kamar) 5

REGISTRASI

3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, atau koin), setiap benda 1 detik,

pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk setiap

nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan

dengan benar dan catat jumlah pengulangan

3

ATENSI DAN KALKULASI

4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan

setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “WAHYU” (nilai

diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw = 2

nilai)

5

MENGINGAT KEMBALI (RECALL)

5 Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3

BAHASA

56

Page 57: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

6 Pasien disuruh menyebutkan nama benda yang ditunjukkan (pensil, buku) 2

7 Pasien disuruh mengulang kata-kata “namun”, “tanpa”, “bila” 1

8 Pasien disuruh melakukan perintah: “ambil kertas ini dengan tangan

anda,lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”

3

9 Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah “pejamkanlah mata

anda”

1

10 Pasien disuruh menulis dengan spontan 1

11 Pasien disuruh menggambar bentuk dibawah ini 1

TOTAL 30

Skor Nilai 24-30 = normal

Nilai 17-23 = gangguan kognitif probable

Nilai 0-16 = gangguan kognitif definit

Tabel skor median pada MMSE berdasarkan usia dan tingkat pendidikan

57

Page 58: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

PEMERIKSAAN FUNGSI VEGETATIF

Yang terpenting adalah pemeriksaan miksi, yaitu dengan cara: anamnesis dan

pemeriksaan.

Anamnesis :

- Apakah miksi spontan, disadari, bisa ditahan atau tidak, keluar terus-menerus atau sekali

keluar sekali berhenti atau tidak dapat keluar sama sekali.

Pemeriksaan:

- Tekan vesica urinaria untuk menentukan apakah penuh atau tidak

- Observasi ujung urethra eksterna, basah terus atau tidak

- Tekan vesica urinaria apakah terjadi pengosongan urine, lalu lakukan catheterisasi untuk

menentukan rest urine

Macam-macam kelainan miksi:

1. Inkontinensia urine

Suatu keadaan dimana urine keluar terus-menerus secara menetes,

2. Retensio urin

58

Page 59: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Suatu keadaan dimana urine tidak dapat keluar baik secara disadari atau tidak, sedangkan

vesica urinaria penuh.

3. Automatic bladder

Suatu keadaan diman urine dapat dikeluarkan dengan adanya gaya berat atau rangsangan

pada os pubis dan lipatan inguinal.

4. Atonic bladder

Suatu keadaan dimana urine dapat dikeluarkan dengan menekan supra pubis. Residual

urine pada keadaan ini lebih banyak dari automatic bladder.

DAFTAR PUSTAKA

59

Page 60: Refresing Anamnesis & Pemfis Nneurologi

Baehr, M. dan M. Frotscher. Diagnosis Topik dan Neurologi DUUS, Anatomi Fisiologi Tanda

Gejala. Jakarta: EGC. 2010.

Bickley, Lynn; Szilagui, Peter (2007). Bates' Guide to Physical Examination and History Taking

(9th ed.). Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 0-7818-6718-0.

Campbell, William W. 2005. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Edition. Lippincott

Williams & Wilkins.

Lumbantobing, S.M. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2011.

Mulia, Nico Paundra. 2011. Pemeriksaan Neurologi. www.scribd.com [akses september 2012].

60