Pengertian Anamnesis
-
Upload
ernatahapary -
Category
Documents
-
view
137 -
download
0
Transcript of Pengertian Anamnesis
Infeksi dan Imunitas
NAMA : ERVIN JULIET LATUPEIRISSA
KELOMPOK : B6
NIM : 10 2009 078
Universitas Kristen Krida Wacana
Fakultas Kedokteran
2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya lah saya dapat mengerjakan dan menyelesaikan tugas makalah PBL ini. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah memberi tugas serta yang telah
membimbing saya dalam mengerjakan makalah ini dari awal hingga selesainya makalah ini.
Saya akui bahwa makalah ini tidak sesempurna seperti yang diinginkan oleh dosen, tetapi saya
akan mencoba untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan. Kiranya makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Hormat saya,
Penulis.
DAFTAR ISI
Halaman Judul : ................................................................................ 1
Kata Pengantar : ................................................................................ 2
Bab I : ................................................................................ 4
- A. Latar belakang : ................................................................................ 4
- B. Tujuan : ................................................................................ 4
Bab II : ................................................................................ 5
- A. Anamnesis : ................................................................................ 5
- B. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang : .............................................................. 6
- C. Diagnosa : ............................................................................... 7
- D. Patogenesis : ............................................................................... 8
- E. Prognosis : ............................................................................... 9
- F. Penatalaksanaan : .................................................................................. 10
- G. Etiologi : ............................................................................. 12
- H. Epideminologi : ............................................................................. 14
Bab III : ............................................................................... 15
- Kesimpulan : ............................................................................... 15
Daftar Pustaka : ............................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Latar belakang dari pembuatan makalah ini adalah bagaimana caranya mendiagnosa
suatu gejala penyakit dengan tepat sehingga dalam pemberian obat atau pengobatan
terhadap pasien tidak salah.
2. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengerjakan tugas yang telah diberikan dan
kiranya dapat menambah ilmu pengetahuan kepada setiap yang membacanya.
4
BAB II
ISI
A. ANAMNESIS
1. Pengertian Anamnesis
Anamnesis adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan
antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang
mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan
medisnya.
2. Tujuan Anamnesis
Tujuan pertama anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang permasalahan
yang sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan
cermat maka informasi yang didapatkan akan sangat berharga bagi penegakan diagnosis,
bahkan tidak jarang hanya dari anamnesis saja seorang dokter sudah dapat menegakkan
diagnosis. Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat
ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar.
Tujuan berikutnya dari anamnesis adalah untuk membangun hubungan yang baik antara
seorang dokter dan pasiennya. Umumnya seorang pasien yang baru pertama kalinya
bertemu dengan dokternya akan merasa canggung, tidak nyaman dan takut, sehingga
cederung tertutup. Tugas seorang dokterlah untuk mencairkan hubungan tersebut.
Pemeriksaan anamnesis adalah pintu pembuka atau jembatan untuk membangun
hubungan dokter dan pasiennya sehingga dapat mengembangkan keterbukaan dan
kerjasama dari pasien untuk tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya.
5
3. Jenis Anamnesis
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan Alloanamnesis
atau Heteroanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan tehnik
autoanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya. Pasien
sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya.
Ini adalah cara anamnesis terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk
menceritakan apa yang sesungguhnya dia rasakan.
Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat dilakukan. Pada
pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab pertanyaan, atau
pada pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk menceritakan permasalahnnya.
Anamnesis yang didapat dari informasi orag lain ini disebut Alloanamnesis atau
Heteroanamnesis. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari anamnesis dilakukan bersama-
sama auto dan alloanamnesis.
B. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis
memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Pada skenario pemeriksaan
fisik terhadap pasien adalah sebagai berikut: TD 130/80 mmHg, N 88x/menit, Frekuensi Nafas
28x/menit, Suhu Tubuh 38,8 oC.
- Pemeriksaan laboratorium atau penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang karakteristik untuk tetanus. Pada
pemeriksaan darah, jumlah lekosit mungkin meningkat, laju endap darah sedikit
meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal masih dalam batas normal. Tingkat
serum enzim otot mungkin meningkat. Diagnosis ditegakkan secara klinis dari
anamnesa dan pemeriksaan fisik dan tidak tergantung pada konfirmasi bakteriologis.
6
C. Tetani hanya ditemukan pada 30% pada luka pasien dengan kasus tetanus, dan
dapat diisolasi dari pasien yang tidak memberikan gejala tetanus.
C. DIAGNOSA
1. Diferensial diagnose yang sesuai dengan kasus pada skenario 6 adalah sebagai berikut:
a. Meningitis
Disebabkan oleh berbagai organisme seperti virus, bakteri, ataupun jamur yang
menyebar ke dalam darah dan berpindah ke dalam cairan otak. Gejala-gejalanya
seperti, demam, sakit kepala, dan kekakuan otot leher yang berlansung selama
berjam-jam atau bahkan sampai dua hari, takut pada sorotan cahaya terang
(photophobia), takut atau terganggu dengan suara yang keras (phonophobia), mual,
muntah, bahkan tidak bisa bangun dari tidur dan tidak sadarkan diri.
b. Histeria
Gejala-gejalanya adalah: seluruh badan terasa kaku, tidak sadarkan diri diserta
dengan teriakan dan keluhan-keluhan. Biasanya pada orang yang terkena gangguan
jiwa akibat ketidakmampuan seseorang menghadapi kecemasan, kegelisahan atau
bahkan tekanan perasaannya sendiri.
c. Rabies
Gejala-gejalanya adalah sakit kepala, nafsu makan hilang, demam tinggi, kejang-
kejang, mual dan muntah. Biasanya pada pasien yang terkena rabies, air liur dan air
matanya keluar berlebihan. Pupil mata membesar dan rasa takut yang sangat pada air,
peka terhadap suara, cahaya dan angin atau udara. Penyakit ini biasanya ditularkan
melalui binatang, misalnya anjing.
7
d. Tetanus
Tetanus merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan exotoxin clostridium
tetani, dengan gejala umumnya adalah kejang otot, dinding perut seperti papan, otot
wajah kau, trismus dan dapat terjadi gangguan pernafasan.
2. Work Diagnosa
Work diagnosa yang tepat pada skenario adalah Tetanus. Karena gejala-gejala yang
sesuai dengan skenario merupakan ciri-ciri gejala dari Tetanus. Yang di mana si pasien
mengalami kejang, dinding perutnya seperti papan, otot wajah kaku serta gangguan nafas.
D. PATOGENESIS
Patogenesis adalah istilah kedokteran yang berasal dari bahasa Yunani pathos, penyakit, dan
genesis, penciptaan. Patogenesis merupakan keseluruhan proses perkembangan penyakit atau
patogen, termasuk setiap tahap perkembangan, rantai kejadian yang menuju kepada terjadinya
patogen tersebut dan serangkaian perubahan struktur dan fungsi setiap komponen yang terlibat di
dalamnya, seperti sel, jaringan tubuh, organ, oleh stimulasi faktor-faktor eksternal seperti faktor
imikrobial, kimiawi dan fisis.
- Patogenesis Tetanus
Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk vegetatif
bila ada dalam lingkungan anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Kuman ini
dapat membentuk metalo-exotosin tetanus, yang terpenting untuk manusia adalah tetanospasmin.
Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular
junction serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah
masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu
anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP. Manifestasi klinis terutama
disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruh tersebut
8
berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter
inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan spasme. Kekakuan
dimulai pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke
sungsum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada
dada, perut dan mulia timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks cerebri, penderita akan
mulai mengalami kejang umum yang spontan. Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga
berpengaruh sehingga terjadi gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika,
hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. Spame larynx, hipertensi, gangguan
irama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom,
yang dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan
penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernafasan mekanik, kejang dapat diatasi namun
gangguan saraf otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti.3
E. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada masa inkubasi, waktu dari inokulasi spora sampai timbul
gejala awal dan waktu dari timbulnya gejala awal sampai spasme tetanik awal. Secara umum,
interval yang lebih pendek menunjukkan tetanus yang lebih berat dan prognosis yang lebih
buruk. Kebanyakan pasien yang bertahan dari tetanus ini biasanya akan kembali pada kondisi
kesehatan sebelumnya walau pun perbaikan berjalan secara lambat (sekitar 2 hingga 4 bulan) dan
pasien seringkali tetap menjadi hipotonus. Pasien yang sembuh harus mendapatkan imunisasi
aktif dengan tetanus toksoid untuk mengelakkan dari terjadinya rekurensi. Selain itu, prognosis
dan angka kematian pasien dengan tetanus juga dipengaruhi oleh factor usia, gizi yang buruk
serta penangan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi. Dari data terkini yang diperolehi,
kadar kematian pada penderita tetanus ringan dan sedang adalah 6% dan pada penderita tetanus
berat bisa mencapai 60%. Meningkatnya kadar kematian pada penderita tetanus adalah
berhubung dengan faktor – faktor berikut:
a. Masa inkubasi yang pendek
b. Onset kejang yang dini (early onset)
9
c. Penanganan yang lambat
d. Apabila terdapat lesi di kepala dan muka yang terkontaminasi
e. Tetanus neonatorum
F. PENATALAKSANAAN
Prinsip :
1. Mengeliminasi bakteri dalam tubuh untuk mencegah pengeluaran tetanospasmin lebih
lanjut
2. Menetralisir tetanospasmin yang beredar bebas dalam sirkulasi (belum terikat dengan
sistem saraf pusat)
3. Meminimalisasi gejala yang timbul akibat ikatan tetanospasmin dengan sistem saraf
pusat
Terapi umum :
1. Semua pasien disarankan untuk menjalani perawatan di ruang ICU yang tenang
supaya bisa dimonitor terus-menerus fungsi vitalnya. Pasien dengan tetanus
tingkat II, III, IV sebaiknya dirawat di ruang khusus dengan peralatan intensif
yang memadai serta perawat yang terlatih untuk memantau fungsi vital dan
mengenali tanda aritmia. Hendaknya pasien berada di ruangan yang tenang
dengan maksud untuk meminimalisasi stimulus yang dapat memicu terjadinya
spasme.
2. Berikan cairan infus D5 untuk mencegah dehidrasi dan hipoglikemi
3. Debridement luka. Semua luka harus dibersihkan. Jaringan nekrotik dan benda-
benda asing harus dikeluarkan. Semua luka yang berpotensial harus
didebridement, abses harus diinsisi dan didrainase. Selama dilakukannya
manipulasi terhadap luka yang diduga menjadi sumber inkubasi tetanus ini, harus
10
diberikan hTIG dan terapi antibiotika. Juga penting diberikan obat-obatan
pengontrol spasme otot selama manipulasi luka.
Terapi khusus :
1. Human Tetanus Imunoglobulin (hTIG 3000-6000 IU i.m) : untuk menetralisir
tetanospasmin bebas. Antitoksin ini tidak mempuny6ai efek pada toksin yang
telah terikat pada jaringan saraf pada susunan saraf pusat ataupun sistem
otonom. Toksin bebas mungkin terdapat pada sekeliling luka tempat
pertumbuhan C. tetani. Diberikan secepat mungkin setelah diagnosis klinis
tetanus ditegakkan. Dosis efektif yang direkomendasikan adalah 3000-10.000
IT iv/im, dengan kadar puncak dalam darah dicapai dalam 48-72 jam. Sebagai
pengobatan secara aktif 1500-3000 IU diinfiltrasikan pada sekeliling luka. Di
Indonesia umumnya masih memakai Anti Tetanus Serum, termasuk juga di
RSHS.
2. Antibiotik : untuk menghilangkan sumber tetanospasmin
DOC : Metronidazole 500 mg p.o tiap 6 jam atau 1gr tiap 12 jam selama 10-
14 hari, aktif menghambat pertumbuhan bakteri anaerob dan protozoa.
3. Benzodiazepine : untuk meminimalisasi spasme otot dan rigiditas karena
bersifat GABA enhancer.
DOC : Diazepam karena dapat mengurangi ansietas, menyebabkan sedasi dan
relaksasi otot. Dosis pemberian berdasarkan derajat keparahan spasme otot.
- Pada orang dewasa :
- Spasme ringan : 5-10 mg p.o tiap 4-6 jam
- Spasme sedang : 5-10 mg i.v
11
- Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5, infuskan dengan kecepatan 10-15 mg/jam
- Bila refrakter terhadap benzodiazepine, berikan neuromuscular blocking agents
(vecuronium)
4. Tetanus Toxoid (Td 0,5 ml i.m) : untuk merangsang dibentuknya antibodi
terhadap eksotoksin bakteri. Td ini merupakan suatu eksotoksin yang telah
didetoksikasi dengan formaldehid dan diabsorbsi ke dalam garam aluminium.
Antigen ini akan menginduksi produksi antibody yang melawan eksotoksin.
5. ß-adrenergik blocking agents (Labetolol 0,25-1 mg/menit melalui infus i.v
setelah dititrasi) untuk mengontrol disfungsi otonom yang didominasi
aktivitas simpatis, yakni menurunkan tekanan darah tanpa memperberat
takikardi
6. Intubasi endotrakeal atau trakeostomi pada tetanus berat (stadium III-IV)
untuk atasi gangguan napas. Hendaknya trakeostomi dilakukan pada pasien
yang memerlukan intubasi lebih dari 10 hari, disamping itu trakeostomi juga
direkomendasikan setelah onset kejang umum yang pertama.
7. Walaupun imunisasi aktif tidak 100% efektif mencegah tetanus, namun
imunisasi tetanus telah memperlihatkan sebagai salah satu yang paling efektif
sebagai pencegahan terhadap kejadian tetanus. Pemberian imunisasi dan
penanganan luka yang baik diketahui merupakan komponen yang penting
dalam mencegah penyakit ini. Pada pasien dengan tetanus, imunisasi aktif
dengan Td harus mulai diberikan atau dilanjutkan sesegera mungkin setelah
kondisi pasien stabil.
G. ETIOLOGI
Penayakit tetanus ini disebabkan karena Clostridium tetani yang merupakan basil gram
positif obligat anaerobik yang dapat ditemukan pada permukaan tanah yang gembur dan
lembab dan pada usus halus dan feses hewan.
12
Mempunyai spora yang mudah bergerak dan spora ini merupakan bentuk vegetatif.
Kuman ini bisa masuk melalui luka di kulit. Spora yang ada tersebar secara luas pada
tanah dan karpet, serta dapat diisolasi pada banyak feses binatang pada kuda, domba,
sapi, anjing, kucing, marmot dan ayam. Tanah yang dipupuk dengan pupuk kandang
mungkin mengandung sejumlah besar spora. Di daerah pertanian, jumlah yang signifikan
pada manusia dewasa mungkin mengandung organisma ini. Spora juga dapat ditemukan
pada permukaan kulit dan heroin yang terkontaminasi. Spora ini akan menjadi bentuk
aktif kembali ketika masuk ke dalam luka dan kemudian berproliferasi jika potensial
reduksi jaringan rendah. Spora ini sulit diwarnai dengan pewarnaan gram, dan dapat
bertahan hidup bertahun – tahun jika tidak terkena sinar matahari. Bentuk vegetatif ini
akan mudah mati dengan pemanasan 120oC selama 15 – 20 menit tapi dapat betahan
hidup terhadap antiseptik fenol, kresol.
Kuman ini juga menghasilkan 2 macam eksotoksin yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.
Fungsi tetanolisin belum diketahui secara pasti, namun diketahui dapat menyebabkan
kerusakan jaringan yang sehat pada luka terinfeksi, menurunkan potensial reduksi dan
meningkatkan pertumbuhan organisme anaerob. Tetanolisin ini diketahui dapat merusak
membran sel lebih dari satu mekanisme. Tetanospasmin (toksin spasmogenik) ini
merupakan neurotoksin potensial yang menyebabkan penyakit. Tetanospasmin
merupakan suatu toksin yang poten yang dikenal berdasarkan beratnya. Toksin ini
disintesis sebagai suatu rantai tunggal asam amino polipeptida 151-kD 1315 yang
dikodekan pada plsmid 75 kb. Tetanospasmin ini mempengaruhi pembentukan dan
pengeluaran neurotransmiter glisin dan GABA pada terminal inhibisi daerah presinaps
sehingga pelepasan neurotransmiter inhibisi dihambat dan menyebabkan relaksasi otot
terhambat. Batas dosis terkecil tetanospasmin yang dapat menyebabkan kematian pada
manusia adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan atau 175 nanogram untuk
manusia dengan berat badan 75 kg.
13
H. EPIDEMINOLOGI
Tetanus terjadi diseluruh dunia dan endemik pada 90 negara yang sedang
berkembang, tetapi insidennya sangat bervariasi. Bentuk yang paling sering, tetanus
neonatorum (umbilikus), membunuh sekurang-kurangnya 500.000 bayi setiap tahun
karena ibu tidak terimunisasi. Lebih dari 70% kematian ini terjadi pada sekitar 10 negara
Asia dan Afrika tropis. Lagi pula, diperkirakan 15.000 – 30.000 wanita yang tidak
terimunisasi diseluruh dunia meninggal setiap tahun karena tetanus ibu yang merupakan
akibat dari infeksi dengan Clostridium Tetani luka pascapartus, pascaabortus, atau pasca
bedah.
Kebanyakan kasus tetanus non-neonatorum dihubungkan dengan jejas traumatis,
sering luka tembus yang diakibatkan oleh benda kotor, seperti paku, serpihan, fragmen
gelas, atau injeksi tidak steril, tetapi suatu kasus yang jarang mungkin tanpa riwayat
trauma. Tetanus pasca injeksi atau obat terlarang menjadi lebih sering, sementara
keadaan yang tidak lazim adalah gigitan binatang, abses (termasuk abses gigi),
perlubangan cuping telinga, ulkus kulit kronis, luka bakar, fraktur komplikata, radang
dingin (frosbite), gangren, pembedahan usus, goresan-goresan upacara, dan sirkumsisi
wanita. Penyakit ini juga terjadi sesudah penggunaan benang jahit yang terkontaminasi
atau sesudah injeksi intramuskuler obat-obata, paling menonjol kini untuk malaria
falsiparum resisten-kloroquin.
14
BAB III
KESIMPULAN
- Kesimpulan:
Sesuai dengan skenario yang telah diberikan bahwa pasien yang mengalami kekakuan
pada otot wajah, kejang otot, dinding perutnya seperti papan serta kekakuan pada leher
dan anggota gerak merupakan gejala dari penyakit Tetanus yang disebabkan oleh
Clostridium tetani.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Ningsih S. Asuhan keperawatan dengan tetanus. Edisi Ketiga, Indonesia:
FKUNHAS, 2003
2. Gandahusada, Sriasi dan Herry D. Tetanus lokal pada anak. Edisi Kedua, Jakarta:
FKUI, 2004 hal.2-10
3. Miyazaki, Ichirp. Diagnostic Medical 2nd Edition. Tokyo: International Medical
Foundation of Japan, 2003
4. Suraatmaja S dan Soetjiningsih. Pedoman Diagnosis dan terapi ilmu kesehatan
anak RSUP Sanglah. FK Udayana Denpasar. 2005
16