Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

26
ANALISIS MASALAH 1c. Apa penyebab dan mekanisme kulit kepala bersisik pada kasus? Gejala tersebut terutama disebabkan oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil disekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pusat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mulai patah dan terlepas dari akarnya,sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Sumber: Sandra Widaty, Unandar Budimulja. Mikosis: dalam Prof.Dr. dr. Adhi Djuanda, dkk Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta : FKUI. 2015; p.112. 4a. Bagaimana cara penularan pada kasus ini? 1. Ada tiga cara penularan dermatofita yaitu : Infeksi antropofilik yang menyebar dari satu anak ke anak yang lain dapat hadir sebagai kasus sporadis. Terjadi penyebaran melalui kontak langsung atau melalui penyebaran udara dari spora dan penyebaran tidak langsung yaitu terkontaminasi dari benda-benda seperti sisir , sikat , topi dan lain sebagainya. Infeksi menyebar dari hewan ke anak ( infeksi zoofilik ) melalui kontak langsung maupun dengan lingkungan disekitar hewan yang terinfeksi seperti

description

tinea kapitis

Transcript of Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

Page 1: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

ANALISIS MASALAH

1c. Apa penyebab dan mekanisme kulit kepala bersisik pada kasus?

Gejala tersebut terutama disebabkan oleh genus Microsporum dan sering

ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil

disekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pusat dan

bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan

tidak berkilat lagi. Rambut mulai patah dan terlepas dari akarnya,sehingga mudah

dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri.

Sumber: Sandra Widaty, Unandar Budimulja. Mikosis: dalam Prof.Dr. dr. Adhi Djuanda,

dkk Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta : FKUI. 2015; p.112.

4a. Bagaimana cara penularan pada kasus ini?

1. Ada tiga cara penularan dermatofita yaitu :

Infeksi antropofilik yang menyebar dari satu anak ke anak yang lain dapat

hadir sebagai kasus sporadis. Terjadi penyebaran melalui kontak langsung

atau melalui penyebaran udara dari spora dan penyebaran tidak langsung

yaitu terkontaminasi dari benda-benda seperti sisir , sikat , topi dan lain

sebagainya.

Infeksi menyebar dari hewan ke anak ( infeksi zoofilik ) melalui kontak

langsung maupun dengan lingkungan disekitar hewan yang terinfeksi

seperti karpet, pakaian, furnitur dan lain sebagainya.

Infeksi menyebar dari tanah ke manusia ( infeksi geofilik ) namun jarang

terjadi. Sumber: Health Protection Agency. Tinea Capitis in The United Kingdom: A report on its

diagnosis, management and prevention. London : Health Protection Agency, March 2007

Page 2: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

4b. Apa hubungan pasien mempunyai peliharaan anjing dengan keluhan

yang diderita?

Penularan lewat hewan peliharaan biasanya terjadi pada tinea kapitis yang

disebabkan oleh M.Canis.

Sumber: James W, Elston D, Berger T, Andrews G. Andrews' Diseases of the skin.

London: Saunders/ Elsevier; 2011.

Analisis Aspek Klinis

Apa DD kasus ini?

1. Diagnosis banding tinea kapitis berskuama dan keradangan minimal :

- Dermatitis seborhoik

Keradangan yang biasanya terjadi pada sebelum usia 1 tahun atau

sesudah pubertas yang berhubungan dengan rangsangan kelenjar

sebasia. Tampak eritema dengan skuama diatasnya sering berminyak,

rambut yang terkena biasanya difus, tidak setempat. Rambut tidak

patah. Distribusi umumnya di kepala, leher dan daerah-daerah

pelipatan. Alopesia sementara dapat terjadi dengan penipisan rambut

daerah kepala, alis mata, bulu mata atau belakang telinga. Sering

tampak pada pasien penyakit syaraf atau immunodefisiensi.

- Dermatitis atopic

Dermatitis atopik yang berat dan luas mungkin mengenai kepala

dengan skuama kering putih dan halus. Khas tidak berhubungan

dengan kerontokan rambut, bila ada biasanya karena trauma sekunder

karena garukan kepala yang gatal.

- Psoriasis

Disertai lesi dermatitis atopik di daerah lain. Psoriasis kepala khas

seperti lesi psoriasis dikulit, plak eritematos berbatas jelas dan

berskuama lebih jelas dan keperakan diatasnya, dan rambut tidak

patah. 10% psoriasis terjadi pada anak kurang 10 tahun dan 50%

mengenai kepala, dan sering lesi psoriasis anak terjadi pada kepala

saja, maka kelainan kuku dapat membantu diagnosis psoriasis

- Pitiriasis amiantas (Pitiriasis asbestos)

Adalah tumpukan skuama dalam masa yang kusut. Dermatitis kepala

lokalisata yang non infeksius yang tidak diketahui sebabnya. Skuama

Page 3: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

yang putih tebal melekat sering dijumpai mengikat batang rambut

proksimal. Kepala dapat tampak beradang. Rontok rambut sementara

dapat terjadi dengan pelepasan manual skuama yang melekat. Kelainan

kulit dilain tempat yang menyertai biasanya tidak ada, namun dapat

mempunyai penyakit yang menyertai, yaitu Dermatitis atopik atau

keradangan kulit lainnya. Ada yang menganggap sebagai psoriasis

dini.

2. Diagnosis banding tinea kapitis yang alopesia jelas

- Alopesia areata

Alopesia areata mempunyai tepi yang eritematus pada stadium

permulaan, tetapi dapat berubah kembali ke kulit normal. Juga jarang

ada skuama dan rambut-rambut pada tepinya tidak patah tetapi mudah

dicabut.

- Trikotilomania

Khas adanya alopesia yang tidak sikatrik berbatas tidak jelas karena

pencabutan rambut oleh pasien sendiri. Umumnya panjang rambut

berukuran macam-macam pada daerah yang terkena. Tersering di

kepala atas, daerah oksipital dan parietal yang kontra lateral dengan

tangan dominannya. Kadang-kadang ada gambaran lain dari kelainan

obsesif kompulsif misalnya menggigit-gigit kuku, menghisap ibu jari

atau ada depresi atau kecemasan. Dapat disertai efek efluvium telogen

yaitu berupa tumbuhnya kembali rambut yang terlambat atau

rontoknya rambut meningkat sebelum tumbuh kembali.

- Pseudopelade

Dari kata Pelade yang artinya alopesia areata. Pseudopelade adalah

alopesia sikatrik progresif yang pelan-pelan, umumnya sebagai

sindroma klinis sebagai hasil akhir dari satu dari banyak proses

patologis yang berbeda (yang diketahui maupun yang tidak diketahui),

walaupun klinis spesifik jenis tidak beradang selalu dijumpai misalkan

karena likhen planus, lupus eritematus stadium lanjut.

3. Diagnosis banding tinea kapitis yang inflamasi

- Pioderma bakteri

Page 4: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

Infeksi kulit karena bakteri Staphylococcus aerius atau Streptococcus

pyogenes, misalkan folikulitis, furunkel atau karbunkel.

- Folliculitis decalvans

Adalah sindroma yang klinis berupa folikulitis kronis sampai sikatrik

progresif. Folikulitis atrofik pada dermatitis seboroik.

4. Diagnosis banding alopesia sikatrik

- Diskoid Lupus eritematosus

Diskoid LE di kepala tampak alopesia dan biasanya permanent khas

ada foliculler plugging. Tampak pada 1/3 pasien DLE.

- Liken planopilaris

Lesi folikular disertai skuama yang kemudian menjadi alopesia

sikatrik.

- Pseudopelade

- Dermatitis radiasi

Sumber:

Rippon JW. Medical Mycology 3rd 14 ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 1988

Nelson MM; Martin AG, Heffernan MP. Superficial Fungal infection: Dermatophytosis,

Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,

Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatologyin General Medicine 6 th ed. New York Mc

Graw Hill, 2003 : p 1989-2005.

Schroeder TL, Levy ML. Treatment of hair loss disorders in children. Dermatol Ther 1997; 2 : 84-

92.

Dawber RPR, de Becker D, Wojnarowska F, Disorder of Hair. Dalam : Champion RH, Burton JZ,

Burno DA, Breatnach SDM, editors. Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of Dermatology, 6th ed.

Oxford : Blackwell Science, 1998 : p 2869-973

Rowell NR, Goodfield MJD. The Connective Tissue diseases. Dalam : Champion RH, Burton JZ,

Burns DA, Breatnach SDM, editors. Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of Dermatology, 6th ed.

Oxford : Blackwell Science, 1998 : p 2437-575.

Definisi dari WD?

Tinea kapitis adalah suatu infeksi pada kulit kepala dan rambut yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang menyebabkan dermatifitosis yang mempunyai sifat mencerna keratin.

Sumber: Sandra Widaty, Unandar Budimulja. Mikosis: dalam Prof.Dr. dr. Adhi Djuanda, dkk

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta : FKUI. 2015

Page 5: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

LEARNING ISSUE

Tinea Kapitis

Definisi

Tinea kapitis adalah suatu infeksi pada kulit kepala dan rambut yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang menyebabkan dermatifitosis yang mempunyai sifat mencerna keratin.

Epidemiologi

Tinea kapitis merupakan penyakit yang sudah dianggap sebagai masalah

kesehatan yang serius pada beberapa dekade dan sering muncul pada anak- anak

usia antara 3 sampai 14 tahun. Namun pada orang dewasa jarang terjadi, hal ini

terjadi akibat perubahan pada pH kulit kepala dan peningkatan asam lemak yang

berguna sebagai proteksi atau sebagai jamurstatik.

Tinea kapitis sering terjadi di daerah pedesaan dan tranmisi meningkat dengan

higienitas yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang

rendah. Kejadian pada orang dewasa biasanya lebih sering terjadi pada wanita

dibandingkan laki-laki, pada orang dengan imunitas yang rendah, dan pada orang

yang berkulit hitam dibandingkan kulit putih. Ada tiga cara penularan dermatofita

yaitu :

Infeksi antropofilik yang menyebar dari satu anak ke anak yang lain dapat

hadir sebagai kasus sporadis. Terjadi penyebaran melalui kontak langsung

atau melalui penyebaran udara dari spora dan penyebaran tidak langsung

yaitu terkontaminasi dari benda-benda seperti sisir , sikat , topi dan lain

sebagainya.

Infeksi menyebar dari hewan ke anak ( infeksi zoofilik ) melalui kontak

langsung maupun dengan lingkungan disekitar hewan yang terinfeksi

seperti karpet, pakaian, furnitur dan lain sebagainya.

Infeksi menyebar dari tanah ke manusia ( infeksi geofilik ) namun jarang

terjadi.

Etiologi

Tinea kapitis terjadi akibat dermatofita spesies Microsporum dan

Trichophyton. Setiap negara dan daerah memiliki perbedaan pada spesies

penyebab tinea kapitis misalnya di amerika serikat dan Eropa Barat 90 % kasus

tinea kapitis yang disebabkan oleh T. tonsurans dan jarang disebabkan M. Canis,

sedangkan di Eropa Timur dan Selatan serta Afrika Utara disebabkan oleh T.

Page 6: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

violaceum. Di inggris kasus terbanyak disebabkan oleh infeksi M.canis yang di

dapatkan dari kucing. Spesies penyebab terjadinya tinea kapitis gray patch adalah

microsporum dan trikofiton. Pada tinea kapitis black dot terutama disebabkan oleh

Tricophyton tonsurans, T. violaceum dan T. mentagrophytes. Penyebab utama

tinea kapitis kerion adalah Microsporum canis, M. gypseum, T. tonsurans, dan T.

violaceum. Sedangkan pada tinea favus disebabkan oleh spesies T. schoenleinii,

T. violaceum, dan M. Gypseum.

Klasifikasi

- Infeksi Ektothrix

Invasi terjadi pada batang rambut luar. Hifa fragmen ke arthroconidia ,

menyebabkan kerusakan kutikula. Infeksi ini disebabkan oleh Microsporum

spp. (M. audouinii dan M. canis)

- Infeksi Endothrix

Infeksi terjadi di dalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula.

Arthroconidia ditemukan dalam batang rambut. Infeksi ini disebabkan oleh

Trichophyton spp. (T. tonsurans di Amerika Utara , T. violaceum di Eropa ,

Asia , sebagian Afrika).

"Black Dot " Tinea capitis

Merupakan varian endothrix yang menyerupai dermatitis seboroik.

Kerion

Merupakan varian endothrix dengan plak inflamasi.

Favus

Merupakan varian endothrix dengan arthroconidia dalam batang rambut.

Sangat jarang di Eropa Barat dan Amerika Utara . Di beberapa bagian

dunia (Timur Tengah, Afrika Selatan) masih endemik .

Gambar 1. Gambaran Ektothrix dan Endothrix

Page 7: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

Patogenesis

Infeksi dermatofita melibatkan 3 step utama yaitu :

1. Perlekatan pada keratinosit

Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa

melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar ultraviolet, suhu,

kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang

diproduksi oleh keratinosit serta asam lemak yang diproduksi oleh

glandulasebasea juga bersifat fungistatik

2. Penetrasi melewati dan di antara sel

Setelah terjadi perlekatan, spora berkembang dan menembus

stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat daripada proses

desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan

enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma

dan maserasi juga membantu memfasilitasi penetrasi jamur kejaringan.

Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam

dari epidermis.

3. Pembentukan respon penjamu

Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan

organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed

Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam

melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi

dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal

dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema

dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit.

Antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan

dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan

proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang

jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal

menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera

jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.

Dermatofit ectothrix merupakan bentuk infeksi pada perifolikel stratum

korneum, kemudian menyebar ke sekitar dan ke dalam batang rambut dari

pertengahan hingga akhir anagen rambut sebelum masuk ke folikel untuk

menembus korteks rambut. Arthroconidia kemudian mencapai korteks rambut

sehingga pada pemeriksaan mikroskopis pada sediaan rambut yang diambil akan

Page 8: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

ditemukan arthroconidia dan dapat juga ditemukan hifa intrapilari. Invasi rambut

oleh dermatofita , terutama M. audouinii ( anak ke anak , melalui tukang cukur ,

topi , kursi teater ) , M. canis ( muda hewan peliharaan ke anak dan kemudian

anak ke anak ) , atau T. tonsurans.

Patogenesis pada arthroconidia endothrix sama seperti ectothrix yaitu awalnya

menyerang stratum korneum dari kulit kepala, yang dapat diikuti oleh infeksi pada

batang rambut namun arthroconidia tetap didalam batang rambut, menggantikan

keratin intrapilari dan meninggalkan korteks yang intak. Hal ini yang

menyebabkan rambut menjadi sangat rapuh dan pada permukaan kulit kepala akan

ditemukan folikel yang hilang, meninggalkan titik hitam kecil “black dot” serta

inflamasi yang parah yang ditemukan pada semua kasus.

Manifestasi klinis

Tinea kapitis dapat hadir dengan beberapa gejala klinis, tergantung jenis organisme, jenis invasi pada rambut, tingkat resistensi dan respon inflamasi.

Manifestasi klinis tinea kapitis pada tiap negara bervariasi dari rambut kusam,

rambut patah dengan skala ringan sampai berat, nyeri, inflamasi. Kelainan pada

tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan

kadang terjadi gambaran yang lebih berat yang disebut kerion, limfadenopati

servical dan oksipital.

Non-inflamasi atau gray patch

Gejala klinis terutama disebabkan oleh M. Audouinii dan M.

Ferrigineum yang sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit timbul akibat

invasi rambut ektothrix. Lesi bermula dari papul eritematosa yang kecil

disekitar rambut, kemudian papul akan melebar dan membentuk bercak yang

menjadi pucat dan bersisik mengelilingi batang rambut dan akhirnya

menyebar secara sentrifugal yang melibatkan folikel rambut disekitarnya.

Keluhan penderita adalah rasa gatal, warna rambut menjadi abu-abu dan tidak

berkilau. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya sehingga mudah

dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri yang menyebabkan alopesia setempat.

Page 9: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

Gambar 2. Tinea Kapitis “Gray Patch”

Sumber: Shannon Verma, Michael P. Hefferman. Superficial Fungal infection :Dermatophytosis,

Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen

KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed.

Volume 1 & 2. New York Mc Graw Hill, 2008 : p 1807-1813

Robin Graham-Brown, Tony Burns. Dermatologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga. 2005 ; p. 35

Black dot

Gejala yang timbul disebabkan oleh T. tonsurans dan T. violaceum. Lokasi

arthrospores berada didalam batang rambut yang membuat rambut menjadi lebih

rapuh. Pada permulaan penyakit, gambaran klinis menyerupai kelainan yang

disebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terinfeksi akan patah tepat

pada muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh dengan

spora. Ujung rambut didalam folikel akan muncul gambaran “black dot” pada

pemeriksaan klinis. Pada skala yang luas dengan rambut rontok yang minimal dan

peradangan dapat menyerupai dermatitis seboroik atau psoriasis. Pada infeksi

black dot sering terjadi inflamasi dimana peradangan terjadi dari folikulitis ke

kerion. Pada beberapa kasus tinea kapitis black dot juga dapat ditemukan

gangguan pada kuku dan rambut yang hilang.

Gambar 3. Tinea Kapitis “Black Dot”

Sumber : Shannon Verma, Michael P. Hefferman. Superficial Fungal infection :Dermatophytosis,

Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,

Goldsmith LA, Katz SI, dkk. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. Volume 1 &

2. New York Mc Graw Hill, 2008 : p 1807-1813 Robin Graham-Brown, Tony Burns. Dermatologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga. 2005 ; p. 35

Kerion

Page 10: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

Kerion merupakan jenis tinea kapitis yang bersifat inflamasi dan

merupakan tinea kapitis dengan peradangan yang berat. Hal ini disebabkan oleh

organisme zoofilik seperti T. verrucosum dan T. mentogrophyte atau dermatofit

geophilik semeprti M. Gypseum. Reaksi peradangan berupa pembengkakan yang

menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya

sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang berkelompok dan

kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan

parut (sikatriks) dan berakibat alopesia yang menetap. Jaringan parut yang

menonjol kadang-kadang dapat terbentuk. Tinea kapitis anthropophilik dapat tiba-

tiba menjadi inflamasi dan berkembang menjadi kerion akibat hipersensitivitas

yang tinggi.

Gambar 4. Kerion pada Kulit Kepala Sumber: Robin Graham-Brown, Tony Burns. Dermatologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga. 2005 ; p.35

Favus

Favus merupakan gejala tinea yang jarang, gejala di sebabkan T.

schoenleinii. Organisme dapat mempengaruhi kulit dan kuku juga hal ini di tandai

dengan warna krusta kekuningan yang dikenal sebagai skutula disekitar rambut.

Skutula memiliki berbau yang khas yaitu berbau tikus “moussy odor” dan rambut

secara ekstensif akan hilang menjadi alopesia dan atrofi.

Gambar 5. Sumber: Robin Graham-Brown, Tony Burns. Dermatologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga. 2005 ; p.35Klaus Wolff, Richard Allen Johnson, dkk. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Cinival Dermatology 5th ed.New York Mc Graw Hill. 2007

Diagnosis Banding

Dermatitis Seboroik

Page 11: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

Peradangan yang erat dengan keativan glandula sebasea yang aktif

pada bayi dan insiden puncak pada usia 18-40 tahun. Manifestasi pada

dermatitis seboroik didapatkan eritema, skuama yang berminyak dan

kekuningan dengan batas tidak tegas, rambut rontok mulai dari verteks dan

frontal. Krusta tebal dapat berbau tidak sedap dan meluas ke dahi, glabela,

telinga postaurikular,leher, daerah supraorbital, liang telinga luar, lipatan

nasolabial, sternal,payudara,interskapular, umbilikus, lipat paha dan

anogenital

Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik merupakan peradangan kulit kronis dan residif, yang

umumnya terjadi selama masa anak-anak yang berhubungan dengan

peningkatan kadar IgE dalam serum dan faktor genetik dimana dipengaruhi

oleh kromosom 5q31-33. Manifestasi klinis di dapatkan pruritus hilang timbul

sepanjang hari namun hebat pada malam hari, sehingga penderita akan

menggaruk dan timbul berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi,

eksudasi,krusta. Predileksi pada anak biasanya di muka dan pipi sedangkan

dewasa pada lipat siku, lipat lutut, samping leher dan sekitar mata.

Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimunm bersifat

kronik dan residif, di tandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas

tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan trasparan disertai

fenomena tetesan lilin, auspitz dan kobner. Penyakit ini mengenai semua umur

namun umumnya pada dewasa dan pria lebih banyak dibandingkan wanita.

Predileksi psoriasis adalah skalp, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku

serta lutut serta lumbosacral.

Page 12: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

11

Alopesia Areata

Etiologi alopesia areata sampai sekarang belum diketahui namun sering

dihubungkan dengan infeksi fokal, kelainan endokrin dan stres emosional. Gejala klinis

terdapat bercak berbentuk bulat atau lonjong dan terjadi kerontokan rambut pada kulit

kepala, alis, janggut, dan bulu mata. Pada tepi daerah yang botak ada rambut yang

terputus, bila dicabut terlihat bulbus yang atrofi. Pada pemeriksaan histopatologi

ditemukan rambut banyak dalam fase anagen, folikel rambut terdapat berbagai ukuran,

tetapi lebih kecil dan tidak matang, bulbus rambut didalam dermis dan dikelilingi oleh

infiltrasi limfosit.

Pseudopelade Brocq

Pseudepelade brocq memiliki manifestasi yaitu kebotakan yang disertai kerusakan

folikel rambut sehingga tampak sebagai bercak parut multipel yang bulat, lonjong atau

tidak teratur dengan ukuran numular dan berwarna merah muda dengan permukaan yang

berkilat. Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan reaksi inflamasi disekitar folikel dan

perivaskular, atrofi epidermis, dan fibrosis tampak pada dermis.

Diagnosis

Diagnosis tinea capitis ditegakkan berdasarkan pada hasil gejala klinis dan hasil tes

laboratorium. Tes laboratorium yang dapat digunakan yaitu :

Lampu Wood

Filter sinar ultraviolet (Wood) memunculkan fluoresensi hijau dari beberapa

jamur dermatofita , terutama spesies Microsporum. Lampu Wood adalah prosedur

screening yang berguna untuk mengambil spesimen dari Infeksi Microsporum. Pada grey

patch ringworm dapat dilihat fluoresensi hijau kekuning-kuningan pada rambut yang sakit

melampaui batas-batas grey patch.

Pemeriksaan KOHPemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula-mula dengan

pembesaran 10x10, kemudian pembesaran 10x45. Sediaan diambil dari kulit kepala dengan

cara kerokan pada lesi yang diambil menggunakan blunt solid scalpel atau dengan

menggunakan sikat.

Page 13: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

Pengambilan sampel terdiri rambut sampai akar rambut serta skuama. Setelah sampel

diambil kemudian sampel diletakkan di atas gelas alas, kemuadian ditambahkan 1-2 tetes

larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit

20%. Setelah sediaan dicampurkan dengan KOH, ditunggu 15-20 menit untuk melarutkan

jaringan. Untuk mempercepat pelarutan makan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah di

atas api kecil. Pada saat mulai keluar uap dari sediaan tersebut, pemanasan sudah cukup.

Biala terjadi penguapan, maka akan terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan

tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada

sediaan KOH misalnya tinta Parker super-chroom blue black.

KulturMedium kultur yang digunakan untuk jamur dermatofit adalah sabouraud dextrose

agar. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung

sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

menanamkan bahan klinis pada media buatan yaitu sabouraud dextros agar. Antibiotik seperti

kloramfenikol dan cycloheximide ditambahkan ke media untuk mencegah pertumbuhan dari

bakteri atau jamur kontaminan. Kerokan yang diambil pada lesi di kulit kepala dengan

menggunakan sikat kemudian di ratakan di permukaan media kultur. Kebanyakan dermatofit

tumbuh pada suhu 26oC dan diperlukan waktu tumbuh setelah 2 minggu untuk dilakukan

pemeriksaan.

Tatalaksana

Prinsip managemen untuk tinea kapitis yaitu terdiri dari pengobaan sistemik, pengobatan

topikal dan tindakan preventif. Tujuan pengobatan adalah untuk mencapai klinis dan

kesembuhan secepat mungkin serta mencegah penyebaran.

Terapi Topikal

Pengobatan topikal antijamur tidak dianjurkan untuk terapi tunggal dalam pengobatan

tinea kapitis. Namun hal ini mungkin dapat mengurangi penularan kepada orang lain dengan

menurunkan pertumbuhan spora jamur. Selenium sulfida, shampo ketokonazol dan shampo

povidone iodine digunakan seminggu 2-3 kali, untuk mengurangi spora jamur dan

infeksivitas. Pada saat menggunakan shampo sebaiknya didiamkan selama 5 menit sebelum

dibilas. Penggunaan obat-obat topikal konvensional yang digunakan misalnya asam salisilat

2-4%, asam benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5% dan zat warna

(hijau brilian 1% dalam cat Castellani) dikenal banyak ibat topikal baru. Obat-obat baru ini

diantaranya tolnaftat 2%, tolsiklat, haloprogin, derivat-derivat imidazol, siklopiroksolamin

Page 14: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

dan naftifine masing-masing 1%.

Terapi Oral

Obat antimitotik digunakan untuk penetrasi folikel rambut. Gold standar terapi oral untuk tinea kapitis pada empat dekade adalah griseofulvin. Obat baru yang dapat digunakan untuk alternatif terapi tinea kapitis adalah flukonazole, ketokonazole,itrakonazole, dan terbinafine.

GriseofulvinMerupakan turunan dari spesies penicillium mold. Griseofulvin sebagai fungistatik

dengan efek inhibitor RNA jamu, DNA, menghambat sintesis asam nukleat, microtubular

assembly, dan merusak sintesis dinding sel. Dosis rekomendasi untuk tinea kapitis adalah

20mg/kg/hari untuk micronized form dan 15mg/kg/hari untuk ultramicronized form atau

0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak. Lama pengobatan umumnya

6-12 minggu. Terapi tergantung pada organisme ( misalnya infeksi T. tonsurans mungkin

memerlukan pengobatan jangka panjang ) tetapi bervariasi antara 8 dan 10 minggu . Efek

samping termasuk mual dan ruam pada 8 ± 15 % .

Obat ini kontra indikasi pada kehamilan. Griseofulvin tidak larut dalam air dan

absorbsinya buruk dari saluran pencernaan. Sehingga untuk mempertinggi absorpsi obat

dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama-sama makanan yang banyak mengandung

lemak seperti susu, kacang, mentega. Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, namun

keluhan utama ialah sefalgia pada 15% penderita. Efek sampig lainnya dapat berupa

gangguan traktus digestinus ialah nausea, vomitus, dan diare. Griseovulvin juga bersifat

fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.

Antijamur Golongan Azole

Obat antijamur golongan azole termasuk ketokonazole,itrakonazole dan flukonazole.

Mereka bekerja dengan menghambatan pembentukan ergosterol dalam jamur dengan

inhibitor sitokrom p450-dependent enzymes di dalam membran sel.

Untuk tinea kapitis dosis itraconazole umumnya diberikan 3-5 mg / kg/ hari selama

empat sampai enam minggu atau 2 x 100-200 mg/hari. Itraconazole memiliki spektrum yang

sangat luas terhadap jamur , termasuk aspergillus dan dermatofit. Kontraindikasi pada pasien

dengan gagal jantung kongestif.

Ketokonazole merupakan obat jamur yang bersifat fungistatik dapat diberikan obat

sebanyak 200 mg/hari selama 10 hari- 2 minggu pada pagi hari setelah makan.

Page 15: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

Kontraindikasi ketokonazol adalah pada penderita kelainan hepar.

Flukonazol memberikan efek yang efektif terhadap berbagai organisme yang berbeda

termasuk Trichophyton dan spesies Microsporum. Flukonazol , berbeda dengan antijamur

azol lainnya karena sangat larut dalam air dan memiliki bioavailabilitas yang sangat baik.

Dosis flukonazol berkisar 1,5-6 mg/kg/hari. Penggunaan flukonazol merupakan

kontraindikasi dalam kombinasi dengan astemizol dan terfenadine serta tidak dianjurkan

pada pasien dengan penyakit hati atau disfungsi ginjal atau dikombinasi dengan eritromisin.

TerbinafineTerbinafine adalah fungisidal terhadap kedua Trichophyton dan Microsporum spp.

Terbinafine adalah obat allylamine sebagai antijamur spektrum. Terbinafine bekerja dengan

memblok pembentukan ergosterol pada membran sel jamur dengan menghambat squalene

epoksidase yang mengarah ke akumulasi squalene . Obat ini dimetabolisme di hati dan

diekskresikan terutama dalam urin . Terbinafine tersedia sebagai krim atau dalam bentuk

tablet (250mg) . Di beberapa negara tablet pediatrik tersedia ( 125mg ) . Dosis 62,5 mg-250

mg sehari tergantung pada berat badan atau dosis dewasa adalah 250 mg sedangkan pada

anak-anak digunakan berdasarkan pada berat badan yaitu : < 20 kg (62,5 mg/hari) , 20 – 40

kg (125 mg/ hari) dan > 40 kg (250 mg/hari). Durasi pengobatan dilakukan selama 4 minggu,

namun jika penyebabnya adalah T. tonsurans membutuhkan pengobatan selama satu bulan.

Efek samping terinafine ditemukan pada 10% pada penderita yaitu gangguan gastrointestinal

seperti nausea, vomitus, nyeri lambung, diare, konstipasi, umumnya ringan. Sefalgia ringan

dan dilaporkan 3,3-7% gangguan fungsi hepar.

Page 16: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

Daftar Pustaka

Brendan P. Kelly. Superficial Fungal Infections : Pediatrics in Review. American Academy

of Pediatrics. 2012;33;e22

Dawber RPR, de Becker D, Wojnarowska F, Disorder of Hair. Dalam : Champion RH,

Burton JZ, Burno DA, Breatnach SDM, editors. Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of

Dermatology, 6th ed. Oxford : Blackwell Science, 1998 : p 2869-973

E.M Higgins, dkk. Guideline for The Management of Tinea Capitis.British Journal of

Dermatology. 2000; 143:53-58

Health Protection Agency. Tinea Capitis in The United Kingdom: A report on its diagnosis,

management and prevention. London : Health Protection Agency, March 2007

Health Protection Agency. Tinea Capitis in The United Kingdom: A report on its diagnosis, management and prevention. London : Health Protection Agency, March 2007

James W, Elston D, Berger T, Andrews G. Andrews' Diseases of the skin. London: Saunders/

Elsevier; 2011.

Klaus Wolff, Richard Allen Johnson, dkk. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Cinival

Dermatology 5th ed.New York Mc Graw Hill. 2007

Maha A, Dayel, Iqbal Bukhari. Tinea Capitis. The Gulf Journal of Dermatology and

Venereology.Vol.1. No.1. 2004

N rebollo, dkk. Tinea Capitis. Review Article. Actas Dermosifiliogr. 2008;99:91-100

Nelson MM; Martin AG, Heffernan MP. Superficial Fungal infection: Dermatophytosis,

Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,

Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatologyin General Medicine

6th ed. New York Mc Graw Hill, 2003 : p 1989-2005.

Prof.Dr.R.S.Siregar. Penyakit Kulit Jamur. Edisi 2. Jakarta : EGC.2004; p.24

Rippon JW. Medical Mycology 3rd 14 ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 1988

Robin Graham-Brown, Tony Burns. Dermatologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga. 2005 ; p. 35

Page 17: Analisis Dan Li Sandra Skenario a Blok 20

Rowell NR, Goodfield MJD. The Connective Tissue diseases. Dalam : Champion RH, Burton

JZ, Burns DA, Breatnach SDM, editors. Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of

Dermatology, 6th ed. Oxford : Blackwell Science, 1998 : p 2437-575.

Sandra Widaty, Unandar Budimulja. Mikosis: dalam Prof.Dr. dr. Adhi Djuanda, dkk Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta : FKUI. 2015; p.112.

Schroeder TL, Levy ML. Treatment of hair loss disorders in children. Dermatol Ther 1997;

2 : 84-92.

Shannon Verma, Michael P. Hefferman. Superficial Fungal infection :Dermatophytosis,

Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,

Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk. Fitzpatrick’s Dermatology in General

Medicine 7th ed. Volume 1 & 2. New York Mc Graw Hill, 2008 : p 1807-1813

Synopsis of Cinival Dermatology 5th ed.New York Mc Graw Hill. 2007