ACS

39
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD UNDATA PALU – FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO ACUTE CORONARY SYNDROME OLEH: MUHAMMAD ILHAM JURAIJ G 501 09 013 PEMBIMBING dr. VENICE CHAIRIADI, Sp.JP., FIHA DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD UNDATA – FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO 1

description

kedokteran

Transcript of ACS

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD UNDATA PALU – FAKULTAS KEDOKTERAN

DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO

ACUTE CORONARY SYNDROME

OLEH:

MUHAMMAD ILHAM JURAIJ

G 501 09 013

PEMBIMBING

dr. VENICE CHAIRIADI, Sp.JP., FIHA

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD UNDATA – FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU

KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2014

1

BAB I

PENDAHULUAN

Jantung merupakan organ yang terpenting dalam sirkulasi. Jantung

berfungsi memompa darah keseluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh pada setiap saat, baik saat beristirahat maupun bekerja atau

menghadapi beban. Umumnya jantung melakukan tugasnya dengan tenang dan

efisien, memberikan jaringan pasokan nutrien vital secara terus menerus dan

mempermudah ekskresi zat sisa. Oleh karena itu dapat diperkirakan disfungsi

jantung dapat menyebabkan akibat fisiologik yang sangat merugikan.1,2

Penyakit jantung iskemik adalah sekelompok sindrom yang berkaitan erat

yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium

dan aliran darah. Penyebab tersering penyakit jantung iskemik adalah

menyempitnya lumen arteria koronaria oleh aterosklerosis, sehingga penyakit

jantung iskemik sering disebut penyakit jantung koroner atau penyakit arteria

koronaria.2

Penyakit kardiovaskular sekarang menjadi penyebab paling umum kematian

di seluruh dunia. Sebelum 1900, penyakit menular dan kekurangan gizi adalah

penyebab yang paling umum dan bertanggung jawab untuk kurang dari 10% dari

semua kematian. Hari ini, penyakit kardiovaskular menyumbang sekitar 30% dari

kematian di seluruh dunia, termasuk hampir 40% di negara-negara

berpenghasilan tinggi dan sekitar 28% di negara-negara berpenghasilan rendah

dan menengah. Setiap tahun di amerika serikat sekitar 1,36 juta rawat inap adalah

pasien dengan sindrom koroner akut baik sebagai diagnosis primer maupun

sekunder dimana 0,81 juta dengan infark miokard dan sisanya dengan angina

tidak stabil. Sekitar dua pertiga pasien dengan infark miokard adalah NSTEMI

dan sisanya adalah STEMI.3,4

2

BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Anamnesis

Pasien laki-laki berusia 70 tahun masuk dengan keluhan nyeri dada hingga

menjalar ke lengan kiri dan ke belakang sejak 1 bulan yang lalu dan

memberat subuh tadi. Dengan durasi >20 menit. Nyeri dada juga kadang

timbul saat beraktivitas maupun beristirahat. Kadang sesak napas bila

timbul nyeri dada. Sakit kepala (+), pusing (+), muntah (+) setelah minum

obat penurun kadar kolesterol. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus

tipe 2 disangkal. Riwayat dislipidemia (+) dan merokok selama 10 tahun.

B. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Sakit berat

Kesadaran compos mentis

Gizi cukup

b. Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi: 68 kali/menit

Pernapasan: 23 kali/menit

Suhu: 36°C

Tanda – tanda vital waktu baru masuk

Tekanan darah : 160/90 mmhg

Nadi: 80 kali/menit

Pernapasan: 24 kali/ menit

Suhu : 36,5 oC

3

c. Kepala

Konjungtiva : anemis (-)

Sklera : ikterik (-)

d. Leher

Kelenjar getah bening: (-)

Tiroid: tidak teraba

JVP: R5 + 2cmH2O

Deviasi trakea: (-)

e. Dada

Paru-paru

Inspeksi : simetris (+),

Palpasi: nyeri tekan (-), massa (-), cicatrix (-)

Perkusi: sonor (+), batas paru hepar SIC V

Auskultasi: bronchovesiculer (+), rhonki (-)/(-),

wheezing (-)/(-)

Jantung

Inspeksi: IC tidak tampak

Palpasi: IC teraba pada SIC V midklavikula sinistra

Perkusi

o Batas atas : SIC II parasternal sinistra

o Batas kiri: SIC V midklavikula sinistra

o Batas kanan: SIC IV parasternal dekstra

Auskultasi

o Murmur: (-)

o Gallop: (-)

f. Perut

Inspeksi: cembung (+), ascites (-), cicatrix (-)

Auskultasi: peristaltik (+)

Perkusi: timpani (+), nyeri ketuk (-)

Palpasi: nyeri tekan epigastrium(+), hepar tidak teraba, lien

tidak teraba.

4

g. Anggota Gerak

Atas : oedem (-), akral hangat(+)

Bawah: oedem (-), akral hangat (+)

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a. GDS : 130 mg/dl

b. Ureum : 20 mg/dl

c. Kreatinin: 0,6 mg/dl

d. RBC: 4,26 x 1012/l

e. PLT: 165 x 109/l

f. WBC: 10,5 x 109/l

g. HGB: 13,3 g/dl

h. Kolesterol total : 180 mg/dl

i. Kolesterol HDL : 30 mg/dl

j. Kolesterol LDL : 103 mg/dl

k. Trigliserida : 49 mg/dl

l. Asam urat 4,3 mg/dl

2. Elektrokardiogram

Pada pemeriksaan EKG, menunjukkan irama sinus ritmis, QRS

rate 75 kali/menit, QRS axis normal, gelombang P 0,10, PR interval

0,16, kompleks QRS 0,08, gelombang Q patologis pada V1-V4,

segmen ST-T: ST elevasi pada V1-V4, T inverted pada V2-V6 (infark

miokard akut fase onset lambat).

BAB III

5

TINJAUAN PUSTAKA

A. Vaskularisasi Jantung

Jantung mendapatkan suplai darah dari arteria koronaria dekstra

dan sinistra yang berasal dari aorta asendens tepat di atas katup aorta.

Arteria koronaria dan cabang-cabang utamanya terdapat di permukaan

jantung, terletak di dalam jaringan ikat subepikardial.5

Arteri koronaria dekstra berasal dari sinus anterior aorta dan

berjalan ke depan di antara trunkus pulmonalis dan aurikula dekstra. Arteri

ini berjalan turun hampir vertikal di dalam sulkus atrioventrikular dekstra,

dan pada pinggir inferior jantung pembuluh ini melanjut ke posterior

sepanjang sulkus atrioventrikularis untuk beranastomosis dengan arteria

koronaria sinistra di dalam sulkus interventrikularis posterior. Cabang-

cabang arteri koronaria dekstra memvaskularisasi atrium dekstra dan

ventrikulus dekstra, sebagian dari atrium sinistra dan ventrikulus sinistra

dan septum atrioventrikulare.5

Arteri koronaria sinistra yang biasanya lebih besar dibandingkan

dengan arteri koronaria dekstra , memvaskularisasi sebagian besar jantung,

termasuk sebagian besar atrium sinistra, ventrikulus sinistra dan septum

interventrikulare. Arteri ini berasal dari posterior kiri sinus aorta asendens

dan berjalan ke depan di antara trunkus pulmonalis dan aurikula sinistra.5

B. Definisi

6

Penyakit jantung iskemik adalah sekelompok sindrom yang

berkaitan erat yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan

oksigen miokardium dan aliran darah. Penyebab tersering penyakit jantung

iskemik adalah menyempitnya lumen arteria koronaria oleh aterosklerosis,

sehingga penyakit jantung iskemik sering disebut penyakit jantung koroner

atau penyakit arteria koronaria. Sindrom koroner akut adalah suatu kondisi

terjadi pengurangan aliran darah ke jantung secara mendadak. Sindrom

koroner akut (SKA) mengacu pada setiap kelompok gejala klinis yang

kompatibel dengan iskemia miokard akut dan mencakup spektrum kondisi

klinis mulai dari angina tidak stabil, non-ST-elevasi segmen infark

miokard (NSTEMI) ke ST-segmen elevasi infark miokard (STEMI).

Sindrom tersebut merupakan manifestasi aterosklerosis koroner. Istilah

aterosklerosis berasal dari bahasa yunani yang berarti penebalan tunika

intima arteri dan penimbunan lipid yang mencirikan lesi yang khas.

Angina tidak stabil dan NSTEMI adalah kondisi yang berhubungan erat:

asal patofisiologis dan presentasi klinis mirip, tetapi mereka berbeda dalam

tingkat keparahan. Diagnosis NSTEMI dapat dilakukan bila iskemia cukup

parah untuk menyebabkan kerusakan miokard yang menghasilkan

pelepasan biomarker nekrosis miokard ke dalam sirkulasi.2,3,7

Angina pektoris adalah sakit dada akibat kekurangan oksigen ,

suatu gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia miokard yang sementara.

Ini adalah akibat dari tidak adanya keseimbangan antara kebutuhan

oksigen miokard dan kemampuan pembuluh darah koroner menyediakan

oksigen secukupnya untuk kontraksi miokard. Kejadian iskemia miokard

itu bisa berlanjut menjadi infark miokard yang biasanya disebabkan oleh

trombus arteri koroner.6

C. Epidemiologi

Gambaran klinis aterosklerois koroner dapat timbul pada semua

usia, tetapi paling sering pada orang berusia lanjut, dengan puncak

insidensi setelah usia 60 tahun pada laki-laki dan 70 tahun pada

perempuan. Laki-laki lebih sering terkena daripada perempuan sampai

7

dekade kesembilan sama frekuensi penyakit arteri koronaria terjadi sama

banyaknya pada kedua jenis kelamin sebagai akibat dari perlindungan

estrogen sebelum masa menopause. Faktor yang mempermudah terjadinya

aterosklerosis koroner serupa dengan yang menyebabkan aterosklerosis

secara umum mencakup hipertensi, diabetes mellitus, merokok, dan

tingginya kadar kolesterol lipoprotein densitas rendah. Faktor genetik jelas

berperan penting dalam timbulnya aterosklerosis koroner.2,7

Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek

langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksida dapat menyebabkan

hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin

yang dapat menambah reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada

dinding arteri, sedang glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi

hipersensitif dinding arteri. Hipertensi dengan tekanan darah diatas 160/95

mmHg dapat meningkatkan terjadinya aterosklerosis karena tekanan tinggi

ini merupakan beban tekanan dinding arteri. Sedangkan diabetes mellitus

menyebabkan gangguan lipoprotein sebagai penyebab gangguan vaskular

berupa mikroangiopati.1

Perhatian juga banyak dicurahkan pada faktor yang mungkin

mengurangi risiko aterosklerosis koroner. Olahraga teratur dengan

meningkatkan vaskularitas miokardium, tampaknya menurunkan secara

bermakna risiko penyakit arteri koronaria dan sekuelenya. Namun efek

tersebut tidak dapat mengompensasi efek negatif merokok, makan

sembarangan atau jarang berolahraga.2

D. Patogenesis Aterosklerosis

Pembuluh arteri seperti juga organ-organ lain dalam tubuh

mengikuti proses umur dimana terjadi proses yang karakteristik seperti

penebalan lapisan intima, berkurangnya elastisitas penumpukan kalsium

dan bertambahnya diameter lapisan intima. Onset gejala dan prognosisnya

bergantung tidak saja pada luas dan keparahan kelainan anatomi tetapi

juga pada perubahan dinamik dalam morfologi plak koroner. Perubahan ini

mencakup :

8

- Perubahan plak akut

- Trombosis arteri koronaria

- Vasospasme arteri koronaria1,2

Perubahan plak akut. Iskemia miokard yang menyebabkan

sindrom koroner akut-angina tidak stabil, infark miokard akut, dan

kematian jantung mendadak dipicu oleh perubahan mendadak pada plak

yang diikuti oleh trombosis. Perubahan akut morfologi plak aterosklerotik

mencakup pembentukan fissura, perdarahan ke dalam plak, dan ruptur plak

disertai debris ateromatosa ke pembuluh koroner distal. Selain

menyebabkan pembesaran plak, perubahan lokal pada plak meningkatkan

risiko agregasi trombosit dan trombosis di tempat tersebut.2

Trombosis arteria koronaria. Ruptur plak menyebabkan lemak

trombogen dan kolagen subendotel terpajan. Hal ini memicu gelombang

agregasi trombosit, pembentukan trombin dan akhirnya pembentukan

trombus. Apabila pembuluh tersumbat total oleh trombus yang menutupi

plak yang ruptur, terjadi infark miokard akut. Sebaliknya, apabila

sumbatan lumen oleh trombus tidak total dan dinamik, pasien dapat

mengalami angina tidak stabil atau artimia letal yang menyebabkan

kematian jantung mendadak. Trombus mural nonoklusif juga dapat

melepaskan sebagian kecil bahan trombotik yang menyebabkan embolus

di cabang distal arteri koronaria. Hal ini dapat menyebabkan mikro infark

yang ditemukan pada pasien angina tidak stabil.2

Vasospasme arteri koronaria. Hal ini biasanya terjadi pada

pasien yang paling tidak sudah mengalami aterosklerosis. Mekanisme

terjadinya vasospasme koroner masih belum jelas. Di tempat kerusakan

plak, vasospasme ini mungkin dipicu oleh pembebasan mediator

vasospastik seperti tromboksan A2 dari agregasi trombosit. Disfungsi

endotel juga dapat menyebabkan vasospasme dengan mengurangi

9

pengeluaran endothelial derived relaxing factors. Peningkatan aktivitas

adrenergik dan merokok juga diperkirakan berperan.2

E. Patofisiologi dan Diagnosis

Seperti yang disebutkan diatas bahwa sindrom koroner akut terdiri

dari angina pektoris tidak stabil dan infark miokard dengan atau tanpa

gelombang Q patologis.

1. Angina pektoris tidak stabil

Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang

disebabkan oleh iskemia miokardium yang reversibel dan sementara.

Angina pektoris tidak stabil ditandai dengan nyeri angina yang

frekuensinya meningkat. Serangan cenderung dipicu oleh olahraga

10

Sindrom Koroner Akut

Tanpa elevasi ST Elevasi ST

Infark Miokard AkutAngina Tdk Stabil NQMI Qw MI

NSTEMI

yang semakin ringan, dan serangan menjadi lebih intens dan

berlangsung lebih lama daripada angina pektoris stabil. Biasanya ada

perubahan pada EKG berupa depresi atau elevasi segmen ST.1,2

Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC)

dan American Heart Association (AHA) perbedaan angina tidak stabil

dan infark miokard tanpa elevasi segmen ST ialah apakah iskemia

yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada

miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat

diperiksa. Diagnosis angina tidak stabil bila pasien mempunyai

keluhan iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-

MB, dengan atau tanpa perubahan EKG untuk iskemia seperti adanya

depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya

gelombang T yang negatif. Karena kenaikan enzim biasanya dalam

waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan, angina tidak stabil

seringkali tak bisa dibedakan dari NSTEMI.8

Mekanisme pasti bagaimana iskemia dapat menyebabkan

nyeri masih belum jelas. Agaknya reseptor saraf nyeri terangsang oleh

metabolit yang tertimbun atau oleh suatu zat kimia antara yang belum

diketahui atau oleh stress mekanik lokal akibat kelainan kontraksi

miokardium. Nyeri biasanya digambarkan sebagai suatu tekanan

substernal, kadang-kadang turun ke sisi medial lengan kiri, leher atau

punggung. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual,

sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin.1,7,8

Gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh Canadian

Cardiovascular Society sebagai berikut:

- Kelas I. Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik

tangga 1-2 lantai dan lain-lain tidak menimbulkan nyeri dada.

Nyeri dada baru akan timbul pada latihan berat, berjalan cepat

serta terburu-buru waktu kerja atau bepergian.

- Kelas II. Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya angina

timbul bila melakukan aktivitas lebih berat dari biasanya, seperti

11

jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1 lantai atau terburu-

buru, berjalan menanjak dan lain.lain.

- Kelas III. Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. Angina timbul bila

berjalan 1-2 blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan yang

biasa.

- Kelas IV. Angina bisa timbul waktu istirahat sekalipun. Hampir

semua aktivitas dapat menimbulkan angina, termasuk mandi,

menyapu, dan lain-lain.9

2. Infark miokard

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan

menyebabkan kerusakan sel ireversibel serta nekrosis atau kematian

otot. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan

berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami

infark dikelilingi oleh daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup.

Infark miokard biasanya disebabkan oleh trombus arteri koroner oleh

ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh

trombosit.1,7

Infark miokard yang mengenai endokardium sampai

epikardium disebut infark transmural, namun biasa juga hanya

mengenai subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,

infark sudah dapat terjadi pada subendokardium, dan bila berlanjut

terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Hal ini

kadang-kadang belum selesai karena daerah sekitar infark masih

dalam bahaya bila proses iskemia terus berlanjut.1

Pada sekitar 50% pasien didahului oleh serangan angina

pektoris yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari dan

tidak banyak berkurang denga nitrogliserin. Nadi biasanya cepat dan

lemah dan pasien biasanya sering mengalami diaforesis. Sering timbul

sesak dan hal ini disebabkan oleh gangguan kontraktilitas miokardium

yang iskemik, yang menyebabkan kongesti dan edema paru. Pada

infark masif yang mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri timbul syok

12

kardiogenik. Pada sebagian kecil pasien, infark tidak menimbulkan

nyeri dada, terutama pada pasien diabetes mellitus, hipertensi dan

berusia lanjut.

Diagnosis patologis infark miokard memerlukan bukti

kematian sel miosit yang disebabkan oleh iskemia yang lama.

Karakteristik yang ditemukan termasuk nekrosis koagulasi dan

kontraksi nekrosis, sering dengan daerah miositolisis di pinggiran

infark. selama fase akut dari MI, paling miosit hilang di zona infark

terjadi melalui nekrosis koagulasi dan berlanjut ke inflamasi,

fagositosis miosit nekrotik, dan perbaikan dalam pembentukan bekas

luka. diagnosis klinis MI membutuhkan penilaian yang terintegrasi

dari riwayat dengan beberapa kombinasi bukti tidak langsung dari

nekrosis miokard menggunakan petanda biokimia, EKG, dan

modalitas pencitraan. sensitivitas dan spesifisitas alat klinis untuk

mendiagnosis MI bervariasi, tergantung pada waktu setelah onset

infark. AHA dan WHO sebelumnya menyarankan setidaknya dua hal

berikut untuk diagnosis infark miokard : gejala karakteristik,

perubahan EKG, dan peningkatan typhical dan penurunan penanda

biokimia. Meskipun kemajuan dalam diagnosis dan manajemen,

STEMI terus menerus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang

utama di dunia industri dan meningkat di negara-negara berkembang.

Di AS, hampir 1 juta pasien per tahun menderita MI akut, dan lebih

dari 1 juta pasien dengan dugaan MI akut tahunan masuk unit

perawatan koroner di Amerika Serikat.9

Diagnosis infark miokard dengan elevasi segmen ST

ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dengan

gambaran EKG adanya elevasi segmen ST ≥2 mm, minimal pada 2

sadapan prekordial yang berdampingan atau ≥1 mm pada 2 sadapan

ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin I

meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan

terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim,

13

mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip utama penatalaksanaan

adalah time is muscle.

F. Pemeriksaan penunjang

1. Elektrokardiografi

Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis

maupun untuk stratifikasi risiko pasien sindrom koroner akut.

Pemeriksaan ini harus dilakukan pada semua pasien dengan keluhan

nyeri dada yang khas. Pemeriksaan ini harus dilakukan segara dalam

10 menit sejak kedatangan. Adanya depresi segmen ST yang baru

menunjukkan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah

satu tanda iskemia atau NSTEMI. Jika pemeriksaan EKG awal tidak

diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik, EKG serial

dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara

kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan

elevasi segmen ST.8

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi

segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang

akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q, sebagian kecil

menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi

trombus tidak total, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST.

Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tidak stabil atau

non STEMI.8

2. Petanda Biokimia

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah CKMB dan troponin T

atau I yang dilakukan secara serial. Troponin T digunakan sebagai

petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot

skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan

CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi

reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak bergantung pada

pemeriksaan biomarker. Peningkatan niai enzim diatas 2 kali nilai

batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis (infark miokard):

14

- CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan

mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal setelah 2-

4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat

meningkatkan CKMB.

- Troponin T dan I meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard

dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan troponin T masih

dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan troponin I setelah 5-

10 hari.

- Mioglobin dapat dideteksi 1 jam setelah infark dan mencapai

puncak dalam 4-8 jam.

- kreatinin Kinase meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark

miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali

normal setelah 3-4 hari.

- Laktat dehidrogenase meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark

miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-

14 hari.

3. Pemeriksaan lain seperti uji latih, ekokardiografi digunakan untuk

menilai prognosis.8

G. Penatalaksanaan

1. Farmakologis

Angina Pektoris Tidak Stabil & Infark Miokard Akut Tanpa

Elevasi Segmen ST

Pasien perlu perawatan di rumah sakit, perlu diistirahatkan

diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu

pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah

mendapat nitrogliserin.

Obat Anti Iskemia

- Nitrat. Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena

dan arteriol perifer, dengan efek mengurai preload dan aferload

sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen.

15

Nitrat juga menambah suplai oksigen dengan vasodilatasi

pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Pada

keadaan akut di berikan sublingual atau melalui infus intravena.

Bila keluhan sudah terkendali dapat diganti dengan oral.

- Penyekat Beta. Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan

oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung dan

daya kontraksi miokardium. Kontraindikasi pemberian penyekat

beta antara lain pasien dengan asma bronkial atau bradiaritmia.

- Antagonis Kalsium. Antagonis kalsium dibagi menjadi 2

golongan yaitu dihidropiridin seperti nifedipin dan non

dihidropiridin seperti diltiazem dan verapamil. Kedua golongan

dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan

tekanan darah. Golongan dihidropiridin mempunyai efek

vasodilatasi yang lebih kuat dan penghambatan nodus sinus

maupun AV lebih sedikit dan efek inotropik yang juga lebih kecil.

Verapamil dan diltiazem dapat memperbaiki survival dan

mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan

fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang,

pengurnagan afterload memberikan keuntungan pada golongan

non dihidropiridin pada pasien SKA dengan faal jantung normal.

Pemakaian antagonis kalsium biasanya pada pasien yang ada

kontraindikasi dengan antagonis atau telah diberi penyekat beta

tapi keluhan angina masih refrakter.8

Obat Anti Agregasi Trombosit

Obat anti agregasi trombosit merupakan salah satu dasar

dalam pengobatan angina pektoris tidak stabil maupun infark tanpa

elevasi segmen ST.

- Aspirin. Aspirin dapat mengurangi kematian jantung dan

mengurangi infark fatal meupun non fatal dari 51-72% pasien

16

dengan angina tidak stabil. Oleh karena itu aspirin diberikan

seumur hidup dengan dosis awal 160 mg dan dosis selanjutnya

80-325 mg per hari.

- Tiklopidin. Derivat tienopiridin merupakan obat lini kedua dalam

pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin.

Harus diperhatikan efek samping granulositopenia dengan insiden

2,4%. Dengan adanya klopidogrel yang lebih aman,

pemakaiannya mulai ditinggalkan.

- Klopidogrel. Derivat tienopiridin yang dapat menghambat

agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin. Dalam

pedoman ACC/AHA dianjurkan untuk diberikan bersama aspirin

paling sedikit 1 bulan sampai 9 bulan. Dosis awal 300 mg dan

selanjutnya 75 mg per hari.

Obat Anti Trombin

- Unfractionated Heparin. Heparin ialah suatu glikosaminoglikan

dengan aktivitas antikoagulan. Pemberian heparin bersama aspirin

dapat mengurangi risiko sebesar 33%. Pemeriksaan trombosit

perlu untuk mendeteksi adanya heparin induced trombositopenia.

- Low Molecular Weight Heparin (LMWH). Dibandingkan

dengan unfractionated heparin, LMWH mempunyai ikatan

terhadap protein plasma kurang, bioavailabilitas lebih besar dan

tidak mudah dinetralisir oleh faktor 4. Enoksaparin menunjukkan

berkurangnya infark sebesar 20% dibandingkan heparin.

Keuntungan pemberian LMWH karena cara pemberian mudah

secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan

laboratorium.8

Rekomendasi ACC/AHA untuk tatalaksana angina tidak stabil/

infark miokard akut tanpa ST elevasi yaitu:

17

- Istirahat total dengan monitoring EKG pada pasien dengan nyeri

walaupaun saat istirahat.

- Nitrogliserin sublingual atau semprot diikuti jalur intravena

untuk menghilangkan iskemia dan gejala yang berhubungan.

- Pemberian oksigen untuk pasien dengan sianosis atau distress

pernapasan, atau saturasi oksigen dibawah 90%.

- Morfin sulfat secara intravena jika gejala tidak hilang dengan

nitrogliserin atau kongesti pulmonal akut dan atau agitasi

timbul.

- B-bloker dengan dosis awal intravena jika nyeri dada tetap ada

diikuti pemberian oral.

- Jika kontraindikasi dengan B-bloker maka digunakan antagonis

kalsium nondihidropiridin oral atau jika ada disfungsi ventrikel

kiri.

- ACEI jika ada hipertensi yang tidak berkurang dengan

nitrogliserin dan B-bloker pada pasien dengan disfungsi

ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif dan pasien sindron

koroner dengan diabetes.

- Aspirin sebagai antiplatelet pilihan utama.

- Klopidogrel untuk pasien dengan hipersensitivitas atau

gangguan gastrointestinal.

- Antikoagulan parenteral dengan unfractionated heparin

intravena atau LMWH subkutan yang diberikan bersama dengan

aspirin atau golongan tienopiridine.

- Antiplatelet GP IIb/IIIa reseptor antagonis seperti eptifibatide

dan tirofiban.10

Perbedaan antara European Society of Cardiology (ESC)

dengan ACC/AHA hanya terletak pada pemberian statin yang

direkomendasikan ESC untuk semua pasien ACS NSTEMI terlepas

dari kadar kolesterol dimulai dini dalam waktu 1-4 hari setelah masuk

18

dengan tujuan mencapai kadar kolesterol LDL sebesar 100 mg/dl.

Tingkat kejadian juga menurun dengan mengurangi tingkat kolesterol

LDL hingga 70 mg/dl. Efeknya tampaknya menjadi independen

ditambah efek anti inflamasi (pengurangan hsCRP) dari statin.11

Infark Miokard Akut Dengan Elevasi Segmen ST

Sebagian besar kematian di luar rumah sakit pada STEMI

disebabkan oleh adanya fibrillasi ventrikel mendadak, yang sebagian

besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala dan lebih dari

separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama

tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:

- Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan

medis.

- Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan

tindakan resusitasi.

- Transportasi pasien ke rumah sakit dan staf dokter dan perawat

yang terlatih.

- Melakukan terapi reperfusi.

Pada tatalaksana awal diberikan oksigen pada pasien

dengan saturasi oksigen dibawah 90%, nitrogliserin sublingual dan

penyekat beta atau morfin jika nyeri dada tak kunjung hilang. Selain

itu diberikan aspirin yang merupakan tatalaksana dasar pada pasien

dengan sindrom koroner akut.8

Pada tahap selanjutnya pasien harus istirahat dalam 12 jam

pertama. Karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark

miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut

dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak <30% kalori total dan

kandungan kolesterol <300 mg/hari dan rendah garam. Pasien juga

memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode

19

inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5 mg, oksazepam 15-30 mg,

atau lorazepam 0,5-2 mg diberikan 3-4 kali sehari biasanya efektif.8

Selain itu terapi farmakologis yang diberikan yaitu

antitrombotik berupa unfractionated heparin bolus 60 U/kg

(maksimum 4000 U) dilanjutkan infus inisial 12 U/kg perjam

(maksimum 1000 U/ jam) dan LMWH seperti pada penjelasan diatas.

Pemberian penyekat beta untuk memperbaiki keseimbangan suplai

oksigen dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri,

mengurangi luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia

ventrikel yang serius. ACE inhibitor berfungsi menurunkan

remodelling ventrikel pasca infark dengan penurunan risiko gagal

jantung. Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang

mendapat ACE inhibitor menahun pasca infark.8

20

2. Tindakan revaskularisasi

Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada

pasien dengan iskemia berat, dan refrakter dengan terapi

medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di left main atau

penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri

yang kurang, tindakan operasi bypass dapat memperbaiki harapan

hidup, kualitas hidup, dan mengurangi masuknya kembali ke rumah

sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan

penyempitan pada 1 atau 2 pembuluh darah atau bila ada

kontraindikasi tindakan pembedahan, Percutaneus Coronary

21

Intervention (PCI) merupakan pilihan utama. Pada kondisi dengan

risiko tinggi seperti angina terus-menerus, adanya depresi segmen ST,

kadar troponin yang meningkat, faal ventrikel kiri yang buruk, adanya

gangguan irama jantung yang maligna seperti takikardia ventrikel,

perlu tindakan invasive dini.8

22

BAB IV

DISKUSI KASUS

Pada kasus ini didapatkan gejala nyeri dada nyeri dada hingga menjalar ke

lengan kiri dan ke belakang sejak 1 bulan yang lalu dan memberat. Dengan durasi

>20 menit. Nyeri dada timbul saat beraktivitas maupun beristirahat. Kadang sesak

napas bila timbul nyeri dada. Sakit kepala (+), pusing (+), muntah (+). Dari

pemeriksaan fisik tidak ada kelainan dan dari pemeriksaan penunjang yaitu EKG

ada gelombang Q patologis pada V1-V4, segmen ST-T: ST elevasi pada V1-V4, T

inverted pada V2-V6 (infark miokard akut fase onset lambat) dan foto toraks tidak

ada kardiomegali.

Dari gejala yaitu nyeri dada yang memberat dan timbul walaupun saat

beraktivitas mengarahkan kepada angina pektoris tidak stabil maupun infark

miokard akut. Dan dari pemeriksaan EKG yang menunjukkan Q patologis, ST

elevasi dan T inverted maka diagnosa ACS STEMI sudah dapat ditegakkan

meskipun pemeriksaan enzim jantung belum dilakukan.

Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan acute coronary syndrom non ST

elevation myocard infarction et causa coronary artery disease (ACS NSTEMI e.c

CAD) namun merujuk pada pedoman pedoman american college of cardiology

(ACC) dan american heart association (AHA) perbedaan angina tidak stabil dan

infark miokard tanpa elevasi segmen ST ialah apakah iskemia yang timbul cukup

berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya

petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tidak stabil bila

pasien mempunyai keluhan iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun

CK-MB, dengan atau tanpa perubahan EKG untuk iskemia seperti adanya depresi

segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang negatif.

Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal

serangan, angina tidak stabil seringkali tak bisa dibedakan dari NSTEMI.

Sehingga dari hasil anamnesis dan pemeriksaan pada kasus ini, karena tidak ada

bukti terjadinya infark miokard yaitu melalui pemeriksaan petanda biokimia

23

namun pada EKG dibuktikan dengan adanya Q patologis, ST elevasi dan T

inverted maka diagnosis yang paling mendekati ialah ACS STEMI. Jika dilakukan

pemeriksaan petanda biokimia beberapa jam setelah serangan dan didapatkan

peningkatan petanda biokimia sebesar 2 kali nilai normal atas maka diagnosis

ACS STEMI menjadi semakin pasti.

Terapi yang didapatkan pasien ini adalah

Selama rawat: NitratKlopidogrelStatinACE inhibitorLMWHBenzodiazepin(antianxietas)B-blokerKalsium antagonis dihidropiridin

Terlihat dari tatalaksana pada pasien di kasus ini sesuai dengan teori

dengan merujuk pada rekomendasi dari ACC/AHA dan ESC.

Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer,

dengan efek mengurai preload dan aferload sehingga dapat mengurangi wall stress

dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi

pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral.

Klopidogrel derivate tienopiridin yang dapat menghambat agregasi platelet

dengan efek samping yang lebih minimal. Pada kasus ini tidak digunakan aspirin

karena pasien memiliki riwayat gastritis.

Statin dengan tujuan menurunkan kadar kolesterol LDL mencapai kadar

sebesar 100 mg/dl ditambah efek anti inflamasi (pengurangan hsCRP) dari statin.

ACE-inhibitor bekerja dengan menghambat enzim untuk mengkonversi

angiotensin I menjadi angiotensin II, selain itu mengin aktifkan bradikinin, suatu

vasodilator yang poten. Mekanisme ini memberikan efek hipotensif, terutama

melalui pengurangan tahanan vaskular perifer.

LMWH sebagai obat antitrombin mempunyai ikatan terhadap protein

plasma kurang, bioavailabilitas lebih besar dan tidak mudah dinetralisir oleh

24

faktor 4 yang berfungsi mengurangi infark sebesar 20% dibandingkan heparin

dengan cara pemberian mudah secara subkutan dan tidak membutuhkan

pemeriksaan laboratorium.

Golongan benzodiazepine sebagai antianxietas dan antiinsomnia untuk

memberikan efek penenang pasien dan memperoleh bedrest total yang lebih baik.

β bloker Obat ini bekerja dengan secara kompetitif mengantagonis reseptor

adrenergik. Beta bloker menekan adrenoseptor beta-1 jantung, sehingga denyut

jantung dan kontraktilitas miokard menurun. Hal ini menyebabkan kebutuhan

oksigen miokard menurun. Direkomendasikan sebagai tambahan dari pemberian

ACE inhibitor (ARB jika pengguanaan ACE inhibitor tidak berefek) untuk

mengurangi kematian mendadak.

Antagonis reseptor kalsium dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan

menurunkan tekanan darah. Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi

yang lebih kuat dan penghambatan nodus sinus maupun AV lebih sedikit dan efek

inotropik yang juga lebih kecil.

25

Daftar Pustaka

1. Sitompul, Barita, Irawan, J, Sugeng. Buku ajar kardiologi. Jakarta: Balai

penertbit FKUI; 2003.

2. Kumar V & Burns K. Dennis. Buku ajar patologi robbins Edisi 7. Volume 2.

Jakarta: EGC; 2007.

3. Kumar A & cannon P.C. Acute coronary syndromes : diagnosis and

management. Symposium on cardiovascular diseases. 2009; 84(10): 917-938.

4. Fauci, A, S, Braunwald, E, Kasper, D, L, Hause, S, L, Longo, D, L, Jameson,

J, L, Loscalzo, J. Harrison’s principles of internal medicine 18th edition.

Volume II. New York: McGraw-Hill medical; 2012.

5. Snell S. Richard. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran Edisi 6.

Jakarta: EGC ;2006.

6. Price, A, Sylvia, Wilson, L, M. Patofisiologi konsep klinis proses – proses

penyakit edisi 6. Volume 1. Jakarta: EGC; 2006.

7. Sudoyo, A, W. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi V. Jilid II. Jakarta: Interna publishing; 2009.

8. Bonow E. Robert, et al. Braunwald`s heart disease : a textbook of

cardiovascular medicine ninth edition. Philadelphia: Elsevier saunders; 2012

9. Braunwald E, et al. ACC/AHA guidelines for the managements of patients

with unstable angina and non ST-Segment elevation myocardial infarction:

executive summary and recommendations: a report of the american college of

cardiology/american heart association task force on practice guidelines

(committee in the management of patients with unstable angina). American

heart association. 2000; 102: 1193-1209.

10. Hamm W. Christian, et al. ESC guidelines for the management of acute

coronary syndromes in patients presenting without persistent ST segment

elevation. In european heart journal. 2011; 32(10): 2999-3054.

26