91200058-karsinoma-hepatoselular
-
Upload
a-ima-hache -
Category
Documents
-
view
108 -
download
5
Transcript of 91200058-karsinoma-hepatoselular
(Skenario 2 B-10) Page 1
SKENARIO 2
NYERI PERUT KANAN ATAS
Kelompok B-10
Ketua: Muhammad Jaka Satria (1102009188)
Sekretaris: Rahayu (1102009233)
Nike Angela Patrisia (1102009204)
Pratiwi Iliyas (1102009215)
Primi Mutiara Rizka (1102009219)
Ramacil Afsan Notoprawiro (1102009235)
Rachmad Zickrullah (1102008199)
Ravi Krista (1102009239)
Shabrina (1102009262)
Ulfani Aprilia Kartini (1102009288)
UNIVERSITAS YARSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
TAHUN PELAJARAN 2011-2012
(Skenario 2 B-10) Page 2
SKENARIO 2
NYERI PERUT KANAN ATAS
Seorang karyawan, 54 tahun, berobat ke RS YARSI. Pasien mengeluhkan nyeri pada perut
kanan atas yang dialami sejak 6 bulan yang lalu, kumat-kumatan namun dua bulan terakhir nyeri
semakin sering. Merasa mual dan selera makan berkurang sejak 4 bulan yang lalu sehingga berat
badan berkurang 15 kg. Dari anamnesis diketahui pasien pernah terkena hepatitis 15 tahun yang
lalu dan sering mengkonsumsi alkohol.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan BB 45 kg dengan TB 165 cm. Tekanan darah dan tanda
vital lainnya normal. Pemeriksaan abdomen hepatomegali, dengan permukaan hati bernodul, tepi
tumpul dan nyeri tekan (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan serum
transaminase SGPT 110 U/L dan SGOT 60 U/L dengan bilirubin normal, Alpha Feto-Protein
(AFP) 1000 U/L (normal: <10 U/L), anti-HCV positif. Setelah diberikan analgetik dan
hepatoprotektor nyeri mereda. Setelah dilakukan pemeriksaan USG dan biopsi hati pasien
didiagnosis karsinoma hepatoseluler. Pasien dianjurkan untuk menjalani transplantasi hati.
Pasien meminta waktu untuk berkonsultasi dengan seorang ulama.
(Skenario 2 B-10) Page 3
Kata Sulit
Hepatoprotektor: senyawa obat yang diberikan untuk perlindungan hati dari kerusakan yang
ditimbulkan oleh racun, ataupun obat. (Dorland, 2003)
Pertanyaan
1. Apa yang menyebabkan terjadinya hepatomegali dengan permukaan hati yang bernodul pada
pemeriksaan fisik pada pasien tersebut?
Jawab: karena pada hati terdapat massa tumor sehingga terjadi hepatomegali pada saat
pemeriksaan fisik, meskipun pada HCC sering terjadi sirosis hepatis. Serta adanya sel-sel
yang mengalami proliferasi.
2. Apakah hubungan HCC (Hepatocelullar Carsinoma) dengan konsumsi alkohol serta riwayat
penyakit hepatitis?
Jawab: pada peminum berat alkohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk
menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Pada riwayat hepatitis dapat menjadi HCC
karena faktor rekurensi penyakit serta multifaktorial yang menyebabkan tejadi sirosis hepatis
yang pada akhirnya akan terjadi HCC.
3. Apa yang menyebabkan terjadi mual dan penurunan nafsu pada pasien HCC?
Jawab: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal, perut
tidak bisa menerima makanan dalam jumlah banyak karena terasa begah.
4. Mengapa terjadi peningkatan Alpha Feto-Protein (AFP) pada pasien tersebut?
Jawab: karena AFP merupakan tumor marker pada hati, yang akan meningkat kadarnya
apabila terjadi kelainan pada hati.
5. Mengapa harus dilakukan pemeriksaan anti-HCV pada pasien tersebut?
Jawab: untuk menentukan faktor predisposisi HCC yang berasal dari hepatitis C.
(Skenario 2 B-10) Page 4
Hipotesis
Pasien dengan riwayat hepatitis serta alkoholik datang dengan keluhan nyeri perut kanan
atas, mual, penurunan nafsu makan serta terjadi penurunan berat badan. Pemeriksaan fisik:
tekanan darah normal, pemeriksaan abdomen hepatomegali dengan permukaan hati bernodul,
tepi tumpul, nyeri tekan (+). Pemeriksaan laboratorium SGPT ↑, SGOT ↑, bilirubin normal, AFP
↑, anti-HCV (+). Dari pemeriksaan USG dan biopsi hati pasien didiagnosis karsinoma
hepatoseluler (HCC).
Pasien riwayat Hepatitis & alkoholik
Keluhan: nyeri perut kanan atas, mual, ↓ nafsu makan, ↓BB
Pemeriksaan
Fisik : ↓BB, TD (N),Hepatomegali,
permukaan hati bernodul, nyeri tekan (+)
Lab: SGOT ↑, SGPT ↑, AFP
↑, bilirubin (N), anti-HCV (+) USG, biopsi
hati
Karsinoma Hepatoseluler (HCC)
(Skenario 2 B-10) Page 5
SASARAN BELAJAR
LO.1. Memahami dan Menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler (HCC)
1.1 Menjelaskan definisi
1.2 Menjelaskan epidemiologi
1.3 Menjelaskan etiologi
1.4 Menjelaskan klasifikasi
1.5 Menjelaskan patofisiologi
1.6 Menjelaskan manifestasi klinis
1.7 Menjelaskan diagnosis
1.7.1 Pemeriksaan utama
1.7.2 Pemeriksaan penunjang
1.7.3 Diagnosis banding
1.8 Menjelaskan penatalaksanaan
1.9 Menjelaskan komplikasi
1.10 Menjelaskan prognosis
1.11 Menjelaskan pencegahan
LO.2. Memahami dan Menjelaskan Transplantasi Organ Menurut Pandangan Agama
Islam
(Skenario 2 B-10) Page 6
LO.1. Memahami dan Menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler (HCC)
1.1 Definisi Karsinoma Hepatoseluler
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit dimana stem sel dari
hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses
kronik dari hati (sirosis). Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar
maupun ekstrahepatik seperti pada metastase jauh.
Karsinoma hepatoseluler (hepatoma) merupakan kanker hati primer yang paling sering
ditemukan. Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim
atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya. (Unggul, 2009)
1.2 Epidemiologi Karsinoma Hepatoseluler
Hepatocellular carcinoma (HCC) adalah keganasan primer hati. Karsinoma hepatoseluler
sekarang menjadi penyebab utama ketiga kematian akibat kanker di seluruh dunia, dengan lebih
dari 500.000 orang terpengaruh. Insiden karsinoma hepatoseluler adalah tertinggi di Asia dan
Afrika, di mana prevalensi tinggi endemik hepatitis B dan hepatitis C sangat predisposisi untuk
perkembangan penyakit hati kronis dan perkembangan selanjutnya karsinoma hepatoseluler.
Di Amerika Serikat, usia rata-rata pada diagnosa adalah 65 tahun; 74% kasus terjadi pada
pria. Distribusi ras kulit putih termasuk 48%, 15% Hispanik, Afrika Amerika 14%, dan lainnya
24% (terutama Asia). Insiden karsinoma hepatoseluler meningkat dengan umur, memuncak pada
70-75 tahun, namun peningkatan jumlah pasien muda telah terpengaruh, karena pergeseran
demografis dari penyakit hati alkoholik terutama kepada mereka yang kelima untuk dekade
keenam dari kehidupan sebagai konsekuensi hepatitis B virus dan C yang diperoleh sebelumnya
dalam hidup dan dalam hubungannya dengan perilaku berisiko tinggi. Kombinasi dari hepatitis
virus dan alkohol secara signifikan meningkatkan risiko sirosis dan karsinoma hepatoseluler
berikutnya.
Tabel 1. Faktor risiko kanker hati primer
Europe and United States
Japan Africa and Asia
Estimate Range Estimate Range Estimate Range
HBV 22 4-58 20 18-44 60 40-90
HCV 60 12-72 63 48-94 20 9-56
Alcohol 45 8-57 20 15-33 - 11-41
Tobacco 12 0-14 40 9-51 22 -
OCPs - 10-50 - - 8 -
Aflatoxin Limited exposure
Other < 5 - - - < 5 -
(sumber emedicine.medscape.com)
1.3 Etiologi Karsinoma Hepatoseluler
Karsinoma merupakan hasil interaksi sinergis multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi,
akselerasi dan transformasi dan proses banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen dan
gen terkait, mutasi multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada, virus
(Skenario 2 B-10) Page 7
hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama yang terkait dengan
timbulnya karsinoma hepatoseluler.
a. Virus hepatitis
HBV: Karsinogenisitas HBV terhadap hati terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan
proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein
spesifik-HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi
inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati.
HCV: Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi kronik
dan sirosis hati.
b. Aflatoksin
Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. Metabolit
AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang
mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen
supresor tumor p53.
c. Pencemaran air minum
Algae biru hijau dalam air saluran perumahan dan air kolam dianggap sebagai salah satu
karsinogen utama.
Faktor resiko
Sirosis hati, merupakan faktor risiko utama HCC dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus.
Otopsi pada pasien sirosis didapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC. Prediktor
utama hepatoma pada sirosis adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan kadar AFP serum,
beratnya penyakit dan tingginya aktifitas proliferasi sel hati.
Obesitas, merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD),
khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan
kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.
Diabetes Melitus, merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik maupun untuk HCC
melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping itu,
diabetes mellitus dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors
(IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.
Alkohol, peminum berat alkohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk
menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-
dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan risiko terjadinya HCC.
Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko
HCC namun lebih jarang dibicarakan/ditemukan, antara lain : penyakit hati autoimun (hepatitis
autoimun, sirosis bilier primer), penyakit hati metabolik (hemokromatosis genetik, defisiensi
antitripsin-alfa 1, penyakit Wilson), kontrasepsi oral, senyawa kimia (thorotrast, vinilklorida,
nitrosamin, insektisida organoklorin, asam tanik), tembakau.
1.4 Klasifikasi Karsinoma Hepatoseluler
Stadium HCC
I : Satu fokal tumor berdiameter < 3 cm hati yang terbatas hanya pada salah satu segment tetapi
bukan di segment I hati
II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segment I atau multi-fokal tumor
terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
(Skenario 2 B-10) Page 8
III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atau ke lobus kanan segment V
dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau
pembuluh empedu (biliary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
IV : Multi-fokal atau difus tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus kiri hati.
- atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra hepaticvaskuler) ataupun
pembuluh empedu (biliary duct).
- atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic vessel) seperti
pembuluh darah vena limpa (vena lienalis).
- atau vena cava inferior-atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic metastase).
1.5 Patofisiologi Karsinoma Hepatoseluler
Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus berlanjut merupakan proses
khas dari sirosis hepatis yang juga merupakan proses dari pembentukan hepatoma walaupun
pada pasien-pasien dengan hepatoma, kelainan sirosis tidak selalu ada.
Virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut merupakan suatu RNA. RNA akan berkembang dan
mereplikasi diri di sitoplasma dari sel hati dan menyebabkan suatu perkembangan dari keganasan
yang nantinya akan menghambat apoptosis dan meningkatkan proliferasi sel hati. Sel-sel
meregenerasi sel-sel hati yang rusak menjadi nodul-nodul yang ganas sebagai respons dari
adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh infeksi virus nodul sehingga mulai terbentuk
karsinoma hepatoseluler.
Gambar: patofisiologi HCC
Menurut WHO secara histologik HCC dapat diklasifikasikan berdasarkan organisasi struktural
sel tumor sebagai berikut: 1). Trabekuli (sinusoidal), 2). Pseudoglandular (asiner), 3). Kompak
(padat), 4. Serous
Photomicrograph of a liver demonstrating hepatocellular carcinoma
(Skenario 2 B-10) Page 9
1.6 Manifestasi Klinis Karsinoma Hepatoseluler
Hepatoma fase subklinis
Fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang
jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Yang dimaksud
kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden tinggi
hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien dengan riwayat keluarga
hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma primer.
Hepatoma fase klinis
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang sering
ditemukan adalah:
a. Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang berobat
karena kembung dan tidak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri seperti
tertusuk, sebagian merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan
cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati.
b. Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites dan gangguan fungsi hati.
c. Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak GIT, perut tidak bisa
menerima makanan dalam jumlah banyak karena terasa begah.
d. Letih, ↓ berat badan: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya
masukan makanan pada tubuh.
e. Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi, metabolit tumor, jika tanpa bukti
infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil.
f. Ikterus: kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena gangguan fungsi hati, biasanya
sudah stadium lanjut, dapat menyumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak
saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif.
g. Asites: perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertai udem kedua tungkai.
h. Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan,
udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti
splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venodilatasi dinding abdomen.
Pada stadium akhir hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang dan banyak organ
lain.
1.7 Diagnosis Karsinoma Hepatoseluler
Kriteria diagnosa karsinoma hepatoseluler menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia),
yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 ng/L.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann),
Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography
(PET) yang menunjukkan adanya karsinoma hepatoseluler.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya karsinoma hepatoseluler.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan karsinoma hepatoseluler.
Diagnosa karsinoma hepatoseluler didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau
hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.
(Skenario 2 B-10) Page 10
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik umumnya didapatkan pembesaran hati yang berbenjol, keras, kadang
disertai nyeri tekan. Palpasi menunjukkan adanya gesekan permukaan peritoneum viserale yang
kasar akibat rangsangan dari infiltrat tumor ke permukaan hepar dengan dinding perut. Pada
auskultasi di atas benjolan kadang ditemukan suatu suara bising aliran darah karena
hipervaskularisasi tumor. Gejala ini menunjukkan fase lanjut karsinoma hepatoseluler.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disintesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam
serum darah janin. Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. AFP memiliki
spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular. Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1
bulan atau > 200 ng/L bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan
kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma,
diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma.
AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah
terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan kadarnya
turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi,
maka pertanda terjadi residif atau rekurensi tumor.
2. Petanda tumor lainnya
Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik untuk diagnosis sifat
hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk diagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki
nilai rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan adalah: des-gama karboksi protrombin
(DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-glutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9, antitripsin,
feritin, CEA.
3. Fungsi hati dan sistem antigen antibodi hepatitis B
Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis dan latar belakang penyakit hati
lain, maka jika ditemukan kelainan fungsi hati, petanda hepatitis B atau hepatitis C positif,
artinya terdapat dasar penyakit hati untuk hepatoma, itu dapat membantu dalam diagnosis.
c. Pemeriksaan Pencitraan
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis hepatoma. Kegunaan dari
USG adalah memastikan ada tidaknya lesi penempat ruang dalam hati; dapat dilakukan
penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagai metode diagnosis penapisan awal untuk
hepatoma; mengindikasikan sifat lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi cairan dari yang
padat; membantu memahami hubungan kanker dengan pembuluh darah penting dalam hati,
berguna dalam mengarahkan prosedur operasi; membantu memahami penyebaran dan infiltrasi
hepatoma dalam hati dan jaringan organ sekitarnya, memperlihatkan ada tidaknya trombus tumor
dalam percabangan vena porta intrahepatik; di bawah panduan USG dapat dilakukan biopsi.
(Skenario 2 B-10) Page 11
USG karsinoma hepatoseluler, nodul hipoetic USG HCC: nodul gema bulat
2. CT Scan
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis lokasi dan sifat
karsinoma hepatoseluler. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat,
jumlah dan ukuran tumor dalam hati hubungannya dengan pembuluh darah, dalam penentuan
modalitas terapi sangatlah penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin
dapat dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika
disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CT
lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm. CT scan sudah dapat membuat gambar
karsinoma dalam 3 dimensi dan 4 dimensi dengan sangat jelas serta memperlihatkan hubungan
karsinoma ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.
MD-CT Scan riwayat hepatitis B, tampak nodul HCC
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI merupakan teknik pemeriksaan non-radiasi, tidak memakai zat kontras berisi iodium, dapat
secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga
memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai
(Skenario 2 B-10) Page 12
efektivitas terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil
kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%.
Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT scan yang
meragukan atau pada pasien yang mempunyai kontraindikasi pemberian zat. MRI yang
dilengkapi dengan perangkat lunak Magnetic Resonance Angiography (MRA).
MRI HCC tampak lesi dengan diamer 2,5cm HCC multipel hipervaskular kecil
4. Angiografi arteri hepatica
Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan
angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Karsinoma
terlihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran
sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angiografi memperlihatkan ukuran kanker yang
sebenarnya. Lebih lengkap lagi bila dilakukan CT scan yang dapat memperjelas batas antara
kanker dan jaringan sehat di sekitarnya.
Gambaran : angiogram menunjukkan pembuluh darah hepar dengan multipel karsinomahepatoseluler sebelum
terapi (kiri), dan sesudah terapi (kanan) menunjukkan penurunan vaskular dan respon terapi.
(Skenario 2 B-10) Page 13
5. PET (Positron Emission Tomography)
Positron Emission Tomography (PET) merupakan alat diagnosis karsinoma menggunakan
glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu
mendiagnosa karsinoma dengan cepat dan dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan
glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan
bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang terkena kanker.
PET dapat menetapkan tingkat atau stadium HCC sehingga tindakan lanjut penanganan
karsinoma ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu juga dapat melihat
metastase dari karsinoma itu sendiri.
d. Pemeriksaan Lainnya
Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, biopsi kelenjar limfe
supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis, mencari sel ganas dalam asites, perito-neoskopi dll. juga
mempunyai nilai tertentu pada diagnosis hepatoma primer.
Standar diagnosis
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor telah menetapkan standar
diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer.
1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.
(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi,
penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati membesar, keras dan bermassa
nodular besar atau pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik
hepatoma.
(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi,
penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua jenis pemeriksaan pencitraan
menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma
(DCP, GGT-II, AFU, CA19-9) positif serta satu pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi
penempat ruang karakteristik hepatoma.
(3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi metastatik
ekstrahepatik (termasuk asites hemoragis makroskopik atau di dalamnya ditemukan sel ganas)
serta dapat menyingkirkan hepatoma metastatik.
2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer
la : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa metastasis kelenjar limfe
peritoneal ataupun jauh; Child A.
Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm, di separuh hati, tanpa
emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
Ha : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di separuh hati, atau dua
tumor dengan diameter gabungan <5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli
tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
lib : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh hati, atau tumor
multipel dengan diameter gabungan >5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli
tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor
di percabangan vena portal, vena hepatic atau saluran empedu dan/atau Child B.
Ilia : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta atau vena
kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau
B.
Illb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.
(Skenario 2 B-10) Page 14
Tabel.1. Klasifikasi Cancer of the Liver Italian Program (CLIP)
Points
Variables 0 1 2
i. Jumlah Tumor Single Multiple —
Ukuran tumor pada Hepar yang
menggantikan hepar normal (%)a
<50 <50 >50
ii. Nilai Child-Pugh A B C
iii. α-Fetoprotein level (ng/mL) <400 400 —
iv. Trombosis Vena Porta (CT) No Yes —
a = Luas tumor pada hati
Stadium CLIP : CLIP 0, 0 points; CLIP 1, 1 point; CLIP 2, 2 points; CLIP 3, 3 points.
Diagnosis Banding Karsinoma Hepatoseluler
1. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP (+)
Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan, tumor embrional kelenjar
reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif dan hepatitis serta sirosis hati dengan
peninggian AFP. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian AFP agak sulit dibedakan
dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan hati secara cermat, dilihat apakah
terdapat lesi penempat ruang dalam hati, selain secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan
AFP, memonitor perubahan ALT dan AFP.
2. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP (-)
Hemangioma hati paling sulit dibedakan dari HCC dengan AFP negatif, hemangioma umumnya
pada wanita, riwayat penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar belakang hepatitis
dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, MRI dapat membantu diagnosis. Pada tumor
metastasis hati, sering terdapat riwayat kanker primer, zat petanda hepatitis umumnya
negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar dengan ukuran bervariasi. Adenoma hati,
umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahun-tahun, tanpa latar
belakang hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif. Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor
inflamatorik sering cukup sulit dibedakan dari HCC.
1.8 Penatalaksanaan Karsinoma Hepatoseluler
Terapi Bedah
a. Metode hepatektomi
Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa ini. Survival 5 tahun pasca
operasi sekitar 30-40%, pada mikrokarsinoma hati (< 5 cm) dapat mencapai 50-60%.
*Hepatektomi beraturan adalah sebelum insisi hati dilakukan diseksi, memutus aliran darah ke
lobus hati (segmen, subsegmen) terkait, kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen,
subsegmen) tersebut dilakukan reseksi jaringan hati.
*Hepatektomi tak beraturan tidak perlu mengikuti secara ketat distribusi anatomis pembuluh
dalam hati, tapi hanya perlu berjarak 2-3cm dari tepi tumor, mereseksi jaringan hati dan
percabangan pembuluh darah dan saluran empedu yang menuju lesi, lingkup reseksi hanya
mencakup tumor dan jaringan hati sekitarnya.
(Skenario 2 B-10) Page 15
Keberhasilan dari hepatektomi adalah mengontrol perdarahan. Pada waktu reseksi hati, metode
mengurangi perdarahan meliputi obstruksi aliran darah porta pertama hati, koagulasi gelombang
mikro potongan hati, klem hati, obstruksi temporer satu sisi cabang vena porta dan cabang arteri
hepatika, dll. Pada kasus dengan sirosis hati, obstruksi porta hati setiap kali tidak boleh lebih dari
10-15 menit, bila perlu dapat diobstruksi berulang kali.
Komplikasi utama pasca hepatektomi adalah: Gagal fungsi hati; timbul beberapa hari hingga
beberapa minggu pasca operasi, sering kali berkaitan dengan pasien dengan penyakit hati aktif
kronis, sirosis sedang atau lebih, volume hepatektomi terlalu besar, perdarahan selama operasi
berlebih, waktu obstruksi porta hati terlalu lama dan obat-obatan perioperatif (termasuk obat
anestetik) bersifat hepatotoksik.
Perdarahan pasca operasi, kebanyakan karena hemostasis selama operasi kurang tuntas, sutura
ligasi vascular terlepas, gangguan koagulasi, nekrosis permukaan irisan hati. Dapat juga terjadi
infeksi subdiafragma, karena pasca operasi terjadi akumulasi darah dan cairan di bawah
diafragma, maka timbul abses subfrenik; fistel cairan empedu: perdarahan saluran cerna atas.
Pada hepatektomi 2 fase: pasien hepatoma setelah dilakukan eksplorasi bedah ternyata tumor
tidak dapat direseksi. Sesudah diberikan terapi gabungan. tumor mengecil, dilakukan laparotomi
lagi dan dapat dilakukan reseksi.
b. Transplantasi hati
Seiring perkembangan zaman, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun biayanya
tinggi, donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat imunosupresan anti rejeksi
membuat kanker residif tumbuh lebih cepat dan bermetastasis. hasil terapi kurang baik untuk
hepatoma stadium sedang dan lanjut. Umumnya berpendapat mikrohepatoma stadium dini
dengan sirosis berat merupakan indikasi lebih baik untuk transplantasi hati.
c. Terapi operatif nonreseksi
Pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau tidak dapat dilakukan reseksi, sehingga
dipertimbangkan terapi operatif nonreseksi, mencakup: injeksi obat melalui kateter
transarteri hepatic/kemoterapi embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui kateter vena porta saat
operasi; ligasi arteri hepatika; koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi
radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi dengan laser energi tinggi saat
operasi; injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.
Terapi Lokal
a. Injeksi Etanol Perkutan (PEI - Percutaneous Ethanol Injection)
PEI digunakan untuk terapi HCC yang kecil dan terlokalisir. HCC berukuran <3 cm dan
berjumlah kurang dari 3 nodul. Pada PEI, etanol steril disuntikkan ke nodul tumor dengan
panduan USG atau CT. Destruksi sel tumor oleh alkohol absolut steril yang diinjeksikan
diperkirakan dihasilkan oleh kombinasi dari dehidrasi sel, nekrosis koagulasi, serta trombosis
vaskuler yang diikuti iskemia jaringan.
Komplikasi PEI yang dapat muncul adalah timbulnya nyeri abdomen yang dapat terjadi akibat
kebocoran etanol ke dalam rongga peritoneal. Kontraindikasi PEI meliputi adanya asites yang
masif, koagulopati, atau ikterus obstruksi, yang dapat meningkatkan risiko perdarahan dan
peritonitis bilier pasca tindakan. Angka survival 3 tahun bagi pasien sirosis dengan nodul tunggal
HCC yang ditangani dengan PEI dilaporkan sebesar70%.
b. Ablasi Radiofrekuensi (RFA – Radiofrequency Ablation)
Merupakan metode ablasi lokal yang paling sering dipakai dan efektif. Elektroda RFA
ditusukkan ke dalam tumor melepaskan energi radio frekuensi, hingga jaringan tumor mengalami
(Skenario 2 B-10) Page 16
nekrosis koagulatif panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali
RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat membasmi tuntas
mikrohepatoma, dengan hasil kuratif. RFA perkutan memiliki keunggulan mikroinvasif, aman,
efektif, sedikit komplikasi. mudah diulangi.
Pemanasan karena tahanan terjadi sebagai akibat dari agitasi ionik di sekitar elektroda menjadi
energi RF yang berosilasiselama usaha untuk mencapai ground. (Ellis, 2004)
Sebuah studi yang membandingkan RFA dengan PEI
pada pasien-pasien dengan HCC berukuran lesi hingga 4
cm menunjukkan bahwa RFA unggul dalam hal angka
survival 3 tahun pasien (74% dibanding 51%). Penelitian
yang lain menunjukkan manfaat RFA sama saja dengan
PEI. Secara umum, hanya sedikit saja penggunaan RFA
yang mencapai nekrosis lengkap tumor, tanpa perbedaan
bermakna dalam morbiditas dan peningkatan ketahanan
hidup pasien.
c. Kryoterapi/Kryoablasi (Cryotherapy/Cryoablation)
Kryoterapi merupakan metoda penggunaan sifat termal untuk mengablasi suatu tumor.
Menggunakan pendinginan/pembekuan yang cepat, biasanya menggunakan gas nitrogen,
penghangatan yang lambat, lalu pengulangan siklus pembekuan-penghangatan hingga mencapai
titik ablasi yang ditandai oleh terbentuknya kristal es pada intra dan ekstrasel.
Efek kryoterapi meliputi kerusakan vaskuler, kerusakan organela dan dinding sel, dehidrasi sel,
serta perubahan pH dan osmolaritas intrasel. Indikasi kryoterapi pada HCC untuk pasien dengan
tumor multiple yang bilobi yang tidak memungkinkan bagi tindakan reseksi subsegmental yang
multipel.
Terapi Sistemik
a. Kemoterapi sitotoksik (meliputi etoposide, doxorubicin, epirubicin, cisplatin, 5-fluorouracil,
mitoxantrone, fludarabine, gemcitabine, irinotecan, nolatrexed).
b. Terapi hormonal
Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi hepatosit, dan secara in
vivo bisa memicu pertumbuhan tumor hepar. Obat antiestrogen, tamoxifen dipakai karena bisa
menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar.
c. Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide). Somatostatin memiliki aktivitas antimitosis
terhadap berbagai tumor non-endokrin, dan sel-sel HCC memiliki reseptor somatostatin.
d. Thalidomide, sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan epirubicin atau dengan
interferon menunjukkan aktivitas yang terbatas pada pengobatan HCC.
e. Terapi interferon, biasa dipakai untuk terapi hepatitis viral telah dicobakan untuk pengobatan
HCC. Mekanisme terapinya meliputi efek langsung anti virus, efek imunomodulasi, serta efek
antiproliferasi langsung maupun tak langsung.
(Skenario 2 B-10) Page 17
f. Molecularly targeted therapy, adalah inhibitor tirosin-kinase multi target dengan kemampuan
antiangio genesis pula.
Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang relatif terlokalis radiasi dapat
mencakup seluruh tumor selain itu sirosis hati tidak parah, pasien mentolerir radioterapi.
Radioterapi umumnya digunakan bersama metode terapi lain seperti ligasi arteri hepatik,
kemoterapi transarteri hepatik, kemoembolisasi arteri hepar.
Sedangkan untuk kasus stadium Ianjut dengan metastasis tulang, radiasi local dapat mengatasi
nyeri. Komplikasi tersering dari radioterapi adalah gangguan fungsi hati hingga timbul ikterus,
asites hingga tak dapat menyelesaikan seluruh dosis terapi, dapat juga memakai biji radioaktif
untuk radioti internal terhadap hepatoma. Saat ini untuk memberikan terapi radiasi eksterna bagi
pasien HCC yang inoperabel,dikembangkan beberapa teknik,antara lain:
*Three dimensional conformal radiotherapy (3-D-CRT)
*Intensity-modulated radiotherapy (IMRT)
*Stereotactic body radiotherapy (SBRT)
*Proton beam dan heavy ion therapy
Bagan terapi HCC
(Skenario 2 B-10) Page 18
Terapi Paliatif
Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut (intermediate-advanced
stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan analisis, pada stadium ini hanya
TAE/TACE (transarterialembolization/chemo embolization) saja yang menunjukkan penurunan
pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan HCC yang tidak
resektabel. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi
hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi vaskular
atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal.
Sebaliknya, bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik
akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yang berat.
1.9 Komplikasi Karsinoma Hepatoseluler
Asites, perdarahan saluran cerna atas, enselofati hepatica, sindrom hepatorenal (keadaan pasien
dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal yang ditandai dengan gangguan
ginjal dan sirkulasi darah).
1.10 Prognosis Karsinoma Hepatoseluler
Kausa kematian pada karsinoma hepatoseluler akibat kegagalan sistemik, perdarahan saluran
cerna atas, koma hepatik dan ruptur hati. Faktor yang mempengaruhi prognosis terutama adalah
ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya trombus kanker dan kapsul, derajat sirosis yang
menyertai, metode terapi. Data 1465 kasus pasca reseksi radikal hepatoma dari Institut Riset
Hepatoma Univ. Fudan di Shanghai menunjukkan survival 5 tahun 51,2%. Dari 1389 kasus
hepatoma di RS Kanker Universitas Zhongshan di Guangzhou, pasca hepatektomi survival 5
tahun 37,6%, untuk hepatoma <5cm survival 57,3%. Tidak sedikit kasus yang pasca reseksi
bertahan hidup lama. Prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh:
*stadium tumor pada saat diagnosis
*status kesehatan pasien
*fungsi sintesis hati
*manfaat terapi
1.12 Pencegahan Karsinoma Hepatoseluler
Pencegahan terhadap HCC adalah suatu tindakan yang berupaya untuk menghindari segala
sesuatu yang menjadi faktor risiko terjadinya kanker dan memperbesar faktor protektif untuk
mencegah kanker.
Prinsip utama pencegahan kanker hati adalah dengan melakukan skrining kanker hati sedini
mungkin. Vaksinasi virus hepatitis B dan C, mencegah pencemaran bahan makanan dengan
aflatoksin dan menghindari konsumsi alkohol secara berlebihan.
(Skenario 2 B-10) Page 19
LO.2. Memahami dan Menjelaskan Transplantasi Organ Menurut Pandangan Agama
Islam
Didalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ
ditinjau dari keadaan si pendonor. Adapun ketiga hukum tersebut, yaitu :
a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
Seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya kepada orang
lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi mendonorkan
organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung,
hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak diperbolehkan (haram), berdasarkan firman Allah SWT
dalam Al-Qur’an
surat (Al-Baqorah ayat 195) ”dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan ”
(An-Nisa ayat 29) ”dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri”
(Al-Maidah ayat 2) ”dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”
b. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal
Sebelum mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, harus mendapatkan
kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus
kita tahu, yaitu :
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si pendonor ingin menyumbangkan organnya setelah dia
meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang
lainnya.
2. Jika terdapat kasus si pendonor organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang
menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada
pihak keluarga pendonor terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas
penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan
dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis
bahwa si pendonor organ telah meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang
identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
”Boleh hukumnya memindahkan organ tubuh mayit kepada orang hidup yang sangat
bergantung keselamatan jiwanya dengan organ tubuh tersebut”
c. Keadaan Darurat
*Donor anggota tubuh yang bisa pulih kembali
Disimpulkan bahwa darah, kulit hukumnya boleh selama hal itu sangat darurat dan dibutuhkan.
(Fatwa Kibar Ulama Ummah, hal. 939) Adapun dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :
Firman Allah swt :
”Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. " ( Qs Al Maidah : 32 )
Dalam ayat ini, Allah swt memuji setiap orang yang memelihara kehidupan manusia, maka
dalam hal ini, para pendonor darah dan dokter yang menangani pasien adalah orang-orang yang
(Skenario 2 B-10) Page 20
mendapatkan pujian dari Allah swt, karena memelihara kehidupan seorang pasien, atau menjadi
sebab hidupnya pasien dengan izin Allah swt.
*Donor anggota tubuh yang bisa menyebabkan kematian.
Dalam transplantasi organ ada beberapa organ yang akan menyebabkan kematian seseorang,
seperti: limpa, jantung, ginjal, otak. Maka mendonorkan organ-organ tubuh tersebut kepada
orang lain hukumnya haram karena termasuk dalam kategori bunuh diri. Dan ini bertentangan
dengan firman Allah swt :
"dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. " (Qs Al Baqarah : 195)
Juga dengan firman Allah swt : "Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri , sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. ( Qs An Nisa : 29 )
**Donor anggota tubuh yang tunggal
Organ-organ tubuh manusia ada yang tunggal dan ada yang ganda ( berpasangan ). Adapun yang
tunggal, diantaranya adalah : mulut, pankreas, buah pelir dan lainnya. Ataupun yang aslinya
ganda (berpasangan) karena salah satu sudah rusak atau tidak berfungsi sehingga menjadi
tunggal, seperti : mata yang tinggal satu. Mendonorkan organ-organ seperti ini hukumnya haram,
walaupun hal itu kadang tidak menyebabkan kematian. Karena, kemaslahatan yang ingin dicapai
oleh pasien tidak kalah besarnya dengan kemaslahatan yang ingin dicapai pendonor. Bedanya
jika organ tubuh tadi tidak didonorkan, maka maslahatnya akan lebih banyak, dibanding kalau
dia mendonorkan kepada orang lain.
**Donor anggota tubuh yang ada pasangannya.
Sebagaimana yang telah diterangkan di atas, bahwa sebagian organ tubuh manusia ada yang
berpasangan, seperti : ginjal, mata, tangan, kaki, telinga. Jika donor salah satu organ tubuh
tersebut tidak membahayakan pendonor dan kemungkinan besar donor tersebut bisa
menyelamatkan pasien, maka hukumnya boleh. Sebaliknya jika donor salah satu organ tubuh
yang ada pasangannya tersebut membahayakan atau paling tidak membuat kehidupan pendonor
menjadi sengsara, maka donor anggota tubuh tersebut tidak diperbolehkan, apalagi jika tidak
membawa banyak manfaat bagi pasien penerima donor.
(Skenario 2 B-10) Page 21
Daftar Pustaka
Budihusodo, Unggul. Karsinoma Hati. Dalam: Sudoyo A, setyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 edisi 5. Jakarta: InternaPublishing. 2009:
Hal 685-691.
Desen, Wan. Onkologi Klinik: Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008: Hal 408-423.
Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit., Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Kowalak, Jennifer P., William Welsh. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Zuhroni. 2010. Pandangan Islam Terhadap Masalah Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta.
Universitas YARSI.
American liver foundation. 2008.
http://www.liverfoundation.org/downloads/alf_download_649.pdf pada Rabu, 4 April 2012
Pukul 22.48 WIB.
Axelrod, David A.2011. Hepatocellular Carcinoma.Diambil dari
http://emedicine.medscape.com/article/197319-overview#aw2aab6b2b4 pada Rabu, 4 April
2012 Pukul 20.43 WIB.
Bruix, Jordi dan Morris Sherman. 2005. Management of Hepatocelluler Carcinoma.Diambil
darihttp://www.aasld.org/practiceguidelines/Documents/Bookmarked%20Practice%20Guidel
ines/hepatocellular%20carenoma.pdf pada Rabu, 4 April 2012 Pukul 20.44 WIB
Journal of Chinese Clinical Medicine.2010. Hepatocellular carcinoma
http://old.cjmed.net/upload/pdf/201006290900096470.pdf?PHPSESSID=d706e46a6842d122
8169cb7e4a925856 pada Rabu, 4 April 2012 Pukul 20.48 WIB.
Gurakar, Ahmet. 2011. Hepatocellular Carcinoma (Liver Cancer)
http://www.hopkins-gi.org/GDL_Disease.aspx?CurrentUDV=31&GDL_Cat_ID=83F0F583-
EF5A-4A24-A2AF-0392A3900F1D&GDL_Disease_ID=A349F0EC-5C87-4A52-9F2E-
69AFDB80C3D1 pada Minggu, 8 April 2012 Pukul 13.54 WIB