51493208 Referat TB Paru

82
BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman mikobakterium tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Penyakit tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia sudah berabad-abad hidup bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya lesi tuberkulosis pada penggalian tulang-tulang kerangka di Mesir. Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan dalam ukiran-ukiran pada dinding candi Borobudur. 1 Diseluruh dunia tahun 1990 WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus baru TB dengan 49% kasus terjadi di Asia Tenggara. Dalam periode 1984 – 1991 tercatat peningkatan jumlah kasus TB diseluruh dunia, kecuali Amerika dan Eropa. Di tahun 1990 diperkirakan 7,5 juta kasus TB dan 2,5 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. 2 Annual Risk Infection ditahun 1980 – 1985 dinegara-negara Asia Tenggara diperkirakan sekitar 2% yang berarti terdapat insidensi 100 kasus BTA (+) per 100.000 penduduk. 3 Tahun 1987 di Singapura terdapat 62 kasus per 100.000 penduduk, dengan rata-rata penurunan tahunan 5,7% sejak tahun 1959. Brunei Darussalam dengan angka kematian 8,5 kasus per 100.000 penduduk dengan insiden BTA (+) 84 kasus per 226.000 penduduk. Sedangkan Filipina ditahun 1981 – 1983 memperkirakan 1

description

asd

Transcript of 51493208 Referat TB Paru

Page 1: 51493208 Referat TB Paru

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman mikobakterium

tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882.

Penyakit tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia sudah

berabad-abad hidup bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini dibuktikan dengan

ditemukannya lesi tuberkulosis pada penggalian tulang-tulang kerangka di Mesir. Demikian

juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan dalam ukiran-ukiran pada dinding candi

Borobudur.1

Diseluruh dunia tahun 1990 WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus baru TB dengan

49% kasus terjadi di Asia Tenggara. Dalam periode 1984 – 1991 tercatat peningkatan jumlah

kasus TB diseluruh dunia, kecuali Amerika dan Eropa. Di tahun 1990 diperkirakan 7,5 juta

kasus TB dan 2,5 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.2

Annual Risk Infection ditahun 1980 – 1985 dinegara-negara Asia Tenggara

diperkirakan sekitar 2% yang berarti terdapat insidensi 100 kasus BTA (+) per 100.000

penduduk.3 Tahun 1987 di Singapura terdapat 62 kasus per 100.000 penduduk, dengan rata-

rata penurunan tahunan 5,7% sejak tahun 1959. Brunei Darussalam dengan angka kematian

8,5 kasus per 100.000 penduduk dengan insiden BTA (+) 84 kasus per 226.000 penduduk.

Sedangkan Filipina ditahun 1981 – 1983 memperkirakan prevalensi BTA (+), 0,95%.4

Berdasarkan data dari SEAMIC Health Statistic tahun 1990, penyakit tuberkulosis penyebab

kematian no. 10 di Thailand tahun 1989 dan menduduki urutan ke 4 di Filipina pada tahun

1987.5 Menurut Global TB – WHO, 1998 saat ini pusat dari epidemi TB berada di Asia

dengan terdapat 4,5 juta dari 8 juta kasus yang diperkirakan terdapat di dunia atau 50%

kasusnya di 6 negara yaitu India, Cina, Bangladesh, Pakistan, Indonesia dan Filipina.

Indonesia menempati urutan ke-3 sebagai penyumbang kasus terbesar di dunia setelah India

dan Cina.6

Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

RI, tahun 1972 TB menempati urutan ke 3 penyebab kematian menurut SKRT tahun 1980 TB

menempati urutan ke 4, dan menurut SKRT tahun 1992, TB menempati urutan nomor 2

sesudah penyakit sistem sirkulasi.1

Page 2: 51493208 Referat TB Paru

Hasil SKRT tahun 1995 TB merupakan penyebab kematian nomor 3 dari seluruh

kelompok usia dan nomor 1 antara penyakit infeksi yang merupakan masalah kesehatan

masyarakat Indonesia.4

Pembuatan diagnosis tuberkulosis paru kadang-kadang sulit, sebab penyakit

tuberkulosis paru yang sudah berat dan progresif, sering tidak menimbulkan gejala yang dapat

dilihat/dikenal; antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya sakit, sering tidak

mempunyai korelasi yang baik. Hal ini disebabkan oleh karena penyakit tuberkulosis paru

merupakan penyakit paru yang besar (great imitator), yang mempunyai diagnosis banding

hampir pada semua penyakit dada dan banyak penyakit lain yang mempunyai gejala umum

berupa kelelahan dan panas.7

Walaupun penyakit ini telah lama dikenal, obat-obat untuk menyembuhkannya belum

lama ditemukan, dan pengobatan tuberkulosis paru saat ini lebih dikenal dengan sistem

pengobatan jangka pendek dalam waktu 6–9 bulan. Prinsip pengobatan jangka pendek adalah

membunuh dan mensterilkan kuman yang berada di dalam tubuh manusia. Obat yang sering

digunakan dalam pengobatan jangka pendek saat ini adalah isoniazid, rifampisin, pirazinamid,

streptomisin dan etambutol.8

2

Page 3: 51493208 Referat TB Paru

BAB II

ISI

II.1 EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia

ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis

sebagai “ Global Emergency” . Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8

juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan

Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut

regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh

kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000

penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000

pendduduk.9

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap

tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB

terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per

100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000

penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus

TB yang muncul.9

Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India

dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat

TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan

merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan

akut pada seluruh kalangan usia.9

Berikut ini adalah gambaran penyebaran penyakit Tuberkulosis di seluruh dunia

3

Page 4: 51493208 Referat TB Paru

Gambar 1. Penyebaran Penyakit Tuberkulosis di Seluruh Dunia10

II.2 DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis.10

II.3 MIKROBIOLOGI

A. Morfologi dan Struktur Bakteri

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak

berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm.

Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%).

Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-

waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang

berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 –

C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan

4

Page 5: 51493208 Referat TB Paru

peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri

tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel

yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu

apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut

dengan larutan asam–alkohol.

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid,

polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan

menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat

molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitifitas dan

spesifisitas yang berfariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen

M.tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik).

Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a,

protein MTP 40 dan lain lain.9

B. Biomolekuler

Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan

guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165

gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan

sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II

merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah

sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.

Gen pab dan gen groEL masing-masing menyandi protein berikatan posfat misalnya

protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein 65 kDa, gen katG

menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12

sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase.

Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada

dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element).

Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan RFLP.9

5

Page 6: 51493208 Referat TB Paru

Gambar 2. Gambaran mikroskopik M. Tuberculosis dengan Pewarnaan Ziehl Neelsen

II.4 PATOGENESIS

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya

yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat

mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis

non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup

menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag

tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.

Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di

tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer

GOHN.

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe

regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.

Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di

kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah atau

tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus

primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer

merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar

(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks

primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian

masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman

6

Page 7: 51493208 Referat TB Paru

hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8

minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman

tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang

respons imunitas seluler.

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik

kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin,

mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi

TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas

terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama

masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas

seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun

yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.

Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler

telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami

resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis

perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan

enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan

paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat

disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat

membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan

yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga

meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang

mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang

berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal

dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan

dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB

endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada

bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut

sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.

7

Page 8: 51493208 Referat TB Paru

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi

penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke

kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran

hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.

Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit

sistemik.

Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran

hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar

secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman

TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju

adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru

sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan

bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan

membatasi pertumbuhannya.

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh

imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak

langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus

potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya

tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit

TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.

Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata

akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB

masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan

timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB

diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit

bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya

penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu

(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread

dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan

mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi

diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi

8

Page 9: 51493208 Referat TB Paru

anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan

granuloma.

Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic

spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke saluran

vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah.

Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute

generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang.

Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya

sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu

penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3%

penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya

terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang

timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9

bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi

primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak

mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada

remaja dan dewasa muda.

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB

tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1

tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah

infeksi primer.12

Gambar 3. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer dan Perjalanan Penyembuhannya9

9

Page 10: 51493208 Referat TB Paru

Gambar 4. Patogenesis Tuberkulosis11

II.5 KLASIFIKASI

A. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk

pleura.

1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)

TB paru dibagi atas:

a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif. Hasil

pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik

menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak

menunjukkan BTA positif dan biakan positif.

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan

kelainan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif.

10

Page 11: 51493208 Referat TB Paru

2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis

positif.

2. Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa

tipe pasien yaitu :

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan.

b. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis

dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat

dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.

Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif /

perburukan dan terdapat gejalaklinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :

1) Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik

selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.

2) Infeksi jamur

3) TB paru kambuh

Bila meragukan harap konsul ke ahlinya.

c. Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa

pengobatannya selesai.

d. Kasus gagal

1) Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada

akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).

2) Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA

positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.

e. Kasus kronik / persisten

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan

ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

11

Page 12: 51493208 Referat TB Paru

Catatan:

a. Kasus pindahan (transfer in):

Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian

pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus membawa surat rujukan /

pindah.

b. Kasus Bekas TB:

1) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran

radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan

gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.

2) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat pengobatan

OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologic.9

B. Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain

paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang, persendian, kulit,

usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.

Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk kasus-

kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang

kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.

II.6 DIAGNOSIS

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan

fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya.

A. Gejala klinik

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan

gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik

(gejala lokal sesuai organ yang terlibat).

1. Gejala respiratorik

a. batuk-batuk lebih dari 2 minggu

b. batuk darah

c. sesak napas

d. nyeri dada

12

Page 13: 51493208 Referat TB Paru

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang

cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up.

Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala

batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan

untuk membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik

a. Demam

b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.

3. Gejala tuberkulosis ekstra paru

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada

limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar

getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada

pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga

pleuranya terdapat cairan.

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang

terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.

Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)

menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior

terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 & S2) , serta daerah apeks lobus inferior

(S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara

napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya

cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang

melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di

daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.

Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”

13

Page 14: 51493208 Referat TB Paru

Gambar 5. Paru : Apeks Lobus Superior dan Apeks Lobus Inferior

C. Pemeriksaan Bakteriologik

1. Bahan pemeriksasan

Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti

yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini

dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan

lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan

biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)

2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

a. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

b. Pagi ( keesokan harinya )

c. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam

pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah

pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada

gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.

Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau

untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum

dikirim ke laboratorium.

14

Page 15: 51493208 Referat TB Paru

Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam

kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas

pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.

Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien,

spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara pembuatan dan

pengiriman dahak dengan kertas saring:

a. Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya.

b. Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas

saring sebanyak + 1 ml.

c. Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang

tidak mengandung bahan dahak.

d. Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di

dalam dus.

e. Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik

kecil.

f. Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi

kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi.

g. Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak.

h. Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.

3. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.

Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor

cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces

dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara :

a. Pemeriksaan mikroskopik:

Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)

lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

1) 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative : BTA positif

2) 1 kali positif, 2 kali negative : ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasilitas foto toraks,

kemudian

o bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif

o bila 3 kali negatif : BTA negatif

15

Page 16: 51493208 Referat TB Paru

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi

WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

1) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang

ditemukan.

2) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).

3) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).

4) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).

Interpretasi hasil dapat juga dengan cara Bronkhorst

Skala Bronkhorst (BR) :

1) BR I : ditemukan 3-40 batang selama 15 menit pemeriksaan.

2) BR II : ditemukan sampai 20 batang per 10 lapang pandang.

3) BR III : ditemukan 20-60 batang per 10 lapang pandang.

4) BR IV : ditemukan 60-120 batang per 10 lapang pandang.

5) BR V : ditemukan > 120 batang per 10 lapang pandang.

b. Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode

konvensional ialah dengan cara :

1) Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh.

2) Agar base media : Middle brook.

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat

mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis

(MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat

cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran

dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.

D. Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,

top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi

gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen

superior lobus bawah.

16

Page 17: 51493208 Referat TB Paru

2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.

3. Bayangan bercak milier.

4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

1. Fibrotik

2. Kalsifikasi

3. Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed Lung ) :

1. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya

secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,

ektasis/ multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau

penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.

2. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit.

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb

(terutama pada kasus BTA negatif) :

1. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak

lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari

iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra

torakalis 5), serta tidak dijumpai kavitas

2. Lesi luas

Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

E. Pemeriksaan Khusus

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang

dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan

kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis

secara lebih cepat.

1. Pemeriksaan BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M

tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan

dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif

17

Page 18: 51493208 Referat TB Paru

pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan

uji kepekaan.

2. Polymerase chain reaction (PCR)

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk

DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah

kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati

masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.

Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang

pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional.

Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang

kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk

diagnosis TB.

Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat

berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai dengan organ yang terlibat.

3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda :

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral

berupa proses antigenantibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain

adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.

b. ICT

Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik

untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji

diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran

sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut

diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2

antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan

diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan

berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibody IgG terhadap

M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna

merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan

minimal satu dari empat garis antigen pada membran.

18

Page 19: 51493208 Referat TB Paru

c. Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini

menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang

berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan

bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang

memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir

dan dapat dideteksi dengan mudah.

d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi

dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati

hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.

e. Uji serologi yang baru / IgG TB

Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.

F. Pemeriksaan Lain

1. Analisis Cairan Pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada

pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang

mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta

pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.

2. Pemeriksaan histopatologi jaringan

Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.

Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi. Bahan jaringan dapat diperoleh

melalui biopsi atau otopsi, yaitu :

a. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)

b. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman)

c. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans

thoracal biopsy/TTB, biopsy paru terbuka).

d. Otopsi

Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke

dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan

yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.

19

Page 20: 51493208 Referat TB Paru

3. Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk

tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai

indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap

darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

4. Uji tuberkulin

Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di Indonesia

dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik

penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan

konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan

infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

Gambar 6. Alur Diagnosis TB Paru

20

Page 21: 51493208 Referat TB Paru

II.7 PERJALANAN PENYAKIT

Cara penularan12

1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk

percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000

percikan dahak.

3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam

waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar

matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa

jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan

dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin

menular pasien tersebut.

5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi

percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

A. Risiko penularan12

1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru

dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari

pasien TB paru dengan BTA negatif.

2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis

Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu

tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi

setiap tahun.

3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.

4. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

B. Risiko menjadi sakit TB12

1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000

terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.

Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.

21

Page 22: 51493208 Referat TB Paru

3. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya

tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).

4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit

TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler

(cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti

tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bias

mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah

pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan

meningkat pula.

Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:

1. 50% meninggal

2. 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi

3. 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

Gambar 7. Faktor Risiko Kejadian TB

22

Page 23: 51493208 Referat TB Paru

II.8 PENATALAKSANAAN

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase

lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan

tambahan.

A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

1. Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup

dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal

(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan

dan sangat dianjurkan.

b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =

Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)

a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara

langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular

menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu

yang lebih lama

b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya

kekambuhan

2. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas

Paduan obat yang dianjurkan :

23

Page 24: 51493208 Referat TB Paru

1) 2 RHZE / 4 RH atau

2) 2 RHZE / 4R3H3 atau

3) 2 RHZE/ 6HE.

Paduan ini dianjurkan untuk

1) TB paru BTA (+), kasus baru

2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)

Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk memperpanjang

fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang ditentukan. (Bila perlu dapat

dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan

dengan hasil uji resistensi

b. TB paru kasus kambuh

Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif selama 3

bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama

pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang diberikan : 2

RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama

tergantung dari perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi,

maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).

c. TB Paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 5

OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten tetap diberikan. Lama

pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji resistensi dapat

diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi

1) Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2

RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB)

2) Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal

3) Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

d. TB Paru kasus putus berobat

Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan

kriteria sebagai berikut :

1) Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan OAT dilanjutkan

sesuai jadwal.

2) Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:

24

Page 25: 51493208 Referat TB Paru

o Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif / perbaikan,

pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif, lakukan analisis lebih

lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga

kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari

awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih

lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari

awal.

o Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal dengan

paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika

telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.

o Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan radiologik

positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama

Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi) terhadap OAT.

e. TB Paru kasus kronik

1) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES.

Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal

terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan walaupun

resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid.

2) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.

3) Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan.

4) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus

Paket Kombipak.

Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan

Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk

digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk

menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).

Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama

WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO

menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam

25

Page 26: 51493208 Referat TB Paru

pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap

berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3.

Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal.

2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan

yang tidak disengaja.

3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar.

4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.

5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan

monoterapi.

Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT

Obat Dosis (mg/kgBB/Hari)

Dosis yang dianjurkan Dosis Maksimum

Dosis (mg) / BB (kg)

Harian (mg/kgBB/Hari)

Intermitten (mg/kgBB/Hari) < 40 40-60 > 60

R 8-12 10 10 600 300 450 600H 4-6 5 10 300 150 300 450Z 20-30 25 35 750 1000 1500E 15-20 15 30 750 1000 1500S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000

Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Berat Badan Tahap Intensiftiap hari selama 56 hariRHZE (150/75/400/275)

Tahap Lanjutan3 kali seminggu selama 16 minggu

RH (150/150)30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 3. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

Tahap Pengobata

n

Lama Pengobatan

Dosis per hari / kali Jumlah hari/kali menelan

obat

Tablet Isoniasid

@ 300 mg

Kaplet Rifampisin@ 450 mg

Tablet Pirazinamid@ 500 mg

Tablet Etambutol@ 250 mg

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

26

Page 27: 51493208 Referat TB Paru

Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

a. Pasien baru TB paru BTA positif.

b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

c. Pasien TB ekstra paru

Tabel 4. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Berat Badan

Tahap IntensifTiap hari

RHZE (150/75/400/275) + S

Tahap Lanjutan3 kali seminggu

RH (150/150) + E (400)Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30-37 kg 2 tablet 4KDT+ 500 mg Streptomisin inj.

2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT + 2 tablet Etambutol

38-54 kg 3 tablet 4KDT+ 750 mg Streptomisin inj.

3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT+ 3 tablet Etambutol

55-70 kg 4 tablet 4KDT+ 1000 mg Streptomisin inj.

4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT+ 4 tablet Etambutol

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT+ 1000 mg Streptomisin inj.

5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT+ 5 tablet Etambutol

Tabel 5. Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

Tahap Pengobata

n

Lama Pengobatan

Tablet Isoniasid

@ 300 mg

Kaplet Rifampisin@ 450 mg

Tablet Pirazinamid@ 500 mg

Etambutol Streptomisin Injeksi

Jumlah/kali menelan

obatTablet

@ 250 mgTablet

@ 400 mgTahap Intenif (dosis harian

2 bulan1 bulan

11

11

33

33

--

0,75 gr-

5628

Tahap Lanjutan (dosis 3x

seminggu)

4 bulan 2 1 - 1 2 - 60

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya:

a. Pasien kambuh

b. Pasien gagal

c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Catatan:

27

Page 28: 51493208 Referat TB Paru

a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah

500mg tanpa memperhatikan berat badan.

b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak

3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

Tabel 6. Dosis KDT untuk Sisipan

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hariRHZE (150/75/400/275)

30-37 kg 2 tablet 4KDT38-54 kg 3 tablet 4KDT55-70 kg 4 tablet 4KDT≥ 71 kg 5 tablet 4KDT

Tabel 7. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan

Tahap Pengobatan

Lamanya Pengobata

n

Tablet Isoniasid

@ 300 mg

Kaplet Rifampisin@ 450 mg

Tablet Pirazinamid@ 500 mg

Tablet Etambutol@ 250 mg

Jumlah hari/kali

menelan obatTahap

Intensif (dosis harian)

1 bulan 1 1 3 3 28

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang

telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas

dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut,

bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru /

fasiliti yang mampu menanganinya.

B. Tatalaksana TB Anak

Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis

maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan

dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan

menggunakan sistem skor .

Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman Nasional

Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan

28

Page 29: 51493208 Referat TB Paru

terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan

oleh program nasional penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak. Lihat tabel 8.

tentang sistem pembobotan (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang.

Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,

maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau

sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti

tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka

perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung,

patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,

funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.

Tabel 8. Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaanpenunjang TB

Parameter 0 1 2 3 JumlahKontak TB Tidak

jelasLaporan

keluarga, BTA (-) atau tidak

tahu, BTA tidak jelas

BTA (+)

Uji Tuberkulin Negatif Positif (≥ 10 mm, atau ≥ 5

mm pada keadaan

imunosupresi)Berat badan/ keadaan gizi

Bawah garis merah (KMS) atau BB/U

< 80 %

Klinis gizi buruk (BB/U < 60%)

Demam tanpa sebab

≥ 2 minggu

Batuk ≥ 3 mingguPembesaran kelenjar linfe koli, aksila,

inguinal

≥ 1 cm, jumlah > 1, tidak nyeri

Pembengkakan tulang/sendi

panggul, lutut, falang

Ada pembengkakan

Foto toraks Normal/ tidak jelas

Kesan TB

Jumlah

Catatan :

29

Page 30: 51493208 Referat TB Paru

a. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.

b. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti

Asma, Sinusitis, dan lain-lain.

c. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung

didiagnosis tuberkulosis.

d. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel badan badan.

e. Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak

f. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan)

harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

g. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)

h. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.

Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:

1. Tanda bahaya:

a. kejang, kaku kuduk

b. penurunan kesadaran

c. kegawatan lain, misalnya sesak napas

2. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura

3. Gibbus, koksitis

Gambar 8. Alur Tatalaksana Pasien TB Anak Pada Unit Pelayanan

Kesehatan Dasar

30

Page 31: 51493208 Referat TB Paru

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah

pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang.

Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan

pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak

menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.

Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam

waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap

lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.

Tabel 9. Dosis OAT Kombipak pada anak

Jenis Obat BB < 10 kg BB 10 - 19 kg BB 2 - 32 kgIsoniasid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mgPirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Tabel 10. Dosis OAT KDT pada anak

Berat badan (kg) 2 bulan tiap hariRHZ (75/50/150)

4 bulan tiap hariRH (75/50)

5-9 1 tablet 1 tablet10-19 2 tablet 2 tablet20-32 4 tablet 4 tablet

Keterangan:

a. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit

b. Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.

c. Anak dengan BB ≥33 kg , dirujuk ke rumah sakit.

d. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

e. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum

diminum.

Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk Anak

Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan

penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan sistem skoring.

Bila hasil evaluasi dengan skoring system didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan

31

Page 32: 51493208 Referat TB Paru

Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum

pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan

selesai.

C. Efek Samping OAT

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.

Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan

kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4 & 5), bila efek

samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat

dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan,

rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin

dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut

pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin

(syndrom pellagra).

Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada kurang

lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan

pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus

2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan

simtomatik ialah :

a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare

c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

d. Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

e. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan

penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus

f. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini

terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya

telah menghilang

32

Page 33: 51493208 Referat TB Paru

g. Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur.

Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini

harus diberitahukan kepada pasien agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB

pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat

menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi

dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan

reaksi kulit yang lain.

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman,

buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut

tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB

perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan

kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak

diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan

keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan

peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada

pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang

terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini

dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan

diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan

keseimbangan dan tuli).

Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai

sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang

terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera

setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin

dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab

dapat merusak syaraf pendengaran janin.33

Page 34: 51493208 Referat TB Paru

Tabel 11. Efek Samping Minor OAT dan Penatalaksanaannya

Efek samping Kemungkinan Penyebab TatalaksanaMinor OAT diteruskan

Tidak nafsumakan, mual, sakit perut

Rifampisin Obat diminum malam sebelum tidur

Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin/allopurinolKesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki

INH Beri vitamin B6 1x100 mg/hari

Warna kemerahan pada air seni

Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa

Tabel 12. Efek Samping Mayor OAT dan Penatalaksanaannya

Efek samping Kemungkinan Penyebab TatalaksanaMayor Hentikan pengobatan

Gatal dan kemerahan pada kulit

Semua jenis OAT Beri antihistamin dan dievaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisisn dihentikan, ganti etambutol

Gangguan keseimbangan (vertigo dan nistagmus)

Streptomisin Streptomisisn dihentikan, ganti etambutol

Ikterik/Hepatitis Imbas Obat (penyebab lain disingkirkan)

Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor

Muntah dan bingung (suspect drug-induced pre-icteric hepatitis)

Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT dan lakukan uji fungsi hati

Gangguan penglihtatan Etambutol Hentikan EtambutolKelainan sistemik, termasuk syok dan purpura

Rifampisin Hentikan Rifampisin

Catatan : Penatalaksanaan efek samping obat:

1. Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dapat diatasi secara

simptomatik

2. Pasien dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash pada kulit, umumnya disebabkan

oleh INH dan rifampisin. Dalam hal ini dapat dilakukan pemberian dosis rendah dan

desensitsasi dengan pemberian dosis yang ditingkatkan perlahan-lahan dengan pengawasan

yang ketat. Desensitisasi ini tidak bias dilakukan terhadap obat lainnya

34

Page 35: 51493208 Referat TB Paru

3. Kelainan yang harus dihentikan pengobatannya adalah trombositopenia, syok atau gagal

ginjal karena rifampisin, gangguan penglihatan karena etambutol, gangguan nervus VIll

karena streptomisin dan dermatitis exfoliative dan agranulositosis karena thiacetazon

4. Bila suatu obat harus diganti, maka paduan obat harus diubah hingga jangka waktu

pengobatan perlu dipertimbangkan kembali dengan baik.

D. Pengobatan Suportif / Simptomatik

Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis

baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu

pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau

mengatasi gejala/keluhan.

1. Pasien rawat jalan

a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan

(pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk

penyakit komorbidnya)

b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam

c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau

keluhan lain.

2. Pasien rawat inap

Indikasi rawat inap :

TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :

a. Batuk darah (profus)

b. Keadaan umum buruk

c. Pneumotoraks

d. Empiema

e. Efusi pleura masif / bilateral

f. Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)

TB di luar paru yang mengancam jiwa :

a. TB paru milier

b. Meningitis TB

Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi

rawat

35

Page 36: 51493208 Referat TB Paru

E. Terapi Pembedahan

lndikasi operasi

1. Indikasi mutlak

a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif

b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara

konservatif

2. lndikasi relatif

a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang

b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan

c. Sisa kavitas yang menetap.

Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)

1. Bronkoskopi

2. Punksi pleura

3. Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

Kriteria Sembuh

1. BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan

telah mendapatkan pengobatan yang adekuat

2. Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan

3. Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

F. Evaluasi Pengobatan

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping

obat, serta evaluasi keteraturan berobat.

Evaluasi klinik

1. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1

bulan

36

Page 37: 51493208 Referat TB Paru

2. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya

komplikasi penyakit

3. Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)

1. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak

2. Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik

a. Sebelum pengobatan dimulai

b. Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

c. Pada akhir pengobatan

3. Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensiEvaluasi

radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

1. Sebelum pengobatan

2. Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan

keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)

3. Pada akhir pengob

Evaluasi efek samping secara klinik

1. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap

2. Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , serta

asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan

3. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid

4. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan)

5. Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila

ada keluhan)

6. Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang

paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada

evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium

untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman

Evalusi keteraturan berobat

1. Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya

obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai

37

Page 38: 51493208 Referat TB Paru

penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada

pasien, keluarga dan lingkungannya.

2. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.

Evaluasi pasien yang telah sembuh

Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun

pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang

dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks.

Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah

dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.

II.9 RESISTEN GANDA (MULTI DRUG RESISTANCE)

A. Definisi

Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan INH

dengan atau tanpa OAT lainnya. Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi

menjadi :

1. Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan TB.

2. Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya sudah pernah ada

riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak.

3. Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah punya riwayat pengobatan sebelumnya.

Laporan pertama tentang reistensi ganda datang dari Amerika Serikat, khususnya pada

pasien TB dan AIDS yang menimbulkan angka kematian 70% –90% dalam waktu hanya 4

sampai 16 minggu. Laporan WHO tentang TB tahun 2004 menyatakan bahwa sampai 50 juta

orang telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis.

TB paru kronik sering disebabkan oleh MDR

Ada beberapa penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu :

1. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis

2. Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu karena jenis obatnya yang kurang atau

karena di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang

digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi

terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi

38

Page 39: 51493208 Referat TB Paru

3. Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu

stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat kembali

selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian seterusnya

4. Fenomena “ addition syndrome” (Crofton, 1987), yaitu suatu obat ditambahkan dalam

suatu paduan

5. pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah resisten

pada paduan yang pertama, maka “penambahan” (addition) satu macam obat hanya akan

menambah panjang nya daftar obat yang resisten

6. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik, sehingga

7. mengganggu bioavailabiliti obat

8. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah kadang terhenti

9. pengirimannya sampai berbulan-bulan

10. Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga kadang menimbulkan kebosanan

11. Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB

12. Kasus MDR-TB rujuk ke ahli paru

B. Pengobatan Tuberkulosis Resisten Ganda (MDR)

Klasifikasi OAT untuk MDR

Kriteria utama berdasarkan data biologikal dibagi menjadi 3 kelompok OAT:

1. Obat dengan aktivitas bakterisid: aminoglikosid, tionamid dan pirazinamid yang bekerja

pada pH asam

2. Obat dengan aktivitas bakterisid rendah: fluorokuinolon

3. Obat dengan akivitas bakteriostatik, etambutol, cycloserin dan PAS

Fluorokuinolon

Secara invitro fluorokuinolon dapat digunakan untuk kuman TB yang resisten

terhadap lini-1 yaitu moksifloksasin konsentrasi hambat minimal paling rendah dibandingkan

fluorokuinolon lainnya dengan urutan berikutnya gatifloksasin, sparfloksasin, levofloksasin,

ofloksasin dan siprofloksasin. Siprofloksasin harus dihindari

pemakainnya karena efek samping pada kulit yang berat (foto sensitif).

Resistensi silang

Tionamid dan tiosetason

39

Page 40: 51493208 Referat TB Paru

Etionamid pada kelompok tionamid komplit resistensi silang dengan

a. Aminoglikosid

b. Fluorokuinolon

c. Sikloserindan terizidon

Pengobatan MDR-TB hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang

distandarisasi untuk pasien menggunakan minimal 2-3 OAT yang masih sensitif dan obat

tambahan lain.

Obat tambahan yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon (ofloksasin dan

siprofloksasin),aminoglikosida (amikasin, kanamisin dan kapreomisin), etionamid, sikloserin,

klofazimin, amoksilin, klavulanat.

Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 –3 OAT

lini 1 ditambah dengan obat lini 2, yaitu Ciprofloksasin dengan dosis 1000 – 1500 mg atau

ofloksasin 600 – 800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari).

Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu

yang lama yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa sampai 24 bulan.

Hasil pengobatan terhadap TB resisten ganda ini kurang menggembirakan. Pada

pasien non-HIV, konversi hanya didapat pada sekitar 50% kasus, sedangkan response rate

didapat pada 65% kasus dan kesembuhan pada 56% kasus.

Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan pengawasan yang baik, merupakan

salah satu kunci penting mencegah resisten ganda. Konsep Directly Observed Treatment

Short Course (DOTS) merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan

berobat. Prioriti yang dianjurkan bukan pengobatan MDR, tetetapi pencegahan MDR-TB.

II.10 PENGOBATAN PADA KEADAAN KHUSUS

A. TB Milier

1. Rawat inap

2. Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH

3. Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik, radiologik dan evaluasi

pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang

4. Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan :

a. Tanda / gejala meningitis

b. Sesak napas

c. Tanda / gejala toksik

40

Page 41: 51493208 Referat TB Paru

d. Demam tinggi

e. Kortikosteroid: prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan 5-10 mg setiap 5-7 hari,

lama pemberian 4 – 6 minggu.

B. Pleuritis Eksudativa TB(Efusi Pleura TB)

1. Paduan obat: 2RHZE/4RH.

2. Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan pasien dan berikan

kortikosteroid

3. Dosis steroid : prednison 3 x 10 mg selama 3 minggu

4. Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan DM.

5. Evakuasi cairan dapat diulang bila diperlukan

C. TB Ekstra Paru (Selain TB Milier Dan Pleuritis TB)

1. Paduan obat 2 RHZE/ 1 0 RH.

2. Prinsip pengobatan sama dengan TB paru menurut ATS, misalnya pengobatan untuk

TB tulang, TB sendi dan TB kelenjar.

3. Pada TB diluar paru lebih sering dilakukan tindakan bedah. Tindakan bedah dilakukan

untuk :

a. Mendapatkan bahan / spesimen untuk pemeriksaan (diagnosis)

b. Pengobatan :

1) perikarditis konstriktiva

2) kompresi medula spinalis pada penyakit Pott's

4. Pemberian kortikosteroid pada perikarditis TB untuk mencegah konstriksi jantung,

dan pada meningitis TB untuk menurunkan gejala sisa neurologik. Dosis yang

dianjurkan ialah 0,5 mg/kg /hari selama 3-6 minggu.

D. TB Paru Dengan Diabetes Melitus (DM)

1. Paduan obat: 2 RHZ(E-S)/ 4 RH dengan gula darah terkontrol

2. Bila gula darah tidak terkontrol, atau pada evaluasi akhir pengobatan dianggap belum

cukup, maka pengobatan dapat dilanjutkan (bila perlu konsult ke ahli paru)

3. Gula darah harus dikontrol

41

Page 42: 51493208 Referat TB Paru

4. Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol pada mata;

sedangkan pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata

5. Perlu diperhatikan penggunaan rifampisi karena akan mengurangi efektiviti obat oral

anti diabetes (sulfonil urea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan

6. Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol /

mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan

E. TB Paru Dengan HIV / AIDS

Beberapa pasien yang datang berobat, mungkin diduga terinfeksi HIV atau menderita

AIDS. Indikasi untuk melakukan tes HIV dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini. Pemeriksaan

tes HIV disertai dengan konseling sebelum dan sesudah tes (Voluntary Counseling and

Testing/VCT)

Tabel 13. Indikasi Tes Darah HIV

Kombinasi dari A dan B (1 kelompok A dan 1 dari B)A. Berat badan turun drastic TB paru Sariawan / stomatitis berulang Sarkoma KaposiB. Riwayat perilaku risiko tinggi Pengguna NAZA suntikan Homoseksual Waria Pekerja seks Pramuria panti pijat

1. Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV/AIDS.

2. Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah

cukup dan dosis serta jangka waktu yang tepat

3. Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya karena akan

menyebabkan efek toksik berat pada kulit

4. Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik sekali pakai yang

steril.

5. Desensitisasi obat (INH,Rifampisin) tidak boleh dilakukan karena mengakibatkan

toksik yang serius pada hati

6. Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi respons terhadap pengobatan,

selain dipikirkan terdapat resistensi terhadap obat juga harus dipikirkan terdapatnya

42

Page 43: 51493208 Referat TB Paru

malabsorpsi obat. Pada pasien HIV/ AIDS terdapat korelasi antara imunosupresi yang

berat dengan derajat penyerapan, karenanya dosis standar OAT yang diterima

suboptimal sehingga konsentrasi obat rendah dalam serum

7. Paduan obat yang diberikan berdasarkan rekomendasi ATS yaitu: 2 RHZE/RH

diberikan sampai 6-9 bulan setelah konversi dahak

8. INH diberikan terus menerus seumur hidup.

9. Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi / sesuai pedoman pengobatan

MDR-TB

Waktu Memulai Terapi

1. Waktu pemberian obat pada koinfeksi TB-HIV harus memperhatikan jumlah limfosit CD4

dan sesuai dengan rekomendasi yang ada (seperti terlihat pada tabel 6)

Tabel 14. Pedoman pemberian ARV pada koinfeksi TB-HIV

Kondisi Rekomendasi Kondisi Rekomendasi

TB paru, CD4 < 50 sel/mm3, atau TB

ekstrapulmonal Mulai terapi OAT, segera

mulai terapi ARV jika

toleransi terhadap AOT telah tercapai

TB paru, CD4 50-200 sel/mm3 atau hitung

limfosit

total < 1200 sel/mm3

Mulai terapi OAT. Terapi ARV dimulai

setelah 2 bulan

TB paru, CD4 > 200 sel/mm3 atau hitung

limfosit

simptomatik, AIDS (+Kaposi/ Ca cervix / limfoma / wasting syndrome / pneumonia P.

Carinii/ toksoplasmosis otak / retinitis virus sitomegalo / kandidiasis esofagus, trakea,

bronkus, sel/mm3), asimptomatik + viral load > 55.000 kopi/ml) Interaksi obat TB dengan

ARV (Anti Retrovirus)

2. Pemakaian obat HIV/AIDS misalnya zidovudin akan meningkatkan kemungkinan

terjadinya efek toksik OAT

3. Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida, kecuali

Didanosin (ddI) yang harus diberikan selang 1 jam dengan OAT karena bersifat sebagai

buffer antasida

4. Interaksi dengan OAT terutama terjadi dengan ARV golongan non-nukleotida dan

inhibitor protease.Rifampisin jangan diberikan bersama dengan nelfinavir karena

43

Page 44: 51493208 Referat TB Paru

rifampisin dapat menurunkan kadar nelfinavir sampai 82%. Rifampisin dapat menurunkan

kadar nevirapin sampai 37%, tetapi sampai saat ini belum ada peningkatan dosis nevirapin

yang direkomendasikan

F. TB Paru Pada Kehamilan dan Menyusui

1. Tidak ada indikasi pengguguran pada pasien TB dengan kehamilan

2. Obat antituberkulosis tetap dapat diberikan kecuali streptomisin, karena efek samping

streptomisin pada gangguan pendengaran janin

3. Pada pasien TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap dapat diberikan, walaupun

beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi konsentrasinya kecil dan tidak

menyebabkan toksik pada bayi

4. Wanita menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya juga mendapat

pengobatan OAT, dianjurkan tidak menyusui bayinya agar bayi tidak mendapat dosis

berlebihan

5. Pada wanita usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin,

dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi

interaksi obat yang menyebabkan efektiviti obat kontrasepsi hormonal berkurang.

G. TB Paru dan Gagal Ginjal

1. Jangan menggunakan streptomisin, kanamisin dan capreomycin

2. Sebaiknya hindari penggunaan etambutol, karena waktu paruhnya memanjang dan

terjadi akumulasi etambutol. Dalam keadaan sangat diperlukan, etambutol dapat

diberikan dengan pengawasan kreatinin

3. Sedapat mungkin dosis disesuaikan dengan faal ginjal (CCT, Ureum, Kreatnin)

4. Rujuk ke ahli Paru

H. TB Paru dengan Kelainan Hati

1. Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum

pengobatan

2. Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh diberikan

3. Paduan obat yang dianjurkan (rekomendasi WHO) ialah 2 SHRE/6 RH atau 2 SHE/10

HE

4. Pada pasien hepatitis akut dan atau klinik ikterik , sebaiknya OAT ditunda sampai

hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat

44

Page 45: 51493208 Referat TB Paru

diberikan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan

dengan 6 RH

5. Sebaiknya rujuk ke ahli Paru

I. Hepatitis Imbas Obat

Dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik (drug induced

hepatitis)

Penatalaksanaan

1. Bila klinik (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) ® OAT Stop

2. Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali,: OAT stop

3. Bila gejal klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan: Bilirubin > 2 ® OAT Stop

4. SGOT, SGPT > 5 kali : OAT stop

5. SGOT, SGPT > 3 kali : teruskan pengobatan, dengan pengawasan

Paduan OAT yang dianjurkan :

1. Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)

2. Setelah itu, monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium normal

kembali (bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi sampai

dengan dosis penuh (300 mg). Selama itu perhatikan klinik dan periksa laboratorium

saat INH dosis penuh , bila klinik dan laboratorium normal , tambahkan rifampisin,

desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga paduan obat

menjadi RHES

3. Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi

II.11 KOMPLIKASI

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan

atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang

mungikin timbul adalah :

1. Batuk darah

2. Pneumotoraks

3. Luluh paru

4. Gagal napas

5. Gagal jantung

6. Efusi pleura

45

Page 46: 51493208 Referat TB Paru

II.12 DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT COURSE (DOTS)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program

penanggulangan tuberculosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga telah

dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang

sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik.

DOTS mengandung lima komponen, yaitu :

1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional

2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik

3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan istilah DOT

(Directly Observed Therapy)

4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan

5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar) baik Istilah DOT diartikan

sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari oleh Pengawas

Menelan Obat (PMO)

A. Tujuan

1. Mencapai angka kesembuhan yang tinggi

2. Mencegah putus berobat

3. Mengatasi efek samping obat jika timbul

4. Mencegah resistensi

B. Pengawasan

Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh :

1. Pasien berobat jalan

Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau petugas sosial

dapat berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak mampu datang secara teratur,

sebaiknya dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat. Rumah PMO harus dekat

dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini.

Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi PMO

a. Petugas kesehatan

46

Page 47: 51493208 Referat TB Paru

b. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)

c. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah

2. Pasien dirawat

Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas RS, selesai

perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.

C. Langkah Pelaksanaan DOT

Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai, pasien

diberikan penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus ikut hadir di

poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT

D. Persyaratan PMO

1. PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh selama

pengobatan dengan OAT dan menjaga kerahasiaan penderita HIV/AIDS.

2. PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan, kader

dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien

E. Tugas PMO

1. Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik

2. Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat

3. Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah

ditentukan

4. Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai

5. Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan

obat

6. Merujuk pasien bila efek samping semakin berat

7. Melakukan kunjungan rumah

8. Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala TB

F. Penyuluhan

47

Page 48: 51493208 Referat TB Paru

Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting, penyuluhan dapat

dilakukan secara :

1. Peroranga/Individu

Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat dilakukan di unit rawat

jalan, di apotik saat mengambil obat dll

2. Kelompok

Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien, kelompok keluarga

pasien, masyarakat pengunjung RS dll

Cara memberikan penyuluhan :

a. Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada

b. Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui tingkat penerimaannya

sebagai bahan untuk penatalaksanaan selanjutnya

c. Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang belum jelas

d. Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah dimengerti, kalau perlu

dengan alat peraga (brosur, leaflet dll)

G. DOTS Plus

1. Merupakan strategi pengobatan dengan menggunakan 5 komponen DOTS

2. Plus adalah menggunakan obat antituberkulosis lini 2

3. DOTS Plus tidak mungkin dilakukan pada daerah yang tidak menggunakan strategi DOTS

4. Strategi DOTS Plus merupakan inovasi pada pengobatan MDR-TB

II.13 PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara :

1. Terapi pencegahan

2. Diagnosis dan pengobatan TB paru BTA positif untuk mencegah penularan

Terapi pencegahan :

Kemoprofilaksis diberikan kepada pasien HIV atau AIDS. Obat yang digunakan pada

kemoprofilaksis adalah Isoniazid (INH) dengan dosis 5 mg / kg BB (tidak lebih dari 300 mg )

sehari selama minimal 6 bulan.

II.14 PENCATATAN DAN PELAPORAN

48

Page 49: 51493208 Referat TB Paru

Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam

sistem informasi penanggulangan TB. Semua unit pelaksana pengobatan TB harus

melaksanakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang baku. Untuk itu pencatatan

dibakukan berdasarkan klasifikasi & tipe penderita serta menggunakan formulir yang sudah

baku pula.

Pencatatan yang dilaksanakan di unit pelayanan kesehatan meliputi beberapa

item/formulir yaitu :

1. Kartu pengobatan TB (01)

2. Kartu identitas penderita TB (TB02)

3. Register laboratorium TB (TB04)

4. Formulir permohonan pemeriksaan dahak (TB05)

5. Daftar tersangka penderita TB (TB06)

6. Formulir pindah penderita TB (TB09)

7. Formulir hasil akhir pengobatan dari penderita TB pindahan (TB10)

Cara pengisisan formulir sesuai dengan buku pedoman penanggulangan TB Nasional

(P2TB). Untuk pembuatan laporan, data yang ada dari formulir TB01 dimasukkan ke dalam

formulir Register TB (TB03) dan direkap ke dalam formulir rekapan yang ada di tingkat

kabupaten/kota

Catatan :

1. Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB di luar paru, maka untuk kepentingan

pencatatan pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.

2. Bila seorang pasien ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai ekstra paru

pada organ yang penyakitnya paling berat

3. Contoh formulir terlampir

II.15 INTERNATIONAL STANDART FOR TUBERCULOSIS CARE

International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan standar yang

melengkapi guideline program penanggulangan tuberkulosis nasional yang konsisten dengan

rekomendasi WHO. Standar tersebut bersifat internasional dan baru di launching pada bulan

februari 2006 serta akan segera dilaksanakan di Indonesia.

International Standard for Tuberculosis Care terdiri dari 17 standar yaitu 6 estándar

untuk diagnosis , 9 stándar untuk pengobatan dan 2 standar yang berhubungan dengan

kesehatan masyarakat. Adapun ke 17 standar tersebut adalah :

49

Page 50: 51493208 Referat TB Paru

1. Setiap individu dengan batuk produktif selam 2-3 minggu atau lebih yang tidak dapat

dipastiklan penyebabnya harus dievaluasi untuk tuberculosis

2. Semua pasien yang diduga tenderita TB paru(dewasa, remaja dan anak anak yang dapat

mengeluarkan dahak) harus menjalani pemeriksaan sputum secara mikroskopis sekurang-

kurangnya 2 kali dan sebaiknya 3 kali. Bila memungkinkan minimal 1 kali pemeriksaan

berasal dari sputum pagi hari

3. Semua pasien yang diduga tenderita TB ekstra paru (dewasa, remaja dan anak) harus

menjalani pemeriksaan bahan yang didapat dari kelainan yang dicurigai. Bila tersedia

fasiliti dan sumber daya, juga harus dilakukan biakan dan pemeriksaan histopatologi

4. Semua individu dengan foto toraks yang mencurigakan ke arah TB harus menjalani

pemeriksaan dahak secara mikrobiologi

5. Diagnosis TB paru, BTA negatif harus berdasarkan kriteria berikut : negatif paling

kurang pada 3 kali pemeriksaan (termasuk minimal 1 kali terhadap dahak pagi hari), foto

toraks menunjukkan kelainan TB, tidak ada respon terhadap antibiotik spektrum luas

(hindari pemakaian flurokuinolon karena mempunyai efek melawan M.Tb sehingga

memperlihatkan perbaikan sesaat). Bila ada fasiliti, pada kasus tersebut harus dilakukan

pemeriksaan biakan. Pada pasien denagn atau diduga HIV, evaluasi diagnostik harus

disegerakan.

6. Diagnosis TB intratoraks (paru, pleura,KGB hilus/mediastinal) pada anak dengan BTA

negatif berdasarkan foto toraks yang sesuai dengan TB dan terdapat riwayat kontak atau

uji tuberkulin/interferon gamma release assay positif. Pada pasien demikian, bila ada

fasiliti harus dilakukan pemeriksaan biakan dari bahan yang berasal daribatuk, bilasan

lambung atau induksi sputum.

7. Setiap petugas yang mengobati pasien TB dianggap menjalankan fungsi kesehatan

masyarakat yang tidak saja memberikan paduan obat yang sesuai tetapi juga dapat

memantau kepatuhan berobat sekaligus menemukan kasus-kasus yang tidak patuh

terhadap rejimen pengobatan. Dengan melakukan hal tersebut akan dapat menjamin

kepatuhan hingga pengobatan selesai.

8. Semua pasien (termasuk pasien HIV) yang belum pernah diobati harus diberikan paduan

obat lini pertama yang disepakati secara internasional menggunakan obat yang

biovaibilitinya sudah diketahui. Fase awal terdiri dari INH,Rifampisin, Pirazinamid dan

etambutol diberikan selama 2 bulan. Fase lanjutan yang dianjurkan adalah INH dan

rifampisin yang selama 4 bulan. Pemberian INH dan etambutol selama 6 bulan

50

Page 51: 51493208 Referat TB Paru

merupakan paduan alternative untuk fase lanjutan pada kasus yan keteraturannya tidak

dapat dinilai tetapi terdapat angka kegagalan dan kekambuhan yang tinggi dihubungkan

dengan pemberian alternatif tersebut diatas kususnya pada pasien HIV. Dosis obat

antituberkulosis ini harus mengikuti rekomendasi internasional. Fixed dose combination

yang terdiri dari 2 obat yaitu INH dan Rifampisin, yang terdiri dari 3 obat yaitu INH,

Rifampisin, Pirazinamid dan yang terdiri dari 4 obat yaitu INH, Rifampisin, Pirazinamid

dan Etambutol sangat dianjurkan khususnya bila tidak dilakukan pengawasan langsung

saat menelan obat.

9. Untuk menjaga dan menilai kepatuhan terhadap pengobatan perlu dikembangkan suatu

pendekatan yang terpusat kepada pasien berdasarkan kebutuhan pasien dan hubungan

yang saling menghargai antara pasien dan pemberi pelayanan. Supervisi dan dukungan

harus memperhatikan kesensitifan gender dan kelompok usia tertentu dan sesuai dengan

intervensi yang dianjurkan dan pelayanan dukungan yang tersedia termasuk edukasi dan

konseling pasien. Elemen utama pada strategi yang terpusat kepada pasien adalah

penggunaan pengukuran untuk menilai dan meningkatkan kepatuhan berobat dan dapat

menemukan bila terjadi ketidak patuhan terhadap pengobatan. Pengukuran ini dibuat

khusus untuk keadaan masing masing individu dan dapat diterima baik oleh pasien

maupun pemberi pelayanan. Pengukuran tersebut salah satunya termasuk pengawasan

langsung minum obat oleh PMO yang dapat diterima oleh pasien dan sistem kesehatan

serta bertanggungjawab kepada pasien dan sistem kesehatan

10. Respons terapi semua pasien harus dimonitor. Pada pasien TB paru penilaian terbaik

adalah dengan pemeriksaan sputum ulang (2x) paling kurang pada saat menyelesaikan

fase awal (2 bulan), bulan ke lima dan pada akhir pengobatan. Pasien dengan BTA+ pada

bulan ke lima pengobatan dianggap sebagai gagal terapi dan diberikan obat dengan

modifikasi yang tepat (sesuai standar 14 dan 15). Penilaian respons terapi pada pasien TB

paru ekstra paru dan anak-anak, paling baik dinilai secara klinis. Pemeriksaan foto toraks

untuk evaluasi tidak diperlukan dan dapat menyesatkan (misleading)

11. Pencatatan tertulis mengenai semua pengobatan yang diberikan, respons bakteriologik

dan efek samping harus ada untuk semua pasien

12. Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan kemungkinan

co infeksi TB-HIV, maka konseling dan testing HIV diindikasikan untuk seluruh TB

pasien sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan prevalens HIV

yang rendah, konseling dan testing HIV hanya diindikasi pada pasien TB dengan keluhan

51

Page 52: 51493208 Referat TB Paru

dan tanda tanda yang diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan

riwayat berisiko tinggi terpajan HIV.

13. Semua pasien TB-HIV harus dievaluasi untuk menentukan apakah mempunyai indikasi

untuk diberi terapi anti retroviral dalam masa pemberian OAT.Perencanaan yang sesuai

untuk memperoleh obat antiretroviral harus dibuat bagi pasien yang memenuhi indikasi.

Mengingat terdapat kompleksiti pada pemberian secara bersamaan antara obat

antituberkulosis dan obat antiretroviral maka dianjurkan untuk berkonsultasi kepada

pakar di bidang tersebut sebelum pengobatan dimulai, tanpa perlu mempertimbangkan

penyakit apa yang muncul lebih dahulu. Meskipun demikian pemberian OAT jangan

sampai ditunda. Semua pasien TB-HIV harus mendapat kotrimoksasol sebagai profilaksis

untuk infeksi lainnya.

14. Penilaian terhadap kemungkinan resistensi obat harus dilakukan pada semua pasien yang

berisiko tinggi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, pajanan dengan sumber

yang mungkin sudah resisten danprevalens resistensi obat pada komuniti. Pada pasien

dengan kemungkinan MDR harus dilakukan pemeriksaan kultur dan uji sensitifity

terhadap INH, Rifampisin dan etambutol.

15. Pasien TB dengan MDR harus diterapi dengan paduan khusus terdiri atas obat-obat lini

kedua. Paling kurang diberikan 4 macam obat yang diketahui atau dianggap sensitif dan

diberikan selama paling kurang 18 bulan. Untuk memastikan kepatuhan diperlukan

pengukuran yang berorientasi kepada pasien. Konsultasi dengan pakar di bidang MDR

harus dilakukan.

16. Semua petugas yang melayani pasien TB harus memastikan bahwa individu yang punya

kontak dengan pasien TB harus dievaluasi (terutama anak usia dibawah 5 tahun dan

penyandang HIV), dan ditatalaksana sesuai dengan rekomendasi internasional. Anak usia

dibawah 5 tahun dan penyandang HIV yang punya kontak dengan kasus infeksius harus

dievaluasi baik untuk pemeriksaan TB yang laten maupun yang aktif

17. Semua petugas harus melaporkan baik TB kasus baru maupun kasus pengobatan ulang

dan keberhasilan pengobatan kepada kantor dinas kesehatan setempat sesuai dengan

ketentuan hukum dan kebijakan yang berlaku

52

Page 53: 51493208 Referat TB Paru

BAB III

RINGKASAN

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis. WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis

pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Laporan

WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia

tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak

berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm.

Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%).

Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-

waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang

berperan dalam virulensi.

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya

yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat

mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis

non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup

menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag

tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.

Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di

tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer

GOHN.

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe

regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.

Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di

kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah atau

tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus

primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer 53

Page 54: 51493208 Referat TB Paru

merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar

(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan

kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan

penyakit TB merupakan bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien

menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana

bantu yang dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan

rencana tindak lanjutnya.

Penatalaksanaan TB dimulai dari penemuan pasien TB yang terdiri dari penjaringan

suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Setelah pasien masuk dalam

klasifikasi yang telah ditentukan, barulah pengobatan yang tepat dapat dilaksanakan.

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip OAT harus diberikan dalam

bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan

kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-

Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk

menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly

Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB

diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di

Indonesia:

1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

3. Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat

kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam

bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam

satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu

paket untuk satu pasien.

Pada kasus-kasus tertentu, terkadang terjadi Multy Drugs Resistence. Untuk

menangani kasus ini dapat maka dapat digunakan OAT lini ke-2. Saat ini paduan yang

dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 –3 OAT lini 1 ditambah dengan obat lini

2, yaitu Ciprofloksasin dengan dosis 1000 – 1500 mg atau ofloksasin 600 – 800 mg (obat

54

Page 55: 51493208 Referat TB Paru

dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari). Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten

ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa

sampai 24 bulan.

International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan standar yang

melengkapi guideline program penanggulangan tuberkulosis nasional yang konsisten dengan

rekomendasi WHO. Standar tersebut bersifat internasional dan baru di launching pada bulan

Februari 2006.

International Standard for Tuberculosis Care terdiri dari 17 standar yaitu 6 estándar

untuk diagnosis , 9 stándar untuk pengobatan dan 2 standar yang berhubungan dengan

kesehatan masyarakat.

55

Page 56: 51493208 Referat TB Paru

DAFTAR PUSTAKA

1. Eddy, PS. Sejarah dan Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis. Simposium Tuberkulosis.

Surabaya, Des. 1982 : 11-20.

2. Raviglione MC, Snider DE, Kochi Arata, Global Epidemiology of Tuberculosis

JAMA 1995 ; 273 : 220-26.

3. WHO.TB A Clinical manual for South East Asia. Geneva, 1997; 19-23.

4. Aditama T.Y. Tuberculosis Situation in Indonesia, Singapore, Brunei Darussalam and

in Philippines, Cermin Dunia Kedokteran 1993 ; 63 : 3 –7.

5. Hudoyo, A. Penerapan Strategi DOTS bagi Penderita TB, Dalam Simposium dan

Semiloka TB Terintegrasi. RSUP Persahabatan, Jakarta, 1999.

6. Broekmans, JF. Success is possible it best has to be fought for, World Health Forum

An International Journal of Health Development. WHO, Geneva, 1997 ; 18 : 243 – 47.

7. Bing, K. Diagnostik dan klasifikasi tuberkulosis paru. RTD Diagnosis dan Pengobatan

Mutakhir Tuberkulosis Pam Semarang, Mei 1989 1-6.

8. Suryatenggara, W. Peranan pyrazinamide dalam pengobatan tuberkulosis Yogyakarta

1984 : 43-55. paru jangka pendek. Simposium Pengobatan Mutakhir Tuberkulosis

Paru Bandung, 57-63.

9. PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta.

2002.

10. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2007; 3-4.

11. Widodo, Eddy. Upaya Peningkatan Peran Masyarakat Dan Tenaga Kesehatan Dalam

Pemberantasan Tuberkulosis. IPB, Bogor. 2004.

12. Werdhani, Retno Asti. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis.

Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, Dan Keluarga FKUI. 2002.

56