Post on 07-Feb-2023
Tugas Kelompok Filsafat Ilmu
PENGENALAN FILSAFAT
OLEH:
KELOMPOK 1
Ulwiyanti NIM : 13B03001
Windayani Ika Yunita Sari S NIM : 13B03010
PROGRAM STUDI PKLH KEHUSUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan hidayahnya sehingga penyusunan
makalah ini dapat diselesaikan pada waktunya.
Tujuan dari penyusun makalah ini tidak lain adalah
sebagai bahan materi penunjang dalam proses perkuliahan
khususnya untuk mata kuliah Filsafat Ilmu pada prodi PKLH
kehususan Geografi Pasca Sarjana Universitans Negeri Makassar.
Makalah ini kami susun dengan pemaparan yang sederhana
supaya mudah dalam memahaminya. Kami sadar dalam penyelesaian
makalah ini banyak hambatan dan persoalan yang ditemui, akan
tetapi berkat bimbingan dan bantuan dari pihak, hambatan dan
persoalan tersebut dapat diatasi. Oleh karena iru sepatutnya
kami menyampaikan ucapan terimah kasih kepada Dosen mata
kuliah yang mendorong dan menfasilitasi sehingga makalah ini
bisa diselesaikan.
Akhirnya penyusun berharap makalah ini dapat meberikan
manfaat bagi pihak-pihak yang terkait, serta saran dan
kritiknya sangat kami harapkan untuk kesempurnaan dari
makalahini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Filsafat mengajar manusia bagaimana ia harus hidup agar
dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia. Perkembangan ilmu
pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah berlangsung
secara mendadak melainkan melalui proses beratahap dan
evolutif. Karenanya, untuk memahami sejarah perekmbangan ilmu
pengetahuan harus melakuakn pembagian atau klaasifikasi secara
priodik. Dalam setiap periode, sejarah perkembangan ilmu
penegtahuan menampilakn ciri khas tertentu. Perkembangan
pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban
yunani. Periodesasi perkembangan ilmu dimulai dari peradaban
yunani dan di akhiri pada zaman kontemporer, secara ringkas
disusun sebagai berikut:
1. Pra Yunani Klasik
Zaman ini disebut zaman batu, karena pada masa itu manusia
masih menggunakna bu sebagia peralatan. Selanjutnya,
manusia menemukan besi, tembaga, dan perak untuk membuat
berbagai peralatan dalam menunjang kehidupannya. Adapun
filsafat lahir pada massa ke-6 SM di Yunani, pada masa
itulah filsafat sangat mendominasi seluruh aspek kehidupan
meski harus diakui bahwa agama masih kelihatan memainkan
peran. Hal ini terjadi pada masa Thales (640-54 SM) dan
Phytagoras(572-500 SM) belum murni rasional, karena
dipengaruhi: (a) Mitologi bangsa Yunani: (b) kesustraan
Yunani dan (c) penagruh ilmu pengetahuan pada waktu itu
telah sampai di Timur kuno.
2. Yunani
Zaman ini disebut zaman kebangkitan filsafat, karena
menjawab persoalan disekitranya dengan rasio dan
meninggalkan kepercayaan terhadap mitologi atau takhayul
rasioonal. Selnajutnya, pada waktu Athena dipimpin oleh
prikles kegiatan politik dan filsafat dapat ebrekmbang
dengan baik. Filsafat zamn Yunani ini diwakili oleh Plato
(427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM).
3. Zaman Pertengahan
Ditandai dengan tampilnya para teolog di lapangan ilmu
pengetahuan. Para ilmuwannya hampir semua adalah para
teolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktifitas
keagamaan. Filsuf yang terkenal pada zaman ini adalah
Augustius (354-430 SM). Menurutnya di balik keteraturan dan
keterlibatan alam semesta ini pasti ada yang
mengendalikannya, yaitu TUHAN, kebenaran mutlak ada pada
ajaran agama.
4. Zaman Reanisme
Renaisans berarti lahir kembali (rebirth), yaitu
dilahirkannya kembali sebagai manusia yang bebas untuk
berpikir. Zaman ini menjadi indikator bangkitnya kembali
indenpedensi rasionalitas manusia, karena sudah tercatat
banyaknya penemuan spekatakuler, seperti teori heliosentrik
oleh Copernicus, yang merupakan pemikirian revolusioner.
Filsuf pada zaman ini adalah Francis Bacon (1561 – 1626 M),
menyatakan filsafat terpisah dari teologia. Meskipun ia
menyakini bahwa penalaran dapat menunjukan Tuhan, tapi ia
menganggap bahwa segala sesuatu yang bercirikan lain dalam
teologi hanya dapat diketahui dengan wahyu. Adapun wahyu
sepenuhnya tegantung pada penalaran.
5. Zaman Modern
Dieknal juga sebagai masa rasionalisme, yang tumbuh dizaman
modern dengan tokoh utama yaitu Rene Descrates (1596 -1650
M) yang dikenal sebagai bapak filsafat Modern, descrates
memperkenalkan Metode Berpikir deduktif logis yang umumnya
diterapkan untuk ilmu alam.
6. Zaman Postmodern
Zaman ini dimulai pada abad ke-20 hingga sekarang, yang
paling dikenal pada zaman ini adalah aliran pragmatisme
yang berkembang di Inggris dan Amerika. Aliran pragmatisme
dikenalkan oleh C.S Pierce (1839 -1914 M) dan dipopulerkan
oleh William James (1842 -1910 M). William James
berpendapat bahwa teori adalah alat untuk memecahkan
masalah dalam pengalamn hidup manusia. Karena itu, teori
dianggap benar, jika teori berfungsi bagi kehidupan
manusia.
Konsep dasar filsafat ilmu adalah kedudukan, fokus,
cakupan, tujuan dan fungsi serta kaitannya dengan implementasi
kehidupan sehari-hari. Pembahasan filsafat ilmu juga mencakup
sistematika, permasalahan, keragaman pendekatan dan paradigma
(pola pikir) dalam pengkajian dan pengembangan ilmu dan
dimensi ontologis, epistomologis dan aksiologis. Selanjutnya
dikaji mengenai makna, implikasi dan implementasi filsafat
ilmu sebagai landasan dalam rangka pengembangan keilmuan dan
kependidikan dengan penggunaan alternatif metodologi
penelitian, baik pendekatan kuantitatif dan kualitatif, maupun
perpaduan kedua-duanya.
Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang
saling terkait, baik secara substansial maupun historis,
karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat.
Filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat
manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris.
Perubahan pola pikir tersebut membawa perubahan yang cukup
besar dengan ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori
ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan itu
terjadi, baik yang berkaitan dengan makro kosmos maupun
mikrokosmos. Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang
selanjutnya berkembang menjadi lebih terspesialisasi dalam
bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin aplikatif dan
terasa manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala ilmu
membangun kerangka berfikir dengan meletakkan tiga dasar
utama, yaitu ontologi, epistimologi dan axiologi. Maka
Filsafat Ilmu menurut Jujun Suriasumantri merupakan bagian
dari epistimologi (filsafat ilmu pengetahuan yang secara
spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah). Dalam
pokok bahasan ini akan diuraika pengertian filsafat ilmu, dan
obyek yang menjadi cakupannya.1)
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Sejarah Perkembangan Filsafat
A. Kajian Filsafat
Definisi kata filsafat bisa dikatakan sebagai sebuah
problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan
bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh
fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan
mendasar (radikal).
Kerapkali ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang
abstrak dan berada di awang-awang (tidak mendarat) saja,
padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam kehidupan
kita sehari-hari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit
(atau lebih bisa dikatakan tidak tunggal), karena
menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya
dengan realitas hidup kita.
Ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-
eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan
mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk
itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk
solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini
secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk
dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika
berpikir dan logika bahasa.
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi
tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf.
Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), filsafat
merupakan pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang
paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia
dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika,
estetika dan teori pengetahuan.
Beberapa filsuf mengajukan beberapa definitif pokok
filsafat seperti: Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu
pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
Upaya untuk melukiskan hakekat realitas akhir dan dasar
serta nyata, Upaya untuk menentukan batas-batas jangkauan
pengetahuan: sumbernya, hakekatnya, keabsahannya, dan
nilainya. Penyelidikan kritis dan radikal atas pengandaian-
pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh
berbagai bidang pengetahuan. Sesuatu yang berupaya untuk
membantu kita melihat apa yang kita katakan dan untuk
mengatakan apa yang kita lihat.
Kalau menurut tradisi filsafati yang diambil dari zaman
Yunani Kuno, orang yang pertama memakai istilah philosophia
dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), setelah dia
membaca tulisan Herakleides Pontikos (penganut ajaran
Aristoteles) yang memakai kata sophia. Pytagoras menganggap
dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan
yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan.
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia
merupakan kata serapan dari bahasa Arab لس��������ة� ,ف�� yang juga
diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa ini,
kata tersebut merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-
kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia =
“kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang
“pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang
dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia.
Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa
Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut
“filsuf”.
Dalam istilah Inggris, philosophy, yang berarti filsafat,
juga berasal dari kata Yunani “philosophia” yang lazim
diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut sebagai cinta kearifan.
Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno
itu, filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan
pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali.
Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan
meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan
intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin
dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis
(The Liang Gie, 1999).
Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti
semesta dalam hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya
(esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca
indera manusia sekalipun.Bidang filsafat sangatlah luas dan
mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh
pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta
tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan
hidupnya. Filsafat menggunakan bahan-bahan dasar deskriptif
yang disajikan bidang-bidang studi khusus dan melampaui
deskripsi tersebut dengan menyelidiki atau menanyakan sifat
dasarnya, nila-nilainya dan kemungkinannya.Tujuannya adalah
pemahaman dan kebijaksanaan. Karena itulah filsafat
merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan
dunia. Suatu bidang yang berhubungan erat dengan bidang-
bidang pokok pengalaman manusia.
Ditinjau dari segi beberapa aspek filsafat terdiri dari
tiga bagian aspek yaitu
Aspek Ontologi
Filsafat dipelajari karena ketakjuban manusia atas fakta
(Plato + Aristoteles, 381-322 SM).
Philosophi = The Greek Miracle (Keajaiban Yunani).
Philein = Philos = Cinta
Sophia = Kebijaksanaan
Filsafat :
� Ilmu tentang Kebijaksanaan atau Ilmu mencari
kebijaksanaan
� Ilmu pengetahuan umum tentang kebijaksanaan / kebenaran
Filsuf = Pencinta / Pencari Kebenaran atau kebijaksanaan
(K)
= Pencari kebijaksanaan (relatif) akal budi
untuk tindakan.
Kebijaksanaan Absolut : - ada pada Tuhan
- Ada manusiawi
Pythagoras (582-496 SM) -> Seorang Filsuf = Filosofos ->
mendapatkan Rumus Pythagoras, namun tidak merasa hebat.
Philosophos = Kawan kebijaksanaan, bukan orang bijaksana
= Pencari / Pencinta
Kebijaksanaan
Filsafat (Ontologi) : Ilmu tentang kebijaksanaan atau
kebenaran
Yang dipelajari adalah
obyek sebenarnya
Obyek sebenarnya :
� Obyek materi : Seluruh fakta kenyataan, misalnya :
manusia, alam, dll
� Obyek formal : bidang kajian semua pengetahuan, mis :
biologi, faal, kedokteran, dll
Menurut Witgenstein, Titus :
Filsafat : Usaha untuk menyatakan kebenaran fakta secara
menyeluruh, mendalam dan sejelas mungkin.\
Aspek aksiologi For What (Untuk Apa, Apa Nilainya)
a) Filsafat (Aksiologi) : Adalah untuk mencari kebenaran
tentang seluruh fakta / kenyataan.
b) Kegunaannya : 1. ) Menemukan kebenaran 2. )
Menimbulkan keyakinan 3.) Menemukan ide
ASPEK EPISTEMOLOGI (WHY, HOW)
WHY : karena keinginan berfilsafat untuk menemukan
kebenaran dengan :
a) memakai ratio-logos-akal budi. Seterusnya ditanyakan
mengapa benar karena didiskusikan, dianalisis
dengan ratio untuk menemukan kebenaran.
b) mengapa ditanyakan oleh karena :
1. Ketakjuban akan dirinya “yang ada” (Plato &
Aristoteles ± 350 SM), dan
ketakjuban akan moral hukum dan langit dengan
bintang. Imanuel Kant
(± 1750) memikirkan untuk ditemukan bagaimana
kebenarannya.
2. Kesangsian kemampuan panca indra (Agustinus ±
400, Descartes
±1600) karena indrawi seringkali menipu ->
bagaimana kebenarannya
3. Kesadaran eksistensi dirinya yang kecil
dibanding alam semesta
-> bagaimana kebenaran fakta / kenyataan
tersebut.
Pendekatan Fenomenologi / Gejala
Gejala hubungan kesatuan asasi subyek (manusia)-obyek
(pengetahuan, benda untuk menemukan hasil bersifat
sementara dan terbuka) yang dapat dikritik.
Gejala jasmani-inderawi yang merupakan hasil pengalaman
kongkrit (hasil tergantung tempat + waktu)
Gejala umum, pengalaman abstrak (hasil tak tergantung
tempat + waktu)
Cara/metode pendalaman gejala tersebut terus
dilakukan dan filsafat mencari kebenaran sesuai
klasifikasi filsafat dan model pendalamannya
B. Munculnya Filsafat
Akibat dari berkembangnya kesusasteraan Yunani dan
masuknya ilmu pengetahuan serta semakin hilangnya
kepercayaan akan kebenaran yang diberikan oleh pemikiran
keagamaan, peran mitologi yang sebelumnya mengikat segala
aspek pemikiran kemudian secara perlahan-lahan digantikan
oleh logos (rasio/ ilmu).
Pada saat inilah, para filsofof kemudian mencoba
memandang dunia dengan cara yang lain yang belum pernah
dipraktekkan sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah. Dalam
mencari keterangan tentang alam semesta, mereka melepaskan
diri dari hal-hal mistis yang secara turun-temurun
diwariskan oleh tradisi. Dan selanjutnya mereka mulai
berpikir sendiri. Di balik aneka kejadian yang diamati
secara umum, mereka mulai mencari suatu keterangan yang
memungkinkan mereka mampu mengerti kejadian-kejadian itu.
Dalam artian inilah, mulai ada kesadaran untuk mendekati
problem dan kejadian alam semesta secara logis dan rasional.
Sebab hanya dengan cara semacam ini, terbukalah
kemungkinan bagi pertanyaan-pertanyaan lain dan penilaian
serta kritik dalam memahami alam semesta. Semangat inilah
yang memunculkan filosof-filosof pada jaman Yunani. Filsafat
dan ilmu menjadi satu.
Filsafat, terutama Filsafat Barat, muncul di Yunani
semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika
orang-orang mulai berfikir-fikir dan berdiskusi akan keadaan
alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak
menggantungkan diri kepada agama pada saat itu yang dianggap
sebagai “tirai besi keilmuan” lagi untuk mencari jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di
Yunani dan tidak di daerah yang berberadaban lain kala itu
seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya
sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya
tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang
lebih bebas.
c. Sejarah Perkembangan Awal Filsafat Dunia
Meski istilah philosophia pertama kali dimunculkan oleh
Pythagoras, namun orang Yunani pertama yang bisa diberi
gelar filsuf ialah Thales (640-546 S.M.) dari Mileta
(sekarang di pesisir barat Turki). Ia merupakan seorang
Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau
kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat
kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam
semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan
kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).
Dalam buku History and Philosophy of Science karangan
L.W.H. Hull (1950), menulis setidaknya sejarah filsafat dan
ilmu dapat dibagi dalam beberapa periode, termasuk di
dalamnya tokoh-tokoh yang terkenal pada periode itu.
Periode pertama, filsafat Yunani abad 6 SM
Pada masa ini ahli filsafatnya adalah Thales,
Anaximandros, dan Anaximenes yang dianggap sebagai bapak-
bapak fisafat dari Mileta. Thales berpendapat bahwa
sumber kehidupan adalah air. Makhluk yang pertama kali
hidup adalah ikan dan menusia yang pertama kali terlahir
dari perut ikan. Thales juga berpendapat bahwa bumi
terletak di atas air. Tentang bumi, Anaximandros
mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya
dengan jarak yang sama terhadap semua badan yang lain.
Sementara Anaximenes dapat dikatakan sebagai pemikir
pertama yang mengemukakan persamaan antara tubuh manusia
dan jagat raya. Udara di alam semesta ibarat jiwa yang
dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh manusia.
Setelah mereka bertiga, Yunani kemudian memiliki
pemikir-pemikir terkenal yang lebih berpengaruh lagi
terhadap perkembangan fisafat, seperti Socrates, Plato,
Aristoteles, Phythagoras, Hypocrates, dan lain
sebagainya.
Periode Kedua, Periode setelah kelahiran Al Masih (Abad
0-6 M)
Pada masa ini pertentangan antara gereja yang
diwakili oleh para pastur dan para raja yang pro kepada
gereja, dengan para ulama filsafat. Sehingga pada masa
ini filsafat mengalami kemunduran. Para raja membatasi
kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah telah
mati suri. Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi
otoritas gereja, gereja dan para raja yang berhak
mengatakan dan menjadi sumber kebenaran.
Periode Ketiga, Periode kejayaan Islam (Abad 6-13 M)
Pada masa ini dunia Kristen Eropa mengalami abad
kegelapan, ada juga yang menyatakan periode ini sebagai
periode pertengahan. Masa keemasan atau kebangkitan Islam
ditandai dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli
dibidang masing-masing, berbagai buku inilah diterbitkan
dan ditulis. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah
Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali yang ahli dalam hokum
Islam, Al-farabi ahli astronomi dan matematika, Ibnu Sina
ahli kedokteran dengan buku terkenalnya yaitu The Canon
of Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali intelek
yang meramu berbagai ilmu sehingga menjadi kesatuan dan
kesinambungan dan mensintesis antara agama, filsafat,
mistik dan sufisme . Ibnu Khaldun ahali sosiologi,
filsafat sejarah, politik, ekonomi, social dan
kenegaraan. Anzahel ahli dan penemu teori peredaran
planet. Tetapi setelah perang salib terjadi umat Islam
mengalami kemundurran, umat Islam dalam keadaan porak-
poranda oleh berbagai peperangan.
Terdapat 2 pendapat mengenai sumbangan peradaban
Islam terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus
berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan
bahwa orang Eropa belajar filsafat dari filosof Yunani
seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang disalin
oleh St. Agustine (354 – 430 M), yang kemudian diteruskan
oleh Anicius Manlius Boethius (480 – 524 M) dan John
Scotus. Pendapat kedua menyatakan bahwa orang Eropah
belajar filsafat orang-orang Yunani dari buku-buku
filasafat Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab oleh filosof Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi.
Terhadap pendapat pertama Hoesin (1961) dengan tegas
menolaknya, karena menurutnya salinan buku filsafat
Aristoteles seperti Isagoge, Categories dan Porphyry
telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan
eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah
menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya
dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan
Boethius menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury, seorang guru
besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan menyalin
kembali buku Organon karangan Aristoteles dari
terjemahan-terjemahan berbahasa Arab, yang telah
dikerjakan oleh filosof Islam.
Sebagaimana telah diketahui, orang yang pertama kali
belajar dan mengajarkan filsafat dari orang-orang sophia
atau sophists (500 – 400 SM) adalah Socrates (469 – 399
SM), kemudian diteruskan oleh Plato (427 – 457 SM).
Setelah itu diteruskan oleh muridnya yang bernama
Aristoteles (384 – 322 SM). Setelah zaman Aristoteles,
sejarah tidak mencatat lagi generasi penerus hingga
munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi banyak
belajar dari kitab-kitab filsafat karangan Plato dan
Aristoteles. Oleh Raja Al-Makmun dan Raja Harun Al-Rasyid
pada Zaman Abbasiyah, Al-Kindi diperintahkan untuk
menyalin karya Plato dan Aristoteles tersebut ke dalam
Bahasa Arab.
Sepeninggal Al-Kindi, muncul filosof-filosof Islam
kenamaan yang terus mengembangkan filsafat. Filosof-
filosof itu diantaranya adalah : Al-Farabi, Ibnu Sina,
Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhamad Iqbal, dan
Ibnu Rushd. Berbeda dengan filosof-filosof Islam
pendahulunya yang lahir dan besar di Timur, Ibnu Rushd
dilahirkan di Barat (Spanyol). Filosof Islam lainnya yang
lahir di barat adalah Ibnu Baja (Avempace) dan Ibnu
Tufail (Abubacer). Ibnu baja dan Ibnu Tufail merupakan
pendukung rasionalisme Aris-toteles. Akhirnya kedua orang
ini bisa menjadi sahabat. Sedangkan Ibnu Rushd yang lahir
dan dibesarkan di Cordova, Spanyol meskipun seorang
dokter dan telah mengarang Buku Ilmu Kedokteran berjudul
Colliget, yang dianggap setara dengan kitab Canon
karangan Ibnu Sina, lebih dikenal sebagai seorang
filosof.
Pandangan Ibnu Rushd yang menyatakan bahwa jalan
filsafat merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran
sejati dibanding jalan yang ditempuh oleh ahli agama,
telah memancing kemarahan pemuka-pemuka agama, sehingga
mereka meminta kepada khalifah yang memerintah di Spanyol
untuk menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis. Sebenarnya
apa yang dikemukakan oleh Ibnu Rushd sudah dikemukakan
pula oleh Al-Kindi dalam bukunya Falsafah El-Ula (First
Philosophy). Al-Kindi menyatakan bahwa kaum fakih tidak
dapat menjelaskan kebenaran dengan sempurna, oleh karena
pengetahuan mereka yang tipis dan kurang bernilai.
Pertentangan antara filosof yang diwakili oleh Ibnu
Rushd dan kaum ulama yang diwakili oleh Al-Ghazali
semakin memanas dengan terbitnya karangan Al-Ghazali yang
berjudul Tahafut-El-Falasifah, yang kemudian digunakan
pula oleh pihak gereja untuk menghambat berkembangnya
pikiran bebas di Eropah pada Zaman Renaisance. Al-Ghazali
berpendapat bahwa mempelajari filsafat dapat menyebabkan
seseorang menjadi atheis. Untuk mencapai kebenaran sejati
menurut Al-Ghazali hanya ada satu cara yaitu melalui
tasawuf (mistisisme). Buku karangan Al-Ghazali ini
kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushd dalam karyanya
Tahafut-et-Tahafut (The Incohenrence of the Incoherence).
Kemenangan pandangan Al-Ghazali atas pandangan Ibnu
Rushd telah menyebabkan dilarangnya pengajaran ilmu
filsafat di berbagai perguruan-perguruan Islam. Hoesin
(1961) menyatakan bahwa pelarangan penyebaran filsafat
Ibnu Rushd merupakan titik awal keruntuhan peradaban
Islam yang didukung oleh maraknya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Hal ini sejalan dengan
pendapat Suriasumantri (2002) yang menyatakan bahwa
perkembangan ilmu dalam peradaban Islam bermula dengan
berkembangnya filsafat dan mengalami kemunduran dengan
kematian filsafat.
Pada pertengahan abad 12 kalangan gereja melakukan
sensor terhadap karangan Ibnu Rushd, sehingga saat itu
berkembang 2 paham yaitu paham pembela Ibnu Rushd
(Averroisme) dan paham yang menentangnya. Kalangan yang
menentang ajaran filsafat Ibnu Rushd ini antara lain
pendeta Thomas Aquinas, Ernest Renan dan Roger Bacon.
Mereka yang menentang Averroisme umumnya banyak
menggunakan argumentasi yang dikemukakan oleh Al-Ghazali
dalam kitabnya Tahafut-el-Falasifah. Dari hal ini dapat
dikatakan bahwa apa yang diperdebatkan oleh kalangan
filosof di Eropah Barat pada abad 12 dan 13, tidak lain
adalah masalah yang diperdebatkan oleh filosof Islam.
Periode Keempat, Periode kebangkitan Eropa (Abad 12-17)
Bersamaannya dengan mundurnya kebudayaan Islam,
Eropah mengalami kebangkitan. Pada masa ini, buku-buku
filsafat dan ilmu pengetahuan karangan dan terjemahan
filosof Islam seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan
Ibnu Rushd diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Pada
zaman itu Bahasa Latin menjadi bahasa kebudayaan bangsa-
bangsa Eropah. Penterjemahan karya-karya kaum muslimin
antara lain dilakukan di Toledo, ketika Raymund menjadi
uskup Besar Kristen di Toledo pada Tahun 1130 – 1150 M.
Hasil terjemahan dari Toledo ini menyebar sampai ke
Italia. Dante menulis Divina Comedia setelah terinspirasi
oleh hikayat Isra dan Mikraj Nabi Muhammad SAW.
Universitas Paris menggunakan buku teks Organon karya
Aristoteles yang disalin dari Bahasa Arab ke dalam Bahasa
Latin oleh John Salisbury pada tahun 1182.
Seperti halnya yang dilakukan oleh pemuka agama
Islam, berkembangnya filsafat ajaran Ibnu Rushd dianggap
dapat membahayakan iman kristiani oleh para pemuka agama
Kristen, sehingga sinode gereja mengeluarkan dekrit pada
Tahun 1209, lalu disusul dengan putusan Papal Legate pada
tahun 1215 yang melarang pengajaran dan penyebaran
filsafat ajaran Ibnu Rushd.
Pada Tahun 1215 saat Frederick II menjadi Kaisar
Sicilia, ajaran filsafat Islam mulai berkembang lagi.
Pada Tahun 1214, Frederick mendirikan Universitas Naples,
yang kemudian memiliki akademi yang bertugas
menterjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab ke dalam Bahasa
latin. Pada tahun 1217 Frederick II mengutus Michael Scot
ke Toledo untuk mengumpulkan terjemahan-terjemahan
filsafat berbahasa latin karangan kaum muslimin.
Berkembangnya ajaran filsafat Ibnu Rushd di Eropah Barat
tidak lepas dari hasil terjemahan Michael Scot. Banyak
orientalis menyatakan bahwa Michael Scot telah berhasil
menterjemahkan Komentar Ibnu Rushd dengan judul de coelo
et de mundo dan bagian pertama dari Kitab Anima.
Pekerjaan yang dilakukan oleh Kaisar Frederick II
untuk menterje-mahkan karya-karya filsafat Islam ke dalam
Bahasa Latin, guna mendorong pengembangan ilmu
pengetahuan di Eropah Barat, serupa dengan pekerjaan yang
pernah dilakukan oleh Raja Al-Makmun dan Harun Al-Rashid
dari Dinasti Abbasiyah, untuk mendorong pengembangan ilmu
pengetahuan di Jazirah Arab.
Setelah Kaisar Frederick II wafat, usahanya untuk
mengembangkan pengetahuan diteruskan oleh putranya. Untuk
tujuan ini putranya mengutus orang Jerman bernama Hermann
untuk kembali ke Toledo pada tahun 1256. Hermann kemudian
menterjemahkan Ichtisar Manthiq karangan Al-Farabi dan
Ichtisar Syair karangan Ibnu Rushd. Pada pertengahan abad
13 hampir seluruh karya Ibnu Rushd telah diterjemahkan ke
dalam Bahasa Latin, termasuk kitab tahafut-et-tahafut,
yang diterjemahkan oleh Colonymus pada Tahun 1328.
Periode Filsafat Modern (Abad 17-20 M)
Dikenal Juga sebagai abad Äufklarung. Pada masa ini
Kristen yang berkuasa dan menjadi sumber otoritas kebenaran
mengalami kehancuran, dan juga awal abad kemunduran bagi
umat Islam. Berbagai pemikiran Yunani muncul, alur
pemikiran yang mereka anut adalah rasionalitas,
empirisrme, dan Kritisme. Peradaban Eropa bangkit
melampaui dunia islam. Masa ini juga memunculkan
intelektual Gerard Van Cromona yang menyalin buku Ibnu
Sina, ”The canon of medicine”, Fransiscan Roger Bacon,
yang menganut aliran pemikiran empirisme dan realisme
berusaha menentang berbagai kebijakan gereja dan penguasa
pada waktu itu. Dalam hal ini Galileo dan Copernicus juga
mengalami penindasan dari penguasa. Masa ini juga
menyebabkan perpecahan dalam agama Kristen, yaitu Kristen
Katolik dan Protestan. Perlawanan terhadap gereja dan
raja yang menindas terus berlangsung Revolusi ilmu
pengetahuan makin gencar dan meningkat. Pada masa ini
banyak muncul para ilmuwan seperti Newton dengan teori
gravitasinya, John Locke yang menghembuskan perlawanan
kepada pihak gereja dengan mengemukakan bahwa manusia
bebas untuk berbicara, bebas mengeluarkan pendapat, hak
untuk hidup, hak untuk merdeka, serta hak berfikir. Hal
serupa juga dilakuklan ole J.J .Rousseau mengecam
penguasa dalam bukunya yang berjudul Social Contak.
Hal berbeda terjadi didunai Islam, pada masa ini
umat Islam tertatih untuk bangkit dari keterpurukan
spiritual. Intelektual Islam yang gigih menyeru umat
Islam untuk kembali pada ajaran al-Quran dan Hadis. Pada
masa krisis moral dan peradaban muncul ilmuwan lainnya
yaitu Muhammad Abduh. Muhammad Abduh berusaha
membangkitkan umat Islam untuk menggunakan akalnya. Ia
berusaha mengikis habis taklid. Hal tersebut dilakukan
oleh Muhammad Abduh agara umat Islam menemukan ilmu yang
berasal dari al-Quran dan hadis.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa
pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran
agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri
manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan
ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa
sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal
dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini
pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin,
maupun yang inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme, yang
mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.
Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes
(1596-1650 M). Dalam buku Discourse de la Methode tahun
1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai
dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan
menyangsikan segalanya, secara metodis. Kalau suatu
kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal
ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan
bagi seluruh pengetahuan.
Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini
ternyata hanya ada satu hal yang tidak dapat diragukan,
yaitu “saya ragu-ragu”. Ini bukan khayalan, tetapi
kenyataan, bahwa “aku ragu-ragu”. Jika aku menyangsikan
sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya.
Dengan lain kata kesangsian itu langsung menyatakan
adanya aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir
( menyadari) maka aku ada. Itulah kebenaran yang tidak
dapat disangkal lagi. — Mengapa kebenaran itu pasti?
Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan terpilah-pilah”
— “clearly and distinctly”, “clara et distincta”.
Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus
diterima sebagai benar. Dan itu menjadi norma Descartes
dalam menentukan kebenaran.
Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu
mereka yang percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada
dalam pikiran.
Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume
(1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama
pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah
(yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang
menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan
inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas
dan sempurna.
Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya
bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari
indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas
tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui
persepsi indera kita.
Gambar 1.7 David Humedan Immanuel Kant
Adapun Kritisisme oleh Imanuel Kant (1724-1804)
mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan
yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-
masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh.
Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal
dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor
yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar
kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang
ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant
setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara
pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (”das Ding an
sich”), namun hanya dunia itu seperti tampak “bagiku”,
atau “bagi semua orang”. Namun, menurut Kant, ada dua
unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia
tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi
lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui
sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan
waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia
fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-
kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses
yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan.
Ini bentuk pengetahuan. Demikian Kant membuat kritik atas
seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu sintesis, dan
meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini.
Begitulah pergulatan antar aliran filsafat Modern.
Rasionalist diwakili Descartes, Empirist diwakili Hume,
dan Kritisme oleh Kant saling menkritik satu sama lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang
sekarang kita sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana
kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lain
sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan bertanya
tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka
itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafati.
Kalau ilmu diibiratkan sebagai sebuah pohon yang memiliki berbagai
cabang pemikiran, ranting pemahaman, serta buah solusi, maka
filsafat adalah tanah dasar tempat pohon tersebut berpijak dan
tumbuh.
Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat
adalah ratio yang bertanya. Sedang objek materinya ialah semua yang
ada yang bagi manusia perlu dipertanyakan hakikatnya. Maka menjadi
tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada sampai akhirnya
menemukan kebijaksanaan universal.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani
dan tidak di daerah yang berberadaban lain kala itu seperti
Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di
Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta
sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Dalam perkembanganya, filsafat Yunani sempat mengalami masa
pasang surut. Ketika peradaban Eropa harus berhadapan dengan
otoritas Gereja dan imperium Romawi yang bertindak tegas terhadap
keberadaan filsafat di mana dianggap mengancam kedudukannya sebagai
penguasa ketika itu.
Filsafat Yunani kembali muncul pada masa kejayaan Islam
dinasti Abbasiyah sekitar awal abad 9 M. Tetapi di puncak
kejayaannya, dunia filsafat Islam mulai mengalami kemunduran ketika
antara para kaum filsuf yang diwakili oleh Ibnu Rusd dengan para
kaum ulama oleh Al-Ghazali yang menganggap filsafat dapat
menjerumuskan manusia ke dalam Atheisme bergolak. Hal ini setelah
Ibnu Rusd sendiri menyatakan bahwa jalan filsafat merupakan jalan
terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang
ditempuh oleh ahli atau mistikus agama.
Setelah abad ke-13, peradaban filsafat islam benar-benar
mengalami kejumudan setelah kaum ulama berhasil memenangkan
perdebatan panjang dengan kaum filosof. Kajian filsafat dilarang
masuk kurikulum pendidikan. Pemerintahan mempercayakan semua konsep
berfikir kepada para ulama dan ahli tafsir agama. Beriringan dengan
itu, di Eropa, demam filsafat sedang menjamur. Banyak buku-buku
karangan filosof muslim yang diterjemahkan kedalam bahasa latin. Ini
sekaligus menunjukkan bahwa setelah pihak gereja berkuasa pada
masanya dan sebelum peradaban Islam mulai menerjemahkan teks-teks
aristoteles dan lain sebagainya oleh Al Kindhi, di Eropa benar-benar
tidak ditemukan lagi buku-buku filsafat hasil peradaban Yunani.
Entah kebetulan atau tidak, ketika filsafat di dunia islam
bisa dikatakan telah usai dan berpindah ke eropa, peradaban islam
pun mengalami kemunduran sementara di eropa sendiri mengalami masa
yang disebut sebagai abad Renaissance atau abad pencerahan, pada
sekitar abad ke-15 M.
Tapi tidak demikian halnya dalam komunitas gereja. Periode ini
juga menghantarkan dunia kristen menjadi terbelah. Doktrin para
pendeta katolik terus mendapatkan protes dari kaum Protestan.
Adapun para filsuf zaman modern setelah masa aufklarung, abad
ke-17 M, menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci
atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri
manusia sendiri. Para filsuf modern yang tercatat dalam sejarah
ialah Descartes, Karl Marx, Nietsche, JJ Rosseau, Dan lain
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
http://amrianihamzahmustafa.blogspot.com/2010/03/sejarah-dan- perkembangan-filsafat-dari_06.html Diakses tanggal 20
http://a2i3s-c0ol.blogspot.com/2009/01/hubungan-filsafat-islam- dengan-filsafat.html diakses tanggal 20
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1995