Post on 08-Jan-2023
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam segala peristiwa dan sejarah para
nabi yang diutus oleh ALLAH SWT hanya untuk
melaksanakan perintahnya menyembah ALLAH SWT.
Dan tiada tuhan yang maha esa dan patut
dipuji selain NYA. Didalam Al-Quran, banyak
terdapat peristiwa penting serta sejarah-
sejarah para nabi terdahulu. Sebagai
penambahan ilmu pengetahuan agama, makalah
ini dibuat berdasarkan dengan materi yang
telah ditentukan dan juga, dalam aspek
kehidupan manusia terdapat pedoman-pedoman
hidup mereka agar tercapai keselaran antara
didunia dan diakherat.
Dalam keselarasan dari terciptanya nabi Adam
AS sampai nabi yang terakhir yaitu ummulul
mu’minin Muhammad SAW, ter dapat 25 nabi yang
patut kita ketahui, tapi hanya empat nabi
yang mendapat wahyu dari ALLAH SWT, seperti
4
nabi Musa AS mendapatkan kitab TAURAT, nabi
Daud AS mendapatkan kiaab ZABUR, dan nabi ISA
AS mendapatkan kitab INJIL, dan nabi akhirul
zaman yaitu nabi Muhammad SAW dengan kitab
sucinya AL-QURAN dan ditambah lagi dengan
perilaku yang terpujinya disebutkan dari
berbagai hadist shoheh.
B. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk menambah wawasan bagi penulis makalah
dan juga mudah-mudahan bias bermanfaat untuk
semua kalangan yang membutuhkan dari resensi
makalah ini, dan tak lebih pula penulisan
makalah ini berfungsi dalam pengetahuan
setiap makhluk di muka bumi ini untuk lebih
menghargai dan bias berbuat dengan segala
yang baik yang tertulis dari setiap lembaran-
lembaran AL-QURAN dan AL-HADIST.
C. Metode Penulisan
a. Subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah para
kisah nabi-nabi yang menerima wahyu
dari ALLAH SWT, termuat dalam
makalah ini beberapa peristiwa
penting sepanjang sejarah dalam
5
perjalan nabi Musa AS dengan
kitabnya TAURAT sampai nabi
Muhammad SAW dengan kitabnya Al-
Quran.
b. Rancangan makalah
i. Jenis makalah
Makalah ini adalah makalah
eksposisi, yaitu terdapat
pemaparan-pemaparan cerita kisah
para nabi terdahulu dalam
menyebarkan perintah-perintah ALLAH
SWT untuk menyembahNYA.
ii. Data makalah
Data yang terdapat dalam makalah
ini berisi berbagai sumber-sumber
pengetahuan perintah ALLAH SWT
kepada utusannya, dan data tersebut
diambil dalam berbagai sumber di
dunia maya”internet”.
6
II. KISAH NABI MUSA ASNabi Musa AS diutus untuk berdakwah di negeri
Mesir, dan mengajak Bani Israil menyembah Allah SWT.
Musa dan Harun adalah keturunan ke-4 dari Nabi Ya'qub
AS yang tinggal di Mesir sejak Nabi Yusuf berkuasa
disana. Mesir saat itu dikuasai oleh Fir'aun.
Penduduknya terdiri dari 2 bangsa, yaitu penduduk asli
Mesir yang disebut sebagai orang Qubti, dan orang Israil,
yaitu keturunan Nabi Ya'qub AS. Kebanyakan orang Qubti
menduduki jabatan-jabatan tinggi, sedang orang Israil
hanya berkedudukan rendah, seperti buruh, pelayan dan
pesuruh. Firaun memerintah dengan tangan besi. Ia
diktator bengis yang tidak berperi kemanusiaan. Mabuk
dan rakus kekuasaan, sampai-sampai ia berani menyebut
dirinya sebagai Tuhan.
A. Kekejaman Fir'aun membunuh bayi laki-laki
Suatu ketika, Fir'aun bermimpi, yang oleh dukun
peramalnya mimpi itu diartikan dengan akan lahirnya
seorang bayi laki-laki dari Bani Israil yang akan
merampas kekuasaan raja. Seketika itu Fir'aun
7
menginstruksikan seluruh pasukannya untuk membunuh
setiap bayi laki-laki yang lahir.
Ibu Musa, Yukabad, istri Imron bin Qahat bin Lewi bin Ya'qub AS,
merasa sangat gelisah karena begitu ketatnya
penyelidikan para petugas. Suatu ketika ibu Musa
mendapat petunjuk melalui mimpinya agar anaknya yang
berusia 3 bulan dimasukkan ke dalam kotak lalu
dihanyutkan ke sungai Nil. Allah SWT menjamin bahwa
bayinya pasti akan selamat, bahkan Yukabad kelak tetap
akan dapat merawatnya.
Isyarat itu dilaksanakan dengan penuh ketabahan dan
tawakal. Kakak Musa diperintahkan untuk mengikuti
kemana peti itu hanyut dan di tangan siapakah Musa
nanti ditemukan. Kotak yang berisi bayi itu tiba-tiba
tersangkut di pohon dan berhenti di belakang rumah
Fir'aun. Puteri Fir'aun menemukan peti tsb, dan ia
adalah seorang yang berpenyakit belang. Ketika
menyentuh Musa, mendadak penyakitnya sembuh. Dengan
perasaan gembira ia membawa peti itu kepada Asiah, istri
Fir'aun, dan memberitahu apa yang telah terjadi. Asiah
mengambil bayi itu dan berniat untuk memeliharanya.
Asiah adalah seorang yang beriman kepada Allah SWT.
Namun lantaran takut oleh kekejaman Fir'aun, ia
menyembunyikan keimanannya. Ketika itu Fir'aun
mendengar adanya wanita cantik bernama Asiah, dan ia
pun menikahinya. Namun tatkala ia hendak menggauli
istrinya itu, seluruh badannya tiba-tiba menjadi kaku
8
sehingga ia pun tidak bisa mendekatinya, hanya bisa
memandangnya.
Fir'aun merasa curiga terhadap bayi yang ditemukan
istrinya, tetapi Asiah tetap bersikeras untuk
memeliharanya karena ia sudah lama mendambakan anak.
Bayi itu oleh Asiah diberi nama Musa, yang artinya air
dan pohon (mu = air, sa = pohon).
di antara sejumlah inang pengasuh pilihan Asiah, bayi
Musa hanya mau menyusu pada Yukabad, sehingga Asiah
akhirnya menerima Yukabad sebagai inang pengasuh Musa.
Dengan demikian janji Allah SWT bahwa Yukabad tetap
akan mendapatkan kembali bayinya terpenuhi.
Kisah ini dapat ditemui dalam surat Al-Qasas: 4-13.
Musa meninggalkan Mesir
Setelah selesai masa penyusuan bersama ibunya, Musa
dikembalikan lagi ke istana Fir'aun. Ia dipelihara
sebagaimana anak-anak raja yang lain. Berpakaian
seperti Fir'aun, mengendarai kendaraan Fir'aun,
sehingga ia dikenal sebagai Pangeran Musa bin Fir'aun.
Walaupun dididik dalam tradisi istana, sejak kecil Musa
memahami bahwa ia bukan anak Fir'aun melainkan
keturunan Bani Israil yang tertindas. Karena prihatin
terhadap nasib rakyat yang dianiaya oleh keluarga raja
dan para pembesar kerajaan, Musa bertekad untuk membela
kaumnya yang lemah.
Suatu saat tindakan Musa membela seorang anggota
kaumnya yang berkelahi melawan seorang dari golongan
9
Fir'aun menyebabkan yang terakhir ini tewas. Seorang
saksi yang melihat kejadian itu lalu melaporkan pada
Fir'aun. Mengetahui bahwa Musa membela orang Israil,
Fir'aun segera memerintahkan orang untuk menangkap
Musa. Akhirnya Musa melarikan diri dan memutuskan untuk
meninggalkan Mesir. Ia bertaubat dan memohon ampun
kepada Allah. Saat itu ia berusia 18tahun. Kisah ini
terdapat dalam surat Al-Qasas: 14-21.
Musa pergi ke Madyan, kota tempat tinggal Nabi Syu'aib
AS. Dari Mesir ke Madyan harus ditempuh berjalan kaki
selama 8 hari. Karena kelelahan dan merasa lapar, Musa
beristirahat di bawah pepohonan. Tak jauh dari
tempatnya beristirahat, ia melihat dua orang gadis
berusaha berebut untuk mendapatkan air di sumur guna
memberi minum ternak yang mereka gembalakan. Kedua
gadis itu berebutan dengan sekelompok pria-pria kasar
yang tampak tidak mau mengalah.
Melihat itu, Musa segera bergerak menolong kedua gadis
tsb. Laki-laki kasar tadi mencoba melawan Musa, tapi
Musa dapat mengalahkan mereka.
B. Musa menikah
Kedua gadis ini tak lain adalah putri-putri Nabi
Syu'aib AS. Mereka lalu melaporkan kejadian yang telah
dialami bersama Musa kepada ayah mereka. Syu'aib lalu
menyuruh kedua putrinya untuk mengundang Musa datang ke
rumah mereka.
10
Musa memenuhi undangan itu. Keluarga Syu'aib sangat
senang melihat Musa. Sikapnya sopan dan tampak sekali
ia seorang pemuda bermartabat dari kalangan bangsawan.
Kepada Syu'aib, Musa menceritakan peristiwa pembunuhan
yang telah dilakukannya, yang menyebabkan ia terusir
dari Mesir. Syu'aib menyarankan agar ia tetap tinggal
di rumahnya agar terhindar dari kejaran orang-orang
Fir'aun.
Syu'aib bermaksud menikahkan Musa dengan salah seorang
putrinya. Sebagai syarat mas kawin, Musa diminta
bekerja menggembalakan ternak-ternak milik Nabi Syu'aib
selama 8 tahun. Musa menyanggupi syarat tsb, bahkan ia
menggenapkan masa kerjanya menjadi 10 tahun. Ia
menjalani pekerjaannya dengan sabar. Selama itu,
nampaklah oleh keluarga Syu'aib bahwa Musa adalah
pemuda yang kuat, perkasa, jujur dan dapat diandalkan.
Tak salah jika Nabi Syu'aib mengambilnya sebagai
menantu. Musa sangat bahagia hidup bersama istrinya.
Nabi Syu'aib juga lega karena anaknya mendapat
pelindung yang dapat dipercaya. Kisah tentang hal ini
terdapat dalam surat Al-Qasas: 22-28.
Musa kembali ke Mesir
Sepuluh tahun setelah meninggalkan Mesir, Musa berniat
kembali ke sana bersama istrinya. Musa sadar, tidak
mustahil bahwa orang-orang Mesir masih akan mencarinya,
11
oleh sebab itu ia dan istrinya tidak berani melalui
jalan biasa melainkan memilih jalan memutar.
Sampai suatu malam, mereka tersesat tak tahu arah mana
yang harus ditempuh untuk meneruskan perjalanan ke
Mesir. Saat itulah Musa melihat ada cahaya api terang
benderang di atas sebuah bukit. Musa berkata kepada
istrinya, "Tunggu disini, aku akan mengambil api itu
untuk menerangi jalan kita."Tatkala Musa menghampiri
api tsb, tiba-tiba terdengar suara menyeru, "Hai Musa!
Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua
terompahmu. Sesungguhnya kamu berada di lembah suci
Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah
apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya Aku ini
adalah Allah. Tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah
Aku, dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku."
Inilah wahyu pertama yang diterima langsung oleh Nabi
Musa AS. Dengan diterimanya wahyu ini, maka Musa telah
diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Sebagai rasul, Allah
SWT memberinya mukjizat berupa tongkat yang bisa
berubah menjadi ular dan tangannya yang dapat bersinar
putih cemerlang setelah dikepitkan di ketiaknya. Kisah
ini dapat dilihat pada surat Tâhâ: 9-23.
Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk berdakwah
kepada Fir'aun. Musa masih merasa takut karena dulu ia
pernah membunuh orang Mesir, namun Allah menjanjikan
perlindungan untuknya, maka tentramlah hatinya. Untuk
12
lebih memantapkan dakwahnya, Musa memohon kepada Allah
agar ia ditemani oleh Harun, saudaranya, karena Harun
amat cakap dalam berbicara dan berdebat. Permintaan
Musa dikabulkan. Harun yang masih berada di Mesir
digerakkan hatinya oleh Allah sehingga ia berjalan
menemui Musa. Hal tsb dinyatakan dalam surat Al-Qasas:
32-35 dan surat Tâhâ: 42-47.
Akhirnya bersama-sama Harun, Musa menghadap Fir'aun. Ia
mengadakan dialog dengan Fir'aun tentang Tuhan. Namun
Fir'aun menanggapinya dengan sinis dan mengejek Musa
tak tahu diri. Dulu ia diasuh dan dibesarkan di istana
Mesir, tapi kini ia malah berbalik menentang Fir'aun.
Musa menjawab bahwa semua itu terjadi disebabkan karena
ulah Fir'aun sendiri. Seandainya Fir'aun tidak
memerintahkan membunuh bayi laki-laki, tidak mungkin ia
dihanyutkan di sungai Nil sampai akhirnya ditemukan dan
diangkat anak oleh istri Fir'aun. Musa tidak merasa
berhutang budi pada Fir'aun.
Musa mengatakan bahwa sesungguhnya Fir'aun bukanlah
Tuhan. Ada Tuhan lain yang berhak disembah, Tuhan nenek
moyang mereka, Tuhan seluruh alam semesta. Fir'aun
sangat murka dan meminta Musa untuk menunjukkan tanda-
tanda kebesaran Tuhan.
C. Keberhasilan Musa melawan ahli-ahli sihir Fir'aun
Di depan masyarakat luas, Nabi Musa AS dapat
menunjukkan mukjizatnya menghadapi ahli-ahli sihir
Fir'aun. Musa mempersilakan ahli-ahli sihir Fir'aun
13
untuk mempertunjukkan kebolehan mereka lebih dulu.
Mereka lalu melemparkan tali dan tongkat-tongkatnya.
Tak lama kemudian tali-tali dan tongkat-tongkat itu
berubah menjadi ular yang ribuan ekor banyaknya.
Fir'aun tertawa bangga menyaksikan kebolehan para ahli
sihirnya. Masyarakat yang hadir disana juga terkagum-
kagum.
Dengan tenang Musa melemparkan tongkatnya, tongkat itu
segera berubah menjadi ular yang sangat besar dan
langsung melahap ular-ular para ahli sihir Fir'aun.
Dalam waktu singkat, ular-ular itu habis ditelan oleh
ular Nabi Musa.
Para ahli sihir itu terbelalak heran. Apa yang
diperlihatkan Musa bukanlah seperti sihir yang mereka
pelajari dari syaitan. Sadar akan hal itu, para ahli
sihir tsb berlutut kepada Musa, dan menyatakan diri
sebagai pengikut ajaran yang dibawanya. Mereka
bertaubat dan hanya akan menyembah Allah saja. Kisah
ini dijelaskan dalam surat Asy-Syu'arâ': 18-51
Fir'aun sangat murka melihat pembelotan para ahli sihir
yang telah bertaubat itu. Ia mengancam akan menyiksa
mereka dengan siksaan yang sangat kejam, namun para
ahli sihir itu tetap memilih menjadi pengikut Musa.
Akhirnya Fir'aun memerintahkan untuk memotong tangan
dan kaki mereka, serta menyalib mereka di batang pohon
kurma. Mereka pun menerimanya dengan sabar dan tetap
beriman kepada Allah. Jumlah mereka saat itu 70 orang.
14
Azab bagi Fir'aun dan pengikutnya
Kejengkelan Fir'aun memuncak setelah Nabi Musa AS
memperoleh pengikut yang lebih banyak. Fir'aun menjadi
semakin kejam terhadap Bani Israil. Nabi Musa AS
senantiasa menyuruh kaumnya untuk bersabar menghadapi
kesewenang-wenangan Fir'aun. Fir'aun pun tak henti-
hentinya mengejek dan menghina Musa.
Karena semakin lama tindakan Fir'aun makin merajalela,
Nabi Musa AS berdoa kepada Allah SWT agar Fir'aun dan
pengikutnya diberi azab. Allah SWT mengabulkan doa
Musa. Kerajaan Fir'aun dilanda krisis keuangan. Selain
itu wilayah Mesir dilanda kemarau panjang. Banyak panen
yang gagal, tanaman dan pepohonan banyak yang mati,
disusul badai topan yang merobohkan rumah-rumah mereka.
Jutaan belalang berdatangan menyerbu hewan dan
perkebunan, juga kutu dan katak. Setelah kemarau,
muncul banjir besar. Akibat banjir itu kemudian juga
muncul wabah penyakit. Anak laki-laki bangsa Mesir
mendadak mati, tak terkecuali anak-anak Fir'aun
sendiri, termasuk putra mahkota.
Pengikut Fir'aun mendatangi Nabi Musa AS untuk memohon
agar azab itu dicabut dari mereka dengan janji mereka
akan beriman. Namun ketika Allah SWT mengabulkan
permintaan itu, mereka ingkar terhadap janjinya.
Riwayat ini terdapat dalam surat Al-Mu'minûn: 26, Az-
Zukhruf: 51-54, Yûnus: 88-89, dan Al-A'râf: 130-135.
15
Peristiwa Laut Merah terbelah
Bani Israil yang makin menderita karena ulah Fir'aun
dan pengikutnya meminta Nabi Musa AS untuk membawa
mereka keluar dari Mesir. Setelah mendapat wahyu dari
Allah agar mengajak kaumnya pergi meninggalkan Mesir,
Musa lalu membawa kaumnya ke Baitulmakdis. Mereka pergi
secara diam-diam di malam hari. Ketika sampai di tepi
Laut Merah, mereka baru menyadari bahwa tentara Fir'aun
mengejar mereka. Para pengikut Musa sangat panik karena
tidak bisa lari kemana pun. Saat itulah turun wahyu
agar Musa memukulkan tongkatnya ke laut. Laut pun
membelah hingga terbentang jalan bagi Musa dan
pengikutnya untuk menyeberang. Fir'aun dan tentaranya
mengejar rombongan itu, namun ketika Musa dan
pengikutnya telah sampai di tepi sementara Fir'aun dan
tentaranya masih di tengah laut, atas perintah Allah
laut pun kembali menutup hingga Fir'aun dan pasukannya
tenggelam.
Di saat-saat terakhir menjelang kematiannya, Fir'aun
sempat bertaubat dan menyatakan diri beriman kepada
Allah. Namun taubat menjelang ajal yang dilakukan oleh
Fir'aun itu sudah terlambat dan tidak lagi diterima
oleh Allah, sehingga matilah ia dalam keadaan tetap
kafir.Kisah tentang ini terdapat dalam surat Tâhâ: 77-
79, Asy-Syu'arâ: 60-68, dan Yûnus: 90-92.
Ternyata, mayat Fir'aun tetap utuh sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur'an surat Yûnus: 92, sebagai
16
tanda bagi umat yang kemudian. Ini telah terbukti
dengan diketemukannya mummi Fir'aun (Pharaoh) di Mesir
pada abad ke-20 M.
Karunia bagi Bani Israil
Dalam perjalanan ke Mesir, Bani Israil sangat manja.
Saat mereka haus, Musa memukulkan tongkatnya ke batu.
Dari batu tsb, memancarlah 12 mata air, sesuai dengan
jumlah suku (sibith) Bani Israil, sehingga masing-
masing suku memiliki mata air sendiri. Di Gurun Sinai
yang panas terik, tak ada rumah untuk dihuni, tak ada
pohon untuk berteduh, maka Allah menaungi mereka dengan
awan. Ketika bekal makanan dan minuman mereka habis,
mereka pun meminta Musa memohon pada Allah SWT agar
diberikan makanan dan minuman, maka Allah menurunkan
kepada mereka Manna dan Salwa. Manna adalah makanan
yang turun dari udara seperti turunnya embun, turun di
atas batu dan daun pohon. Rasanya manis seperti madu.
Sedang Salwa adalah sejenis burung puyuh yang datang
berbondong-bondong silih berganti sampai-sampai hampir
menutupi bumi lantaran banyaknya.
Mendapat karunia dan rezki yang demikian melimpahnya
dari Allah, Bani Israil bukannya bersyukur, malah
mereka meminta makanan dari jenis yang lain lagi.
Disinilah mulai terlihat betapa Bani Israil itu sangat
kufur terhadap nikmat Allah. Berbagai tuntutan dan
permintaan dari Bani Israil ini diceritakan dalam surat
Al-A'râf: 160 dan Al-Baqarah: 61.
17
D. Turunnya kitab Taurat
Setelah persoalan dengan Fir'aun selesai, Nabi Musa
AS memohon untuk diberikan kitab suci sebagai pedoman.
Allah SWT lalu memerintahkan Nabi Musa AS untuk
berpuasa selama 30 hari dan pergi berkhalwat ke Bukit
Thur Al-Aiman atau Thursina. Sebelum pergi, Musa meminta
Harun menjadi wakilnya untuk mengurus kaumnya.
Setelah berpuasa selama 30 hari, Allah memerintahkannya
berpuasa 10 hari lagi untuk menggenapkan ibadahnya
menjadi 40 hari. Setelah itu Allah berbicara kepadanya
dengan Kalam-Nya yang Azali, sehingga Musa pun memiliki
keistimewaan yang tidak dimiliki oleh manusia lain.
Dalam kesempatan bermunajat di Bukit Thursina ini,
timbul kerinduan Musa untuk bertemu Allah SWT. Ia pun
meminta agar Allah SWT mengizinkan dirinya untuk
melihat Zat-Nya. Allah SWT mengatakan bahwa ia telah
meminta sesuatu yang diluar kesanggupannya. Allah SWT
kemudian menyuruh Musa untuk melihat ke sebuah bukit.
Allah akan menampakkan wujudnya kepada bukit itu. Jika
bukit itu tetap tegak berdiri, maka Musa dapat melihat-
Nya, namun jika bukit yang lebih besar darinya itu tak
mampu bertahan, maka lebih-lebih lagi dirinya. Ketika
Musa mengarahkan pandangan ke bukit tsb, seketika itu
juga bukit itu hancur luluh. Melihat itu Musa merasa
terkejut dan ngeri, ia pun jatuh pingsan.
Setelah sadar, ia bertasbih dan bertahmid seraya
memohon ampun kepada Allah SWT atas kelancangannya.
18
Selanjutnya, Allah SWT memberikan kitab Taurat sebagai
kitab suci yang berupa kepingan-kepingan batu. Di
dalamnya tertulis pedoman hidup dan penuntun beribadah
kepada Allah SWT. Kisah munajat Nabi Musa AS di Bukit
Thursina ini diceritakan dalam surat Al-A'râf: 142-145.
Patung anak sapi
Sepeninggal Nabi Musa AS, Bani Israil dihasut oleh
seorang munafik bernama Samiri. Karena keyakinan tauhid
mereka yang memang belum terlalu tebal, dengan mudah
mereka termakan hasutan Samiri. Bani Israil membuat
patung anak sapi yang disembah sebagai tuhan mereka.
Sebelum pergi ke bukit Thursina, Musa berkata kepada
kaumnya bahwa ia akan meninggalkan mereka tidak lebih
dari 30 hari. Ketika Allah memerintahkannya untuk
menambah ibadahnya 10 hari lagi sehingga bertambah lama
kepergiannya, maka mereka menganggapnya telah
melupakannya. Samiri mengatakan kepada Bani Israil
bahwa keterlambatan Musa ini disebabkan karena mereka
telah membuat marah Tuhan dengan mengambil perhiasan-
perhiasan dari kuburan orang-orang Mesir. Maka untuk
meminta ampun kepada Tuhan dan agar Musa mau kembali
pada mereka, mereka harus melemparkan perhiasan-
perhiasan tsb ke dalam api.
Mereka pun percaya dengan hasutan Samiri. Para wanita-
wanita Bani Israil lalu melemparkan perhiasan-perhiasan
emas mereka ke dalam api. Dari emas yang terkumpul itu
Samiri lalu membuat patung anak sapi. Dengan teknik
19
khusus, ia membuat angin bisa masuk dan menimbulkan
suara dari mulut patung itu sehingga seolah-olah patung
itu dapat berbicara. Kemudian Samiri menyuruh Bani
Israil untuk menyembahnya.
Nabi Harun AS tidak berdaya menghadapi kaumnya yang
kembali murtad itu. Ketika Nabi Musa AS kembali, ia
sangat marah dan bersedih hati melihat perilaku
kaumnya. Mula-mula ia pun marah kepada Harun yang
dianggapnya tidak bisa menjaga kaumnya dengan baik,
namun setelah mendengar penjelasan dari Harun, ia pun
tenang kembali. Ia mengusir Samiri dan menjelaskan pada
kaumnya tentang perbuatan mereka yang salah. Sebagai
hukuman, Samiri diberi kutukan oleh Allah, jika ia
disentuh atau menyentuh manusia, maka badannya akan
menjadi panas demam. Itulah azab Samiri di dunia,
seumur hidupnya ia tidak bisa berhubungan dengan siapa
pun.
Setelah Samiri pergi, Musa membakar patung anak sapi
sembahan Bani Israil dan membuang abunya ke laut. Allah
SWT kemudian memerintahkan Musa AS agar membawa
sekelompok kaumnya untuk memohon ampun atas dosa mereka
menyembah patung anak sapi. Musa mengajak 70 orang
terpilih dari Bani Israil ke Bukit Thursina. Setelah
mereka berpuasa menyucikan diri, muncullah awan tebal
di bukit itu. Nabi Musa AS dan rombongannya memasuki
awan gelap itu dan bersujud. Ketika bersujud, 70 orang
itu mendengar percakapan antara Nabi Musa AS dengan
20
Allah SWT. Timbul keinginan mereka untuk melihat Zat
Allah. Bahkan mereka menyatakan tidak akan beriman
sebelum melihat-Nya. Seketika itu pula tubuh mereka
tersambar halilintar hingga mereka pun tewas.
Nabi Musa AS memohon agar kaumnya diampuni dan
dihidupkan kembali. Maka Allah SWT pun membangkitkan
kembali 70 orang pengikut Musa itu. Musa lalu menyuruh
mereka bersumpah untuk berpegang teguh pada kitab
Taurat sebagai pedoman hidup, dan beriman kepada Allah
SWT. Cerita ini terdapat dalam Al Qur'an surat Al-A'râf:
149-155 dan Al-Baqarah: 55, 56, 63, 64.
E. Sapi Betina (Al Baqarah)
Suatu hari terjadi peristiwa pembunuhan di antara
kaum Nabi Musa. Untuk mengetahui siapa pembunuh orang
tsb, atas petunjuk Allah SWT, Musa memerintahkan
kaumnya untuk mencari seekor sapi betina. Dengan lidah
sapi itu nantinya mayat yang terbunuh akan dipukul dan
akan hidup lagi atas kehendak dan izin dari Allah SWT.
Kaum Bani Israil sebenarnya enggan melaksanakan
perintah ini, karenanya mereka sangat cerewet dan
banyak bertanya dengan harapan supaya Allah SWT
akhirnya membatalkannya, sebagaimana dikisahkan dalam
Al Qur'an surat Al-Baqarah: 67-71.
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor
sapi betina. Mereka berkata: Apakah kamu hendak
menjadikan kami buah ejekan? Musa menjawab: Aku
21
berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah
seorang dari orang-orang yang jahil. (QS. 2:67)
Mereka menjawab: Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami,
agar dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah
itu? Musa menjawab: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa
sapi betina itu adalah sapi yang tidak tua dan tidak
muda, pertengahan antara itu. Maka kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu. (QS. 2:68)
Mereka berkata: Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami
agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya. Musa
menjawab: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi
betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning
tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang
memandangnya. (QS. 2:69)
Mereka berkata: Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami
agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi
betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar
bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan
mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu). (QS.
2:70)
Musa berkata: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi
betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai
untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi
tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya. Mereka
berkata: Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi
betina yang sebenarnya. Kemudian mereka menyembelihnya
22
dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.
(QS. 2:71)
Nama surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina diambil
karena dalam surat ini terdapat kisah penyembelihan
sapi betina.
Dapat dilihat pada ayat-ayat tsb bahwa sikap Bani
Israil yang cerewet justru telah menyulitkan mereka
sendiri. Seandainya ketika diperintahkan pertama kali
mereka langsung melaksanakannya, tentulah mereka tidak
akan repot, tetapi mereka malah mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang rumit sehingga hampir saja mereka tidak
dapat menemukan sapi sesuai ciri-ciri yang diterangkan
oleh Musa.
Begitu sapi sudah diperoleh, mereka lalu menyembelihnya
dan lidah sapi itu dipukulkan ke tubuh mayat orang yang
terbunuh. Seketika itu ia menjadi hidup kembali dan
menceritakan bahwa ia telah dibunuh oleh sepupunya
sendiri.
Allah mengharamkan tanah Palestina bagi Bani Israil
Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS membawa kaumnya ke
Palestina, tempat suci yang telah dijanjikan bagi Nabi
Ibrahim AS sebagai tempat tinggal anak cucunya. Bani
Israil yang telah mendapat berbagai karunia dari Allah
SWT adalah kaum yang keras kepala dan tidak bersyukur.
Sebelum mengajak kaumnya berhijrah, Musa mengutus
perintis jalan untuk menyelidiki tentang penduduk
penghuni Palestina. Ketika kembali, para perintis jalan
23
itu mengabarkan bahwa tanah suci tsb dihuni oleh suku
Kana'an yang kuat-kuat, dan kota-kotanya memiliki
benteng yang kokoh. Mengetahui hal itu, merasa
gentarlah Bani Israil dan tidak mau mematuhi perintah
Musa untuk menyerang. Mereka hanya mau kesana jika suku
itu telah disingkirkan terlebih dahulu.
Nabi Musa AS sangat marah terhadap sikap kaumnya itu,
karena sikap tsb mencerminkan bahwa mereka belum benar-
benar beriman kepada Allah SWT, padahal Allah SWT telah
berjanji bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan mampu
mengalahkan suku Kana'an. Di antara Bani Israil itu,
ada 2 orang bertakwa yang menasihati mereka agar masuk
dari pintu kota supaya mereka bisa menang. Akan tetapi
Bani Israil menolak nasihat itu dan melontarkan kepada
Musa kalimat yang menunjukkan pembangkangan dan sifat
pengecut, "Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan
berperanglah, sementara kami menunggu di sini."
Habislah kesabaran Musa. Ia lalu memanjatkan doa agar
Allah SWT memberikan putusan-Nya atas sikap kaumnya.
Sebagai hukuman bagi Bani Israil yang menolak perintah
Allah SWT, Allah SWT mengharamkan wilayah Palestina
selama 40 tahun bagi mereka. Mereka akan tersesat,
padahal tanah yang dijanjikan sudah ada di depan mata.
Selama itu mereka akan berkeliaran di muka bumi tanpa
memiliki tempat bermukim yang tetap.
Hal ini dikisahkan dalam surat Al-Maidah: 20-26.
Pertemuan Musa dengan orang saleh
24
Pada suatu kesempatan berkhutbah di hadapan kaumnya,
Nabi Musa AS mengatakan bahwa dirinyalah yang paling
pandai dan berpengetahuan. Allah SWT menegur sikapnya
ini dan berfirman, "Sesungguhnya Aku mempunyai seorang
hamba di tepi laut yang lebih pandai darimu."
Berkatalah Musa, "Wahai Tuhanku, apa yang harus
kuperbuat untuk bertemu dengannya?"
Allah berfirman, "Ambillah seekor ikan kecil dan
letakkan di dalam keranjang. Dimanapun engkau
kehilangan ikan itu, maka disitulah ia berada."
Musa melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah
kepadanya. Ia mengambil seekor ikan kecil, kemudian ia
pergi dengan ditemani seorang sahayanya. Saat mereka
tiba di pertemuan antara dua buah laut, mereka duduk
sejenak untuk beristirahat. Tertidurlah mereka,
sementara saat itu turun hujan sehingga ikan yang
mereka bawa dapat melompat dan meluncur ke laut.
Sahaya Musa mengetahui hal ini, namun ia lupa
memberitahukannya kepada Musa. Mereka terus melanjutkan
perjalanan. Ketika mereka merasa lapar dan hendak
makan, saat itulah sahaya Musa teringat akan ikan yang
hilang itu, maka ia pun memberitahu Musa. Mendengar itu
Musa sangat gembira. "Inilah yang kita cari. Mari kita
kembali untuk mengikuti jejak dimana ikan itu hilang."
Belum sampai di tempat yang dituju, Musa telah bertemu
dengan orang yang dimaksud. Hamba Allah SWT yang saleh
itu dikenal dengan nama Nabi Khidir AS. Nabi Musa AS yang
25
ingin belajar dari hamba-Nya yang saleh itu meminta
agar diizinkan mengikuti Nabi Khidir. Nabi Khidir
menjawab bahwa ia tidak akan dapat sabar atas
keikutsertaannya, karena ia akan melihat tindakan-
tindakan yang bertentangan dengan syariatnya. Namun
Musa berkata bahwa ia akan bersabar dan tidak akan
menentang urusan Nabi Khidir. Akhirnya Nabi Khidir
mengizinkan Musa untuk mengikutinya, namun dengan
syarat bahwa Musa tidak boleh mempertanyakan tindakan-
tindakan yang akan dilakukannya, karena pada akhirnya
ia akan menceritakan rahasia di balik tindakan-
tindakannya itu.
Pergilah Musa bersama Nabi Khidir menyusuri tepi laut.
Tiba-tiba lewat di depan mereka sebuah kapal, maka
keduanya meminta kepada penumpang-penumpangnya untuk
mengangkut mereka. Mereka diizinkan menumpang, lalu
keduanya pun naik ke kapal itu. Saat para penumpang
lengah, Nabi Khidir melubangi dinding kapal yang
terbuat dari kayu itu sedemikian rupa sehingga
kerusakannya akan mudah untuk diperbaiki. Musa yang
melihat kejadian ini merasa ngeri dan tanpa sadar ia
lupa dengan perjanjiannya untuk tidak mengajukan
pertanyaan apa pun, maka ia pun berkata, "Apakah engkau
merusak kapal orang-orang yang telah menghormati kita?
Engkau telah melakukan sesuatu yang tercela."
Nabi Khidir mengingatkan kepada Musa akan perjanjian
mereka, maka sadarlah Musa, ia meminta supaya jangan
26
dihukum atas kelupaannya ini. Keduanya lalu meneruskan
perjalanan dan bertemu dengan seorang anak yang sedang
bermain bersama kawan-kawannya. Nabi Khidir lalu
membujuk anak itu ikut dengannya dan membawanya ke
tempat yang agak jauh dari teman-temannya, lalu ia
membunuhnya. Panas hati Musa melihat perbuatan yang
keji ini sehingga dengan marah ia berkata, "Apakah
engkau membunuh jiwa yang suci bersih tanpa dosa?
Engkau telah berbuat sesuatu yang mungkar. "Nabi Khidir
kembali mengingatkan Musa akan syarat yang berlaku
antara keduanya. Musa menyesal atas ketidaksabarannya.
Ia pun berkata, "Jika setelah ini aku bertanya lagi
kepadamu, maka janganlah menemani aku, karena sudah
cukup alasan bagiku untuk berpisah denganmu."
Kemudian keduanya pun meneruskan perjalanan kembali.
Saat merasa haus dan lapar, masuklah mereka ke sebuah
desa. Mereka meminta kepada penghuninya supaya bersedia
memberi mereka makan dan menjadikan mereka sebagai
tamu, namun permintaan mereka ini ditolak dengan kasar
oleh penghuni desa tsb. Dalam perjalanan pulang,
mereka mendapati sebuah dinding yang hampir roboh. Nabi
Khidir lalu memperbaiki dinding yang roboh itu dan
mendirikan bangunannya. Melihat ini, Musa tidak tahan
lalu bertanya, "Apakah engkau mau membalas orang-orang
yang telah mengusir kita dengan memperbaiki dinding
rumah mereka? Andaikata engkau kehendaki, engkau bisa
meminta upah atas pekerjaanmu untuk membeli makanan."
27
Dengan timbulnya pertanyaan Musa ini, maka berpisahlah
ia dengan Nabi Khidir. Namun sebelum berpisah, Nabi
Khidir menjelaskan rahasia-rahasia perbuatannya. Ia
berkata, "Mengenai kapal yang aku lubangi dindingnya,
itu adalah kepunyaan beberapa orang miskin yang tidak
punya harta selain itu, dan aku mengetahui bahwa ada
seorang raja yang suka merampas setiap kapal yang baik
dari pemiliknya. Sebab itu aku merusaknya sedikit
supaya nantinya mudah diperbaiki lagi, dan bila raja
melihatnya ia pun menduga kapal itu adalah kapal yang
buruk sehingga ia akan membiarkannya pada pemiliknya
dan selamatlah kapal itu pada mereka.
Mengenai anak kecil yang aku bunuh, ia adalah seorang
anak yang menampakkan tanda-tanda kerusakan sejak
kecil, sedang kedua orangtuanya adalah orang-orang yang
beriman dan saleh. Aku khawatir rasa kasih sayang
orangtua terhadap anaknya akan membuat mereka
menyeleweng dari kesalehan mereka dan menjerumuskannya
ke dalam kekafiran dan kesombongan, maka aku pun
membunuhnya untuk menenangkan kedua orangtua yang
beriman ini, dan anak yang jahat itu semoga akan diberi
gantinya oleh Allah SWT dengan anak yang lebih baik dan
lebih berbakti serta lebih sayang kepada kedua
orangtuanya. Adapun dinding rumah yang kudirikan, itu
adalah milik dua anak yatim di kota itu yang di
bawahnya terdapat harta terpendam kepunyaan mereka, dan
ayah mereka adalah seorang yang saleh. Maka Tuhanmu
28
yang Maha Pemurah ingin menjaga harta itu bagi mereka
sampai mereka dewasa dan mengeluarkannya. Semua yang
kuperbuat itu bukanlah atas usahaku, melainkan itu
adalah wahyu dari Allah SWT. Dan inilah penjelasan dari
kejadian-kejadian yang mana engkau tidak bisa
bersabar."
Kisah pertemuan Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS ini
terdapat dalam surat Al-Kahfi: 60-82.
F. Kisah Qarun dan hartanya
Tersebutlah seorang pengikut Nabi Musa AS yang
sangat kaya, yang bernama Qarun. Meskipun sangat kaya,
namun ia tidak mau menyedekahkan hartanya bagi fakir
miskin. Nasihat-nasihat Nabi Musa AS tidak
dipedulikannya, bahkan ia mengejek dan memfitnah Nabi
Musa AS.
Guna memberi pelajaran pada Qarun dan memberi contoh
pada kaumnya, Musa memanjatkan doa agar Allah SWT
menurunkan azabnya pada diri hartawan itu. Allah SWT
lalu memberi azab dengan menguburkan semua harta
kekayaan beserta diri Qarun melalui bencana tanah
longsor yang dahsyat. Kisah Qarun dan hartanya ini
terdapat dalam surat Al-Qasas: 76-82.
Larangan hari sabath
Sesuai dengan syariat dalam Taurat, Nabi Musa
menentukan hari Sabtu sebagai hari untuk berkumpul dan
29
beribadah. Pada hari itu kaum Bani Israil dilarang
untuk melakukan usaha apa pun, termasuk berniaga dan
mencari ikan. Namun pada hari Sabtu tsb justru ikan-
ikan sangat banyak terlihat di laut. Sesungguhnya ini
merupakan kehendak Allah SWT untuk menguji keimanan dan
ketaatan Bani Israil. Ternyata mereka tidak tahan
dengan ujian ini dan melanggar larangan hari Sabath,
oleh sebab itu Allah kemudian mengutuk sebagian mereka
menjadi kera.
Hal ini disebutkan dalam surat Al-Baqarah: 65 dan Al-A'râf:
166.
III. Daud AS
30
Nabi Daud AS adalah salah seorang nabi dari Bani
Israil, yaitu dari sibith Yahuda. Ia merupakan
keturunan ke-13 dari Nabi Ibrahim AS.
A. Thalut Sang Raja
Sesudah Nabi Harun dan Nabi Musa wafat, kaum Bani
Israil dipimpin oleh Nabi Yusya' bin Nun, yang memang
telah ditunjuk oleh Nabi Musa untuk menggantikan beliau
sesaat sebelum kewafatannya. Berkat kepemimpinan Yusya'
bin Nun mereka dapat menguasai tanah Palestina dan
bertempat tinggal di istana. Namun setelah Yusya bin
Nun wafat, mereka terpecah belah. Isi kitab Taurat
berani mereka rubah dan ditambah-tambah. Mereka sering
bersilang pendapat sesama mereka sendiri, hingga
akhirnya hilanglah kekuatan persatuan mereka. Tanah
Palestina diserbu dan dikuasai bangsa lain.
Bani Israil menjadi bangsa jajahan yang tertindas.
Mereka merindukan datangnya seorang pemimpin yang tegas
dan gagah berani untuk melawan penjajah. Pada suatu
hari, mereka pergi menemui Nabi Samuel untuk meminta
petunjuk. "Wahai Samuel, angkatlah salah seorang di
antara kami sebagai Raja yang akan memimpin kita
berperang melawan penjajah. "Tetapi Nabi Samuel
menjawab, "Aku khawatir bila sudah mendapat pemimpin
yang dipilih Allah, kalian justru tidak mau berangkat
perang”. "Kita sudah lama menjadi bangsa tertindas,"
31
kata mereka. "Kita tidak mau menderita lebih lama
lagi."
Karena didesak oleh kaumnya, Nabi Samuel kemudian
berdoa kepada Allah SWT agar menetapkan satu di antara
mereka menjadi pemimpin. Doa Nabi Samuel dikabulkan,
Allah memilih Thalut sebagai Raja yang memimpin mereka.
Tapi ternyata begitu mendengar nama Thalut diucapkan
oleh Nabi Samuel, mereka justru menolak dengan alasan
bahwa Thalut tidak begitu dikenal, ia hanya seorang
petani biasa yang sangat miskin. Nabi Samuel kemudian
menjelaskan bahwa walaupun Thalut itu petani biasa,
namun ia pandai strategi perang, tubuhnya kekar dan
kuat, dan pandai tentang ilmu tata negara. Baru
akhirnya mereka mau menerima Thalut sebagai Raja
mereka.
B. Kisah Jalut dan Daud
Thalut mengajak orang-orang yang tak punya ikatan
rumah tangga dan perdagangan ke medan perang. Dengan
memilih orang-orang terbaik itu, ia berharap mereka
dapat memusatkan diri pada pertempuran dan tak
terganggu dengan urusan rumah tangga dan perdagangan.
Salah seorang anak muda yang ikut dalam barisan Thalut
adalah seorang remaja bernama Daud. Ia diperintah oleh
ayahnya untuk menyertai kedua kakaknya yang maju ke
medan perang. Daud tidak diperkenankan maju ke garis
depan, ia hanya ditugaskan untuk melayani kedua
32
kakaknya. Tempatnya di garis belakang. Jika kakaknya
lapar atau haus, dialah yang melayani dan menyiapkan
makanan dan minuman bagi mereka.
Tentara Thalut sebenarnya tidak seberapa banyak. Jauh
lebih banyak dan lebih besar tentara Jalut Sang Penindas
(Goliath). Jalut sendiri adalah seorang panglima perang
yang bertubuh besar seperti raksasa. Setiap orang yang
berhadapan dengannya selalu binasa. Tentara Thalut
gemetar saat melihat keperkasaan musuh-musuhnya itu.
Demi melihat tentaranya ketakutan, Thalut berdoa kepada
Allah, "Ya Tuhan kami, curahkanlah kesabaran atas diri
kami, dan kokohkanlah pendirian kami, dan tolonglah
kami terhadap orang-orang yang kafir."
Maka dengan kekuatan doa itu mereka menyerbu tentara
Jalut. Tak mengira lawan yang berjumlah sedikit itu
mempunyai keberanian bagaikan singa terluka, akhirnya
pasukan Jalut dapat diporak-porandakan dan lari
tercerai berai.
Tinggallah Jalut Sang Panglima dan beberapa pengawalnya
yang masih tersisa. Thalut dan pengikutnya tak berani
berhadapan dengan raksasa itu. Lalu Thalut mengumumkan,
siapa yang dapat membunuh Jalut maka ia akan
diangkatnya sebagai menantu. Tak disangka dan diduga,
Daud yang masih berusia remaja tampil ke depan, minta
izin kepada Thalut untuk menghadapi Jalut. Mula-mula
Thalut ragu, mampukah Daud yang masih sangat belia itu
mengalahkan Jalut? Namun setelah didesak oleh Daud,
33
akhirnya ia mengizinkan anak muda itu maju ke medan
perang.
Dari kejauhan Thalut mengawasi sepak terjang Daud yang
menantang Jalut. Jalut memang sombong. Ia telah
berteriak berkali-kali, menantang orang-orang Israil
untuk berperang tanding. Ia juga mengejek bangsa Israil
sebagai bangsa pengecut dan hinaan-hinaan lainnya yang
menyakitkan hati. Tiba-tiba Daud muncul di hadapan
Jalut. Jalut tertawa terbahak-bahak melihat anak muda
itu menantangnya duel. Daud tidak membawa senjata
tajam. Senjatanya hanya ketapel. Berkali-kali Jalut
melayangkan pedangnya untuk membunuh Daud, namun Daud
dapat menghindar dengan gesitnya. Pada suatu
kesempatan, Daud berhasil melayangkan peluru ketapelnya
tepat di antara kedua mata Jalut. Jalut berteriak
keras, roboh dengan dahi pecah, dan tewaslah ia. Dengan
demikian menanglah pasukan Thalut melawan Jalut. Sesuai
janji, Daud lalu diangkat sebagai menantu Raja Thalut.
Ia dinikahkan dengan putri Thalut yang bernama Mikyai.
Daud menjadi Raja
Disamping menjadi menantu Raja, Daud juga diangkat
sebagai penasihatnya. Ia dihormati semua orang, bahkan
rakyatnya seolah lebih menghormati Daud daripada
Thalut. Hal ini membuat Thalut iri hati. Karenanya ia
berusaha mencelakakan Daud ke medan perang yang sulit.
Daud ditugaskan membasmi musuh yang jauh lebih kuat dan
34
lebih besar jumlahnya. Namun Daud justru memenangkan
pertempuran itu dan kembali ke istana dengan disambut
luapan kegembiraan rakyatnya. Thalut makin merasa iri
dan tersaingi atas kepopuleran Daud di mata rakyatnya.
Ia terus mencoba membunuh dan menyingkirkan Daud dengan
berbagai cara, namun selalu menemui kegagalan. Daud
seolah selalu dilindungi Allah.
Akhirnya terjadilah perang Jalbu' antara Thalut dan Daud
serta pendukung mereka. Dalam peperangan itu Thalut
tewas. Setelah kematian Thalut dan putra mahkotanya
yang juga mati dalam pertempuran tsb, maka rakyat
langsung mengangkat Daud sebagai Raja Israil.
C. Mukjizat Nabi Daud AS
Allah SWT menurunkan kitab Zabur bagi Nabi Daud AS.
Selain Zabur, keistimewaan Nabi Daud AS lainnya adalah
setiap pagi dan senja gunung-gunung bertasbih atas
perintah Allah SWT mengikuti tasbihnya. Nabi Daud AS
juga memahami bahasa burung-burung. Binatang juga
mengikuti tasbih Nabi Daud AS.
Keistimewaannya dalam beribadah ini diterangkan dalam
surat Shâd: 17-19 dan Saba': 10.
Selain itu kerajaannya yang kuat belum pernah sekalipun
dapat terkalahkan. Sebaliknya, Nabi Daud AS selalu
mendapat kemenangan dari semua lawannya. Ia menduduki
takhta kerajaan selama 40 tahun.
Diantaranya mukjizatnya adalah Nabi Daud dapat
melunakkan besi seperti lilin, kemudian ia dapat
35
merubah-rubah bentuk besi itu tanpa memerlukan api atau
peralatan apapun. Dari besi itu, ia dapat membuat baju
besi yang dikokohkan dengan tenunan dari bulatan-
bulatan rantai yang saling menjalin secara
berkesinambungan. Jenis baju ini membuat pemakainya
lebih bebas bergerak, karena tidak kaku seperti baju
besi biasa yang dibuat dari besi lembaran.
Tentang mukjizatnya ini disebutkan dalam surat Saba': 10
dan Al-Anbiyâ': 80.
Nabi Daud juga dikaruniai suara yang sangat merdu
sekali. Kitab Zabur yang diturunkan kepadanya selain
berisi pelajaran dan peringatan, juga berisi nyanyian
puji-pujian kepada Tuhan. Nyanyian ini sering juga
disebut dengan Mazmur.
Nabi Daud membagi hari-harinya menjadi 4 bagian. Sehari
untuk beribadah, sehari ia menjadi hakim, sehari untuk
memberikan pengajaran, dan sehari lagi untuk
kepentingan pribadi. Ia juga suka berpuasa. Ia
melakukan puasa dua hari sekali, sehari berpuasa,
sehari lagi tidak.
Peringatan Allah pada Nabi Daud AS
Para nabi adalah manusia yang menjadi contoh teladan
umat. Jika ia melakukan kesalahan, maka Allah segera
memperingatkannya untuk meluruskan kesalahannya itu.
Demikian pula halnya dengan Nabi Daud. Ia memiliki
istri 99 orang. Ketika itu memang tidak ada pembatasan
jumlah istri yang boleh dimiliki oleh seorang lelaki.
36
Seorang lelaki biasa untuk memiliki banyak istri,
terlebih lagi bagi seorang raja. Nabi Daud ingin
menggenapkan istrinya menjadi 100 orang.
Pada suatu hari, datanglah dua orang lelaki mengadu
kepada Nabi Daud. Seorang di antara mereka berkata,
"Saudaraku ini memiliki kambing 99 ekor, sedang aku
hanya memiliki seekor, tetapi ia menuntut dan
mendesakku agar menyerahkan kambingku yang seekor itu
kepadanya, supaya jumlah kambingnya menjadi genap 100
ekor. Ia membawa berbagai alasan yang tak bisa kubantah
karena aku tak pandai berdebat."
Daud lalu bertanya pada lelaki yang satu lagi,
"Benarkah ucapan saudaramu itu?"
"Benar," jawab lelaki itu. Berkatalah Daud dengan
marah, "Jika demikian halnya, maka saudaramu telah
berbuat zalim. Aku tidak akan membiarkanmu meneruskan
perbuatanmu yang semena-mena itu atau engkau akan
mendapat hukuman pukulan pada wajah dan hidungmu!"."Hai
Daud!" kata lelaki itu, "Sebenarnya engkaulah yang
pantas mendapat hukuman yang kau ancamkan kepadaku itu.
Bukankah engkau telah mempunyai 99 istri? Tetapi
mengapa kau masih menyunting lagi seorang gadis yang
sudah bertunangan dengan pemuda yang menjadi tentaramu
sendiri? Padahal pemuda itu sangat setia dan berbakti
kepadamu." Nabi Daud tercengang mendengar ucapan yang
tegas dan berani dari lelaki itu. Ia berpikir keras,
siapakah sesungguhnya kedua orang ini? Tetapi tiba-tiba
37
kedua pria itu sudah hilang lenyap dari pandangannya.
Tahulah Nabi Daud bahwa ia telah diperingatkan Allah
melalui malaikat-Nya. Ia segera bertaubat memohon ampun
kepada Allah, dan Allah menerima taubatnya.
Pelanggaran terhadap Hari Sabath
Suatu ketika rakyat Nabi Daud AS bersepakat untuk
melanggar ketentuan yang menyatakan hari Sabtu (Sabath)
sebagai hari besar untuk Bani Israil, sebagaimana yang
telah diajarkan oleh Nabi Musa AS. Hari Sabat
dikhususkan untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT,
menyucikan hati dan pikiran dengan berzikir dan
bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya,
serta memperbanyak amal dan diharamkan melakukan
kesibukan-kesibukan yang bersifat duniawi. Penduduk
desa Ailat di tepi Laut Merah juga mematuhi perintah
itu. Pada hari Sabtu mereka tidak menangkap ikan,
tetapi pada hari Sabtu itu justru ikan-ikan di laut
banyak menampakkan diri. Akhirnya penduduk Ailat tidak
dapat menahan diri untuk melanggar larangan hari Sabtu
itu. Hari Sabtu mereka gunakan untuk mengumpulkan ikan.
Azab Allah SWT pun turun kepada mereka. Wajah mereka
diubah menjadi wajah yang amat buruk, kemudian terjadi
gempa bumi yang dahsyat. Kisah ini diriwayatkan dalam
surat Al-A'râf: 163-166.
Asal-usul Baitul Maqdis
38
Pada suatu hari, berjangkitlah penyakit kolera di
wilayah kerajaan yang dikuasai Nabi Daud AS. Banyak
rakyat yang mati karena penyakit ini. Nabi Daud
kemudian berdoa kepada Allah agar menghilangkan wabah
ini, maka hilanglah penyakit itu. Untuk menunjukkan
rasa syukurnya kepada Allah, maka Nabi Daud mengajak
putranya, Sulaiman, untuk membangun tempat suci, yaitu
Baitul Maqdis, yang sekarang kita kenal sebagai Masjidil
Aqsha di Yerusalem, Palestina. Tempat inilah yang
menjadi kiblat pertama umat Islam sebelum beralih ke
Ka'bah.
39
IV. ISA ASKelahiran Isa yang aneh
Di antara kekuasaan Allah adalah menciptakan Adam
tanpa ayah dan ibu, menciptakan Hawa dari tulang rusuk
Adam, serta menciptakan Isa tanpa ayah.
Ya, Nabi Isa AS adalah putra Maryam binti Imran yang
dilahirkan tanpa ayah, karena Maryam hamil tanpa
berhubungan dengan laki-laki. Maryam adalah wanita
salehah yang sehari-hari beribadah kepada Allah SWT di
mihrabnya di Baitulmakdis. Suatu ketika ia didatangi
malaikat yang memberitahukan bahwa ia mengandung atas
seizin Allah SWT. Maryam merasa sangat sedih dan cemas
karena khawatir namanya akan tercemar. Menjelang
kelahiran bayinya, ia segera meninggalkan daerah tempat
tinggalnya. Di bawah sebatang pohon kurma, jauh dari
40
tempat asalnya, Maryam melahirkan. Peristiwa aneh ini
akhirnya diketahui juga oleh penduduk. Mereka menuduh
Maryam berbuat zina, namun keajaiban terjadi, bayi yang
baru dilahirkan itu menyelamatkan ibunya dengan ucapan
yang fasih bahwa ibunya tidak melakukan kesalahan dan
semua ini terjadi semata-mata kehendak Allah SWT. Bayi
Maryam inilah yang kelak menjadi Nabi Isa AS. Kisah
kelahiran Nabi Isa AS terdapat dalam surat Ãli-'Imrân:
45-48, dan 59, surat Maryam: 16-35, Al-Anbiyâ: 91, dan
At-Tahrîm: 12.
A. Mukjizat Nabi Isa AS
Sejak kecil, Isa telah menunjukkan perilaku yang
berbeda dibanding anak-anak sebayanya. Ia sangat haus
ilmu pengetahuan. Sejak usia 12 tahun ia telah
menghabiskan seluruh waktunya untuk menuntut ilmu dan
menghadiri pertemuan serta diskusi para ulama di
Baitulmakdis.
Nabi Isa AS, yang dalam agama Nasrani dikenal dengan
nama Yesus Kristus, menerima tugas kenabian pada usia 30
tahun di Bukit Zaitun. Ia segera memproklamasikan
kerasulannya pada Bani Israil. Saat itu kehidupan
keagamaan Bani Israil sudah jauh menyimpang dari ajaran
Nabi Musa AS. Bahkan sebagian dari mereka telah murtad.
Para pemuka Bani Israil menuntut Isa membuktikan
kenabiannya. Allah SWT memberikan banyak mukjizat bagi
Isa, diantaranya ia dapat menghidupkan orang mati,
menyembuhkan sejumlah penyakit, menyembuhkan mata orang
41
yang buta sejak lahir, membuat burung hidup dari tanah
liat, dan memberitahukan kepada orang-orang tentang apa
yang mereka makan dan mereka simpan di rumah-rumah
mereka.
Mukjizatnya ini ditunjukkan pada Bani Israil, dan dalam
waktu relatif singkat, Nabi Isa AS berhasil memperoleh
banyak pengikut.
Selain mukjizat-mukjizat tsb, Allah SWT juga
menganugerahi kitab Injil.
Sejumlah keistimewaan Nabi Isa AS dikisahkan dalam Al
Qur'an surat Ãli-'Imrân: 49-50 dan Al-Mâ'idah: 110.
B. Kabar tentang akan datangnya Nabi Akhir Zaman
Di antara tugas Nabi Isa AS adalah memberitahukan
tentang akan datangnya utusan Allah di akhir zaman yang
bernama Ahmad, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur'an
surat Ash-Shâf: 6.
Dan (ingatlah) ketika 'Isa putera Maryam berkata: Hai
Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku,
yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan
(datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku,
yang namanya Ahmad (Muhammad). Maka tatkala Rasul itu
datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang
nyata, mereka berkata: Ini adalah sihir yang nyata.
(QS. 61:6)
Isa menyebut nama Muhammad dengan perkataan Paraclet yang
berasal dari kata Piracletus dalam bahasa Yunani. Kata
42
ini memang terdapat dalam Injil bahasa Yunani. Dalam
bahasa Yunani, Piracletus artinya yang terpuji. Arti ini
sama dengan kata bahasa Arab Ahmad (=terpuji) atau
Muhammad (=orang yang terpuji).
Pengangkatan Isa ke sisi Allah SWT
Nabi Isa AS diutus oleh Allah kepada Bani Israil untuk
meluruskan akhlak kaum Bani Israil yang telah
menyimpang dari ajaran Taurat dan Zabur yang dibawa
oleh Nabi Musa AS dan Nabi Daud AS. Dalam berdakwah,
Nabi Isa AS didampingi para sahabatnya yang disebut al-
Hawâriyyûn, yang jumlahnya 12 orang, sesuai dengan
jumlah suku (sibith) Bani Israil, sehingga masing-
masing hawari ini ditugaskan untuk menyampaikan risalah
Injil bagi masing-masing suku Bani Israil.
C. Nama-nama ke-12 hawari itu menurut Injil adalah
sebagai berikut:
1. Simon bin Yunus (alias Petrus)
2. Andreas bin Yunus
3. Yakub bin Zabdi
4. Yahya bin Zabdi (alias Yohannes)
5. Pilipus
6. Natanael (alias Bartolomius)
7. Thomas
8. Matius bin Alpius (alias Lewi, pemungut cukai dari
Kapernaum)
9. Yakub bin Alpius
43
10. Lebeus (alias Tadius)
11. Simon Zelotes (dari Kanani)
12. Yudas Iskariot
Kisah para sahabat Nabi Isa AS ini terdapat dalam surat
Al-Mâ'idah: 111-115 dan surat Ãli-'Imrân: 52. Dalam surat
tsb diceritakan bahwa al-Hawâriyyûn meminta Nabi Isa AS
menurunkan makanan dari langit. Nama surat Al-Maidah
yang berarti makanan diambil karena mengandung kisah
ini. Kejadian turunnya makanan dari langit ini makin
menambah ketebalan iman para pengikut Isa AS.
Karena makin lama pengikut Isa AS semakin banyak, para
pemuka Yahudi makin kehilangan pengaruh. Mereka lalu
membuat sejumlah tuduhan palsu terhadap Isa yang
mengakibatkan pihak penguasa Romawi memutuskan untuk
menangkap Isa. Allah SWT yang melindungi rasul-Nya
menyelamatkan Isa dengan mengangkatnya ke sisi-Nya.
Sementara itu, Yudas, murid Isa AS yang munafik dan
berkhianat dengan menunjukkan tempat persembunyian Nabi
Isa AS kepada musuh yang mengejarnya, wajahnya dibuat
oleh Allah SWT menjadi serupa dengan Isa AS, sehingga
dialah yang kemudian diambil pasukan raja dan disalib
di tiang kayu. Kisah ini terdapat dalam surat Ãli-'Imrân:
55 dan An-Nisâ: 157-158.
Menurut riwayat, 6 tahun setelah pengangkatan Nabi Isa
AS, Maryam wafat dan dimakamkan di sebuah gereja di
Baitulmakdis. Sementara itu para al-Hawâriyyûn yang
44
selamat dari pengejaran berdakwah menyebarkan ajaran
Nabi Isa AS secara sembunyi-sembunyi.
V. Muhammad SAWNabi Muhammad SAW adalah nabi pembawa risalah
Islam, rasul terakhir penutup rangkaian nabi-nabi dan
rasul-rasul Allah SWT di muka bumi. Ia adalah salah
seorang dari yang tertinggi di antara 5 rasul yang
termasuk dalam golongan Ulul Azmi atau mereka yang
mempunyai keteguhan hati (QS. 46: 35). Keempat rasul
lainnya dalam Ulul Azmi tsb ialah Ibrahim AS, Musa AS,
Isa AS, dan Nuh AS.
A. Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW adalah anggota Bani Hasyim, sebuah
kabilah yang paling mulia dalam suku Quraisy yang
mendominasi masyarakat Arab. Ayahnya bernama Abdullah
Muttalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar
pengaruhnya. Ibunya bernama Aminah binti Wahab dari Bani
Zuhrah. Baik dari garis ayah maupun garis ibu, silsilah
Nabi Muhammad SAW sampai kepada Nabi Ibrahim AS dan
Nabi Ismail AS.
Tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW dikenal dengan nama
Tahun Gajah, karena pada tahun itu terjadi peristiwa
besar, yaitu datangnya pasukan gajah menyerbu Mekah
dengan tujuan menghancurkan Ka'bah. Pasukan itu
dipimpin oleh Abrahah, gubernur Kerajaan Habsyi di
45
Yaman. Abrahah ingin mengambil alih kota Mekah dan
Ka'bahnya sebagai pusat perekonomian dan peribadatan
bangsa Arab. Ini sejalan dengan keingin Kaisar Negus
dari Ethiopia untuk menguasai seluruh tanah Arab, yang
bersama-sama dengan Kaisar Byzantium menghadapi musuh
dari timur, yaitu Persia (Irak).
Dalam penyerangan Ka'bah itu, tentara Abrahah hancur
karena terserang penyakit yang mematikan yang dibawa
oleh burung Ababil yang melempari tentara gajah. Abrahah
sendiri lari kembali ke Yaman dan tak lama kemudian
meninggal dunia.
Peristiwa ini dikisahkan dalam Al-Qur'an surat Al-Fîl: 1-
5.
Beberapa bulan setelah penyerbuan tentara gajah, Aminah
melahirkan seorang bayi laki-laki, yang diberi nama
Muhammad. Ia lahir pada malam menjelang dini hari
Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, bertepatan dengan 20
April 570 M. Saat itu ayah Muhammad, Abdullah, telah
meninggal dunia.
Nama Muhammad diberikan oleh kakeknya, Abdul Muttalib.
Nama itu sedikit ganjil di kalangan orang-orang
Quraisy, karenanya mereka berkata kepada Abdul
Muttalib, "Sungguh di luar kebiasaan, keluarga Tuan
begitu besar, tetapi tak satu pun yang bernama
demikian." Abdul Muttalib menjawab, "Saya mengerti. Dia
46
memang berbeda dari yang lain. Dengam nama ini saya
ingin agar seluruh dunia memujinya."
Masa pengasuhan Haliman binti Abi Du'aib as-Sa'diyah
Adalah suatu kebiasaan di Mekah, anak yang baru lahir
diasuh dan disusui oleh wanita desa dengan maksud
supaya ia bisa tumbuh dalam pergaulan masyarakat yang
baik dan udara yang lebih bersih. Saat Muhammad lahir,
ibu-ibu dari desa Sa'ad datang ke Mekah menghubungi
keluarga-keluarga yang ingin menyusui anaknya. Desa
Sa'ad terletak kira-kira 60 km dari Mekah, dekat kota
Ta'if, suatu wilayah pegunungan yang sangat baik
udaranya.
di antara ibu-ibu tsb terdapat seorang wanita bernama
Halimah binti Abu Du'aib as Sa'diyah. Keluarga Halimah
tergolong miskin, karenanya ia sempat ragu untuk
mengasuh Muhammad karena keluarga Aminah sendiri juga
tidak terlalu kaya. Akan tetapi entah mengapa bayi
Muhammad sangat menawan hatinya, sehingga akhirnya
Halimah pun mengambil Muhammad SAW sebagai anak
asuhnya.
Ternyata kehadiran Muhammad SAW sangat membawa berkah
pada keluarga Halimah. Dikisahkan bahwa kambing
peliharaan Haris, suami Halimah, menjadi gemuk-gemuk dan
menghasilkan susu lebih banyak dari biasanya. Rumput
tempat menggembala kambing itu juga tumbuh subur.
Kehidupan keluarga Halimah yang semula suram berubah
menjadi bahagia dan penuh kedamaian. Mereka yakin
47
sekali bahwa bayi dari Mekah yang mereka asuh itulah
yang membawa berkah bagi kehidupan mereka.
B. Tanda-tanda kenabian
Sejak kecil Muhammad SAW telah memperlihatkan
keistimewaan yang sangat luar biasa. Usia 5 bulan ia
sudah pandai berjalan, usia 9 bulan ia sudah mampu
berbicara. Pada usia 2 tahun ia sudah bisa dilepas
bersama anak-anak Halimah yang lain untuk menggembala
kambing. Saat itulah ia berhenti menyusu dan karenanya
harus dikembalikan lagi pada ibunya. Dengan berat hati
Halimah terpaksa mengembalikan anak asuhnya yang telah
membawa berkah itu, sementara Aminah sangat senang
melihat anaknya kembali dalam keadaan sehat dan segar.
Namun tak lama setelah itu Muhammad SAW kembali diasuh
oleh Halimah karena terjadi wabah penyakit di kota
Mekah. Dalam masa asuhannya kali ini, baik Halimah
maupun anak-anaknya sering menemukan keajaiban di
sekitar diri Muhammad SAW. Anak-anak Halimah sering
mendengar suara yang memberi salam kepada Muhammad SAW,
"Assalamu 'Alaika ya Muhammad," padahal mereka tidak
melihat ada orang di situ. Dalam kesempatan lain,
Dimrah, anak Halimah, berlari-lari sambil menangis dan
mengadukan bahwa ada dua orang bertubuh besar-besar dan
berpakaian putih menangkap Muhammad SAW. Halimah
bergegas menyusul Muhammad SAW. Saat ditanyai, Muhammad
SAW menjawab, "Ada 2 malaikat turun dari langit. Mereka
memberikan salam kepadaku, membaringkanku, membuka
48
bajuku, membelah dadaku, membasuhnya dengan air yang
mereka bawa, lalu menutup kembali dadaku tanpa aku
merasa sakit."
Halimah sangat gembira melihat keajaiban-keajaiban pada
diri Muhammad SAW, namun karena kondisi ekonomi
keluarganya yang semakin melemah, ia terpaksa
mengembalikan Muhammad SAW, yang saat itu berusia 4
tahun, kepada ibu kandungnya di Mekah.
Dalam usia 6 tahun, Nabi Muhammad SAW telah menjadi
yatim-piatu. Aminah meninggal karena sakit sepulangnya
ia mengajak Muhammad SAW berziarah ke makam ayahnya.
Setelah kematian Aminah, Abdul Muttalib mengambil alih
tanggung jawab merawat Muhammad SAW. Namun kemudian
Abdul Muttalib pun meninggal, dan tanggung jawab
pemeliharaan Muhammad SAW beralih pada pamannya, Abi
Thalib.
Ketika berusia 12 tahun, Abi Thalib mengabulkan
permintaan Muhammad SAW untuk ikut serta dalam
kafilahnya ketika ia memimpin rombongan ke Syam
(Suriah). Usia 12 tahun sebenarnya masih terlalu muda
untuk ikut dalam perjalanan seperti itu, namun dalam
perjalanan ini kembali terjadi keajaiban yang merupakan
tanda-tanda kenabian Muhammad SAW.
Segumpal awan terus menaungi Muhammad SAW sehingga
panas terik yang membakar kulit tidak dirasakan
olehnya. Awan itu seolah mengikuti gerak kafilah
rombongan Muhammad SAW. Bila mereka berhenti, awan itu
49
pun ikut berhenti. Kejadian ini menarik perhatian
seorang pendeta Kristen bernama Buhairah yang
memperhatikan dari atas biaranya di Busra. Ia menguasai
betul isi kitab Taurat dan Injil. Hatinya bergetar
melihat dalam kafilah itu terdapat seorang anak yang
terang benderang sedang mengendarai unta. Anak itulah
yang terlindung dari sorotan sinar matahari oleh
segumpal awan di atas kepalanya. "Inilah Roh Kebenaran
yang dijanjikan itu," pikirnya.
Pendeta itu pun berjalan menyongsong iring-iringan
kafilah itu dan mengundang mereka dalam suatu perjamuan
makan. Setelah berbincang-bincang dengan Abi Thalib dan
Muhammad SAW sendiri, ia semakin yakin bahwa anak yang
bernama Muhammad adalah calon nabi yang ditunjuk oleh
Allah SWT. Keyakinan ini dipertegas lagi oleh kenyataan
bahwa di belakang bahu Muhammad SAW terdapat sebuah
tanda kenabian.
Saat akan berpisah dengan para tamunya, pendeta
Buhairah berpesan pada Abi Thalib, "Saya berharap Tuan
berhati-hati menjaganya. Saya yakin dialah nabi akhir
zaman yang telah ditunggu-tunggu oleh seluruh umat
manusia. Usahakan agar hal ini jangan diketahui oleh
orang-orang Yahudi. Mereka telah membunuh nabi-nabi
sebelumnya. Saya tidak mengada-ada, apa yang saya
terangkan itu berdasarkan apa yang saya ketahui dari
kitab Taurat dan Injil. Semoga tuan-tuan selamat dalam
perjalanan."
50
Apa yang dikatakan oleh pendeta Kristen itu membuat Abi
Thalib segera mempercepat urusannya di Suriah dan
segera pulang ke Mekah.
C. Gelar al-Amin
Pada usia 20 tahun, Muhammad SAW mendirikan Hilful-
Fudûl, suatu lembaga yang bertujuan membantu orang-
orang miskin dan teraniaya. Saat itu di Mekah memang
sedang kacau akibat perselisihan yang terjadi antara
suku Quraisy dengan suku Hawazin. Melalui Hilful-Fudûl
inilah sifat-sifat kepemimpinan Muhammad SAW mulai
tampak. Karena aktivitasnya dalam lembaga ini,
disamping ikut membantu pamannya berdagang, namanya
semakin terkenal sebagai orang yang terpercaya. Relasi
dagangnya semakin meluas karena berita kejujurannya
segera tersiar dari mulut ke mulut, sehingga ia
mendapat gelar Al-Amîn, yang artinya orang yang
terpercaya.
Selain itu ia juga terkenal sebagai orang yang adil dan
memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Suatu ketika
bangunan Ka'bah rusak karena banjir. Penduduk Mekah
kemudian bergotong-royong memperbaiki Ka'bah. Saat
pekerjaan sampai pada pengangkatan dan peletakan Hajar
Aswad ke tempatnya semula, terjadi perselisihan.
Masing-masing suku ingin mendapat kehormatan untuk
melakukan pekerjaan itu. Akhirnya salah satu dari
mereka kemudian berkata, "Serahkan putusan ini pada
orang yang pertama memasuki pintu Shafa ini."
51
Mereka semua menunggu, kemudian tampaklah Muhammad SAW
muncul dari sana. Semua hadirin berseru, "Itu dia al-
Amin, orang yang terpercaya. Kami rela menerima semua
keputusannya."
Setelah mengerti duduk perkaranya, Muhammad SAW lalu
membentangkan sorbannya di atas tanah, dan meletakkan
Hajar Aswad di tengah-tengah, lalu meminta semua kepala
suku memegang tepi sorban itu dan mengangkatnya secara
bersama-sama. Setelah sampai pada ketinggian yang
diharapkan, Muhammad SAW meletakkan batu itu pada
tempatnya semula. Dengan demikian selesailah
perselisihan di antara suku-suku tsb dan mereka pun
puas dengan cara penyelesaian yang sangat bijak itu.
Pernikahan dengan Khadijah
Pada usia 25 tahun, atas permintaan Khadijah binti Khuwailid,
seorang saudagar kaya raya, Muhammad SAW berangkat ke
Suriah membawa barang dagangan saudagar wanita yang
telah lama menjanda itu. Ia dibantu oleh Maisaroh,
seorang pembantu lelaki yang telah lama bekerja pada
Khadijah. Sejak pertemuan pertama dengan Muhammad SAW,
Khadijah telah menaruh simpati melihat penampilan
Muhammad SAW yang sopan itu. Kekagumannya semakin
bertambah mengetahui hasil penjualan yang dicapai
Muhammad SAW di Suriah melebihi perkiraannya. Akhirnya
Khadijah mengutus Maisaroh dan teman karibnya, Nufasah
untuk menyampaikan isi hatinya kepada Muhammad SAW.
52
Khadijah yang berusia 40 tahun, melamar Muhammad SAW
untuk menjadi suaminya.
Setelah bermusyawarah dengan keluarganya, lamaran itu
akhirnya diterima dan dalam waktu dekat segera diadakan
upacara pernikahan dengan sederhana. yang hadir dalam
acara itu antara lain Abi Thalib, Waraqah bin Nawfal dan
Abu Bakar as-Siddiq.
Pernikahan bahagia itu dikaruniai 6 orang anak, terdiri
dari 2 anak lelaki bernama Al-Qasim dan Abdullah, dan 4
anak perempuan bernama Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum,
dan Fatimah. Kedua anak lelakinya meninggal selagi
masih kecil. Nabi Muhammad SAW tidak menikah lagi
sampai Khadijah meninggal, saat Muhammad SAW berusia 50
tahun.
Dalam kehidupan rumah-tangganya dengan Khadijah,
Muhammad SAW tidak pernah menyakiti hati istrinya.
Sebaliknya istrinya pun ikhlas menyerahkan segalanya
pada suaminya. Kekayaan istrinya digunakan oleh
Muhammad SAW untuk membantu orang-orang miskin dan
tertindas. Budak-budak yang telah dimiliki Khadijah
sebelum pernikahan mereka, semuanya ia bebaskan, salah
satunya adalah Zaid bin Haritsah yang kemudian menjadi anak
angkatnya.
D. Wahyu pertama
Menjelang usianya yang ke-40, Nabi Muhammad SAW
sering berkhalwat (menyendiri) ke Gua Hira, sekitar 6
km sebelah timur kota Mekah. Ia bisa berhari-hari
53
bertafakur dan beribadah disana. Suatu ketika, pada
tanggal 17 Ramadhan/6 Agustus 611, ia melihat cahaya
terang benderang memenuhi ruangan gua itu. Tiba-tiba
Malaikat Jibril muncul di hadapannya sambil berkata,
"Iqra' (bacalah)." Lalu Muhammad SAW menjawab, "Mâ anâ bi
qâri' (saya tidak dapat membaca)." Mendengar jawaban
Muhammad SAW, Jibril lalu memeluk tubuh Muhammad SAW
dengan sangat erat, lalu melepaskannya dan kembali
menyuruh Muhammad SAW membaca. Namun setelah dilakukan
sampai 3 kali dan Muhammad SAW tetap memberikan jawaban
yang sama, Malaikat Jibril kemudian menyampaikan wahyu
Allah SWT pertama, yang artinya:
Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Menciptakan.
Ia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Rabbmulah yang Paling Pemurah. yang mengajar
(manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. 96:
1-5)
Saat itu Muhammad SAW berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari
menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan
berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari
menurut perhitungan tahun syamsiah (penanggalan
berdasarkan matahari). Dengan turunnya 5 ayat pertama
ini, berarti Muhammad SAW telah dipilih oleh Allah SWT
sebagai rasul.
Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira tsb, dengan
rasa ketakutan dan cemas Nabi Muhammad SAW pulang ke
54
rumah dan berseru pada Khadijah, "Selimuti aku,
selimuti aku." Sekujur tubuhnya terasa panas dan dingin
berganti-ganti. Setelah lebih tenang, barulah ia
bercerita kepada istrinya. Untuk lebih menenangkan hati
suaminya, Khadijah mengajak Nabi Muhammad SAW datang
pada saudara sepupunya, Waraqah bin Naufal, yang banyak
mengetahui kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi.
Mendengar cerita yang dialami Nabi Muhammad SAW,
Waraqah pun berkata, "Aku telah bersumpah dengan nama
Tuhan, yang dalam tangan-Nya terletak hidup Waraqah,
Tuhan telah memilihmu menjadi nabi kaum ini. An-Nâmûs al-
Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadamu. Kaummu
akan mengatakan bahwa engkau penipu, mereka akan
memusuhimu, dan mereka akan melawanmu. Sungguh,
sekiranya aku dapat hidup pada hari itu, aku akan
berjuang membelamu."
Dakwah Nabi Muhammad SAW
Wahyu berikutnya adalah surat Al-Muddatsir: 1-7, yang
artinya:
Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu
berilah peringatan! dan Rabbmu agungkanlah, dan
pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah
berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi
(dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah. (QS.
74: 1-7)
55
Dengan turunnya surat Al-Muddatsir ini, mulailah
Rasulullah SAW berdakwah. Mula-mula ia melakukannya
secara sembunyi-sembunyi di lingkungan keluarga dan
rekan-rekannya. Orang pertama yang menyambut dakwahnya
adalah Khadijah, istrinya. Dialah yang pertama kali
masuk Islam. Menyusul setelah itu adalah Ali bin Abi Thalib,
saudara sepupunya yang kala itu baru berumur 10 tahun,
sehingga Ali menjadi lelaki pertama yang masuk Islam.
Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-
kanak. Baru kemudian diikuti oleh Zaid bin Haritsah,
bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya, dan
Ummu Aiman, pengasuh Nabi SAW sejak ibunya masih
hidup.
Abu Bakar sendiri kemudian berhasil mengislamkan
beberapa orang teman dekatnya, seperti, Usman bin Affan,
Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa'd bin Abi Waqqas, dan
Talhah bin Ubaidillah. Dari dakwah yang masih rahasia ini,
belasan orang telah masuk Islam.
Setelah beberapa lama Nabi SAW menjalankan dakwah
secara diam-diam, turunlah perintah agar Nabi SAW
menjalankan dakwah secara terang-terangan. Mula-mula ia
mengundang kerabat karibnya dalam sebuah jamuan. Pada
kesempatan itu ia menyampaikan ajarannya. Namun
ternyata hanya sedikit yang menerimanya. Sebagian
menolak dengan halus, sebagian menolak dengan kasar,
salah satunya adalah Abu Lahab.
56
Langkah dakwah seterusnya diambil Nabi Muhammad SAW
dalam pertemuan yang lebih besar. Ia pergi ke Bukit
Shafa, sambil berdiri di sana ia berteriak memanggil
orang banyak. Karena Muhammad SAW adalah orang yang
terpercaya, penduduk yakin bahwa pastilah terjadi
sesuatu yang sangat penting, sehingga mereka pun
berkumpul di sekitar Nabi SAW.
Untuk menarik perhatian, mula-mula Nabi SAW berkata,
"Saudara-saudaraku, jika aku berkata, di belakang bukit
ini ada pasukan musuh yang siap menyerang kalian,
percayakah kalian?" Dengan serentak mereka menjawab,
"Percaya, kami tahu saudara belum pernah berbohong.
Kejujuran saudara tidak ada duanya. Saudara yang
mendapat gelar al-Amin." Kemudian Nabi SAW meneruskan,
"Kalau demikian, dengarkanlah. Aku ini adalah seorang
nazir (pemberi peringatan). Allah telah memerintahkanku
agar aku memperingatkan saudara-saudara. Hendaknya kamu
hanya menyembah Allah saja. Tidak ada Tuhan selain
Allah. Bila saudara ingkar, saudara akan terkena
azabnya dan saudara nanti akan menyesal. Penyesalan
kemudian tidak ada gunanya."
Tapi khotbah ini ternyata membuat orang-orang yang
berkumpul itu marah, bahkan sebagian dari mereka ada
yang mengejeknya gila. Pada saat itu, Abu Lahab
berteriak, "Celakalah engkau hai Muhammad. Untuk inikah
engkau mengumpulkan kami?" Sebagai balasan terhadap
ucapan Abu Lahab tsb turunlah ayat Al-Qur'an yang
57
artinya: Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan
sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah
kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan
(begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. yang di
lehernya ada tali dari sabut. (QS. 111: 1-5)
Aksi-aksi menentang Dakwah Nabi Muhammad SAW
Reaksi-reaksi keras menentang dakwah Nabi SAW
bermunculan, namun tanpa kenal lelah Nabi Muhammad SAW
terus melanjutkan dakwahnya, sehingga hasilnya mulai
nyata. Hampir setiap hari ada yang menggabungkan diri
dalam barisan pemeluk agama Islam. Mereka terutama
terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja, dan orang-
orang miskin serta lemah. Meskipun sebagian dari mereka
adalah orang-orang yang lemah, namun semangat yang
mendorong mereka beriman sangat membaja.
Tantangan dakwah terberat datang dari para penguasa
Mekah, kaum feodal, dan para pemilik budak. Mereka
ingin mempertahankan tradisi lama disamping juga
khawatir jika struktur masyarakat dan kepentingan-
kepentingan dagang mereka akan tergoyahkan oleh ajaran
Nabi Muhammad SAW yang menekankan pada keadilan sosial
dan persamaan derajat. Mereka menyusun siasat untuk
melepaskan hubungan keluarga antara Abi Thalib dan Nabi
Muhammad SAW dengen cara meminta pada Abu Thalib
memilih satu di antara dua: memerintahkan Muhammad SAW
agar berhenti berdakwah, atau menyerahkannya kepada
58
mereka. Abi Thalib terpengaruh oleh ancaman itu, ia
meminta agar Muhammad SAW menghentikan dakwahnya.
Tetapi Muhammad SAW menolak permintaannya dan berkata,
"Demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan
amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluarga dan
sanak saudara mengucilkan saya." Mendengar jawaban ini,
Abi Thalib pun berkata, "Teruskanlah, demi Allah aku
akan terus membelamu".
Gagal dengan cara pertama, kaum Quraisy lalu mengutus
Walid bin Mugirah menemui Abi Thalib dengan membawa
seorang pemuda untuk dipertukarkan dengan Muhammad SAW.
Pemuda itu bernama Umarah bin Walid, seorang pemuda yang
gagah dan tampan. Walid bin Mugirah berkata, "Ambillah
dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan kepada kami
Muhammad untuk kami bunuh, karena dia telah menentang
kami dan memecah belah kita".
Usul Quraisy itu ditolak mentah-mentah oleh Abi Thalib
dengan berkata, "Sungguh jahat pikiran kalian. Kalian
serahkan anak kalian untuk saya asuh dan beri makan,
dan saya serahkan kemenakan saya untuk kalian bunuh.
Sungguh suatu penawaran yang tak mungkin saya terima."
Kembali mengalami kegagalan, berikutnya mereka
menghadapi Nabi Muhammad SAW secara langsung. Mereka
mengutus Utbah bin Rabi'ah, seorang ahli retorika, untuk
membujuk Nabi SAW. Mereka menawarkan takhta, wanita,
dan harta yang mereka kira diinginkan oleh Nabi SAW,
asal Nabi SAW bersedia menghentikan dakwahannya. Namun
59
semua tawaran itu ditolak oleh Nabi Muhammad SAW dengan
mengatakan, "Demi Allah, biarpun mereka meletakkan
matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku,
aku tidak akan menghentikan dakwah agama Allah ini,
hingga agama ini memang atau aku binasa karenanya."
Setelah gagal dengan cara-cara diplomatik dan bujuk
rayu, kaum Quraisy mulai melakukan tindak kekerasan.
Budak-budak mereka yang telah masuk Islam mereka siksa
dengan sangat kejam. Mereka dipukul, dicambuk, dan
tidak diberi makan dan minum. Salah seorang budak
bernama Bilal, mendapat siksaan ditelentangkan di atas
pasir yang panas dan di atas dadanya diletakkan batu
yang besar dan berat. Setiap suku diminta menghukum
anggota keluarganya yang masuk Islam sampai ia murtad
kembali. Usman bin Affan misalnya, dikurung dalam kamar
gelap dan dipukul hingga babak belur oleh anggota
keluarganya sendiri. Secara keseluruhan, sejak saat itu
umat Islam mendapat siksaan yang pedih dari kaum
Quraisy Mekah. Mereka dilempari kotoran, dihalangi
untuk melakukan ibadah di Ka'bah, dan lain sebagainya.
Kekejaman terhadap kaum Muslimin mendorong Nabi
Muhammad SAW untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya
keluar dari Mekah. Dengan pertimbangan yang mendalam,
pada tahun ke-5 kerasulannya, Nabi SAW menetapkan
Abessinia atau Habasyah (Ethiopia sekarang) sebagai
negeri tempat pengungsian, karena raja negeri itu
adalah seorang yang adil, lapang hati, dan suka
60
menerima tamu. Nabi SAW merasa pasti rombongannya akan
diterima dengan tangan terbuka.
Rombongan pertama terdiri dari 10 orang pria dan 5
orang wanita. di antara rombongan tsb adalah Usman bin
Affan beserta istrinya Ruqayah (putri Rasulullah SAW),
Zubair bin Awwam, dan Abdur Rahman bin Auf. Kemudian
menyusul rombongan kedua yang dipimpin oleh Ja'far bin Abi
Thalib. Beberapa sumber menyatakan jumlah rombongan ini
lebih dari 80 orang.
Berbagai usaha dilakukan oleh kaum Quraisy untuk
menghalangi hijrah ke Habasyah ini, termasuk membujuk
raja negeri tsb agar menolak kehadiran umat Islam
disana. Namun berbagai usaha itu pun gagal. Semakin
kejam mereka memperlakukan umat Islam, justru semakin
bertambah jumlah yang memeluk Islam. Bahkan di tengah
meningkatnya kekejaman tsb, dua orang kuat Quraisy
masuk Islam, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin
Khattab. Dengan masuk Islamnya dua orang yang dijuluki
"Singa Arab" itu, semakin kuatlah posisi umat Islam dan
dakwah Muhammad SAW pada waktu itu.
Hal ini membuat reaksi kaum Quraisy semakin keras.
Mereka berpendapat bahwa kekuatan Nabi Muhammad SAW
terletak pada perlindungan Bani Hasyim, maka mereka pun
berusaha melumpuhkan Bani Hasyim dengan melaksanakan
blokade. Mereka memutuskan segala macam hubungan dengan
suku ini. Tidak seorang pun penduduk Mekah boleh
melakukan hubungan dengan Bani Hasyim, termasuk
61
hubungan jual-beli dan pernikahan. Persetujuan yang
mereka buat dalam bentuk piagam itu mereka tanda-
tangani bersama dan mereka gantungkan di dalam Ka'bah.
Akibatnya, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan,
dan kesengsaraan. Untuk meringankan penderitaan itu,
Bani Hasyim akhirnya mengungsi ke suatu lembah di luar
kota Mekah.
Tindakan pemboikotan yang dimulai pada tahun ke-7
kenabian Muhammad SAW dan berlangsung selama 3 tahun
itu merupakan tindakan yang paling menyiksa.
Pemboikotan itu berhenti karena terdapat beberapa
pemimpin Quraisy yang menyadari bahwa tindakan
pemboikotan itu sungguh keterlaluan. Kesadaran itulah
yang mendorong mereka melanggar perjanjian yang mereka
buat sendiri. Dengan demikian Bani Hasyim akhirnya
dapat kembali pulang ke rumah masing-masing.
Setelah Bani Hasyim kembali ke rumah mereka, Abi
Thalib, paman Nabi SAW yang merupakan pelindung
utamanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga
hari kemudian, Khadijah, istrinya, juga meninggal
dunia. Tahun ke-10 kenabian ini benar-benar merupakan
Tahun Kesedihan ('Âm al-Huzn) bagi Nabi Muhammad SAW.
Telebih sepeninggal dua pendukungnya itu, kaum Quraisy
tidak segan-segan melampiaskan kebencian kepada Nabi
SAW. Hingga kemudian Nabi SAW berusaha menyebarkan
dakwah ke luar kota, yaitu ke Ta'if. Namun reaksi yang
diterima Nabi SAW dari Bani Saqif (penduduk Ta'if), tidak
62
jauh berbeda dengan penduduk Mekah. Nabi SAW diejek,
disoraki, dilempari batu sampai ia luka-luka di bagian
kepala dan badannya.
E. Peristiwa Isra Mi'raj
Pada tahun ke-10 kenabian, Nabi Muhammad SAW
mengalami peristiwa Isra Mi'raj.
Isra, yaitu perjalanan malam hari dari Masjidilharam di
Mekah ke Masjidilaksa di Yerusalem.
Mi'raj, yaitu kenaikan Nabi Muhammad SAW dari
Masjidilaksa ke langit melalui beberapa tingkatan,
terus menuju Baitulmakmur, sidratulmuntaha, arsy (takhta
Tuhan), dan kursi (singgasana Tuhan), hingga menerima
wahyu di hadirat Allah SWT.
Dalam kesempatannnya berhadapan langsung dengan Allah
SWT inilah Nabi Muhammad SAW menerima perintah untuk
mendirikan sholat 5 waktu sehari semalam.
Peristiwa Isra Mi'raj ini terdapat dalam Al-Qur'an
surat Al-Isrâ' ayat 1.
Hijrah
Harapan baru bagi perkembangan Islam muncul dengan
datangnya jemaah haji ke Mekah yang berasal dari Yatsrib
(Madinah). Nabi Muhammad SAW memanfaatkan kesempatan
itu untuk menyebarkan agama Allah SWT dengan mendatangi
kemah-kemah mereka. Namun usaha ini selalu diikuti oleh
Abu Lahab dan kawan-kawannya dengan mendustakan Nabi
SAW.
63
Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan 6 orang dari suku
Aus dan Khazraj yang berasal dari Yatsrib. Setelah Nabi
SAW menyampaikan pokok-pokok ajaran Islam, mereka
menyatakan diri masuk Islam di hadapan Nabi SAW. Mereka
berkata, "Bangsa kami sudah lama terlibat dalam
permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan Aus. Mereka
benar-benar merindukan perdamaian. Kiranya kini Tuhan
mempersatukan mereka kembali dengan perantaramu dan
ajaran-ajaran yang kamu bawa. Oleh karena itu kami akan
berdakwah agar mereka mengetahui agama yang kami terima
dari kamu ini."
Pada musim haji tahun berikutnya, datanglah delegasi
Yatsrib yang terdiri dari 12 orang suku Khazraj dan
Aus. Mereka menemui Nabi SAW di suatu tempat bernama
Aqabah. Di hadapan Nabi SAW, mereka menyatakan ikrar
kesetiaan. Karena ikrar ini dilakukan di Aqabah, maka
dinamakan Bai'at Aqabah. Rombongan 12 orang tsb kemudian
kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah dengan ditemani
oleh Mus'ab bin Umair yang sengaja diutus oleh Nabi SAW
atas permintaan mereka.
Pada musim haji berikutnya, jemaah haji yang datang
dari Yatsrib berjumlah 75 orang, termasuk 12 orang yang
sebelumnya telah menemui Nabi SAW di Aqabah. Mereka
meminta agar Nabi SAW bersedia pindah ke Yatsrib.
Mereka berjanji akan membela Nabi SAW dari segala
ancaman. Nabi SAW menyetujui usul yang mereka ajukan.
64
Mengetahui adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW
dengan orang-orang Yatsrib, kaum Quraisy menjadi
semakin kejam terhadap kaum muslimin. Hal ini membuat
Nabi SAW memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke
Yatsrib. Secara diam-diam, berangkatlah rombongan-
rombongan muslimin, sedikit demi sedikit, ke Yatsrib.
Dalam waktu 2 bulan, kurang lebih 150 kaum muslimin
telah berada di Yatsrib. Sementara itu Ali bin Abi
Thalib dan Abu Bakar as-Sidiq tetap tinggal di Mekah
bersama Nabi SAW, membelanya sampai Nabi SAW mendapat
wahyu untuk hijrah ke Yatsrib.
Kaum Quraisy merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad
SAW sebelum ia sempat menyusul umatnya ke Yatsrib.
Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku.
Setiap suku diwakili oleh seorang pemudanya yang
terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi
SAW, sehingga ia merencanakan hijrah bersama
sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan
segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2
ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk
menggantikan Nabi SAW menempati tempat tidurnya agar
kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.
Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta
Nabi SAW keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh para
pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW menemui
Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua
keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3
65
mil sebelah selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di
gua itu selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman.
Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai
menurun karena mengira Nabi SAW sudah sampai di
Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari
persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang
diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2
ekor unta yang memang telah dipersiapkan sebelumnya.
Berangkatlah Nabi SAW bersama Abu Bakar menuju Yatsrib
menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak
pernah ditempuh orang.
Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba
di Quba, sebuah desa yang jaraknya 5 km dari Yatsrib.
Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa hari.
Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman
rumah ini Nabi SAW membangun sebuah masjid yang
kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid
pertama yang dibangun Nabi SAW sebagai pusat
peribadatan.
Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi
SAW. Sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-nunggu
kedatangannya. Menurut perhitungan mereka, berdasarkan
perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi
SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi
ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba,
menantikan dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan
rombongan. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun
66
tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-elukan
kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan
dan menyanyikan lagu Thala' al-Badru, yang isinya:
Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ'i (celah-celah
bukit).
Kami wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi,
Wahai orang yang diutus kepada kami, engkau telah membawa sesuatu
yang harus kami taati.
Setiap orang ingin agar Nabi SAW singgah dan menginap
di rumahnya. Tetapi Nabi SAW hanya berkata, "Aku akan
menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia
berjalan sekehendak hatinya." Ternyata unta itu
berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan
Suhail, di depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan
demikian Nabi SAW memilih rumah Abu Ayyub sebagai
tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW
tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin
bergotong-royong membangun rumah untuknya.
Sejak itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madînah an-
Nabî (kota nabi). Orang sering pula menyebutnya Madînah
al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari
sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.
F. Terbentuknya Negara Madinah
Setelah Nabi SAW tiba di Madinah dan diterima
penduduk Madinah, Nabi SAW menjadi pemimpin penduduk
kota itu. Ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan
yang kokoh bagi pembentukan suatu masyarakat baru.
67
Dasar pertama yang ditegakkannya adalah Ukhuwah Islamiyah
(persaudaraan di dalam Islam), yaitu antara kaum
Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke
Madinah) dan Anshar (penduduk Madinah yang masuk Islam
dan ikut membantu kaum Muhajirin). Nabi SAW
mempersaudarakan individu-individu dari golongan
Muhajirin dengan individu-individu dari golongan
Anshar. Misalnya, Nabi SAW mempersaudarakan Abu Bakar
dengan Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib dengan
Mu'az bin Jabal. Dengan demikian diharapkan masing-masing
orang akan terikat dalam suatu persaudaraan dan
kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang semacam ini
pula, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan
baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama,
menggantikan persaudaraan berdasarkan keturunan.
Dasar kedua adalah sarana terpenting untuk mewujudkan
rasa persaudaraan tsb, yaitu tempat pertemuan. Sarana
yang dimaksud adalah masjid, tempat untuk melakukan
ibadah kepada Allah SWT secara berjamaah, yang juga
dapat digunakan sebagai pusat kegiatan untuk berbagai
hal, seperti belajar-mengajar, mengadili perkara-
perkara yang muncul dalam masyarakat, musyawarah, dan
transaksi dagang. Nabi SAW merencanakan pembangunan
masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-sama
kaum muslimin. Masjid yang dibangun ini kemudian
dikenal sebagai Masjid Nabawi. Ukurannya cukup besar,
dibangun di atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub
68
al-Anshari. Dindingnya terbuat dari tanah liat,
sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di
dekat masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi SAW
dan keluarganya.
Dasar ketiga adalah hubungan persahabatan dengan pihak-
pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah,
disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat
golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang
masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar
stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad
SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka.
Perjanjian tsb diwujudkan melalui sebuah piagam yang
disebut dengan Mîsâq Madînah atau Piagam Madinah. Isi
piagam itu antara lain mengenai kebebasan beragama, hak
dan kewajiban masyarakat dalam menjaga keamanan dan
ketertiban negerinya, kehidupan sosial, persamaan
derajat, dan disebutkan bahwa Rasulullah SAW menjadi
kepala pemerintahan di Madinah.
Masyarakat yang dibentuk oleh Nabi Muhammad SAW di
Madinah setelah hijrah itu sudah dapat dikatakan
sebagai sebuah negara, dengan Nabi Muhammad SAW sebagai
kepala negaranya. Dengan terbentuknya Negara Madinah,
Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang
pesat itu membuat orang-orang Mekah menjadi resah.
Mereka takut kalau-kalau umat Islam memukul mereka dan
membalas kekejaman yang pernah mereka lakukan. Mereka
69
juga khawatir kafilah dagang mereka ke Suriah akan
diganggu atau dikuasai oleh kaum muslimin.
Untuk memperkokoh dan mempertahankan keberadaan negara
yang baru didirikan itu, Nabi SAW mengadakan beberapa
ekspedisi ke luar kota, baik langsung di bawah
pimpinannya maupun tidak. Hamzah bin Abdul Muttalib
membawa 30 orang berpatroli ke pesisir L. Merah.
Ubaidah bin Haris membawa 60 orang menuju Wadi Rabiah. Sa'ad
bin Abi Waqqas ke Hedzjaz dengan 8 orang Muhajirin. Nabi
SAW sendiri membawa pasukan ke Abwa dan disana berhasil
mengikat perjanjian dengan Bani Damra, kemudian ke Buwat
dengan membawa 200 orang Muhajirin dan Anshar, dan ke
Usyairiah. Di sini Nabi SAW mengadakan perjanjian dengan
Bani Mudij.
Ekspedisi-ekspedisi tsb sengaja digerakkan Nabi SAW
sebagai aksi-aksi siaga dan melatih kemampuan calon
pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi
dan mempertahankan negara yang baru dibentuk.
Perjanjian perdamaian dengan kabilah dimaksudkan
sebagai usaha memperkuat kedudukan Madinah.
G. Perang Badr
Perang Badr yang merupakan perang antara kaum muslimin
Madinah dan kaun musyrikin Quraisy Mekah terjadi pada
tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian
pertikaian yang terjadi antara pihak kaum muslimin
Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar
70
setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan
Nabi Muhammad SAW gagal.
Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan
perlengkapan senjata sederhana yang terdiri dari
pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi
Muhammad SAW dan semangat pasukan yang membaja, kaum
muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal, panglima
perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi
Muhammad SAW sejak awal, tewas dalam perang itu.
Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang
lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya
14 yang gugur sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh
merupakan pertolongan Allah SWT (QS. 3: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan
kemenangan kaum muslimin. Mereka memang tidak pernah
sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara
mereka dan Nabi Muhammad SAW dalam Piagam Madinah.
Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan
perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk membebaskan
para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-
masing. Tawanan yang pandai membaca dan menulis
dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang Islam
yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak
memiliki kekayaan dan kepandaian apa-apa pun tetap
dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang Badr, Nabi Muhammad SAW
mengadakan perjanjian dengan suku Badui yang kuat.
71
Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan
melihat kekuatan Nabi SAW. Tetapi ternyata suku-suku
itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah perang Badr, Nabi SAW juga menyerang Bani
Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan
orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi
itu ke Suriah.
H. Perang Uhud
Perang yang terjadi di Bukit Uhud ini berlangsung
pada tahun 3 H. Perang ini disebabkan karena keinginan
balas dendam orang-orang Quraisy Mekah yang kalah dalam
perang Badr. Pasukan Quraisy, dengan dibantu oleh
kabilah Tihama dan Kinanah, membawa 3.000 ekor unta dan
200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Walid.
Tujuh ratus orang di antara mereka memakai baju
Adapun jumlah pasukan Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah
700 orang.
Perang pun berkobar. Prajurit-prajurit Islam dapat
memukul mundur pasukan musuh yang jauh lebih besar itu.
Tentara Quraisy mulai mundur dan kocar-kacir
meninggalkan harta mereka. Melihat kemenangan yang
sudah di ambang pintu, pasukan pemanah yang ditempatkan
oleh Rasulullah di puncak bukit meninggalkan pos mereka
dan turun untuk mengambil harta peninggalan musuh.
Mereka lupa akan pesan Rasulullah untuk tidak
meninggalkan pos mereka dalam keadaan bagaimana pun
sebelum diperintahkan. Mereka tidak lagi menghiraukan
72
gerakan musuh. Situasi ini dimanfaatkan musuh untuk
segera melancarkan serangan balik. Tanpa konsentrasi
penuh, pasukan Islam tak mampu menangkis serangan.
Mereka terjepit, dan satu per satu pahlawan Islam
berguguran.
Nabi SAW sendiri terkena serangan musuh. Sisa-sisa
pasukan Islam diselamatkan oleh berita tidak benar yang
diterima musuh bahwa Nabi SAW sudah meninggal. Berita
ini membuat mereka mengendurkan serangan untuk kemudian
mengakhiri pertempuran itu. Perang Uhuh ini menyebabkan
70 orang pejuang Islam gugur sebagai syuhada.
I. Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan
perang antara kaum muslimin Madinah melawan masyarakat
Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu
dengan masyarakat Mekah. Karena itu perang ini juga
disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara.
Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah SAW, mengusulkan agar
kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian
kota yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut
sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tsb mengepung
Madinah dengan mendirikan perkemahan di luar parit
hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat
masyarakat Madinah menderita karena hubungan mereka
73
dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu
diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi
Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin
Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum
muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan,
persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara
itu pada malam hari angin dan badai turun dengan amat
kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan
seluruh perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka
terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri
masing-masing tanpa suatu hasil.
Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi
hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-
26.
J. Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah
disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi
Mekah sangat bergelora. Nabi SAW memimpin langsung
sekitar 1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah pada
bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang.
Untuk itu mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa
senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk
berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah
yang terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-
74
orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke
Mekah dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk
berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah
dan Mekah, yang isinya antara lain:
1. Kedua belah pihak setuju untuk melakukan gencatan
senjata selama 10 tahun.
2. Bila ada pihak Quraisy yang menyeberang ke pihak
Muhammad, ia harus dikembalikan. Tetapi bila ada
pengikut Muhammad SAW yang menyeberang ke pihak
Quraisy, pihak Quraisy tidak harus
mengembalikannya ke pihak Muhammad SAW.
3. Tiap kabilah bebas melakukan perjanjian baik
dengan pihak Muhammad SAW maupun dengan pihak
Quraisy.
4. Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah pada
tahun tsb, tetapi ditangguhkan sampai tahun
berikutnya.
5. Jika tahun depan kaum muslimin memasuki kota
Mekah, orang Quraisy harus keluar lebih dulu.
6. Kaum muslimin memasuki kota Mekah dengan tidak
diizinkan membawa senjata, kecuali pedang di dalam
sarungnya, dan tidak boleh tinggal di Mekah lebih
dari 3 hari 3 malam.
Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tsb sebenarnya
adalah berusaha merebut dan menguasai Mekah, untuk
kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah
75
lain.
Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini:
Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga
dengan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam
Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam
akan memperoleh dukungan yang besar, karena orang-
orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh
yang besar di kalangan bangsa Arab.
Setahun kemudian ibadah haji ditunaikan sesuai
perjanjian. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam
setelah menyaksikan ibadah haji yang dilakukan kaum
muslimin, disamping juga melihat kemajuan yang dicapai
oleh masyarakat Islam Madinah.
Penyebaran Islam ke negeri-negeri lain
Gencatan senjata dengan penduduk Mekah memberi
kesempatan kepada Nabi SAW untuk mengalihkan perhatian
ke berbagai negeri-negeri lain sambil memikirkan
bagaimana cara mengislamkan mereka. Salah satu cara
yang ditempuh oleh Nabi SAW kemudian adalah dengan
mengirim utusan dan surat ke berbagai kepala negara dan
pemerintahan.
di antara raja-raja yang dikirimi surat oleh Nabi SAW
adalah raja Gassan dari Iran, raja Mesir, Abessinia,
Persia, dan Romawi. Memang dengan cara itu tidak ada
raja-raja yang masuk Islam, namun setidaknya risalah
Islam sudah sampai kepada mereka. Reaksi para raja itu
76
pun ada yang menolak dengan baik dan simpatik sambil
memberikan hadiah, ada pula yang menolak dengan kasar.
Raja Gassan termasuk yang menolak dengan kasar. Utusan
yang dikirim Nabi SAW dibunuhnya dengan kejam. Sebagai
jawaban, Nabi SAW kemudian mengirim pasukan perang
sebanyak 3.000 orang dibawah pimpinan Zaid bin
Haritsah. Peperangan terjadi di Mu'tah, sebelah utara
Semenanjung Arab.
Pasukan Islam mendapat kesulitan menghadapi tentara
Gassan yang mendapat bantuan langsung dari Romawi.
Beberapa syuhada gugur dalam pertempuran melawan
pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu. di antara
mereka yang gugur adalah Zaid bin Haritsah sendiri,
Ja'far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Abi Rawahah.
Melihat kekuatan yang tidak seimbang itu, Khalid bin
Walid, bekas panglima Quraisy yang sudah masuk Islam,
mengambil alih komando dan memerintahkan pasukan Islam
menarik diri dan kembali ke Madinah.
Perang melawan tentara Gassan dan pasukan Romawi ini
disebut dengan Perang Mu'tah.
Kembali ke Mekah
Selama 2 tahun Perjanjian Hudaibiyah, dakwah Islam
sudah menjangkau Semenanjung Arab dan mendapat
tanggapan yang positif. Hampir seluruh Semenanjung
Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan, telah
menggabungkan diri ke dalam Islam. Hal ini membuat
orang-orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian
77
Hudaibiyah ternyata telah menjadi senjata bagi umat
Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu secara
sepihak orang-orang Quraisy membatalkan perjanjian tsb.
Mereka menyerang Bani Khuza'ah yang berada di bawah
perlindungan Islam hanya karena kabilah ini berselisih
dengan Bani Bakar yang menjadi sekutu Quraisy. Sejumlah
orang Kuza'ah mereka bunuh dan sebagian lainnya
dicerai-beraikan. Bani Khuza'ah segera mengadu pada
Nabi Muhammad SAW dan meminta keadilan.
Rasulullah SAW segera bertolak dengan 10.000 orang
tentara untuk melawan kaum musyrik Mekah itu. Kecuali
perlawanan kecil dari kaum Ikrimah dan Safwan, Nabi
Muhammad SAW tidak mengalami kesukaran memasuki kota
Mekah. Nabi SAW memasuki kota itu sebagai pemenang.
Pasukan Islam memasuki kota Mekah tanpa kekerasan.
Mereka kemudian menghancurkan patung-patung berhala di
seluruh negeri. Allah SWT berfirman:
"...Kebenaran sudah datang dan yang bathil telah
lenyap. Sesungguhnya yang bathil itu adalah sesuatu
yang pasti lenyap."(QS. 17: 81)
Setelah melenyapkan berhala-berhala itu, Nabi SAW
berkhotbah menjanjikan ampunan bagi orang-orang
Quraisy. Setelah khotbah tsb, berbondong-bondong mereka
datang dan masuk Islam. Ka'bah bersih dari berhala dan
tradisi-tradisi serta kebiasaan-kebiasaan musyrik.
Sejak itu, Mekah kembali berada di bawah kekuasaan Nabi
SAW. Setelah Mekah dapat dikalahkan, masih terdapat
78
suku-suku Arab yang menentang, yaitu Bani Saqif, Bani
Hawazin, Bani Nasr, dan Bani Jusyam. Suku-suku ini
berkomplot membentuk satu pasukan untuk memerangi Islam
karena ingin menuntut bela atas berhala-berhala mereka
yang diruntuhkan Nabi SAW dan umat Islam di Ka'bah.
Pasukan mereka dipimpin oleh Malik bin Auf (dari Bani
Nasr). Dalam perjalanan mereka ke Mekah, mereka
berkemah di Lembah Hunain yang sangat strategis.
Kurang lebih 2 minggu kemudian, Nabi SAW memimpin
sekitar 12.000 tentara menuju Hunain. Saat melihat
banyak pasukan Islam yang gugur, sebagian pasukan yang
masih hidup menjadi goyah dan kacau balau, sehingga
Nabi SAW kemudian memberi semangat dan memimpin
langsung peperangan tsb. Akhirnya umat Islam berhasil
menang. Pasukan musuh yang melarikan diri ke Ta'if
terus diburu selama beberap minggu sampai akhirnya
mereka menyerah. Pemimpin mereka, Malik bin Auf,
menyatakan diri masuk Islam.
Dengan ditaklukannya Bani Saqif dan Bani Hawazin, kini
seluruh Semenanjung Arab berada di bawah satu
kepemimpinan, yaitu kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.
Melihat kenyataan itu, Heraclius, pemimpin Romawi,
menyusun pasukan besar di Suriah, kawasan utara
Semenanjung Arab yang merupakan daerah pendudukan
Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung Bani Gassan
dan Bani Lachmides.
79
Dalam masa panen dan pada musim yang sangat panas,
banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri untuk
berperang bersama Nabi SAW. Pasukan Romawi kemudian
menarik diri setelah melihat betapa besarnya pasukan
yang dipimpin Nabi SAW. Nabi SAW sendiri tidak
melakukan pengejaran, melainkan ia berkemah di Tabuk.
Disini Nabi SAW membuat beberapa perjanjian dengan
penduduk setempat. Dengan demikian daerah perbatasan
itu dapat dirangkul ke dalam barisan Islam.
Perang yang terjadi di Tabuk ini merupakan perang
terakhir yang diikuti Rasulullah SAW.
Pada tahun 9 dan 10 H banyak suku dari seluruh pelosok
Arab yang mengutus delegasinya kepada Nabi Muhammad SAW
untuk menyatakan tunduk kepada Nabi SAW. Masuknya orang
Mekah ke dalam agama Islam mempunyai pengaruh yang amat
besar pada penduduk Arab. Oleh karena itu, tahun ini
disebut dengan Tahun Perutusan atau 'Âm al-Bi'sah. Mereka
yang datang ke Mekah, rombongan demi rombongan,
mempelajari ajaran-ajaran Islam dan setelah itu kembali
ke negeri masing-masing untuk mengajarkan kepada
kaumnya. Dengan cara ini, persatuan Arab terbentuk.
Peperangan antar suku yang berlangsung selama ini
berubah menjadi persaudaraan agama. Pada saat itu
turunlah firman Allah SWT:
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan
berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji
80
Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia
adalah Maha Penerima taubat. (QS. 110: 1-3) Kini apa
yang ditugaskan kepada Nabi Muhammad SAW sudah
tercapai. Di tengah-tengah suatu bangsa yang tenggelam
dalam kebiadaban, telah lahir seorang nabi. Ia telah
berhasil membacakan ayat-ayat Allah SWT kepada mereka
dan mensucikannya serta mengajarkan kitab dan hikmah
kepada mereka, padahal sebelumnya mereka berada dalam
kegelapan yang pekat. Pada awalnya Nabi Muhammad SAW
mendapati mereka bergelimang dalam ketakhyulan yang
merendahkan derajat manusia, lalu ia mengilhami mereka
dengan kepercayaan kepada satu-satunya Tuhan yang Maha
Besar dan Maha Kasih Sayang. Saat mereka bercerai-
berai dan terlibat dalam peperangan yang seolah tak ada
habisnya, dipersatukannya mereka dalam ikatan
persaudaraan. Kalau sebelumnya Semenanjung Arab berada
dalam kegelapan rohani, maka ia datang membawa cahaya
terang-benderang untuk menyinari rohani mereka.
Pekerjaannya selesai sudah, dan seluruhnya dikerjakan
dengan baik semasa hidupnya. Disinilah letak
keunggulan Nabi Muhammad SAW dibanding dengan nabi-nabi
yang lain.
K. Ibadah haji terakhir
Pada tahun 10 H, Nabi SAW mengerjakan ibadah haji
yang terakhir, yang disebut juga dengan haji wada'. Pada
tanggal 25 Zulkaidah 10/23 Februari 632 Rasulullah SAW
81
meninggalkan Madinah. Sekitar seratus ribu jemaah turut
menunaikan ibadah haji bersamanya.
Pada waktu wukuf di Arafah, Nabi Muhammad SAW
menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi
khotbah itu antara lain:
larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq
(benar) dan mengambil harta orang lain dengan
bathil (salah), karena nyawa dan harta benda adalah
suci.
larangan riba dan larangan menganiaya
perintah untuk memperlakukan para istri dengan
baik serta lemah lembut
perintah menjauhi dosa
semua pertengkaran di antara mereka di zaman
Jahiliah harus dimaafkan
pembalasan dengan tebusan darah sebagaimana yang
berlaku di zaman Jahiliyah tidak lagi dibenarkan
persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus
ditegakkan
hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, yaitu
mereka memakan apa yang dimakan majikannya dan
memakai apa yang dipakai majikannya
dan yang terpenting, bahwa umat Islam harus selalu
berpegang teguh pada dua sumber yang tak akan
pernah usang, yaitu Al-Qur'an dan Sunah Nabi SAW.
Setelah itu Nabi SAW bertanya kepada seluruh jemaah,
"Sudahkan aku menyampaikan amanat Allah, kewajibanku,
82
kepada kamu sekalian?"
Jemaah yang ada di hadapannya segera menjawab, "Ya,
memang demikian adanya." Nabi Muhammad SAW kemudian
menengadah ke langit sambil mengucapkan, "Ya Allah,
Engkaulah menjadi saksiku." Dengan kata-kata seperti
itu Rasulullah SAW mengakhiri khotbahnya.
Kembali ke Madinah
Setelah upacara haji yang lain disempurnakan, Nabi
Muhammad SAW kembali ke Madinah. Disinilah ia
menghabiskan sisa hidupnya. Ia mengatur organisasi
masyarakat di kabilah-kabilah yang telah memeluk Islam
dan menjadi bagian dari persekutuan Islam. Petugas
keamanan dan para da'i dikirimnya ke berbagai daerah
untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur
peradilan Islam, dan memungut zakat. Salah seorang di
antara petugas itu adalah Mu'az bin Jabal yang dikirim
oleh Nabi SAW ke Yaman. Ketika itulah hadist Mu'az yang
terkenal muncul, yaitu perintah Nabi SAW agar Mu'az
menggunakan pertimbangan akalnya dalam mengatur
persoalan-persoalan agama apabila ia tidak menemukan
petunjuk dalam Al-Qur'an dan hadist Nabi SAW.
Pada saat-saat itu pula wahyu Allah SWT yang terakhir
turun:
"... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nimat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu ..." (QS. 5: 3)
83
Mendengar ayat ini, banyak orang yang bergembira karena
telah sempurna agama mereka, tetapi ada pula yang
menangis, seperti Abu Bakar, karena mengetahui bahwa
ayat itu jelas merupakan pertanda berakhirnya tugas
Rasulullah SAW.
L. Wafatnya Nabi SAW
Dua bulan setelah menunaikan ibadah haji wada' di
Madinah, Nabi SAW sakit demam. Meskipun badannya mulai
lemah, ia tetap memimpin shalat berjamaah. Baru setelah
kondisinya tidak memungkinkan lagi, yaitu 3 hari
menjelang wafatnya, ia tidak mengimami shalat
berjamaah. Sebagai gantinya ia menunjuk Abu Bakar
sebagai imam shalat. Tenaganya dengan cepat semakin
berkurang.
Pada tanggal 13 Rabiulawal 11/8 Juni 632, Nabi Muhammad
SAW menghembuskan nafasnya yang terakhir di rumah
istrinya, Aisyah binti Abu Bakar, dengan wasiat
terakhir, "Ingatlah shalat, dan taubatlah...".
M. Ummul Mukminin
Setelah Khadijah meninggal, Nabi Muhammad menikah
lagi sebanyak 10 kali, sehingga jumlah wanita yang
menjadi istrinya ada 11 orang. Kesebelas wanita ini
disebut sebagai Ummul Mukminin (ibu dari orang-orang
yang beriman). Sebutan tsb menunjukkan bahwa para istri
Nabi SAW adalah wanita-wanita yang terpilih dan
dimuliakan Allah SWT.
84
Nabi SAW menikahi para wanita itu karena beberapa
alasan, antara lain untuk melindungi mereka dari
tekanan kaum musyrikin, membebaskannya dari status
tawanan perang, dan mengangkat derajatnya. Tidak jarang
pernihakan yang dilakukan Nabi SAW menciptakan hubungan
perdamaian antara dua suku yang sebelumnya saling
bermusuhan.
Para Ummul Mukminin itu adalah:
1. Khadijah binti Khuwailid
2. Sa'udah binti Zam'ah
3. Aisyah binti Abu Bakar as-Sidiq
4. Zainab binti Huzaimah bin Abdullah bin Umar
5. Juwairiyah binti Haris
6. Sofiyah binti Hay bin Akhtab
7. Hindun binti Abi Umaiyah bin Mugirah bin Abdullah
bin Amr bin Mahzum
8. Ramlah binti Abu Sufyan
9. Hafsah binti Umar bin Khattab
10. Zainab binti Jahsy bin Ri'ah bin Ja'mur bin
Sabrah bin Murrah
11. Maimunah binti Haris
Beberapa dari istri Nabi SAW ini juga menjadi periwayat
hadist, yaitu Aisyah, Hafsah, dan Zainab binti Jahsy.
85
SIMPULAN DAN SARAN
Kita sebagai umat yang beragama haruslah
mempercainya segala kitab yang diturunkan melalui
utusannya masing-masing, dan setiap makhluk yang
beragama biasanya mengetahui tata tertib setiap
86
sesuatunya. dan apalagi kita sebagai umat islam
wajiblah bagi kita untuk menyembah ALLAH SWT dan
beriman kepadanya dan tak ada sekutu bagiNYA.
Saran, selalu mengingat ALLAH SWT dan bersyukur
terhadapnya, Karena tiada tuhan melainkan ALLAH SWT
yang menciptakan segala apa yang ada dimuka bumi ini.
Subhanallah.
87