Post on 05-Dec-2014
description
BAB I
KASUS
I. Anamnesis
A. Identitas Pasien
Nama : Ahmad Muari
Nomer RM : 01042854
Tanggal masuk : 29/01/2011
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 17 tahun 1 bulan
Tempat/tanggal lahir : - /01/01/1994
Alamat : jl. Kalibata timur I/26 H
Pendidikan : belum sekolah
Pekerjaan : lain-lain
Status perkawinan : belum kawin
Agama : Islam
Anamnesis (Alloanamnesa dilakukan pada tanggal 13 November 2010)
B. Keluhan utama
Nyeri perut sejak 2 jam SMRS
C. Keluhan Tambahan
Nyeri dada kiri
1
D. Riwayat penyakit sekarang
Seorang laki-laki berumur 17 tahun diantar ke IGD RSUP
Fatmawati dengan keluhan nyeri pada dada kiri sejak 2 jam sebelum
masuk rumah sakit. Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dibonceng
oleh temannya naik motor, kemudian menabrak trotoar jalan sehingga
terjatuh.Bagian dada dan tangan kiri pasien terjatuh duluan menahan tubuh
pasien.Badan sebelah kiri pasien mengenai pinggiran trotoar.Kepala tidak
mengalami benturan. Pasien dibonceng motor dengan kecepatan
70km/jam. Tidak ada pingsan, tidak pusing, mual dan muntah
disangkal.Pasien merasakan nyeri di perut ketika pasien bernapas
dalam.Pasien langsung dilarikan ke RSUP Fatmawati oleh warga sekitar
tanpa dilakukan tindakan, dibawa ke rumah sakit dengan mobil, posisi
pasien berbaring.Di IGD pasien dibersihkan luka-luka lecetnya.pasien
belum BAB dan BAK sejak kejadian.
E. Penyakit Dahulu
Riwayat trauma sebelumnya (-), riwayat pembedahan sebelumnya (-),
Hipertensi Riwayat (-), asma (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-),
DM (-), alergi obat (-).
F.Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), asma (-), DM (-), penyakit jantung (-)
II.Pemeriksaan Fisik
A. Primary survey
Airway : bebas
Breathing : spontan, pernafasan 20x/m,thorakoabdo minal
Circulation : baik, nadi : 96 x/m,
2
tekanan darah 100/70 mmHg
CRT< 2”
Disability : GCS = E4M6V5 = 15
B. Secondary Survey
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaraan : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 96 X/menit
Pernafasan : 20 X/menit
Suhu : 36 ºC
Status Generalis
Kepala : normochepali, rambut hitam, ikal, distribusi merata, jejas (-),
Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+,
pupil bulat isokor
Mulut : Mukosa kering (-), oral hygiene baik
Telinga : normotia, serumen +/+, sekret -/-, othore (-/-)
Hidung : normosepta, sekret -/-, tidak ada nafas cuping hidung, rhinore (-/-)
Leher : pembesaran kelenjar KGB (-), kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Thorax : lihat status lokalis
Abdomen : lihat status lokalis
Extremitas : akral hangat, edem tungkai (-)
Kulit : warna sawo matang
Status Lokalis
3
Regio aksilaris anterior
Inspeksi :dada tampak datar, simetris, memar(-), deformitas(-), vulnus
eksoriasi, edema (-)
Palpasi :ictus cordis teraba di ICS 5, 1 jari lateral linea midklavikula
sinistra.
Perkusi :sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Regio Abdomen
Inspeksi : tampak datar, memar+,jejas +, darah -.
Palpasi : teraba seperti papan, defans muscular +, nyeri tekan +, nyeri lepas+ di
seluruh lapang abdomen
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus –
III.Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 29 Januari 2011
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN INTERPRETASI
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,9 g/dl 13.2-17.3 g/dl
Hematokrit 39 % 33-45%
Leukosit 16,6 5-10 ribu/ul Meningkat
Trombosit 363 ribu/ul 150-440 ribu/ul
Eritrosit 4,51juta/ul 4.40-5,90 juta/ul
HEMOSTASIS
APTT 30,2 27,4-39,3
PT 14,8 11,3-14,7
KIMIA DARAH
4
Gula darah sewaktu
Ureum darah
Kreatinin darah
150mg/dl
19 mg/dl
1,2 mg/dl
70-140
20-40
0,6-1,5
Meningkat
URINE
Urobilinogen 0,1 <1
Protein urine - -
Berat jenis 1.010 1003-1030
Bilirubin - -
Keton - -
Nitrit
pH
-
6
-
4,8-7,4
Darah +1 -
Glukosa urine - -
Warna Kuning Kuning
Jernih + Jernih
SEDIMEN URINE
Epitel
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Kristal
+1
1-2/LPB
1-3/LPB
-
-
0-5/LPB
0-2/LPB
-
-
meningkat
5
KIMIA KLINIK
Ph
Pco2
PO2
BP
HCO3
02 saturasi
BE
Total CO2
7,275
29,6 mmHg
80,8mmHg
754,0 mmHg
13,4 mmol/L
94,7 %
-11,9 mmol/L
14,3mmol/L
7,370-7,440
35,0-45,0
83,0-108,0
-
21,0-28,0
95,0-99,0
-2,5-2,5
19,0-24,0
Menurun
Menurun
Menurun
Menurun
Menurun
Menurun
Menurun
2. Pemeriksaan Foto Rontgen
6
Gb 1. Rontgen schaedel AP/Lateral Gb.2 Rontgen thorax PA
Gb.4 rontgen abdomen LLD Gb.5 Foto polos abdomen
Hasil :
Deskripsi:
Preperitoneal fat baik
Distribusi usus normal
Kontour kedua ginjal normal
Garis psoas simetris
Tak tampak bayangan batu radioopaque di sepanjang tractus
urinarius
Kesan :tak tampak jelas dilatasi usus
CV lumbosakral
Kedudukan masih baik, alignment tulang listesis
Jaringan lunak tenang
7
Pelvis
Bentuk, ukuran, dan lingkar pelvis dalam batas normal
Tidak tampak tanda destruksi tulang maupun tanda radang
Articulatio coxae dan sacroilliaca kanan kiri baik
Kesan : foto pelvis normal
Laporan operasi tanggal 30 Januari 2011
Nama operator : dr. Bambang, SpB
Jenis anestesi : umum
Diagnosis sebelum operasi : peritonitis umum ec. Susp.perforasi lien
Diagnosis setelah operasi : peritonitis umum ec perforasi lien
Jenis operasi : laparotomy eksplorasi
- Pasien tidur terlentang di atas meja operasi dengan general anestesi
- A dan antisepsis di lapangan operasi dan sekitarnya
- Incisi mediana intra xhypoid s/d infraumbilikus menembus kutis, subkutis,
fascia. Ketika peritoneum dibuka keluar darah kurang lebih100cc
- Eksplorasi, tampak laserasi lien sisi postore ukuran 4x1x1 cm
- Dilakukan penjahitan pada lien. Control perdarahan
- Rongga abdomen dicuci dengan cairan NaCl steril hangat
- Luka operasi ditutup lapis demi lapis dengan meninggalkan 1 buah drain
pada regio sub lien
- Operasi selesai.
Post op :
awasi TNSP
IVFD RL / Dextrose 5% 2:2 kolt/ 24 jam
Ceftriaxone 2x1gram
Ketorolac 3x30 gram
Puasa
Follow up tgl 3 januari 2011
S : Demam (-), mual(-), kembung (-), flatus (+)
O : CM
8
TD : 130/77 mmHg. N ; 78 x/menit
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis:
Abdomen :
Inspeksi : terbalut kasa, rembesan darah (-)
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (+), defanse muscular (-)
Auskultasi : BU (+)
A : peritonitis umum ec. Perforasi lien post laparotomi eksplorasi H4
P : - diet cair 6x100 cc
- IVFD aminofluid
- Ceftriaxcone 2x1 gr iv
- Vitamin C 2x200 mg
- Fladex 3x500 mg
- AFF NGT
- Pindah ruang rawat biasa
- Mobilisasi miring kanan-kiri
Follow up tanggal 4 januari
S : Sakit perut bila batuk
O : TD : 120/90 , N : 83 x/menit, S: 36,2 P:20 x/menit
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis :
Abdomen :
Inspeksi : terbalut kasa, rembesan darah (-)
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (+), defanse muscular (-)
Auskultasi : BU (+)
A : peritonitis umum ec. Perforasi lien post laparotomi eksplorasi H5
P : terapi lanjutkan
9
III. Resume
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang :
- Anamnesis :
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dibonceng oleh temannya naik
motor, kemudian menabrak trotoar jalan sehingga terjatuh.Bagian dada
dan tangan kiri pasien terjatuh duluan menahan tubuh pasien.Badan
sebelah kiri pasien mengenai pinggiran trotoar.Kepala tidak mengalami
benturan. Pasien dibonceng motor dengan kecepatan 70km/jam. Tidak ada
pingsan, tidak pusing, mual dan muntah disangkal.Pasien merasakan nyeri
di perut ketika pasien bernapas dalam.
- Pemeriksaan fisik :
• Regio aksilaris anterior
Inspeksi : dada tampak datar, simetris, memar(-), deformitas(-),
vulnus eksoriasi, edema (-)
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5, 1 jari lateral linea midklavikula
sinistra.
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
• Regio Abdomen
Inspeksi : tampak datar, memar+,jejas +, darah -.
Palpasi : teraba seperti papan, defans muscular +, nyeri tekan +,
nyeri lepas+ di seluruh lapang abdomen
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (–)
- Pemeriksaan laboratorium :
10
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan leukosit meningkat,
guladarah sewaktu meningkat, eritrosit dalam urin meningkat, kimia
klinik didapatkan total CO2 menurun.
V.Diagnosis
Peritonitis umum ec perforasi lien
VI.Penatalaksanaan
Di IGD:
- Pasang Foley kateter no. 18
- Sediaan darah PRC
- Pasang NGT
- Ceftazidim 2x1 gram
- Ketorolac 3x1 ampul
VII. Prognosis
Ad vitam : ad malam
Ad functionam : ad malam
Ad sanasionam : dubia ad bonam
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Abdomen terletak di antara thorax dan pelvis.Cavitas abdominis dibatasi oleh
dinding abdomen, terpisah oleh cavitas thoracis oleh diafragma, bagian atas
terlindung oleh sangkar dada, dan ke arah caudal bersinambungan dengan cavitas
pelvis.Cavitas abdominis berisi peritoneum, organ cerna (gaster, intestinum,
hepar, vessica biliaris, pancreas, lien, ren, glandula suprarenalis, kedua
ureter). .Cavitas abdominis biasanya dibagi menjadi
a. Sembilan area yang dibatasi oleh 4 bidang- dua bidang horizontal
(subcostal dan trantuberkular) dan dua bidang vertical (medioclavicula).
Gambar.1 Sembilan region abdomen
b. Empat kuadran, yang dibatasi oleh 2 bidang yaitu 1 bidang horizontal
(transumbilical) dan 1 bidang vertical (median), menjadi regio kuadran
kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kanan bawah dan kuadran kiri
bawah (Moore,Agur,2002)
12
Gambar.2 Empat regio abdomen
Bidang vertical :
a. Bidang median yang membujur melalui tubuh, membagi tubuh menjadi belah
kanan dan belah kiri
b. Bidang medioclavicular melalui titik tengah clavicula ke titik medioinguinal
(pertengahan garis penghubung antara SIAS dan symphisis pubis
Bidang horizontal :
a. Bidang subcostal, melalui teoi caudal cartilage costalis X di kedua sisi dan
corpus vertebrae L3
b. Bidang transumbilical melalui annulus umbilicalis dan discus intervertebralis
antara vertebra L3 dan L4
c. Bidang transtuberkular, melalui kedua tuberkulum iliacum (tonjolan pada crista
illiaca) dan corpus vertebrae L5
Batas rongga abdomen
a. Anterior dan lateral
13
M. rectus abdominis
M. obliquus eksternus
M. obliquus internus
M. tranversus abdominis
b. Posterior
Columna vertebralis
M. psoas
M. quadratus Lumborum
c. Inferior
Pintu atas panggul
d. Superior : diafragma
I.I Anatomi luar Abdomen
A.Abdomen depan
Definisi abdomen depan adalah bidang yang dibatasi di bagian superior oleh garis
intermammaria, di inferior dibatasi oleh kedua ligamentum inguinale dan simfisis
pubis serta di lateral oleh kedua linea axillaris anterior
B.Pinggang
Merupakan daerah yang berada di antara linea axillaris anterior dna linea axilaris
posterior, dari sela iga -6 di atas, ke bawah, sampai crista illiaca. Di lokasi ini
terdapat otot abdomen yang tebal, berbeda dengan otot abdomen bagian anterior
C.Punggung
Daerah ini berada di belakang dari linea axillaris posterior dari ujung bawah
scapula sampai crista illiaca. Seperti halnya daerah pinggang, otot punggung
menjadi pelindung terhadap trauma tajam (American college of surgeons
committee on trauma, 2004)
I.I.1.Dindingabdomen
14
Dinding abdomen ventrolateral dibatasi ke arah cranial oleh cartilage costalis VII-
XII dan processus xiphoideus dan ke arah caudal oleh ligamentum inguinale dan
tulang-tulang pelvis.Dinding ini terdiri dari kulit, jaringan ikat subcutis, otot,
fascia, dan peritoneum.
Fascia dinding abdomen ventrolateral :
Fascia superficialis (jaringan ikat subcutis) pada hampir seluruh luas dinding
ventrolateral terdiri dari suatu lapis dengan kandungan lemak yang berbeda-
beda.Pada bagian caudal dinding abdomen ventrolateral, fascia superficialis dapat
dibedakan menjadi dua lembar, yaitu (1).Lembar superficial dengan banyak
jaringan lemak (fascia Camper) dan (2). Lembar profunda berupa selaput (fascia
scarpa)
Otot dinding abdomen ventrolateral :
Pada dinding abdomen ventrolateral terdapat empat otot yang penting, yaitu tiga
otot pipih (1). M.obliquus externus abdominis (2).M.obliquus internus abdominis
(3). M.transversus abdominis dan satu otot vertical M.rectus abdominis
Saraf dinding abdomen ventrolateral :
Kulit dan otot dinding abdomen ventrolateral terutama dipersarafi oleh
n.intrecostalis torakoabdominal yang dibentuk oleh cabang ventral keenam saraf
torakal paling caudal (T7-T11) dan oleh n.subcostalis (T12) dextra dan n.
subcostalis sinistra (T12)
Pembuluh dinding abdomen ventrolateral :
Arteri dan vena dinding abdomen ventrolateral ialah : a,v.epigastrica superior dan
a,v.thoracica interna, a,v. epigastrica inferior, a,v circumflexa illiaca profunda,
a,v. circumflexa illiaca superficialis, a,v. epigastrica superficialis.
I.II Anatomi dalam abdomen
15
Peritoneum dan Cavitas peritonealis
Peritoneum adalah selaput serosa yang tembus pandang dan sinambung , terdiri
dari dua lapis: (1). Peritoneum parietal yang melapisi dinding abdomen dan (2).
Peritoneum visceral yang menutupi visera (misalnya gaster dan intestinum).
Sedangkan cavitas peritonealis adalah ruang antara kedua lembar peritoneum ,
merupakan sebuah rongga potensial karena organ-organ tersusun berdekatan di
dalamnya. Dalam cavitas peritonealis, terdapat sedikit cairan sebagai lapisan tipis
untuk melumas permukaan peritoneum sehingga memungkinkan viscera abdomen
bergerak satu terhadap yang lain. Peritoneum dan cavitas peritoneal terdapat
dalam cavitas abdominis. Hubungan antara viscera abdomen dan peritoneum
adalah :
a.Organ intraperitoneal, adalah viscera abdomen yang diliputi oleh peritoneum
visceral, misal gaster
b.Organ extraperitoneal (retroperitoneal), adalah viscera yang treletak antara
peritoneum parietal dan dinding abdomen dorsal, misalnya ren, pancreas, colon
ascenden, dan colon descenden
Mesenterium adalah lembar ganda peritoneum yang berawal sebagai
lanjutan peritoneum visceral pembungkus sebuah organ.Mesenterium
menghubungkan organ bersangkutan dengan dinding tubuh, Viscera abdomen
yang memiliki mesenterium mudah bergerak dimana derajat kebebasan bergerak
bergantung dari ukuran panjang mesenterium.
Terdapat 3 regio, yaitu rongga peritoneal, ruang retroperitoneal, dan
rongga pelvis. Rongga pelvis ini mengandung bagian-bagian dari rongga
peritoneal maupun ruang retroperitoneal (American college of surgeons
committee on trauma,2004)
A.Rongga peritoneal
16
Dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian atas dan bawah.Rongga peritoneal atas
dilindungi oleh bagian bawah dari dinding thorax yang mencakup diafragma,
hepar, lien, gaster, dan colon transversum.Disebut juga bagian thoracoabdominal
abdomen.Sedangkan rongga peritoneal bawah berisi usus halus, bagian colon
ascenden, colon descenden, colon sigmoid, dan pada wanita organ reproduksi
internal.
B.Rongga pelvis
Rongga pelvis dilindungi oleh tulang pelvis, terdapat di dalamnya rectum, vesica
urinaria, pembuluh-pembuluh illiaca, dan pada wanita organ reproduksi internal.
C.Rongga retroperitoneal
Merupakan rongga yang berada di belakang dinding peritoneum yang melapisi
abdomen, dan di dalamnya terdapat aorta abdominalis, vena cava inferior,
sebagian besar dari duodenum, pancreas, ginjal, dan ureter serta sebagian
posterior dari colon ascenden dan colon descenden, serta bagian pelvis yang
terletak retroperitoneal. Cedera pada organ retroperitoneal sulit dikenali karena
daerah ini jauh dari jangkauan pemeriksaan fisik dan juga cedera pada bagian ini
tidak akan memperlihatkan tanda maupun gejala peritonitis(American college of
surgeons committee on trauma, 2004).
Organ-organ dalam abdomen dapat dibagi menjadi:
Organ Intraperitoneal
A.1 Lambung dan Duodenum
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di
bawah diafragma.Lambung anterior di batasi di superior oleh diafragma, di
anterior oleh M.rectus abdominis, kanan oleh lobus hepatis sinistra, dan posterior
lambung berhubungan dengan pancreas, adrenalis sinistra, ginjal dan
diafragma.Curvatura mayor berdekatan dengan colon transversum, dan curvature
minor berbatasan dengan hepar.Dalam keadaan kosong lambung menyerupai
17
tabung bentuk J dan bila penuh berbentuk seperti buah pir raksasa.Kapasitas
normal lambung adalah 1-2 liter. Secara anatomis lambung terdiri atas fundus,
corpus, antrum piloricum atau pylorus( Sabiston,2010 dan Price SA,Wilson
LM,2006).
Duodenum melengkung sekeliling caput pankreatis dalam bentuk C yang dimulai
pada pylorus dan berakhir pada ligamentum Treitz, dengan panjang sekitar 10
inchi dan dibagi menjadi 4 bagian : superior, descenden, horizontal, dan ascenden.
Lapisan duodenum analog dengan lambung, kecuali bagian pangkal dan akhirnya,
semuanya merupakan organ retroperitoneum.Duodenum mendapat suplai darah
dari a. gastroduodenalis, dimana cabang terminal dari a.gastroduodenalis adalah
a.pancreaticoduodenalis superior yang beranastomose dengan a.
pancreaticoduodenalis inferior.
A.2 Usus halus
Duodenum merupakan bagian paling proksimal usus halus, yang akan dilanjutkan
oleh jejunum dan ileum. Panjang usus halus mesenterica sekitar 20 kaki, tetapi
bervariasi besarnya karena kontraksi dan relaksasi, sehingga dalam keadaan
alamiah sekitar 10 kaki.Empat puluh persen pertama terdiri dari jejunum, dan 60
persen kemudian merupakan ileum. Tak ada batas yang pasti antara bagian usus
halus. Ketebalan dinding usus halus berubah bertahap menjadi lebih tipis ke arah
distal, demikian pula dengan lebar lumen.Jejunum dan ileum digantung dari suatu
mesenterium, pangkalnya meluas sekitar 15 cm dari ligament treitz setinggi L2 ke
valve ileocaecalis di kuadran kanan bawah setinggi L4-5. Sehingga jejunum
cenderung terletak dalam kuadran kiri atas dan ileum dalam kuadran kanan bawah
abdomen.Usus halus mesenterica diperdarahi oleh a.mesenterica
superior.Sedangkan drainase vena duodenum dan usus halus mesenterica menuju
ke system vena porta.Drainase vena usus halus mesenterica langsung ke dalam
vena mesenterica superior.Dinding usus halus dibagi ke dalam empat lapisan yaitu
tunica serosa, tunica muscularis, tela submucosa, tunica mucosa.Lipatan dan vili
lebih banyak di dalam jejunum dibandingkan dari ileum, sehingga lebih
18
bertanggung jawab bagi besarnya permukaan absorpsi. Terdapat bagian penting
dalam usus halus yaitu Plak peyer terutama ada di dalam ileum dan lebih banyak
ke distal, terdiri dari agregasi limfaticus yang dikelilingi oleh plexus limfaticus
(Sabiston,2010)
A.3 Hepar
Hati bersifat lunak dan lentur dan menduduki regio hypochondrium kanan, meluas
sampai regio epigastrium.Permukaan atas hati cembung melengkung pada
permukaan bawah diaphragma. Permukaan postero-inferior atau permukaan
viseral membentuk cetakan visera yang berdekatan, permukaan ini berhubungan
dengan pars abdominalis oesophagus, lambung, duodenum, flexura coli dextra,
ginjal kanan, kelenjar suprarenalis, dan kandung empedu.
Dibagi dalam lobus kanan yang besar dan lobus kiri yang kecil, yang dipisahkan
oleh perlekatan peritonium ligamentum falciforme.Lobus kanan terbagi menjadi
lobus quadratus dan lobus caudatus oleh adanya kandung empedu, fissura untuk
ligamentum teres hepatis, vena cava inferior, dan fissura untuk ligamentum
venosum.Porta hepatis atau hilus hati ditemukan pada permukaan postero-inferior
dengan bagian atas ujung bebas omentum majus melekat pada pinggirnya.Hati
dikelilingi oleh capsula fibrosa yang membentuk lobulus hati. Pada ruang antara
lobulus-lobulus terdapat saluran portal, yang mengandung cabang arteri hepatica,
vena porta, dan saluran empedu (segitiga portal) .
A.4 Limpa
Merupakan massa jaringan limfoid tunggal yang terbesar dan umumnya berbentuk
oval, dan berwarna kemerahan. Terletak pada regio hypochondrium kiri, dengan
sumbu panjangnya terletak sepanjang iga X dan kutub bawahnya berjalan ke
depan sampai linea axillaris media, dan tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik.
Batas anterior limpa adalah lambung, cauda pankreas, flexura coli sinistra. Batas
posterior pada diaphragma, pleura kiri ( recessus costodiaphragmatica kiri ), paru
kiri, costa IX, X, dan XI kiri.
19
A.5. Kandung empedu
Vesica Fellia adalah kantong seperti buah pear yang terletak pada permukaan
viseral hati. Secara umum dibagi menjadi tiga bagian yaitu : fundus, corpus dan
collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior
hati; dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi
ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan viseral hati
dana arahnya keatas, belakang dan kiri. Sedangkan collum dilanjutkan sebagai
ductus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi
kanan ductus hepaticus communis membentuk ductus choledochus.Batas anterior
vesica fellia pada dinding anterior abdomen dan bagian pertama dan kedua
duodenum.Batas posterior pada colon tranversum dan bagian pertama dan kedua
duodenum.
Colon dan Rectum
Colon merupakan bagian akhir usus yang terbentang dari ileum terminalis sampai
sambungan rectoanus.Colon terdiri dari colon ascenden, colon transversum, colon
descenden, dan sigmoid. Colon mempunyai panjang 1,5 meter dan terbentang dari
ileum terminalis sampai anus.Diameter sebesar 8,5cm dalam caecum, berkurang
menjadi sekitar 2,5 cm dalam colon sigmoid dan sedikit berdilatasi dalam
rectum.Bagian ascebden terletak retroperitoneum sedangkan bagian transversum
dan sigmoid memiliki mesenterium sehingga intraperitoneum. Beberapa
gambaran luar yang membedakan colon dari usus halus mencakup kehadiran tiga
pita otot longitudinalis atau taenia coli yang ditempatkan melingkar sekeliling
colon dan bertemu pada basis appendiks.Haustra juga terdapat pada dinding
colon.Dinding colon terdiri dari 4 lapisan yaitu tunika serosa, muscularis, tela
submucosa, dan tunika mucosa.Suplai darah colon melalui a.mesenterica superior
yang member 3 cabang yaitu a.ileocolica, a.colica dextra, dan a.colica media dan
a.mesenterica inferior yang bercabang ke a.colica sinistra, a.hemoroidalis
superior, dan a.sigmoidea.
20
Caecum terletak pada fossa iliaca, panjang ± 6 cm, dan diliputi oleh
peritonium.Batas anterior pada lekukan-lekukan usus halus, sebagian omentum
majus, dan dinding anterior abdomen regio iliaca kanan.Batas posterior pada m.
psoas dan m. iliacus, n. femoralis, dan n. cutaneus femoralis lateralis.Batas medial
pada appendix vermiformis.
Appendix vermiformis panjangnya 8 – 13 cm, terletak pada regio iliaca kanan.
Ujung appendix dapat ditemukan pada tempat berikut : (1) tergantung dalam
pelvis berhadapan dengan dinding kanan pelvis; (2) melekuk di belakang caecum
pada fossa retrocaecalis; (3) menonjol ke atas sepanjang pinggir lateral caecum;
(4) di depan atau di belakang bagian terminal ileum (Sabiston,2010).
Organ Retroperitoneal
C.1Ginjal
Ginjal berwarna coklat-kemerahan, terletak tinggi pada dinding posterior
abdomen, sebagian besar ditutupi oleh tulang iga.Ginjal kanan terletak lebih
rendah dibanding ginjal kiri, dikarenakan adanya lobus kanan hati yang besar.
Ginjal dikelilingi oleh capsula fibrosa yang melekat erat dengan cortex ginjal.Di
luar capsula fibrosa terdapat jaringan lemak yang disebut lemak perirenal.Fascia
renalis mengelilingi lemak perirenal dan meliputi ginjal dan kelenjar suprarenalis.
Fascia renalis merupakan kondensasi jaringan areolar, yang di lateral melanjutkan
diri sebagai fascia tranversus. Di belakang fascia renalis terdapat banyak lemak
yang disebut lemak pararenal.
Batas anterior ginjal kanan pada kelenjar suprarenalis, hati, bagian kedua
duodenum, flexura coli dextra. Batas posterior pada diaphragma, recessus
costodiaphragmatica pleura, costa XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m.
Tranversus abdominis.
Pada ginjal kiri, batas anterior pada kelenjar suprarenalis, limpa, lambung,
pankreas, flexura coli kiri, dan lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada
21
diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XI, XII, m. Psoas, m.
Quadratus lumborum, dan m. Tranversus abdominis
C.2 Ureter
Mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinaria, dengan didorong sepanjang ureter
oleh kontraksi peristaltik selubung otot, dibantu tekanan filtrasi glomerulus.
Panjang ureter ± 25 cm dan memiliki tiga penyempitan : (1)ureteropelvic junction;
(2menyilang a.illiaca communis;(3) masuk ke vesica urinaria. Ureter keluar dari
hilus ginjal dan berjalan vertikal ke bawah di belakang peritonium parietal pada
m. Psoas, memisahkannya dari ujung processus tranversus vertebra lumbalis.
Ureter masuk ke pelvis dengan menyilang bifurcatio a. Iliaca comunis di depan
articulatio sacroiliaca, kemudian berjalan ke bawah pada dinding lateral pelvis
menuju regio ischiospinalis dan memutar menuju angulus lateral vesica urinaria.
C.3. Pankreas
Merupakan kelenjer eksokrin dan endokrin, organ lunak berlobus yang terletak
pada dinding posterior abdomen di belakang peritonium.Bagian eksokrin kelenjar
menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein,
lemak, dan karbohirat.Bagian endokrin kelenjar, yaitu pulau langerhans,
menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang berperan penting dalam
metabolisme karbohidrat.Pankreas menyilang bidang transpilorica.
II. TRAUMA ABDOMEN
Dengan meningkatnya kecelakaan lalu lintas dan tindak kekerasan, frekuensi
trauma abdomen pun meningkat. Abdomen merupakan bagian tubuh yang sering
terpapar trauma.Luka pada isi rongga abdomen dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut.Mortalitas pada trauma abdomen tidak hanya ditentukan
oleh beratnya trauma atau adanya trauma penyerta, tetapi juga oleh keterlambatan
dalam menegakan diagnosis. Kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan atau
peradangan dalam rongga peritoneum (Ahmadsyah I,1995)
22
II.1 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, trauma abdomen dibagi atas 2 bagian
besar yaitu trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum(trauma tembus) dan trauma abdomen tanpa penetrasi ke
dalam rongga peritoneum (trauma tumpul). Trauma tembus disebabkan
oleh luka tusuk atau luka tembak, sedangkan trauma tumpul oleh akibat
pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi, dan sabuk pengaman.
II.2 Prevalensi
II.2.1 Trauma abdomen tumpul
Menurut penelitian pada tahun 2000 di Amerika Serikat, kurang
lebih 5 juta orang meninggal akibat trauma setiap tahunnya. Lebih dari
150.000 orang meninggal akibat cedera , seperti kecelakaan lalu lintas
dan cedera akibat jatuh. Penelitian juga membuktikan trauma menjadi
penyebab kematian no.1 orang-orang yang berusia 1-44 tahun, dimana
dalam rentang usia 15-25 tahun, 73% meninggal akibat kecelakaan lalu
lintas kendaraan bermotor (Udheani J,2008). Lebih dari 50% trauma
tumpul akibat kecelakaan lalu lintas yang biasanya disertai trauma tumpul
pada bagian tubuh lainnya .Pada pasien yang dilakukan laparotomi
Karena trauma tumpul, organ yang paling sering terkena adalah lien (40-
55%), hepar(35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan 15% hanya
mengalami hematoma retroperitoneal(American college of surgeons
committee on trauma,2004).
II.2.2 Trauma abdomen tajam
Dari seluruh kasus trauma abdomen di RSCM, trauma tembus
akibat luka tusuk menempati tempat teratas (65%) diikuti trauma
tumpul.Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus(30%),
diafragma(20%), dan colon (15%). Luka tembak mengakibatkan
23
kerusakan yang lenih besar, yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan
pelurudan berapa besar energy kinetiknya maupun kemungkinan pantulan
peluru, maupun efek pecahan tulangnya.Luka tembak paling sering
mengenai usus halus(50%), colon (40%), hepar (30%), dan pembuluh
darah abdominal(25%) (American college of surgeons committee on
trauma,2004).
II.3. Mekanisme trauma
II.3.1 Trauma tumpul
Merupakan trauma perut tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum .Biasanya diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi, atau sabuk pengaman (seat belt). Suatu pukulan
langsung, misalnya terbentur pinggiran stir ataupun bagian pintu mobil
yang terdorong ke dalam karena kecelakaan mobil, dapat menyebabkan
trauma kompresi ataupun crush injury terhadap organ visera.Kekuatan
seperti ini dapat merusak organ padat maupun organ berongga dan dapat
mengakibatkan rupture terutama organ-organ yang distensi (misal uterus
ibu yang sedang hamil), dan mengakibatkan perdarahan maupun
peritonitis.Trauma tarikan (shearing injury), terhadap organ viscera
sebenarnya adalah crush injury yang terjadi bila suatu alat pengaman
(misalnya seat belt atau komponen pengaman bahu) tidak digunakan
secara benar.Pasien yang mengalami cedera sepeda motor dapat
mengalami cedera deselerasi dimana terjadi pergerakan yang tidak sama
antara suatu bagian yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti
rupture lien ataupun rupture hepar dengan ligamennya.
II.3.2. Trauma tajam
Merupakan trauma perut dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum.Biasanya disebabkan oleh luka tusuk dan luka tembak. Luka
tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak
24
dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energy kinetic yang
lebih besar terhadap organ visera, dapat pecah menjadi fragmen yang
mengakibatkan kerusakan lainnya.
II.4. Penilaian
Hal yang harus ditentukan adalah ada trauma abdomen atau tidak.
A. Anamnesis
Anamnesis yang teliti terhadap apsien yang mengalami
tabrakan kendaraan bermotor harus mencakup kecepatan kendaraan,
jenis tabrakan (depan dengan depan, tabrakan samping,terserempet,
tabrakan dari belakang, ataupun terguling), berapa besar penyoknya
bagian kendaraan, jenis pengaman yang dipakai, posisi pasien dalam
kendaraan. Keterangan ini bisa didapat dari pasien atau keluarga
ataupun penolong.Informasi mengenai tanda vital dan luka yang ada
harus dapat diberikan oleh petugas pra rumah sakit.Sedangkan untuk
menelliti pasien dengan trauma tajam, anamneses harus diarahkan
pada waktu terjadinya trauma, jenis senjata yang digunakan (pisau,
pistol, senapan), jarak dari pelaku, jumlah tikaman atau tindakan,
jumlah perdarahan.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Pasien harus diperiksan tanpa pakaian.Abdomen bagian depan dan
belakang, dada bagian bawahm dan perineum juga diteliti apakah
mengalami ekskoriasi atau memar, adakah laserasi, tusukan, benda
asing yang menancap, bagian usus yang keluar, dan status
kehamilan.
25
2. Auskultasi
Pastikan ada atau tidak nya bising usus.Adanya darah bebas di
retroperitoneum ataupun gastrointestinal dapat mengakibatkan ileus,
yang mengakibatkan hilangnya bising usus. Cedera struktur lain
yang berdekatan seperti iga, vertebra, maupun pelvis bisa juga
menyebabkan ileus walaupun tidak ada cedera intraabdominal.
3. Perkusi
Dengan perkusi dapat mengakibatkan pergerakan peritoneum dan
mencetuskan tanda peritonitis.Dengan perkusi bisa kita ketahui
adanya nada timpani karena dilatasi lambung di kuadrrran kiri atas
ataupun adanya perkusi redup bila ada hemoperitoneum.
4. Palpasi
Adanya kekakuan perut pasien merupakan tanda yang bermakna
untuk rangsang peritoneal.Tujuan palpasi adalah untuk mendapatkan
adanya nyeri lepas, dimana nyeri lepas setelah tangan yang menekan
kita lepaskan menunjukan peritonitis. (American college of surgeons
committee on trauma,2004)
Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah (1). pemeriksaan
rectum dimana adanya darah menunjukan kelainan pada usus besar, (2).
Kuldosentesis, kemungkinan adanya darah dalam lambung , dan (3)
kateterisasi, adanya darah menunjukan lesi pada saluran kemih
(Ahmadsyah I, 1995). Selain pemeriksaan fisik abdomen, bagian organ
lain yang harus diperiksa antara lain pelvis, perineum, rectum serta organ
kelamin.
26
C.Pemeriksaan Diagnostik Pada Trauma Tumpul
C.1 Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Merupakan prosedur invasif yang dapat cepat dikerjakan untuk
mengetahui perdarahan intraperitoneal. Dilakukan untuk pasien
dengan trauma tumpul multiple dengan hemodinamik yang
abnormal, terutama bila dijumpai keadaan seperti perubahan
sensorium (trauma capitis, intoksikasi alcohol), perubahan sensasi
(trauma spinal), pemerikasaan fisik diagnostik tidak jelas, juga di
indikasikan pada pasien dengan hemodinamik normal dengan
keadaan seperti yang telah disebutkan. Kontra indikasi untuk DPL
adalah adanya indikasi yang jelas untuk laparotomi. Adanya
aspirasi darah segar melalui tube DPL pada pasien dengan
hemodinamik yang abnormal menunjukkan indikasi kuat untuk
laparotomi. Selain itu adanya tanda-tanda kerusakkan
intraperitoneal seperti adanya rangsangan peritoneal, cairan atau
udara bebas dalam rongga perut, adanya darah dalam lambung,
buli, rectum, juga dilakukan laparotomi.
C.2 FAST (Focused Assessment Sonography in Trauma)
Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan USG
untuk mendeteksi adanya hemoperitoneum. Ultrasound
memberikan cara yang cepat non invasive, akurat dan murah
untuk mendeteksi hemoperitoneum, dan dapat diulang kapanpun.
C.3 CT Scan
Dilakukan pada pasien dengan hemodinamik stabil dimana tidak
perlu segera dilakukan laparotomi. Dengan CT Scan dapat
diperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami
kerusakkan dan tingkat kerusakkannya, juga bisa untuk
27
mendiagnosa trauma retroperitoneal maupun pelvis yang sulit di
diagnose dengan pemeriksaan fisik, FAST, DPL.
D. Pemeriksaan Diagnostik Pada Trauma Tajam
Lima pulul lima persen pasien luka tusuk tembus abdomen depan akan
mengalami hipotensi, peritonitis ataupun eviserasi omentum maupun usus
halus. Untuk pasien seperti ini harus segera dilakukan laparotomi. Untuk
pasien yang relative asimptomatik, pilihan diagnostic yang tidak invasive
adalah melakukan eksplorasi local luka dengan cara pemeriksaan fisik
serial dalam 24 jam, DPL, dan laparoskopi diagnostic.
Laparotomi
Tindakan Laparotomi bertujuan untuk mengetahui organ apa saja yang
mengalami kerusakkan. Hanya dilakukan bila ada tanda-tanda rangsangan
peritoneal, ada shok, bising usus tidak terdengar, ada prolaps visera
melalui luka tusuk, adanya darah dalam lambung, buli, rectum, serta DPL
memberikan hasil yang positif. Beberapa indikasi yang sering digunakan
untuk dilakukannya laparotomi antara lain (1) Trauma Tumpul Abdomen
dengan hipotensi dan dugaan perdarahan intra abdominal. (2) Trauma
Tumpul Abdomen dengan FAST positif atau DPL positif. (3) Hipotensi
pada luka tusuk abdomen. (4) Luka Tembak. (5) Perdarahan dari gaster,
rectum, traktus Urogenitalis pada luka tusuk. (6) Adanya peritonitis . (7)
Udara retroperitoneal pada trauma tumpul. (8) CT Scan dengan kontras
mempelihatkan ruptur saluran cerna maupun saluran kemih (American
college of surgeons committee on trauma,2004).
E. Penanganan
Penanganan penderita yang terluka memerlukan penilaian yang cepat dan
pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian.
28
Primary survey
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis perlukaan,
tanda vital, dan mekanisme trauma.
A : Airway, menjaga airway dengan control cervical (cervical spine control).
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang disebabkan benda asing ataupun fraktur tulang
wajah. Dapat dimulai dengan melakukan chin lift dan jaw thrust. Selama
memperbaiki airway tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari
leher.Pada penderita yang masih sadar dapat dipakai nasopharyngeal airway. Bila
penderita tidak sadar dapat dipakai oropharyngeal airway (American college of
surgeons committee on trauma,2004).
B : Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi, yaitu dengan memberikan
nafas buatan, intubasi. Dada penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi
pernafasan.Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara kedalam
paru.Perkusi untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura.Inspeksi
dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada yang mengganggu
ventilasi.
C : Circulation, (dengan control perdarahan) . Diperlukan penilaian yang cepat
dari status hemodinamik penderita, dapat dinilai dari tingkat kesadaran, warna
kulit, nadi.Bila ada gangguan sirkulasi harus dipasang sedikitnya dua IV line.
Pada saat datang penderita di infuse cepat dengan 2-3 liter cairan kristaloid.
D : Disability, Tentukan status neurologis.
E : Exposure atau Environmental Controle : Buka baju penderita, cegah
hipotermia.
29
Secondary Survey
Secondary survey baru dapat dilakukan setelah primary servey selesai.Resusitasi
dilakukan dan A B C penderita dipastikan membaik.Secondary Survey adalah
pemeriksaan kepala sampai kaki termasuk reevaluasi pemeriksaan tanda vital.
Bila A B C sudah dilakukan, sering dilakukan pemasangan kateter dan pipa
lambung sebagai bagian dari resusitasi.Pemasangan pipa lambung selain untuk
diagnostic juga untuk pengosongan isi lambung yang dapat mencegah terjadinya
aspirasi.Sedangkan kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kemih dan
menilai urine yang keluar. Beberapa pemeriksaan penting yang juga dilakukan
antara lain, pengambilan sample darah dan urine, pemeriksaan x-ray untuk
screening trauma tumpul dan tajam, serta CT scan.
30
31
Indikasi dilakukan laparotomi :
Trauma tumpul abdomen dengan hipotensi dan dugaan perdarahan
intraabdomen secara klinis
Trauma tumpul abdomen dengan FAST (+) dan DPL(+)
Hipotensi pada luka tusuk tembus abdomen
Luka tembak menyeberang rongga peritoneum
Eviscerasi omentum atau usus
Perdarahan dari gaster, rectum, atau tr.urogenitalis pada luka tusuk
Adanya peritonitis
Udara bebas, udara retroperitoneal, atau ruptur diafragma pada trauma
tumpul
Indikasi operasi pada trauma tumpul abdomen :
1. Gejala peritonitis : nyeri pada seluruh lapang perut, defanse muscular (+),
demam.
2. Syok yang tidak teratasi : akral dingin , kesadaran turun, nafas
cepat,tekanan darah turun
3. Syok berulang
Derajat rupture lien :
32
BAB III
ANALISA KASUS
Seorang laki-laki berumur 17 tahun diantar ke IGD RSUP Fatmawati dengan
keluhan nyeri pada dada kiri sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mengalami kecelakaan lalu lintas dibonceng oleh temannya naik motor, kemudian
menabrak trotoar jalan sehingga terjatuh.Bagian dada dan tangan kiri pasien
terjatuh duluan menahan tubuh pasien.Badan sebelah kiri pasien mengenai
pinggiran trotoar.Kepala tidak mengalami benturan. Pasien dibonceng motor
dengan kecepatan 70km/jam. Tidak ada pingsan, tidak pusing, mual dan muntah
disangkal.Pasien merasakan nyeri di perut ketika pasien bernapas dalam.Pasien
langsung dilarikan ke RSUP Fatmawati oleh warga sekitar tanpa dilakukan
tindakan, dibawa ke rumah sakit dengan mobil, posisi pasien berbaring.Di IGD
pasien dibersihkan luka-luka lecetnya.pasien belum BAB dan BAK sejak
kejadian.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang.Di regio
abdomen tampak memar, jejas, nyeri tekan dan nyeri lepas di seluruh lapang
perut.Bising usus tidak terdengar akibat dari perdarahan intra abdominal karena
benturan saat jatuh naik motor.Serta ditemuka luka lecet di daerah dada kanan
atas.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan leukosit meningkat yang
menandakan adanya infeksi, gula darah sewaktu meningkat, eritrosit dalam urin
meningkat kemungkinan curiga rupture pada tracktus urinariusnya meskipun tidak
didapatkan hematuria yang nyata.Pada analisa gas darah ditemukan sedikit
33
penurunan.Pasien juga dilakukan pemeriksaan foto rontgen thoraks dan BNO
yang hasilnya masih dalam batas normal.
Pada pasien didapatkan tanda peritonitis umum pada abdomen,hal ini
menunjang dan merupakan indikasi untuk dilakukan nya laparotomi untuk
menentukan causa perdarahan nya dak keadaan organ intraabdomen, maka dari itu
pasien direncanakan dilakukan laparotomi eksplorasi cito. Laparotomi eksplorasi
dilakukan hari yang sama,31 januari 2011, dan didapatkan hasil perforasi lien,
dengan ukuran laserasi 4x1x1 cm, serta didapatkan darah sekiat 100 cc saat insisi
dilakukan. Hal inilah yang menyebabkan keadaan pasien mengalami peritonitis
umum.
Pengobatan yang diberikan pun, selain antibiotik Ceftriaxone untuk mencegah
terjadinya infeksi, serta ketorolac yang berfungsi untuk anti nyeri nya. Setelah
laparotomi dilakukan, pasien dirawat di ICU untuk pemantauan lebih lanjut serta
mencegah komplikasi yang mungkin terjadi
34
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadsyah I, (1995). Abdomen Akut, dalam Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah.Jakarta : FKUI, hal. 51-56.
Ahmadsyah I, (2005). Trauma dan Bencana , dalam Sjamsuhidajat R, Jong, WD.
Buku Ajar Ilmu Bedah,ed.2.Jakarta : EGC.hal.89-117.
American College of Surgeon .(2004). Advanced Trauma Life Support For
Doctors.ed.7. USA. Hal.143-159.
Moore, KL, Agur, AM. (2002).Anatomi Klinis Dasar.Jakarta: EGC,hal.80-132.
Ritchie WP, Perez AR. (1995).Lambung dan Duodenum, dalam Sabiston,
DC.Buku Ajar Bedah (Essential of Surgery).ed 1.Jakarta: EGC.hal.513-520.
Udeani J. Abdominal Trauma Blunt, (2010) in www.emedicine.com. Accesses:
februari, 2, 2010.
35