Luka Tumpul

33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka akibat trauma benda tumpul adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh benda atau alat yang tidak bermata tajam, konsistensi keras atau kenyal, dan permukaan halus atau kasar. Cara kejadian trauma benda tumpul lebih sering disebabkan karena kecelakaan atau penganiayaan, jarang karena bunuh diri (Satyo, 2006). Berdasarkan data otopsi di Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar Malang dari bulan Januari 2012 hingga Desember 2012 menunjukkan data korban mati akibat trauma benda tumpul sebagian besar disebabkan karena kecelakaan lalu lintas. Dari total 492 kasus kematian yang diotopsi, sebanyak 408 kasus merupakan kecelakaan lalu lintas. Sebagian besar kecelakaan lalu lintas merupakan kecelakaan sepeda motor, pejalan kaki, dan sisa nya bus, truk, dan kereta api. Jenis luka yang ditimbulkan akibat trauma benda tumpul yang sering dijumpai dalam kasus kecelakaan lalu lintas antara lain luka memar, luka babras, luka robek dengan tepi tidak rata, serta patah tulang. Bagian tubuh yang paling banyak terkena adalah kepala dan anggota

description

bahan referat

Transcript of Luka Tumpul

Page 1: Luka Tumpul

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka akibat trauma benda tumpul adalah kerusakan jaringan yang disebabkan

oleh benda atau alat yang tidak bermata tajam, konsistensi keras atau kenyal, dan

permukaan halus atau kasar. Cara kejadian trauma benda tumpul lebih sering

disebabkan karena kecelakaan atau penganiayaan, jarang karena bunuh diri (Satyo,

2006).

Berdasarkan data otopsi di Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum

dr. Saiful Anwar Malang dari bulan Januari 2012 hingga Desember 2012

menunjukkan data korban mati akibat trauma benda tumpul sebagian besar

disebabkan karena kecelakaan lalu lintas. Dari total 492 kasus kematian yang

diotopsi, sebanyak 408 kasus merupakan kecelakaan lalu lintas. Sebagian besar

kecelakaan lalu lintas merupakan kecelakaan sepeda motor, pejalan kaki, dan sisa nya

bus, truk, dan kereta api.

Jenis luka yang ditimbulkan akibat trauma benda tumpul yang sering dijumpai

dalam kasus kecelakaan lalu lintas antara lain luka memar, luka babras, luka robek

dengan tepi tidak rata, serta patah tulang. Bagian tubuh yang paling banyak terkena

adalah kepala dan anggota gerak atas dan bawah. Luka-luka tersebut dapat

menyebabkan dampak kerusakan jaringan maupun organ bervariasi mulai dari ringan

hingga berat, bahkan lebih parah yaitu kematian. Sebab kematian terjadi karena

kerusakan organ vital atau perdarahan yang banyak (Vincent dan Dominick, 2001).

Luka trauma benda tumpul yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas

merupakan akibat dari benda yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak

bergerak dan orang bergerak ke arah benda yang tidak bergerak. Dalam bidang

medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit

dipastikan. Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih

lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme tersebut.

Page 2: Luka Tumpul

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Luka

Luka merupakan gangguan dari kontinuitas jaringan yang disebabkan oleh

suatu energi mekanik eksterna. Terminologi cedera digunakan sebagai sinonim dari

kata luka, bahkan dapat memberikan maksud yang lebih luas dan tidak hanya

membahas kerusakan yang diakibatkan oleh energi fisik tapi juga kerusakan lain yang

diakibatkan oleh panas, dingin, bahan kimiawi, listrik dan radiasi. Sedangkan

terminology lesi awalnya bermaksud cedera namun digunakan untuk

mendeskripsikan suatu cedera, penyakit maupun degenerasi lokal pada jaringan yang

dapat mengakibatkan perubahan fungsi atau struktur. Oleh karena itu, penggunaan

kata cedera atau luka merujuk kepada kerusakan akibat dari penyebab bukan alami,

sementara kata lesi merujuk kepada suatu yang tidak dapat dipastikan apakah

disebabkan oleh penyebab alami atau tidak (Idries, 2008).

Traumatologi berasal dari bahasa Yunani, yang berarti luka, adalah cabang

ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma, perlukaan, cedera serta

hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa), yang kelainannya terjadi pada

tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan

jejas. Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang menderita luka

akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan

kejelasan dari permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan yang

menyebabkan luka, dan kualifikasi luka (Shkrum dan Ramsay, 2007).

2.2 Deskripsi Luka

Dalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi, bentuk,

ukuran, dan sifat luka. Sedangkan untuk luka tertutup, sifat luka tidak perlu

dicantumkan dalam pendeskripsian luka. Untuk penulisan deskripsi luka jumlah,

Page 3: Luka Tumpul

lokasi, bentuk, ukuran tidak harus urut tetapi penulisan harus selalu ditulis diakhir

kalimat.

Deskripsi luka meliputi: (Idries, 2008)

1. Jumlah luka

2. Lokasi luka, meliputi:

a. Lokasi berdasarkan region anatomi nya

b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian tertentu dari

tubuh

c. Menentukan lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka pada

regio yang luas seperti di dada, perut, punggung. Koordinat tubuh dibagi

dengan menggunakan garis khayal yang membagi tubuh menjadi dua yaitu

kanan dan kiri, garis khayal mendatar yang melewati puting susu, garis khayal

mendatar yang melewati pusat, dan garis khayal mendatar yang melewati ujung

tumit. Pada kasus luka tembak harus selalu diukur jarak luka dari garis khayal

mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk kepentingan rekonstruksi.

Untuk luka di bagian punggung dapat dideskripsikan lokasinya berdasarkan

garis khayal yang menghubungkan ujung bawah tulang belikat kanan dan kiri.

3. Bentuk luka, meliputi :

a. Bentuk sebelum dirapatkan

b. Bentuk setelah dirapatkan

4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam bentuk

panjang x lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.

5. Sifat-sifat luka, meliputi :

a. Daerah pada garis batas luka, meliputi :

- Batas (tegas atau tidak tegas)

- Tepi (rata atau tidak rata)

- Sudut luka (runcing atau tumpul)

b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:

- Jembatan jaringan (ada atau tidak ada)

Page 4: Luka Tumpul

- Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terdiri dari apa)

- Dasar luka

c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :

- Memar (ada atau tidak)

d. Lecet (ada atau tidak)

e. Tatoase (ada atau tidak)

2.3 Klasifikasi Luka

Secara umum, luka atau cedera dibagi kepada beberapa klasifikasi menurut

penyebabnya yaitu, trauma benda tumpul, trauma benda tajam dan luka tembak

(Vincent dan Dominick, 2001).

a. Trauma Benda Tumpul

Luka trauma benda tumpul dapat terjadi karena dua sebab yaitu alat atau

senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain

orang bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. Luka akibat trauma benda

tumpul dibagi menjadi beberapa kategori yaitu luka lecet (abrasi), luka memar

(kontusio), dan luka robek (laserasi).

b. Trauma Benda Tajam

Luka trauma benda tajam merupakan putusnya atau rusaknya kontinuitas

jaringan karena trauma akibat alat/senjata yang bermata tajam dan atau berujung

runcing. Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap harus

dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi pada umumnya karena suatu

peristiwa pembunuhan atau peristiwa bunuh diri. Luka yang disebabkan oleh beda

yang berujung runjing dan bermata tajam dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu

luka tusuk (stab wound), luka Iris (incised wound), luka bacok (chop wound).

c. Luka Tembak

Page 5: Luka Tumpul

Luka tembak adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru atau

persentuhan peluru dengan tubuh. Termasuk dalam luka tembak adalah luka

penetrasi dan perforasi. Luka penetrasi terjadi bila anak peluru memasuki suatu objek

dan tidak keluar lagi, sedangkan pada luka perforasi anak peluru menembus objek

secara keseluruhan.

2.4 Trauma Benda Tumpul

Trauma beda tumpul adalah luka yang disebabkan karena persentuhan tubuh

dengan benda yang permukaannya tumpul. Benda tumpul yang sering mengakibatkan

luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Adapun

definisi dari benda tumpul itu sendiri adalah : (Idries, 2006)

- Tidak bermata tajam

- Konsistensi keras / kenyal

- Permukaan halus / kasar

Luka akibat trauma benda tumpul dapat terjadi karena dua sebab yaitu benda

yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan orang bergerak ke

arah benda yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal kadang-kadang hal ini

perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan. Sekilas nampak sama dalam

hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat perbedaan hasil pada

kedua mekanisme itu (Vincent dan Dominick, 2001).

Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat dikenali,

yang mengarah kepada kepentingan medikolegal. Pola trauma banyak macamnya dan

dapat bercerita pada pemeriksa medikolegal. Kadangkala sukar dikenali, bukan

karena korban tidak diperiksa, namun karena pemeriksa cenderung memeriksa area

per area, dan gagal mengenali polanya. Foto korban dari depan maupun belakang

cukup berguna untuk menetukan pola trauma. Persiapan diagram tubuh yang

memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab trauma adalah latihan yang yang baik

untuk mengungkapkan pola trauma (Shkrum dan Ramsay, 2007).

Contoh pola trauma:

Page 6: Luka Tumpul

a. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion pada saat terjadi

kecelakaan, Ketika terjadi benturan, kaca spion tersebut akan menjadi fragmen-

fagmen kecil. Luka yang terjadi dapat berupa abrasi, kontusio, dan laserasi yang

berbentuk segiempat atau sudut.

b. Pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor biasanya mendapatkan fraktur

tulang panjang kaki. Hal ini disebut ‘bumper fractures’. Adanya fraktur tersebut

yang disertai luka lainnya pada tubuh yang ditemukan di pinggir jalan,

memperlihatkan bahwa korban adalah pejalan kaki yang ditabrak oleh kendaraan

bermotor dan dapat diketahui tinggi bempernya. Karena hampir seluruh kendaraan

bermotor ‘nose dive’ ketika mengerem mendadak, pengukuran ketinggian bemper

dan tinggi fraktur dari telapak kaki, dapat mengindikasikan usaha pengendara

kendaraan bermotor untuk mengerem pada saat kecelakaan terjadi.

c. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan adanya pola luka

pada dan di bawah area ‘hat band’ dan biasanya terbatas pada satu sisi wajah.

Dengan adanya pola tersebut mengindikasikan jatuh sebagai penyebab, bukan

karena dipukul.

d. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pukulan yang kepalan

tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu terlihat dari luar, namun

menimbulkan edem jaringan pada bagian dalam, tepat di depan gigi geligi. Frenum

pada bibir atas kadang rusak, terutama bila korban adalah bayi yang sering

mendapat pukulan pada kepala.

e. Kekerasan benda tumpul pada leher dapat berakibat patah tulang leher, robek

pembuluh darah, otot, oesophagus, trachea/larynx, dan kerusakan syaraf

f. Kekerasan benda tumpul pada dada dapat berakibat patah os costae, sternum,

scapula, clavicula, robek organ jantung, paru, pericardium

g. Kekerasan benda tumpul pada perut dapat berakibat patah os pubis, os sacrum,

symphysiolysis, luxatio sendi sacro iliaca, robek organ hepar, lien, ginjal.

Pankreas, adrenal, lambung, usus,v.urinari

Page 7: Luka Tumpul

h. Kekerasan benda tumpul pada vertebra dapat berakibat fraktura, dislokasi os

vertebrae

i. Kekerasan benda tumpul pada anggota gerak dapat berakibat patah tulang,

dislokasi sendi, robek otot, pembuluh darah, dan kerusakan saraf

2.5 Jenis Luka Akibat Trauma Benda Tumpul

Luka akibat trauma benda tumpul dapat berupa salah satu atau kombinasi dari

luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.

Derajat luka, perluasan luka, serta penampakan dari luka yang disebabkan oleh

trauma benda tumpul bergantung kepada:

- Kekuatan dari benda yang mengenai tubuh

- Waktu dari benda yang mengenai tubuh

- Bagian tubuh yang terkena

- Perluasan terhadap bagian tubuh yang terkena

- Jenis benda yang mengenai tubuh

Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan

kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan

berbagai tipe luka. Luka akibat trauma benda tumpul dibagi menurut beberapa

kategori (Vincent dan Dominick, 2001).

a Luka Lecet (Abrasi)

Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada

lapisan kulit epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis

pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan

dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda

yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah

hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang

mengenainya (Vincent dan Dominick, 2001).

Karakteristik luka lecet :

- Sebagian/seluruh epitel hilang terbatas pada lapisan epidermis

Page 8: Luka Tumpul

- Disebabkan oleh pergeseran dengan benda keras dengan permukaan kasar dan

tumpul

- Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)

- Timbul reaksi radang (Sel PMN)

- Sembuh dalam 1-2 minggu dan biasanya pada penyembuhan tidak

meninggalkan jaringan parut

Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang

mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang.

Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang

digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru

terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari

benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada

abrasi yang luas (Idries, 2008).

Memperkirakan umur luka lecet:

- Hari ke 1 – 3 : warna coklat kemerahan

- Hari ke 4 – 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram

- Hari ke 7 – 14 : pembentukan epidermis baru

- Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap

Luka lecet juga harus dibedakan terjadinya, apakah ante mortem atau post

mortem. Berikut ini tabel yang menunjukkan perbedaan dari keduanya:

Tabel 1. Perbedaan Luka Lecet Ante Motem dan Post Mortem

ANTE MORTEM POST MORTEM

Coklat kemerahan

Terdapat sisa sisa-sisa epitel

Tanda intravital (+)

Sembarang tempat

Kekuningan

Epidermis terpisah sempurna dari dermis

Tanda intravital (-)

Pada daerah yang ada penonjolan tulang

Page 9: Luka Tumpul

Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai

luka lecet gores (scratch), luka lecet serut (scrape), luka lecet tekan (impact abrasion)

dan luka lecet berbekas (patterned abrasion).

- Luka lecet gores (Scratch)

Diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang menggores kulit)

yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya dan

mengakibatkan lapisan tersebut terangkat, sehingga dapat menunjukan arah

kekerasan yang terjadi.

- Luka lecet serut (Scraping)

Adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan

permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan di tentukan dengan melihat letak

tumpukan epitel.

Gambar 2.1 Bentuk dari abrasi dapat menandakan jenis permukaan yang

kontak dengan kulit. (Dikutip dari forensic pathology 2nd edition)

- Luka lecet tekan (Impact abrasion)

Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah

jaringan yang lentur maka, bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan

bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan identifikasi

benda penyebab yang mempunyai bentuk yang khas, misalnya kisi-kisi radiator

Page 10: Luka Tumpul

mobil, jejas gigitan dan sebagainya. Gambaran luka lecet tekan yang di temukan

pada mayat adalah daerah kulit yang kaku dengan warna yang lebih gelap dari

sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang tertekan serta terjadinya

pengeringan yang berlangsung pasca kematian.

Gambar 2.2 Impact abrasion pada sisi kanan wajah.

(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)

b. Kontusio (Luka Memar)

Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat.

Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat

menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya.

Kontusio adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan

yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya pembuluh darah

kapiler akibat kekerasan benda tumpul (Vincent dan Dominick, 2001).

Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi pada

daerah dimana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau pada orang yang

lanjut usia, maka luka memar yang tampak seringkali tidaka sebanding dengan

kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas; dan adanya jaringan longgar tersebut

Page 11: Luka Tumpul

memungkinkan berpindahnya “memar” ke daerah yang lebih rendah, berdasarkan

gravitasi.

Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai

bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah “perdarahan tepi”

(marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan,

dimana pada tempat yang terdapat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan,

kendaraan akan menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai

dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan.Perubahan warna

pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut

bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standar pasti

untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.

Luka memar dapat diklasifikasikan sebagai luka memar superficial

(Superficial), Luka memar dalam (Deep), dan luka memar berbekas (Patterned/

imprint).

a. Luka memar superfisial

Luka memar superficial dapat terjadi secara segera, disebabkan oleh

akumulasi darah secara subkutan.

b. Luka memar dalam

Luka memar dalam menandakan adanya akumulasi pendarahan lebih dalam

dari lapisan kulit subkutan. Biasanya jenis luka ini memerlukan 1 sampai 2 hari untuk

dapat terlihat di permukaan kulit.

c. Luka memar berbekas

Luka memar berbekas disebabkan oleh penekanan pada tubuh, biasanya objek

yang menekan tubuh meninggalkan bekas pada permukaan kulit. Pada mayat waktu

antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga

karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan

pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap. Pemeriksaan

Page 12: Luka Tumpul

mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan waktu terjadinya

luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal tersebut pun

bergantung pada keahlian pemeriksa.

Gambar 2.3 Luka memar pada bagian dada kiri

(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)

Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan

darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat

menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah

terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena

pada organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian

jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman.

Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi

menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup,

kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangrene

(Idries, 2006)

Memperkirakan umur luka memar :

- Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan

- Hari ke 2 – 3 : warna biru kehitaman

- Hari ke 4 – 6 : biru kehijauan–coklat

- > 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh

Page 13: Luka Tumpul

Lebam mayat atau livor mortis sering salah diinterpretasikan dengan luka

memar. Livor mortis merupakan perubahan warna ungu kemerahan pada area

mengikuti posisi tubuh disebabkan oleh akumulasi darah oleh pembuluh darah kecil

secara gravitasi. Berikut ini perbedaan luka memar dengan lebam mayat: (Vincent

dan Dominick, 2001).

Tabel 2. Perbedaan Luka Memar dan Lebam Mayat

LUKA MEMAR LEBAM MAYAT

Di sembarang tempat

Pembengkakan (+)

Tanda Intravital (+)

Ditekan tidak menghilang

Diiris : tidak menghilang

Bagian tubuh yang terendah

Pembengkakan (-)

Tanda Intravital (-)

Ditekan Menghilang

Diiris : dibersihkan dengan kapas menjadi bersih

Luka memar atau kontusio juga dapar terjadi pada organ dan jaringan dalam.

Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ vital

seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan

bahkan kematian.

Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi

peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi

peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan

kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat

menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada

bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah.

Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu.

Beberapa dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian

superfisial atau daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya

pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah menuju otak menyebabkan

adanya pembengkakan dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, lingkaran

Page 14: Luka Tumpul

kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang terbentuk cukup besar, edema otak

dapat menghambat sirkulasi darah yang menyebabkan kematian otak, koma, dan

kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah penyembuhan

kontusio tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan

adanya fokus epilepsi.

Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit

pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat

menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang

mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan

menyebabkan gagal jantung. Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur

organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh.

Perlu dipertimbangkan lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan

dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan dalam

pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada kulit

kepala, kranium, dan otak. Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat

seperti palu atau botol bir, hasilnya dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi,

kontusio, dan laserasi dari kulit kepala. Kranium dapat patah atau tidak. Jika jaringan

dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini terjadi saat kepala relatif tidak

bergerak. Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang

bergerak mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan pada

kulit kepala dan pada kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan pada benda

yang bergerak-kepala yang diam. Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat

trauma melainkan pada sisi yang berlawanan. Hal ini disebut kontusio contra-coup.

Pada pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto

dari semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai

dengan demontrasi yang ada, diagram dapat menjelaskan hubungan trauma yang

terjadi. Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja kepala

yang diam dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai

Page 15: Luka Tumpul

benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan,

yang tidak memerlukan penjelasan mendetail.

Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah

putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau

besar. Perdarahan kecil dinamakan “ball haemorrhages” sesuai dengan bentuknya

yang bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang disebabkan

hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan dalam biasanya berbentuk ireguler dan

hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke. Anamnesis yang cukup

mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala, serta adanya

penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain yang menyebabkan

perdarahan.

Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma

biasanya melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya

adalah ganglia basal, pons, dan serebelum. Perdahan tersebut berhubungan dengan

malformasi arteri vena. Biasanya mengenai orang yang lebih muda dan tidak

mempunyai riwayat hipertensi. Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai

trauma kepala. Manifestasi eksternal yang dapat ditemui adalah “ foam cone” busa

berwarna putih atau merah muda pada mulut dan hidung. Hal tersebut dapat ditemui

pada kematian akibat tenggelam, overdosis, penyakit jantung yang didahului

dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak membuktikan adanya trauma

kepala.

c. Laserasi (Luka robek)

Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan

kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa,

permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang

menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing

tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan

menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler

Page 16: Luka Tumpul

dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih

rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi (Vincent dan Dominick, 2001).

Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan

dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi

luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda

tajam (Shkrum dan Ramsay, 2007).

Gambar . Luka robek dengan terdapatnya jembatan jaringan

(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)

Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang

paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi

laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan.

Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab

kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang

berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi

karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk

semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda

dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow tails”. Beberapa benda

dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.

Page 17: Luka Tumpul

Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut,

perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu

pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar

kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari

cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali

tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka. Kemudian,

epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar

tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur

lain.

Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak

seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari,

dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan

ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.

Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa

adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi

terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis

dapat menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan

kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan

kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk

ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya

penyembuhan luka yang sempurna.

Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada

saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan

disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang

memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi

sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari

suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa. Hal yang harus

diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi dalam

Page 18: Luka Tumpul

jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat (Idries,

2008).

d. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi

Luka lecet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama

dapat menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya

dan lecet pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi

bersamaan pada satu pukulan.

Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat dibedakan

dengan luka terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari sifat-sifatnya serta

hubungan dengan jaringan sekitar luka. Luka robek mempunyai tepi yang tidak

teratur, terdapat jembatan-jembatan jaringan yang menghubungkan kedua tepi luka,

akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah yang berambut,

di sekitar luka robek sering tampak adanya luka lecet atau luka memar. Oleh karena

luka pada umumnya mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan lambat mendatangkan

kematian, maka jarang dijumpai kasus bunuh diri dengan membuat luka terbuka

dengan benda tumpul mengenai tubuh korban (Vincent dan Dominick, 2001).

2.6 Aspek Medikolegal Luka

Luka Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana

Dalam KUHP dikenal luka akibat kelalaian atau karena yang disengaja. Luka

yang terjadi ini disebut Kejahatan Terhadap Tubuh atau Misdrijven Tegen Het Lijf.

Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi dua yaitu kejahatan doleuse (yang

dilakukan dengan sengaja) dan kejahatan culpose (yang dilakukan karena kelalaian

atau kejahatan). Jenis kejahatan yang dilakukan dengan sengaja diatur dalam Bab

XX, pasal 351 sampai dengan 358. Jenis kejahatan yang disebabkan karena kelalaina

diatur dalam pasal 359, 360, dan 361 KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut dijumpai

kata-kata “mati, menjadi sakit sementar, atau tidak dapat menjalankan pekerjaan

sementara” yang tidak disebabkan secara langsung oleh terdakwa, akan tetapi karena

Page 19: Luka Tumpul

‘salahnya’ diartikan sebagai kurang hati-hati, lalai, lupa, dan amat kurang perhatian

(Satyo, 2006).

Pasal 361 KUHP menambah hukuman nya sepertiga lagi jika kejahatan ini

dilakukan dalam suatu jabatan atau pekerjaan. Pasal ini dapat dikenakan pada dokter,

bidan, apoteker, supir, masinis kereta api dan lain-lain. Dalam pasal-pasal tersebut

tercantum istilah penganiayaan dan merampas dengan sengaja jiwa orang lain, suatu

istilah hukum semata-mata dan tidak dikenal dalam istilah medis (Satyo, 2006).

Yang dikatakan luka berat pada tubuh pada pasal 90 KUHP adalah penyakit

atau luka yang tidak bisa diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang

dapat mendatangkan bahaya maut, terus-menerus tidak cakap lagi dalam memakai

salah satu panca indera, lumpuh, berubah pikiran atau akal lebih dari empat minggu

lamanya, menggugurkan atau memnbunuh anak dari kandungan ibu (Satyo, 2006).

Disinilah dokter berperan bear sebagai saksi ahli di depan pengadilan. Hakim

akan mendengarkan keterangan spesialis kedokteran forensik maupun ahli lain nya

(setiap dokter) dalam tiap kejadian secara kasus demi kasus.

VeR Dalam KUHP

Sebagai seorang dokter, hendaknya dapat membantu pihak penegak hukum

dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasien atau korban perlukaan. Dokter

sebaiknya dapat menyelesaikan permasalahan mengenai :

- Jenis luka apa yang ditemui

- Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka dan

- Bagaimana kualifikasi dari luka itu

Sebagai seorang dokter, ia tidak mengenal istilah penganiayaan. Jadi istilah

penganiayaan tidak boleh dimunculkan dalam Visum et Repertum. Akan tetapi

sebaiknya dokter tidak boleh mengabaikan luka sekecil apapun. Sebagai misalnya

luka lecet yang satu-dua hari akan sembuh sendiri secara sempurna dan tidak

mempunyai arti medis, tetapi sebaliknya dari kaca mata hukum.

Page 20: Luka Tumpul

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tidak dijumpai istilah

Visum et Repertum. Pasal 133 KUHAP memakai istilah “surat keterangan ahli” yang

dibuat oleh spesialis kedokteran forensik atau “surat keterangan” bila dibuat oleh

dokter umum atau dokter spesialis lainnya, adalah identik dengan Visum et

Repertum.

Profesionalisme seorang dokter dapat dimunculkan pada kesimpulan Visum et

Repertum yang dapat menjadi pertimbangan pihak penegak hukum.

Ada empat kualifikasi (derajat) yang dapat dipilih dokter :

1. Orang yang bersangkutan tidak menjadi saksi atau mendapat halangan dalam

melakukan pekerjaan atau jabatan.

2. Orang yang bersangkutan menjadi sakit tetapi tidak ada halangan untuk melakukan

pekerjaan atau jabatan.

3. Orang yang bersangkutan menjadi sakit dan berhalangan untuk melakukan

pekerjaan atau jabatannya.

4. Orang yang bersangkutan mengalami :

a. Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh.

b. Dapat mendatangkan bahaya maut.

c. Tidak dapat menjalankan pekerjaan.

d. Tidak dapat memakai salah satu panca indera.

e. Terganggu pikiran lebih dari empat minggu.

Page 21: Luka Tumpul

DAFTAR PUSTAKA

Alexandropoulou, C. A., dan Panagiotopoulos, E. 2010. Wound Ballistics: Analysis of Blunt and Penetrating Trauma Mechanisms. Health Science Journal, vol. 4, issue 4, pp. 225-236

Idries, A. M. 2008. Sistematik Pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik Khusus Pada Korban Perlukaan. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, Bab 7, hal. 133-143. Jakarta: Sagung Seto

Satyo, A. C. 2006. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik. Majalah Kedokteran Nusantara, vol. 39, no. 4, pp. 430-433

Shkrum, M. J. dan Ramsay, D. A. 2007. Blunt Trauma. Forensic Pathology of Trauma, Chapter 8, pp. 405-518

Vincent J. D. dan Dominick, D. 2001. Blunt Trauma Wounds. Forensic Pathology Second Edition, Chapter 4, pp. 1-26