Post on 13-Nov-2015
description
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Infeksi respiratorik akut (IRA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan
mortalitas pada anak. Infeksi respiratorik adalah infeksi yang terjadi mulai dari
respiratorik atas dan adneksanya hingga parenkim paru. Sedangkan yang dimaksud
infeksi respiratorik atas adalah infeksi primer respiratorik di atas laring, sedangkan
infeksi laring ke bawah disebut infeksi respiratorik bawah.1
Infeksi respiratorik atas akut (IRAA) terdiri dari rinitis, faringitis, tonsilitis,
sinusitis, dan otitis media. Sedangkan infeksi respiratorik bawah akut (IRBA)
terbagi atas croup (epiglotitis dan laringo-trakeobronkitis), bronkitis, bronkiolitis,
dan pneumonia. Yang paling sering menjadi masalah utama adalah pneumonia dan
bronkiolitis.
Bronkiolitis adalah infeksi akut pada saluran napas kecil atau bronkiolus
yang pada umumnya disebabakan oelh virus, sehingga menyebabkan gejala
obstruksi bronkiolus. Bronkiolitis ditandai dengan adanya batuk, pilek, panas,
wheezing pada saat ekspirasi, takipneu, retraksi dan air trapping / hiperaerasi paru
pada foto rontgen dada. 1
Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden
tertinggi pada bayi usia 6 bulan. 1-3 Pada daerah yang penduduknya padat insiden
bronkiolitis disebabkan oleh karenaRespiratory Syncitial Virus (RSV) terbanyak
pada usia 2 bulan. 4 Semakin muda usia bayi menderita bronkiolitis maka biasanya
makin berat penyakitnya.
Adapun manifestasi klinisnya yaitu mula-mula bayi menderita gejala ISPA
seperti pilek dan bersin-bersin. Gejala tersebut berangsung beberapa hari, kadang
disertai demam dan napsu makan berkurang. kemudian timbul distres nafas yang
ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. bayi-bayi akan mejadi
rewel, muntah serta sulit makan dan minum.
Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita, dan
adanya epidemi Respiratory Syncitial Virus (RSV) di masyarakat. Prinsip dasar
2
penanganan bronkiolitis adalah terapi suportif, oksigenasi, pemberian cairan untuk
mencegahdehidrasi, dan nutrisi yang adekuat.
1.2.Tujuan
Beberapa tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui bronkiolitis pada anak secara umum.
b. Mengetahui penyebab dan faktor risiko.
c. Mengetahui manifestasi klinis.
d. Mengetahui pemeriksaan.
e. Dan mengetahui penatalaksanaan.
3
BAB II
STATUS PASIEN PRIBADI
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. X.S.F
Tanggal lahir : 21 Maret 2014
Usia : 8 bulan
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Pisangan timur, Kec Pulo gadung, Jakarta Timur
No.RM : 02.14.45.85
Ruangan : Bougenville bawah
Tanggal masuk RS : 09 Desember 2014
IDENTITAS ORANG TUA / WALI
AYAH IBU
Nama Bpk. Don Ronaldo Ibu. Wulan
Usia Menikah 35 th 19 th
Usia 45 th 28 th
Pekerjaan swasta swasta
Penghasilan Rp 1.500.000 Rp. 2.000.000
Agama islam islam
Suku manado jakarta
ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien di ruangan bougenville bawah pada tanggal 11
Desember 2014.
Keluhan Utama : Sesak napas sejak 2 minggu SMRS
Keluhan Tambahan : Batuk, Pilek dan Demam.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Dua minggu SMRS pasien mengeluh batuk-batuk, batuk yang dirasakan
terus-terusan. Batuk berdahak, namun dahaknya tidak dapat dikeluarkan oleh
4
pasien. Dari awal pasien timbul keluhan batuk, pasien terlihat sesak, sesak yang
dirasakan terus-terusan. Pada saat pasein sesak ibu medengar suara ngik-ngik.
Sesak yang dirasakan pasien tidak sampai mengganggu waktu tidurnya. Sesak juga
tidak bertambah parah pada malam hari. Saat pagi hari juga pasien jarang bersin-
bersin, hidung tersumbat, mata gatal atau hidung terasa gatal dan meler (keluarnya
cairan bening dari hidung). Selain itu juga pasien mengeluh demam. demam yang
dirasakan hanya hangat-hangat saja, demam tidak tinggi. mual, muntah, kejang dan
menggigil disangkal oleh ibu pasien. Dalam 1 bulan ini keluhan sesak yang
dirasakan pasien tersebut dapat kambuh 2 kali.
Satu minggu SMRS pasien mengeluh pilek. Pilek mengeluarkan cairan
berwarna putih bening pada saat awal timbul pilek, namun terakhir kemarin ibu
melihat cairan yang keluar dari hidung berwarna kehijauan. Napsu makan pasien
saat sakit ini sedikit menurun, sehingga berat badan pasien juga sedikit berukarang
sebelum sakit berat badan 7.9 kg saat ini 7 kg. Satu minggu SMRS pasien juga
sudah berobat ke polikilinik anak RSUP Persahabatan dengan keluhan yang sama
dberikan obat uap, keluhan berkurang namun 4 hari kemudian kambuh lagi.
Lima hari SMRS pasien terlihat semakin sesak terus-terusan, terdengar
suara ngik-ngik , batuk dahak dan demam belum berkurang.
Saat masuk RS pasien masih mengeluh sesak yang makin bertambah berat,
terdengar suara ngik-ngik, batuk berdahak, demam naum demam tidak terlalu tinggi
dan pilek dengan cairan yang keluar berwarna kehijauan. BAB dan BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan sesak timbul sejak pasien usia 3 bulan. Riwayat kambuh terakhir 1 minggu
yang lalu. Orangtua menyediakan alat uap di rumah, sesak membaik setelah di uap.
Riwayat pernah rawat inap di rumah sakit sebelumnya disangkal. Riwayat alergi
udara atau makanan juga disangkal oleh ibu pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga tidak ada yang sedang sakit batuk pilek sebelumnya, Riwayat asma (-)
5
Riwayat Pemakaian Obat:
Satu minggu SMRS pasien sudah berobat ke poliklinik anak RSUP persahabatan
dengan keluhan sesak, batuk dan pilek. dipoliklinik diberikan obat uap, keluhan
berkurang namun 4 hari kemudian kambuh lagi keluhannya.
Riwayat lingkungan dan Sosial
An.X sejak usia 3 bulan tinggal bersama nenek nya, pisah dengan ibunya. selain
nenek dirumn an.X tinggal bersama kakek, kakak kandung pasien serta paman. Di
sekitar lingkungan rumah nenek banyak asap rokok, karena di depan rumah nenek
sering dipakai untuk tempat kumpul anak-anak remaja yang merokok.
Riwayat Antenatal
Ketika ibu hamil an. X, ibu sering kontrol kehamilannya di bidan dan RS terdekat.
Ketika hamil ibu tidak mempunyai riwayat hipertensi, dan diabetes melitus.
Riwayat Kelahiran
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. lahir ditolong oleh dokter di
RSUP Persahabatan. lahir cukup bulan 38 minggu, lahir normal pervaginam. berat
lahir 3200 gr, panjang lahir 50 cm. menangis spontan. riwayat kuning dan biru
disangkal oleh ibu pasien. serta tidak ditemukan adanya kelainan pada pasien.
Riwayat Imunisasi
Ibu mengaku an.X sudah melakukan semua imunisasi, kecuali campak dan polio.
imunisasi dilakukan dibidan. Untuk waktu-waktu pemberian imunisasi pada
anaknya ibu lupa.
Kesan: imnisasi belum lengkap
Jadwal Imunisasi
Usia Vaksin
0 bln Hep B1, Polio 0
1 bln Hep 2
2 bln BCG, Polio 1, DTP 1
6
4 bln Polio 2, DTP 2
6 bln Hep B3, Polio3, DTP3
9 bln Campak
Riwayat Makanan
Sejak usia 0-4 bulan minum susu formula, karena asi tidak keluar, sejak mulai usia
5 bulan pasien sudah mulai dberikan bubur susu, intake saat ini pasien sudah mulai
makan bubur tim.
Riwayat tumbuh kembang
Motorik kasar: usia 2 bulan pasien sudah dapat mengangkat kepala dan tengkurep,
namun belum dapat berbalik ke psisi awal. Saat diusia nya 8 bulan pasien sedang
mulai belajar duduk dan merangkak.
Bahasa : usia 7 bln pasien menoleh saat dipanggil
Sosial: saat usia 3 bln an pasien dapat tersenyum spontan
Kesan : tumbuh kembang pada pasien ini normal
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit ringan-sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tanda vital : N: 135 x/mnt
R: 45 x/mnt
S: 37.6 c
Status gizi:
BB: 7 kg
TB: 68 cm
Berdasarkan WHO
BB/U: -2< Z score
7
Mata : CA-/-, SI -/-, mata cekung -/-
Mulut : mukosa bibir tidak pucat dan basah
THT : rinore -/-, otore -/-, pembesaran ukuran tonsil
Leher : tidak ditemukannnya pembesaran KGB
Thorax : cor : s1 dan s2 reguler +, gallop -, dan mumur -
pulmo : suara napas dasar vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki -/-
Abdomen : supel, bising usus , turgor baik
Ekstremitas : akral hangat +, sianosis -, spastic -, flaksid
Status Neurologis
Kesdaran : kompos mentis
Nn. Cranialis : tidak ditemukan adanya kelainan
Motorik (kekuatan, tonus, refleks fisiologi dan refleks patologi : tidak ada kelainan
Fungsi vegetatif : baik
Meningeal sign : kaku kuduk -, brudzunski 1 dan 2 -, lasegue
Gerakan abnormal : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi tanggal 10 desember 2014
Darah Rutin
Leukosit : 18,430 /mm3
Diff count
Netrofil : 32.1%
Limfosit : 56.5%
Monosit : 8.5%
Eosinofil : 2.6%
Basofil : 0.3%
Eritrosit : 4.210.000/ui
Hemoglobin : 11.4 g/dl
Hematokrit : 33%
MCV : 79.1 fl
MCH : 27.1 pg
8
MCHC : 34.2 %
Trombosit : 542.000/mm3
Kesan :
Kimia klinik AGD
PH 7.357
PCO2 35.9 mmHg
PO2 81.7 mmHg
HCO3 19.7 mmol/L
TCO2 20.8 mmol/L
Base Excess -5.0
Std HCO3 20.3 mmol/L
Saturasi O2 95.7%
Kesan: Asidosis metabolik terkompensasi
GDS 113 mg/dl
DIAGNOSIS KERJA
Bronkiolitis
Imunisasi belum lengkap
DIAGNOSIS BANDING
Asma bronkiale
PEMERIKSAAN ANJURAN
uji serologi RSV
PENATALAKSANAAN
Non-farmako: edukasi
istirahat cukup
makan makanan gizi seimbang setiap hari
memberitahu jika anak demam >38 c dberi obat penurun panas.
9
hidari anak dari paparan rokok dan dari kontak dengan penderita
ISPA.
jaga kebersihan lingkungan dan diri
minum obat sesuai anjuran
farmako : IVFD kaen 1B 10 tpm
Ampisilin 15 25 mg/kg /6 jam (iv). Dengan berat badan 7 kg.
7 x (15 25 mg) = (105 -175 mg)/ 6 jam. maka 4 x 150 mg
Chloramphenicol 40 mg/kg (max 2 g) / 12 jam. 2 x 280 mg
25 mg/kg (max 1 gr) /8 jam. 3 x 175 mg.
Dexamethason 0.1 1 mg/kg (7kg) = 0.7 -7 mg. 3 x 1 mg
Salbutamol 0.4 mg + ambroxol 5 mg pulv 4 x 1
inhalasi combivent + NS / 6 jam
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sonam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
9 Des 2014 10 Des 2014 11 Des 2014
Subjective Sesak (+)
Demam (+)
Batuk (+)
Pilek (+)
Sesak (+), namun
berkurang
Demam (-)
Batuk dan pilek (+)
Sesak (-)
Demam (-)
Batuk (+) sudah
berkurang
Pilek (+)
Objective Ku: tampak sakit
sedang, kesadaran
compos mentis
N:135 xpmt
R: 45x pmnt
Ku: tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis
Kepala: normocephal
Mata: an-/-, ikt -/-
Hidung: PCH -/-
Ku: tampak sakit
sedang, kesadaran
compos mentis
N:115 xpmt
R: 35x pmnt
10
S: 37.6 C
Kepala: normocehpal
Mata: an -/-, ikt -/-
Hidung: PCH -/-
Leher: KGB besar -
Thorax:
Cor: dbn
Pulmo: pergerakan
simetris, vesikuler +/+,
ronki +/+, wheezing
+/+
Abdomen: supel, BU +,
turgor baik
Genitalia: laki-laki,
fimosis -
Ekstremitas:akral
hangat +, sianosis -
Leher: KGB besar
Thorax:
Cor: dbn
Pulmo: vesikuler +/+,
ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen: supel, BU +,
turgor baik
Ekstremitas: akral hangat
+, sianosis -
Hasil DPL
Leukosit: 18,430 /mm3
Diff count
Netrofil: 32.1%
Limfosit: 56.5%
Monosit: 8.5%
Eosinofil: 2.6%
Basofil : 0.3%
Eritrosit: 4.210.000/ui
Hemoglobin: 11.4 g/dl
Hematokrit: 33%
MCV : 79.1 fl
MCH : 27.1 pg
MCHC : 34.2 %
Trombosit: 542.000/mm3
Kimia klinik AGD
PH 7.357
PCO2 35.9 mmHg
PO2 81.7 mmHg
HCO3 19.7 mmol/L
TCO2 20.8 mmol/L
base Excess -5.0
S: 36.8 C
Kepala: normocehpal
Mata: an -/-, ikt -/-
Hidung: PCH -/-
Leher: KGB besar -
Thorax:
Cor: dbn
Pulmo: pergerakan
simetris, vesikuler +/+,
ronki -, wheezing -/-
Abdomen: supel, BU +,
turgor baik
Genitalia: laki-laki,
fimosis -
Ekstremitas:akral
hangat +, sianosis -
11
std HCO3 20.3 mmol/L
saturasi O2 95.7%
GDS 113 mg/dl
Assessment Bronkiolitis Bronkiolitis Bronkiolitis
Planning IVFD Kaen 1 b 10 tpm
makro
02 2lpm
Ampisilin 4x200 mg
Chloramphenicol
4x150mg
Dexamethason 3x1 mg
Salbutamol 0,4 +
ambroxol 7 mg
Inhalasi combivent +
NS/ 6 jam.
Cek DPL, AGD, GDS
IVFD Kaen 1 b 10 tpm
makro
02 1 lpm
Ampisilin 4x200 mg
Chloramphenicol
4x150mg
Dexamethason 3x1 mg
Salbutamol 0,4 +
ambroxol 7 mg (stop)
Inhalasi combivent + NS/
6 jam.
IVFD Kaen 1 b 10 tpm
makro
02 -
Ampisilin 4x200 mg
Chloramphenicol
4x150mg
Dexamethason 3x1 mg
(stop)
Inhalasi combivent +
NS/ 6 jam.
Prednison 2 mg +
salbutamol 0.25 mg
pulv 4x1
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Bronkiolitis
III.1.1 Definisi
Bronkiolitis adalah suatu infeksi sistem respiratorik bawah akut yang ditandai
dengan pilek, batuk, distres pernapasan dan ekspiratorik effort (usaha napas pada
saat ekspirasi). Di Amerika Serikat sekitar 120.000 bayi dirawat dengan bronkiolitis
pertahun. Umumnya bronkiolitis menyerang pada anak di bawah umur 2 tahun
dengan kejadian tersering kira-kira usia 6 bulan.2
II.1.2 Epidemiologi
Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insidensi tertinggi
pada bayi usia 6 bulan.7.3 Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya
akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin
oleh karena kadar antibodi maternal. Maternal neutrlizing antibody yang rendah
dapat disebabkan oleh usia bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan,
bronkopulmonary displasia, prematuritas, kelainan neurologis dan
immunocompromized.8
Insiden infeksi RSV pada laki-laki sama dnegan wanita, namun bronkiolitis berat
lebih sering terjad pada anak laki-laki.7.3.4 Faktor risiko terjadinya bronkiolitis yaitu
jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah, jumlah anggota keluarga yang
besar, perokok pasif, rendahnya antibodi aternal terhadap RSV dan bayi yang tidak
mendapatkan air susu ibu. 8
III.1.3 Etiologi
Penyebab tersering adalah Respiratory Syncitial Virus (RSV ) lebih dari 50% diikuti
oleh virus parainfluenza 3, dan adenovirus. Infeksi oleh adenovirus biasanya
dihubungkan dengan komplikasi yang terjadi seperti bronkiolitis obliterans yang
sulit ditangani. Kemungkinan kejadian bronkiolitis pada anak dengan ibu perokok
lebih tinggi dibandingkan pada anak dengan ibu yang tidak merokok.2
13
III.1.4 Manifestasi Klinis
Umumnya anak pernah terpajan dengan anggota keluarga yang menderita infeksi
virus beberapa minggu sebelumnya. Gejala awal yang mungkin timbul adalah
tanda-tanda infeksi respiratorik atas akut berupa demam, batuk, pilek, dan bersin.
Setelah gejala di atas timbul biasanya diikuti oleh adanya kesulitan bernapas (sesak)
yang umumnya pada saat ekspirasi. Pada pemeriksaan fisis didapatkan frekuensi
nafas yang meningkat (takipnu), disertai adanya ekspirasi yang memanjang bahkan
mengi. 3 Pada kasus yang berat mengi dapat terdengar tanpa stetoskop.2 Pada
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis dijumpai gambaran
hiperinflasi, dengan infiltrat yang biasanya tidak luas. Bahkan ada kecenderungan
ketidaksesuaian antara gambaran klinis dan gambaran radiologis. Berbeda dengan
pneumonia bakteri, gambaran klinis yang berat akan menunjukkan gambaran
kelainan radiologis yang berat pula, sementara pada bronkiolitis gambaran klinis
berat tanpa gambaran radiologis berat. Pada pemeriksaan laboratorium (darah tepi)
umumnya tidak memberikan gambaran yang bermakna, dapat disertai dengan
limfopenia.7,2 Pemeriksaan serologis RSV dapat dilakukan secara cepat, di negara
maju pemeriksaan ini menjadi pemeriksaan rutin apabila dicurigai adanya infeksi
RSV.7
III.1.5. Patofisiologi
RSV merupakan single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350 nm),
termasuk paramyxovirus. terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan
bagian penting RSV untuk menginfeksi sel dan protein F (fusion protein) yang
menghubungkan partikelvirus dengan sel target dan sel tetangganya. selain itu
protein ini juga dapat merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. terdapat
dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menimbulkan gejala
pernafasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. 8
Masa inkubasi RSV 2-5 hari virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian
menyebar dari saluran napas atas ke saluran napas bawah melalui penyebaran
langsung pada epitel saluran napas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV
mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada
14
mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberikan gambaran patologi awal berupa
nekrosis sel epitel silia. nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadinya
edema submukosa dan pelepasan debris serta pelepasan fibrin kedalam lumen
bronkiolus. virus yang merusak sel epitel bersilia juga mengganggu gerakan
mukosiler, sehingga mukus tertimbun di dalam bronkiolus. kerusakan sel epitel
saluran napas juga mengakibatkan sel saraf eferen lebih terpapar terhadap alergen
iritan sehingga dapat melepaskan beberapa neuropeptida (neurokin, substance P)
yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. pada akhirnya kerusakan sel
epitel saluran napas juga meningkatkan ekspresi intercellular adhesiom molecule-1
(ICAM-1) dan memproduksi sitokin yang dapat menarik sel-sel inflamasi (PMN).
jadi bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema
saluran nafas , akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran
napas.1.2.7.8
Adapun respon paru yaitu dengan peningkatkan kapasitas fungsi residu,
menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, deed space serta
meningkatkan shunt. semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja
sistem pernapasan seperti batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi,
atelektasis, hipoksia, hiperkapneu, asidosis metabolik samapai gagal napas. karena
resistensi aliran udara saluran napas berbanding terbalik dengan diameter salura
napas pangkat 4, maka penebalan dinding bronkiolus sedikit saja sudah cukup
memberikan akibat cukup besar pada aliran udara. apalagi diameter saluran napas
bayi dan anak kecil lebih sempit. resistensi aliran udara saluran napas meningkat
pada fase inspirasi maupun ekspirasi. selama fase ekspirasi terdapat mekanisme
klep hingga udara terperangkap dan dapat menimbulkan overventilasi dada. volume
dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir 2 kali diatas normal. atelektasis dapat
terjadi bila obstruksi total.
Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-
4 hari, sedangkan regenerasi dari silia langsung lebih lama sampai dapat 15 hari. 7-
9.11
70-80% anak dengn infeksi RSV memproduksi IgE dalam 6 hari perjalanan
penyakit dan dapat bertahan sampai 34 hari. IgE RSV ditemukan dlam sekret
nasofaring 45 % anak yang terinfeksi RSV dengan mengi, tapi tidak pada anak
15
tanpa mengi. bronkiolitis yang disebabkan RSV pada usia dini akan berkembang
menjadi asma bila ditemukan IgE spesifik RSV.8
III.1.6. Diagnosis
Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya
epidemi RSV di masyarakat. kriteria bronkiolitis terdiri dari: wheezing pertama
kali, umur 24 bulan atau kurang, pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi
virus misalnya batuk, pilek demam dan mnyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi
yang dapat menyebabkan wheezing.
untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory Distress
Assessment Instrument (RDAI), yang menila distress napas berdasarkan 2 variabel
respirasi yaitu wheezing dan retraksi. bila skor lebih dari 15 maka dimasukkan
kategori berat, bila skor kurang dari 3 dimasukkan dalam kategori ringan. 8
Tabel. Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI)
SKOR Skor
Maksimal 0 1 2 3 4
Wheezing
Ekspirasi
Inspirasi
Lokasi
(-)
(-)
(-)
Akhir
sebagian
16
Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung leukosit biasanya normal. Analisa gas
darah dapat menunjukkan adanya hipoksia dan Asidosis metabolik jika terdapat
dehidrasi. 1,9,8
Untuk gambaran radiologis masih normal bila bronkiolitis ringan. umumnya
terlihat paru-paru menggembung (hyperaerated). bisa juga didapatkan bercak-
bercak yang tersebar, mungkn gambaran atelektasis (patchy atelectasis) atau
gambaran pneumonia (patchy infiltrates). pada x-foto lateral, didapatkan diameter
AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. pada pemeriksaan x-foto
thorax dikatakan hyperaerated apabila mendapatkan gambaran siluet jantung yang
menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter
anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horizontal,
pembuluh darah paru tampak tersebar. 9-8
III.1.7. Diagnosis Banding
Bronkiolitis harus dibedakan dengan asma pada anak usia di bawah 2 tahun.
Kecurigaan bronkiolitis apabila kejadian sesak merupakan pertama kali sedangkan
pada asma selain tanpa disertai demam kejadian seperti ini merupakan kejadian
yang berulang. Selain asma, pneumonia karena bakteri pun kadang-kadang sulit
dibedakan apabila disertai dengan sumbatan respiratorik karena kaliber saluran
yang masih kecil.8
Tabel. Perbedaan antara bronkiolitis dan asma,8:
ASMA BRONKIOLITIS
Penyebab Hiperreaktivitas bronkus Virus
Umur >2 tahun 6 bulan 2 tahun
Sesak berulang Ya tidak
Onset sesak Akut Insidious
ISPA +/- Selalu +
Atopi keluarga Sering Jarang
Alergi lain Sering -
Respon bronkodilator Cepat Lambat
Eosinofil Meningkat Normal
17
II.1.8. Penatalaksanaan
Prinsip dasar penangannan bronkiolitis adalah terapi suportif, oksigenasi,
pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi dan nutrisi yang adekuat. bronkiolitis
ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang adekuat.
bayi dengan bronkiolitis sedang-berat harus dirawat inap. penderita risiko tinggi
harus dirawat inap, diantaranya berusia kurang dari 3 bulan, prematuur, kelanan
jantung, kelainana neurologi, penyakit paru kronis, defisiensi imun, distres napas.
Tabel 2. Terapi bronkiolitis (RSV): rekomendasi dari Agency for Healthcare
Research and Q uality (AHRQ).
Clear evidence for effectiveness
Supportive care
Suplemental oxygen
Posssibly effective
Nebulized ipatropium bromide (Atroven) with or without nebulized albuterol
Oral or inhaled corticosteroid
Nebulized epinephrine
Possibly effective for most severe cases
Hellum oxygen combination
Surfactant
Probably ineffective
Aerosolized ribavirin (virazole)
Antibiotics (unless patient has a clear focus or bacteria; infectio)
Nebulized furosemide
RSV-IG (RespiGam)
Inhaled interferon alfa 2a (Roferon-A)
Sebagaimana telah dibahas di atas penyebab tersering bronkiolitis adalah virus
terutama RSV, sehingga sebenarnya tidak pada tempatnya pemberian antibiotik
18
pada bronkiolitis.2 Di negara maju untuk membedakan infeksi karena RSV atau
bakteri dapat dilakukan dengan cepat yaitu uji serologis terhadap RSV dan
pemeriksaan CRP. Apabila pemeriksaan serologis terhadap RSV negatif maka tidak
diperlukan antibiotik.2 Di Indonesia, penggunaan uji serologis terhadap RSV belum
rutin dikerjakan sehingga kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumonia
bakteri. Van Woensel dkk,3 menyatakan masih banyaknya penggunaan antibiotik
pada bronkiolitis yang sebenarnya dapat dihindari. Namun karena sulitnya
membedakan dengan bakteri terutama superinfeksi oleh bakteri, maka masih
digunakan antibiotik, meskipun sebenarnya kurang tepat. Pemberian anti virus
ribavirin secara inhalasi masih merupakan hal yang belum disepakati. Sebagian
peneliti mendapatkan hasil yang cukup baik dengan ribavirin tetapi sebagian lain
kurang bermanfaat.2-4 Pemberian obat-obat lain masih kontroversial. Penggunaan
kortikosteroid sistemik masih menjadikan perdebatan yang berkepanjangan. Salah
satu penelitian meta-analisis mengambil kesimpulan peran kortikosteroid sistemik
pada bronkiolitis adalah bermanfaat dalam hal perbaikan klinis, lama rawat, dan
lamanya gejala menghilang. Pada penelitian tersebut dianjurkan pemberian
kortikosteroid pada awal penyakit.4 Penelitian lain menyatakan bahwa pemberian
kortikosteroid pada kasus infeksi respiratorik bawah akut yang memerlukan
ventilator kurang bermanfaat.5
Selain pemberian obat tersebut, penggunaan bronkodilator juga merupakan
perdebatan yang masih cukup seru. Sebagian berpendapat bahwa peran
bronkodilator cukup bermanfaat dan sebagian lagi tidak bermanfaat. Alasan yang
kurang mendukung pemberian bronkodilator adalah karena pada usia bayi peran
bronkodilator kurang jelas. Pada keadaan bronkiolitis yang dominan adalan
inflamasinya bukan bronkokonstriksinya sehingga yang harus diberikan adalah
pemberian antiinflamasi bukan bronkodilator.3
Salah satu obat yang pernah digunakan adalah pemberian immunoglobulin terhadap
RSV yang pernah dilaporkan oleh Rodriguez.6 Pada penelitian tersebut diberikan
RSVIG kepada pasien dengan bronkiolitis yang dirawat di ICU. Hasilnya ternyata
tidak berbeda bermakna dengan plasebo (albumin) dalam hal lama rawat baik di
bangsal maupun di ICU.
19
Selain penggunaan obat-obatan, tatalaksana secara suportif sangat dibutuhkan
seperti pemberian oksigen, hidrasi yang cukup, koreksi asam-basa dan elektrolit,
serta nutrisi yang memadai. Tanpa memperhatikan terapi suportif, pemberian
medikamentosa menjadi kurang bermanfaat.3-5
III.1.9 Pencegahan
Dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan rokok dan polusi udara,
membatasi penularan terutama di rumah sakit misalnya dengan membiasakan cuci
tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, menghindarkan bayi atau anak
kecil dari keramaian umum, pemberian ASI, serta menghindarkan bayi atau anak
dari kontak dengan penderita ISPA. 11,12,13
Penelitian penggunaan vaksin RSV menggunakan virus hidup (live attenuated,
subunit, live recombinant) dan synthetic peptide sampai saat ini tidak memberikan
proteksi yang adekuat. 9.10
20
BAB IV
ANALISA KASUS
Subjective
Dua minggu SMRS pasien mengeluh batuk-batuk, batuk yang dirasakan
terus-terusan. Batuk berdahak, namun dahaknya tidak dapat dikeluarkan oleh
pasien. Dari awal pasien timbul keluhan batuk, pasien terlihat sesak, sesak yang
dirasakan terus-terusan. Pada saat pasein sesak ibu medengar suara ngik-ngik.
Sesak yang dirasakan pasien tidak sampai mengganggu waktu tidurnya. Sesak juga
tidak bertambah parah pada malam hari. Saat pagi hari juga pasien jarang bersin-
bersin, hidung tersumbat, mata gatal atau hidung terasa gatal dan meler (keluarnya
cairan bening dari hidung). Selain itu juga pasien mengeluh demam. demam yang
dirasakan hanya hangat-hangat saja, demam tidak tinggi. mual, muntah, kejang dan
menggigil disangkal oleh ibu pasien
Satu minggu SMRS pasien mengeluh pilek. Pilek mengeluarkan cairan
berwarna putih bening pada saat awal timbul pilek, namun terakhir kemarin ibu
melihat cairan yang keluar dari hidung berwarna kehijauan. Napsu makan pasien
saat sakit ini menurun, sehingga berat badan pasien juga sedikit berukarang
sebelum sakit berat badan 7.9 kg saat ini 7 kg
Riwayat Penyakit Dahulu (+)
Riwayat Alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga (-)
Riwayat Pemakaian Obat (+)
Riwayat lingkungan dan Sosial, Faktor risiko (+)
Riwayat Antenatal dan Riwayat Kelahiran (tidak ditemukan kelainan)
Riwayat Imunisasi (immunisasi belum lengkap)
Riwayat Makanan (Tidak pernah diberi ASI oleh ibu)
Riwayat tumbuh kembang (dalam batas normal)
21
Dari hasil anamnsa tersebut:
Pada pasien An. X ini sedang mengalami tanda-tanda infeksi repirasi akut seperti
batuk, demam, pilek dan sesak. Yang merupakan gejala awal pada bronkiolitis.
Selain itu pada pasien ini juga mempunyai beberapa faktor risiko salah satunya
berupa dari lingkungan dan sosialnya pasien merupakan perokok pasif, selain itu
dari riwayat makanan sejak awal lahir pasien tidak diberikan ASI oleh ibu, dan
imunisasi yang belum lengkap. Selain itu dari usianya < 2tahun dan berjenis
kelamin laki-laki. Hal-hal tersebut merupakan faktor risiko terjadinya bronkiolitis
yang diakibatkan adanya pembentukan sistem immunitas yang kurang baik.
Untuk riwayat alergi disangkal oleh ibu pasien baik berupa alergi udara
maupun makanan dan riwayat keluarga tidak ditemukan. Hal ini dapat melemahkan
diagnosa banding asma bronkiale, pada asma ditemukan adanya riwayat alergi dan
riwayat keluarga yang mempunyai asma.
Objective
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit ringan-sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tanda vital : N: 145 x/mnt
R: 55 x/mnt, cepat dan terdengar bunyi ngik-ngik
S: 37.0 c
Status gizi (baik)
Kepala, Mata, THT, dan Leher dalam batas normal
Hidung : pernapasan cuping hidung -/-
Thorax : cor : s1 dan s2 reguler +, gallop -, dan mumur -
pulmo : suara napas dasar vesikuler +/+, wheezing +/+, ronki -/-, retraksi
tanpa menggunakan stetoskop ibu mendengar suara ngik-ngik saat pasien
sesak menandakan bronkiolitis berat pada anak ini.
Abdomen dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat +, sianosis -, spastic -, flaksid
22
Pemerksaan Penunjang
Hematologi tanggal 10 desember 2014
Darah Rutin
Leukosit : 18,430 /mm3
Diff count
Netrofil : 32.1%
Limfosit : 56.5%
Monosit : 8.5%
Eosinofil : 2.6%
Basofil : 0.3%
Eritrosit : 4.210.000/ui
Hemoglobin : 11.4 g/dl
Hematokrit : 33%
MCV : 79.1 fl
MCH : 27.1 pg
MCHC : 34.2 %
Trombosit : 542.000/mm3
dari hasil laboratorium menandakan pada saat ini pasien terdapat infeksi akut. dari
hasil eosinofil yang normal jg dapat melemahkan dd asma bronkiale.
Kimia klinik AGD
PH 7.357
PCO2 35.9 mmHg
PO2 81.7 mmHg
HCO3 19.7 mmol/L
TCO2 20.8 mmol/L
Base Excess -5.0
Std HCO3 20.3 mmol/L
Saturasi O2 95.7%
Kesan: Asidosis metabolik terkompensasi, akibat dehidrasi.
23
Assessment
Dari hasil anamnesa baik berupa tanda dan gejala klinis, serta beberapa faktor risiko
yang terdapat pada pasien. Dan dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan baik
pemeriksaan fisik maupun penunjang. Hal tersebut dapat memperkuat diagnosis
kerja menjadi bronkiolitis, serta dapat mencoret diangsis banding nya.
Planning
Non-farmako: edukasi
istirahat cukup
makan makanan gizi seimbang setiap hari
memberitahu jika anak demam >38 c dberi obat penurun panas.
hidari anak dari paparan rokok dan dari kontak dengan penderita
ISPA.
jaga kebersihan lingkungan dan diri
minum obat sesuai anjuran
farmako : IVFD kaen 1B 10 tpm
Ampisilin 15 25 mg/kg /6 jam (iv). Dengan berat badan 7 kg.
7 x (15 25 mg) = (105 -175 mg)/ 6 jam. maka 4 x 150 mg
Chloramphenicol 40 mg/kg (max 2 g) / 12 jam. 2 x 280 mg
25 mg/kg (max 1 gr) /8 jam. 3 x 175 mg.
Dexamethason 0.1 1 mg/kg (7kg) = 0.7 -7 mg. 3 x 1 mg
Salbutamol 0.4 mg + ambroxol 5 mg pulv 4 x 1
inhalasi combivent + NS / 6 jam
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Supriyanto Bambang, Saripati Pediatrik. Vol 8, No 2. September 2006 :
100-106.
2. Orenstein DM. Bronchiolitis. Dalam Behrman RE, Kliegen RM, Arvin Am,
penyunting. Nelson Texbook of Pediatrics. Edisi kelimabelas. Saunders,
Philadelphia. h.1211-2.
3. Van Woensel JBM, van Aalderen WMC, Kimpen JLL. Viral lower
respiratory tract infection in infants and young children. BMJ 2003; 327:36-
40.
4. Garrison MM, Christakis DA, Harvey A, Cummings P, Davis RL. Stemic
corticosteroids in infant bronchiolitis: A meta-analysis. Pediatrics 2000;
105:44-55.
5. Van Woensel JBM, van Aalderen WMC, de Weerd W, Jansen NJG, van
Gestel JPJ, Markhost DG, et al. Dexamethasone for treatment of patients
mechanically ventilated for lower respiratory tract infection caused by
respiratory syncytial virus. Thorax 2003; 58:383-7
6. Rodriguez WJ, Gruber WC, Groothuis JR, Simoes EAF, Rosas AJ, Lepow
M, dkk. Respiratory syncytial virus immune globulin treatment of RSV
lower respiratory ract infections in previously healthy children. Pediatrics
1997; 100:937-42.
7. Carroll KC. Laboratory diagnosis of lower respiratory tract infections:
controversy and conundrums. J Clin Microbiol 2002; 40:3115-20.
8. Setiawati L. Asih RS. Makmuri MS. 2005.Tatalaksana bronkiolitis. Divisi
Respirologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair Surabaya.
25
9. Fitzgerald DA. Kilham HA. Bronchiolitis: Assessment and evidence-based
management. MJA. 2004:108: 399-404
10. Meissner HC. Uncertainty of viral lower respiratory tract disease pediatric.
2001
11. Makmur MS. Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernafasan Akut.
Simposium Penanganan Terpadu Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
secara rasional. 1998: 1-12
12. Lozano JM. Bronchiolitis. Clin Evid. 2004.12: 370-84
13. Gunadi S. Makmur MS. Pulmonologi. In: Pedoman dan Terapi Lab/UPF
Ilmu Kesehatan Anal. RSUD DR.Soetomo Surabaya.1994:219-42
26
LAMPIRAN
27