Status Pasien Pribadi Bronkiolitis

27
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Infeksi respiratorik akut (IRA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada anak. Infeksi respiratorik adalah infeksi yang terjadi mulai dari respiratorik atas dan adneksanya hingga parenkim paru. Sedangkan yang dimaksud infeksi respiratorik atas adalah infeksi primer respiratorik di atas laring, sedangkan infeksi laring ke bawah disebut infeksi respiratorik bawah.1 Infeksi respiratorik atas akut (IRAA) terdiri dari rinitis, faringitis, tonsilitis, sinusitis, dan otitis media. Sedangkan infeksi respiratorik bawah akut (IRBA) terbagi atas croup (epiglotitis dan laringo-trakeobronkitis), bronkitis, bronkiolitis, dan pneumonia. Yang paling sering menjadi masalah utama adalah pneumonia dan bronkiolitis. Bronkiolitis adalah infeksi akut pada saluran napas kecil atau bronkiolus yang pada umumnya disebabakan oelh virus, sehingga menyebabkan gejala obstruksi bronkiolus. Bronkiolitis ditandai dengan adanya batuk, pilek, panas, wheezing pada saat ekspirasi, takipneu, retraksi dan air trapping / hiperaerasi paru pada foto rontgen dada. 1 Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada bayi usia 6 bulan. 1-3 Pada daerah yang penduduknya padat insiden bronkiolitis disebabkan oleh karenaRespiratory Syncitial Virus (RSV) terbanyak pada usia 2 bulan. 4 Semakin muda usia bayi menderita bronkiolitis maka biasanya makin berat penyakitnya. Adapun manifestasi klinisnya yaitu mula-mula bayi menderita gejala ISPA seperti pilek dan bersin-bersin. Gejala tersebut berangsung beberapa hari, kadang disertai demam dan napsu makan berkurang. kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. bayi-bayi akan mejadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita, dan adanya epidemi Respiratory Syncitial Virus (RSV) di masyarakat. Prinsip dasar

description

bronkiolitis

Transcript of Status Pasien Pribadi Bronkiolitis

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1.Latar Belakang

    Infeksi respiratorik akut (IRA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan

    mortalitas pada anak. Infeksi respiratorik adalah infeksi yang terjadi mulai dari

    respiratorik atas dan adneksanya hingga parenkim paru. Sedangkan yang dimaksud

    infeksi respiratorik atas adalah infeksi primer respiratorik di atas laring, sedangkan

    infeksi laring ke bawah disebut infeksi respiratorik bawah.1

    Infeksi respiratorik atas akut (IRAA) terdiri dari rinitis, faringitis, tonsilitis,

    sinusitis, dan otitis media. Sedangkan infeksi respiratorik bawah akut (IRBA)

    terbagi atas croup (epiglotitis dan laringo-trakeobronkitis), bronkitis, bronkiolitis,

    dan pneumonia. Yang paling sering menjadi masalah utama adalah pneumonia dan

    bronkiolitis.

    Bronkiolitis adalah infeksi akut pada saluran napas kecil atau bronkiolus

    yang pada umumnya disebabakan oelh virus, sehingga menyebabkan gejala

    obstruksi bronkiolus. Bronkiolitis ditandai dengan adanya batuk, pilek, panas,

    wheezing pada saat ekspirasi, takipneu, retraksi dan air trapping / hiperaerasi paru

    pada foto rontgen dada. 1

    Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden

    tertinggi pada bayi usia 6 bulan. 1-3 Pada daerah yang penduduknya padat insiden

    bronkiolitis disebabkan oleh karenaRespiratory Syncitial Virus (RSV) terbanyak

    pada usia 2 bulan. 4 Semakin muda usia bayi menderita bronkiolitis maka biasanya

    makin berat penyakitnya.

    Adapun manifestasi klinisnya yaitu mula-mula bayi menderita gejala ISPA

    seperti pilek dan bersin-bersin. Gejala tersebut berangsung beberapa hari, kadang

    disertai demam dan napsu makan berkurang. kemudian timbul distres nafas yang

    ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. bayi-bayi akan mejadi

    rewel, muntah serta sulit makan dan minum.

    Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita, dan

    adanya epidemi Respiratory Syncitial Virus (RSV) di masyarakat. Prinsip dasar

  • 2

    penanganan bronkiolitis adalah terapi suportif, oksigenasi, pemberian cairan untuk

    mencegahdehidrasi, dan nutrisi yang adekuat.

    1.2.Tujuan

    Beberapa tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

    a. Mengetahui bronkiolitis pada anak secara umum.

    b. Mengetahui penyebab dan faktor risiko.

    c. Mengetahui manifestasi klinis.

    d. Mengetahui pemeriksaan.

    e. Dan mengetahui penatalaksanaan.

  • 3

    BAB II

    STATUS PASIEN PRIBADI

    IDENTITAS PASIEN

    Nama : An. X.S.F

    Tanggal lahir : 21 Maret 2014

    Usia : 8 bulan

    Jenis kelamin : laki-laki

    Alamat : Pisangan timur, Kec Pulo gadung, Jakarta Timur

    No.RM : 02.14.45.85

    Ruangan : Bougenville bawah

    Tanggal masuk RS : 09 Desember 2014

    IDENTITAS ORANG TUA / WALI

    AYAH IBU

    Nama Bpk. Don Ronaldo Ibu. Wulan

    Usia Menikah 35 th 19 th

    Usia 45 th 28 th

    Pekerjaan swasta swasta

    Penghasilan Rp 1.500.000 Rp. 2.000.000

    Agama islam islam

    Suku manado jakarta

    ANAMNESIS

    Alloanamnesis dengan ibu pasien di ruangan bougenville bawah pada tanggal 11

    Desember 2014.

    Keluhan Utama : Sesak napas sejak 2 minggu SMRS

    Keluhan Tambahan : Batuk, Pilek dan Demam.

    Riwayat Penyakit Sekarang:

    Dua minggu SMRS pasien mengeluh batuk-batuk, batuk yang dirasakan

    terus-terusan. Batuk berdahak, namun dahaknya tidak dapat dikeluarkan oleh

  • 4

    pasien. Dari awal pasien timbul keluhan batuk, pasien terlihat sesak, sesak yang

    dirasakan terus-terusan. Pada saat pasein sesak ibu medengar suara ngik-ngik.

    Sesak yang dirasakan pasien tidak sampai mengganggu waktu tidurnya. Sesak juga

    tidak bertambah parah pada malam hari. Saat pagi hari juga pasien jarang bersin-

    bersin, hidung tersumbat, mata gatal atau hidung terasa gatal dan meler (keluarnya

    cairan bening dari hidung). Selain itu juga pasien mengeluh demam. demam yang

    dirasakan hanya hangat-hangat saja, demam tidak tinggi. mual, muntah, kejang dan

    menggigil disangkal oleh ibu pasien. Dalam 1 bulan ini keluhan sesak yang

    dirasakan pasien tersebut dapat kambuh 2 kali.

    Satu minggu SMRS pasien mengeluh pilek. Pilek mengeluarkan cairan

    berwarna putih bening pada saat awal timbul pilek, namun terakhir kemarin ibu

    melihat cairan yang keluar dari hidung berwarna kehijauan. Napsu makan pasien

    saat sakit ini sedikit menurun, sehingga berat badan pasien juga sedikit berukarang

    sebelum sakit berat badan 7.9 kg saat ini 7 kg. Satu minggu SMRS pasien juga

    sudah berobat ke polikilinik anak RSUP Persahabatan dengan keluhan yang sama

    dberikan obat uap, keluhan berkurang namun 4 hari kemudian kambuh lagi.

    Lima hari SMRS pasien terlihat semakin sesak terus-terusan, terdengar

    suara ngik-ngik , batuk dahak dan demam belum berkurang.

    Saat masuk RS pasien masih mengeluh sesak yang makin bertambah berat,

    terdengar suara ngik-ngik, batuk berdahak, demam naum demam tidak terlalu tinggi

    dan pilek dengan cairan yang keluar berwarna kehijauan. BAB dan BAK normal.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Keluhan sesak timbul sejak pasien usia 3 bulan. Riwayat kambuh terakhir 1 minggu

    yang lalu. Orangtua menyediakan alat uap di rumah, sesak membaik setelah di uap.

    Riwayat pernah rawat inap di rumah sakit sebelumnya disangkal. Riwayat alergi

    udara atau makanan juga disangkal oleh ibu pasien.

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Dikeluarga tidak ada yang sedang sakit batuk pilek sebelumnya, Riwayat asma (-)

  • 5

    Riwayat Pemakaian Obat:

    Satu minggu SMRS pasien sudah berobat ke poliklinik anak RSUP persahabatan

    dengan keluhan sesak, batuk dan pilek. dipoliklinik diberikan obat uap, keluhan

    berkurang namun 4 hari kemudian kambuh lagi keluhannya.

    Riwayat lingkungan dan Sosial

    An.X sejak usia 3 bulan tinggal bersama nenek nya, pisah dengan ibunya. selain

    nenek dirumn an.X tinggal bersama kakek, kakak kandung pasien serta paman. Di

    sekitar lingkungan rumah nenek banyak asap rokok, karena di depan rumah nenek

    sering dipakai untuk tempat kumpul anak-anak remaja yang merokok.

    Riwayat Antenatal

    Ketika ibu hamil an. X, ibu sering kontrol kehamilannya di bidan dan RS terdekat.

    Ketika hamil ibu tidak mempunyai riwayat hipertensi, dan diabetes melitus.

    Riwayat Kelahiran

    Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. lahir ditolong oleh dokter di

    RSUP Persahabatan. lahir cukup bulan 38 minggu, lahir normal pervaginam. berat

    lahir 3200 gr, panjang lahir 50 cm. menangis spontan. riwayat kuning dan biru

    disangkal oleh ibu pasien. serta tidak ditemukan adanya kelainan pada pasien.

    Riwayat Imunisasi

    Ibu mengaku an.X sudah melakukan semua imunisasi, kecuali campak dan polio.

    imunisasi dilakukan dibidan. Untuk waktu-waktu pemberian imunisasi pada

    anaknya ibu lupa.

    Kesan: imnisasi belum lengkap

    Jadwal Imunisasi

    Usia Vaksin

    0 bln Hep B1, Polio 0

    1 bln Hep 2

    2 bln BCG, Polio 1, DTP 1

  • 6

    4 bln Polio 2, DTP 2

    6 bln Hep B3, Polio3, DTP3

    9 bln Campak

    Riwayat Makanan

    Sejak usia 0-4 bulan minum susu formula, karena asi tidak keluar, sejak mulai usia

    5 bulan pasien sudah mulai dberikan bubur susu, intake saat ini pasien sudah mulai

    makan bubur tim.

    Riwayat tumbuh kembang

    Motorik kasar: usia 2 bulan pasien sudah dapat mengangkat kepala dan tengkurep,

    namun belum dapat berbalik ke psisi awal. Saat diusia nya 8 bulan pasien sedang

    mulai belajar duduk dan merangkak.

    Bahasa : usia 7 bln pasien menoleh saat dipanggil

    Sosial: saat usia 3 bln an pasien dapat tersenyum spontan

    Kesan : tumbuh kembang pada pasien ini normal

    PEMERIKSAAN FISIK

    Keadaan umum : tampak sakit ringan-sedang

    Kesadaran : kompos mentis

    Tanda vital : N: 135 x/mnt

    R: 45 x/mnt

    S: 37.6 c

    Status gizi:

    BB: 7 kg

    TB: 68 cm

    Berdasarkan WHO

    BB/U: -2< Z score

  • 7

    Mata : CA-/-, SI -/-, mata cekung -/-

    Mulut : mukosa bibir tidak pucat dan basah

    THT : rinore -/-, otore -/-, pembesaran ukuran tonsil

    Leher : tidak ditemukannnya pembesaran KGB

    Thorax : cor : s1 dan s2 reguler +, gallop -, dan mumur -

    pulmo : suara napas dasar vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki -/-

    Abdomen : supel, bising usus , turgor baik

    Ekstremitas : akral hangat +, sianosis -, spastic -, flaksid

    Status Neurologis

    Kesdaran : kompos mentis

    Nn. Cranialis : tidak ditemukan adanya kelainan

    Motorik (kekuatan, tonus, refleks fisiologi dan refleks patologi : tidak ada kelainan

    Fungsi vegetatif : baik

    Meningeal sign : kaku kuduk -, brudzunski 1 dan 2 -, lasegue

    Gerakan abnormal : -

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Hematologi tanggal 10 desember 2014

    Darah Rutin

    Leukosit : 18,430 /mm3

    Diff count

    Netrofil : 32.1%

    Limfosit : 56.5%

    Monosit : 8.5%

    Eosinofil : 2.6%

    Basofil : 0.3%

    Eritrosit : 4.210.000/ui

    Hemoglobin : 11.4 g/dl

    Hematokrit : 33%

    MCV : 79.1 fl

    MCH : 27.1 pg

  • 8

    MCHC : 34.2 %

    Trombosit : 542.000/mm3

    Kesan :

    Kimia klinik AGD

    PH 7.357

    PCO2 35.9 mmHg

    PO2 81.7 mmHg

    HCO3 19.7 mmol/L

    TCO2 20.8 mmol/L

    Base Excess -5.0

    Std HCO3 20.3 mmol/L

    Saturasi O2 95.7%

    Kesan: Asidosis metabolik terkompensasi

    GDS 113 mg/dl

    DIAGNOSIS KERJA

    Bronkiolitis

    Imunisasi belum lengkap

    DIAGNOSIS BANDING

    Asma bronkiale

    PEMERIKSAAN ANJURAN

    uji serologi RSV

    PENATALAKSANAAN

    Non-farmako: edukasi

    istirahat cukup

    makan makanan gizi seimbang setiap hari

    memberitahu jika anak demam >38 c dberi obat penurun panas.

  • 9

    hidari anak dari paparan rokok dan dari kontak dengan penderita

    ISPA.

    jaga kebersihan lingkungan dan diri

    minum obat sesuai anjuran

    farmako : IVFD kaen 1B 10 tpm

    Ampisilin 15 25 mg/kg /6 jam (iv). Dengan berat badan 7 kg.

    7 x (15 25 mg) = (105 -175 mg)/ 6 jam. maka 4 x 150 mg

    Chloramphenicol 40 mg/kg (max 2 g) / 12 jam. 2 x 280 mg

    25 mg/kg (max 1 gr) /8 jam. 3 x 175 mg.

    Dexamethason 0.1 1 mg/kg (7kg) = 0.7 -7 mg. 3 x 1 mg

    Salbutamol 0.4 mg + ambroxol 5 mg pulv 4 x 1

    inhalasi combivent + NS / 6 jam

    PROGNOSIS

    Quo ad vitam : dubia ad bonam

    Quo ad functionam : dubia ad bonam

    Quo ad sonam : dubia ad bonam

    FOLLOW UP

    9 Des 2014 10 Des 2014 11 Des 2014

    Subjective Sesak (+)

    Demam (+)

    Batuk (+)

    Pilek (+)

    Sesak (+), namun

    berkurang

    Demam (-)

    Batuk dan pilek (+)

    Sesak (-)

    Demam (-)

    Batuk (+) sudah

    berkurang

    Pilek (+)

    Objective Ku: tampak sakit

    sedang, kesadaran

    compos mentis

    N:135 xpmt

    R: 45x pmnt

    Ku: tampak sakit sedang,

    kesadaran compos mentis

    Kepala: normocephal

    Mata: an-/-, ikt -/-

    Hidung: PCH -/-

    Ku: tampak sakit

    sedang, kesadaran

    compos mentis

    N:115 xpmt

    R: 35x pmnt

  • 10

    S: 37.6 C

    Kepala: normocehpal

    Mata: an -/-, ikt -/-

    Hidung: PCH -/-

    Leher: KGB besar -

    Thorax:

    Cor: dbn

    Pulmo: pergerakan

    simetris, vesikuler +/+,

    ronki +/+, wheezing

    +/+

    Abdomen: supel, BU +,

    turgor baik

    Genitalia: laki-laki,

    fimosis -

    Ekstremitas:akral

    hangat +, sianosis -

    Leher: KGB besar

    Thorax:

    Cor: dbn

    Pulmo: vesikuler +/+,

    ronki -/-, wheezing -/-

    Abdomen: supel, BU +,

    turgor baik

    Ekstremitas: akral hangat

    +, sianosis -

    Hasil DPL

    Leukosit: 18,430 /mm3

    Diff count

    Netrofil: 32.1%

    Limfosit: 56.5%

    Monosit: 8.5%

    Eosinofil: 2.6%

    Basofil : 0.3%

    Eritrosit: 4.210.000/ui

    Hemoglobin: 11.4 g/dl

    Hematokrit: 33%

    MCV : 79.1 fl

    MCH : 27.1 pg

    MCHC : 34.2 %

    Trombosit: 542.000/mm3

    Kimia klinik AGD

    PH 7.357

    PCO2 35.9 mmHg

    PO2 81.7 mmHg

    HCO3 19.7 mmol/L

    TCO2 20.8 mmol/L

    base Excess -5.0

    S: 36.8 C

    Kepala: normocehpal

    Mata: an -/-, ikt -/-

    Hidung: PCH -/-

    Leher: KGB besar -

    Thorax:

    Cor: dbn

    Pulmo: pergerakan

    simetris, vesikuler +/+,

    ronki -, wheezing -/-

    Abdomen: supel, BU +,

    turgor baik

    Genitalia: laki-laki,

    fimosis -

    Ekstremitas:akral

    hangat +, sianosis -

  • 11

    std HCO3 20.3 mmol/L

    saturasi O2 95.7%

    GDS 113 mg/dl

    Assessment Bronkiolitis Bronkiolitis Bronkiolitis

    Planning IVFD Kaen 1 b 10 tpm

    makro

    02 2lpm

    Ampisilin 4x200 mg

    Chloramphenicol

    4x150mg

    Dexamethason 3x1 mg

    Salbutamol 0,4 +

    ambroxol 7 mg

    Inhalasi combivent +

    NS/ 6 jam.

    Cek DPL, AGD, GDS

    IVFD Kaen 1 b 10 tpm

    makro

    02 1 lpm

    Ampisilin 4x200 mg

    Chloramphenicol

    4x150mg

    Dexamethason 3x1 mg

    Salbutamol 0,4 +

    ambroxol 7 mg (stop)

    Inhalasi combivent + NS/

    6 jam.

    IVFD Kaen 1 b 10 tpm

    makro

    02 -

    Ampisilin 4x200 mg

    Chloramphenicol

    4x150mg

    Dexamethason 3x1 mg

    (stop)

    Inhalasi combivent +

    NS/ 6 jam.

    Prednison 2 mg +

    salbutamol 0.25 mg

    pulv 4x1

  • 12

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    III.1 Bronkiolitis

    III.1.1 Definisi

    Bronkiolitis adalah suatu infeksi sistem respiratorik bawah akut yang ditandai

    dengan pilek, batuk, distres pernapasan dan ekspiratorik effort (usaha napas pada

    saat ekspirasi). Di Amerika Serikat sekitar 120.000 bayi dirawat dengan bronkiolitis

    pertahun. Umumnya bronkiolitis menyerang pada anak di bawah umur 2 tahun

    dengan kejadian tersering kira-kira usia 6 bulan.2

    II.1.2 Epidemiologi

    Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insidensi tertinggi

    pada bayi usia 6 bulan.7.3 Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya

    akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin

    oleh karena kadar antibodi maternal. Maternal neutrlizing antibody yang rendah

    dapat disebabkan oleh usia bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan,

    bronkopulmonary displasia, prematuritas, kelainan neurologis dan

    immunocompromized.8

    Insiden infeksi RSV pada laki-laki sama dnegan wanita, namun bronkiolitis berat

    lebih sering terjad pada anak laki-laki.7.3.4 Faktor risiko terjadinya bronkiolitis yaitu

    jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah, jumlah anggota keluarga yang

    besar, perokok pasif, rendahnya antibodi aternal terhadap RSV dan bayi yang tidak

    mendapatkan air susu ibu. 8

    III.1.3 Etiologi

    Penyebab tersering adalah Respiratory Syncitial Virus (RSV ) lebih dari 50% diikuti

    oleh virus parainfluenza 3, dan adenovirus. Infeksi oleh adenovirus biasanya

    dihubungkan dengan komplikasi yang terjadi seperti bronkiolitis obliterans yang

    sulit ditangani. Kemungkinan kejadian bronkiolitis pada anak dengan ibu perokok

    lebih tinggi dibandingkan pada anak dengan ibu yang tidak merokok.2

  • 13

    III.1.4 Manifestasi Klinis

    Umumnya anak pernah terpajan dengan anggota keluarga yang menderita infeksi

    virus beberapa minggu sebelumnya. Gejala awal yang mungkin timbul adalah

    tanda-tanda infeksi respiratorik atas akut berupa demam, batuk, pilek, dan bersin.

    Setelah gejala di atas timbul biasanya diikuti oleh adanya kesulitan bernapas (sesak)

    yang umumnya pada saat ekspirasi. Pada pemeriksaan fisis didapatkan frekuensi

    nafas yang meningkat (takipnu), disertai adanya ekspirasi yang memanjang bahkan

    mengi. 3 Pada kasus yang berat mengi dapat terdengar tanpa stetoskop.2 Pada

    pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis dijumpai gambaran

    hiperinflasi, dengan infiltrat yang biasanya tidak luas. Bahkan ada kecenderungan

    ketidaksesuaian antara gambaran klinis dan gambaran radiologis. Berbeda dengan

    pneumonia bakteri, gambaran klinis yang berat akan menunjukkan gambaran

    kelainan radiologis yang berat pula, sementara pada bronkiolitis gambaran klinis

    berat tanpa gambaran radiologis berat. Pada pemeriksaan laboratorium (darah tepi)

    umumnya tidak memberikan gambaran yang bermakna, dapat disertai dengan

    limfopenia.7,2 Pemeriksaan serologis RSV dapat dilakukan secara cepat, di negara

    maju pemeriksaan ini menjadi pemeriksaan rutin apabila dicurigai adanya infeksi

    RSV.7

    III.1.5. Patofisiologi

    RSV merupakan single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350 nm),

    termasuk paramyxovirus. terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan

    bagian penting RSV untuk menginfeksi sel dan protein F (fusion protein) yang

    menghubungkan partikelvirus dengan sel target dan sel tetangganya. selain itu

    protein ini juga dapat merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. terdapat

    dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menimbulkan gejala

    pernafasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. 8

    Masa inkubasi RSV 2-5 hari virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian

    menyebar dari saluran napas atas ke saluran napas bawah melalui penyebaran

    langsung pada epitel saluran napas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV

    mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada

  • 14

    mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberikan gambaran patologi awal berupa

    nekrosis sel epitel silia. nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadinya

    edema submukosa dan pelepasan debris serta pelepasan fibrin kedalam lumen

    bronkiolus. virus yang merusak sel epitel bersilia juga mengganggu gerakan

    mukosiler, sehingga mukus tertimbun di dalam bronkiolus. kerusakan sel epitel

    saluran napas juga mengakibatkan sel saraf eferen lebih terpapar terhadap alergen

    iritan sehingga dapat melepaskan beberapa neuropeptida (neurokin, substance P)

    yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. pada akhirnya kerusakan sel

    epitel saluran napas juga meningkatkan ekspresi intercellular adhesiom molecule-1

    (ICAM-1) dan memproduksi sitokin yang dapat menarik sel-sel inflamasi (PMN).

    jadi bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema

    saluran nafas , akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran

    napas.1.2.7.8

    Adapun respon paru yaitu dengan peningkatkan kapasitas fungsi residu,

    menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, deed space serta

    meningkatkan shunt. semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja

    sistem pernapasan seperti batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi,

    atelektasis, hipoksia, hiperkapneu, asidosis metabolik samapai gagal napas. karena

    resistensi aliran udara saluran napas berbanding terbalik dengan diameter salura

    napas pangkat 4, maka penebalan dinding bronkiolus sedikit saja sudah cukup

    memberikan akibat cukup besar pada aliran udara. apalagi diameter saluran napas

    bayi dan anak kecil lebih sempit. resistensi aliran udara saluran napas meningkat

    pada fase inspirasi maupun ekspirasi. selama fase ekspirasi terdapat mekanisme

    klep hingga udara terperangkap dan dapat menimbulkan overventilasi dada. volume

    dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir 2 kali diatas normal. atelektasis dapat

    terjadi bila obstruksi total.

    Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-

    4 hari, sedangkan regenerasi dari silia langsung lebih lama sampai dapat 15 hari. 7-

    9.11

    70-80% anak dengn infeksi RSV memproduksi IgE dalam 6 hari perjalanan

    penyakit dan dapat bertahan sampai 34 hari. IgE RSV ditemukan dlam sekret

    nasofaring 45 % anak yang terinfeksi RSV dengan mengi, tapi tidak pada anak

  • 15

    tanpa mengi. bronkiolitis yang disebabkan RSV pada usia dini akan berkembang

    menjadi asma bila ditemukan IgE spesifik RSV.8

    III.1.6. Diagnosis

    Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya

    epidemi RSV di masyarakat. kriteria bronkiolitis terdiri dari: wheezing pertama

    kali, umur 24 bulan atau kurang, pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi

    virus misalnya batuk, pilek demam dan mnyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi

    yang dapat menyebabkan wheezing.

    untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory Distress

    Assessment Instrument (RDAI), yang menila distress napas berdasarkan 2 variabel

    respirasi yaitu wheezing dan retraksi. bila skor lebih dari 15 maka dimasukkan

    kategori berat, bila skor kurang dari 3 dimasukkan dalam kategori ringan. 8

    Tabel. Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI)

    SKOR Skor

    Maksimal 0 1 2 3 4

    Wheezing

    Ekspirasi

    Inspirasi

    Lokasi

    (-)

    (-)

    (-)

    Akhir

    sebagian

  • 16

    Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung leukosit biasanya normal. Analisa gas

    darah dapat menunjukkan adanya hipoksia dan Asidosis metabolik jika terdapat

    dehidrasi. 1,9,8

    Untuk gambaran radiologis masih normal bila bronkiolitis ringan. umumnya

    terlihat paru-paru menggembung (hyperaerated). bisa juga didapatkan bercak-

    bercak yang tersebar, mungkn gambaran atelektasis (patchy atelectasis) atau

    gambaran pneumonia (patchy infiltrates). pada x-foto lateral, didapatkan diameter

    AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. pada pemeriksaan x-foto

    thorax dikatakan hyperaerated apabila mendapatkan gambaran siluet jantung yang

    menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter

    anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horizontal,

    pembuluh darah paru tampak tersebar. 9-8

    III.1.7. Diagnosis Banding

    Bronkiolitis harus dibedakan dengan asma pada anak usia di bawah 2 tahun.

    Kecurigaan bronkiolitis apabila kejadian sesak merupakan pertama kali sedangkan

    pada asma selain tanpa disertai demam kejadian seperti ini merupakan kejadian

    yang berulang. Selain asma, pneumonia karena bakteri pun kadang-kadang sulit

    dibedakan apabila disertai dengan sumbatan respiratorik karena kaliber saluran

    yang masih kecil.8

    Tabel. Perbedaan antara bronkiolitis dan asma,8:

    ASMA BRONKIOLITIS

    Penyebab Hiperreaktivitas bronkus Virus

    Umur >2 tahun 6 bulan 2 tahun

    Sesak berulang Ya tidak

    Onset sesak Akut Insidious

    ISPA +/- Selalu +

    Atopi keluarga Sering Jarang

    Alergi lain Sering -

    Respon bronkodilator Cepat Lambat

    Eosinofil Meningkat Normal

  • 17

    II.1.8. Penatalaksanaan

    Prinsip dasar penangannan bronkiolitis adalah terapi suportif, oksigenasi,

    pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi dan nutrisi yang adekuat. bronkiolitis

    ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang adekuat.

    bayi dengan bronkiolitis sedang-berat harus dirawat inap. penderita risiko tinggi

    harus dirawat inap, diantaranya berusia kurang dari 3 bulan, prematuur, kelanan

    jantung, kelainana neurologi, penyakit paru kronis, defisiensi imun, distres napas.

    Tabel 2. Terapi bronkiolitis (RSV): rekomendasi dari Agency for Healthcare

    Research and Q uality (AHRQ).

    Clear evidence for effectiveness

    Supportive care

    Suplemental oxygen

    Posssibly effective

    Nebulized ipatropium bromide (Atroven) with or without nebulized albuterol

    Oral or inhaled corticosteroid

    Nebulized epinephrine

    Possibly effective for most severe cases

    Hellum oxygen combination

    Surfactant

    Probably ineffective

    Aerosolized ribavirin (virazole)

    Antibiotics (unless patient has a clear focus or bacteria; infectio)

    Nebulized furosemide

    RSV-IG (RespiGam)

    Inhaled interferon alfa 2a (Roferon-A)

    Sebagaimana telah dibahas di atas penyebab tersering bronkiolitis adalah virus

    terutama RSV, sehingga sebenarnya tidak pada tempatnya pemberian antibiotik

  • 18

    pada bronkiolitis.2 Di negara maju untuk membedakan infeksi karena RSV atau

    bakteri dapat dilakukan dengan cepat yaitu uji serologis terhadap RSV dan

    pemeriksaan CRP. Apabila pemeriksaan serologis terhadap RSV negatif maka tidak

    diperlukan antibiotik.2 Di Indonesia, penggunaan uji serologis terhadap RSV belum

    rutin dikerjakan sehingga kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumonia

    bakteri. Van Woensel dkk,3 menyatakan masih banyaknya penggunaan antibiotik

    pada bronkiolitis yang sebenarnya dapat dihindari. Namun karena sulitnya

    membedakan dengan bakteri terutama superinfeksi oleh bakteri, maka masih

    digunakan antibiotik, meskipun sebenarnya kurang tepat. Pemberian anti virus

    ribavirin secara inhalasi masih merupakan hal yang belum disepakati. Sebagian

    peneliti mendapatkan hasil yang cukup baik dengan ribavirin tetapi sebagian lain

    kurang bermanfaat.2-4 Pemberian obat-obat lain masih kontroversial. Penggunaan

    kortikosteroid sistemik masih menjadikan perdebatan yang berkepanjangan. Salah

    satu penelitian meta-analisis mengambil kesimpulan peran kortikosteroid sistemik

    pada bronkiolitis adalah bermanfaat dalam hal perbaikan klinis, lama rawat, dan

    lamanya gejala menghilang. Pada penelitian tersebut dianjurkan pemberian

    kortikosteroid pada awal penyakit.4 Penelitian lain menyatakan bahwa pemberian

    kortikosteroid pada kasus infeksi respiratorik bawah akut yang memerlukan

    ventilator kurang bermanfaat.5

    Selain pemberian obat tersebut, penggunaan bronkodilator juga merupakan

    perdebatan yang masih cukup seru. Sebagian berpendapat bahwa peran

    bronkodilator cukup bermanfaat dan sebagian lagi tidak bermanfaat. Alasan yang

    kurang mendukung pemberian bronkodilator adalah karena pada usia bayi peran

    bronkodilator kurang jelas. Pada keadaan bronkiolitis yang dominan adalan

    inflamasinya bukan bronkokonstriksinya sehingga yang harus diberikan adalah

    pemberian antiinflamasi bukan bronkodilator.3

    Salah satu obat yang pernah digunakan adalah pemberian immunoglobulin terhadap

    RSV yang pernah dilaporkan oleh Rodriguez.6 Pada penelitian tersebut diberikan

    RSVIG kepada pasien dengan bronkiolitis yang dirawat di ICU. Hasilnya ternyata

    tidak berbeda bermakna dengan plasebo (albumin) dalam hal lama rawat baik di

    bangsal maupun di ICU.

  • 19

    Selain penggunaan obat-obatan, tatalaksana secara suportif sangat dibutuhkan

    seperti pemberian oksigen, hidrasi yang cukup, koreksi asam-basa dan elektrolit,

    serta nutrisi yang memadai. Tanpa memperhatikan terapi suportif, pemberian

    medikamentosa menjadi kurang bermanfaat.3-5

    III.1.9 Pencegahan

    Dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan rokok dan polusi udara,

    membatasi penularan terutama di rumah sakit misalnya dengan membiasakan cuci

    tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, menghindarkan bayi atau anak

    kecil dari keramaian umum, pemberian ASI, serta menghindarkan bayi atau anak

    dari kontak dengan penderita ISPA. 11,12,13

    Penelitian penggunaan vaksin RSV menggunakan virus hidup (live attenuated,

    subunit, live recombinant) dan synthetic peptide sampai saat ini tidak memberikan

    proteksi yang adekuat. 9.10

  • 20

    BAB IV

    ANALISA KASUS

    Subjective

    Dua minggu SMRS pasien mengeluh batuk-batuk, batuk yang dirasakan

    terus-terusan. Batuk berdahak, namun dahaknya tidak dapat dikeluarkan oleh

    pasien. Dari awal pasien timbul keluhan batuk, pasien terlihat sesak, sesak yang

    dirasakan terus-terusan. Pada saat pasein sesak ibu medengar suara ngik-ngik.

    Sesak yang dirasakan pasien tidak sampai mengganggu waktu tidurnya. Sesak juga

    tidak bertambah parah pada malam hari. Saat pagi hari juga pasien jarang bersin-

    bersin, hidung tersumbat, mata gatal atau hidung terasa gatal dan meler (keluarnya

    cairan bening dari hidung). Selain itu juga pasien mengeluh demam. demam yang

    dirasakan hanya hangat-hangat saja, demam tidak tinggi. mual, muntah, kejang dan

    menggigil disangkal oleh ibu pasien

    Satu minggu SMRS pasien mengeluh pilek. Pilek mengeluarkan cairan

    berwarna putih bening pada saat awal timbul pilek, namun terakhir kemarin ibu

    melihat cairan yang keluar dari hidung berwarna kehijauan. Napsu makan pasien

    saat sakit ini menurun, sehingga berat badan pasien juga sedikit berukarang

    sebelum sakit berat badan 7.9 kg saat ini 7 kg

    Riwayat Penyakit Dahulu (+)

    Riwayat Alergi (-)

    Riwayat Penyakit Keluarga (-)

    Riwayat Pemakaian Obat (+)

    Riwayat lingkungan dan Sosial, Faktor risiko (+)

    Riwayat Antenatal dan Riwayat Kelahiran (tidak ditemukan kelainan)

    Riwayat Imunisasi (immunisasi belum lengkap)

    Riwayat Makanan (Tidak pernah diberi ASI oleh ibu)

    Riwayat tumbuh kembang (dalam batas normal)

  • 21

    Dari hasil anamnsa tersebut:

    Pada pasien An. X ini sedang mengalami tanda-tanda infeksi repirasi akut seperti

    batuk, demam, pilek dan sesak. Yang merupakan gejala awal pada bronkiolitis.

    Selain itu pada pasien ini juga mempunyai beberapa faktor risiko salah satunya

    berupa dari lingkungan dan sosialnya pasien merupakan perokok pasif, selain itu

    dari riwayat makanan sejak awal lahir pasien tidak diberikan ASI oleh ibu, dan

    imunisasi yang belum lengkap. Selain itu dari usianya < 2tahun dan berjenis

    kelamin laki-laki. Hal-hal tersebut merupakan faktor risiko terjadinya bronkiolitis

    yang diakibatkan adanya pembentukan sistem immunitas yang kurang baik.

    Untuk riwayat alergi disangkal oleh ibu pasien baik berupa alergi udara

    maupun makanan dan riwayat keluarga tidak ditemukan. Hal ini dapat melemahkan

    diagnosa banding asma bronkiale, pada asma ditemukan adanya riwayat alergi dan

    riwayat keluarga yang mempunyai asma.

    Objective

    Pemeriksaan Fisik

    Keadaan umum : tampak sakit ringan-sedang

    Kesadaran : kompos mentis

    Tanda vital : N: 145 x/mnt

    R: 55 x/mnt, cepat dan terdengar bunyi ngik-ngik

    S: 37.0 c

    Status gizi (baik)

    Kepala, Mata, THT, dan Leher dalam batas normal

    Hidung : pernapasan cuping hidung -/-

    Thorax : cor : s1 dan s2 reguler +, gallop -, dan mumur -

    pulmo : suara napas dasar vesikuler +/+, wheezing +/+, ronki -/-, retraksi

    tanpa menggunakan stetoskop ibu mendengar suara ngik-ngik saat pasien

    sesak menandakan bronkiolitis berat pada anak ini.

    Abdomen dalam batas normal

    Ekstremitas : akral hangat +, sianosis -, spastic -, flaksid

  • 22

    Pemerksaan Penunjang

    Hematologi tanggal 10 desember 2014

    Darah Rutin

    Leukosit : 18,430 /mm3

    Diff count

    Netrofil : 32.1%

    Limfosit : 56.5%

    Monosit : 8.5%

    Eosinofil : 2.6%

    Basofil : 0.3%

    Eritrosit : 4.210.000/ui

    Hemoglobin : 11.4 g/dl

    Hematokrit : 33%

    MCV : 79.1 fl

    MCH : 27.1 pg

    MCHC : 34.2 %

    Trombosit : 542.000/mm3

    dari hasil laboratorium menandakan pada saat ini pasien terdapat infeksi akut. dari

    hasil eosinofil yang normal jg dapat melemahkan dd asma bronkiale.

    Kimia klinik AGD

    PH 7.357

    PCO2 35.9 mmHg

    PO2 81.7 mmHg

    HCO3 19.7 mmol/L

    TCO2 20.8 mmol/L

    Base Excess -5.0

    Std HCO3 20.3 mmol/L

    Saturasi O2 95.7%

    Kesan: Asidosis metabolik terkompensasi, akibat dehidrasi.

  • 23

    Assessment

    Dari hasil anamnesa baik berupa tanda dan gejala klinis, serta beberapa faktor risiko

    yang terdapat pada pasien. Dan dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan baik

    pemeriksaan fisik maupun penunjang. Hal tersebut dapat memperkuat diagnosis

    kerja menjadi bronkiolitis, serta dapat mencoret diangsis banding nya.

    Planning

    Non-farmako: edukasi

    istirahat cukup

    makan makanan gizi seimbang setiap hari

    memberitahu jika anak demam >38 c dberi obat penurun panas.

    hidari anak dari paparan rokok dan dari kontak dengan penderita

    ISPA.

    jaga kebersihan lingkungan dan diri

    minum obat sesuai anjuran

    farmako : IVFD kaen 1B 10 tpm

    Ampisilin 15 25 mg/kg /6 jam (iv). Dengan berat badan 7 kg.

    7 x (15 25 mg) = (105 -175 mg)/ 6 jam. maka 4 x 150 mg

    Chloramphenicol 40 mg/kg (max 2 g) / 12 jam. 2 x 280 mg

    25 mg/kg (max 1 gr) /8 jam. 3 x 175 mg.

    Dexamethason 0.1 1 mg/kg (7kg) = 0.7 -7 mg. 3 x 1 mg

    Salbutamol 0.4 mg + ambroxol 5 mg pulv 4 x 1

    inhalasi combivent + NS / 6 jam

  • 24

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Supriyanto Bambang, Saripati Pediatrik. Vol 8, No 2. September 2006 :

    100-106.

    2. Orenstein DM. Bronchiolitis. Dalam Behrman RE, Kliegen RM, Arvin Am,

    penyunting. Nelson Texbook of Pediatrics. Edisi kelimabelas. Saunders,

    Philadelphia. h.1211-2.

    3. Van Woensel JBM, van Aalderen WMC, Kimpen JLL. Viral lower

    respiratory tract infection in infants and young children. BMJ 2003; 327:36-

    40.

    4. Garrison MM, Christakis DA, Harvey A, Cummings P, Davis RL. Stemic

    corticosteroids in infant bronchiolitis: A meta-analysis. Pediatrics 2000;

    105:44-55.

    5. Van Woensel JBM, van Aalderen WMC, de Weerd W, Jansen NJG, van

    Gestel JPJ, Markhost DG, et al. Dexamethasone for treatment of patients

    mechanically ventilated for lower respiratory tract infection caused by

    respiratory syncytial virus. Thorax 2003; 58:383-7

    6. Rodriguez WJ, Gruber WC, Groothuis JR, Simoes EAF, Rosas AJ, Lepow

    M, dkk. Respiratory syncytial virus immune globulin treatment of RSV

    lower respiratory ract infections in previously healthy children. Pediatrics

    1997; 100:937-42.

    7. Carroll KC. Laboratory diagnosis of lower respiratory tract infections:

    controversy and conundrums. J Clin Microbiol 2002; 40:3115-20.

    8. Setiawati L. Asih RS. Makmuri MS. 2005.Tatalaksana bronkiolitis. Divisi

    Respirologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair Surabaya.

  • 25

    9. Fitzgerald DA. Kilham HA. Bronchiolitis: Assessment and evidence-based

    management. MJA. 2004:108: 399-404

    10. Meissner HC. Uncertainty of viral lower respiratory tract disease pediatric.

    2001

    11. Makmur MS. Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernafasan Akut.

    Simposium Penanganan Terpadu Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan

    secara rasional. 1998: 1-12

    12. Lozano JM. Bronchiolitis. Clin Evid. 2004.12: 370-84

    13. Gunadi S. Makmur MS. Pulmonologi. In: Pedoman dan Terapi Lab/UPF

    Ilmu Kesehatan Anal. RSUD DR.Soetomo Surabaya.1994:219-42

  • 26

    LAMPIRAN

  • 27