Post on 16-Jan-2016
description
PREVALENSI STOMATITIS PADA MASA PUBERTAS
BERDASARKAN PENYEBABNYA
(Studi pada SMU Samudera Nusantara Makassar)
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SALAH SATU SYARAT GUNA
MENCAPAI GELAR SARJANA KEDOKTERAN GIGI
OLEH :
RAHMY WARDININGSIH
J III 08 276
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
1
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Prevalensi Stomatitis Pada Masa Pubertas Berdasarkan
Penyebabnya
(Studi Pada SMU Samudera Nusantara Makassar)
Nama : Rahmy Wardiningsih
Stambuk : J III 08 276
Telah Diperiksa dan Disahkan
Pada Tanggal September 2011
Oleh :
Pembimbing
Prof. DR. Drg. Harlina, M.Kes
NIP. 19630118 198903 2 002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin
Prof. Drg. H. Mansjur Nasir, Ph.D
NIP. 19540625 198403 1 001
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat, karunia, dan
rahmat-Nya yang tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaian skripsi
yang berjudul “Prevalensi Stomatitis Pada Masa Pubertas Berdasarkan
Penyebabnya (Studi Pada SMU Samudera Nusantara Makassar)”. Salam
dan shalawat tidak lupa penulis panjatkan kepada Rasulullah SAW, yang
menjadi teladan terbaik sepanjang masa. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk mencapai gelar sarjana Kedokteran Gigi. Selain itu, skripsi ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk menambah
pengetahuan mereka dalam bidang perawatan kesehatan gigi.
Sembah sujud dan ungkapan terimakasih yang sedalam-dalamnya
untuk kedua orangtua tercinta Ayahanda Wardihan, SE, MSi dan ibunda Dra.
Sofyaningsih atas segala doa, perhatian, pengertian, dukungan moril serta
bimbingan dan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis dan tak lupa
pula ucapan terimakasih kepada adinda tersayang Muh.Fahmy Aswar dan
Muh.Fadhil Aswar yang setia menemani penulis.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis juga mendapatkan banyak
bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
3
kesempatan ini penulis ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Prof. Drg.H. Mansyur Nasir,Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Hasanuddin.
2. Prof. DR. Drg. Harlina , M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan banyak waktu untuk membimbing, mengarahkan,
dan memberi nasehat penulis dalam membuat skripsi ini.
3. drg. Maria Tanumihardja. MDSc selaku Penasehat Akademik atas
bimbingan, nasehat dan dukungan bagi penulis selama perkuliahan.
4. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin tanpa terkecuali. Terimakasih atas bimbingannya kepada
penulis selama mengikuti perkuliahan.
5. Seluruh staf perpustakaan FKG UNHAS dan staf bagian IPM yang
telah banyak membantu penulis.
6. Buat teman-teman seperjuangan genk IPM Sari, Ana, Rica dan Hera
yang senantiasa bersama-sama saat menghadap ke pembimbing dan tak
lupa ucapan terimakasih buat Kak Ikhsan atas bantuannya.
7. Kepada teman-teman Halitosis tersayang yang telah memberikan
motivasi dan bantuan jasa selama penelitian serta motivasi untuk
menyelesaikan skripsi ini.
8. Buat saudara Andini Putri, terimakasih atas bantuan dan dukungan
morilnya teman terbaikku.
4
9. Buat pak Aji dan kak Ardian yang telah banyak membantu selama
penelitian berlangsung. Terimakasih atas dukungan, bantuan, dan
doanya.
10. Buat Kepala Sekolah dan Staf Pengajar di SMU Samudera
Nusantara yang sangat membantu dalam berjalannya penelitian dan
juga terimakasih kepada Siswa-Siswi SMU Samudera Nusantara
Makassar.
11. Buat teman-teman KKN Jennae Manise khususnya buat Duphy yang
membantu dalam mengolah data.
12. Buat teman-teman I-ton yang senantiasa memberikan dukungan.
13. Buat kakanda senior yang telah membantu dalam penyusunan skripsi
ini.
14. Kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan semangat,
yang tidak dapat saya sebutkan, terimakasih banyak.
Tiada imbalan yang dapat penulis berikan selain mendoakan semoga
bantuan dari berbagai pihak diberi balasan oleh Allah SWT.
Akhirnya dengan segenap kerendahan hati, penulis berharap agar tulisan ini
dapat menjadi salah satu bahan pembelajaran di Fakultas Kedokteran Gigi di
kedepannya, dan bisa membantu dalam perbaikan kualitas kesehatan Gigi dan
Mulut masyarakat. Amin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, September 2011
Penulis
5
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................... vi
DAFTAR TABEL .......................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG .......................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ......................................................... 2
1.3 TUJUAN PENELITIAN .......................................................... 3
1.4 MANFAAT PENELITIAN ...................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN STOMATITIS ................................................ 4
2.2 KLASIFIKASI STOMATITIS ................................................. 5
2.3 ETIOLOGI STOMATITIS ....................................................... 10
2.4 GAMBARAN KLINIS STOMATITIS .................................... 17
2.5 PENANGANAN STOMATITIS .............................................. 18
2.6 PENGERTIAN PUBERTAS .................................................... 20
2.7 BATASAN USIA REMAJA .................................................... 21
2.8 KONDISI FISIOLOGIS REMAJA .......................................... 22
2.9 KONDISI PSIKOLOGIS REMAJA ......................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN ................................................... 26
6
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................ 30
BAB V PEMBAHASAN .......................................................... 33
BAB VI PENUTUP .......................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 39
7
DAFTAR TABEL
No. Teks Hal.
1. Faktor etiologi stomatitis apthosa rekuren 16
2. Distribusi responden stomatitis dan tidak stomatitisdi SMU Samudera nusantara makassar 30
3. Distribusi responden stomatitis berdasarkan jenis kelamin di SMU Samudera nusantara makassar 31
4. distribusi responden stomatitis berdasarkan penyebab terjadinya stomatitis di SMU Samudera nusantara makassar 32
8
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Hal.
1. Minor apthous ulcer6
2. Mayor apthous ulcer7
3. Multiple herpetiform ulcers8
9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masa remaja adalah masa peralihan yang membuat sebagian besar orang
mengalami perubahan mental yang labil. Minimnya pengetahuan tentang
kesehatan dan sikap cuek pada remaja membuat remaja sering mengabaikan
hal-hal kecil yang dapat merusak kesehatan termasuk kesehatan gigi dan mulut
sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah dalam mulut. Salah satu
penyakit mulut yang paling populer pada remaja adalah stomatitis atau yang
lebih dikenal pada masyarakat awam dengan sariawan.1
Pada masa pubertas terjadi perubahan hormon yang drastis yang membuat
gejolak di dalam tubuh remaja. Perubahan hormon yang belum stabil ini
membuat remaja gampang mengalami perubahan mental yang berdampak pada
suasana hati dan perilaku remaja. Sekarang ini, gejala ketidakseimbangan
hormon pada remaja menjadi sangat umum. Hal ini disebabkan beberapa
alasan yang menyebabkan perubahan hormonal. Kondisi saat ini lebih banyak
terkontaminasi dengan bahan kimia dibandingkan kondisi zaman dulu, bahkan
hingga ratusan bahan kimia. Bahan kimia ini tidak hanya berasal dari
lingkungan yang tercemar, tetapi juga sebagai pengawet, pewarna makanan
serta bumbu makanan dan minuman.
10
Penyebab lain gejala ketidakseimbangan hormon pada remaja adalah stres.
Dengan tekanan yang ada di rumah, persaingan di sekolah dan persaingan antar
teman membuat remaja berada di bawah tekanan sehingga menyebabkan naik
turunnya sekresi hormon dalam tubuh remaja dan juga menempatkan tekanan
tambahan pada kelenjar adrenal yang mengatur hormon dalam tubuh sehingga
kelenjar ini menjadi terganggu yang menyebabkan ketidakseimbangan hormon.
Ketidakseimbangan ini menyebabkan beberapa masalah emosional serta fisik
lainnya yang berkaitan dengan hormon pada remaja. Stres dan
ketidakseimbangan hormonal merupakan faktor pemicu terjadinya stomatitis.2,3
SMU Samudera Nusantara merupakan sekolah dengan mayoritas siswanya
memiliki status ekonomi rendah. Rendahnya status ekonomi masyarakat
menyebabkan kebutuhan gizi yang dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari
tidak tercukupi sehingga rentan terhadap penyakit khususnya terhadap
stomatitis. Hal ini sesuai pada penelitian yang dilakukan di Jepang bahwa
ditemukan adanya hubungan stomatitis dengan menurunnya intake makanan
yang mengandung zat besi dan vitamin B1.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka rumusan
masalah penelitian sebagai berikut :
Bagaimana prevalensi stomatitis pada siswa-siswi SMU Samudera Nusantara
Makassar?
11
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dilakukannya penelitian ini, yaitu :
Untuk mengetahui prevalensi stomatitis pada siswa-siswi SMU Samudera
Nusantara Makassar.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat yaitu :
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi
mengenai prevalensi stomatitis kepada siswa SMU Samudera Nusantara
Makassar.
2. Terhadap ilmu pengetahuan diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah
dalam rangka memperkaya khasanah keilmuan terutama dalam bidang
ilmu penyakit mulut dan menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN STOMATITIS
Stomatitis merupakan radang yang terjadi pada mukosa mulut yang
biasanya berupa bercak putih kekuningan dengan permukaan yang agak
cekung. Bercak itu dapat berupa bercak tunggal maupun kelompok. Stomatitis
yang terjadi berulang pada rongga mulut disebut Reccurent Apthous Stomatitis
(RAS). RAS merupakan salah satu kelainan mukosa yang paling sering terjadi
dan menyerang kira–kira 15-20% populasi di Inggris. Penyakit ini umumnya
terjadi dan seringkali mengenai wanita dan laki–laki. Prevalensi yang lebih
tinggi juga didapatkan pada golongan sosial ekonomi atas dan di antara para
mahasiswa selama waktu–waktu ujian.4,5
Manifestasi klinis dari RAS adalah ulser tunggal atau multipel,
dangkal, bulat, lonjong dan sakit. Prevalensi pada populasi secara umum
berkisar 50-66%. Hipotesis dari terjadinya RAS bermacam-macam tergantung
pada faktor pemicunya, antara lain disebabkan karena alergi, faktor genetik,
kekurangan nutrisi, kelainan hematologi, hormonal, infeksi, trauma dan stres.6
Didalam rongga mulut, RAS merupakan kondisi yang paling banyak
dijumpai pada jaringan lunak mukosa. Diperkirakan sebanyak 15% - 20%
populasi penduduk diseluruh dunia terserang penyakit seperti ini. Penyakit ini
nampak lebih banyak di Amerika Utara khususnya pada kelompok sosial
ekonomi rendah, insiden ini nampak hingga mendekati 40%.7
13
2.2 KLASIFIKASI STOMATITIS
1. Stomatitis apthous Reccurent
Stomatitis yang sifatnya berulang atau Reccurent Apthous Stomatitis
dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinis yaitu ulser minor, ulser
major, dan ulser herpetiform:8
a. Rekuren apthous stomatitis minor
Sebagian besar pasien (80%) yang menderita bentuk minor ditandai
dengan ulser berbentuk bulat atau oval dan dangkal dengan diameter yang
kurang dari 5 mm serta pada bagian tepinya terdiri dari eritematous. Ulserasi
bisa tunggal ataupun merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau lima
dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas.5 Ulkus
ini mempunyai kecendrungan untuk terjadi pada mukosa bergerak yang
terletak pada kelenjar saliva minor. Pernah dilaporkan adanya gejala-gejala
pendahulu seperti parastesia dan hiperestesia. Ulkus ini sangat bervariasi,
kambuh, dan pola terjadinya bervariasi.9
14
GAMBAR II.1 Minor apthous ulcer
GAMBAR II.1 Minor apthous ulcer
Sumber : Laskaris G. Pocket atlas of oral desease.Second Edition. New York: Thieme; 2006. P.159
Ulkus yang berkelompok dapat menetap dalam jangka waktu beberapa
bulan. Ulserasi yang menetap seringkali sangat sakit dan biasanya mempunyai
gambaran tak teratur. Frekuensi RAS lebih sering pada laki-laki daripada
wanita dan mayoritas penyakit terjadi pada usia antara 10 dan 30 tahun. Pasien
dengan ulser minor mengalami ulserasi yang berulang dan lesi individual dapat
terjadi dalam jangka waktu pendek dibandingkan dengan tiga jenis yang lain.
Ulser ini sering muncul pada mukosa nonkeratin. Lesi ini didahului dengan
rasa terbakar, gatal dan rasa pedih dan adanya pertumbuhan makula eritematus.
Klasiknya, ulserasi berdiameter 3-10 mm dan sembuh tanpa luka dalam 7-14
hari.10
b. Rekuren Apthous Stomatitis Major
Rekuren apthous stomatitis major diderita kira-kira 10% dari penderita
RAS dan lebih hebat dari bentuk minor. Secara klasik, ulser ini berdiameter
kira-kira 1-3 cm dan berlangsung selama empat minggu atau lebih dan dapat
terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut termasuk daerah-daerah yang
15
berkeratin.5 Dasar ulser lebih dalam, melebihi 0,5 cm dan seperti ulser minor,
hanya terbatas pada jaringan lunak tidak sampai ke tulang.11
GAMBAR II.2 Mayor apthous ulcer
Sumber : Laskaris G. Pocket atlas of oral desease. Second Edition. New York: Thieme; 2006. p.160
Ulser mayor dikenal sebagai periadenitis mukosa nekrosis yang rekuren
atau disebut juga penyakit Sutton. Penyebabnya belum diketahui secara pasti,
namun banyak bukti yang berhubungan dengan defek imun.11 Tanda adanya
ulser seringkali dilihat pada penderita bentuk mayor. Jaringan parut terbentuk
karena keparahan dan lamanya lesi terjadi.5 Awal dari ulser mayor terjadi
setelah masa puberti dan akan terus menerus tumbuh hingga 20 tahun atau
lebih.10
c. Herpetiformis apthous stomatitis
16
Istilah herpertiformis digunakan karena bentuk klinis dari ulserasi
herpetiformis (yang dapat terdiri atas 100 ulser kecil pada satu waktu) mirip
dengan gingivostomatitis herpetik primer tetapi virus-virus herpes tidak
mempunyai peranan dalam etiologi ulserasi herpertiformis atau dalam setiap
bentuk ulserasi aptosa.2
GAMBAR II.3 Multiple herpetiform ulcers
Sumber : Laskaris G. Pocket atlas of oral desease.Second Edition. New York: Thieme; 2006. p.161
Herpertiformis apthous stomatitis menunjukkan lesi yang besar dan
frekuensi terjadinya berulang. Pada beberapa individu, lesi berbentuk kecil dan
berdiameter rata-rata 1-3 mm.5 Gambaran dari ulser ini adalah erosi-erosi
kelabu putih yang jumlahnya banyak, berukuran sekepala jarum yang
membesar, bergabung dan mnjadi tak jelas batasnya. Pada awalnya ulkus-ulkus
tersebut berdiameter 1-2 mm dan timbul berkelompok terdiri atas 10-100.
Mukosa disekitar ulkus tampak eritematous dan diperkirakan ada gejala sakit.9
17
2. Oral thrush
Yaitu sariawan yang disebabkan jamur Candida Albican, biasanya
banyak dijumpai di lidah. Pada keadaan normal, jamur memang terdapat di
dalam mulut. Namun, saat daya tahan tubuh anak menurun, ditambah
penggunaan obat antibioka yang berlangsung lama atau melebihi jangka waktu
pemakaian, jamur Candida Albican akan tumbuh lebih banyak lagi.
3. Stomatitis Herpetik
Yaitu sariawan yang disebabkan virus herpes simplek dan beralokasi di
bagian belakang tenggorokan. Sariawan di tenggorokan biasanya langsung
terjadi jika ada virus yang sedang mewabah dan pada saat itu daya tahan tubuh
sedang rendah sehingga sistem imun tidak dapat menetralisir atau mengatasi
virus yang masuk sehingga terjadilah ulser.12
2.3 ETIOLOGI STOMATITIS
Semakin banyaknya penelitian dan teori-teori baru mengenai faktor
predisposisi stomatitis memungkinkan suatu saat nanti apa yang saat ini
18
masihkita anggap faktor predisposisi telah terbukti sebagai etiologi. Seperti
yang telah diketahui bahwa faktor etiologi stomatitis adalah idiopatik (belum
diketahui) namun telah banyak dugaan mengenai faktor predisposisi
stomatitis.5 Faktor–faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya
stomatitis adalah sebagai berikut :
1. Genetik
Riwayat keluarga terdapat pada 50% kasus. Insiden tertinggi terdapat di
antara saudara bila kedua orang tua terkena stomatitis.2 Beberapa peneliti
menyatakan bahwa hubungan genetik berpengaruh terhadap timbulnya
stomatitis. Salah satu penelitian menemukan bahwa 35% dari orang yang
menderita stomatitis memiliki paling tidak satu orang tua yang juga menderita
stomatitis Penelitian lain menemukan bahwa 91% kembar identik menderita
stomatitis dimana untuk kembar biasa hanya 57%.13
2. Imunologik
Respon imun mungkin merupakan peran utama stomatitis umum terjadi
pada pasien dengan imunodefisiensi sel B dan 40% dari pasien-pasien
stomatitis mempunyai kompleks dari sirkulasi imun. Ulserasi dapat disebabkan
oleh pengendapan imonoglobulin dan komponen-komponen komplemen dalam
epitel atau respons imun seluler terhadap komponen-komponen epitel.2
Antibodi tersebut bergantung pada mekanisme sitoksik atau proses penetralisir
racun yang masuk ke dalam tubuh. Sehingga jika sistem imunologi mengalami
abnormalitas, maka dengan mudah bakteri ataupun virusmenginfeksi jaringan
lunak disekitar mulut.14
19
3. Hematologik
15-20% pasien stomatitis adalah penderita kekurangan zat besi, vitamin
B12 atau folid acid dan mungkin juga terdapat anemia. Penyembuhan
stomatitis sering terjadi sesudah terapi untuk mengatasi kekurangan-
kekurangan tersebut.2 Seperti frekuensi defisiensi pada pasien awalnya akan
menjadi lebih buruk pada pertengahan usia. Banyak pasien yang defisiensinya
tersembunyi, hemoglobulin dengan batasan yang normal dan ciri utama
adalaah mikrositosis dan makrositosis pada sel darah merah.14
4. Gastrointestinal
Hanya sebagian kecil dari pasien-pasien mempunyai gejala
gastrointestinal, terutama penyakit pada usus kecil yang berhubungan dengan
malabsorpsi. Walaupun hanya 2-4% pasien-pasien stomatitis mempunyai
penyakit seliak tetapi terdapat 60% pasien-pasien dengan penyakit seliak yang
menderita stomatitis. Stomatitis dapat dihubungan dengan penyakit Crohn dan
colitis ulseratif.2
5. Hormonal
Pada umumnya penyakit stomatitis banyak menyerang wanita, khususnya
terjadi pada fase stress dengan sirkulasi menstruasi. Dalam sebuah penelitian,
ditemukan kadar hormon progesterone yang lebih rendah dari normal pada
penderita RAS sementara kadar hormone Estradiol, LH, Prolaktin, FSH pada
kedua grup adalah normal. Pada wawancara didapat adanya riwayat anggota
keluarga yang mengalami RAS dibanding bukan penderita RAS. Dari
20
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penderita RAS pada umumnya
mempunyai kadar hormon progesteron yang lebih rendah dari normal dan ada
salah satu keluarganya yang menderita RAS.14
Stomatitis dapat berlanjut atau berhenti selama kehamilan dan karena pada
sebagian kecil wanita ulserasi berkembang hanya selama fase luteal dari siklus
menstruasi maka kadang-kadang hal ini berhubungan dengan adanya
perubahan-perubahan pada hormonal.2
6. Trauma
Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa trauma pada bagian
rongga mulut dapat menyebabkan stomatitis. Dalam banyak kasus, trauma ini
disebabkan oleh masalah–masalah yang sederhana. Trauma merupakan salah
satu faktor yang dapat menyebabkan ulser terutama pada pasien yang
mempunyai kelainan tetapi kebanyakan stomatitis mempunyai daya
perlindungan yang relatif dan mukosa mastikasi adalah salah satu proteksi
yang paling umum.15
Faktor lain yang dapat menyebabkan trauma di dalam rongga mulut meliputi:
a. Pemakaian gigi tiruan
Rekuren apthous stomatitis disebabkan oleh pemasangan gigi palsu.
Seringkali, gigitiruan yang dipasang secara tidak tepat dapat
mengiritasi dan melukai jaringan yang ada di dalam rongga mulut.
Masalah yang sama sering pula dialami oleh orang-orang yang
menggunakan gigitiruan kerangka logam. Logam dapat melukai
bagian dalam rongga mulut.
21
b. Trauma makanan
Banyak jenis makanan yang kita makan dapar menggores atau
melukai jaringan-jaringan yang ada di dalam rongga mulut dan
menyebabkan RAS. Contohnya adalah keripik, kue yang keras,dll.
c. Trauma sikat gigi
Beberapa pasien berpikir bahwa ulser terjadi karena trauma pada
mukosa rongga mulut yang disebabkan oleh cara penggunaan dari
sikat gigi yang berlebihan dan cara menyikat gigi yang salah dapat
merusak gigi dan jaringan yang ada dalam rongga mulut.
d. Menggigit bagian dalam mulut
Banyak orang yang menderita luka di dalam mulutnya karena
menggigit bibir dan jaringan lunak yanga da di dalam rongga mulut
secara tidak sengaja. Seringkali, hal ini dapat menjadi kebiasaan yang
tidak disadari atau dapat terjadi selama tidur dan luka juga disebabkan
oleh tergigitnya mukosa ketika makan dan tertusuk kawat gigi
sehingga dapat menimbulkan ulser yang mengakibatkan RAS. Luka
tergigit pada bibir atau lidah akibat susunan gigi yang tidak teratur.
e. Prosedur dental
Prosedur dental dapat mengiritasi jaringan lunak mulut yang tipis dan
menyebabkan terjadinya RAS. Terdapat informasi bahwa hanya
dengan injeksi novacaine dengan jarum dapat menyebabkan
timbulnya RAS beberapa hari setelah dilakukan penyuntikan.16
7. Stres
22
Banyak orang yang menderita stomatitis menyatakan bahwa stomatitis
yang mereka alami disebabkan oleh stres. Terkadang orang secara objektif
menghubungkan timbulnya stomatitis dengan peningkatan stres. 13
8. HIV
Stomatitis dapat digunakan sebagai tanda adanya infeksi HIV. Stomatitis
memiliki frekuensi yang lebih tinggi pada keadaan defisiensi imun seperti yang
telah dibahas sebelumnya. Namun infeksi akibat virus HIV biasanya
menunjukkan tanda klinis yang sangat jelas yaitu kerusakan jaringan yang
sudah parah.15
9. Kebiasaan merokok
Kelainan stomatitis biasanya terjadi pada pasien yang merokok. Bahkan
dapat terjadi ketika kebiasaan merokok dihentikan.15
10. Kondisi Medik
Beberapa kondisi medik yang berbeda juga dapat dihubungkan dengan
timbulnya stomatitis. Untuk pasien yang mengalami stomatitis yang resisten
harus mendapatkan evaluasi dan tes dokter untuk mengetahui ada tidaknya
penyakit sistemik. Beberapa kondisi medik yang dihubungkan dengan
stomatitis yaitu seperti penyakit Behcet, disfungsi neutrofil, radang usus, dan
HIV-AIDS.13
23
11. Pengobatan
Penggunaan obat-obatan anti peradangan, beta bloker, kemoterapi, dan
nicorandil dilaporkan menjadi salah satu pemicu timbulnya stomatitis.13
12. Infeksi
Fakta bahwa zat-zat kimia seperti pada penggunaan kemoterapi dan radiasi
biasanya dihubungkan dengan bakteri seperti ANUG yang kaya dengan
bacillus fusiformis dsn spirochete, dan virus pada Virus Herpes Simpleks yang
meliputi sitomegalovirus, virus voricella zoster, Epstein Bar ini ternyata dapat
menjadi salah satu penyebab dari stomatitis.13
Berikut ini ada beberapa fakta tentang faktor predisposisi dari penyebab
stomatitis (Tabel 2.1) :2
TABEL 2.1. Faktor etiologi stomatitis apthosa rekuren Faktor Predisposisi Fakta
Defisiensi Adanya defisiensi zat besi, asam folat, vitamin
B12, atau B kompleks
Psikologis Meningkatnya insiden stomatitis pada populasi
mahasiswa menjelang ujian
Trauma Terbentuknya ulser pada daerah-daerah setelah
bekas terjadinya luka penetrasi
Endokrin Terbentuknya stomatitis pada fase luteal dari
siklus haid pada beberapa penderita wanita
24
Alergi Kenaikan kadar IgE dan keterkaitan antara
beberapa jenis makanan dan timbulnya ulser
Merokok Pembentukan stomatitis pada perokok yang
dahulunya bebas simtom, ketika kebiasaan
merokok dihentikan
Herediter Meningkatnya insiden pada anak-anak yang
kedua orantuanya menderita stomatitis, kesamaan
yang tinggi pada anak kembar
Inunologi Fakta bertentangan, tetapi beberapa informasi
mengenai kadar imunoglobulin abnormal
Sumber : Lewis MAO, Lamey PJ. Tinjauan klinis penyakit mulut. Jakarta: Widya Medika; 1998. p.48-9
2.4 GAMBARAN KLINIS STOMATITIS
Awalnya timbul rasa sedikit gatal atau terbakar pada 1 sampai 2 hari di
daerah yang akan mengalami stomatitis. Rasa ini timbul sebelum luka dapat
terlihat di rongga mulut. Stomatitis dimulai dengan adanya luka seperti
melepuh di jaringan mulut yang terkena berbentuk bulat atau oval. Setelah
beberapa hari, luka tersebut pecah dan menjadi berwarna putih ditengahnya
dibatasi dengan daerah kemerahan. Bila berkontak dengan makanan dengan
rasa yang tajam seperti pedas atau asam, daerah ini akan terasa sakit dan perih
serta aliran saliva menjadi meningkat berdasarkan ciri khasnya secara klinis.
Adanya ulkus kecil didalam mulut biasanya dibagian dalam, atas, dan bawah
bibir pada pipi, lidah, dan gusi.4
25
Gejalanya berupa rasa sakit dan rasa terbakar yang terjadi satu sampai
dua hari yang kemudian menimbulkan luka di rongga mulut. Bercak luka yang
ditimbulkan akibat dari stomatitis ini agak kaku dan sangat peka terhadap
gerakan lidah atau mulut sehingga rasa sakit atau rasa panas yang dirasakan ini
dapat membuat kita susah makan, susah minum ataupun susah bicara dan
mengeluarkan banyak air liur.
Rasa sakit akibat stomatitis yang berukuran kecil biasanya akan hilang
antara 7 sampai 10 hari dan lesi ini akan sembuh secara sempurna dalam waktu
satu sampai dua minggu. Namun, apabila ukuran lesi stomatitis cukup besar
biasanya lesi membutuhkan waktu mulai dari beberapa minggu sampai
beberapa bulan untuk sembuh. Stomatitis yang tidak sembuh dalam waktu 2
minggu sebaiknya segera dikonsultasikan dengan dokter gigi.4
2.5 PENANGANAN STOMATITIS
Terapi stomatitis aftosa rekuren tidak memuaskan dan tidak ada yang
pasti. Terapi dilakukan secara siptomatik. Telah banyak obat yang dicoba
menanggulangi stomatitis namun tidak ada yang efektif. Penatalaksanaan
stomatitis aftosa rekuren ditujukan untuk mengurangi rasa sakit, atau
mencegah timbulnya lesi baru. Rasa sakit dapat dikurangi dengan cara
menghindari makanan yang berbumbu, asam, atau minuman beralkohol.
26
Anastetikum topikal merupakan obat yang umumnya digunakan dalam
pengobatan stomatitis. Pengolesan anastetikum sebelum makan dapat
mengurangi rasa sakit.
Faktor predisposisi yang berperan perlu ditelusuri agar dapat
meringankan penderitaan pasien. Tujuan dari pengobatan adalah untuk
meringankan penderitaan pasien yang harus berdampingan engan ulserasi
sepanjang hidupnya. Pasien perlu diyakinkan bahwa stomatitis aftosa rekuren
bukan suatu penyakit yang berbahaya walaupun merepotkan. Dengan adanya
keyakinan tersebut kemungkinan tidak diperlukan pengobatan sistemik,
covering agent atau kumur antiseptik.
Masa perjalanan dapat dipersingkat dengan pemberian kortikosteroid
topikal, seperti triamcinolone acetonide 0,1% dalam orabase yang bersifat
adesif. Contoh lain adalah fluocinonide gel yang lebih kuat dan rasanya lebih
enak. Obat dioleskan pada ulserasi 4–8 kali sehari. Untuk lesi yang parah dapat
diberikan kortikosteroid sistemik. Lesi akan segera sembuh sehingga
memperpendek perjalanan lesi selama obat digunakan. Penggunaan secara
sistemik perlu berhati–hati karena apabila terlalu lama digunakan dapat
menimbulkan efek samping. Beberapa ahli ada yang mencoba tetrasiklin yang
dipakai secara topikal atau sistemik. Penggunaan secara topikal dilakukan
dengan melarutkan obat dalam 30 mL air dan digunakan sebagai obat kumur.17
Obat–obat sistemik seperti levamisole, inhibitor monoamine oksidase,
thalidomide atau dapsone digunakan untuk penderita yang sering mengalami
27
ulserasi oral yang serius. Tetapi, penggunaan obat–obat ini harus
dipertimbangkan efektifitas serta efek sampingnya.5
Untuk pasien dengan gangguan hematologi maka terapi yang diberikan
kepada pasien anemia karena kekurangan zat besi adalah tablet zat besi yang
berisi ferrous sulfate, ferrous gluconate, dan ferrous fumarate yang diberikan
peroral. Respon tubuh pada terapi biasanya cepat, sel darah merah akan
kembali normal setelah 1-2 bulan. Oleh sebab itu pasien diberikan sulemen
yang berisi zat besi 2x1 sehari yang diminum selama dua minggu.6
Beberapa literatur menyebutkan bahwa lidah buaya memiliki khasiat
bagi kesehatan terutama untuk mukosa mulut antara lain sebagai analgesik,
antiseptik, dan antiinflamasi karena bahan yang terkandung antara lain aloktin
A dan asam salisilat.18
2.6 PENGERTIAN PUBERTAS
Pubertas adalah masa ketika tubuh sedang mengalami perubahan besar
dari struktur tubuh anak-anak menjadi struktur tubuh orang dewasa. Masa ini
ditandai dengan kematangan organ reproduksi dan tumbuhnya seks sekunder.
Pada masa ini, remaja mengalami pertumbuhan fisik yang cepat. Ada ahli yang
mengatakan bahwa masa pubertas terjadi sebelum munculnya menstruasi dan
mimpi basah. Secara fisik dalam tubuh kita terjadi perubahan-perubahan yang
cepat.
Perubahan pada masa pubertas yang terjadi dari masa anak memasuki
masa remaja diatur oleh hormon seks. Pada bagian otak yaitu hypothalamus
28
sudah mengeluarkan zat yang disebut sebagai faktor pencetus yang
menghasilkan hormon pertumbuhan. Hormon tersebut bekerja sama dengan
kelenjar bawah otak mengendalikan urut-urutan rangkaian perubahan dengan
mengeluarkan hormon-hormon tertentu. Hormon tersebut adalah hormon
estrogen yang dominan pada remaja perempuan dan hormon testosteron pada
remaja laki-laki. Pengaruh hormon estrogen pada anak perempuan Hormon
estrogen membawa sifat kewanitaan pada seorang anak perempuan setelah
remaja.19
2.7 BATASAN USIA REMAJA
Remaja adalah individu baik perempuan maupun laki-laki yang berada
pada masa atau usia antara anak-anak dan dewasa. Dilihat dari siklus
kehidupan, masa remaja merupakan masa yang sulit untuk dilalui oleh
individu. Masa ini dapat dikatakan sebagai masa yang paling kritis bagi
perkembangan pada tahap-tahap selanjutnya. Karena pada masa ini banyak
terjadi perubahan dalam diri individu baik dari perubahan fisik maupun
psikologi. Perubahan dari ciri kekanakan menuju pada kedewasaan.20
WHO memberikan batasan usia remaja yaitu usia 19-20 tahun. WHO
menyatakan walaupun definisi remaja utamanya didasarkan pada usia
29
kesuburan atau fertilitas wanita tetapi batasan itu juga berlaku pada pria dan
WHO membagi kurun usia dalam dua bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun
dan remaja akhir 15-20 tahun. Usia pada saat pubertas di Eropa dan Amerika
Serikat beragam, usia tersebut menurun dengan kecepatan satu sampai tiga
bulan dawarsa selama lebih dari 175 tahun.21
Sementara United Nations (UN) menyebutkan sebagai anak muda
(youth) untuk usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam batasan kaum
muda yang mencakup usia 10-24 tahun.20
2.8 KONDISI FISIOLOGIS REMAJA
Pada saat remaja memasuki masa pubertas terjadi perubahan yang
cukup mencolok pada fisiknya. Pada masa itu mereka tidak hanya tumbuh
menjadi lebih tinggi dan lebih besar saja, tetapi juga tejadi perubahan-
perubahan didalam tubuhnya sehingga mampu untuk bereproduksi.20
a. Perubahan fisik yang terjadi pada perempuan
Memasuki usia remaja, beberapa jenis hormon/zat dalam tubuh terutama
hormon estrogen dan progesterone mulai berperan aktif sehingga mulai
tumbuh payudara, panggul mulai melebar dan membesar dan akan mengalami
menstruasi. Di samping itu akan mulai tumbuh bulu-bulu halus disekitar ketiak
30
dan vagina. Beberapa dari remaja mengalami jerawat pada wajah. Dan
perubahan lainnya seperti:
Lengan dan tungkai kaki bertambah panjang
Tangan dan kaki bertambah besar
Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar
Vagina mulai mengeluarkan cairan
Pantat berkembang lebih besar
Kulit dan rambut mulai berminyak
Keringat bertambah banyak
Indung telur mulai membesar
Hormon estrogen membuat seorang anak perempuan memiliki sifat
kewanitaan setelah remaja. Hormon estrogen mempunyai beberapa khasiat,
hormon ini dapat merangsang pertumbuhan saluran susu di payudara sehingga
payudara membesar. Selain itu merangsang pertumbuhan saluran telur, rongga
rahim dan vagina sehingga membesar. Pada vagina, estrogen membuat dinding
kian tebal dan cairan vagina bertambah banyak. Manfaat estrogen lainnya yaitu
mengakibatkan tertimbunnya lemak di daerah panggul wanita tetapi juga dapat
memperlambat pertumbuhan tubuh yang semula sudah dirangsang oleh
kelenjar dibawah otak.
Selain hormone estrogen, hormon yang dominan pada anak perempuan
adalah hormon progesteron, yang khasiatnya adalah melemaskan otot-otot
halus, meningkatkan produksi zat lemak di kulit dan meningkatkan suhu
badan. Efek progesteron yang terpenting ialah pada rahim. Hormon ini
31
mempertebal dinding di dalam rahim dan merangsang kelenjar-kelenjar agar
mengeluarkan cairan pemupuk bagi sel telur yang dibuahi. Hal tersebut untuk
melindungi sel telur dibuahi dan memperkuat kedudukannya di dinding
rahim.20
b. Perubahan fisik yang terjadi pada laki-laki
Sama halnya dengan remaja perempuan, hormone testosteron akan
membantu tumbuhnya bulu-bulu halus diketiak, kemaluan laki-laki, janggut
dan kumis, terjadi perubahan suara pada remaja laki-laki, tumbuhnya jerawat
dan mulai diproduksinya sperma yang pada waktu tertentu keluar sebagai
mimpi basah. Perubahan lainnya adalah: 20
Tubuh bertambah berat dan tinggi
Pundak dan dada bertambah besar dan bidang
Penis dan buah zakar membesar
Keringat bertambah banyak
Kulit dan rambut mulai berminyak
Lengan dan tungkai kaki bertambah panjang
Tangan dan kaki bertambah besar
Tulang wajah mulai memanjang dan membesar
Tumbuh jakun
Suara berubah menjadi berat
2.9 KONDISI PSIKOLOGIS REMAJA
32
Selain terjadi perubahan fisik, masa pubertas juga mengalami
perubahan emosi, pikiran, perasaan, dan lingkungan pergaulan. Secara
emosional, remaja bergerak kea rah mandiri lepas dari orang tua mereka yang
lebih tua dan membentuk hubungan dan minat dengan yang baru.
Seorang remaja mulai menyesuaikan sikapnya sebagai orang dewasa
karena adanya perubahan pada tubuhnya serta bertambahnya pengetahuan. Ciri
seorang remaja yang sedang memasuki masa pubertas, yaitu :
a. Mulai meninggalkan ketergantungan pada keluarga dan ketenangan masa
kecil ke arah dunia dewasa yang frustasi, persaingan dan kekecewaan.
b. Mulai mempelajari sikap serta pandangan yang berbeda tentang moral dan
seksualitas antara sikap dan pandangan yang dianut oleh keluarganya
dengan pandangan yang ada di dunia luar.
c. Mulai menghadapi konflik dan harus memutuskan berapa norma yang
harus diambil diluar serta berapa banyak ajaran orangtua yang harus
ditolak.19
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 JENIS PENELITIAN
Penelitian yang akan dilakukan bersifat observasional deskriptif yaitu
suatu rancangan penelitian dengan melakukan pengamatan terhadap objek
yang akan diteliti tanpa melakukan intervensi.
3.2 RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan penelitian yaitu cross sectional dimana tiap subyek hanya
diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat
pemeriksaan tersebut.
34
3.3 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SMU Samudera Nusantara Makassar.
3.4 WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama 1 minggu.
3.5 SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian yaitu siswa-siswi SMU Samudera Nusantara Makassar.
3.6 METODE SAMPLING
Metode sampling yang digunakan adalah total sampling.
3.7ALAT DAN BAHAN
1. Alat :
- Alat diagnostik
- Neer Beckhen
- Senter Kecil
- Alat Tulis Menulis
2. Bahan :
- Alkohol / Betadine
- Kapas / kasa dan tissue
35
3.8 DEFINISI OPERASIONAL
a. Prevalensi adalah jumlah kejadian pada suatu saat atau periode tertentu.
b. Stomatitis adalah radang pada mukosa mulut berupa lesi atau cekungan
dengan dasar dangkal berwarna kekuningan yang dibatasi dengan batas
merah yang jelas. Stomatitis dapat terjadi pada selaput lendir bagian
dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi, serta langit-langit dalam rongga
mulut.
c. Masa pubertas adalah masa dimana terjadinya perubahan dari anak-
anak menjdai dewasa yang ditandai oleh kematangan organ reproduksi
dan tumbuhnya seks sekunder.
3.9 ALUR PENELITIAN
Pemeriksaan klinis pada
sampel
Ada stomatitis Tidak ada stomatitis
Hasil pemeriksaan dicatat pada lembar pemeriksaan
Anamnesis
36
3.10 DATA
1. Jenis Data : Data primer yaitu data yang diambil langsung dari objek
yang diteliti.
2. Pengolahan Data : Data diolah dengan menggunakan program SPSS versi
16.0
3. Penyajian Data : Data disajikan dalam bentuk tabel
Deskripsi data
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan di SMU Samudera Nusantara Makassar pada
bulan Juli 2011 dengan jumlah sampel sebanyak 165 siswa. Berikut ini adalah
hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut :
Tabel 4.1 Distribusi responden stomatitis dan tidak stomatitis di SMU
Samudera Nusantara Makassar
38
Frequency Percent
Valid Stomatitis 36 21.8
Tidak Stomatitis 129 78.2
Total 165 100.0
Pada tabel 1 memperlihatkan bahwa dari 165 siswa yang diperiksa, terdapat 36
siswa (21,8%) yang mengalami stomatitis dan 129 siswa (78,2%) yang tidak
mengalami stomatitis.
Tabel 4.2 Distribusi responden stomatitis berdasarkan jenis kelamin di SMU Samudera Nusantara Makassar
Frequency Percent
Valid laki-laki 11 30.6
Perempuan 25 69.4
Total 36 100.0
39
Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa perempuan lebih dominan mengalami
stomatitis yaitu sebesar 69,4% (25 siswa) dan laki-laki yang mengalami
stomatitis sebesar 30,6% (11 siswa).
Tabel 4.3 Distribusi responden stomatitis berdasarkan penyebab terjadinya stomatitis di SMU Samudera Nusantara Makassar
40
Frequency Percent
Valid Trauma 11 30.6
Hormon 6 16.7
Alergi 3 8.3
defisiensi
nutrisi4 11.1
Psikologi 2 5.6
kebiasaan
buruk4 11.1
faktor lain 6 16.7
Total 36 100.0
Dari tabel 4.3 diatas menunjukkan beberapa penyebab dari terjadinya
stomatitis. Penyebab yang paling dominan dari sampel yaitu faktor trauma
sebesar 30,6% kemudian faktor hormon pada wanita sebesar 16,7%.
BAB V
PEMBAHASAN
41
Pada penelitian yang dilakukan di SMU Samudera Nusantara
didapatkan 36 siswa yang mengalami stomatitis dari 165 siswa (21,8%) yang
diperiksa sedangkan yang tidak mengalami stomatitis sebanyak 129 siswa
(78,2%). Hal tersebut menunjukkan prevalensi stomatitis pada daerah
penelitian cukup rendah yakni sebesar 21,8% jika dibandingkan pada
penelitian yang dilakukan di Amerika Utara, penyakit ini nampak lebih banyak
di daerah tersebut khususnya pada kelompok sosial ekonomi rendah, insiden
ini nampak hingga mendekati 40%.7
Hal ini diakibatkan karena pada usia remaja merupakan masa-masa
puberitas bagi anak remaja. Setiap individu remaja cenderung mengalami
banyak kekecewaan yang dapat mengakibatkan terjadinya kekacauan
psikologis. Kekacauan psikologis diketahui mempunyai hubungan tidak
langsung terhadap terjadinya perubahan hormon dan juga memiliki hubungan
yang erat dengan sistem imunologik.
Adanya kejadian stomatitis disebabkan karena rendahnya status
ekonomi dan rendahnya status pendidikan menyebabkan orangtua kurang
menyadari pentingnya menjaga kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut.
Terlebih pada siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah yang tergolong
sebagai sekolah kumuh dengan mayoritas orangtua siswa berprofesi sebagai
pemulung serta keadaan lingkungan disekitar sekolah yang cukup
memprihatinkan yang jauh dari prilaku hidup bersih dan sehat sehingga
diduga memiliki pola makan yang tidak sehat menyebabkan defisiensi nutrisi
42
sehingga semakin memicu untuk terjadinya stomatitis pada lokasi penelitian
ini.
Berdasarkan jenis kelamin prevalensi tertinggi adalah pada perempuan
yaitu sebesar 69,4% dibandingkan laki-laki yang mendapatkan persentase
sebesar 30,6%. Salah satu faktor yang memicu karena pengaruh hormon pada
perempuan. Salah satu faktor presdiposisi dari stomatitis adalah hormon.
Hormon pada kombinasi oral dapat memberikan juga dampak, khususnya
hormon estrogen dan progesterone. Pada masa pra menstruasi akan terjadi
penurunan hormon tersebut yang mengakibatkan terjadi penurunan aliran darah
sehingga suplai darah utamanya daerah perifer menurun sehingga terjadinya
gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses
keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan
lunak mulut sehingga rentan terhadap iritasi lokal dan mudah terjadi
stomatitis.22
Pada kelompok sampel yang mengalami stomatitis dilakukan penelitian
lebih lanjut berupa anamnesis untuk memperoleh data yang berhubungan
dengan stomatitis yang dialaminya. Dari data hasil penelitian yang didapatkan
menunjukkan bahwa faktor trauma merupakan faktor yang paling dominan
yaitu sebesar 30,6% atau sebanyak 11 siswa. Faktor trauma yang dimaksud
diantaranya karena adanya gesekan benda tajam dan runcing seperti kawat gigi,
akibat menyikat gigi yang terlalu keras, dan bisa juga disebabkan karena
makanan yang runcing yang melukai mukosa mulut.
43
Faktor hormon juga merupakan penyebab paling banyak sehingga
stomatitis lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Terlebih
pada masa remaja yaitu masa pubertas, perubahan hormon yang belum stabil
membuat gejolak dalam tubuh remaja yang menyebabkan perubahan mental
yang berdampak pada prilaku remaja.
Sedangkan penyebab defisiensi nutrisi terdapat pada empat siswa di
penelitian ini atau sebesar 11,1%. Hal ini disebabkan karena rendahnya status
ekonomi masyarakat sehingga tidak tercukupinya kebutuhan gizi yang
dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai pada penelitian yang
dilakukan di Jepang bahwa ditemukan adanya hubungan stomatitis dengan
menurunnya intake makanan yang mengandung zat besi dan vitamin B1.
Mengingat bahwa defisiensi vitamin dapat menyebabkan menurunnya kualitas
mukosa sehingga bakteri mudah melekat pada mukosa dan menurunnya
sintesis protein sehingga menghambat metabolisme sel.4
Faktor psikologi juga merupakan faktor pemicu terjadinya stomatitis
terutama pada masa remaja yang memiliki tingkat stress yang cukup tinggi,
sangat labil dan mudah terpancing emosi. Kejadian stress yang terjadi pada
siswa dapat memberikan respon terhadap tubuh baik itu respon fisiologis,
respon psikologis, respon hormonal maupun respon hemostatik dimana
metabolisme terganggu sehingga rentan terhadap rangsangan.23
Berdasarkan sebuah referensi dijelaskan bahwa telah dilakukan
penelitian mengenai hubungan stomatitis dengan stress yaitu ditemukannya
insiden terjadinya stomatitis yang tinggi pada kelompok siswa dan mahasiswa
44
dimana semakin meningkatnya insiden stomatitis pada populasi siswa dan
mahasiwa pada saat menjelang ujian akhir.2
Sedangkan penyebab faktor psikologi pada penelitian ini hanya sebesar
5,6% atau hanya terdapat pada 2 siswa. Hal ini dikarenakan karena mayoritas
sampel memiliki tingkat ekonomi kebawah sehingga menjalani kehidupan
sehari-harinya dengan sangat sederhana, santai, hanya menjalani kehidupan
apa adanya, tidak terlalu memikirkan kehidupan duniawi sehingga diduga
memiliki tingkat stress yang cukup rendah. Faktor kebiasaan buruk pada
penelitian ini berupa kebiasaan menggigit bibir yakni sebesar 11,1% dan
terdapat pada 4 orang siswa.
BAB VI
PENUTUP
45
6.1 KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan di SMU Samudera
Nusantara Makassar pada tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi
stomatitis pada masa pubertas cukup rendah yaitu sebesar 21,8% dimana
tingkat kejadian stomatitis pada siswa perempuan jauh lebih tinggi jika
dibandingkan dengan siswa laki-laki. Jika dilihat dari faktor penyebabnya,
trauma merupakan faktor penyebab yang paling dominan selanjutnya hormon
pada perempuan juga memiliki persentase yang cukup tinggi sebagai faktor
penyebab stomatitis.
6.2 SARAN
Saran yang ingin disampaikan penulis dari penyusunan skripsi ini
adalah:
1. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai prevalensi
dan penyebab dari stomatitis pada usia pubertas ditempat yang berbeda
sehingga dapat menjadi referensi tambahan tentang prevalensi
stomatitis pada usia pubertas bagi penelitian selanjutnya.
2. Perlu ditingkatkan upaya promosi kesehatan bagi masyarakat terutama
mengenai kesehatan gigi dan mulut karena pengetahuan akan kesehatan
gigi dan mulut masih sangat rendah terutama pada masyarakat dengan
status ekonomi rendah.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Scully C. Oral and Maxillofacial Medicine. The Basis of Diagnosis and
Treatment. London: Elsevier Limited; 2004. p.194-00
2. Lawler W, Ahmed A, Hume WJ. Buku pintar patologi untuk kedokteran
gigi. Jakarta: Penerbit buku kedokteran; 2002. p.81
47
3. Sariawan. Available from :
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1811761-sariawan-kecil-tapi-
menyengsarakan/. Akses 21 Desember 2010
4. Katherinearta. Stomatitis Apthosa Rekuren. Available from:
http://one.indoskripsi.com/click/9141/. Akses 02 Januari 2011
5. Lewis MAO, Lamey PJ. Tinjauan klinis penyakit mulut. Jakarta: Widya
Medika; 1998. p.48-9
6. Apriasari ML, Tuti H. Stomatitis aftosa rekuren oleh karena anemia.
Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi 2010; 9(1) : 44-5
7. Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and maxillofacial
pathology. 2nd ed. Mosby: St Louis; 2004. p.184
8. Greenberg MS, Glick M. Burket’s oral medicine diagnosis and treatment.
10th ed. Philedelpia: BC Decker Inc; 2003. p.63-4
9. Langlais RP, Miller CS. Atlas berwarna kelainan rongga mulut yang
lazim. Alih bahasa: Susetyo B. Editor: Juwono L. Jakarta: Hipokrates;
1994. p.94-8
10. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and maxillofacial
pathology. 2nd ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 1991. p.287-8
11. Eversole LR. Clinical outline of oral pathology: diagnosis and treatment.
3rd ed. Hamilton Ontario: BC Decker Inc; 2002. p.64-66
12. Jenis-jenis sariawan. Available from: http://www.mail-archive.com/milis-
nakita@news.gramedia-majalah.com/msg03970.html. Akses 11 Desember
2010
13. Canker sores (Recurrent Minor Aphthous Ulcers): What Causes These
Mouth Ulcers Risk Factors. 2006 : [internet]. Available from:
48
http://www.animated-teeth.com/canker-sores/t1-canker-sores.html.
Accessed Desember 6, 2010
14. Penyebab sariawan. Available from :
http://www.bmf.litbang.depkes.go.id/index.php?
option=content&task=view&id=130&Itemid=53. Akses 20 Desember
2010
15. Cawson RA, Odell EW, Porter S . Cawson’s essentials of oral pathology
and oral medicine. 7th ed. New York: Churchill living stone; 2005. p.192-3
16. Penyebab trauma di rongga mulut. Available from:
http://www.ayahbunda.com. Akses 20 Desember 2010
17. Marwati E, Chahya R. Penatalaksanaan penderita stomatitis aftosa
rekuren. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi 2004; 19(55) : 29
18. Juniastuti M, Ekaputri S. Perbandingan efek anti inflamasi substrat lidah
buaya 10% dengan substrat lidah buaya 25% selama 1 hari. Indonesian
Journal of Dentistry 2005; 12(3) : 187
19. BKKBN. Pendalaman materi membantu remaja memahami dirinya.
Jakarta: Direktorat remaja dan perlindungan hak-hak reproduksi; 2008.
p.1-7
20. BKKBN. Remaja hari ini adalah pemimpin masa depan. Jakarta:
Direktorat remaja dan perlindungan hak-hak reproduksi; 2004. P.14-9
21. Stomatitis. Available from:
http://www.ahealthyme.com/topic/topic100587510. Akses 10 Januari 2010
22. Bhaskar SN. Sypnosis of oral pathology. 7th ed. Toronto-London: The C.V.
Mosby Company ST.Louis; 1999.
23. Pitojo S. Keterlibatan infeksi bakteriologik pada stomatitis apthosa dan
peranan antimikroba pada pengobatannya. Medan: FKG-USU; 1991.
49
50