Skripsi Lengkap Asriyanti

64
MEMPELAJARI PEMBUATAN BUMBU INTI KUNYIT (Curcuma domestica Val) BUBUK Studing The Core of Making Seasoning Turmeric (Curcuma domestica Val) powder Oleh ASRIYANTI G 311 09 013 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

description

sk

Transcript of Skripsi Lengkap Asriyanti

  • MEMPELAJARI PEMBUATAN BUMBU INTI KUNYIT (Curcuma domestica Val) BUBUK

    Studing The Core of Making Seasoning Turmeric (Curcuma domestica Val) powder

    Oleh

    ASRIYANTI

    G 311 09 013

    PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

    JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

    FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2013

  • MEMPELAJARI PEMBUATAN BUMBU INTI KUNYIT

    (Curcuma domestica Val) BUBUK

    Studing The Core of Making Seasoning Turmeric

    (Curcuma domestica Val) Powder

    Oleh

    ASRIYANTI

    G 311 09 013

    SKRIPSI

    Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

    SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

    pada

    Jurusan Teknologi Pertanian

    PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

    JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

    FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2013

  • HALAMAN PENGESAHAN

    Judul : Mempelajari Pembuatan Bumbu Inti Kunyit (Curcuma

    domestica Val) Bubuk

    Nama : Asriyanti

    Stambuk : G 311 09 013

    Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

    Disetujui

    1. Tim Pembimbing

    Prof. Dr. Ir. H. Mulyati M. Tahir, MS

    Pembimbing I

    Prof. Dr. Ir. H. Jalil Genisa, MS

    Pembimbing II

    Mengetahui

    2. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian

    Prof. Dr. Ir. H. Mulyati M. Tahir, MS

    Nip. 19570923 198312 2 001

    3. Ketua Panitia Ujian Sarjana

    Ir. Nandi K. Sukendar,M.App.Sc

    Nip. 19571103 198406 1 001

    Tanggal Lulus : Agustus 2013

  • Asriyanti (G31109013). Mempelajari Pembuatan Bumbu Inti Kunyit

    (Curcuma domestica Val) Bubuk. Dibawah bimbingan Muliyati M Tahir dan

    Jalil Genisa

    Ringkasan

    Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan bumbu inti kunyit

    (Curcuma domestica Val) bubuk. Bahan-bahan yang digunakan yaitu

    kunyit, bawang merah, bawang putih, kemiri, lada, ketumbar, cabe, serai,

    lengkuas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui formulasi

    yang tepat pada proses pembuatan bumbu inti kunyit bubuk dan untuk

    mengetahui hasil analisa kadar air, total mikroba dan uji organoleptik pada

    pembuatan bumbu inti kunyit. Pembuatan bumbu ini terdiri atas

    pengeringan, penghalusan dan pengayakan, serta pencampuran.

    Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah A1 (Kunyit 26% :

    Bawang Putih 2%), A2 (Kunyit 20% : Bawang Putih 8%), dan A3 (Kunyit

    14% : Bawang Putih 14%). Parameter pengamatan yang digunakan pada

    penelitian ini adalah kadar air, total mikroba dan uji organoleptik yang

    meliputi (rasa, aroma, dan warna). Pengolahan data dilakukan dengan

    deskriptif kuantitatif. Berdasarkan uji organoleptik perlakuan A2 dengan

    kunyit 20% dan bawang putih 8% merupakan perlakuan terbaik. Bumbu

    yang dihasilkan memiliki karakteristik yaitu kadar air 10,43% dan total

    mikroba 5,0 cfu/mL atau 1,1x105 koloni/g.

    Kata Kunci : Bumbu Inti, Kunyit, Rempah.

  • Asriyanti (G31109013). Studing The Core of Making Seasoning Turmeric

    (Curcuma domestica Val) powder. Supervised by Muliyati M Tahir and Jalil

    Genisa.

    Abstract

    Reseach about the manufacture of core turmeric seasoning (Curcuma

    domestica Val) powder has been conducted. The materials used were

    turmeric, onion, garlic, nutmeg, pepper, coriander, chilli, lemongrass,

    galangal. The purpose of this study were to determined the exact

    formulation in the production of core seasoning turmeric powder and to

    evaluate of water content, total microbes and organoleptic properties of

    turmeric seasoning. The seasoning processing consisted of drying,

    grinding and sieving, and mixing. The used of treatment had A1 (Turmeric

    26%: Garlic 2%), A2 (20% Turmeric: Garlic 8%), and A3 (14% Turmeric:

    Garlic 14%). Parameters were water content, total microbial and

    organoleptic tests (taste, aroma, and color). The data processed with

    quantitative descriptive. Based on organoleptic test treatment A2 with

    turmeric 20% and garlic 8% was the best treatment. Spices had water

    content of 10.43% and total microbes of 5.0 cfu/g or 1.1 x105 colonies/g.

    Keywords: Seasoning core, Turmeric, Spices.

  • KATA PENGANTAR

    Bismillahirahmanirrahim

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

    memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

    skripsi yang berjudul Mempelajari Pembuatan Bumbu Inti Kunyit (Curcuma

    domestica Val) Bubuk dengan baik sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar STP (Sarjana Teknologi Pertanian) di Program Studi Ilmu dan

    Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

    Hasanuddin, Makassar.

    Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan

    terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Hj. Mulyati M. Tahir,

    MS dan Prof. Dr. Ir. H. Jalil Genisa, MS sebagai dosen-dosen pembimbing,

    yang tak henti-hentinya memberikan ide, saran, motivasi, semangat dan

    bimbingan sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Terima kasih juga penulis

    ucapkan kepada selaku dosen penguji Ir. Nandi K. Sukendar, M.App.Sc dan

    Dr. rer.nat. Zainal, STP., M.Foodtech yang telah memberikan banyak saran

    untuk skripsi ini.

    Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini, ada banyak

    hambatan yang harus dilalui, baik dari luar maupun dari penulis sendiri. Namun

    dengan doa, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat

    mengatasinya. Penulis juga memohon maaf apabila dalam skripsi ini terdapat

    kesalahan atau kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun

    sangat penulis harapkan agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik.

  • Melalui kesempatan yang berharga ini, penulis juga mengucapkan terima

    kasih kepada seluruh dosen di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan yang

    telah memberikan banyak Ilmu selama penulis berkuliah, dan kepada seluruh

    karyawan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin yang telah banyak

    membantu.

    Semoga skripsi ini dapat berguna dan memberi manfaat bagi siapapun

    yang membutuhkan. Amin.

    Makassar, Agustus 2013

    Asriyanti

  • UCAPAN TERIMA KASIH

    Melalui kesempatan yang berharga ini Penulis juga menghaturkan

    terima kasih yang sebesar - besarnya kepada:

    1. Kedua Orang Tua yang tercinta Ayahanda Amar Asran dan Ibunda

    Irnawati yang telah membesarkan, mendidik dan mengiringi setiap

    langkahku dengan doa dan kasih sayangnya yang tulus, serta Adikku

    Amaliya Husna dan Muh. Makbullah.

    2. Kepada Bapak/Ibu dosen Teknologi Pertanian Fak. Pertanian beserta

    staff atas bantuannya mendidik penulis selama berstatus mahasiswa.

    3. Sahabat-sahabat sekaligus saudara-saudara terbaikku Hasrayanti,

    Andi Tenri Padauleng T.B.P, STP, Rizka Vivi Alfira Syam, Noviyanti,

    Yolanda F. Mangera, John Fischer Ema Witak, Idha Reskia

    Rustan STP, Mustar STP, Stevano William Kakisina. Terima kasih atas

    bantuan, perhatian, kekompakan, kepercayaan, dan dukungan kalian

    semua yang mungkin tak akan bisa ku balas. Semoga persahabatan

    yang terjalin selama ini akan terus ada dan semakin erat untuk

    selamanya, amin. Spesial thanks untuk sahabat the-texa ITP 09

    Rahmadana Saleh, Khusnul Khatim Salman, Nur Aliyah Zulkarnaian,

    Hamzah, Husnul Khatima Yasin STP, Mukarramah Lubis, Munirah

    Muchtar, Hikma Sulaiman, Nur Azizah amin, Surya Azhar Akbar,

    Wahdyat rahmat, F.I Ramadhan Natsir, In Srikandi, Ummu Farah

    Fadillah, Amrida Akkas, Muhpidah, , Tariq Hussein, Abdul Halim

    syahruddin, Naziruddin AB, Mutawakkil, Suhartono Akkas, Huzain

  • Hasan AP, Lukmanul Hakim, Hasri, Ahmad Husain, Muh. Fadlyl

    Hasqial, Agy Kusuma Iskandar, Adhyatma Anshari Nuraidah,

    Musdalifah Umar STP, Anita Puspita Sari, Hasriani, Firman Salim, Iffah

    Auliyah, gak asyik dan gak rame kalau tidak ada kalian selama ini.

    Kenangan bersama akan selalu bagian tersendiri dalam memoriku.

    4. Teman-teman di Pondok penjernihan 1, Santi, Novi, Tuti, Kiki, Ayu,

    Ivon, Emi, Miftah, Tika, Kak Ida yang selalu meramaikan pondokan

    dan selalu memberi semangat kepada penulis

    5. Special thanks untuk Kak Bambang Setiawan dan Kak Topan yang

    telah sangat membantu penulis.

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dengan nama lengkap Asriyanti

    dilahirkan di Kendari pada tanggal 29 Oktober 1991

    sebagai anak pertama dari pasangan Amar Asran

    dan Irnawati dan memiliki 2 orang saudara yaitu

    Amaliya Husna dan Muh. Makbullah.

    Pendidikan formal yang pernah dijalani penulis adalah:

    Sekolah Dasar Negeri 2 Palarahi Kab. Konawe Tahun 1997-2003.

    Madrasah Tsanawiyah Negeri Wawotobi Kab. Konawe Tahun 2003-2006.

    Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Wawotobi Kab. Konawe Tahun 2006-2009.

    Tahun 2009 penulis diterima melalui jalur JPPB di Perguruan Tinggi

    Negeri Universitas Hasanuddin Program Strata Satu (S1) dan tercatat sebagai

    mahasiswa Program studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi

    Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar dengan nomor

    induk mahasiswa G31109013.

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR ISI ....................................................................................... xi

    DAFTAR TABEL ................................................................................. xiv

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xv

    DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xvi

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ......................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ................................................................... 2

    C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................. 2

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Bumbu ....................................................................................... 4

    B. Kunyit (Curcuma domestica Val) ............................................... 6

    C. Bawang Putih (Allium sativum) ................................................. 9

    D. Bahan Tambahan ..................................................................... 11

    1. Bawang Merah (Allium cepa L.) ........................................... 11

    2. Kemiri ............................................................................. 13

    3. Lada (Piper nigrum) ............................................................. 14

    4. Ketumbar ............................................................................. 15

    5. Cabe Merah ......................................................................... 17

    6. Serai ............................................................................. 18

    7. Lengkuas ............................................................................. 19

    E. Pengeringan ............................................................................ 21

  • III. METODE PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat ................................................................... 23

    B. Alat dan Bahan ......................................................................... 23

    C. Prosedur Penelitian .................................................................. 23

    1. Persiapan Bahan .................................................................. 23

    2. Pembuatan Bubuk Inti Kunyit Bubuk ................................... 24

    D. Perlakuan Penelitian ................................................................. 24

    E. Parameter Pengamatan ........................................................... 25

    1. Kadar Air .............................................................................. 25

    2. Uji Total Mikroba .................................................................. 25

    3. Uji Organoleptik .................................................................... 26

    F. Pengolahan Data ...................................................................... 27

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Uji Organoleptik ........................................................................ 29

    1. Rasa ..................................................................................... 29

    2. Aroma .................................................................................. 31

    3. Warna .................................................................................. 33

    B. Kadar Air ................................................................................... 35

    C. Total Mikroba ............................................................................. 37

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan ............................................................................... 40

    B. Saran ........................................................................................ 40

  • DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 41

    LAMPIRAN ......................................................................................... 45

  • DAFTAR TABEL

    NO Judul Halaman

    1. Standar Mutu Bubuk Rempah-Rempah .......................................... 5

    2. Kandungan Kimia Kunyit per 100 gram ........................................... 9

    3. Kandungan Gizi Bawang Putih per 100 gram ................................. 10

    4. Kandungan Gizi bawang Merah per 100 gram ................................ 13

    5. Komposisi Kimia Lada per 100 gram bahan .................................... 15

  • DAFTAR GAMBAR

    No. Judul Halaman

    1. Rimpang Kunyit .............................................................................. 6

    2. Struktur Kimia Kurkumin ................................................................. 7

    3. Bawang Putih ................................................................................ 10

    4. Bawang Merah ............................................................................... 12

    5. Kemiri ............................................................................................. 14

    6. Lada ............................................................................................... 15

    7. Ketumbar ........................................................................................ 16

    8. Cabe Merah .................................................................................... 17

    9. Serai ............................................................................................... 18

    10. Lengkuas ........................................................................................ 19

    11. Diagram Alir Pembuatan Bumbu Inti Kunyit Bubuk ........................ 28

    12. Hasil Uji Organoleptik terhadap Rasa ............................................. 30

    13. Hasil Uji Organoleptik terhadap Aroma ......................................... 32

    14. Hasil Uji Organoleptik terhadap Warna ......................................... 34

    15. Hasil Analisa Kadar Air ................................................................... 35

    16. Hasil Uji Total Mikroba ................................................................... 38

  • DAFTAR LAMPIRAN

    No. Judul Halaman

    1. Hasil Uji Organoleptik Rasa Bumbu Inti Kunyit Bubuk ................... 46

    2. Hasil Uji Organoleptik Aroma Pada Bumbu Penyedap ................. 46

    3. Hasil Uji Organoleptik Warna Pada Bumbu Penyedap ................. 47

    4. Hasil Pengukuran Kadar Air ......................................................... 47

    5. Hasil Analisa Total Mikroba .......................................................... 47

    6. Gambar Produk Bumbu Inti Kunyit Bubuk .................................... 48

  • I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Bumbu merupakan bahan-bahan yang digunakan sebagai

    penyedap makanan. Bumbu berfungsi untuk memberikan warna, rasa

    dan aroma yang sedap pada masakan. Lezat tidaknya suatu makanan

    sangat tergantung pada bumbu yang ditambahkan. Bumbu dibuat dari

    campuran rempah-rempah dengan melalui beberapa proses

    pengolahan. Umumnya bumbu masakan digolongkan menjadi tiga

    golongan yaitu bumbu inti merah, putih dan kuning. Banyak jenis

    rempah-rempah yang dapat dibuat menjadi bumbu, salah satunya

    adalah kunyit.

    Kunyit merupakan tanaman suku temu-temuan dengan nama

    latin Curcuma longa Koen atau Curcuma domestica Val. Senyawa

    utama yang terkandung dalam rimpang kunyit adalah senyawa

    kurkuminoid. Senyawa kurkuminoid ini yang memberikan warna

    kuning pada kunyit. Kurkuminoid ini menjadi pusat perhatian para

    peneliti yang mempelajari keamanan, sifat antioksidan, antiinflamasi,

    efek pencegah kanker, ditambah kemampuannya menurunkan resiko

    serangan jantung (Asghari G.A. Mostajeran and M. Shebli, 2009).

    Kunyit biasanya digunakan sebagai komponen pewarna dan

    penyedap makanan, selain itu bumbu kunyit juga digunakan untuk

    menetralkan bau anyir pada masakan dan sering dimanfaatkan

    sebagai obat tradisional. Kunyit dapat dijadikan sebagai bumbu inti

  • pada pembuatan bumbu. Bumbu inti inilah yang dapat dikembangkan

    menjadi beragam jenis masakan seperti bumbu kari, acar kuning,

    pesmol ikan, nasi kuning dan lain-lain.

    Bumbu inti yang beredar saat ini kebanyakan bumbu dalam

    bentuk pasta bukan dalam bentuk serbuk. Perbedaan dari bumbu

    pasta dan serbuk adalah bumbu serbuk lebih tahan lama

    dibandingkan dengan bumbu pasta karena bumbu serbuk memiliki

    kadar air yang kurang dibandingkan dengan bumbu pasta sehingga

    bumbu serbuk tidak mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme. Bumbu

    serbuk dari kunyit ini merupakan salah satu produk yang dapat

    dijadikan bumbu inti pada sebuah masakan, selain itu bumbu dalam

    bentuk serbuk ini lebih praktis dan lebih tahan lama.

    B. Rumusan Masalah

    Bumbu inti kunyit yang beredar dipasaran pada umumnya dalam

    bentuk pasta yang memiliki masa simpan yang tidak cukup lama

    karena kadar air dalam bumbu inti pasta yang cukup tinggi sehingga

    memudahkan mikroorganisme untuk berkembangbiak. Bagaimana

    cara memperoleh formulasi terbaik penambahan kunyit pada

    pembuatan bumbu inti kunyit dalam bentuk bubuk.

    C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

    Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :

    - Untuk mengetahui formulasi yang tepat pada proses pembuatan

    bumbu inti kunyit

  • - Untuk mengetahui hasil analisa kadar air, total mikroba dan uji

    organoleptik pada pembuatan bumbu inti kunyit

    Kegunaan dari penelitian ini adalah dapat menjadi sumber

    informasi bagi masyarakat tentang pengolahan kunyit menjadi bumbu

    inti, dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya, dan dapat

    menjadi bahan pertimbangan bagi industri pengolahan bumbu inti.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Bumbu

    Bumbu merupakan bahan campuran yang terdiri dari satu atau

    lebih rempah-rempah atau ekstrak rempah-rempah yang ditambahkan

    ke dalam makanan selama pengolahan atau dalam persiapan,

    sebelum disajikan untuk memperbaiki flavor alami makanan sehingga

    lebih disukai oleh konsumen (Farrel, 1990). Pada umumnya rempah-

    rempah diformulasikan sebagai bumbu suatu produk pangan.

    Formulasi bumbu dilakukan dengan mencampurkan dua macam atau

    lebih rempah-rempah, baik berintikan penemuan-penemuan baru

    secara organoleptik dapat diterima oleh konsumen (Pallai E, 1995).

    Tujuan pencampuran untuk memberikan keseimbangan pada flavor

    makanan sehingga tercapai kepuasan konsumen secara maksimum.

    Rempah-rempah yang digunakan sebagai bumbu diutamakan

    mengandung cukup oleoresin dan minyak atsiri, karena kedua

    komponen ini menimbulkan cita rasa dan aroma yang khas yang

    diinginkan. Oleh karena itu rempah yang akan dimanfaatkan untuk

    bumbu harus cukup tua, sehingga kandungan oleoresin dan minyak

    atsirinya mencapai optima (Rahmawati, 1998).

    Berbagai rempah memiliki variasi komponen-komponen kimiawi

    yang berperan dalam pembentukan profil flavornya. Akibatnya, suatu

    jenis rempah tidak selalu hanya memiliki satu aroma dan rasa tertentu

    tetapi bisa memiliki aroma dan rasa yang kompleks. Selain itu,

  • komponen kimia di dalam beberapa rempah juga berkontribusi pada

    karakteristik tekstur dan warna produk. Sehingga, apa saja rempah

    yang digunakan dan seberapa banyak jumlah yang dibutuhkan dalam

    suatu formulasi produk sangat tergantung pada bagaimana kontribusi

    rempah tersebut terhadap flavor, rasa, aroma, tekstur dan warna

    produk (Aeni, 2010). Standar mutu rempah-rempah dapat dilihat pada

    tabel 1 sebagai berikut :

    Tabel 1. Standar Mutu Bubuk Rempah-Rempah

    Kriteria Uji Satuan Persyaratan

    Keadaan :

    Bau

    Rasa

    Air

    Abu

    Abu tak larut dalam asam

    Kehalusan

    Lolos ayakan No 40 (No 425 u)

    Cemaran Logam

    Timbal (Pb)

    Tembaga (Cu)

    Cemaran arsen (As)

    Cemaran mikroba

    Angka lempeng total

    Eschericia coli

    Kapang

    Aflatoxin

    -

    -

    %b/b

    %b/b

    %b/b

    %b/b

    mg/kg

    mg/kg

    mg/kg

    Koloni/g

    APM/g

    mg/kg

    mg/kg

    Normal

    Normal

    Maks. 12,0

    Maks. 7,0

    Maks. 1,0

    Maks. 90,0

    Maks. 10,0

    Maks. 30,0

    Maks. 0,1

    Maks. 106

    Maks. 103

    Maks. 104

    Maks. 20,0

    Sumber : SNI 01-3709-1995

    Pada prinsipnya pembuatan rempah-rempah bubuk adalah

    menggiling atau menumbuk simplisia menjadi tepung kemudian

    mengayaknya dengan saringan berukuran 50-60 mesh. Pengolahan

    lanjutan perlu untuk memberikan rasa dan bau lebih sedap disamping

  • juga untuk memperpanjang masa penyimpanannya, kadang-kadang

    diberi bumbu (rempah-rempah). Bumbu ini dapat menghambat

    pertumbuhan mikroba yang disebabkan karena minyak volatil (minyak

    atsiri), alkaloid, dan senyawa tanin yang bersifat antioksidan

    (Rukmana, 2000).

    B. Kunyit (Curcuma domestica Val)

    Kunyit termasuk salah satu tanaman suku temu-temuan

    (Zingiberaceae) yang banyak ditanam di pekarangan, kebun, dan di

    sekitar hutan jati. Kunyit dikenal sebagai penyedap, penetral bau anyir

    pada masakan,dan juga sering dimanfaatkan sebagai ramuan obat

    tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Saat ini kunyit

    sudah dimanfaatkan secara luas oleh industri makanan, minuman,

    obat-obatan, kosmetik, dan tekstil. Gambar rimpang kunyit dapat

    dilihat pada Gambar 1 (Winarto, 2003).

    Gambar 1. Rimpang Kunyit

    Kunyit merupakan salah satu tanaman yang juga dipakai

    sebagai bumbu dapur. Kandungan utama dalm rimpang kunyit yakni

    minyak atsiri, resin, kurkumin, oleoresin, desmotoksikurkumin, lemak,

  • kalsium, protein dan posfor serta zat besi. Zat warna kuning

    (kurkumin) dimanfaatkan sebagai pewarna untuk makanan manusia

    (Raharjo, M., 2005). Akar kunyit mempunyai bau khas aromatik, rasa

    agak pahit, agak pedas. Serbuk akar kunyit memberikan zat warna

    yang berwarna kuning jika dilarutkan di dalam air. Akar kunyit juga

    telah lama digunakan sebagai komponen pewarna makanan seperti

    bubuk kari dan lain-lain. Struktur kimia kurkumin dapat dilihat pada

    gambar 2 (Sudarsono dkk., 1996).

    Gambar 2. Struktur Kimia kurkumin

    Prana, dkk (1981) menyatakan bahwa dalam pangan hasil

    olahan dan hidangan siap santap, kehadiran kunyit juga menentukan

    mutu hidangan tersebut. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa

    penambahan kunyit dalam sajian makanan adalah untuk memberi

    warna kuning sekaligus menjadikan makanan lebih awet. Pada tahu

    misalnya, selain untuk memberikan penampakan warna kuning,

    penambahan kunyit ditujukan sebagai bahan pengawet. Kunyit juga

    digunakan untuk memberikan cita rasa dan warna pada mentega, keju

    dan makanan lainnya.

  • Penggunaan kunyit secara umum biasanya dalam bentuk yang

    berbeda yaitu: bumbu, gelendongan, belahan, irisan, dan bubuk atau

    tepung. Kualitas dari masing-masing olahan kunyit dipengaruhi oleh

    komponen kandungan kurkumin, bentuk, dan ukuran rimpang. Jika

    ditujukan untuk pembuatan oleoresin perlu diperhatikan kandungan

    kurkuminnya, demikian pula halnya jika ingin digunakan sebagai zat

    pewarna. Di sisi lain jika ingin digunakan sebagai bumbu atau zat

    aditif/tambahan pada makanan, masalah aroma dan kandungan

    minyak atsiri merupakan hal penting yang perlu diperhatikan

    (Purseglove et al., 1981).

    Kunyit merupakan rempah-rempah yang biasa digunakan

    dalam masakan di negara-negara Asia. Kunyit sering digunakan

    sebagai bumbu dalam masakan sejenis gulai, dan juga digunakan

    untuk memberi warna kuning pada masakan, atau sebagai pengawet.

    Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut

    kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin , desmetoksikumin sebanyak

    10% dan bisdesmetoksikurkumin sebanyak 1-5% dan zat- zat

    bermanfaat lainnya seperti minyak atsiri yang terdiri dari Keton

    sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren,

    sabinen, borneol dan sineil. Kunyit juga mengandung Lemak

    sebanyak 1 -3%, Karbohidrat sebanyak 3%, Protein 30%, Pati 8%,

    Vitamin C 45-55%, dan garam-garam mineral, yaitu zat besi, fosfor,

    dan kalsium (Wikipedia, 2013). Kurkumin bermanfaat sebagai

  • antioksidan, antimikroba, antifungi, dan juga antiinflamasi. Selain itu

    kurkumin juga diyakini mampu menghambat pertumbuhan sel kanker

    dan memacu apoptosisi sel kanker. Bahan warna kurkumin dapat juga

    digunakan untuk memecah penggumpalan darah di otak seperti yang

    terjadi pada pasien penyakit alzheimer (Dheni 2007). Kandungan

    kimia kunyit selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut :

    Tabel 2. Kandungan Kimia Kunyit per 100 gram

    No Nama Komponen Komposisi

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

    Air Kalori Karbohidrat Protein Lemak Serat Abu Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B Vitamin C Minyak atsiri Kurkumin

    11,4 g 1480 kal 64,9 g 7,8 g 9,9 g 6,7 g 6,0 g 0,128 g 0,268 g 41 g - 5 mg 26 mg 3% 3%

    Sumber : Winarto, 2003

    C. Bawang Putih (Allium sativum)

    Bawang putih termasuk tanaman rempah yang bernilai ekonomi

    tinggi karena memiliki beragam kegunaan. Manfaat utama bawang

    putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang membuat

    masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Bawang putih

    mengandung senyawa diadil sulfida yang menimbulkan bau khas

    bawang putih. Bawang putih disamping sebagai zat penambah aroma

    dan bau juga merupakan antimikroba (Damanik, 2010).

  • Gambar 3. Bawang Putih

    Jika diurutkan klasifikasinya, bawang putih termasuk dalam

    golongan Spermatophyta, sub-golongan Angiospermae, kelas

    Monocotyledone, ordo Liliflorae, famili Liliaceae, genus Allium, spesies

    Allium sativum. Bawang putih termasuk dalam famili yang sama

    dengan bawang merah. Umbi bawang putih juga mengandung

    mineral-mineral penting dan beberapa vitamin dalam jugah tidak

    besar. Komponen-komponen oleoresin yang terdapat dalam bawang

    putih ialah dialil disulfida, dialil trisulfida, alil propil disulfida dan

    sejugah kecil dietil disulfida, dialil polisulfida, allinin dan allisin (Farrel,

    1990). Kandungan gizi bawang putih selengkapnya dapat dilihat pada

    tabel 3 sebagai berikut :

    Tabel 3. Kandungan Gizi Bawang Putih per 100 gram

    No Kandungan Gizi Bawang Putih

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Kalori Protein Lemak Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin C Air Serat

    122 Kal 7 g

    0,3 g 12 mg

    109 mg 1,2 mg

    - 0,23 mg 0,08 mg

    7 mg 66,2-71 g

    1,10 g

    Sumber : Direktorat Gizi, 1979

  • Senyawa yang menentukan bau khas bawang putih adalah

    allisin. Senyawa allisin ini dikenal mempunyai daya antibakteri yang

    kuat. Allisin termasuk senyawa yang tidak stabil. Dalam udara bebas

    allisin akan terpecah menjadi senyawa diallyl-disulfida hanya dalam

    waktu satu menit saja (Wibowo, 1999).

    Allicin, yang merupakan salah satu senyawa aktif yang terdapat

    di dalam hancuran bawang putih segar, mempunyai beragam aktivitas

    antimikrobia. Allicin dalam bentuk senyawa murni memperlihatkan

    aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif maupun Gram

    negative termasuk E. coli dari strain multidrug-resistent

    enterotoxigenic; antifungal khususnya terhadap Candida albicans;

    antiparasit, termasuk parasit protozoa seperti Entamoeba hystolytica

    dan Giardia lamblia; dan aktivitas antiviral (Angkri dan Mirelman,

    1999).

    D. Bahan Tambahan

    1. Bawang Merah (Allium cepa L.)

    Bawang merah (Allium cepa L. group Aggregatum)

    merupakan salah satu sayuran yang digunakan sebagai bumbu

    dapur untuk melezatkan masakan. Penggunaannya yang sedikit

    namun kontinyu, membuat bawang merah sebagai kebutuhan yang

    tidak dapat dihindari oleh konsumen rumah tangga sebagai

    pelengkap bumbu masak. Selain manfaatnya dalam hal bumbu

  • masak, bawang merah mempunyai kegunaan lain, yaitu sebagai

    obat tradisional masyarakat. Gambar bawang merah dapat dilihat

    pada gambar 4 (Sunaryono et al., 1984).

    Gambar 4. Bawang Merah

    Bawang merah banyak dimanfaatkan sebagai bumbu

    penyedap rasa makanan. Adanya kandungan minyak atsiri dapat

    menimbulkan aroma yang khas dan memberikan cita rasa yang

    gurih serta mengundang selera. Sebenarnya disamping

    memberikan cita rasa, kandungan minyak atsiri juga berfungsi

    sebagai pengawet karena bersifat bakterisida dan fungisida untuk

    bakteri dan cendawan tertentu (Rahayu dan Nur, 1994).

    Kandungan gizi bawang merah selengkapnya dapat dilihat pada

    tabel 4 sebagai berikut :

  • Tabel 4. Kandungan Gizi Bawang Merah per 100 gram

    No Kandungan Gizi Bawang Merah

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Kalori Protein Lemak Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin C Air Serat

    39 Kal 1,5 g 0,3 g

    36 mg 40 mg 0,8 mg

    - 0,03 mg

    - 2,0 mg 88 g

    -

    Sumber : Direktorat Gizi,1979

    2. Kemiri (Aleurites moluccana)

    Tanaman kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah

    satu tanaman dari industri dari keluarga Euphorbiaceae dan hingga

    saat ini tanaman kemiri sudah lama di Indonesia. Buah kemiri

    berasal dari pohon kemiri yang ketinggiannya mencapai 10 sampai

    40 meter. Kemiri yang dalam bahasa daerah disebut buah tondeh

    atau buah Kembiri (Karo) Cundlenut (English) kareh

    (Minangkabau), muncang (Sunda) dan keminting (Dayak)

    sebetulnya tergolong bumbu dapur. Bijinya yang berwarna putih

    kekuningan selain digunakan untuk menggurihkan masakan juga

    dalam perkembangan modern ini kebanyakan diambil untuk

    memperoleh minyaknya. Biji kemiri ini mengandung lemak hingga

    60 persen sehingga bila dihaluskan dan diperas menghasilkan

    minyak. Minyak kemiri juga dapat diperoleh dengan cara ekstraksi

    dengan menggunakan alat pengepresan. Biasanya alat pengepres

  • yang digunakan adalah jenis press hidrolik. Kandungan kimia yang

    terdapat dalam kemiri adalah gliserida, asam linoleat, palmitat,

    stearat, miristat, asam minyak, protein, vitamin B1, dan zat lemak.

    Gambar kemiri dapat dilihat pada gambar 5 (Istriyani, 2011).

    Gambar 5. Kemiri

    3. Lada (Piper nigrum)

    Lada tidak hanya berfungsi sebagai sumber rasa pedas,

    namun juga sebagai penyedap rasa dan aroma. Lada mengandung

    beberapa zat kimia seperti alkaloid (piperin), eteris, dan resin.

    Alkaloid tidak berdampak negatif terhadap kesehatan bila

    dikonsumsi dalam jugah yang tidak berlebihan. Eteris adalah

    sejenis minyak yang dapat memberikan aroma sedap dan rasa

    enak pada masakan. Resin adalah zat yang dapat memberikan

    aroma harum dan khas bila dipakai sebagai bumbu ataupun parfum

    (Sarpian, 2003). Gambar dan Komposisi kimia lada per 100 gram

    bahan, dapat dilihat pada Gambar 6 dan Tabel 5 sebagai berikut :

  • Gambar 6. Lada

    Tabel 5. Komposisi Kimia Lada per 100 gram Bahan

    No Komponen Komposisi

    1 2 3 4 5 6 7 8 9

    Air (g) Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbon (g) Kalsium, Ca (mg) Fosfor, P (mg) Besi, Fe (mg) Vitamin B (mg)

    13 359 11.5 6.8

    64.4 460 200 16.8 0.20

    Sumber : Ahmad Djaeni Sediaoetama, 1987

    4. Ketumbar (Coriandrum sativum)

    Ketumbar termasuk dalam famili Apiaceae. Nama ketumbar

    (coriander) berasal dari bahasa Yunani, yaitu koris, yang berarti

    serangga tanaman. Disebut demikian karena pada saat bijinya

    belum matang dan daunnya dihancurkan, menghasilkan bau yang

    mirip dengan bau serangga tanaman yang dihancurkan. Bentuk

    ketumbar adalah biji kecil-kecil sebesar 1-2 mm dengan biji

    berongga sehingga terasa ringan. Warna luar biji ketumbar adalah

    coklat muda, ada yang agak tua atau gradasi warna coklat,

    sedangkan bagian dalamnya bewarna kuning muda. Ketumbar

  • sering ditambahkan pada makanan untuk menambahkan rasa

    gurih, misalnya pada tempe goreng sebagai bumbu perendam.

    (Vany, 2007).

    Daun ketumbar memiliki aktivitas antioksidan yang lebih

    tinggi dibandingkan dengan bijinya, dan pada kedua bagian

    tersebut, etil asetat memiliki kontribusi aktivitas antioksidan yang

    paling kuat. Penambahan ketumbar ke dalam makanan akan

    meningkatkan komponen antioksidan dan memiliki potensi sebagai

    antioksidan alami yang menghambat proses oksidasi yang tidak

    diinginkan. Gambar ketumbar dapat dilihat pada gambar 7

    (Wangensteen et al, 2004).

    Gambar 7. Ketumbar

    Ketumbar (Coriandrum Sativum L) bayak digunakan sebagai

    bumbu masak dengan digerus terlebih dahulu. Ketumbar dapat

    menimbulkan bau sedap dan rasa pedas yang gurih (Sutejo, 1990).

    Biji ketumbar banyak mengandung mineral seperti kalsium, posfor,

    magnesium, potasium dan besi (Astawan, 2009). Ketumbar banyak

    digunakan untuk sayuran, bahan penyedap serta mengandung

  • karbohidrat, lemak dan protein yang cukup tinggi. Ketumbar

    mempunyai aroma yang khas, aromanya disebabkan oleh

    komponen kimia yang tedapat dalam minyak atsiri yaitu senyawa

    hidrokarbon beroksigen. Senyawa tersebut menimbulkan aroma

    wangi dalam minyak atsiri (Guenther, 1987).

    5. Cabe Merah (Capsicum annum L)

    Cabai merah mengandung oleoresin yang menimbulkan rasa

    pedas, warna merah dan cita rasa yang khas. Oleoresin adalah

    suatu produk yang mengandung resin, minyak-minyak esensial

    yang bersifat volatil dan bahan aktif lainnya yang diekstrak dengan

    pelarut non-aqueous seperti hidrokarbon. Gambar cabe mereh

    dapat dilihat pada gambar 8 (Furia, 1968).

    Gambar 8. Cabe Merah

    Komponen-komponen oleoresin yang terdapat dalam cabai

    merah ialah limonen, linalil, metil salisilat, 4-metil-1-pentenil-2-metil

    butirat, isoheksilisokaproat dan heksasil-3-enol. Rasa pedas cabai

    dihasilkan oleh senyawa capcaisin dan vanililamida. Capcaisin

    bersifat tidak berwarna, tidak berbau, berbentuk cair pada

  • suhu 65oC dan menguap pada suhu yang lebih tinggi. Vanililamida

    dan capcaisin adalah senyawa antimikroba yang terdapat dalam

    cabai merah (Purseglove et al., 1981).

    6. Serai (Cymbopogon citratus)

    Serai wangi memiliki kandungan kimia yang terdiri dari

    saponin, flavonoid, polifenol, (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991),

    alkaloid dan minyak atsiri (Leung dan Foster, 1996). Minyak atsiri

    serai wangi terdiri dari sitral, sitronelal, geraniol, mirsena, nerol,

    farsenol, metilheptenon, dipentena, eugenol metil eter, kadinen,

    kadinol dan limonene. Gmabar serai dapat dilihat pada gambar 9

    (Wijayakusumah, 2000).

    Gambar 9. Serai

    Secara tradisional serai wangi digunakan sebagai

    pembangkit cita rasa pada makanan, minuman dan sebagai obat

    tradisional (Wijayakusuma, 2000). Sebagai pembangkit cita rasa,

    serai banyak digunakan pada saus pedas, sambal goreng, sambal

    petis, dan saus ikan (Oyen, 1999). Di bidang industri pangan

    minyak sereh wangi sering digunakan sebagai bahan tambahan

  • dalam minuman, permen, daging, dan lemak (Leung dan Foster,

    1996). Sereh wangi mengandung saponin, flavonoid, polifenol,

    alkaloid dan minyak atsiri. Senyawa flavonoid ini merupakan

    senyawa aromatik.

    7. Lengkuas (Alpinia galanga)

    Lengkuas merupakan tanaman herbal berumur panjang yang

    banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dan obat-obatan dan

    tergolong ke dalam simplisia rimpang (Sinaga, 2000). Berintikan

    warna rimpang, dikenal dua kultivar lengkuas, yaitu lengkuas

    berimpang putih dan berimpang merah. Lengkuas berimpang putih

    mempunyai batang semu setinggi 3 m, diameter batang 2.5 cm,

    dan diameter rimpang 3 4 cm. Sedangkan lengkuas berimpang

    merah memiliki batang semu berukuran tinggi 1 1.5 m, diameter

    batang 1 cm, dan diameter rimpang 2 cm (Wardana et al., 2002).

    Gambar 10. Lengkuas

  • Rimpang lengkuas mengandung karbohidrat, lemak, sedikit

    protein, mineral (K, P, Na), komponen minyak atsiri, dan berbagai

    komponen lain yang susunannya belum diketahui. Rimpang

    lengkuas segar mengandung air sebesar 75 %, dalam bentuk

    kering mengandung 22.44 % karbohidrat, 3.07 % protein dan

    sekitar 0.07 % senyawa kamferid (Darwis et al., 1991).

    Rimpang lengkuas putih lebih banyak digunakan dalam

    bidang pangan, yaitu sebagai pengempuk daging dalam masakan

    dan sebagai salah satu rempah untuk berbagai jenis bumbu

    masakan tradisional Indonesia (Rismunandar, 1988). Sedangkan

    lengkuas berimpang merah lebih sering digunakan sebagai bahan

    ramuan obat tradisional. Perbedaan fungsi ini dipengaruhi dari

    kandungan komponen bioaktif antara lengkuas putih dan lengkuas

    merah. Menurut Rahayu (1998) di dalam Rusmarilin (2003),

    lengkuas putih memiliki komponen larut air dan larut alkohol yang

    lebih tinggi dibandingkan lengkuas merah. Sebaliknya, kandungan

    minyak atsiri dan komponen antijamur pada lengkuas merah,

    memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan pada lengkuas

    putih.

    Komponen bioaktif yang menyebabkan aroma pedas

    menyengat pada lengkuas telah dibuktikan dapat menghambat

    pertumbuhan beberapa jenis jamur. Komponen tersebut adalah

  • linalool, geranyl acetate, dan 1,8-cineole, yang dapat menghambat

    water molds, seperti jenis Carassius auratus dan Xiphoporus

    maculates (Chukanhom et al., 2005).

    E. Pengeringan

    Pengeringan adalah proses mengeluarkan air dari suatu bahan

    pertanian menuju kadar kesetimbangan dengan udara sekeliling atau

    pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pertanian dapat dicegah

    dari serangan jamur, enzim dan aktivitas serangga (Henderson, et al.,

    1976).

    Inti pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara

    karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan

    yang dikeringkan. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air

    bahan sampai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan

    enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau bahkan

    terhenti sama sekali. Dengan demikian, bahan yang dikeringkan

    mempunyai waktu simpan lebih lama (Adawyah, 2008).

    Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan pengering

    buatan yakni kondisi pengeringan terkontrol dan waktu pengeringan

    bisa lebih cepat dengan tidak tergantung oleh cuaca. Sehingga dapat

    menghasilkan produk yang berkualitas baik (Taib, 1987). Suhu

    pengeringan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Pada

    umumnya suhu pengeringan adalah antara 40 - 600C dan hasil yang

    baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung

  • kadar air 10%. Demikian pula dengan waktu pengeringan juga

    bervariasi, tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan.

    Pengeringan bahan dapat dilakukan secara tradisional dengan

    menggunakan sinar matahari atau secara modern menggunakan alat

    pengering seperti oven, rak pengering, blower ataupun dengan fresh

    dryer. Kelebihan dari alat ini adalah waktu penjemuran lebih singkat

    yaitu sekitar 8 jam, dibandingkan dengan sinar matahari

    membutuhkan waktu lebih dari satu minggu (Adawyah, 2008).

    Pengeringan harus disesuaikan dengan bahan tanaman yang

    akan dikeringkan. Jika bahan berasal dari akar, daun, bunga, dan

    buah, maka suhu dan metode pengeringan perlu diperhatikan. Apabila

    tidak ditangani secara benar akan mengakibatkan berkurangnya kadar

    zat berkhasiat. Bahan yang berasal dari bunga dan daun harus tidak

    mengubah warna dan aroma aslinya, karena daun dan bunga mudah

    mengalami kerusakan selama pengeringan. Bila penanganannya

    salah akan terjadi perubahan warna ataupun tercemar (Joyce and

    Reid, 1986). Daun, herba, dan bunga dapat dikeringkan dengan

    kisaran suhu 20-40C, kulit batang dan akar masing-masing pada

    suhu 30 dan 65C (Hernani dan Rahmawati, 2009).

  • III. METODOLOGI PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat

    Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2013 di

    Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi

    Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

    Hasanuddin, Makassar.

    B. Alat dan Bahan

    Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan

    analitik, wadah, pisau, sendok, alat pengering yang menggunakan

    blower, grinder, oven, ayakan, desikator, tabung reaksi, pipet, cawan

    petri, cawan porselen, autoklaf dan inkubator.

    Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    kunyit, bawang merah, bawang putih, kemiri, lada, ketumbar, cabe,

    serai, lengkuas, aquadest steril, agar cair, kapas, kertas label, tissu,

    Media PCA, NaCl, dan aluminium foil.

    C. Prosedur Penelitian

    1. Persiapan Bahan

    a. Tepung Kunyit

    Diperoleh dari kunyit yang dikeringkan menggunakan alat

    pengering yang menggunakan blower pada suhu 60oC dan

    kemudian dihaluskan menggunakan grinder.

  • b. Tepung Bawang Putih

    Diperoleh dari bawang putih yang dikeringkan

    menggunakan alat pengering yang menggunakan blower pada

    suhu 60oC dan kemudian dihaluskan menggunakan grinder.

    2. Pembuatan Bumbu Inti Kunyit Bubuk

    Prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini

    adalah sebagai berikut:

    - Ditimbang tepung kunyit dan tepung bawang putih serta bahan

    tambahan lainya yaitu tepung bawang merah, kemiri, lada,

    ketumbar, cabe, serai, lengkuas.

    - Masing-masing formulasi dengan bahan dicampur dan

    dihaluskan menggunakan grinder.

    - Kemudian, semua formulasi diayak dengan 60 mesh.

    - Bumbu bubuk yang dihasilkan siap dilakukan analisa kadar air,

    total mikroba, dan uji organoleptik.

    D. Perlakuan Penelitian

    Perlakuan pada penelitian ini adalah :

    A1 = Kunyit 26 % : Bawang Putih 2 %

    A2 = Kunyit 20 % : Bawang Putih 8 %

    A3 = Kunyit 14 % : Bawang Putih 14 %

  • E. Parameter Pengamatan

    1. Kadar Air (Sudarmadji, dkk., 1997)

    a. Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram

    kemudian dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah

    diketahui beratnya.

    b. Bahan dikeringkan dalam oven pada suhu 100-1050C selama

    3-5 jam, selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang

    beratnya.

    c. Bahan kemudian dikeringkan dalam oven selama 30 menit,

    didinginkan kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai

    diperoleh berat yang konstan.

    d. Selanjutnya kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :

    2. Uji Total Mikroba (Ferdiaz,1989)

    a. Menimbang masing-masing sampel sebanyak 1 gram

    menggunakan timbangan analitik.Memasukkan ke dalam tabung

    reaksi yang berisi aquadest steril sebanyak 9 g kemudian

    dikocok hingga terbentuk suspense.Memipet 1 g suspense dari

    tabung 1, kemudian dimasukkan ke dalam tabung 2.

    Pengenceran dilakukan hingga tabung 10-4.

  • b. Mengambil masing-masing sampel pada pengenceran 10-4 dari

    pengenceran tersebut sebanyak 1 g suspensi dipipet ke dalam

    cawan petri.

    c. Kemudian ke dalam cawan petri tersebut dimasukkan agar cair

    steril yang telah didinginkan sampai 500C sebanyak 15 g.

    d. Setelah penuangan cawan petri digerakkan di atas meja secara

    hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata.

    e. Setelah agar memadat, cawan-cawan tersebut diinkubasi selama

    kurang lebih 48 jam pada suhu 300C pada posisi terbalik.

    f. Dilakukan perhitungan mikroba :

    [( ) ( ) ]

    Keterangan :

    N = jumlah koloni per g

    c = jumlah koloni dari tiap-tiap petri

    n1 = jumlah petri dari pengenceran koloni yang dihitung

    n2 = jumlah petri dari pengenceran kedua

    d = pengenceran pertama yang dihitung

    3. Uji Organoleptik

    Uji organoleptik yang dilakukan dengan metode hedonic

    meliputi aroma, warna, dan tekstur produk yang dihasilkan.

    Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis

    terhadap produk dengan menggunakan 15 panelis yang

  • memberikan penilaiannya berintikan tingkat kesukaannya terhadap

    produk pada kuesioner yang disediakan. Data yang diperoleh

    diolah secara deskriptif. Skala pengujian 1-5 yaitu : 5 = sangat

    suka, 4 = suka, 3 = agak suka, 2 = tidak suka, 1 = sangat tidak

    suka.

    Pengujian organoleptik pada bumbu inti kunyit bubuk ini

    dilakukan dengan cara membuat suatu masakan yaitu telur bumbu

    kuning dengan menambahkan bumbu inti kunyit bubuk kemudian

    panelis diminta untuk mencicipi kuah dari masakan tersebut.

    F. Pengolahan Data

    Pengolahan data yang diperoleh disajikan secara deskriptif

    kuantitatif dengan melakukan tiga kali ulangan.

  • Gambar 11. Diagram Alir Pembuatan Bumbu Inti Kunyit Bubuk

    Bahan

    Dikeringkan Dengan alat pengering blower,

    T= 600C

    Kunyit Bawang putih Cabai merah Lengkuas Bawang merah Serai

    Dihaluskan dengan grinder dan

    Diayak dengan ayakan 60 mesh

    dengan d

    Bubuk

    Dihaluskan dan

    Diayak

    Cabai merah 11% Lengkuas 11% Bawang merah 18% Serai 6% Lada 6% Ketumbar 6% Kemiri 14%

    Perlakuan A1 = Kunyit 26% : Bawang Putih 2% Perlakuan A2 = Kunyit 20% : Bawang Putih 8% Perlakuan A3 = Kunyit 14% : Bawang Putih 14%

    Dikemas dengan

    plastik

    Bumbu Inti

    Kunyit

    Analisa : 1. Uji Kadar air 2. Uji Total Mikroba 3. Uji Organoleptik

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Uji Organoleptik

    1. Rasa

    Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam

    menentukan keputusan bagi konsumen untuk menerima atau

    menolak suatu produk pangan. Meskipun parameter lain nilainya

    baik, jika rasa tidak enak atau tidak disukai maka produk akan

    ditolak. Ada empat jenis rasa inti yang dikenali oleh manusia yaitu

    asin, asam, manis dan pahit. Sedangkan rasa lainnya merupakan

    perpaduan dari keempat rasa tersebut (Soekarto, 1985). Uji

    organoleptik bumbu inti kunyit bubuk dengan parameter rasa

    dilakukan dengan uji hedonik. Hasil uji organoleptik terhadap rasa

    bertujuan untuk mengetahui tingkat respon dari panelis mengenai

    kesukaannya terhadap bumbu inti kunyit bubuk yang dihasilkan

    pada masing-masing perlakuan. Hasil uji organoleptik terhadap

    rasa bumbu inti kunyit bubuk yang dihasilkan dapat dilihat pada

    Gambar 12.

  • Gambar 12. Hasil Uji Organoleptik Terhadap Rasa pada Bumbu Inti

    Kunyit Bubuk

    Hasil uji organoleptik dengan metode hedonik terhadap

    bumbu inti kunyit bubuk pada perlakuan A1 (kunyit 26% dan

    bawang putih 2%) memiliki skor 3,33 yang berarti agak disukai

    panelis, sedangkan pada perlakuan A2 (kunyit 20% dan bawang

    putih 8%) memiliki skor 4,04 yang berarti disukai panelis, dan pada

    perlakuan A3 (kunyit 14% dan bawang putih 14%) memiliki skor

    3,51 yang berarti disukai panelis.

    Rasa pada bumbu inti kunyit bubuk ini dipengaruhi oleh

    bahan inti bumbu ini yaitu kunyit yang memiliki rasa agak pahit dan

    agak pedas serta rempah-rempah yang ditambahkan pada

    pembuatan bumbu. Bumbu yang ditambahkan akan memberikan

    cita rasa yang khas pada makanan sesuai dengan asal dari bahan

    tersebut. Hal ini sesuai pernyataan Sudarsono, dkk (1996) bahwa

    Akar kunyit mempunyai bau khas aromatik, rasa agak pahit, agak

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    4

    4.5

    5

    (26:2) (20:8) (14:14)

    3.33

    4.04

    3.51 R

    asa

    (Sko

    r 1

    -5)

    Penambahan Kunyit (%) dan bawang Putih (%)

  • pedas, dan peryataan Rahmawati (1998), bahwa rempah-rempah

    yang digunakan sebagai bumbu diutamakan mengandung cukup

    oleoresin dan minyak atsiri, karena kedua komponen ini

    menimbulkan cita rasa dan aroma yang khas yang diinginkan. Oleh

    karena itu rempah yang akan dimanfaatkan untuk bumbu harus

    cukup tua, sehingga kandungan oleoresin dan minyak atsirinya

    optimal.

    2. Aroma

    Aroma bahan makanan banyak menentukan kelezatan

    makanan tersebut. Industri makanan menganggap sangat penting

    melakukan uji aroma karena dengan cepat dapat memberikan hasil

    penilaian produksinya disukai atau tidak disukai (Soekarto, 1985).

    Uji organoleptik bumbu inti kunyit bubuk dengan parameter aroma

    dilakukan dengan uji hedonik. Hasil uji organoleptik terhadap

    aroma bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau tingkat

    penerimaan panelis terhadap aroma bumbu inti kunyit bubuk yang

    dihasilkan pada masing-masing perlakuan. Hasil uji organoleptik

    terhadap aroma bumbu inti kunyit bubuk yang dihasilkan dapat

    dilihat pada Gambar 13.

  • Gambar 13. Hasil Uji Organoleptik Terhadap Aroma pada Bumbu

    Inti kunyit Bubuk

    Hasil uji organoleptik aroma pada bumbu inti kunyit bubuk

    menunjukkan pada perlakuan A1 (kunyit 26% dan bawang putih

    2%) memiliki skor 3,8 yang berarti disukai panelis, dan pada

    perlakuan A2 (kunyit 20% dan bawang putih 8%) memiliki skor 4,13

    yang berarti disukai panelis, sedangkan pada perlakuan A3 (kunyit

    14% dan bawang putih 14%) memiliki skor 3,64 yang berarti disukai

    panelis.

    Aroma pada bumbu inti kunyit bubuk ini dipengaruhi oleh

    rempah-rempah yang digunakan di mana rempah-rempah ini

    memiliki minyak atsiri yang mudah menguap sehingga pada

    saat pengolahan akan mengeluarkan aroma yang khas. Hal ini

    sesuai pernyataan Rahmawati (1998), bahwa rempah-rempah yang

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    4

    4.5

    5

    (26:2) (20:8) (14:14)

    3.8

    4.13

    3.64 A

    rom

    a (S

    kor

    1-5

    )

    Penambahan Kunyit (%) dan bawang putih (%)

  • digunakan sebagai bumbu diutamakan mengandung cukup

    oleoresin dan minyak atsiri, karena kedua komponen ini

    menimbulkan cita rasa dan aroma yang khas yang diinginkan.

    3. Warna

    Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk

    menentukan kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan.

    Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak dan teksturnya sangat

    baik, tetapi memiliki warna yang kurang sedap dipandang atau

    memberikan kesan menyimpang dari warna yang seharusnya,

    maka tidak layak dikonsumsi. Penentuan mutu suatu bahan pangan

    pada umumnya tergantung pada warna, karena warna tampil

    terlebih dahulu (Winarno, 2004). Uji organoleptik bumbu inti kunyit

    bubuk dengan parameter warna dilakukan dengan uji hedonik.

    Hasil uji organoleptik terhadap warna bertujuan untuk mengetahui

    tingkat penerimaan atau tingkat kesukaan panelis terhadap warna

    bumbu inti kunyit bubuk yang dihasilkan pada masing-masing

    perlakuan. Hasil uji organoleptik dengan parameter warna dapat

    dilihat pada Gambar 14.

  • Gambar 14. Hasil Uji Organoleptik Terhadap Warna pada Bumbu

    Inti kunyit Bubuk

    Hasil uji organoleptik warna pada bumbu inti kunyit bubuk

    menunjukkan pada perlakuan A1 (kunyit 26% dan bawang putih

    2%) memiliki skor 3,38 yang berarti agak disukai panelis, pada

    perlakuan A2 (kunyit 20% dan bawang putih 8%) memiliki skor 4,29

    yang berarti disukai panelis, sedangkan pada perlakuan A3 (kunyit

    14% dan bawang putih 14%) memiliki skor 3,19 yang berarti agak

    disukai panelis.

    Warna pada bumbu inti kunyit bubuk ini dipengaruhi oleh

    kandungan senyawa kurkuminoid yang memberikan warna kuning

    pada kunyit. Hal ini sesuai dengan peryataan (Wikipedia, 2013),

    bahwa Kunyit adalah rempah-rempah yang biasa digunakan dalam

    masakan di negara-negara Asia. Kunyit sering digunakan sebagai

    bumbu dalam masakan sejenis gulai, dan juga digunakan untuk

    memberi warna kuning pada masakan, atau sebagai pengawet.

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    4

    4.5

    5

    (26:2) (20:8) (14:14)

    3.38

    4.29

    3.19 W

    arn

    a (1

    -5)

    Penambahan Kunyit (%) dan bawang putih (%)

  • B. Kadar Air

    Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan

    sehingga dalam proses pengolahan dan penyimpanan bahan pangan,

    air perlu dikeluarkan, salah satunya dengan cara pengeringan.

    Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui batasan maksimal

    atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan

    (Suprapti, 2003). Pengukuran kadar air pada bumbu inti kunyit bubuk

    sangat penting karena berpengaruh terhadap masa simpannya. Oleh

    karena itu dilakukan analisa kadar air dengan tujuan untuk

    mengetahui jugah air yang terdapat pada bumbu inti kunyit bubuk.

    Hasil pengujian kadar air bumbu inti kunyit bubuk dapat dilihat pada

    Gambar 15.

    Gambar 15. Hasil Analisa Kadar Air pada Bumbu Inti Kunyit Bubuk

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    (26:2) (20:8) (14:14)

    10.65 10.43 10.38

    Kad

    ar A

    ir (

    %)

    Penambahan Kunyit (%) dan Bawang Putih (%)

  • Hasil analisa kadar air pada bumbu inti kunyit bubuk

    menunjukkan nilai rata-rata 10% dimana kadar air terendah diantara

    semua perlakuan yaitu terdapat pada perlakuan A3 (kunyit 14% dan

    bawang putih 14%) yaitu 10,38% sedangkan kadar air tertinggi

    terdapat pada perlakuan A1 (kunyit 26% dan bawang putih 2%).

    Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa semua perlakuan

    tidak memberikan perbedaan yang nyata pada kadar air bumbu inti

    kunyit bubuk dimana semua perlakuan yang diberikan menghasilkan

    kadar air yang relatif sama. Hal ini dikarenakan penambahan bubuk

    bawang putih pada perlakuan A3 lebih banyak di bandingkan

    perlakuan A1 dan A2 dimana bawang putih ini memiliki sifat

    higroskopis atau menyerap air. Hal ini sesuai dengan pendapat

    Reinneccius (1994) bahwa Suatu bahan yang telah mengalami

    pengeringan ternyata lebih bersifat higroskopis dari pada bahan

    asalnya. Bubuk bawang memiliki karakteristik flavor yang tetap baik

    selama penyimpanan. Meskipun demikian, bubuk bawang putih

    bersifat higroskopis (mudah menyerap air) sehingga dalam

    pengemasannya harus menggunakan wadah yang kedap uap air

    sehingga dapat mencegah pengerasan produk dan menjadi kasar

    serta kehilangan flavor.

    Kadar air pada bumbu inti kunyit bubuk ini juga dipengaruhi

    oleh faktor pengeringan yang bertujuan mengurangi kadar air dengan

    cara menguapkan air dengan bantuan energi panas. Hal ini sesuai

  • dengan pendapat Adawyah (2008), bahwa tujuan pengeringan untuk

    mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan

    mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan

    pembusukan terhambat atau bahkan terhenti sama sekali.

    Suhu pengeringan yang digunakan pada penelitian ini adalah

    suhu 600C. Hal ini dikarenakan suhu 600C menunjukkan tingkat

    kelarutan kurkumin yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan

    Naibaho dan Deny (2011) bahwa untuk mendapat bubuk kunyit yang

    bermutu baik berintikan kelarutan kukurmin sebaiknya selama proses

    pengeringan, suhu yang diaplikasikan adalah 600C.

    Menurut SNI 01-3709-1995 kadar air bumbu inti maksimal 12%

    (b/b). Hasil ini menunjukkan bahwa bumbu inti kunyit bubuk memenuhi

    syarat mutu bumbu.

    C. Total Mikroba

    Mutu mikrobiologis dari suatu produk makanan ditentukan oleh

    jugah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan.

    Mutu mikrobiologis ini akan menentukan ketahanan simpan dari

    produksi tersebut ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme, dan

    keamanan produk dari mikroorganisme ditentukan oleh jugah spesies

    patogenik yang terdapat. Jadi kemampuan untuk mengukur secara

    tepat jugah mikroorganisme yang umum terdapat dalam bahan

    pangan dan jugah organisme spesifik yang berada dalam produk

    pangan merupakan inti yang penting bagi mikrobiologi pangan (Buckle

  • et al., 2007). Analisa total mikroba bertujuan untuk mengetahui jugah

    mikroba yang terdapat pada bumbu inti kunyit bubuk. Hasil pengujian

    total mikroba bumbu inti kunyit bubuk dapat dilihat pada Gambar 16.

    Gambar 16. Hasil Uji Total Mikroba pada Bumbu Inti Kunyit Bubuk

    Hasil uji total mikroba pada bumbu inti kunyit dapat dilihat pada

    gambar 02 dimana perlakuan A1 mengandung 5,3 cfu/g atau 2,3x105

    koloni/g, perlakuan A2 yaitu 5,0 cfu/g atau 1,1x105 koloni/g dan

    perlakuan A3 yaitu 4,8 cfu/g atau 7,0x104 koloni/g. Hal ini

    menunjukkan bahwa total mikroba terendah diantara semua perlakuan

    yaitu terdapat pada perlakuan A3 yaitu 4,8 cfu/g atau 7,0x104 koloni/g

    sedangkan total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu

    5,3 cfu/g atau 2,3x105 koloni/g. Hal ini disebabkan karena pada

    bumbu inti kunyit bubuk mengandung zat antimikroba seperti.kurkumin

    pada kunyit dan alisin pada bawang putih. Hal ini sesuai dengan

    peryataan (Dheni, 2007), bahwa Kurkumin bermanfaat sebagai

    antioksidan, antimikroba, antifungi, dan juga antiinflamasi, serta

    4.4

    4.6

    4.8

    5

    5.2

    5.4

    (26:2) (20:8) (14:14)

    5.3

    5,0

    4.8

    log

    cfu

    /mL

    Penambahan Kunyit (%) dan Bawang Putih (%)

  • peryataan (Angkri dan Mirelman, 1999) bahwa Allicin yang merupakan

    salah satu senyawa aktif yang terdapat di dalam hancuran bawang

    putih segar, mempunyai beragam aktivitas antimikrobia.

    Menurut SNI 01-3709-1995 jumlah total mikroba pada bumbu

    inti maksimal 106 koloni/g . Hasil ini menunjukkan bahwa bumbu inti

    kunyit bubuk memenuhi syarat mutu bumbu.

  • V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    1. Formulasi terbaik berdasarkankan hasil uji organoleptik terdapat

    pada perlakuan A2 kunyit 20% dan bawang putih 8%.

    2. Hasil analisa kadar air dan total mikroba tertinggi terdapat pada

    perlakuan A1 yaitu 10,65% untuk kadar air dan 5,3 log cfu/g untuk

    jumlah total mikroba, sedangkan kadar air dan total mikroba

    terendah terdapat pada perlakuan A3 yaitu 10,38% untuk kadar air

    dan 4,8 cfu/g untuk jumlah total mikroba.

    B. Saran

    Saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan penelitian

    untuk menentukan kemasan yang cocok dan masa simpan pada

    bumbu inti kunyit bubuk.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.

    Aeni, S.N. 2010. Pembuatan dan Penetapan Kontrol Kualitas

    Simplisia. http://siskhana.blogspot.com/2010/01/pembuatan-dan-penetapan-kontrol.html. Akses tanggal 30 Juni 2013. Makassar.

    Ankri, S. dan Mirelman, D. 1999. Antimikrobia properties of allicin from

    garlic. Microbes and Infection. 2: 125129. Asghari G.A. Mostajeran and M. Shebli, 2009. Curcuminoid and

    essential oil components of turmeric at different stages of growth cultivated in, School of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Isfahan University of Medical Sciences, Isfahan, IR.Iran.

    Astawan. 2009. Sehat dengan Kacang-kacangan dan Biji-bijian.

    Penebar Swadaya. Jakarta. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M. Wootton., 2007. Food

    Science. Directorate General of Higher Education (DGHE) and the International Development Program for Australian Universities and Colleges (IDP) on behalf of the Australian Vice-Chancellors Committee (Incorporated in the A.C.T.), Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono dalam Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

    Chukanhom, K., P. Borisuthpeth dan K. Hatai. 2005. Antifungal Activities

    of Aroma Components from Alpinia galanga against Water Molds. Biocontrol Science Vol. 10 No. 3 September 2005. Japan

    Damanik, RMS. 2010. Pengaruh Konsentarasi Kalsium Klorida (CaCl2)

    Dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Tepung Bawang Putih. Laporan Tugas Akhir. Universitas Sumatera Utara.

    Darwis , S.N., M. Indo dan S. Hasiyah. 1991. Tumbuhan Obat Famili

    Zingiberaceae. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor.

    Dheni, R. 2007. Menyembuhkan kanker dengan kunyit. Bogor: Jurnal

    Nasional. Farrel, K.T. 1990. Spcies, Condiments and Seasonings. Second

    Edition. Van Nostrand Reinhold, New York.

  • Furia, T.E. 1968. Handbook of Food Additives. Florida: CRC Press Inc. Guenther, 1987. Minyak Atsiri Ketumbar. Jurnal Penelitian

    Resipository.ipb.ac.id. Akses tanggal 30 Juni 2013. Makassar.

    Henderson, S.M., R.L Perry, J.H Young. 1976. Agricultural Process

    Enginering. The AVI Publishing Company, Inc., Wetsport. Hernani dan Rahmawati. 2009. Aspek Pengeringan Dalam

    Mempertahankan Kandungan Metabolit Sekunder Pada Tanaman Obat. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor

    Istriyani, Y.Y. 2011. Pengujian Kualitas Minyak Kemiri dengan

    Mengukur Putaran Optik Menggunakan Polarimeter. Tugas Akhir. Program Studi Diploma III Teknik Kimia, Program Diploma Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang

    Joyce, D. and M. Reid. 1986. Postharvest handling of fresh culinary

    herbs. The herb, spice, and medicinal plant digest Vol. 4(2): 1-2. Leung.A.Y, Foster S. 1996. Encyclopedia of common natural

    ingredients used in food, drugs and cosmetic. Ed ke-2. New York: John Wiley & Sons.

    Naibaho, benika dan Deny, A.S. 2011. Pengaruh Suhu Pengeringan

    Terhadap Kelarutan Kukurmin Dari Tepung Kunyit (Cucurma domestica Val ) Pada Berbagai Suhu Air. Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen. Medan.

    Oyen LPA, 1999. Cimpogon Sitratus (DC) Staf. Plnat Resort of south

    east asia. No 19 essensial oil plant. Bogor. Prosea Bogor.

    Indonesia.

    Pallai, ST., A.S. Mujumdar 1995. Spouted Bed Drying. Chap.13: In

    Handbook of Industrial Drying 2nd. AS Mujumdar. New York: Marcel Dekker lnc.

    Prana, M.S dan Hawkes, J.G., 1981. Kunyit atau Koneng dan Kerabat-

    kerabat Dekatnya sebagai Bahan Pangan. Buletin Kebun Raya. Bogor

    Purseglove, J.W., Brown, E.G., Green, C.L dan Robbins, S.R.J., 1981.

    Spices, Vol 2. Longman. New York.

  • Raharjo, M. 2005. Budidaya Tanaman Kunyit. www .ilmuindah.50

    webs.org/ kunyit.pdf. Akses Tanggal 30 Juni 2013. Makassar. Rahayu, E., dan N. Berlian. 1994. Bawang Merah. Penebar Swadaya,

    Jakarta. Rahayu, W.P. 1998. Penuntun Praktikum Perlakuan Organoleptik.

    Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Rahmawati, Yulia. 1998. Pengaruh Beberapa Tingkat Konsentrasi

    Bahan Penstabil CarboxyMetil Celulose (CMC) Terhadap Sari Lidah Buaya. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. UNAND. Padang.

    Rismunandar. 1988. Rempah-rempah. Komoditi Ekspor Indonesia.Sinar

    Baru. Bandung. Rukmana, R. 2000. Usaha Tani Jahe. Kanisius, Yogyakarta. Rusmarilin, H. 2003. Aktivitas Anti-Kanker Ekstrak Rimpang lengkuas

    Lokal (Alpinia galanga (L) . Sw) Pada Alur Sel Kanker Manusia Serta Mencit yang Ditransplantasi dengan Sel Tumor Primer. Disertasi. Program Pasca Sarjana ITP. IPB. Bogor.

    Sarpian, T. 2003. Pedoman Berkebun Lada Dan Analisis Usaha Tani.

    Kanisius. Yogyakarta. Sinaga, E. 2000. Alpinia galangal (L.) Willd. Didalam

    www.warintek.apiji.or.id /artikel/ttg_tanaman_obat/unas. Soekarto, ST, 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri. Bharata

    Karya Aksara. Jakarta.

    Sudarsono dkk., 1996. Kunyit. Repository .usu.ac.id/bitstream/

    123456789/22027 /.../Chapter%20II.pdf. Akses Tanggal 30 Juni

    2013. Makassar.

    Sunaryono, H., P. Soedomo dan E.Reny. 1984. Produksi Bawang Merah

    (Allium ascalonicum L.) dari Bibit Dataran Rendah dan Dataran Tinggi. Buletin Penelitian Hortikultura. Vol XI (2):4-10. Lembang

    Suprapti, 2003. Teknologi Pengolahan Pangan. Kanisius. Yogyakarta.

    Sutejo, M.M. 1990. Pengembangan Kultur Tanaman Berkhasiat Obat.

    Rineke Cipta. Jakarta.

  • Syamsuhidayat SS, dan Hutapea JR. 1991. Inventaris Tanaman obat

    Indonesia. Depkes RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta

    Taib, Gunarif., 1987. Operasi Pengerigan pada Pengolahan Hasil

    Pertanian. PT. Melton putra. Jakarta. Vany Nely. 2007. Aktivitas Antioksidan Rempah Pasar dan Bubuk

    Rempah Pabrik dengan Metode Polifenol dan Uji Aom (Active Oxygen Method). http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11657 /F 07fne.pdf. Akses tanggal 1 Maret 2013

    Wangensteen, H., A.B. Samuelsen, K.E. Malterud. 2004. Antioxidant

    activity in extracts from coriander. Food chemistry Journal vol. 88:293-297.

    Wardana, H.D., N.S Barwa, A. Kongsjahju, M.A. Iqbal, M. Khalid, dan R.R.

    Taryadi. 2002. Budi Daya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Wibowo, S. 1999. Budidaya Bawang Putih, Merah dan Bombay.

    Penebar Swadaya, Jakarta. Wijayakusuma HMH. 2000. Tumbuhan berkhasiat obat Indonesia:

    rempah, rimpang, dan umbi. Milenia popular. Jakarta Wikipedia, 2013. Kunyit. http://id.wikipedia.org/wiki/Kunyit. Akses

    Tanggal 23 Februari 2013, Makassar. Winarto, W.P. 2003. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Agromedia Pustaka.

    Jakarta Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka

    Utama, Jakarta

  • LAMPIRAN

  • Lampiran 1. Hasil Uji Organoletik Rasa Bumbu Inti Kunyit Bubuk

    No Panelis P1 P2 P3 Total

    1 Panelis 1 3 4 4 11

    2 Panelis 2 3,67 4,67 4,67 13,01

    3 Panelis 3 4 4,67 4,33 13

    4 Panelis 4 3 4,33 3,33 10,66

    5 Panelis 5 3 4,67 3,33 11

    6 Panelis 6 1 3 2 6

    7 Panelis 7 3,33 4,67 4,33 12,33

    8 Panelis 8 4 5 4 13

    9 Panelis 9 4 4 2,67 10,67

    10 Panelis 10 4 4,33 4,67 13

    11 Panelis 11 4 4 3,33 11,33

    12 Panelis 12 4 3 2 9

    13 Panelis 13 2 3 3 8

    14 Panelis 14 3 4,334 2,67 10,004

    15 Panelis 15 4 3 4,33 11,33

    Total 50 60,674 52,66 163,334

    Rata-rata 3,333333 4,044933 3,510667

    Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Inti Kunyit Bubuk, 2013. Lampiran 2. Hasil Uji Organoletik Aroma Bumbu Inti Kunyit Bubuk

    No Panelis P1 P2 P3 Total

    1 Panelis 1 4 4 4 12

    2 Panelis 2 4 4,33 4,33 12,66

    3 Panelis 3 4 4,33 3,67 12

    4 Panelis 4 3,67 4 3,67 11,34

    5 Panelis 5 4 4,67 3,33 12

    6 Panelis 6 3 3 2 8

    7 Panelis 7 3,67 4 4,33 12

    8 Panelis 8 4 5 3 12

    9 Panelis 9 4 4 4 12

    10 Panelis 10 4 4 4,33 12,33

    11 Panelis 11 4 4 4 12

    12 Panelis 12 2,67 4 3 9,67

    13 Panelis 13 4 4 3 11

    14 Panelis 14 4 4,33 4 12,33

    15 Panelis 15 4 4,33 4 12,33

    Total 57,01 61,99 54,66 173,66

    Rata-rata 3,800667 4,132667 3,644

    Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Inti Kunyit Bubuk, 2013.

  • Lampiran 3. Hasil Uji Organoletik Warna Bumbu Inti Kunyit Bubuk

    No Panelis P1 P2 P3 Total

    1 Panelis 1 2,67 4 3,33 10

    2 Panelis 2 3,67 4,33 4 12

    3 Panelis 3 3 4,33 3,33 10,66

    4 Panelis 4 3,33 4,67 3,33 11,33

    5 Panelis 5 3 4,67 3,33 11

    6 Panelis 6 3 3,67 2 8,67

    7 Panelis 7 3,67 5 3,67 12,34

    8 Panelis 8 3 4 2,33 9,33

    9 Panelis 9 4 4 3,33 11,33

    10 Panelis 10 3,67 4,67 4,33 12,67

    11 Panelis 11 4 4,33 3 11,33

    12 Panelis 12 3 4 2 9

    13 Panelis 13 4 4 3 11

    14 Panelis 14 3 4,33 3 10,33

    15 Panelis 15 3,67 4,33 4 12

    Total 50,68 64,33 47,98 162,99

    Rata-rata 3,378667 4,288667 3,198667

    Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Inti Kunyit Bubuk, 2013. Lampiran 4. Hasil Pengukuran Kadar Air Bumbu Inti Kunyit Bubuk

    No Perlakuan U1 U2 U3 Total Rata-Rata

    1 A1 10,4 11,03 10,52 31,95 10,65

    2 A2 10,81 10,17 10,31 31,29 10,43

    3 A3 10,48 10,75 9,91 31,14 10,38

    Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Inti Kunyit Bubuk, 2013. Lampiran 5. Hasil Analisa Total Mikroba Bumbu Inti Kunyit Bubuk

    No Perlakuan U1 U2 U3 Total Rata-rata Log

    1 A1 2,1x10^5 2,7x10^5 2,3x10^5 7,1x10^5 2,3x10^5 5,3

    2 A2 1,3x10^5 1,1x10^5 1,0x10^5 3,5x10^5 1,1x10^5 5

    3 A3 8,4x10^4 7,0x10^4 5,6x10^4 2,1x10^5 7,0x10^4 4,8

    Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Inti Kunyit Bubuk, 2013.

  • Lampiran 6. Gambar Produk Bumbu Inti Kunyit Bubuk

    Keterangan :

    A1 = Kunyit 26 % : Bawang Putih 2 %

    A2 = Kunyit 20 % : Bawang Putih 8 %

    A3 = Kunyit 14 % : Bawang Putih 14 %