Skripsi Lengkap Asriyanti
-
Upload
fanyshaa-veshaapuetri -
Category
Documents
-
view
39 -
download
5
Embed Size (px)
description
Transcript of Skripsi Lengkap Asriyanti
-
MEMPELAJARI PEMBUATAN BUMBU INTI KUNYIT (Curcuma domestica Val) BUBUK
Studing The Core of Making Seasoning Turmeric (Curcuma domestica Val) powder
Oleh
ASRIYANTI
G 311 09 013
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
-
MEMPELAJARI PEMBUATAN BUMBU INTI KUNYIT
(Curcuma domestica Val) BUBUK
Studing The Core of Making Seasoning Turmeric
(Curcuma domestica Val) Powder
Oleh
ASRIYANTI
G 311 09 013
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Jurusan Teknologi Pertanian
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
-
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Mempelajari Pembuatan Bumbu Inti Kunyit (Curcuma
domestica Val) Bubuk
Nama : Asriyanti
Stambuk : G 311 09 013
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan
Disetujui
1. Tim Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Mulyati M. Tahir, MS
Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. H. Jalil Genisa, MS
Pembimbing II
Mengetahui
2. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Mulyati M. Tahir, MS
Nip. 19570923 198312 2 001
3. Ketua Panitia Ujian Sarjana
Ir. Nandi K. Sukendar,M.App.Sc
Nip. 19571103 198406 1 001
Tanggal Lulus : Agustus 2013
-
Asriyanti (G31109013). Mempelajari Pembuatan Bumbu Inti Kunyit
(Curcuma domestica Val) Bubuk. Dibawah bimbingan Muliyati M Tahir dan
Jalil Genisa
Ringkasan
Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan bumbu inti kunyit
(Curcuma domestica Val) bubuk. Bahan-bahan yang digunakan yaitu
kunyit, bawang merah, bawang putih, kemiri, lada, ketumbar, cabe, serai,
lengkuas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui formulasi
yang tepat pada proses pembuatan bumbu inti kunyit bubuk dan untuk
mengetahui hasil analisa kadar air, total mikroba dan uji organoleptik pada
pembuatan bumbu inti kunyit. Pembuatan bumbu ini terdiri atas
pengeringan, penghalusan dan pengayakan, serta pencampuran.
Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah A1 (Kunyit 26% :
Bawang Putih 2%), A2 (Kunyit 20% : Bawang Putih 8%), dan A3 (Kunyit
14% : Bawang Putih 14%). Parameter pengamatan yang digunakan pada
penelitian ini adalah kadar air, total mikroba dan uji organoleptik yang
meliputi (rasa, aroma, dan warna). Pengolahan data dilakukan dengan
deskriptif kuantitatif. Berdasarkan uji organoleptik perlakuan A2 dengan
kunyit 20% dan bawang putih 8% merupakan perlakuan terbaik. Bumbu
yang dihasilkan memiliki karakteristik yaitu kadar air 10,43% dan total
mikroba 5,0 cfu/mL atau 1,1x105 koloni/g.
Kata Kunci : Bumbu Inti, Kunyit, Rempah.
-
Asriyanti (G31109013). Studing The Core of Making Seasoning Turmeric
(Curcuma domestica Val) powder. Supervised by Muliyati M Tahir and Jalil
Genisa.
Abstract
Reseach about the manufacture of core turmeric seasoning (Curcuma
domestica Val) powder has been conducted. The materials used were
turmeric, onion, garlic, nutmeg, pepper, coriander, chilli, lemongrass,
galangal. The purpose of this study were to determined the exact
formulation in the production of core seasoning turmeric powder and to
evaluate of water content, total microbes and organoleptic properties of
turmeric seasoning. The seasoning processing consisted of drying,
grinding and sieving, and mixing. The used of treatment had A1 (Turmeric
26%: Garlic 2%), A2 (20% Turmeric: Garlic 8%), and A3 (14% Turmeric:
Garlic 14%). Parameters were water content, total microbial and
organoleptic tests (taste, aroma, and color). The data processed with
quantitative descriptive. Based on organoleptic test treatment A2 with
turmeric 20% and garlic 8% was the best treatment. Spices had water
content of 10.43% and total microbes of 5.0 cfu/g or 1.1 x105 colonies/g.
Keywords: Seasoning core, Turmeric, Spices.
-
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Mempelajari Pembuatan Bumbu Inti Kunyit (Curcuma
domestica Val) Bubuk dengan baik sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar STP (Sarjana Teknologi Pertanian) di Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Hj. Mulyati M. Tahir,
MS dan Prof. Dr. Ir. H. Jalil Genisa, MS sebagai dosen-dosen pembimbing,
yang tak henti-hentinya memberikan ide, saran, motivasi, semangat dan
bimbingan sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada selaku dosen penguji Ir. Nandi K. Sukendar, M.App.Sc dan
Dr. rer.nat. Zainal, STP., M.Foodtech yang telah memberikan banyak saran
untuk skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini, ada banyak
hambatan yang harus dilalui, baik dari luar maupun dari penulis sendiri. Namun
dengan doa, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat
mengatasinya. Penulis juga memohon maaf apabila dalam skripsi ini terdapat
kesalahan atau kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik.
-
Melalui kesempatan yang berharga ini, penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada seluruh dosen di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan yang
telah memberikan banyak Ilmu selama penulis berkuliah, dan kepada seluruh
karyawan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin yang telah banyak
membantu.
Semoga skripsi ini dapat berguna dan memberi manfaat bagi siapapun
yang membutuhkan. Amin.
Makassar, Agustus 2013
Asriyanti
-
UCAPAN TERIMA KASIH
Melalui kesempatan yang berharga ini Penulis juga menghaturkan
terima kasih yang sebesar - besarnya kepada:
1. Kedua Orang Tua yang tercinta Ayahanda Amar Asran dan Ibunda
Irnawati yang telah membesarkan, mendidik dan mengiringi setiap
langkahku dengan doa dan kasih sayangnya yang tulus, serta Adikku
Amaliya Husna dan Muh. Makbullah.
2. Kepada Bapak/Ibu dosen Teknologi Pertanian Fak. Pertanian beserta
staff atas bantuannya mendidik penulis selama berstatus mahasiswa.
3. Sahabat-sahabat sekaligus saudara-saudara terbaikku Hasrayanti,
Andi Tenri Padauleng T.B.P, STP, Rizka Vivi Alfira Syam, Noviyanti,
Yolanda F. Mangera, John Fischer Ema Witak, Idha Reskia
Rustan STP, Mustar STP, Stevano William Kakisina. Terima kasih atas
bantuan, perhatian, kekompakan, kepercayaan, dan dukungan kalian
semua yang mungkin tak akan bisa ku balas. Semoga persahabatan
yang terjalin selama ini akan terus ada dan semakin erat untuk
selamanya, amin. Spesial thanks untuk sahabat the-texa ITP 09
Rahmadana Saleh, Khusnul Khatim Salman, Nur Aliyah Zulkarnaian,
Hamzah, Husnul Khatima Yasin STP, Mukarramah Lubis, Munirah
Muchtar, Hikma Sulaiman, Nur Azizah amin, Surya Azhar Akbar,
Wahdyat rahmat, F.I Ramadhan Natsir, In Srikandi, Ummu Farah
Fadillah, Amrida Akkas, Muhpidah, , Tariq Hussein, Abdul Halim
syahruddin, Naziruddin AB, Mutawakkil, Suhartono Akkas, Huzain
-
Hasan AP, Lukmanul Hakim, Hasri, Ahmad Husain, Muh. Fadlyl
Hasqial, Agy Kusuma Iskandar, Adhyatma Anshari Nuraidah,
Musdalifah Umar STP, Anita Puspita Sari, Hasriani, Firman Salim, Iffah
Auliyah, gak asyik dan gak rame kalau tidak ada kalian selama ini.
Kenangan bersama akan selalu bagian tersendiri dalam memoriku.
4. Teman-teman di Pondok penjernihan 1, Santi, Novi, Tuti, Kiki, Ayu,
Ivon, Emi, Miftah, Tika, Kak Ida yang selalu meramaikan pondokan
dan selalu memberi semangat kepada penulis
5. Special thanks untuk Kak Bambang Setiawan dan Kak Topan yang
telah sangat membantu penulis.
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis dengan nama lengkap Asriyanti
dilahirkan di Kendari pada tanggal 29 Oktober 1991
sebagai anak pertama dari pasangan Amar Asran
dan Irnawati dan memiliki 2 orang saudara yaitu
Amaliya Husna dan Muh. Makbullah.
Pendidikan formal yang pernah dijalani penulis adalah:
Sekolah Dasar Negeri 2 Palarahi Kab. Konawe Tahun 1997-2003.
Madrasah Tsanawiyah Negeri Wawotobi Kab. Konawe Tahun 2003-2006.
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Wawotobi Kab. Konawe Tahun 2006-2009.
Tahun 2009 penulis diterima melalui jalur JPPB di Perguruan Tinggi
Negeri Universitas Hasanuddin Program Strata Satu (S1) dan tercatat sebagai
mahasiswa Program studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi
Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar dengan nomor
induk mahasiswa G31109013.
-
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ....................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 2
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bumbu ....................................................................................... 4
B. Kunyit (Curcuma domestica Val) ............................................... 6
C. Bawang Putih (Allium sativum) ................................................. 9
D. Bahan Tambahan ..................................................................... 11
1. Bawang Merah (Allium cepa L.) ........................................... 11
2. Kemiri ............................................................................. 13
3. Lada (Piper nigrum) ............................................................. 14
4. Ketumbar ............................................................................. 15
5. Cabe Merah ......................................................................... 17
6. Serai ............................................................................. 18
7. Lengkuas ............................................................................. 19
E. Pengeringan ............................................................................ 21
-
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat ................................................................... 23
B. Alat dan Bahan ......................................................................... 23
C. Prosedur Penelitian .................................................................. 23
1. Persiapan Bahan .................................................................. 23
2. Pembuatan Bubuk Inti Kunyit Bubuk ................................... 24
D. Perlakuan Penelitian ................................................................. 24
E. Parameter Pengamatan ........................................................... 25
1. Kadar Air .............................................................................. 25
2. Uji Total Mikroba .................................................................. 25
3. Uji Organoleptik .................................................................... 26
F. Pengolahan Data ...................................................................... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Organoleptik ........................................................................ 29
1. Rasa ..................................................................................... 29
2. Aroma .................................................................................. 31
3. Warna .................................................................................. 33
B. Kadar Air ................................................................................... 35
C. Total Mikroba ............................................................................. 37
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................... 40
B. Saran ........................................................................................ 40
-
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 41
LAMPIRAN ......................................................................................... 45
-
DAFTAR TABEL
NO Judul Halaman
1. Standar Mutu Bubuk Rempah-Rempah .......................................... 5
2. Kandungan Kimia Kunyit per 100 gram ........................................... 9
3. Kandungan Gizi Bawang Putih per 100 gram ................................. 10
4. Kandungan Gizi bawang Merah per 100 gram ................................ 13
5. Komposisi Kimia Lada per 100 gram bahan .................................... 15
-
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Rimpang Kunyit .............................................................................. 6
2. Struktur Kimia Kurkumin ................................................................. 7
3. Bawang Putih ................................................................................ 10
4. Bawang Merah ............................................................................... 12
5. Kemiri ............................................................................................. 14
6. Lada ............................................................................................... 15
7. Ketumbar ........................................................................................ 16
8. Cabe Merah .................................................................................... 17
9. Serai ............................................................................................... 18
10. Lengkuas ........................................................................................ 19
11. Diagram Alir Pembuatan Bumbu Inti Kunyit Bubuk ........................ 28
12. Hasil Uji Organoleptik terhadap Rasa ............................................. 30
13. Hasil Uji Organoleptik terhadap Aroma ......................................... 32
14. Hasil Uji Organoleptik terhadap Warna ......................................... 34
15. Hasil Analisa Kadar Air ................................................................... 35
16. Hasil Uji Total Mikroba ................................................................... 38
-
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Hasil Uji Organoleptik Rasa Bumbu Inti Kunyit Bubuk ................... 46
2. Hasil Uji Organoleptik Aroma Pada Bumbu Penyedap ................. 46
3. Hasil Uji Organoleptik Warna Pada Bumbu Penyedap ................. 47
4. Hasil Pengukuran Kadar Air ......................................................... 47
5. Hasil Analisa Total Mikroba .......................................................... 47
6. Gambar Produk Bumbu Inti Kunyit Bubuk .................................... 48
-
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bumbu merupakan bahan-bahan yang digunakan sebagai
penyedap makanan. Bumbu berfungsi untuk memberikan warna, rasa
dan aroma yang sedap pada masakan. Lezat tidaknya suatu makanan
sangat tergantung pada bumbu yang ditambahkan. Bumbu dibuat dari
campuran rempah-rempah dengan melalui beberapa proses
pengolahan. Umumnya bumbu masakan digolongkan menjadi tiga
golongan yaitu bumbu inti merah, putih dan kuning. Banyak jenis
rempah-rempah yang dapat dibuat menjadi bumbu, salah satunya
adalah kunyit.
Kunyit merupakan tanaman suku temu-temuan dengan nama
latin Curcuma longa Koen atau Curcuma domestica Val. Senyawa
utama yang terkandung dalam rimpang kunyit adalah senyawa
kurkuminoid. Senyawa kurkuminoid ini yang memberikan warna
kuning pada kunyit. Kurkuminoid ini menjadi pusat perhatian para
peneliti yang mempelajari keamanan, sifat antioksidan, antiinflamasi,
efek pencegah kanker, ditambah kemampuannya menurunkan resiko
serangan jantung (Asghari G.A. Mostajeran and M. Shebli, 2009).
Kunyit biasanya digunakan sebagai komponen pewarna dan
penyedap makanan, selain itu bumbu kunyit juga digunakan untuk
menetralkan bau anyir pada masakan dan sering dimanfaatkan
sebagai obat tradisional. Kunyit dapat dijadikan sebagai bumbu inti
-
pada pembuatan bumbu. Bumbu inti inilah yang dapat dikembangkan
menjadi beragam jenis masakan seperti bumbu kari, acar kuning,
pesmol ikan, nasi kuning dan lain-lain.
Bumbu inti yang beredar saat ini kebanyakan bumbu dalam
bentuk pasta bukan dalam bentuk serbuk. Perbedaan dari bumbu
pasta dan serbuk adalah bumbu serbuk lebih tahan lama
dibandingkan dengan bumbu pasta karena bumbu serbuk memiliki
kadar air yang kurang dibandingkan dengan bumbu pasta sehingga
bumbu serbuk tidak mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme. Bumbu
serbuk dari kunyit ini merupakan salah satu produk yang dapat
dijadikan bumbu inti pada sebuah masakan, selain itu bumbu dalam
bentuk serbuk ini lebih praktis dan lebih tahan lama.
B. Rumusan Masalah
Bumbu inti kunyit yang beredar dipasaran pada umumnya dalam
bentuk pasta yang memiliki masa simpan yang tidak cukup lama
karena kadar air dalam bumbu inti pasta yang cukup tinggi sehingga
memudahkan mikroorganisme untuk berkembangbiak. Bagaimana
cara memperoleh formulasi terbaik penambahan kunyit pada
pembuatan bumbu inti kunyit dalam bentuk bubuk.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :
- Untuk mengetahui formulasi yang tepat pada proses pembuatan
bumbu inti kunyit
-
- Untuk mengetahui hasil analisa kadar air, total mikroba dan uji
organoleptik pada pembuatan bumbu inti kunyit
Kegunaan dari penelitian ini adalah dapat menjadi sumber
informasi bagi masyarakat tentang pengolahan kunyit menjadi bumbu
inti, dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya, dan dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi industri pengolahan bumbu inti.
-
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bumbu
Bumbu merupakan bahan campuran yang terdiri dari satu atau
lebih rempah-rempah atau ekstrak rempah-rempah yang ditambahkan
ke dalam makanan selama pengolahan atau dalam persiapan,
sebelum disajikan untuk memperbaiki flavor alami makanan sehingga
lebih disukai oleh konsumen (Farrel, 1990). Pada umumnya rempah-
rempah diformulasikan sebagai bumbu suatu produk pangan.
Formulasi bumbu dilakukan dengan mencampurkan dua macam atau
lebih rempah-rempah, baik berintikan penemuan-penemuan baru
secara organoleptik dapat diterima oleh konsumen (Pallai E, 1995).
Tujuan pencampuran untuk memberikan keseimbangan pada flavor
makanan sehingga tercapai kepuasan konsumen secara maksimum.
Rempah-rempah yang digunakan sebagai bumbu diutamakan
mengandung cukup oleoresin dan minyak atsiri, karena kedua
komponen ini menimbulkan cita rasa dan aroma yang khas yang
diinginkan. Oleh karena itu rempah yang akan dimanfaatkan untuk
bumbu harus cukup tua, sehingga kandungan oleoresin dan minyak
atsirinya mencapai optima (Rahmawati, 1998).
Berbagai rempah memiliki variasi komponen-komponen kimiawi
yang berperan dalam pembentukan profil flavornya. Akibatnya, suatu
jenis rempah tidak selalu hanya memiliki satu aroma dan rasa tertentu
tetapi bisa memiliki aroma dan rasa yang kompleks. Selain itu,
-
komponen kimia di dalam beberapa rempah juga berkontribusi pada
karakteristik tekstur dan warna produk. Sehingga, apa saja rempah
yang digunakan dan seberapa banyak jumlah yang dibutuhkan dalam
suatu formulasi produk sangat tergantung pada bagaimana kontribusi
rempah tersebut terhadap flavor, rasa, aroma, tekstur dan warna
produk (Aeni, 2010). Standar mutu rempah-rempah dapat dilihat pada
tabel 1 sebagai berikut :
Tabel 1. Standar Mutu Bubuk Rempah-Rempah
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan :
Bau
Rasa
Air
Abu
Abu tak larut dalam asam
Kehalusan
Lolos ayakan No 40 (No 425 u)
Cemaran Logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Cemaran arsen (As)
Cemaran mikroba
Angka lempeng total
Eschericia coli
Kapang
Aflatoxin
-
-
%b/b
%b/b
%b/b
%b/b
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Koloni/g
APM/g
mg/kg
mg/kg
Normal
Normal
Maks. 12,0
Maks. 7,0
Maks. 1,0
Maks. 90,0
Maks. 10,0
Maks. 30,0
Maks. 0,1
Maks. 106
Maks. 103
Maks. 104
Maks. 20,0
Sumber : SNI 01-3709-1995
Pada prinsipnya pembuatan rempah-rempah bubuk adalah
menggiling atau menumbuk simplisia menjadi tepung kemudian
mengayaknya dengan saringan berukuran 50-60 mesh. Pengolahan
lanjutan perlu untuk memberikan rasa dan bau lebih sedap disamping
-
juga untuk memperpanjang masa penyimpanannya, kadang-kadang
diberi bumbu (rempah-rempah). Bumbu ini dapat menghambat
pertumbuhan mikroba yang disebabkan karena minyak volatil (minyak
atsiri), alkaloid, dan senyawa tanin yang bersifat antioksidan
(Rukmana, 2000).
B. Kunyit (Curcuma domestica Val)
Kunyit termasuk salah satu tanaman suku temu-temuan
(Zingiberaceae) yang banyak ditanam di pekarangan, kebun, dan di
sekitar hutan jati. Kunyit dikenal sebagai penyedap, penetral bau anyir
pada masakan,dan juga sering dimanfaatkan sebagai ramuan obat
tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Saat ini kunyit
sudah dimanfaatkan secara luas oleh industri makanan, minuman,
obat-obatan, kosmetik, dan tekstil. Gambar rimpang kunyit dapat
dilihat pada Gambar 1 (Winarto, 2003).
Gambar 1. Rimpang Kunyit
Kunyit merupakan salah satu tanaman yang juga dipakai
sebagai bumbu dapur. Kandungan utama dalm rimpang kunyit yakni
minyak atsiri, resin, kurkumin, oleoresin, desmotoksikurkumin, lemak,
-
kalsium, protein dan posfor serta zat besi. Zat warna kuning
(kurkumin) dimanfaatkan sebagai pewarna untuk makanan manusia
(Raharjo, M., 2005). Akar kunyit mempunyai bau khas aromatik, rasa
agak pahit, agak pedas. Serbuk akar kunyit memberikan zat warna
yang berwarna kuning jika dilarutkan di dalam air. Akar kunyit juga
telah lama digunakan sebagai komponen pewarna makanan seperti
bubuk kari dan lain-lain. Struktur kimia kurkumin dapat dilihat pada
gambar 2 (Sudarsono dkk., 1996).
Gambar 2. Struktur Kimia kurkumin
Prana, dkk (1981) menyatakan bahwa dalam pangan hasil
olahan dan hidangan siap santap, kehadiran kunyit juga menentukan
mutu hidangan tersebut. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa
penambahan kunyit dalam sajian makanan adalah untuk memberi
warna kuning sekaligus menjadikan makanan lebih awet. Pada tahu
misalnya, selain untuk memberikan penampakan warna kuning,
penambahan kunyit ditujukan sebagai bahan pengawet. Kunyit juga
digunakan untuk memberikan cita rasa dan warna pada mentega, keju
dan makanan lainnya.
-
Penggunaan kunyit secara umum biasanya dalam bentuk yang
berbeda yaitu: bumbu, gelendongan, belahan, irisan, dan bubuk atau
tepung. Kualitas dari masing-masing olahan kunyit dipengaruhi oleh
komponen kandungan kurkumin, bentuk, dan ukuran rimpang. Jika
ditujukan untuk pembuatan oleoresin perlu diperhatikan kandungan
kurkuminnya, demikian pula halnya jika ingin digunakan sebagai zat
pewarna. Di sisi lain jika ingin digunakan sebagai bumbu atau zat
aditif/tambahan pada makanan, masalah aroma dan kandungan
minyak atsiri merupakan hal penting yang perlu diperhatikan
(Purseglove et al., 1981).
Kunyit merupakan rempah-rempah yang biasa digunakan
dalam masakan di negara-negara Asia. Kunyit sering digunakan
sebagai bumbu dalam masakan sejenis gulai, dan juga digunakan
untuk memberi warna kuning pada masakan, atau sebagai pengawet.
Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut
kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin , desmetoksikumin sebanyak
10% dan bisdesmetoksikurkumin sebanyak 1-5% dan zat- zat
bermanfaat lainnya seperti minyak atsiri yang terdiri dari Keton
sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren,
sabinen, borneol dan sineil. Kunyit juga mengandung Lemak
sebanyak 1 -3%, Karbohidrat sebanyak 3%, Protein 30%, Pati 8%,
Vitamin C 45-55%, dan garam-garam mineral, yaitu zat besi, fosfor,
dan kalsium (Wikipedia, 2013). Kurkumin bermanfaat sebagai
-
antioksidan, antimikroba, antifungi, dan juga antiinflamasi. Selain itu
kurkumin juga diyakini mampu menghambat pertumbuhan sel kanker
dan memacu apoptosisi sel kanker. Bahan warna kurkumin dapat juga
digunakan untuk memecah penggumpalan darah di otak seperti yang
terjadi pada pasien penyakit alzheimer (Dheni 2007). Kandungan
kimia kunyit selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Kandungan Kimia Kunyit per 100 gram
No Nama Komponen Komposisi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Air Kalori Karbohidrat Protein Lemak Serat Abu Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B Vitamin C Minyak atsiri Kurkumin
11,4 g 1480 kal 64,9 g 7,8 g 9,9 g 6,7 g 6,0 g 0,128 g 0,268 g 41 g - 5 mg 26 mg 3% 3%
Sumber : Winarto, 2003
C. Bawang Putih (Allium sativum)
Bawang putih termasuk tanaman rempah yang bernilai ekonomi
tinggi karena memiliki beragam kegunaan. Manfaat utama bawang
putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang membuat
masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Bawang putih
mengandung senyawa diadil sulfida yang menimbulkan bau khas
bawang putih. Bawang putih disamping sebagai zat penambah aroma
dan bau juga merupakan antimikroba (Damanik, 2010).
-
Gambar 3. Bawang Putih
Jika diurutkan klasifikasinya, bawang putih termasuk dalam
golongan Spermatophyta, sub-golongan Angiospermae, kelas
Monocotyledone, ordo Liliflorae, famili Liliaceae, genus Allium, spesies
Allium sativum. Bawang putih termasuk dalam famili yang sama
dengan bawang merah. Umbi bawang putih juga mengandung
mineral-mineral penting dan beberapa vitamin dalam jugah tidak
besar. Komponen-komponen oleoresin yang terdapat dalam bawang
putih ialah dialil disulfida, dialil trisulfida, alil propil disulfida dan
sejugah kecil dietil disulfida, dialil polisulfida, allinin dan allisin (Farrel,
1990). Kandungan gizi bawang putih selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3. Kandungan Gizi Bawang Putih per 100 gram
No Kandungan Gizi Bawang Putih
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kalori Protein Lemak Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin C Air Serat
122 Kal 7 g
0,3 g 12 mg
109 mg 1,2 mg
- 0,23 mg 0,08 mg
7 mg 66,2-71 g
1,10 g
Sumber : Direktorat Gizi, 1979
-
Senyawa yang menentukan bau khas bawang putih adalah
allisin. Senyawa allisin ini dikenal mempunyai daya antibakteri yang
kuat. Allisin termasuk senyawa yang tidak stabil. Dalam udara bebas
allisin akan terpecah menjadi senyawa diallyl-disulfida hanya dalam
waktu satu menit saja (Wibowo, 1999).
Allicin, yang merupakan salah satu senyawa aktif yang terdapat
di dalam hancuran bawang putih segar, mempunyai beragam aktivitas
antimikrobia. Allicin dalam bentuk senyawa murni memperlihatkan
aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif maupun Gram
negative termasuk E. coli dari strain multidrug-resistent
enterotoxigenic; antifungal khususnya terhadap Candida albicans;
antiparasit, termasuk parasit protozoa seperti Entamoeba hystolytica
dan Giardia lamblia; dan aktivitas antiviral (Angkri dan Mirelman,
1999).
D. Bahan Tambahan
1. Bawang Merah (Allium cepa L.)
Bawang merah (Allium cepa L. group Aggregatum)
merupakan salah satu sayuran yang digunakan sebagai bumbu
dapur untuk melezatkan masakan. Penggunaannya yang sedikit
namun kontinyu, membuat bawang merah sebagai kebutuhan yang
tidak dapat dihindari oleh konsumen rumah tangga sebagai
pelengkap bumbu masak. Selain manfaatnya dalam hal bumbu
-
masak, bawang merah mempunyai kegunaan lain, yaitu sebagai
obat tradisional masyarakat. Gambar bawang merah dapat dilihat
pada gambar 4 (Sunaryono et al., 1984).
Gambar 4. Bawang Merah
Bawang merah banyak dimanfaatkan sebagai bumbu
penyedap rasa makanan. Adanya kandungan minyak atsiri dapat
menimbulkan aroma yang khas dan memberikan cita rasa yang
gurih serta mengundang selera. Sebenarnya disamping
memberikan cita rasa, kandungan minyak atsiri juga berfungsi
sebagai pengawet karena bersifat bakterisida dan fungisida untuk
bakteri dan cendawan tertentu (Rahayu dan Nur, 1994).
Kandungan gizi bawang merah selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 4 sebagai berikut :
-
Tabel 4. Kandungan Gizi Bawang Merah per 100 gram
No Kandungan Gizi Bawang Merah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kalori Protein Lemak Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin C Air Serat
39 Kal 1,5 g 0,3 g
36 mg 40 mg 0,8 mg
- 0,03 mg
- 2,0 mg 88 g
-
Sumber : Direktorat Gizi,1979
2. Kemiri (Aleurites moluccana)
Tanaman kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah
satu tanaman dari industri dari keluarga Euphorbiaceae dan hingga
saat ini tanaman kemiri sudah lama di Indonesia. Buah kemiri
berasal dari pohon kemiri yang ketinggiannya mencapai 10 sampai
40 meter. Kemiri yang dalam bahasa daerah disebut buah tondeh
atau buah Kembiri (Karo) Cundlenut (English) kareh
(Minangkabau), muncang (Sunda) dan keminting (Dayak)
sebetulnya tergolong bumbu dapur. Bijinya yang berwarna putih
kekuningan selain digunakan untuk menggurihkan masakan juga
dalam perkembangan modern ini kebanyakan diambil untuk
memperoleh minyaknya. Biji kemiri ini mengandung lemak hingga
60 persen sehingga bila dihaluskan dan diperas menghasilkan
minyak. Minyak kemiri juga dapat diperoleh dengan cara ekstraksi
dengan menggunakan alat pengepresan. Biasanya alat pengepres
-
yang digunakan adalah jenis press hidrolik. Kandungan kimia yang
terdapat dalam kemiri adalah gliserida, asam linoleat, palmitat,
stearat, miristat, asam minyak, protein, vitamin B1, dan zat lemak.
Gambar kemiri dapat dilihat pada gambar 5 (Istriyani, 2011).
Gambar 5. Kemiri
3. Lada (Piper nigrum)
Lada tidak hanya berfungsi sebagai sumber rasa pedas,
namun juga sebagai penyedap rasa dan aroma. Lada mengandung
beberapa zat kimia seperti alkaloid (piperin), eteris, dan resin.
Alkaloid tidak berdampak negatif terhadap kesehatan bila
dikonsumsi dalam jugah yang tidak berlebihan. Eteris adalah
sejenis minyak yang dapat memberikan aroma sedap dan rasa
enak pada masakan. Resin adalah zat yang dapat memberikan
aroma harum dan khas bila dipakai sebagai bumbu ataupun parfum
(Sarpian, 2003). Gambar dan Komposisi kimia lada per 100 gram
bahan, dapat dilihat pada Gambar 6 dan Tabel 5 sebagai berikut :
-
Gambar 6. Lada
Tabel 5. Komposisi Kimia Lada per 100 gram Bahan
No Komponen Komposisi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Air (g) Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbon (g) Kalsium, Ca (mg) Fosfor, P (mg) Besi, Fe (mg) Vitamin B (mg)
13 359 11.5 6.8
64.4 460 200 16.8 0.20
Sumber : Ahmad Djaeni Sediaoetama, 1987
4. Ketumbar (Coriandrum sativum)
Ketumbar termasuk dalam famili Apiaceae. Nama ketumbar
(coriander) berasal dari bahasa Yunani, yaitu koris, yang berarti
serangga tanaman. Disebut demikian karena pada saat bijinya
belum matang dan daunnya dihancurkan, menghasilkan bau yang
mirip dengan bau serangga tanaman yang dihancurkan. Bentuk
ketumbar adalah biji kecil-kecil sebesar 1-2 mm dengan biji
berongga sehingga terasa ringan. Warna luar biji ketumbar adalah
coklat muda, ada yang agak tua atau gradasi warna coklat,
sedangkan bagian dalamnya bewarna kuning muda. Ketumbar
-
sering ditambahkan pada makanan untuk menambahkan rasa
gurih, misalnya pada tempe goreng sebagai bumbu perendam.
(Vany, 2007).
Daun ketumbar memiliki aktivitas antioksidan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan bijinya, dan pada kedua bagian
tersebut, etil asetat memiliki kontribusi aktivitas antioksidan yang
paling kuat. Penambahan ketumbar ke dalam makanan akan
meningkatkan komponen antioksidan dan memiliki potensi sebagai
antioksidan alami yang menghambat proses oksidasi yang tidak
diinginkan. Gambar ketumbar dapat dilihat pada gambar 7
(Wangensteen et al, 2004).
Gambar 7. Ketumbar
Ketumbar (Coriandrum Sativum L) bayak digunakan sebagai
bumbu masak dengan digerus terlebih dahulu. Ketumbar dapat
menimbulkan bau sedap dan rasa pedas yang gurih (Sutejo, 1990).
Biji ketumbar banyak mengandung mineral seperti kalsium, posfor,
magnesium, potasium dan besi (Astawan, 2009). Ketumbar banyak
digunakan untuk sayuran, bahan penyedap serta mengandung
-
karbohidrat, lemak dan protein yang cukup tinggi. Ketumbar
mempunyai aroma yang khas, aromanya disebabkan oleh
komponen kimia yang tedapat dalam minyak atsiri yaitu senyawa
hidrokarbon beroksigen. Senyawa tersebut menimbulkan aroma
wangi dalam minyak atsiri (Guenther, 1987).
5. Cabe Merah (Capsicum annum L)
Cabai merah mengandung oleoresin yang menimbulkan rasa
pedas, warna merah dan cita rasa yang khas. Oleoresin adalah
suatu produk yang mengandung resin, minyak-minyak esensial
yang bersifat volatil dan bahan aktif lainnya yang diekstrak dengan
pelarut non-aqueous seperti hidrokarbon. Gambar cabe mereh
dapat dilihat pada gambar 8 (Furia, 1968).
Gambar 8. Cabe Merah
Komponen-komponen oleoresin yang terdapat dalam cabai
merah ialah limonen, linalil, metil salisilat, 4-metil-1-pentenil-2-metil
butirat, isoheksilisokaproat dan heksasil-3-enol. Rasa pedas cabai
dihasilkan oleh senyawa capcaisin dan vanililamida. Capcaisin
bersifat tidak berwarna, tidak berbau, berbentuk cair pada
-
suhu 65oC dan menguap pada suhu yang lebih tinggi. Vanililamida
dan capcaisin adalah senyawa antimikroba yang terdapat dalam
cabai merah (Purseglove et al., 1981).
6. Serai (Cymbopogon citratus)
Serai wangi memiliki kandungan kimia yang terdiri dari
saponin, flavonoid, polifenol, (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991),
alkaloid dan minyak atsiri (Leung dan Foster, 1996). Minyak atsiri
serai wangi terdiri dari sitral, sitronelal, geraniol, mirsena, nerol,
farsenol, metilheptenon, dipentena, eugenol metil eter, kadinen,
kadinol dan limonene. Gmabar serai dapat dilihat pada gambar 9
(Wijayakusumah, 2000).
Gambar 9. Serai
Secara tradisional serai wangi digunakan sebagai
pembangkit cita rasa pada makanan, minuman dan sebagai obat
tradisional (Wijayakusuma, 2000). Sebagai pembangkit cita rasa,
serai banyak digunakan pada saus pedas, sambal goreng, sambal
petis, dan saus ikan (Oyen, 1999). Di bidang industri pangan
minyak sereh wangi sering digunakan sebagai bahan tambahan
-
dalam minuman, permen, daging, dan lemak (Leung dan Foster,
1996). Sereh wangi mengandung saponin, flavonoid, polifenol,
alkaloid dan minyak atsiri. Senyawa flavonoid ini merupakan
senyawa aromatik.
7. Lengkuas (Alpinia galanga)
Lengkuas merupakan tanaman herbal berumur panjang yang
banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dan obat-obatan dan
tergolong ke dalam simplisia rimpang (Sinaga, 2000). Berintikan
warna rimpang, dikenal dua kultivar lengkuas, yaitu lengkuas
berimpang putih dan berimpang merah. Lengkuas berimpang putih
mempunyai batang semu setinggi 3 m, diameter batang 2.5 cm,
dan diameter rimpang 3 4 cm. Sedangkan lengkuas berimpang
merah memiliki batang semu berukuran tinggi 1 1.5 m, diameter
batang 1 cm, dan diameter rimpang 2 cm (Wardana et al., 2002).
Gambar 10. Lengkuas
-
Rimpang lengkuas mengandung karbohidrat, lemak, sedikit
protein, mineral (K, P, Na), komponen minyak atsiri, dan berbagai
komponen lain yang susunannya belum diketahui. Rimpang
lengkuas segar mengandung air sebesar 75 %, dalam bentuk
kering mengandung 22.44 % karbohidrat, 3.07 % protein dan
sekitar 0.07 % senyawa kamferid (Darwis et al., 1991).
Rimpang lengkuas putih lebih banyak digunakan dalam
bidang pangan, yaitu sebagai pengempuk daging dalam masakan
dan sebagai salah satu rempah untuk berbagai jenis bumbu
masakan tradisional Indonesia (Rismunandar, 1988). Sedangkan
lengkuas berimpang merah lebih sering digunakan sebagai bahan
ramuan obat tradisional. Perbedaan fungsi ini dipengaruhi dari
kandungan komponen bioaktif antara lengkuas putih dan lengkuas
merah. Menurut Rahayu (1998) di dalam Rusmarilin (2003),
lengkuas putih memiliki komponen larut air dan larut alkohol yang
lebih tinggi dibandingkan lengkuas merah. Sebaliknya, kandungan
minyak atsiri dan komponen antijamur pada lengkuas merah,
memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan pada lengkuas
putih.
Komponen bioaktif yang menyebabkan aroma pedas
menyengat pada lengkuas telah dibuktikan dapat menghambat
pertumbuhan beberapa jenis jamur. Komponen tersebut adalah
-
linalool, geranyl acetate, dan 1,8-cineole, yang dapat menghambat
water molds, seperti jenis Carassius auratus dan Xiphoporus
maculates (Chukanhom et al., 2005).
E. Pengeringan
Pengeringan adalah proses mengeluarkan air dari suatu bahan
pertanian menuju kadar kesetimbangan dengan udara sekeliling atau
pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pertanian dapat dicegah
dari serangan jamur, enzim dan aktivitas serangga (Henderson, et al.,
1976).
Inti pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara
karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan
yang dikeringkan. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air
bahan sampai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan
enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau bahkan
terhenti sama sekali. Dengan demikian, bahan yang dikeringkan
mempunyai waktu simpan lebih lama (Adawyah, 2008).
Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan pengering
buatan yakni kondisi pengeringan terkontrol dan waktu pengeringan
bisa lebih cepat dengan tidak tergantung oleh cuaca. Sehingga dapat
menghasilkan produk yang berkualitas baik (Taib, 1987). Suhu
pengeringan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Pada
umumnya suhu pengeringan adalah antara 40 - 600C dan hasil yang
baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung
-
kadar air 10%. Demikian pula dengan waktu pengeringan juga
bervariasi, tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan.
Pengeringan bahan dapat dilakukan secara tradisional dengan
menggunakan sinar matahari atau secara modern menggunakan alat
pengering seperti oven, rak pengering, blower ataupun dengan fresh
dryer. Kelebihan dari alat ini adalah waktu penjemuran lebih singkat
yaitu sekitar 8 jam, dibandingkan dengan sinar matahari
membutuhkan waktu lebih dari satu minggu (Adawyah, 2008).
Pengeringan harus disesuaikan dengan bahan tanaman yang
akan dikeringkan. Jika bahan berasal dari akar, daun, bunga, dan
buah, maka suhu dan metode pengeringan perlu diperhatikan. Apabila
tidak ditangani secara benar akan mengakibatkan berkurangnya kadar
zat berkhasiat. Bahan yang berasal dari bunga dan daun harus tidak
mengubah warna dan aroma aslinya, karena daun dan bunga mudah
mengalami kerusakan selama pengeringan. Bila penanganannya
salah akan terjadi perubahan warna ataupun tercemar (Joyce and
Reid, 1986). Daun, herba, dan bunga dapat dikeringkan dengan
kisaran suhu 20-40C, kulit batang dan akar masing-masing pada
suhu 30 dan 65C (Hernani dan Rahmawati, 2009).
-
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2013 di
Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan
analitik, wadah, pisau, sendok, alat pengering yang menggunakan
blower, grinder, oven, ayakan, desikator, tabung reaksi, pipet, cawan
petri, cawan porselen, autoklaf dan inkubator.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kunyit, bawang merah, bawang putih, kemiri, lada, ketumbar, cabe,
serai, lengkuas, aquadest steril, agar cair, kapas, kertas label, tissu,
Media PCA, NaCl, dan aluminium foil.
C. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Bahan
a. Tepung Kunyit
Diperoleh dari kunyit yang dikeringkan menggunakan alat
pengering yang menggunakan blower pada suhu 60oC dan
kemudian dihaluskan menggunakan grinder.
-
b. Tepung Bawang Putih
Diperoleh dari bawang putih yang dikeringkan
menggunakan alat pengering yang menggunakan blower pada
suhu 60oC dan kemudian dihaluskan menggunakan grinder.
2. Pembuatan Bumbu Inti Kunyit Bubuk
Prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
- Ditimbang tepung kunyit dan tepung bawang putih serta bahan
tambahan lainya yaitu tepung bawang merah, kemiri, lada,
ketumbar, cabe, serai, lengkuas.
- Masing-masing formulasi dengan bahan dicampur dan
dihaluskan menggunakan grinder.
- Kemudian, semua formulasi diayak dengan 60 mesh.
- Bumbu bubuk yang dihasilkan siap dilakukan analisa kadar air,
total mikroba, dan uji organoleptik.
D. Perlakuan Penelitian
Perlakuan pada penelitian ini adalah :
A1 = Kunyit 26 % : Bawang Putih 2 %
A2 = Kunyit 20 % : Bawang Putih 8 %
A3 = Kunyit 14 % : Bawang Putih 14 %
-
E. Parameter Pengamatan
1. Kadar Air (Sudarmadji, dkk., 1997)
a. Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah
diketahui beratnya.
b. Bahan dikeringkan dalam oven pada suhu 100-1050C selama
3-5 jam, selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang
beratnya.
c. Bahan kemudian dikeringkan dalam oven selama 30 menit,
didinginkan kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai
diperoleh berat yang konstan.
d. Selanjutnya kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :
2. Uji Total Mikroba (Ferdiaz,1989)
a. Menimbang masing-masing sampel sebanyak 1 gram
menggunakan timbangan analitik.Memasukkan ke dalam tabung
reaksi yang berisi aquadest steril sebanyak 9 g kemudian
dikocok hingga terbentuk suspense.Memipet 1 g suspense dari
tabung 1, kemudian dimasukkan ke dalam tabung 2.
Pengenceran dilakukan hingga tabung 10-4.
-
b. Mengambil masing-masing sampel pada pengenceran 10-4 dari
pengenceran tersebut sebanyak 1 g suspensi dipipet ke dalam
cawan petri.
c. Kemudian ke dalam cawan petri tersebut dimasukkan agar cair
steril yang telah didinginkan sampai 500C sebanyak 15 g.
d. Setelah penuangan cawan petri digerakkan di atas meja secara
hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata.
e. Setelah agar memadat, cawan-cawan tersebut diinkubasi selama
kurang lebih 48 jam pada suhu 300C pada posisi terbalik.
f. Dilakukan perhitungan mikroba :
[( ) ( ) ]
Keterangan :
N = jumlah koloni per g
c = jumlah koloni dari tiap-tiap petri
n1 = jumlah petri dari pengenceran koloni yang dihitung
n2 = jumlah petri dari pengenceran kedua
d = pengenceran pertama yang dihitung
3. Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan dengan metode hedonic
meliputi aroma, warna, dan tekstur produk yang dihasilkan.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap produk dengan menggunakan 15 panelis yang
-
memberikan penilaiannya berintikan tingkat kesukaannya terhadap
produk pada kuesioner yang disediakan. Data yang diperoleh
diolah secara deskriptif. Skala pengujian 1-5 yaitu : 5 = sangat
suka, 4 = suka, 3 = agak suka, 2 = tidak suka, 1 = sangat tidak
suka.
Pengujian organoleptik pada bumbu inti kunyit bubuk ini
dilakukan dengan cara membuat suatu masakan yaitu telur bumbu
kuning dengan menambahkan bumbu inti kunyit bubuk kemudian
panelis diminta untuk mencicipi kuah dari masakan tersebut.
F. Pengolahan Data
Pengolahan data yang diperoleh disajikan secara deskriptif
kuantitatif dengan melakukan tiga kali ulangan.
-
Gambar 11. Diagram Alir Pembuatan Bumbu Inti Kunyit Bubuk
Bahan
Dikeringkan Dengan alat pengering blower,
T= 600C
Kunyit Bawang putih Cabai merah Lengkuas Bawang merah Serai
Dihaluskan dengan grinder dan
Diayak dengan ayakan 60 mesh
dengan d
Bubuk
Dihaluskan dan
Diayak
Cabai merah 11% Lengkuas 11% Bawang merah 18% Serai 6% Lada 6% Ketumbar 6% Kemiri 14%
Perlakuan A1 = Kunyit 26% : Bawang Putih 2% Perlakuan A2 = Kunyit 20% : Bawang Putih 8% Perlakuan A3 = Kunyit 14% : Bawang Putih 14%
Dikemas dengan
plastik
Bumbu Inti
Kunyit
Analisa : 1. Uji Kadar air 2. Uji Total Mikroba 3. Uji Organoleptik
-
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Organoleptik
1. Rasa
Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam
menentukan keputusan bagi konsumen untuk menerima atau
menolak suatu produk pangan. Meskipun parameter lain nilainya
baik, jika rasa tidak enak atau tidak disukai maka produk akan
ditolak. Ada empat jenis rasa inti yang dikenali oleh manusia yaitu
asin, asam, manis dan pahit. Sedangkan rasa lainnya merupakan
perpaduan dari keempat rasa tersebut (Soekarto, 1985). Uji
organoleptik bumbu inti kunyit bubuk dengan parameter rasa
dilakukan dengan uji hedonik. Hasil uji organoleptik terhadap rasa
bertujuan untuk mengetahui tingkat respon dari panelis mengenai
kesukaannya terhadap bumbu inti kunyit bubuk yang dihasilkan
pada masing-masing perlakuan. Hasil uji organoleptik terhadap
rasa bumbu inti kunyit bubuk yang dihasilkan dapat dilihat pada
Gambar 12.
-
Gambar 12. Hasil Uji Organoleptik Terhadap Rasa pada Bumbu Inti
Kunyit Bubuk
Hasil uji organoleptik dengan metode hedonik terhadap
bumbu inti kunyit bubuk pada perlakuan A1 (kunyit 26% dan
bawang putih 2%) memiliki skor 3,33 yang berarti agak disukai
panelis, sedangkan pada perlakuan A2 (kunyit 20% dan bawang
putih 8%) memiliki skor 4,04 yang berarti disukai panelis, dan pada
perlakuan A3 (kunyit 14% dan bawang putih 14%) memiliki skor
3,51 yang berarti disukai panelis.
Rasa pada bumbu inti kunyit bubuk ini dipengaruhi oleh
bahan inti bumbu ini yaitu kunyit yang memiliki rasa agak pahit dan
agak pedas serta rempah-rempah yang ditambahkan pada
pembuatan bumbu. Bumbu yang ditambahkan akan memberikan
cita rasa yang khas pada makanan sesuai dengan asal dari bahan
tersebut. Hal ini sesuai pernyataan Sudarsono, dkk (1996) bahwa
Akar kunyit mempunyai bau khas aromatik, rasa agak pahit, agak
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
(26:2) (20:8) (14:14)
3.33
4.04
3.51 R
asa
(Sko
r 1
-5)
Penambahan Kunyit (%) dan bawang Putih (%)
-
pedas, dan peryataan Rahmawati (1998), bahwa rempah-rempah
yang digunakan sebagai bumbu diutamakan mengandung cukup
oleoresin dan minyak atsiri, karena kedua komponen ini
menimbulkan cita rasa dan aroma yang khas yang diinginkan. Oleh
karena itu rempah yang akan dimanfaatkan untuk bumbu harus
cukup tua, sehingga kandungan oleoresin dan minyak atsirinya
optimal.
2. Aroma
Aroma bahan makanan banyak menentukan kelezatan
makanan tersebut. Industri makanan menganggap sangat penting
melakukan uji aroma karena dengan cepat dapat memberikan hasil
penilaian produksinya disukai atau tidak disukai (Soekarto, 1985).
Uji organoleptik bumbu inti kunyit bubuk dengan parameter aroma
dilakukan dengan uji hedonik. Hasil uji organoleptik terhadap
aroma bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau tingkat
penerimaan panelis terhadap aroma bumbu inti kunyit bubuk yang
dihasilkan pada masing-masing perlakuan. Hasil uji organoleptik
terhadap aroma bumbu inti kunyit bubuk yang dihasilkan dapat
dilihat pada Gambar 13.
-
Gambar 13. Hasil Uji Organoleptik Terhadap Aroma pada Bumbu
Inti kunyit Bubuk
Hasil uji organoleptik aroma pada bumbu inti kunyit bubuk
menunjukkan pada perlakuan A1 (kunyit 26% dan bawang putih
2%) memiliki skor 3,8 yang berarti disukai panelis, dan pada
perlakuan A2 (kunyit 20% dan bawang putih 8%) memiliki skor 4,13
yang berarti disukai panelis, sedangkan pada perlakuan A3 (kunyit
14% dan bawang putih 14%) memiliki skor 3,64 yang berarti disukai
panelis.
Aroma pada bumbu inti kunyit bubuk ini dipengaruhi oleh
rempah-rempah yang digunakan di mana rempah-rempah ini
memiliki minyak atsiri yang mudah menguap sehingga pada
saat pengolahan akan mengeluarkan aroma yang khas. Hal ini
sesuai pernyataan Rahmawati (1998), bahwa rempah-rempah yang
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
(26:2) (20:8) (14:14)
3.8
4.13
3.64 A
rom
a (S
kor
1-5
)
Penambahan Kunyit (%) dan bawang putih (%)
-
digunakan sebagai bumbu diutamakan mengandung cukup
oleoresin dan minyak atsiri, karena kedua komponen ini
menimbulkan cita rasa dan aroma yang khas yang diinginkan.
3. Warna
Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk
menentukan kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan.
Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak dan teksturnya sangat
baik, tetapi memiliki warna yang kurang sedap dipandang atau
memberikan kesan menyimpang dari warna yang seharusnya,
maka tidak layak dikonsumsi. Penentuan mutu suatu bahan pangan
pada umumnya tergantung pada warna, karena warna tampil
terlebih dahulu (Winarno, 2004). Uji organoleptik bumbu inti kunyit
bubuk dengan parameter warna dilakukan dengan uji hedonik.
Hasil uji organoleptik terhadap warna bertujuan untuk mengetahui
tingkat penerimaan atau tingkat kesukaan panelis terhadap warna
bumbu inti kunyit bubuk yang dihasilkan pada masing-masing
perlakuan. Hasil uji organoleptik dengan parameter warna dapat
dilihat pada Gambar 14.
-
Gambar 14. Hasil Uji Organoleptik Terhadap Warna pada Bumbu
Inti kunyit Bubuk
Hasil uji organoleptik warna pada bumbu inti kunyit bubuk
menunjukkan pada perlakuan A1 (kunyit 26% dan bawang putih
2%) memiliki skor 3,38 yang berarti agak disukai panelis, pada
perlakuan A2 (kunyit 20% dan bawang putih 8%) memiliki skor 4,29
yang berarti disukai panelis, sedangkan pada perlakuan A3 (kunyit
14% dan bawang putih 14%) memiliki skor 3,19 yang berarti agak
disukai panelis.
Warna pada bumbu inti kunyit bubuk ini dipengaruhi oleh
kandungan senyawa kurkuminoid yang memberikan warna kuning
pada kunyit. Hal ini sesuai dengan peryataan (Wikipedia, 2013),
bahwa Kunyit adalah rempah-rempah yang biasa digunakan dalam
masakan di negara-negara Asia. Kunyit sering digunakan sebagai
bumbu dalam masakan sejenis gulai, dan juga digunakan untuk
memberi warna kuning pada masakan, atau sebagai pengawet.
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
(26:2) (20:8) (14:14)
3.38
4.29
3.19 W
arn
a (1
-5)
Penambahan Kunyit (%) dan bawang putih (%)
-
B. Kadar Air
Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan
sehingga dalam proses pengolahan dan penyimpanan bahan pangan,
air perlu dikeluarkan, salah satunya dengan cara pengeringan.
Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui batasan maksimal
atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan
(Suprapti, 2003). Pengukuran kadar air pada bumbu inti kunyit bubuk
sangat penting karena berpengaruh terhadap masa simpannya. Oleh
karena itu dilakukan analisa kadar air dengan tujuan untuk
mengetahui jugah air yang terdapat pada bumbu inti kunyit bubuk.
Hasil pengujian kadar air bumbu inti kunyit bubuk dapat dilihat pada
Gambar 15.
Gambar 15. Hasil Analisa Kadar Air pada Bumbu Inti Kunyit Bubuk
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
(26:2) (20:8) (14:14)
10.65 10.43 10.38
Kad
ar A
ir (
%)
Penambahan Kunyit (%) dan Bawang Putih (%)
-
Hasil analisa kadar air pada bumbu inti kunyit bubuk
menunjukkan nilai rata-rata 10% dimana kadar air terendah diantara
semua perlakuan yaitu terdapat pada perlakuan A3 (kunyit 14% dan
bawang putih 14%) yaitu 10,38% sedangkan kadar air tertinggi
terdapat pada perlakuan A1 (kunyit 26% dan bawang putih 2%).
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa semua perlakuan
tidak memberikan perbedaan yang nyata pada kadar air bumbu inti
kunyit bubuk dimana semua perlakuan yang diberikan menghasilkan
kadar air yang relatif sama. Hal ini dikarenakan penambahan bubuk
bawang putih pada perlakuan A3 lebih banyak di bandingkan
perlakuan A1 dan A2 dimana bawang putih ini memiliki sifat
higroskopis atau menyerap air. Hal ini sesuai dengan pendapat
Reinneccius (1994) bahwa Suatu bahan yang telah mengalami
pengeringan ternyata lebih bersifat higroskopis dari pada bahan
asalnya. Bubuk bawang memiliki karakteristik flavor yang tetap baik
selama penyimpanan. Meskipun demikian, bubuk bawang putih
bersifat higroskopis (mudah menyerap air) sehingga dalam
pengemasannya harus menggunakan wadah yang kedap uap air
sehingga dapat mencegah pengerasan produk dan menjadi kasar
serta kehilangan flavor.
Kadar air pada bumbu inti kunyit bubuk ini juga dipengaruhi
oleh faktor pengeringan yang bertujuan mengurangi kadar air dengan
cara menguapkan air dengan bantuan energi panas. Hal ini sesuai
-
dengan pendapat Adawyah (2008), bahwa tujuan pengeringan untuk
mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan
mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan terhambat atau bahkan terhenti sama sekali.
Suhu pengeringan yang digunakan pada penelitian ini adalah
suhu 600C. Hal ini dikarenakan suhu 600C menunjukkan tingkat
kelarutan kurkumin yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Naibaho dan Deny (2011) bahwa untuk mendapat bubuk kunyit yang
bermutu baik berintikan kelarutan kukurmin sebaiknya selama proses
pengeringan, suhu yang diaplikasikan adalah 600C.
Menurut SNI 01-3709-1995 kadar air bumbu inti maksimal 12%
(b/b). Hasil ini menunjukkan bahwa bumbu inti kunyit bubuk memenuhi
syarat mutu bumbu.
C. Total Mikroba
Mutu mikrobiologis dari suatu produk makanan ditentukan oleh
jugah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan.
Mutu mikrobiologis ini akan menentukan ketahanan simpan dari
produksi tersebut ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme, dan
keamanan produk dari mikroorganisme ditentukan oleh jugah spesies
patogenik yang terdapat. Jadi kemampuan untuk mengukur secara
tepat jugah mikroorganisme yang umum terdapat dalam bahan
pangan dan jugah organisme spesifik yang berada dalam produk
pangan merupakan inti yang penting bagi mikrobiologi pangan (Buckle
-
et al., 2007). Analisa total mikroba bertujuan untuk mengetahui jugah
mikroba yang terdapat pada bumbu inti kunyit bubuk. Hasil pengujian
total mikroba bumbu inti kunyit bubuk dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Hasil Uji Total Mikroba pada Bumbu Inti Kunyit Bubuk
Hasil uji total mikroba pada bumbu inti kunyit dapat dilihat pada
gambar 02 dimana perlakuan A1 mengandung 5,3 cfu/g atau 2,3x105
koloni/g, perlakuan A2 yaitu 5,0 cfu/g atau 1,1x105 koloni/g dan
perlakuan A3 yaitu 4,8 cfu/g atau 7,0x104 koloni/g. Hal ini
menunjukkan bahwa total mikroba terendah diantara semua perlakuan
yaitu terdapat pada perlakuan A3 yaitu 4,8 cfu/g atau 7,0x104 koloni/g
sedangkan total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu
5,3 cfu/g atau 2,3x105 koloni/g. Hal ini disebabkan karena pada
bumbu inti kunyit bubuk mengandung zat antimikroba seperti.kurkumin
pada kunyit dan alisin pada bawang putih. Hal ini sesuai dengan
peryataan (Dheni, 2007), bahwa Kurkumin bermanfaat sebagai
antioksidan, antimikroba, antifungi, dan juga antiinflamasi, serta
4.4
4.6
4.8
5
5.2
5.4
(26:2) (20:8) (14:14)
5.3
5,0
4.8
log
cfu
/mL
Penambahan Kunyit (%) dan Bawang Putih (%)
-
peryataan (Angkri dan Mirelman, 1999) bahwa Allicin yang merupakan
salah satu senyawa aktif yang terdapat di dalam hancuran bawang
putih segar, mempunyai beragam aktivitas antimikrobia.
Menurut SNI 01-3709-1995 jumlah total mikroba pada bumbu
inti maksimal 106 koloni/g . Hasil ini menunjukkan bahwa bumbu inti
kunyit bubuk memenuhi syarat mutu bumbu.
-
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Formulasi terbaik berdasarkankan hasil uji organoleptik terdapat
pada perlakuan A2 kunyit 20% dan bawang putih 8%.
2. Hasil analisa kadar air dan total mikroba tertinggi terdapat pada
perlakuan A1 yaitu 10,65% untuk kadar air dan 5,3 log cfu/g untuk
jumlah total mikroba, sedangkan kadar air dan total mikroba
terendah terdapat pada perlakuan A3 yaitu 10,38% untuk kadar air
dan 4,8 cfu/g untuk jumlah total mikroba.
B. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan penelitian
untuk menentukan kemasan yang cocok dan masa simpan pada
bumbu inti kunyit bubuk.
-
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Aeni, S.N. 2010. Pembuatan dan Penetapan Kontrol Kualitas
Simplisia. http://siskhana.blogspot.com/2010/01/pembuatan-dan-penetapan-kontrol.html. Akses tanggal 30 Juni 2013. Makassar.
Ankri, S. dan Mirelman, D. 1999. Antimikrobia properties of allicin from
garlic. Microbes and Infection. 2: 125129. Asghari G.A. Mostajeran and M. Shebli, 2009. Curcuminoid and
essential oil components of turmeric at different stages of growth cultivated in, School of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Isfahan University of Medical Sciences, Isfahan, IR.Iran.
Astawan. 2009. Sehat dengan Kacang-kacangan dan Biji-bijian.
Penebar Swadaya. Jakarta. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M. Wootton., 2007. Food
Science. Directorate General of Higher Education (DGHE) and the International Development Program for Australian Universities and Colleges (IDP) on behalf of the Australian Vice-Chancellors Committee (Incorporated in the A.C.T.), Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono dalam Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Chukanhom, K., P. Borisuthpeth dan K. Hatai. 2005. Antifungal Activities
of Aroma Components from Alpinia galanga against Water Molds. Biocontrol Science Vol. 10 No. 3 September 2005. Japan
Damanik, RMS. 2010. Pengaruh Konsentarasi Kalsium Klorida (CaCl2)
Dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Tepung Bawang Putih. Laporan Tugas Akhir. Universitas Sumatera Utara.
Darwis , S.N., M. Indo dan S. Hasiyah. 1991. Tumbuhan Obat Famili
Zingiberaceae. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor.
Dheni, R. 2007. Menyembuhkan kanker dengan kunyit. Bogor: Jurnal
Nasional. Farrel, K.T. 1990. Spcies, Condiments and Seasonings. Second
Edition. Van Nostrand Reinhold, New York.
-
Furia, T.E. 1968. Handbook of Food Additives. Florida: CRC Press Inc. Guenther, 1987. Minyak Atsiri Ketumbar. Jurnal Penelitian
Resipository.ipb.ac.id. Akses tanggal 30 Juni 2013. Makassar.
Henderson, S.M., R.L Perry, J.H Young. 1976. Agricultural Process
Enginering. The AVI Publishing Company, Inc., Wetsport. Hernani dan Rahmawati. 2009. Aspek Pengeringan Dalam
Mempertahankan Kandungan Metabolit Sekunder Pada Tanaman Obat. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor
Istriyani, Y.Y. 2011. Pengujian Kualitas Minyak Kemiri dengan
Mengukur Putaran Optik Menggunakan Polarimeter. Tugas Akhir. Program Studi Diploma III Teknik Kimia, Program Diploma Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang
Joyce, D. and M. Reid. 1986. Postharvest handling of fresh culinary
herbs. The herb, spice, and medicinal plant digest Vol. 4(2): 1-2. Leung.A.Y, Foster S. 1996. Encyclopedia of common natural
ingredients used in food, drugs and cosmetic. Ed ke-2. New York: John Wiley & Sons.
Naibaho, benika dan Deny, A.S. 2011. Pengaruh Suhu Pengeringan
Terhadap Kelarutan Kukurmin Dari Tepung Kunyit (Cucurma domestica Val ) Pada Berbagai Suhu Air. Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen. Medan.
Oyen LPA, 1999. Cimpogon Sitratus (DC) Staf. Plnat Resort of south
east asia. No 19 essensial oil plant. Bogor. Prosea Bogor.
Indonesia.
Pallai, ST., A.S. Mujumdar 1995. Spouted Bed Drying. Chap.13: In
Handbook of Industrial Drying 2nd. AS Mujumdar. New York: Marcel Dekker lnc.
Prana, M.S dan Hawkes, J.G., 1981. Kunyit atau Koneng dan Kerabat-
kerabat Dekatnya sebagai Bahan Pangan. Buletin Kebun Raya. Bogor
Purseglove, J.W., Brown, E.G., Green, C.L dan Robbins, S.R.J., 1981.
Spices, Vol 2. Longman. New York.
-
Raharjo, M. 2005. Budidaya Tanaman Kunyit. www .ilmuindah.50
webs.org/ kunyit.pdf. Akses Tanggal 30 Juni 2013. Makassar. Rahayu, E., dan N. Berlian. 1994. Bawang Merah. Penebar Swadaya,
Jakarta. Rahayu, W.P. 1998. Penuntun Praktikum Perlakuan Organoleptik.
Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Rahmawati, Yulia. 1998. Pengaruh Beberapa Tingkat Konsentrasi
Bahan Penstabil CarboxyMetil Celulose (CMC) Terhadap Sari Lidah Buaya. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. UNAND. Padang.
Rismunandar. 1988. Rempah-rempah. Komoditi Ekspor Indonesia.Sinar
Baru. Bandung. Rukmana, R. 2000. Usaha Tani Jahe. Kanisius, Yogyakarta. Rusmarilin, H. 2003. Aktivitas Anti-Kanker Ekstrak Rimpang lengkuas
Lokal (Alpinia galanga (L) . Sw) Pada Alur Sel Kanker Manusia Serta Mencit yang Ditransplantasi dengan Sel Tumor Primer. Disertasi. Program Pasca Sarjana ITP. IPB. Bogor.
Sarpian, T. 2003. Pedoman Berkebun Lada Dan Analisis Usaha Tani.
Kanisius. Yogyakarta. Sinaga, E. 2000. Alpinia galangal (L.) Willd. Didalam
www.warintek.apiji.or.id /artikel/ttg_tanaman_obat/unas. Soekarto, ST, 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri. Bharata
Karya Aksara. Jakarta.
Sudarsono dkk., 1996. Kunyit. Repository .usu.ac.id/bitstream/
123456789/22027 /.../Chapter%20II.pdf. Akses Tanggal 30 Juni
2013. Makassar.
Sunaryono, H., P. Soedomo dan E.Reny. 1984. Produksi Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.) dari Bibit Dataran Rendah dan Dataran Tinggi. Buletin Penelitian Hortikultura. Vol XI (2):4-10. Lembang
Suprapti, 2003. Teknologi Pengolahan Pangan. Kanisius. Yogyakarta.
Sutejo, M.M. 1990. Pengembangan Kultur Tanaman Berkhasiat Obat.
Rineke Cipta. Jakarta.
-
Syamsuhidayat SS, dan Hutapea JR. 1991. Inventaris Tanaman obat
Indonesia. Depkes RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta
Taib, Gunarif., 1987. Operasi Pengerigan pada Pengolahan Hasil
Pertanian. PT. Melton putra. Jakarta. Vany Nely. 2007. Aktivitas Antioksidan Rempah Pasar dan Bubuk
Rempah Pabrik dengan Metode Polifenol dan Uji Aom (Active Oxygen Method). http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11657 /F 07fne.pdf. Akses tanggal 1 Maret 2013
Wangensteen, H., A.B. Samuelsen, K.E. Malterud. 2004. Antioxidant
activity in extracts from coriander. Food chemistry Journal vol. 88:293-297.
Wardana, H.D., N.S Barwa, A. Kongsjahju, M.A. Iqbal, M. Khalid, dan R.R.
Taryadi. 2002. Budi Daya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wibowo, S. 1999. Budidaya Bawang Putih, Merah dan Bombay.
Penebar Swadaya, Jakarta. Wijayakusuma HMH. 2000. Tumbuhan berkhasiat obat Indonesia:
rempah, rimpang, dan umbi. Milenia popular. Jakarta Wikipedia, 2013. Kunyit. http://id.wikipedia.org/wiki/Kunyit. Akses
Tanggal 23 Februari 2013, Makassar. Winarto, W.P. 2003. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Agromedia Pustaka.
Jakarta Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
-
LAMPIRAN
-
Lampiran 1. Hasil Uji Organoletik Rasa Bumbu Inti Kunyit Bubuk
No Panelis P1 P2 P3 Total
1 Panelis 1 3 4 4 11
2 Panelis 2 3,67 4,67 4,67 13,01
3 Panelis 3 4 4,67 4,33 13
4 Panelis 4 3 4,33 3,33 10,66
5 Panelis 5 3 4,67 3,33 11
6 Panelis 6 1 3 2 6
7 Panelis 7 3,33 4,67 4,33 12,33
8 Panelis 8 4 5 4 13
9 Panelis 9 4 4 2,67 10,67
10 Panelis 10 4 4,33 4,67 13
11 Panelis 11 4 4 3,33 11,33
12 Panelis 12 4 3 2 9
13 Panelis 13 2 3 3 8
14 Panelis 14 3 4,334 2,67 10,004
15 Panelis 15 4 3 4,33 11,33
Total 50 60,674 52,66 163,334
Rata-rata 3,333333 4,044933 3,510667
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Inti Kunyit Bubuk, 2013. Lampiran 2. Hasil Uji Organoletik Aroma Bumbu Inti Kunyit Bubuk
No Panelis P1 P2 P3 Total
1 Panelis 1 4 4 4 12
2 Panelis 2 4 4,33 4,33 12,66
3 Panelis 3 4 4,33 3,67 12
4 Panelis 4 3,67 4 3,67 11,34
5 Panelis 5 4 4,67 3,33 12
6 Panelis 6 3 3 2 8
7 Panelis 7 3,67 4 4,33 12
8 Panelis 8 4 5 3 12
9 Panelis 9 4 4 4 12
10 Panelis 10 4 4 4,33 12,33
11 Panelis 11 4 4 4 12
12 Panelis 12 2,67 4 3 9,67
13 Panelis 13 4 4 3 11
14 Panelis 14 4 4,33 4 12,33
15 Panelis 15 4 4,33 4 12,33
Total 57,01 61,99 54,66 173,66
Rata-rata 3,800667 4,132667 3,644
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Inti Kunyit Bubuk, 2013.
-
Lampiran 3. Hasil Uji Organoletik Warna Bumbu Inti Kunyit Bubuk
No Panelis P1 P2 P3 Total
1 Panelis 1 2,67 4 3,33 10
2 Panelis 2 3,67 4,33 4 12
3 Panelis 3 3 4,33 3,33 10,66
4 Panelis 4 3,33 4,67 3,33 11,33
5 Panelis 5 3 4,67 3,33 11
6 Panelis 6 3 3,67 2 8,67
7 Panelis 7 3,67 5 3,67 12,34
8 Panelis 8 3 4 2,33 9,33
9 Panelis 9 4 4 3,33 11,33
10 Panelis 10 3,67 4,67 4,33 12,67
11 Panelis 11 4 4,33 3 11,33
12 Panelis 12 3 4 2 9
13 Panelis 13 4 4 3 11
14 Panelis 14 3 4,33 3 10,33
15 Panelis 15 3,67 4,33 4 12
Total 50,68 64,33 47,98 162,99
Rata-rata 3,378667 4,288667 3,198667
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Inti Kunyit Bubuk, 2013. Lampiran 4. Hasil Pengukuran Kadar Air Bumbu Inti Kunyit Bubuk
No Perlakuan U1 U2 U3 Total Rata-Rata
1 A1 10,4 11,03 10,52 31,95 10,65
2 A2 10,81 10,17 10,31 31,29 10,43
3 A3 10,48 10,75 9,91 31,14 10,38
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Inti Kunyit Bubuk, 2013. Lampiran 5. Hasil Analisa Total Mikroba Bumbu Inti Kunyit Bubuk
No Perlakuan U1 U2 U3 Total Rata-rata Log
1 A1 2,1x10^5 2,7x10^5 2,3x10^5 7,1x10^5 2,3x10^5 5,3
2 A2 1,3x10^5 1,1x10^5 1,0x10^5 3,5x10^5 1,1x10^5 5
3 A3 8,4x10^4 7,0x10^4 5,6x10^4 2,1x10^5 7,0x10^4 4,8
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bumbu Inti Kunyit Bubuk, 2013.
-
Lampiran 6. Gambar Produk Bumbu Inti Kunyit Bubuk
Keterangan :
A1 = Kunyit 26 % : Bawang Putih 2 %
A2 = Kunyit 20 % : Bawang Putih 8 %
A3 = Kunyit 14 % : Bawang Putih 14 %